Anda di halaman 1dari 4

Pengertian Munakahat (Pernikahan)

 Kata nikah di dalam bahasa Indonesia sering diterjemahkan dengan perkawinan.

Nikah menurut istilah syariat Islam adalah akad yang menghalalkan pergaulan antara laki -

laki dan perempuan yang tidak ada hubungan Mahram sehingga dengan akad tersebut

terjadi hak dan kewjiban antara kedua insan.


Dengan pernikahan seseorang juga akan terpelihara dari kebinasaan hawa nafsunya.
Allah SWT berfirman dalam surat An - Nisa Ayat 3 sebagai berikut :

” Maka kawinilah wanita - wanita (lain) yang kamu senangi, dua, tiga atau empat.
Kemudian jika kamu takut tidak akan brlaku adil maka (kawinilah) seorang saja .” (An - Nisa :
3).
Ayat ini memerintahkan kepada orang laki - laki yang sudah mampu untuk
melaksanakan nikah. Adapun yang dimaksud adil dalam ayat ini adalah adil didalam
memberikan kepada istri berupa pakaian, tempat, giliran dan lain - lain yang bersifat lahiriah.
Ayat ini juga menerangkan bahwa islam memperbolehkan poligami dengan syarat - syarat
tertentu.

 hukum nikah ini dapat dibagi menjadi lima macam.

a. Sunnah, bagi orang yang berkehendak dan baginya yang mempunyai biaya sehingga
dapat memberikan nafkah kepada istrinya dan keperluan - keperluan lain yang mesti
dipenuhi.
b. Wajib, bagi orang yang mampu melaksanakan pernikahan dan kalau tidak menikah ia
akan terjerumus dalam perzinaan.
c. Makruh, bagi orang yang tidak mampu untuk melaksanakan pernikahan Karena tidak
mampu memberikan belanja kepada istrinya atau kemungkinan lain lemah syahwat.
d. Haram, bagi orang yang ingin menikahi dengan niat untuk menyakiti istrinya atau menyia -
nyiakannya. Hukum haram ini juga terkena bagi orang yang tidak mampu memberi belanja
kepada istrinya, sedang nafsunya tidak mendesak.
e. Mubah, bagi orang - orang yang tidak terdesak oleh hal - hal yang mengharuskan segera
nikah atau yang mengharamkannya.
 Rukun nikah ada lima macam, yaitu :

a. Calon suami
b. Calon istri
c. Wali
d. Dua orang saksi

 Poligami dalam islam

Allah subhanahu wa taala berfirman dalam surat An Nisaa’ yang artinya:

“Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak)
perempuan yang yatim (bilamana kamu menikahinya), maka nikahilah wanita-
wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu
takut tidak dapat berlaku adil, maka (nikahilah) seorang saja, atau budak-
budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak
berbuat aniaya.”(QS. An Nisaa: 3)
Ayat diatas menerangkan secara jelas bahwa Allah Ta’ala membolehkan
seorang pria untuk berpoligami. Hal ini bahkan diperkuat dengan adanya
praktek poligami yang dilakukan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam.

Tapi poligami tidak boleh dilakukan secara sembarangan, melainkan harus


sesuai syariat agama.

 Jumlah istri maksimal 4 orang

Banyak pria yang menjadikan dalil poligami agar ia bisa menikah lagi dan lagi
tanpa mengenal batasan. Bahkan tak sedikit pria-pria yang menikahi wanita
hingga 5 sampai 10 kali hanya sebagai pemuas nafsu belaka. Hal ini tentu tidak
benar. Berdasarkan syariat agama, poligami hanya boleh dilakukan sebanyak 4
kali, tidak lebih dari itu. Pendapat ini didasari oleh firman Allah SWT:

“Maka berkahwinlah dengan sesiapa yang kamu ber-kenan dari perempuan-


perempuan (lain): dua, tiga atau empat.” (QS an-Nisaa’: 3)

Tujuan poligami adalah semata-mata untuk membantu wanita-wanita yang


belum menikah, wanita tak mampu, atau janda agar ada seseorang yang
menafkahi. Sebab menikah bisa menaikkan kedudukan wanita. Menikah juga
mempermudah wanita untuk masuk surga. Maka itu, Allah SWT
memperbolehkan berpoligami. Namun Allah membantasi jumlahnya, karena
Allah tahu bahwa poligami itu sulit bagi pria. Sedikit saja pria berlaku tak adil
terhadap istri-istrinya, maka perbuatannya bisa menjerumuskannya ke dalam
neraka. Maka itu, cukup empat orang istri saja.

 Mampu berlaku adil terhadap semua istri

“Kemudian jika kamu bimbang tidak dapat berlaku adil (di antara isteri-isteri
kamu), maka (kahwinlah dengan) seorang sahaja, atau (pakailah) hamba-hamba
perempuan yang kaumiliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat (untuk
mencegah) supaya kamu tidak melakukan kezaliman.” (QS an-Nisaa’:3)

Syarat poligami menurut islam yang selanjutnya yakni suami harus bisa berlaku
adil terhadap istri-istrinya. Adil disini meliputi banyak hal, termasuk dalam
nafkah lahir dan batin. Apabila suami membelikan istri pertama rumah, maka
istri kedua juga harus dibelikan rumah. Dalam memberikan rasa kasih sayang
(termasuk kebutuhan seksual) kadarnya harus sama.

 Tidak melupakan ibadah kepada Allah SWT

Terkadang ketika seorang pria memiliki banyak istri dan keturunan, mereka
lantas melupakan ibadahnya. Mereka terlalu sibuk bekerja menafkahi keluarga.
Terlalu sibuk bersenang-senang dengan istri dan anak-anaknya, kemudian
saling berbangga diri hingga melalaikan Allah Ta’ala. Seolah-seolah mereka
hidup di dunia selamanya. Berhati-hatilah. Jangan sampai kenikmatan dunia
melupakanmu dari akhirat. Allah subhanahu wa taala berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah harta-hartamu dan anak-anakmu
melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barang siapa yang membuat demikian
maka mereka itulah orang-orang yang rugi.” (QS. Al-Munafiqun: 9)

“Hai orang-orang mukmin, sesungguhnya di antara isteri-isterimu dan anak-


anakmu ada yang menjadi musuh bagimu, maka berhati-hatilah terhadap
mereka. Dan jika kamu memaafkan dan tidak memarahi serta mengampuni
(mereka), maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
(Ath-Thaghabun:14)

Niatkanlah menikah untuk ibadah kepada Allah, bukan sebagai ajang


pelampiasan nafsu semata. Dengan demikian, insyaAllah kehidupan rumah
tangga insyaAllah bisa menjadi lebih berkah dan terhindar dari keburukan
dunia.

 Dilarang berpoligami dengan dua wanita yang bersaudara

Dalam melakukan poligami, sebaiknya pilihlah istri-istri dari keturunan yang


berbeda-beda. Pernikahan yang dilakukan terhadap dua wanita yang masih
memiliki hubungan darah erat (misalnya saudara atau bibi) tidak diperbolehkan
dalam islam. Allah subhanahu wa taala berfirman:
“(Diharamkan atas kamu) menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan
yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau. Sesungguhnya
Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (An-Nisaa’:23)

Kemudian Hadits Imam Bukhari, yang berbunyi:

Larangan menikahi dua wanita yang bersaudara diperkuat oleh hadist


Rasulullah SAW, bahwa Urnmu Habibah (isteri Rasulullah) mengusulkan agar
baginda menikahi adiknya. Maka beliau menjawab; “Sesungguhnya dia tidak
halal untukku.” (HR. Imam Bukhari, An Nasa’i)

 Mampu menjaga kehormatan istri-istrinya

Seorang suami memiliki kewajiban membimbing dan mendidik istrinya untuk


hidup di jalan yang lurus sesuai syariat agama. Sebab suami adalah pemimpin
keluarga. Apabila ia membiarkan istrinya bersikap bebas dan bermaksiat, maka
suami pun juga ikut berdosa. Tak peduli seberapa banyak istrinya, entah itu
satu, dua, tiga atau empat, semuanya harus bisa dididik secara benar.
Sebagaimana firman Allah Allah subhanahu wa taala dalam Al-Quran:

“Wahai orang-orang yang beriman, jagalah diri-diri kalian dan keluarga kalian
dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu.” (At-Tahrim: 6)

“Perintahakanlah keluargamu untuk melaksanakan shalat dan bersabarlah


dalam menegakkannya.” (AQ. Thaha: 132).

 Mampu memberi nafkah lahir


Hal ini sangat jelas, karena seorang yang berpoligami, wajib mencukupi
kebutuhan nafkah lahir para istrinya. Bagaimana ia ingin berpoligami,
sementara nafkah untuk satu orang istri saja belum cukup? Orang
semacam ini sangat berhak untuk dilarang berpoligami.

Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Dan orang-orang yang tidak


mampu menikah, hendaklah menjaga kesucian (dirinya), sampai Allah
memberikan kemampuan kepada mereka dengan karunia-Nya…” (QS.
An-Nur: 33)

Anda mungkin juga menyukai