Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH HADITS TARBAWI

TENTANG
SIFAT-SIFAT KEPRIBADIAN PENDIDIK

KELOMPOK 4

JAFAR SAIFULLAH 2130101057


MUHAMMAD ARIF 2130101072
MUHAMMAD FARIS 2130101073

DOSEN PENGAMPU
DESRI NENGSIH,LC.MA

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAHMUD YUNUS BATUSANGKAR
T.A 2024/2025
SIFAT-SIFAT KEPRIBADIAN PENDIDIK

A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Pendidikan adalah salah satu aspek terpenting dalam pembentukan
individu dan masyarakat. Guru atau pendidik memiliki peran yang sangat
penting dalam membimbing, mengajar, dan membentuk karakter peserta
didik. Oleh karena itu, kepribadian pendidik menjadi faktor yang sangat
krusial dalam proses pendidikan. Kepribadian pendidik dapat
memengaruhi proses pembelajaran, motivasi belajar, dan perkembangan
peserta didik.
Sifat-sifat kepribadian pendidik memiliki pengaruh yang signifikan
dalam menciptakan lingkungan belajar yang kondusif dan interaktif.
Melalui kepribadian yang baik, seorang pendidik dapat menjadi contoh
yang baik bagi peserta didiknya, membangun hubungan yang positif, dan
menciptakan suasana kelas yang menyenangkan. Namun, kepribadian
pendidik yang tidak sesuai atau tidak tepat dapat berdampak negatif pada
perkembangan peserta didik.
Dalam latar belakang makalah ini, akan dibahas mengenai
pentingnya sifat-sifat kepribadian pendidik dalam konteks pendidikan
modern. Dalam era yang terus berkembang ini, tuntutan terhadap pendidik
tidak hanya berfokus pada aspek akademik, tetapi juga aspek sosial,
emosional, dan karakter. Oleh karena itu, pemahaman yang mendalam
mengenai sifat-sifat kepribadian pendidik menjadi sangat penting.
Melalui pemahaman yang lebih mendalam mengenai sifat-sifat
kepribadian pendidik, diharapkan dapat membantu pendidik untuk lebih
efektif dalam menjalankan tugasnya dan memberikan kontribusi positif
dalam pembentukan generasi yang lebih baik di masa depan.
2. Rumusan Masalah
a. Hadits tantang Pendidik Bersikap Adil
b. Hadits tentang Pendidik Bersikap Pengasih dan Penyayang
c. Hadits tentang Pendidik Bersikap Penyampai Ilmu
d. Hadits tentang Pendidik Besikap Tawadhu’
e. Hadits tentang Pendidik Bersikap Toleran dan Bijaksana

B. PEMBAHASAN
1. Hadits Pendidik Bersikap Adil
a. Hadits dan Terjemahannya

‫َح َّد َثَنا َعْب ُد ِهَّللا ْبُن ُيوُس َف َأْخ َبَر َن ا َم اِل ٌك َعْن اْبِن ِش َهاٍب َعْن ُح َم ْي ِد ْبِن َعْب ِد ال;َّرْح َمِن‬
‫َو ُم َح َّم ِد ْبِن الُّنْع َم اِن ْبِن َبِش يٍر َأَّنُهَم ا َح َّد َثاُه َعْن الُّنْع َم اِن ْبِن َبِش يٍر َأَّن َأَب اُه َأَتى ِب ِه ِإَلى‬
‫َرُس وِل ِهَّللا َص َّلى ُهَّللا َع َلْيِه َو َس َّلَم َفَقاَل ِإِّني َنَح ْلُت اْبِني َهَذ ا ُغ اَل ًم ا َفَقاَل َأُك َّل َو َل ِد َك َنَح ْلَت‬
)‫ِم ْثَلُه َقاَل اَل َقاَل َفاْر ِج ْعُه (رواه البخاري‬
Artinya: “Telah menceritakan kepada kami 'Abdullah bin Yusuf telah
mengabarkan kepada kami Malik dari Ibnu Syihab dari Humaid bin 'Abdurrahman
dan Muhammad bin An Nu'man bin Basyir bahwa keduanya menceritakan kepada
An Nu'man bin Basyir bahwa bapaknya datang bersamanya menemui Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam lalu berkata; "Aku hadiahkan anakku ini sebagai
ghulam (pembantu) ". Maka Beliau bertanya: "Apakah semua anakmu kamu
hadiahkan seperti ini?". Dia menjawab: "Tidak". Maka Beliau bersabda: "Kalau
begitu, lebih baik kamu bawa pulang kembali." (HR. Bukhariy)
b. Penjelasan Hadits
Hadits ini menjelaskan pengajaran Nabi terhadap seorang bapak
agar bertindak seadil-adilnya terhadap anak-anaknya. Seorang bapak di
dalam rumah tangganya sebagai pendidik terhadap keluarganya harus
bersikap adil baik dalam sikap, ucapan, dan segala tindakan.karena sikap
adil ini mempunyai pengaruh yang besar dalam pembinaan keluarga yang
bahagia dan sejahtera. Tindakan yang adil dari orang tua atau dari
seorang pendidik merupakan pendidikan terhadap anak-anaknya.
Dalam redaksi Hadits, perintah keadilan terhadap anak, didahului
perintah takwa kepada Allah. Rwedaksi ini menunjukkan betapa
pentingnya sifat adil ditengah-tengah mereka yang dijadikan sebagai
tanda orang yang takwa kepada Allah.
Kehadiran Basyir kjepada Nabi memang bv=ertujuan
mempersaksikan atas pemberiannyakepada anaknya. Tetapi karena
pemberian itu tidak diberikan secara adil, kemudia Beliau
mengungkapkan yang demikian. Tindakan yang tidak adil terhadap anak
adalah suatu kecurangan atau penganiayaan.
Pemberian atau dalam bahasa Fiqihnya Hibah memang tidak sama
dengan harta warisan. Perbedaannya antara lain:
a. Hibah diberikan pada saat orang tua masih hidupsedangkan
warisan dibagikan dibagi dan dimiliki saat orang tua telah
meninggal.
b. Hibah harus diberikan pada semua anak dan sama bagiannya
sedangkan harta warisan dibagikan semua anak, tetapi tidak
harus sama sebagaimana telah diatus dalam hukum islam.
Keadilan terhadap anak dimaksudkan anak mempunyai hak yang
sama baik dalam hibah, nafkah, pendidikan, dan lain-lain maupun dalam
menerima harta warisan. Jika adil diartikan hak yang sama maka
pembagian waris, nafkah, kesehatan dan pendidikan tidak harus sama
diberikan kepada anak kecuali hibah. Jika seorang anak yang masih kecil
duduk disekolah TK dan yang lain di SMA dan yang lain lagi di
Perguruan Tinggi tentu uang jajan, uang Transportasi dan biaya sekolah
tidak mungkin sama.
Demikian juga keadilan seorang guru terhadap murid-muridnya
selalu dituntut sebagaimana orang tua terhadap anak-anaknnya. Guru
harus adil terhadap anak didiknya dalam layanan kependidikan dan
kepengajaran, tidak boleh membeda-bedakan antara satu dan lainnya.
Semua harus dilayani dengan sikap dan penilaian yang sama. Tidak
membedakan antara anak yang kaya dan tidak kaya, tidak ada bedanya
antara anak pejabat dan anak rakyat biasa dan tidak ada bedanya antara
cantik/ganteng dengan yang tidak cantik/ganteng dan lain sebagainya.
Keadilan guru dalam kelas akan menumbuhkan suasana kondusif dan
merupakan pendidikan terhadap mereka. Seorang guru tentu merasa
senang jika murid-muridnya sama-sama berbuat baik kepada sesamanya.
c. Ayat Al-Qur’an yang terkait dengan Hadits
QS. An-Nahl ayat 90:
‫ۡل‬ ‫ۡل‬ ‫ۡل‬ ‫ۡل‬ ‫ۡأ‬
‫۞ِإَّن ٱَهَّلل َي ُم ُر ِبٱ َع ۡد ِل َو ٱِإۡل ۡح َٰس ِن َو ِإيَت ٓإِي ِذ ي ٱ ُق ۡر َبٰى َو َيۡن َهٰى َع ِن ٱ َفۡح َش ٓاِء َو ٱ ُم نَك ِر‬
٩٠ ‫َو ٱۡل َبۡغ ِۚي َيِع ُظُك ۡم َلَع َّلُك ۡم َتَذَّك ُروَن‬
Artinya: “Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan
berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari
perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran
kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.”
Dalam Penjelasan Tafsir Kementrian Agama ayat ini menjelaskan
bahwa Allah menyatakan, “Sesungguhnya Allah selalu menyuruh semua
hamba-Nya untuk berlaku adil dalam ucapan, sikap, tindakan, dan
perbuatan mereka, baik kepada diri sendiri maupun orang lain, dan Dia
juga memerintahkan mereka berbuat kebajikan, yakni perbuatan yang
melebihi perbuatan adil; memberi bantuan apa pun yang mampu
diberikan, baik materi maupun nonmateri secara tulus dan ikhlas, kepada
kerabat, yakni keluarga dekat, keluarga jauh, bahkan siapa pun. Dan
selain itu, Dia melarang semua hamba-Nya melakukan perbuatan keji
yang tercela dalam pandangan agama, seperti berzina dan membunuh;
melakukan kemungkaran yaitu hal-hal yang bertentangan dengan nilai-
nilai dalam adat kebiasaan dan agama; dan melakukan permusuhan
dengan sesama yang diakibatkan penzaliman dan penganiayaan. Melalui
perintah dan larangan ini Dia memberi pengajaran dan tuntunan
kepadamu tentang hal-hal yang terkait dengan kebajikan dan
kemungkaran agar kamu dapat mengambil pelajaran yang berharga.”
2. Hadits Pendidik Bersikap Pengasih dan Penyayang
a. Hadits dan Terjemahannya
‫َح َّد َثَنا ُقَتْيَبُة ْبُن َسِع يٍد َح َّد َثَنا َبْك ٌر َيْعِني اْبَن ُم َض َر َعْن اْبِن اْلَه اِد َأَّن ِزَي اَد ْبَن َأِبي ِزَي اٍد‬
‫َم ْو َلى اْبِن َعَّياٍش َح َّد َثُه َعْن ِع َر اِك ْبِن َم اِل ٍك َس ِمْع ُتُه ُيَح ِّد ُث ُع َم َر ْبَن َعْب ِد اْلَعِز يِز َعْن‬
‫َعاِئَش َة َأَّنَها َقاَلْت َج اَء ْتِني ِمْسِكيَنٌة َتْح ِم ُل اْبَنَتْيِن َلَها َفَأْطَعْم ُتَها َثاَل َث َتَم َر اٍت َفَأْع َطْت ُك َّل‬
‫َو اِح َد ٍة ِم ْنُهَم ا َتْم َر ًة َو َر َفَعْت ِإَلى ِفيَها َتْم َر ًة ِلَتْأُك َلَه ا َفاْس َتْطَعَم ْتَها اْبَنَتاَه ا َفَش َّقْت الَّتْم َر َة‬
‫اَّلِتي َك اَنْت ُتِريُد َأْن َتْأُك َلَها َبْيَنُهَم ا َف َأْع َج َبِني َش ْأُنَها َف َذ َك ْر ُت اَّل ِذ ي َص َنَعْت ِلَرُس وِل ِهَّللا‬
. ‫َص َّلى ُهَّللا َع َلْيِه َو َس َّلَم َفَقاَل ِإَّن َهَّللا َقْد َأْو َج َب َلَه ا ِبَه ا اْلَج َّن َة َأْو َأْعَتَقَه ا ِبَه ا ِم ْن الَّن اِر‬
)‫(رواه مسلم‬
Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Qutaibah bin Sa'id; Telah
menceritakan kepada kami Bakr yaitu Ibnu Mudhar dari Ibnu Al Had bahwa Ziyad
bin Abu Ziyad -budak- dari Ibnu 'Ayyasy; Telah menceritakan kepadanya dari 'Irak
bin Malik Aku mendengarnya bercerita kepada 'Umar bin 'Abdul 'Aziz dari 'Aisyah
dia berkata; "Telah datang kepadaku seorang wanita miskin yang membawa dua
anak perempuan, lalu saya memberinya makan dengan tiga buah kurma, wanita
tersebut memberikan kurmanya satu persatu kepada kedua anaknya, kemudian
wanita tersebut mengangkat satu kurma ke mulutnya untuk dia makan. Tapi, kedua
anaknya meminta kurma tersebut, akhirnya dia pun memberikan (kurma) yang
ingin ia makan kepada anaknya dengan membelahnya menjadi dua. Saya sangat
kagum dengan kepribadiannya. Lalu saya menceritakan apa yang diperbuat oleh
wanita tersebut kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Maka beliau
bersabda: "Sesungguhnya Allah telah mewajibkan kepadanya untuk masuk surga
atau membebaskannya dari neraka." (HR. Muslim)
b. Penjelasan Hadits
Hadits ini menjelaskan bahwa adanya seorang wanita miskin
bersama dua anaka wanitanya datang menemui Aisyah minta sedekah
makanan. Wanita itu dikasih tiga butir kurma, dan itu sesuai dengan
kemampuan kindisi Aisyah dengan jumlah kurma yang terbatas
disamping sesuai dengan jumlah jiwa yakni seorang ibu dan dua orang
anaknya.
Kemudian tiga butir kurma itu dibagikan secara adil oleh ibunya
masing-masing anak satu kurma dan satu butir lagi untuk ibunya. Begitu
kedua nakanya mendapat makanan, mereka langsung memakannya
dengan lahab. Adapun ibunya makan belakangan, baru mengangkat
tangannya kearah mulutnya untuk memakannya, belum sampai dimakan
kedua anaknya tersebut meminta makanan lagi kepada ibunya. Karena
sebutir kurma dirasa belum mengenyangkan dari rasa lapar. Hati seorang
ibu yang penuh dengan kasih sayang tidak tega memakan sebutir kurma
yang ada ditangannya walaupun dia sendiri merasa sangat lapar.
Ibu yang bijak, adil dan penuh kasih sayang tentunya membaginya
secara sama , satu butir kurma dibelah menjadi dua dan dibagikan kepada
keduanya, dan dirinya rela tidak kebagian dari kurma tersebut.begitu jiwa
kasih sayang seorang ibu yang rela menngorbankan dirinya demi
kesenangan dan kesejahteraan anaknya. Padahal masih ada kesempatan
bagi dirinya membalah kurma tersebut menjadi tiga bagian. Tetapi dia
tidak melakukannya karena rasa tulus dan sayang kepada anak-anaknya.
Melihat hal yang demikian Aisyah merasa takjub dan menmpaikannya
kepada Rasulullah.
Kasih sayang seorang guru dalam pembelajaran sama halnya
dengan kasih sayang orang tua terhadap nakanya dalam kehiduupan
berumah tangga. Sebab guru disekolah bagaikan orang tua terhadap
anaknya sendiri. Beda dengan orang tua yang memiliki tanggung jawab
dalam kehidupan sedangkan guru mempunyai tanggung jawab dalam
pendidikan.
Umar bi Khattab memberikan pelajaran kepada kita bahwa orang
tua dan pendidik harus mempunyai sifat kasih sayang terhadap naka-
anak, keluarga dan peserta didiknya, pergaulan yang menyenangkan
sehingga peserta didik terdidik dengan baik, tidak takut dan tidak minder
dalam berhadapan dengan orang lain.
Kasih sayang seorang pendidik tidak harus mengorbankan dirinya
ataupun peserta didiknya. Kepribadian guru yang baik menurut sebagian
ahli didik adalah guru yang mencntai anak didik, penuh rasa tanggung
jawab bersikap ramah dan jujur untuk mencapai kesejahteraan anak
didik.
c. Ayat Al-Qur’an yang terkait dengan Hadits
QS. Al-Mujadilah ayat 22:
‫اَّل َتِج ُد َقۡو ٗم ا ُيۡؤ ِم ُن وَن ِبٱِهَّلل َو ٱۡل َي ۡو ِم ٱٓأۡلِخ ِر ُي َو ٓاُّد وَن َم ۡن َح ٓاَّد ٱَهَّلل َو َر ُس وَل ۥُه َو َل ۡو َك اُنٓو ْا‬
‫َٰٓل‬
‫َء اَبٓاَء ُهۡم َأۡو َأۡب َن ٓاَء ُهۡم َأۡو ِإۡخ َٰو َنُهۡم َأۡو َع ِش يَر َتُهۚۡم ُأْو ِئ َك َكَتَب ِفي ُقُل وِبِهُم ٱِإۡل يَٰم َن َو َأَّي َدُهم‬
‫ِب ُروٖح ِّم ۡن ُۖه َو ُي ۡد ِخ ُلُهۡم َج َّٰن ٖت َتۡج ِري ِم ن َتۡح ِتَه ا ٱَأۡلۡن َٰه ُر َٰخ ِل ِد يَن ِفيَه ۚا َر ِض َي ٱُهَّلل َع ۡن ُهۡم‬
‫َٰٓل‬
‫َو َر ُضوْا َع ۡن ُۚه ُأْو ِئَك ِح ۡز ُب ٱِۚهَّلل َأٓاَل ِإَّن ِح ۡز َب ٱِهَّلل ُهُم ٱۡل ُم ۡف ِلُحوَن‬
Artinya: “Kamu tak akan mendapati kaum yang beriman pada Allah dan
hari akhirat, saling berkasih-sayang dengan orang-orang yang menentang Allah
dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau
saudara-saudara ataupun keluarga mereka. Mereka itulah orang-orang yang telah
menanamkan keimanan dalam hati mereka dan menguatkan mereka dengan
pertolongan yang datang daripada-Nya. Dan dimasukan-Nya mereka ke dalam
surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Allah
ridha terhadap mereka, dan merekapun merasa puas terhadap (limpahan rahmat)-
Nya. Mereka itulah golongan Allah. Ketahuilah, bahwa sesungguhnya hizbullah
itu adalah golongan yang beruntung.”
Dalam penjelasan Tafsir Kementrian Agama ayat ini menjelaskan
Bahwa Allah menyatakan, “Engkau, Muhammad, tidak akan
mendapatkan suatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhirat
saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan
Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapaknya, anaknya, saudaranya,
atau keluarganya.” Mereka itulah orang-orang yang dalam hatinya telah
ditanamkan Allah keimanan dan Allah telah menguatkan mereka dengan
pertolongan yang datang dari Dia berupa kemauan dan kekuatan batin,
kebersihan hati, kemenangan terhadap musuh dan lain-lain. Lalu
dimasukkan-Nya mereka ke dalam surga yang mengalir di bawahnya
sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Allah rida terhadap mereka
dan mereka pun merasa puas terhadap (limpahan rahmat)-Nya.
Merekalah golongan Allah. Ingatlah, sesungguhnya golongan Allah itulah
yang beruntung.
3. Hadits Pendidik Bersikap Penyampai Ilmu
a. Hadits dan Terjemahan

‫َح َّد َثَنا َأْح َم ُد ْبُن ُبَدْيِل ْبِن ُقَرْيٍش اْلَياِم ُّي اْلُك وِفُّي َح َّد َثَنا َعْبُد ِهَّللا ْبُن ُنَم ْيٍر َعْن ُع َم اَر َة ْبِن‬
‫َزاَذ اَن َعْن َع ِلِّي ْبِن اْلَح َك ِم َعْن َع َط اٍء َعْن َأِبي ُهَرْي َر َة َق اَل َق اَل َرُس وُل ِهَّللا َص َّلى ُهَّللا‬
‫ (رواه‬. ‫َع َلْيِه َو َس َّلَم َم ْن ُسِئَل َعْن ِع ْلٍم َع ِلَم ُه ُثَّم َكَتَم ُه ُأْلِجَم َيْو َم اْلِقَياَم ِة ِبِلَج اٍم ِم ْن َن اٍر‬
)‫الترمذي‬
Artinya: Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Budail bin Quraisy al
Yamiyyu al Kufi telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Numair dari
Umarah bin Zadzan dari Ali bin al Hakam dari 'Atha' dari Abu Hurairah dia
berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Barangsiapa ditanya
tentang suatu ilmu yang dia ketahui kemudian dia menyembunyikannya, maka dia
akan dicambuk pada hari kiamat dengan cambuk dari neraka. (HR. At-Tirmidziy)
b. Penjelasan Hadits
Diantara sifat guru yang baik adalah memperluas ilmu, baik
melalui pengajaran, pembelajaran, menulis buku, internet, dan lain-lain.
Ilmu hekdaklah dikonsumsi oleh manusia secara luas sehingga
masyarakat mendapatkan pancaran dari sinar ilmu. Kewajiban seorang
yang berilmu adalah menyampaikan ilmunya kepada orang lain
disamping mengamalkan untuk dirinya sendiri.
Dan juga dari salah satu sifat guru yang baik adalah terbuka,
transparan,dan pemurah, tidak pelit dalam ilmu begitu juga halnya
dalam ilmu agama bagi siapa saja yang memerlukannya. Ilmu yang
diajar5kan dan diberikan kepada orang lain justu manfaatnya akan lebih
banyak, yang mana ilmu tersebut akan bertambah dan tida habis.
Berbeda dengan kekayaan yang mana kekayaan tersebut bisa habis.
Konsep keberhasilan dalam pendidikan ada dua:
a. Ketekunan belajar dengan sispa saja walaupun dengan orang
yang lebih mudah dan tidak ada rasa malu dan gengsi.
b. Pemurah dalam memberikan pelajaran atau mengajarkan
kepada orang lain.
Kedua hal yang diatas merupakan kewajiban, yakni kewajiban
belajar bagi yang belum tau suatu ilmu dan kewajiban mengajarkan
orang lain bagi mereka yang sudah memiliki ilmu.
c. Ayat Al-Qur’an yang terkait dengan Hadits
QS. Al-Mujadilah ayat 11:
‫َٰٓيَأُّيَها ٱَّلِذ يَن َء اَم ُنٓو ْا ِإَذ ا ِقيَل َلُك ۡم َتَفَّس ُحوْا ِفي ٱۡل َم َٰج ِلِس َفٱۡف َس ُحوْا َيۡف َس ِح ٱُهَّلل َلُك ۖۡم َو ِإَذ ا ِقيَل‬
‫ٱنُش ُز وْا َفٱنُش ُز وْا َيۡر َف ِع ٱُهَّلل ٱَّل ِذ يَن َء اَم ُن وْا ِم نُك ۡم َو ٱَّل ِذ يَن ُأوُت وْا ٱۡل ِع ۡل َم َد َر َٰج ٖۚت َو ٱُهَّلل ِبَم ا‬
‫ر‬ٞ‫َتۡع َم ُلوَن َخ ِبي‬
Artinya: “Hai orang-orang beriman apabila dikatakan kepadamu:
"Berlapang-lapanglah dalam majlis", maka lapangkanlah niscaya Allah akan
memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", maka
berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di
antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan
Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
Dalam penjelasan Tafsir Kementrian Agama ayat ini menjelaskan
Bahwa Allah memerintahkan kaum muslim agar menghindarkan diri dari
perbuatan berbisik-bisik dan pembicaraan rahasia, karena akan
menimbulkan rasa tidak enak bagi muslim lainnya. Pada ayat ini, Allah
memerintahkan kaum muslim untuk melakukan perbuatan yang
menimbulkan rasa persaudaraan dalam semua pertemuan. Wahai orang-
orang yang beriman apabila dikatakan kepadamu, dalam berbagai forum
atau kesempatan, “Berilah kelapangan di dalam majelis-majelis, agar orang-
orang bisa masuk ke dalam ruangan itu,” maka lapangkanlah jalan menuju
majelis tersebut, niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu dalam
berbagai kesempatan, forum, atau majelis. Dan apabila dikatakan kepada
kamu dalam berbagai tempat, “Berdirilah kamu untuk memberi
penghormatan,” maka berdirilah sebagai tanda kerendahan hati, niscaya
Allah akan mengangkat derajat orang-orang yang beriman di antaramu
karena keyakinannya yang benar, dan Allah pun akan mengangkat orang-
orang yang diberi ilmu, karena ilmunya menjadi hujah yang menerangi
umat, beberapa derajat dibandingkan orang-orang yang tidak berilmu. Dan
Allah Mahateliti terhadap niat, cara, dan tujuan dari apa yang kamu
kerjakan, baik persoalan dunia maupun akhirat.
4. Hadits Pendidik Bersikap Tawadhu’
a. Hadits dan Terjemahannya

‫َح َّد َثَنا ُقَتْيَبُة ْبُن َسِع يٍد َح َّد َثَنا َج ِريٌر َعْن اَأْلْع َمِش َعْن َأِبي الُّض َح ى َعْن َم ْس ُر وٍق َق اَل‬
‫َد َخ ْلَنا َع َلى َع ْبِد ِهَّللا ْبِن َم ْسُعوٍد َقاَل َيا َأُّيَها الَّناُس َم ْن َع ِلَم َشْيًئا َفْلَيُقْل ِبِه َو َم ْن َلْم َيْع َلْم‬
‫َفْلَيُقْل ُهَّللا َأْع َلُم َف ِإَّن ِم ْن اْلِع ْلِم َأْن َيُق وَل ِلَم ا اَل َيْع َلُم ُهَّللا َأْع َلُم َق اَل ُهَّللا َع َّز َو َج َّل ِلَنِبِّي ِه‬
‫َص َّلى ُهَّللا َع َلْيِه َو َس َّلَم ) ُق ْل َم ا َأْس َأُلُك ْم َع َلْي ِه ِم ْن َأْج ٍر َو َم ا َأَن ا ِم ْن اْلُم َتَك ِّلِفين( (رواه‬
)‫البخاري‬
Artinya: Telah menceritakan kepada kami Qutaibah bin Sa'id Telah
menceritakan kepada kami Jarir dari Al A'masy dari Abu Dluha dari Masruq dia
berkata; Ketika aku menemui Abdullah bin Mas'ud, ia berkata; Barang siapa yang
mengetahui sesuatu hendaklah ia mengatakan apa yang diketahuinya. Dan barang
siapa yang tidak mengetahuinya maka hendaklah ia mengatakan Allah yang Maha
Tahu. Karena termasuk dari ilmu ketika ia tidak mengetahuinya, ia mengatakan;
'Allah Maha tahu.' Allah Azza wa Jalla berfirman kepada Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam: Katakanlah (hai Muhammad): "Aku tidak meminta upah sedikitpun
padamu atas da'wahku dan bukanlah aku termasuk orang-orang yang mengada-
adakan. (Shaad: 86) . (HR. Bukhariy)
b. Penjelasan Hadits
Hadits ini memerintahkan kepada umat nabi Muhammad SAW.
terutama calon guru atau yang sudah menjadi guru agar bersikap
Tawadhu’ atau rendah hati dalam ilmu, terutama ketika tidak mengetahui
tentang suatu ilmu. Seseorang yang berilmu tidak boleh sombong
dengan ilmunya karena ilmu pemberian dari Allah dan tidak boleh
merendahkan dirinya sehingga merendahkan ilmu dan pemilik ilmu.
Hadits melarang untuk tidak sombong atau takabburdan sok tahu
padahal tidak mengetahui apa-apa.
Orang yang alim akan mengatakan “Wallahu A’lam’ ketika dia
ditanya akan tetapi tidak mengetahuinya, hal ini dikarenakan ia
mengetahui posisi dirinya dan derajat dirinya bahwa dia tidak
mengetahui. Orang yang memiliki sifat terpuji ini akan dipercaya oleh
masyarakat dan dinilai sebagai orang yang alim.
Syekh al-Islam dalam al-fatawa al-Hamawiyah yang dikutip oleh
Al-Asqalani menjelaskan, karena rusaknya dunia dunia dan agama
karena empat perkara, yaitu:
1. Hanya setengah memahami ilmu kalam, orang yang
pengetahuan ilmu kalamnya hanya setengah akan merusak
agama dan akidah, karena ilmu kalam yang setengah tidak akan
sampai kepada tujuan tetapi akan menipu dirinya dan umat
2. Setengan memahami hukum islam/fiqih, orang yang kedua ini
akan mengahancurkan negara, karena keputusan dipengadilan
akan kacau dan merusak pengadilan.
3. Setengah memahami bahasa, orang ini akan merusak bahasa
karena mengira bahasanya sudah benar dan mengira sesuai
dengan kaidah bahasa, tetapi menyesatkan pemahaman bagi
pembacanya.
4. Setengah memahami ilmu kedokteran, berbahaya bagi pasien
yang berobat, karena akan terjadi kesalahan dealam resep
pengobatan.
Alhasil berfatwa atau berbicara tentang agama bagi orang yang
tidak berilmu lebih berbahaya, karena akan menyesatkan umat dari
jalan yang lurusa dan bencana di dunia dan akhirat.
c. Ayat Al-Qur’an yang terkait dengan Hadits
QS. Al-Furqan ayat 63:
‫َو ِعَباُد ٱلَّر ۡح َٰم ِن ٱَّلِذ يَن َيۡم ُش وَن َع َلى ٱَأۡلۡر ِض َهۡو ٗن ا َو ِإَذ ا َخاَطَبُهُم ٱۡل َٰج ِهُلوَن َقاُلوْا َس َٰل ٗم ا‬
Artinya: “Dan hamba-hamba Tuhan yang Maha Penyayang itu (ialah)
orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-
orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata (yang mengandung)
keselamatan.”
Dalam penjelasan Tafsir Kementrian Agama ayat ini menjelaskan
Bahwa Adapun hamba-hamba Tuhan Yang Maha Pengasih itu adalah orang-
orang yang berjalan di bumi dengan rendah hati tanpa dibuat-buat, dan
berjalan secara wajar, serta tidak menyombongkan diri dalam sikap dan
tindakan. Dia tahu bahwa sikap itu tidak terpuji dan akan mengakibatkan
hal-hal yang negatif dalam pergaulan. Dan apabila orang-orang bodoh yang
tidak tahu nilai-nilai sosial kemasyarakatan menyapa mereka dengan kata-
kata yang menghina, atau kasar, mereka tidak membalasnya dengan ucapan
yang semisal, namun dengan penuh sopan dan rendah hati mereka
mengucapkan “salam,” yang berarti mudah-mudahan kita berada dalam
keselamatan, damai, dan sejahtera. Nabi Muhammad telah memberikan
contoh sendiri bahwa semakin dikasari, beliau semakin santun, arif dan
bijaksana.
5. Hadits Pendidik Bersikap Toleran dan Bijaksan
a. Hadits dan Terjemahannya

‫َح َّد َثَنا َأُبو َج ْع َفٍر ُم َح َّم ُد ْبُن الَّصَّباِح َو َأُبو َبْك ِر ْبُن َأِبي َش ْيَبَة َو َتَقاَرَب ا ِفي َلْف ِظ اْلَح ِد يِث‬
‫َقااَل َح َّد َثَنا ِإْس َم ِع يُل ْبُن ِإْبَر اِهيَم َعْن َح َّج اٍج الَّص َّو اِف َعْن َيْح َيى ْبِن َأِبي َك ِثيٍر َعْن ِهاَل ِل‬
‫ْبِن َأِبي َم ْيُم وَنَة َعْن َع َطاِء ْبِن َيَس اٍر َعْن ُم َعاِوَيَة ْبِن اْلَح َك ِم الُّس َلِم ِّي َقاَل َبْيَنا َأَنا ُأَص ِّلي‬
‫َم َع َر ُس وِل ِهَّللا َص َّلى ُهَّللا َع َلْي ِه َو َس َّلَم ِإْذ َع َطَس َرُج ٌل ِم ْن اْلَق ْو ِم َفُقْلُت َيْر َح ُم َك ُهَّللا‬
‫َفَر َم اِني اْلَقْو ُم ِبَأْبَص اِرِهْم َفُقْلُت َو ا ُثْك َل ُأِّم َياْه َم ا َش ْأُنُك ْم َتْنُظُروَن ِإَلَّي َفَج َعُلوا َيْض ِرُبوَن‬
‫ِبَأْيِد يِهْم َع َلى َأْفَخ اِذِهْم َفَلَّم ا َر َأْيُتُهْم ُيَص ِّم ُتوَنِني َلِكِّني َس َك ُّت َفَلَّم ا َص َّلى َرُس وُل ِهَّللا َص َّلى‬
‫ُهَّللا َع َلْيِه َو َس َّلَم َفِبَأِبي ُهَو َو ُأِّم ي َم ا َر َأْيُت ُم َعِّلًم ا َقْبَلُه َو اَل َبْعَدُه َأْح َس َن َتْعِليًم ا ِم ْنُه َفَوِهَّللا‬
‫َم ا َك َهَرِني َو اَل َض َر َبِني َو اَل َش َتَم ِني َقاَل ِإَّن َهِذِه الَّص اَل َة اَل َيْص ُلُح ِفيَه ا َش ْي ٌء ِم ْن َكاَل ِم‬
‫الَّناِس ِإَّنَم ا ُهَو الَّتْس ِبيُح َو الَّتْك ِب يُر َو ِق َر اَء ُة اْلُق ْر آِن َأْو َك َم ا َق اَل َرُس وُل ِهَّللا َص َّلى ُهَّللا‬
‫َع َلْيِه َو َس َّلَم ُقْلُت َيا َرُس وَل ِهَّللا ِإِّني َح ِد يُث َع ْهٍد ِبَج اِهِلَّيٍة َو َقْد َج اَء ُهَّللا ِباِإْل ْس اَل ِم َوِإَّن ِم َّنا‬
‫ِرَج ااًل َيْأُتوَن اْلُك َّهاَن َقاَل َفاَل َتْأِتِهْم َقاَل َوِم َّنا ِرَج اٌل َيَتَطَّي ُروَن َق اَل َذ اَك َش ْي ٌء َيِج ُدوَن ُه‬
)‫ِفي ُص ُدوِر ِهْم َفاَل َيُص َّد َّنُهْم (رواه مسلم‬
Artinya: Telah menceritakan kepada kami Abu Ja'far Muhammad bin ash-
Shabbah dan Abu Bakar bin Abi Syaibah dan keduanya berdekatan dalam lafazh
hadits tersebut, keduanya berkata, telah menceritakan kepada kami Ismail bin
Ibrahim dari Hajjaj ash-Shawwaf dari Yahya bin Abi Katsir dari Hilal bin Abi
Maimunah dari 'Atha' bin Yasar dari Muawiyah bin al-Hakam as-Sulami dia
berkata, "Ketika aku sedang shalat bersama-sama Rasulullah
shallallahu'alaihiwasallam, tiba-tiba ada seorang laki-laki dari suatu kaum bersin.
Lalu aku mengucapkan, 'Yarhamukallah (semoga Allah memberi Anda rahmat) '.
Maka seluruh jamaah menujukan pandangannya kepadaku." Aku berkata, "Aduh,
celakalah ibuku! Mengapa Anda semua memelototiku?" Mereka bahkan
menepukkan tangan mereka pada paha mereka. Setelah itu barulah aku tahu
bahwa mereka menyuruhku diam. Tetapi aku telah diam. Tatkala Rasulullah
Shallallahu'alaihiwasallam selesai shalat, Ayah dan ibuku sebagai tebusanmu
(ungkapan sumpah Arab), aku belum pernah bertemu seorang pendidik sebelum
dan sesudahnya yang lebih baik pengajarannya daripada beliau. Demi Allah!
Beliau tidak menghardikku, tidak memukul dan tidak memakiku. Beliau bersabda,
'Sesungguhnya shalat ini, tidak pantas di dalamnya ada percakapan manusia,
karena shalat itu hanyalah tasbih, takbir dan membaca al-Qur'an.' -Atau
sebagaimana yang disabdakan Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam, "Saya
berkata, 'Wahai Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam, sesungguhnya aku dekat
dengan masa jahiliyyah. Dan sungguh Allah telah mendatangkan agama Islam,
sedangkan di antara kita ada beberapa laki-laki yang mendatangi dukun.' Beliau
bersabda, 'Janganlah kamu mendatangi mereka.' Dia berkata, 'Dan di antara kita
ada beberapa laki-laki yang bertathayyur (berfirasat sial).' Beliau bersabda, 'Itu
adalah rasa waswas yang mereka dapatkan dalam dada mereka yang seringkali
menghalangi mereka (untuk melakukan sesuatu), maka janganlah menghalang-
halangi mereka. (HR. Muslim)
b. Penjelasan Hadits
Hadits ini menjelaskan bagaimana Akhlak Rasulullah SAW.
sebagai seorang guru yang baik dalam menyikapi kesalahan yang
dilakukan oleh sahabat. Ada beberapa kesalahan yang dilakukan oleh
para sahabat pada saat melakasanakan shalat berjamaah bersama Nabi
SAW. nam,u beliau sangat toleran dan bijak dalam menghadapinya.
Kesalahannya sebagai berikut:
1. Ketika seorang sahabat bersin, dijawab Mu’awiyah
Yarhamukallah
2. Melihat keadaan tersebut para sahabat yang dalam keadaan
shalat itu memandangkan matanya secara melotot yang artinya
marah
3. Mu’awiyah berkata”Celakalah aku kenapa kalian
memandangku seperti itu?:
4. Para sahabat memukul tangan diatas pahanya, maksudnya
menyuruhnya berdiam tidak berbicara.
Menghadapi bebagai ulah para sahabat pada awal islam yang
belum mengetahui hal-hal yang membatalkan shalat, Rasulullah SAW.
tidak marah-marah dan tidak membenci diantara mereka. Mu’awiyah
mengakui keindahan akhlak beliau dan belum pernah melihat sosok
seorang guru sebelum dan sesudahnya yang lebih baik dari pengajaran
Rasulullah SAW.
Rsulullah hanya menjelaskan bahwa shalat tidak boleh berbicara,
shalat hanyalah membaca tasbih, takbir dan membaca Al-Qure’an.
Beliau mengakui keabsahan shalat mereka, karena segala kejadian itu
terjadi pada awal islammereka tidak diperintahkan untuk mengulangi
shalatnya.
Ketika beliau ditanya tentang orang orang yang mendatangi dukun,
beliau menjawab”jangan engkau mendatangi mereka”. Keharaman
mendatangi dukun secara ijma’, karena pengakuan mengetahui hal yang
gaib, jika kebetulan benar akan menimbulkan fitnah. Haram mendatangi
dukun dan haram membenarkan apa yang dikatakan serta haram
memberi sesuatu hadiah kepadanya.
Ketika beliau ditanya tentang meramal nasib dengan burung, beliau
menjawab “demikian itu hanyalah terkaan hati saja, maka janganlah
dihambat dengan dugaan itu”
Demikian sikap seorang pendidik yang diberikan Rasulullah pada
menghadapi kesalahan dan pelanggaran yang dilakukan oleh anak
didiknya. Sikap lemah lembut , toleran dan bijaksana akan dapat
menyelesaikan masalah. Kesalahan dan pelanggaran tidak harus
dihadapi dengan kekerasan dan kekejaman. Justru kekerasan dan
kekejaman akan menimbulkan masalah baru dan merusak keberhasilan
dalam pendidikan.
c. Ayat Al-Qur’an yang terkait dengan Hadits
QS.An-Nahl ayat 91:
‫َو َأۡو ُف وْا ِبَع ۡه ِد ٱِهَّلل ِإَذ ا َٰع َه دُّتۡم َو اَل َتنُقُض وْا ٱَأۡلۡي َٰم َن َبۡع َد َتۡو ِكيِد َها َو َق ۡد َج َع ۡل ُتُم ٱَهَّلل َع َلۡي ُك ۡم‬
‫َك ِفيۚاًل ِإَّن ٱَهَّلل َيۡع َلُم َم ا َتۡف َع ُلوَن‬
Artinya: “Dan tepatilah perjanjian dengan Allah apabila kamu berjanji dan
janganlah kamu membatalkan sumpah-sumpah(mu) itu, sesudah meneguhkannya,
sedang kamu telah menjadikan Allah sebagai saksimu (terhadap sumpah-
sumpahmu itu). Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang kamu perbuat.”
Dalam penjelasan Tafsir Kementrian Agama ayat ini menjelaskan
Bahwa Petunjuk berikutnya adalah perintah untuk menepati janji. Allah
berpesan, “Dan tepatilah janji yang telah kalian ikrarkan dengan Allah
secara sungguh-sungguh apabila kamu berjanji, dan janganlah kamu
melanggar sumpah, yaitu perjanjian yang kamu teguhkan setelah janji itu
diikrarkan dengan menyebut nama-Nya. Bagaimana kamu tidak menepati
janji dan sumpah yang telah diikrarkan dan diteguhkan, sedang kamu telah
menjadikan Allah sebagai saksimu atas janji dan sumpah tersebut.
Sesungguhnya Allah mengetahui segala apa yang kamu perbuat. Baik niat
yang terpintas dalam hati maupun tindakan dan perbuatan yang kamu
lakukan, baik yang rahasia maupun yang nyata, termasuk janji dan sumpah
yang kamu ikrarkan, tidak ada yang samar bagi Allah.”
C. PENUTUP
1. Kesimpulan
Seorang pendidik adalah orang yang dapat medidik yang dididik
sesuai dengan tanggung jawabnya. Karena kedudukan pendidik seperti
halnya dengan orang tua mereka sendiri yang tak jauh dari mereka
walaupun tidak ada sambungan tali darah. Sifat dari pendidik yang salah
satunya pembimbing yang dididik, harus meemiliki kepribadian yang baik
untuk dapat dijadikan sebuah contoh, seperti halnya memiliki ilmu yang
dapat disampaikan, adil dalam mendidik, sabar, penyayang, tawadhu’ dan
bijaksana dalam mendidiknya.
Kepemimpinan yang kuat: Seorang pendidik harus memiliki
kepemimpinan yang kuat dalam mengelola dan mengarahkan siswa. Mereka
harus mampu memberikan arahan dan motivasi kepada siswa untuk
mencapai tujuan belajar mereka. Disiplin: Seorang pendidik harus memiliki
disiplin tinggi dalam menjalankan tugas-tugasnya. Mereka harus konsisten
dalam memberlakukan aturan dan standar yang berlaku di sekolah untuk
menciptakan lingkungan pembelajaran yang baik.
Empati: Seorang pendidik harus memiliki kemampuan empati untuk
dapat memahami dan merespons perasaan serta kebutuhan siswa. Mereka
harus mampu memahami latar belakang dan kehidupan siswa sebagai dasar
untuk memberikan pendidikan yang efektif.
Dalam kesimpulannya, sifat-sifat kepribadian seorang pendidik
meliputi kepemimpinan yang kuat, disiplin, empatis, komunikasi yang
efektif, motivasi, pemahaman tentang materi, kesabaran, inovatif,
konsistensi, dan keteladanan. Sifat-sifat ini membantu pendidik dalam
memberikan pendidikan yang baik kepada siswa dan menciptakan
lingkungan pembelajaran yang positif.
2. Saran
Kami mengetahui bahwa makalah yang kami buat masih banyak
terdapat kesalahan dan kekurangan. Kami menerima kritik dan saran kepada
para pembaca supaya makalah kami kedepannya menjadi lebih baik lagi.
Sekian kami ucapkan, atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih.
DAFTAR PUSTAKA

Khon, Abdul Majid. 2012. Hadis Tarbawi: Hadis hadis Pendidikan. KENCANA
PRENADA MEDIA GROUP. Jakarta, Indonesia
Umar, Bukhari. 2012. HADIS TARBAWI, Pendidikan dalam Perspektif Hadis,
Paragonatama Jaya, Jakarta. Indonesia
Syafi’i, Ahmad. 2018. KONSEP PENDIDIK DALAM PERSPEKTIF ALQURAN
DAN HADIS, Qira’ah. Vol. 1
Sujeta, 2012, TAFSIR TARBAWI, CV.PAGGER, Cirebon,
Yuliharti, 2022, Toleran dan Bijaksana sebagai Sifat dan Kepribadian Guru dalam
Perspektif Hadis, Jurnal Riset dan Kajian Pendidikan Agama Islam

Anda mungkin juga menyukai