Anda di halaman 1dari 50

LAPORAN PBL SKENARIO A BLOK VII

Disusun Oleh :
Kelompok 9 Dzikrina Miftahul H 04101401022 Ramadita Utami F Arini Dwi Y Dita Nelly Nevira Daniela Selvam Sintiaeka Aprilia Ayu Aliyah Irawan Ardianto Hadi Nugraha Gieza Ferrani 04101401023 04101401025 04101401026 04101401027 04101401028 04101401030 04101401031 04101401032 04101401033 04101401034

Anggun Permatasari 04101401037

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA 2011

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas ridho dan karuniaNya laporan tugas tutorial skenario A ini dapat terselesaikan dengan baik. Laporan ini betujuan untuk memenuhi tugas tutorial yang merupakan bagian dari sistem pembelajaran KBK di Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya. Tim penyusun laporan ini tak lupa mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan laporan tugas tutorial ini. Laporan ini masih belum sempurna. Oleh karena itu, saran dan kritik pembaca akan sangat bermanfaat bagi revisi yang senantiasa akan tim penyusun lakukan.

Tim Penyusun

Daftar Isi Kata Pengantar................................................................................................................. 2 Daftar Isi......................................................................................................................... I. Pendahuluan................................................................................................................ 2. Maksud dan Tujuan................................................................................................ II. Pembahasan
1. 2.

3 4 4 5 5 5 6 7 23 23 25 50

1. Latar Belakang........................................................................................................ 4

Skenario Kasus..................................................................................................... Paparan................................................................................................................


I. II.

Klarifikasi Istilah................................................................................................ Identifikasi Masalah............................................................................................ Analisis Masalah................................................................................................. Hipotesis.............................................................................................................. Kerangka Konsep................................................................................................

III. IV. V. VI.

Keterbatasan Ilmu dan Learning Issues............................................................... 24

III. Sintetis....................................................................................................................... Daftar Pustaka.................................................................................................................

I. Pendahuluan 1. Latar Belakang Blok Imun dan Infeksi Blok 7 pada Semester 2 dari Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) Pendidikan Dokter Umum Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Palembang. Pada kesempatan ini dilaksanakan tutorial studi kasus sebagai bahan pembelajaran untuk menghadapi tutorial yang sebenarnya pada waktu yang akan datang. Penulis memaparkan kasus yang diberikan. 2. Maksud dan Tujuan Adapun maksud dan tujuan dari materi praktikum ini, yaitu : 1. Sebagai laporan tugas kelompok tutorial yang merupakan bagian dari sistem pembelajaran KBK di Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Palembang. 2. 3. Dapat menyelesaikan kasus yang diberikan pada skenario dengan metode analisis dan pembelajaran diskusi kelompok. Tercapainya tujuan dari metode pembelajaran tutorial dan memahami konsep dari skenario ini.

II. Pembahasan 1. Skenario Kasus Boy, 7 tahun dibawa ke Emergensi RS Pendidikan Unsri karena menderita demam selama 3 hari, batuk,dan sesak nafas. Hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang menunjukan bahwa Boy menderita pneumonia. Selama perawatan, Boy diberi obat antipiretik dan antibiotic amoksisilin.Ternyata keadaan Boy masih tetap buruk meskipun perawatan sudah memasuki hari ke-5. Hasilpemeriksaan mikrobiologi menunjukan adanya bakteri gram positif, coccus, uji koagulase (+). Bakteri iniresisten terhadap semua antibiotic golongan betalaktam tetapi peka terhadap golongan lainnya.Pemeriksaan lanjutan untuk mengetahui aspek genetic bakteri tersebut ditemukan gen mecA danSCCmec tipe IV. 2. Paparan I. Klarifikasi Istilah 1. Demam normal (98,6 oF/ 37oC) 2. Batuk 3. Sesak Nafas 4. Pneumonia konsolidasi 5. Obat anti piretik 6. Antibiotik amoksisilin : Obat yang berfungsi untuk menghilangkan atau menurunkan demam : Turunan semi sintetik dari ampicilin yang efektif terhadap spektrum luas bakteri gram (+) dan (-) : Ekspulsi udara yang tiba-tiba sambil mengeluarkan suara dari paru-paru : Pernafasan yang susah atau sesak : Radang paru-paru disertasi eksudarsi dan : Peningkatan temperatur tubuh diatas

7.Pemeriksaan mikrobiologi: Pemeriksaan yang bertujuan untuk mengetahui kuman penyebab infeksi beserta gambaran pola kepekaan kuman terhadap antibiotic dan sangat penting dalam menunjang penegakkan diagnosis serta terapi penyakit infeksi 8. Bakteri gram (+) alcohol pada pewarnaan gram 9. Coccus dari 1u 10. Uji koagulase (+) antigenic yang berasal dari bakteri 11. Betalaktam 12. Gen mecA : Suatu kumpulan obat yang : Gen yang membuat resistensi mengandung penisilin dan sefalosforin terhadap antibiotik golongan penisilin ditemukan di bakteri staphylococcus aureus/ streptococcus pneumonie yang resisten terhadap antibiotik penisilin 13. SCCmec tipe IV MRSA bersifat non multiresisten II. Identifikasi Masalah 1. Boy, 7 tahun menderita demam selama 3 hari , batuk, dan sesak nafas. 2. Hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang menunjukkan bahwa boy menderita pneumonia. 3. Boy diberi obat antipiretik dan antibiotik amoksisilin, namun keadaan boy tetap memburuk meski perawatan sudah memasuki hari ke lima. : Staphylococcal Cassette Chromosome mec, adalah kromosom yang sering ditemuka pada ca: Pengujian terhadap substansi : Bakteri sferis, berdiameter kurang : Bakteri yang dinding selnya

tersusun atas peptidoglikan dan asam teikoat, tahan dekolorisasi oleh

4. Hasil pemeriksaan mikrobiologi menunjukkan adanya bakteri gram (+) , coccus, dan uji koagulasi (+) dan bakteri jenis ini resisten terhadap antibiotik golongan betalaktam. 5. Hasil pemeriksaan lanjutan ditemukan gen mecA dan SCCmec tipe IV pada genetik bakteri III. Analisis Masalah 1.a. Bagaimana mekanisme demam dalam kasus ini ? Jawab : Demam dapat dipicu oleh bahan exogenous maupun endogenous. Bahan exogenous pun ternyata harus lewat endogenous pyrogen, polipeptida yang diproduksi oleh jajaran monosit dan makrofag dan sel lain. Pemicu kenaikan suhu yang diketahui al IL-1. TNF, IFN dan Il-6. Sitokin ini bila telah terbentuk akan masuk sirkulasi sistemik dan pada daerah praeoptik hypothalamus merangsang phospholipase A2, melepas plama membrane arachidonic acid untuk masuk ke jalur cyclooxigenase, yang meningkatkan ekspresi cyclooxigenase dalam melepas prostaglandin E2, yang mudah masuk blood-brain barrier, sehingga merangsang thermoregulatory neuron untuk menaikkan thermostat setpoint. Set point yang tinggi memerintahkan tubuh untuk menaikkan suhu lewat rangkaian simpatetik dan saraf efferent adrenergik akan memicu konservasi panas (dengan cara vaskonstriksi) dan kontraksi otot (menggigil). Selain itu jalur autonomik dan endokrine ikut menurunkan penguapan dan mengurangi jumlah cairan yang akan dipanaskan. Proses ini berjalan terus sampai suhu sudah sesuai dengan termostat, suhu tubuh terukur akan diatas suhu ratarata. Bilamana rangsangan sitokin telah menurun, termostat diturunkan kembali, sehingga proses pengeluaran panas dan

penambahan jumlah cairan akan berjalan. Termoregulasi ini dibantu korteks serebri dalam menyesuaikan dengan perilaku.

b. Bagaimana mekanisme batuk dalam kasus ini ? Jawab : Batuk merupakan suatu refleks pertahanan yang timbul akibat iritasi percabangan trakeobronkial dan penting untuk membersihkan saluran pernapasan bawah. Pada dasarnya mekanisme batuk dapat dibagi menjadi tiga fase, yaitu fase inspirasi, fase kompresi dan fase ekspirasi (literatur lain membagi fase batuk menjadi 4 fase yaitu fase iritasi, inspirasi, kompresi, dan ekspulsi).

Gambar 2. Fase Batuk Udara masuk (fase inspirasi) volume yang besar mempermudah pengeluaran sekret fase kompresi (glotis tertutup selama 0,2 detik) secara aktif, glotis kemudian akan terbuka fasse ekspirasi udara keluar dan menggetarkan jaringan saluran napas serta udara yang ada menimbulkan suara batuk. c. Bagaimana mekanisme sesak nafas dalam kasus ini ? Jawab : Patofisiologi sesak napas akut dapat dibagi sebagai berikut: 1. Oksigenasi jaringan menurun.

2. Kebutuhan oksigen meningkat. 3. kerja pernapasan meningkat. 4. Rangsang pada sistem saraf pusat. 5. Penyakit neuromuskuler. Pada kasus ini, terjadi peningkatan Kerja Pernapasan Panyakit perenkim paru seperti pneumonia, sembab paru yang menyebabkan elastisitas paru berkurang serta penyakit yang menyebabkan penyempitan saluran napas seperti asma bronkial, bronkitis dan bronkiolitis dapat menyebabkan ventilasi paru menurun. Untuk mengimbangi keadaan ini dan supaya kebutuhan oksigen juga tetap dapat dipenuhi, otot pernapasan dipaksa bekerja lebih keras atau dengan perkataan lain kerja pernapasan ditingkatkan. Elastisitas paru-paru berkurang agar suplai O2 tetap terpenuhi, maka pernapasan dipaksa bekerja lebih keras pernapasan meningkat sesak napas.

2.a. Bagaimana etiologi pneumonia? Jawab : Pneumonia dapat disebabkan oleh bakteri, virus, jamur, aspirasi atau inhalasi. a. Bakteri Gram positif : Streptococcus Pneumoniae (Pneumococcal Pneumonia), Staphylococcus Aureus. Gram negatif : Haemophilus Influenzae, Pseudomonas Aeruginosa, Klebsiella Pneumoniae (Friedlenders Bacillus). Anaerobik : Anaerobic Streptococcus, Fusobacteria, Bacteroides Species. Atipikal : Legionella Pneumophila, Mycoplasma Pneumoniae
9

b. Virus : Influenza, Parainfluenza, Adenovirus. c. Jamur : Candidiasis, Blastomycosis, Cryptococcosis, Histoplasmosis, Coccidioidomycosis. (Arlene Polaski, 1996) d. Aspirasi : Makanan, Cairan, Muntah. e. Inhalasi : Racun atau bahan kimia (Polivinilpirolidin, Gumma Arabikum, Berillium, Uap air raksa), rokok, debu dan gas. (Joyce M. Black, 1997) b. Bagaimana patogenesis pneumonia dalam kasus ini ? Jawab : Setelah itu mikroorganisme tiba di alveoli mementuk suatu proses peradangan yang meliputi empat stadium, yaitu: A. Stadium I (4 12 jam pertama/kongesti) Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan. Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan prostaglandin (Demam). Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen bekerja sama dengan histamin dan prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstitium sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh dan sering mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin (sesak nafas) B. Stadium II (48 jam berikutnya)

10

Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu (host) sebagai bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga anak akan bertambah sesak. Stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48 jam. C. Stadium III (3 8 hari) Disebut hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti. D. Stadium IV (8 11 hari) Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorbsi oleh makrofag sehingga jaringan kembali ke strukturnya semula.

c. Bagaimana penatalaksanaan pneumonia ? Jawab : Terapi yang diberikan pada pasien pnemonia adalah terapi kausal (penyebab) terhadap kuman penyebab sebagai terapi utama, serta terapi suportif umum. Terapi kausal misalnya antibiotik secara empiris seperti ampislin-sulbaktam, amoksisilin/asam klavulanat, sefalosporin generasi II, pada pnemonia komunitas, sefalosporin generasi III atau antipseudomonas pada pnemonia nosokomial, antijamur golongan azol pada pnemonia karena jamur, kotrimoksazol
11

atau dapson pada pnemonia karena P.carinii, serta makrolid, doksisiklin atau fluorokuinolon pada pnemonia atipik. Adapun terapi suportif yang diberikan disesuaikan dengan keadaan pasien, misalnya pemberian terapi O2 (oksigen), terapi inhalasi pada dahak yang kental, fisioterapi dada untuk pengeluaran dahak, pengaturan cairan, dan terapi lain yang dibutuhkan.

d. Bagaimana hasil pemeriksaan fisik yang menunjukkan seseorang menderita pneumonia ? Jawab : Pada pemeriksaan fisik, tanda klasik seperti perkusi yang redup, suara napas bronchial, ronki basah tidak selalu dijumpai. Frekuensi pernapasan 24 kali per menit cukup Sedangkan menurut Donna L. Wong (1995 : 1400) manifestasi klinis pada pneumonia sebagai berikut : a. Demam, biasanya demam tinggi. b. Nyeri dada. c. Batuk; batuk tidak produktif sampai produktif dengan sputum yang berwarna keputih-putihan. d. Takipnea, sianosis e. Suara nafas rales atau ronki. f. Pada perkusi terdengar dullness. g. Retraksi dinding thorak. h. Pernafasan cuping hidung. e. Apa saja pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan pada pneumonia dalam kasus ini ? Jawab : Pemeriksaan Penunjang

12

a.

Pemeriksaan Radiologis : foto toraks PA/lateral,

gambaran infiltrat sampai gambaran konsolidasi (berawan), dapat di sertai air bronchogram. Hasil Rontgen paru akan memperlihatkan kepadatan pada bagian paru. Kepadatan terjadi karena paru dipenuhi sel radang dan cairan b. Pemeriksaan Laboratorium : didapatkan leukosit

yang normal atau terdapat peningkatan jumlah leukosit lebih dari 10.000/ul, kadang-kadang dapat mencapai 30.000/ul. Dapat terjadi peningkatan ureum (20-40 mg/dl ) , kreatinin (0,5-1,5 mg/dl ) dan glukosa (70 - 110 mg/dl ) c. Untuk pemeriksaan biakan dahak, biakan darah dan serologi. d. Analisis gas darah menunjukkan hipoksemia yang menentukan diagnosis etiologi dilakukan

disebabkan infeksi akut pada stadium lanjut asidosis respiratorik 3.a. Bagaimana farmakokinetik dan farmakodinamik obat antipiretik ? Jawaban : Obat antipiretik adalah obat penurun panas.cara kerjanya hanya dengan cara menghambat produksi prostaglandin(senyawa penyebab inflamasi), bekerja di sistem saraf pusat untuk menurunkan suhu tubuh.dalam hal ini dokter memberikan obat antipiretik untuk menurunkan b. Bagaimana suhu tubuh dan karena Boy demam antibiotik

farmakokinetik

farmakodinamik

amoksisilin?

13

Jawab : Farmakokinetik Menghambat pertumbuhan bakteri dengan mengganggu reakksi transpeptidasi dalam sintesis dinding sel bakteri. Dinding sel tersusun atas polimer polisakarida dan polisakarida yang berikatan silang kompleks yakni peptidoglikan (murein, mukopeptida) polisakarida ini mengandung gula amino dan yang berselang seling yakni Nasetilglukosamin asam N-asetilmuramat. Suatu peptida

mengandung lima asam amino dikaitkan dengan gula asam Nasetilmuramat dan berahir di D-alanil-D-alanin. Penisilin Binding Protein (PBP suatu enzim), memotong alanin terminal tersebut pada proses pembentukan suatu ikatan silang dengan peptida didekatnya. Ikatan silang tersebut membuat struktur dinding sel menjadi kaku. Antibiotik betalaktam secara struktural merupakan analog substrat PBP yaitu D-ala-D-alamia berikatan secara kovalen dengan tempat aktif di PBP. Ikatan ini menghambat reaksi transpeptidase, menghentikan sintesis peptidoglikan, sehingga sel akan mati. Farmakodinamik Amoksisilin 1. Absorpsi Amoksisilin Absorpsi di saluran cerna Dengan dosis oral amoksisilin 2x lebih tinggi mencapai Penyerapannya tidak terhambat pleh adanya makanan di

kadar dalam darah lambung 2. Distribusi Distribusinya luas yakni ke hati, ginjal, empedu, usus, limfa dan semen 3. Ekresinya Melalui proses sekresi di tubuli ginjal

14

c. Mengapa keadaan Boy memburuk meski perawatan sudah memasuki hari ke-5 ? Jawab : Karena Boy terinfeksi bakteri CA-MRSA (Community Associated Methicilin Resistant Staphylococcus Aureus). Bakteri jenis ini biasanya resisten terhadap pemberian obat golongan beta-laktam (termasuk antibiotik amoksisilin), sehingga meskipun perawatan sudah memasuki hari ke 5, kondisi boy tidak membaik.

4.a. Bagaimana prosedur dalam melakukan pemeriksaan mikrobiologi ? Jawaban : 1. Siapkan Bahan specimen dari pasien seperti : sputum Spesimen yang memenuhi syarat adalah : jenisnya sesuai dengan pemeriksaan yang akan dilakukan, volumenya mencukupi untuk tiap jenis pemeriksaan, kondisinya layak untuk diperiksa (segar/tidak kadaluwarsa, tidak berubah warna, steril, tidak menggumpal), antikoagulan yang digunakan sesuai, dan ditampung dalam wadah yang memenuhi syarat. 2. pus Pewarnaan Sediaan apus stafilokokus yang khas akan terlihat pada pewarnaan apusan atau sputum. Namun Masih belum mungkin dapat membedakan organisme saprofitik (S epidermidis) dengan organisme patogen (S aureus) bardasarkan sediaan apus. 3. Penanaman specimen di media Spesimen ini kemudian ditanam dalam media seperti media cair , semi solid , dan padat yang bertujuan untuk identifikasi serta uji kepekaan bakteri terhadap antimikroba. Media yg digunakan media padat ( agar nutrient ) ( dahak ), darah , swab tengggorok, pus/nanah dan urine.

15

Spesimen yang ditanam dicawan agar darah membentuk koloni yang khas dalm 18 jam pada suhu 37 oC, S aureus biasanya membentuk koloni barwarna abu-abu hingga kuning tua kecoklatan 4. Uji katalase Setetes larutan hidrogen peroksida diletakan digelas objek, dan sedikit pertumbuhan bakteri yang diletakan dalam larutan tersebut. Terbentuknya gelembung (pelepasan oksigen) menandakan uji yang positif. Uji ini juga dapat dilakukan dengan menuangkan larutan hidrogen peroksida diatas bakteri yang tumbuh subur di agar miring dan meneliti gelembung yang muncul. Uji katalase membedakan stafilokokus yang positif(mengeluarkan gelembung), dengan streptokokus yang negatif. 5. Uji koagulase S.aureus menghasilkan koagulase, suatu protein enzim yang dapat menggumpalkan plasma yang mengandung oksalat atau sitrat. S aureus didalam palasma membentuk gumpalan, yang berfungsi melekatkan organisme ke fibrin atau fibrinogen. b. Bagaimana cara mengidentifikasi bakteri secara pasti ? Jawaban : Staphylococcus aureus dapat dibedakan dengan spesies

staphylococcus lain dari pigmentasi keemasan koloninya (Latin aureum), dan hasil positif tes koagulase, fermentasi manitol, dan deoksiribonuklease (Lowy, 1998; Anonim, 2005; Brown et al., 2005). Mereka dapat hidup dalam lingkungan baik aerob maupun anaerob, dan sebagian besar strain fermentasi manitol merupakan anaerobik (Brown et al., 2005).

Langkah-langkah dlm melakukan identifikasi yaitu: 1.Pemeriksaan Mikroskopik

16

Pemeriksaan spesimen menggunakan instrumen mikroskop dgn preparat yg telah dilakukan pewarnaan sesuai dgn keperluan. Pewarnaan sediaan yg sering dilakukan antara lain pewarnaan Gram atau pewarnaan spesifik seperti pewarnaan BTA (Basil Tahan Asam) menggunakan metode Ziehl Nelsen atau Kinyoun Gabbet. 2.Isolasi / Penanaman Isolasi dilakukan pada media yang sesuai tergantung dari pemeriksaan mikroskopik yang telah dilakukan. Media yang umum dipakai yaitu Agar Darah, MSA (Manitol Salt Agar) dll. 3. Uji biokimia dilakukan untuk melihat aktifitas biokimiawi bakteri dalam mediamedia yg disediakan. Bakteri akan mensintesis zat-zat kimia tertentu tergantung dgn kemampuannya. Uji biokimia yang digunakan yaitu bontrey pendek, bontrey panjang atau imvic. 4. Uji Serologi Uji serologi meliputi tes aglutinasi menggunakan plasma koagulasi spesifik, Uji katalase dengan indikasi pembentukan gas oksigen, dll. 5. Uji Kepekaan / Sensitivity Yaitu tes yang digunakan untuk menguji kepekaan suatu bakteri terhadap antibiotik. Dengan dilakukannya tes ini akan diketahui efektifitas dari beberapa antibiotik yg diujikan utk melihat kemampuannya membunuh bakteri. 6. Uji Patogenitas Uji kekuatan bakteri dalam menyebabkan penyakit dgn menggunakan hewan percobaan. Dalam uji patogenitas juga termasuk uji Toksisitas untuk melihat racun yang dapat dihasilkan oleh bakteri tertentu c. Apa saja penyakit yang disebabkan oleh bakteri ini ?

17

scalded skin syndrome (komplikasi serius) wanita menyusui mastitis (peradangan payudara) infeksi klep2 jantung (endocarditis) dapat menjurus pada gagal jantung penyebaran staph ke tulang2 berakibat pada peradangan

berat/parah dari tulang (osteomyelitis)

staphylococaal sepsis (infeksi menyebar luas dari aliran darah) penyebab utama shock dan keruntuhan peredaran menjuus pada kematian

toxic shock syndrome (penyakit yg disebabkan oleh racun yang dikeluarkan bakteri staph aureus yang tumbuh dibawah kondisi dimana ada sedikit atau tidak adanya oksigen

d. Apa interpretasi bakteri gram (+), coccus, uji koagulase (+) ? Jawab : Gram-positif adalah bakteri yang mempertahankan zat warna kristal violet sewaktu proses pewarnaan Gram sehingga akan berwarna biru atau ungu di bawah mikroskop. hanya mempunyai membran plasma tunggal yang dikelilingi dinding sel tebal berupa peptidoglikan. Sekitar 90 persen dari dinding sel tersebut tersusun atas peptidoglikan sedangkan sisanya berupa molekul lain bernama asam teikhoat. Coccus merupakan bentuk dari bakteri yaitu berbentuk bulat, pada staphylococcus aureus ditemukan koloni berbentuk grapelike cluster. Sedangkan pada streptococcus ditemukan koloni berbentuk chain ( rantai). Uji koagulase (+) menunjukkan bahwa pada bakteri tersebut terdapat suatu protein mirip enzim yang dapat menggumpalkan

18

plasma yang mengandung oksalat dan sitrat, uji koagulase (+) ini ditemukan pada staphylococcus aureus. e. Bagaimana mekanisme resistensi antibiotik golongan betalaktam ? Jawab : B eberapa bakteri diketahui memiliki resitensi t erhadap antibiotik beta-laktam, salah satu diantaranya adalah golongan Streptococcus aureus resisten-metisilin (Methicillin resistant Staphylococcus aureus/MRSA ) .Bakteri-bakteriyang resisten terhadap antibiotik beta-laktam me miliki 3 mekanisme resistensi,yaitu destruksi antibiotik dengan beta-laktamase, menurunkan penetrasi antibiotik untuk berikatan dengan protein transpepidase, dan menurunkan afinitas ikatan antara protein pengikat tersebut dengan senyawa antibiotik. Beberapa bakteri seperti Haemophilus influenzae, golongan Staphylococcus, dan sebagian besar bakteri enterik berbentuk batang memilikienzim beta laktamase yang dapat memec ah cincin beta-laktam pada antibiotik tersebut dan y ang membuatnya menjadi tidak aktif. Secara detail, mekanisme

terjadi diawali dengan pemutusan ikatan C-N pada cincin betalaktam dan mengakibatkan antibiotik tidak dapat berikatan dengan protein transpeptidase sehingga terjadi kehilangan kemampuan untuk menginhibisi pembentukan dinding sel bakteri. Normalnya antibiotik betalaktam bekerja mengikat PBP (penisilin Binding Protein) yaitu enzim peptidase membran yang berperan pada proses pembentukkan dinding sel bakteri, PBP yang tidak aktif menyebabkan sintesis dinding sel gagal. Namun, ditemukan dalam tubuh bakteri adanya SCCmec tipe IV (Staphylococcus Cassette Chromosome mec) yang merupakan mobile genetic elements yang memungkinkan berpindah secara horizontal antar spesies. Pada SCCmec MRSA terdapat gen mecA yang menyandi PBP (Penisilin Binding Protein) mutan

19

PBP2a atau PBP2 seberat 76kDa. Gen mecA memungkinkan terjadi resistensi. PBP2a memiliki afinitas rendah terhadap betalaktam sehingga memungkinkan aktivitas transpeptidase dan proses sintesis dinding sel tetap berlangsung. PBP2a bersifat refraktori dalam menghambat semua anibiotik betalaktam. f. Apa saja antibiotik yang termasuk dalam betalaktam ? Antibiotik beta-laktam terbagi menjadi 4 golongan utama, yaitu penisilin, sefalosporin, carbapenem, dan monobactam g. Bagaimana farmakokinetik dan farmakodinamik antibiotik golongan beta laktam ? anggun Farmakokinetik : Antibiotika -laktam bekerja dengan menghambat pembentukan peptidoglikan di dinding sel. Beta -laktam akan terikat pada enzim transpeptidase yang berhubungan dengan molekul peptidoglikan bakteri, dan hal ini akan melemahkan dinding sel bakteri ketika membelah. Dengan kata lain, antibiotika ini dapat menyebabkan perpecahan sel (sitolisis) ketika bakteri mencoba untuk membelah diri. Pada bakteri Gram positif yang kehilangan dinding selnya akan menjadi protoplas, sedangkam Gram negatif menjadi sferoplas. Protoplas dan sferoplas kemudian akan pecah atau lisis. Farmakodinamik : Farmakodinamik Amoksisilin 1. Absorpsi Amoksisilin Absorpsi di saluran cerna Dengan dosis oral amoksisilin 2x lebih tinggi mencapai Penyerapannya tidak terhambat pleh adanya makanan di

kadar dalam darah lambung

20

2. 3.

Distribusi Distribusinya luas yakni ke hati, ginjal, empedu, usus, limfa dan semen Ekskresi Melalui proses sekresi di tubuli ginjal

h. Bakteri apa saja yang resisten terhadap betalaktam ? Jawab : Golongan (Methicillin beberapa Staphylococcus resistant bakteri seperti aureus resisten-metisilin aureus/MRSA , influenzae, Staphylococcus

Haemophilus

golongan Staphylococcus, dan sebagian besar bakteri enterik berbentuk batang yang memiliki enzim beta laktamase yang dapat memecah cincin beta-laktam pada antibiotik tersebut dan membuatnya menjadi tidak aktif.
i.

Antibiotik jenis apa yang sebaiknya diberikan apabila terjadi resistensi betalaktam ? Jawab: Streptococcus resistant mehicilin
-

Obat pilihan pertama: vankomisin gentamisin rifampin Obat alternatif: TMP-SMZ, minosiklin, fluorokuinolon, linozolid, kuinopristin, dalfopristin

Streptococcus penghasil penisilinase - Obat piihan pertama: penisilin reistant penisilinase - Obat alternatif: vankomisin, sefalosporin, klindamisin, oksisilin asam klavulanat, tikarsilin-asam klavulanat, amphisilin-sulbaktam, piperasilin-tazobaktam, TMP-SMZ imipenem, meropenem, fluorkuinolon,

21

5.a. Apa interpretasi ditemukannya gen mecA dan SCCmec tipe IV dalam genetik bakteri ? Jawab : Ditemukan dalam tubuh bakteri adanya SCCmec tipe IV (Staphylococcus Cassette Chromosome mec) yang merupakan mobile genetic elements yang memungkinkan berpindah secara horizontal antar spesies. Pada SCCmec MRSA terdapat gen mecA yang menyandi PBP (Penisilin Binding Protein) mutan PBP2a atau PBP2 seberat 76kDa. Gen mecA memungkinkan terjadi resistensi. PBP2a memiliki afinitas rendah terhadap betalaktam sehingga memungkinkan aktivitas transpeptidase dan proses sintesis dinding sel tetap berlangsung. PBP2a bersifat refraktori dalam menghambat semua antibiotik betalaktam. b. Bagaimana pemeriksaan yang dilakukan untuk melihat genetik bakteri? Dengan menggunakan PCR (polymerase Chain Reaction) dan DNA probe (Teknik pelacak asam nukleat). Pemeriksaan ini menggunakan prinsip bahwa setiap spesies memiliki sekuense asam nukleat yang spesifik.
-

Pada pemeriksaan DNA probe, yang merupakan teknik

hibridisasi DNA bakteri dengan potongan DNA spesifik yng telah dilabel adanya daerah homolog dapat dideteksi dengan visualisasi radioaktif, fluorimeter dan kolorimeter. Tehnik ini sering digunakan untuk medeteksi adanya patogen pada bakteri dengan menggunakan pelacaak potongan DNA spesifik.
-

Metode PCR (Polymerase chain reaction) memungkinkan

proses analisis DNA menjadi lebih cepat dibadingkan dengan melakukan tes DNA dengan cara konvensional. Dengan PCR, urutan DNA dapat digandakan (amplifikasi) haya dalam waktu beberapa jam sampai kuantitaasnya cukup untuk ssbuah proses analisis, hasil penggandaan dapat divisualisasikan menggunakan

22

elektroferese dan Gel Documetation, maupun suatu alat khusus Bio Analizer (tak perlu menggunakan elektroferese dan Gel Documenation Visuaisasi).

IV. Hipotesis Boy,7 tahun, menderita pneumonia yang tak kunjung sembuh karena MRSA ( metisilin resistance staphylococcus aureus) V. Kerangka Konsep

Patogen di paru-paru

Reaksi imun nonspesifik

Reaksi imun spesifik Fagositosis Mukosa

TNF

Interleukin Prostaglandin

Akumulasi eksudat di alveolus

Refleks batuk

Set point di hipothalamus

Demam

Luas permukaan alveolus untuk difusi Sulit nafas Pneumonia Sesak nafas Antipirueutik

Golongan -laktam

Amoksisilin

Uji mikrobiologi pada bakteri Pewarnaan gram Koagulasi DNA probe

Tidak kunjung sembuh

23

Coccus

Ungu

(+)

mecA

SSCm ec resistensi

Gram (+)

VII. Keterbatasan Ilmu dan Learning issues Learning Issue What I know Definisi Etiologi Gejala What I dont know Mekanisme terjadinya gejala Patofisiologi Patogenesis Pemeriksaan fisik Pemeriksaan 2. Staphylococcus aureus Karakteristik Tipe penunjang Struktur antigen Uji mikrobiologi pada identifikasi bakteri Sensitivitas terhadap
3.

What I have to prove Gejala demam, nafas yang terjadi pada Boy merupakan gejala pneumonia
Hasil

Source Textjournal

Staphylococcus aureus 1. Pneumonia

batuk, dan sesak book &

uji

mikrobiologi menunjukkan S. Aureus

Antibiotik golongan laktam

Definisi Jenis

antimikrobial Farmakokinetik Farmakodinamik

Resistensi terhadap betalakta disebabkan oleh gen mecA dan SSCmec

Resistensi S. aureus

Antibiotik yang seharusnya digunakan

24

III. Sintesis 1. Pneumonia

Pneumonia

merupakan

radang

paru

yang

disebabkan

mikroorganisme(bakteri, virus, jamur, dan parasit). Proses peradangan akan menyebabkan jaringan paru yang berupa aveoli (kantung udara) dapat dipenuhi cairan ataupun nanah. Akibatnya kemampuan paru sebagai tempat pertukaran gas (terutama oksigen) akan terganggu. Kekurangan oksigen dalam sel-sel tubuh akan mengganggu proses metabolisme tubuh. Bila pneumonia tidak ditangani dengan baik, proses peradangan akan terus berlanjut dan menimbulkan berbagai komplikasi seperti, selaput paru terisi cairan atau nanah (efusi pleura atau empiema), jaringan paru bernanah (abses paru), jaringan paru kempis (pneumotoraks) dan lain-lain. Bahkan bila terus berlanjut dapat terjadi penyebaran infeksi melalui darah (sepsis) ke seluruh tubuh sehingga dapat menyebabkan kematian. ETIOLOGI Penyebab pneumonia bermacam-macam yaitu

bakteri,virus,fungus,alergi ,aspirasi,hypostatic pneumonia. Pneumonia


25

bakteri coli.

dapat

disebabkan

oleh

Pneumococcus,Staphylococcus,H.influenza,TBC,Klebsiella,bakteri

INSIDENS DAN EPIDEMIOLOGI Salahsatu penyebab utama dengan pneumonia serotipe 1 adalah sampai 8

Pneumococcus.Pneumococcus

menyebabkan pneumonia pada orang dewasa lebih dari 80%, sedangkan pada anak ditemukan tipe 14,1,6,dan 9. Angka kejadian tertinggi ditemukan pada usia kurang dari 4 tahun dan mengurang dengan meningkatnya umur. Pneumonia lobaris hampir selalu disebabkan oleh pneumococcus, ditemukan pada orang dewasa dan anak besar, sedangkan bronchopneumonia lebih sering dijumpai pada anak kecil dan bayi. Pneumonia sangat rentan terhadap bayi berumur di bawah dua bulan, berjenis kelamin laki-laki, kurang gizi, berat badan lahir rendah, tidak mendapatkan ASI yang memadai, polusi udara, kepadatan tempat tinggal, imunisasi yang tidak memadai, dan defisiensi vitamin A. Faktor-faktor yang meningkatkan risiko kematian akibat pneumonia adalah bayi di bawah umur dua bulan, tingkat sosioekonomi rendah, kurang gizi, berat badan lahir rendah, tingkat pendidikan ibu rendah, tingkat pelayanan kesehatan masih kurang, padatnya tempat tinggal, imunisasi yang tidak memadai, dan adanya penyakit kronis pada bayi. PATOGENESIS Pneumococcus masuk ke dalam paru melalui jalan pernafasan secara percikan (droplet). Proses radang pneumonia dapat dibagi atas 4 stadia, yaitu : (1) stadium kongesti: kapiler melebar dan kongesti serta di dalam alveolus terdapat eksudat jernih ,Bakteri dalam jumlah banyak, beberapa neutrofil dan makrofag. (2) Stadium hepatisasi merah: lobus dan lobulus yang terkena menjadi padat dan tidak menggabung udara,

26

warna mernjadi merah dan pada perabaan seperti hepar. Di dalam alveolus didapatkam fibrin, leukosit neutrofil eksudat dan banyak sekali eritrosit dan kuman. Stadium ini berlangsung sangat pendek. (3) stadium hepatsasi kelabu: lobus masih tetap padat dan warna merah menjadi pucat kelabu. Permukaan pleura suram karna diliputi oleh fibrin. Alveolus terisi fibrin dan leukosit, tempat terjadi fagositosis Pneumococcus. Kapiler tidak lagi kongesif.(4) stadium resolusi: eksudat berkurang. Dalam alveolus makrofag bertambah dan leukosit menglami nekrosis dan degenarasi lemak. Fibrin diresorbsi dan menghilang. Secara patologi anatomis bronkopneumonia berbeda dari pneumonia lobaris dalam hal lokalisasi sebagai bercak-bercak dengan distribusi yang tidak teratur. Dengan pengobatan antibiotika urutan stadium khas ini tidak terlihat. MANIFESTASI KLINIS Secara anatomik pneumonia terbagi atas dua yaitu :
Pneumonia

lobaris

Merupakan penyakit primer,kebanyakan menyerang anak besar (biasanya sesdudah berumur 3 tahun). Anak tampak sakit berat,demam tinggi,pergerakan dada pada sisi yang sakit tampak lambat,pekak relatif pada perkusi. Gambaran radiologik jelas terlihat infiltrate yang jelas. Pada penyembuhan demam menurun secara tiba-tiba (krisis) dalam 5-9 hari. Jarang timbul relaps,prognosis baik, mortalitas rendah,sembuh sempurna.
Bronchopneumonia

Biasanya merupakan penyakit sekunder,timbul setelah menderita penyakit lain. Kebanyakan menyerang bayi dan anak kecil. Keadaan umum tidak terlalu terganggu (bila belum sesak), demam tidak terlalu tinggi (sering sebagai demam remitten). Tidak ditemukan pekak relatif

27

pada perkusi, pada foto thorax tidak tampak bayangan infiltrate (atau bila ada tersebar kecil). Sering relaps,mortalitas lebih tinggi, dan sembuh dengan sisa-sisa fibrosis. DIAGNOSIS Dalam menegakkan diagnosis, selain klinis,pemeriksaan yang

mendukung diagnosis adalah a. Pemeriksaan Rontgen toraks Pemeriksaan ini menunjukkan kelainan sebelum dapat ditemukan secara pemeriksaan fisis. Pada bronkopneumonia bercak-bercak infitrat didapatkan pada satu atau beberapa lobus. Foto Rontgen dapat juga menunjukkan adanya komplikasi seperti pleuritis, etelektasis, abses paru, pneumatokel, pneumatoraks, pneumomediastinum atau perikarditis. b. Pemeriksaan laboratorium Pada pneumonia pneumococcus gambaran darah menunjukkan leukositosis, biasanya 15.000 40.000/mm3 dengan pergeseran ke kiri. Kuman penyebab dapat dibiak dari usapan tenggorokan dan 30% dari darah. Urin biasanya berwarna lebih tua, mungkin terdapat albuminuria ringan karna suhu yang naik dan sedikit torak hilin. Pneumonia pneumokokus tidak dapat dibedakan dari pneumonia yang disebabkan oleh bakteri lain atau virus, tanpa pemeriksaan mikrobiologis. DIAGNOSIS BANDING Keadaan yang menyerupai pneumonia ialah: bronkiolitis, gagal jantung, aspirasi benda asing, atelektasis, abses paru, tuberculosis.

28

PENGOBATAN DAN PENATALAKSANAAN Sebaiknya pengobatan diberikan berdasarkan etiologi dan uji resistensi, tetapi berhubung hal ini tidak selalu dikerjakan dan makan waktu maka dalam praktek diberikan pengobatan polifragmasi. Penisilin diberikan 50.000 U/kgbb/hari dan ditambah dengan kloramfenikol 50-75 mg/kgbb/ hari atau diberikan antibiotik yang mempunyai spektrum luas seperti ampisilin. Pengobatan diteruskan sampai anak bebas panas selama 4-5 hari. Anak yang sangat sesak nafasnya memerlukan pemberian cairan intravena dan oksigen. Jenis cairan yang digunakan adalah campuran Glukosa 5% dan NaCl 0,9% dalam perbandingan 3:1 ditambah larutan KCl 10 mEq/500ml botol infuse. Banyaknya cairan yang diperlukan sebaiknya dihitung dengan menggunakan rumus Darrow. Karena ternyata sebagian besar penderita jauh ke dalam asidosis metabolik akibat kurang makan dan hipoksia, dapat diberikan koreksi dengan perhitungan kekurangan basa sebanyak -5mEq. Pneumonia yang tidak berat, tidak perlu dirawat di rumah sakit.

KOMPLIKASI Dengan penggunaan anti biotika, komplikasi hampir tidak pernah dijumpai, Komplikasi yang dapat dijumpai ialah: empiema, otitis media akut. Komplikasi media lain seperti meningitis, perikarditis, osteomielitis, peritonitis lebih jarang dilihat.

PROGNOSIS

29

Dengan pemberian antibiotika yang tepat dan adekuat, mortalitas dapat di turunkan sampai kurang dari 1%. Anak dalam keadaan malnutrisi energi protein dan yang datang terlambat menunjukkan mortalitas yang lebih tinggi. 2. Staphylococcus aureus Morfologi s. Aureus S.aureus merupakan kuman gram positif berbentuk bulat dengan diameter 0,5-0,7 m dan mempunyai dinding sel yang terdiri dari peptidoglikan, asam teikoik, fibronectin binding protein, clumping factors dan collagen binding protein. Komponen utama dinding sel adalah peptidoglikan yang menyusun hampir 50% dari berat dinding sel. Peptidoglikan tersusun dari polimer polisakarida (asam N-

asetilglukosamin dan asam N-asetilmuramik), polipeptida (L-Ala, DGlu, L-Lys, D-Ala, D-ala) dan sebuah jembatan pentaglisin. Melalui katalisis transpeptidase oleh Penicillin-Binding Protein (PBP), setiap peptidoglikan akan saling berikatan dengan peptidoglikan lainnya dengan cara merubah rantai alanin agar berikatan dengan jembatan pentaglisin dari peptidoglikan lainnya. Proses menghasilkan suatu struktur dinding sel yang padat. Beberapa enzim juga dihasilkan oleh S.aureus, diantaranya koagulase, clumping factor, hialuronidase dan -laktamase. Staphylococcus aureus dapat dibedakan dengan spesies

staphylococcus lain dari pigmentasi keemasan koloninya (Latin aureum), dan hasil positif tes koagulase, fermentasi manitol, dan deoksiribonuklease (Lowy, 1998; Anonim, 2005; Brown et al., 2005). Mereka dapat hidup dalam lingkungan baik aerob maupun anaerob, dan sebagian besar strain fermentasi manitol merupakan anaerobik (Brown et al., 2005).

30

S.aureus sudah dikenal sebagai penyebab infeksi sejak tahun 1882 oleh Ogston. Mikroorganisme ini merupakan flora yang juga ditemukan pada area perianal, inguinal, aksila dan hidung (nares anterior). S. aureus menghasilkan enzim koagulase yaitu enzim yang menyebabkan fibrin berkoagulasi dan menggumpal. Koagulase diasosiasikan dengan patogenitas karena penggumpalan fibrin yang disebabkan oleh enzim ini terakumulasi di sekitar bakteri sehingga agen pelindung inang kesulitan mencapai bakteri dan fagositosis terhambat Mek an is me B eberapa res is ten s i diketahui MRS A (Meth icilin memiliki resitensi R es is tan t t erhadap

S taph ylococcu s aur eu s ) bakteri antibiotik beta-laktam, salah satu diantaranya adalah golongan Streptococcus aureus resisten-metisilin (Methicillin resistant Staphylococcus terhadap resistensi,yaitu aureus/MRSA ) .Bakteri-bakteriyang beta-laktam me miliki dengan 3 destruksi antibiotik resisten antibiotik mekanisme

beta-laktamase,

menurunkan penetrasi antibiotik untuk berikatan dengan protein transpepidase, dan menurunkan afinitas ikatan antara protein pengikat tersebut dengan senyawa antibiotik. Beberapa bakteri seperti Haemophilus influenzae, golongan Staphylococcus, dan sebagian besar bakteri enterik berbentuk batang memilikienzim beta laktamase yang dapat memec ah cincin beta-laktam pada antibiotik tersebut dan membuatnya menjadi tidak aktif. Secara detail, mekanisme y ang terjadi diawali dengan pemutusan ikatan C-N pada cincin beta-laktam dan mengakibatkan antibiotik tidak dapat berikatan dengan protein transpeptidase sehingga terjadi kehilangan kemampuan untuk menginhibisi pembentukan dinding sel bakteri.

31

Normalnya antibiotik betalaktam bekerja mengikat PBP (Penisilin-Binding Protein) yaitu enzim peptidase membran yang berperan pada proses pembentukkan dinding sel bakteri, PBP yang tidak aktif menyebabkan sintesis dinding sel gagal. Namun, ditemukan dalam tubuh bakteri adanya SCCmec tipe IV (Staphylococcus Cassette Chromosome mec) yang merupakan mobile genetic elements yang memungkinkan berpindah secara horizontal antar spesies. Pada SCCmec MRSA terdapat gen mecA yang menyandi PBP (Penisilin Binding Protein) mutan PBP2a atau PBP2 seberat 76kDa. Gen mecA memungkinkan terjadi resistensi. PBP2a sehingga memiliki afinitas rendah aktivitas terhadap betalaktam dan memungkinkan transpeptidase

proses sintesis dinding sel tetap berlangsung. PBP2a bersifat refraktori dalam menghambat semua anibiotik betalaktam 3. Patofisiologi Demam Demam dapat dipicu oleh bahan exogenous maupun endogenous. Bahan exogenous pun ternyata harus lewat endogenous pyrogen, polipeptida yang diproduksi oleh jajaran monosit dan makrofag dan sel lain. Pemicu kenaikan suhu yang diketahui al IL-1. TNF, IFN dan Il-6. Sitokin ini bila telah terbentuk akan masuk sirkulasi sistemik dan pada daerah praeoptik hypothalamus merangsang phospholipase A2, melepas plasma membrane arachidonic acid untuk masuk ke jalur cyclooxigenase, yang meningkatkan ekspresi cyclooxigenase dalam melepas prostaglandin E2, yang mudah masuk blood-brain barrier, sehingga merangsang thermoregulatory neuron untuk menaikkan thermostat setpoint. Set point yang tinggi memerintahkan tubuh untuk menaikkan suhu lewat rangkaian simpatetik dan saraf efferent adrenergik akan memicu konservasi panas (dengan cara vaskonstriksi)

32

dan kontraksi otot (menggigil). Selain itu jalur autonomik dan endokrine ikut menurunkan penguapan dan mengurangi jumlah cairan yang akan dipanaskan. Proses ini berjalan terus sampai suhu sudah sesuai dengan termostat, suhu tubuh terukur akan diatas suhu rata-rata. Bilamana rangsangan sitokin telah menurun, termostat diturunkan kembali, sehingga proses pengeluaran panas dan penambahan jumlah cairan akan berjalan. Termoregulasi ini dibantu korteks serebri dalam menyesuaikan dengan perilaku. Aspek klinik demam terlihat pada variasi suhu badan sesuaidengan kegiatan, meskipun pada anak kecil lonjakan tajam tidak jelas. Interpretasi demam pada bayi dan anak harus dibedakan antara demam (diatas 380 C) dan hiperpireksia (diatas 39,50 C).

4. Patofisiologi Batuk Batuk dapat terjadi akibat berbagai penyakit/proses yang merangsang reseptor batuk. Selain itu, batuk juga dapat terjadi pada keadaankeadaan psikogenik tertentu. Tentunya diperlukan pemeriksaan yang seksama untuk mendeteksi keadaan-keadaan tersebut. Dalam hal ini perlu dilakukan anamnesis yang baik, pemeriksaan fisik, dan mungkin juga pemeriksaan lain seperti laboratorium darah dan sputum, rontgen toraks, tes fungsi paru dan lain-lain. Tabel 2. Beberapa penyebab batuk Iritan :

Penyakit paru restriktif : Rokok Asap SO2 Gas di tempat kerja


Pnemokoniosis Penyakit kolagen Penyakit granulomatosa

Infeksi :

33

Mekanik :

Laringitis akut Bronkitis akut Pneumonia Pleuritis Perikarditis

Retensi sekret bronkopulmoner Benda asing dalam saluran nafas Postnasal drip Aspirasi

Penyakit paru obstruktif :


Tumor :

Bronkitis kronis Asma Emfisema Fibrosis kistik Bronkiektasis

Tumor laring Tumor paru

Psikogenik

MEKANISME BATUK Pada dasarnya mekanisme batuk dapat dibagi menjadi tiga fase, yaitu fase inspirasi, fase kompresi dan fase ekspirasi (literatur lain membagi fase batuk menjadi 4 fase yaitu fase iritasi, inspirasi, kompresi, dan ekspulsi). Batuk biasanya bermula dari inhalasi sejumlah udara, kemudian glotis akan menutup dan tekanan di dalam paru akan meningkat yang akhirnya diikuti dengan pembukaan glotis secara tibatiba dan ekspirasi sejumlah udara dalam kecepatan tertentu. Fase inspirasi dimulai dengan inspirasi singkat dan cepat dari sejumlah besar udara, pada saat ini glotis secara refleks sudah terbuka. Volume udara yang diinspirasi sangat bervariasi jumlahnya, berkisar antara 200 sampai 3500 ml di atas kapasitas residu fungsional. Penelitian lain

34

menyebutkan jumlah udara yang dihisap berkisar antara 50% dari tidal volume sampai 50% dari kapasitas vital. Ada dua manfaat utama dihisapnya sejumlah besar volume ini. Pertama, volume yang besar akan memperkuat fase ekspirasi nantinya dan dapat menghasilkan ekspirasi yang lebih cepat dan lebih kuat. Manfaat kedua, volume yang besar akan memperkecil rongga udara yang tertutup sehingga pengeluaran sekret akan lebih mudah.

Gambar 1. Skema diagram menggambarkan aliran dan perubahan tekanan subglotis selama, fase inspirasi, fase kompresi dan fase ekspirasi batuk Setelah udara di inspirasi, maka mulailah fase kompresi dimana glotis akan tertutup selama 0,2 detik. Pada masa ini, tekanan di paru dan

35

abdomen akan meningkat sampai 50 100 mmHg. Tertutupnya glotis merupakan ciri khas batuk, yang membedakannya dengan manuver ekspirasi paksa lain karena akan menghasilkan tenaga yang berbeda. Tekanan yang didapatkan bila glotis tertutup adalah 10 sampai 100% lebih besar daripada cara ekspirasi paksa yang lain. Di pihak lain, batuk juga dapat terjadi tanpa penutupan glotis.

Gambar 2. Fase Batuk -Kemudian, secara aktif glotis akan terbuka dan berlangsunglah fase ekspirasi. Udara akan keluar dan menggetarkan jaringan saluran napas serta udara yang ada sehingga menimbulkan suara batuk yang kita kenal. Arus udara ekspirasi yang maksimal akan tercapai dalam waktu 3050 detik setelah glotis terbuka, yang kemudian diikuti dengan arus yang menetap. Kecepatan udara yang dihasilkan dapat mencapai 16.000 sampai 24.000 cm per menit, dan pada fase ini dapat dijumpai pengurangan diameter trakea sampai 80%.

Pada kasus ini, penyebab batuk karena adanya infeksi bakteri. Batuk merupakan usaha tubuh untuk membersihkan saluran pernapasan. 5. Patofisiologi Sesak Nafas Patofisiologi sesak napas akut dapat dibagi sebagai berikut: 1. Oksigenasi jaringan menurun.

36

2. Kebutuhan oksigen meningkat. 3. kerja pernapasan meningkat. 4. Rangsang pada sistem saraf pusat. 5. Penyakit neuromuskuler. Oksigenasi Jaringan Menurun Penyakit atau keadaan tertentu secara akut dapat menyebabkan kecepatan pengiriman oksigen ke seluruh jaringan menurun. Penurunan oksigenasi jaringan ini akan meningkatkan sesak napas. Karena transportasi oksigentergantung dari sirkulasi darah dan kadar hemoglobin, maka beberapa keadaan seperti perdarahan, animea (hemolisis), perubahan hemoglobin (sulfhemoglobin, methemoglobin, karboksihemoglobin) dapat menyebabkan sesak napas. Penyakit perenkim paru yang menimbulkan intrapulmonal shunt, gangguan ventilasi juga mengakibatkan sesak napas. Jadi, sesak napas dapat disebabkan penyakit-penyakit asma bronkial, bronkitis dan kelompok penyakit pembulu darah paru seperti emboli, veskulitis dan hipertensi pulmonal primer. Kebutuhan Oksigen Meningkat Penyakit atau keadaan yang sekonyong-konyong meningkat kebutuhan oksigen akan memberi sensasi sesak napas. Misalnya, infeksi akut akan membutuhkan oksigen lebih banyak karena peningkatan metabolisme. Peningkatan suhu tubuh karena bahan pirogen atau rangsang pada saraf sentral yang menyebabkan kebutuhan oksigen meningkat dan akhirnya menimbulkan sesak napas. Begitupun dengan penyakit tirotoksikosis, basal metabolic rate meningkat sehingga kebutuhan sesak napas. oksigen juga meningkat. Aktivitas jasmani juga membutuhkan oksigen yang lebih banyak sehingga menimbulkan

37

Kerja Pernapasan Meningkat Panyakit perenkim paru seperti pneumonia, sembab paru yang menyebabkan elastisitas paru berkurang serta penyakit yang menyebabkan penyempitan saluran napas seperti asma bronkial, bronkitis dan bronkiolitis dapat menyebabkan ventilasi paru menurun. Untuk mengimbangi keadaan ini dan supaya kebutuhan oksigen juga tetap dapat dipenuhi, otot pernapasan dipaksa bekerja lebih keras atau dengan perkataan lain kerja pernapasan ditingkatkan. Keadaan ini menimbulkan metabolisme bertambah dan akhirnya metabolitmetabolit yang berada di dalam aliran darah juga meningkat. Metabolit yang terdiri dari asam laktat dan asam piruvat ini akan merangsang susunan saraf pusat. Kebutuhan oksigen yang meningkat pada obesitas juga menyebabkan kerja pernapasan meningkat. Rangsang Pada Sistem Saraf Pusat Penyakit yang menyerang sistem saraf pusat dapat menimbulkan serangan sesak napas secara tiba-tiba. Bagaimana terjadinya serangan ini, sampai sekarang belum jelas, seperti pada meningitis, cerebrovascular accident dan lain-lain. Hiperventilasi idiopatik juga dijumpai, walaupun mekanismenya belum jelas. Penyakit Neuromuskuler Cukup banyak penyakit yang dapat menyebabkan gangguan pada sistem pernapasan terutama jika penyakit tadi mengenai diagfragma, seperti miastenia gravis dan amiotropik leteral sklerosis. Mekanisme yang menyebabkan terjadinya sesak napas karena penyakit neuromuskuler ini sampai sekarang belum jelas. KLASIFIKASI SESAK NAPAS Sesuai dengan berat ringannya keluhan, sesak napas dapat dibagi menjadi lima tingkat dengan penjelasan sebagai berikut:
38

Sesak Napas Tingkat I Tidak ada pembatasan atau hambatan dalam melakukan kegiatan sehari-hari. Sesak napas akan terjadi bila penderita melakukan aktivitas jasmani lebih berat dari pada biasanya. Pada tahap ini, penderita dapat melakukan pekerjaan sehari-hari dengan baik. Sesak Napas Tingkat II Sesak napas tidak terjadi bila melakukan aktivitas penting atau aktivitas yang biasa dilakukan pada kehidupan sehari-hari. Sesak baru timbul bila melakukan aktivitas yang lebih berat. Pada waktu naik tangga atau mendaki, sesak napas mulai terasa, tetapi bila berjalan di jalan yang datar tidak sesak. Sebaiknya penderita bekerja pada kantor/tempat yang tidak memerlukan tenaga lebih banyak atau pada pekerjaan yang tidak berpindah-pindah. Sesak Napas Tingkat III Sesak napas sudah terjadi bila penderita melakukan aktivitas seharihari, seperti mandi atau berpakaian, tetapi penderita masih dapat melakukan tanpa bantuan orang lain. Sesak napas tidak timbul di saat penderita sedang istirahat. Penderita juga masih mampu berjalan-jalan di daerah sekitar, walaupun kemampuannya tidak sebaik orang-orang sehat seumurnya. Lebih baik penderita tidak dipekerjakan lagi, mengingat penyakit cukup berat. Sesak Napas Tingkat IV Penderita sudah sesak pada waktu melakukan kegiatan/aktivitas seharihari seperti mandi, berpakaian dan lain-lain sehingga tergantung pada orang lain pada waktu melakukan kegiatan sehari-hari. Sesak napas belum tampak waktu penderita istirahat, tetapi sesak napas sudah mulai timbul bila penderita melakukan pekerjaan ringan sehingga pada waktu mendaki atau berjalan-jalan sedikit, penderita terpaksa berhinti
39

untuk istirahat sebentar. Pekerjaan sehari-hari tidak dapat dilakukan dengan leluasa. Sesak Napas Tingkat V Penderita harus membatasi diri dalam segala tindakan atau aktivitas sehari-hari yang pernah dilakukan secara rutin. Keterbatasan ini menyebabkan penderita lebih banyak berada di tempat tidur atau hanya duduk di kursi. Untuk memenuhi segala kebutuhannya, penderita sangat tergantung pada bantuan orang lain. Pada kasus ini, sesak napas terjadi karena peningkatan kerja pernapasan agar suplai O2 tetap cukup yang disebabkan oleh elastisitas paru-paru berkurang. 6. Antibiotik Betalaktam Antibiotik beta-laktam terbagi menjadi 4 golongan utama, yaitu penisilin, sefalosporin, carbapenem, dan monobactam.

Sefalosporin Antibioik sefalosporin terbagi menjadi 3 generasi, yang pertama adalah cephalothin dan cephaloridine yang cefadroxil, cefoxitin, dll.) digunakan sudah secara tidak luas banyak untuk digunakan. Generasi kedua (antara lain: cefuroxime, cefaclor, mengatasi infeksi berat dan beberapa di antaranya memiliki aktivitas melawan bakteri anaerob. Generasi ketiga dari sefalosporin (di antaranya: ceftazidime, cefotetan, latamoxef, cefotetan, dll.) dibuat pada tahun 1980-an untuk mengatasiinfeksi sistemik berat karena bakteri gram negatif-basil. Carbapenem Hanya terdapat satu agen antibiotik dari golongan carbapenem yang digunakan untuk perawatan klinis, yaitu imipenem yang memiliki

40

kemampuan antibakterial yang sangat baik untuk melawan bakteri gram negatif-basil (termasuk P. aeruginosa, Staphylococcus, dan bacteroides) Penggunaan imipenem harus dikombinasikan dengan inhibitor enzim tertentu untuk melindunginya dari degragasi enzim dari liver di dalam tubuh. Monobactam Golongan ini memiliki struktur cincin beta-laktam yang tidak terikat ke cincin kedua dalam molekulnya. Salah satu antibiotik golongan ini yang umum digunakan adalah aztreonam yang aktif melawan berbagai bakteri gram negatif, termasuk P. aeruginosa

Mekanisme kerja Antibiotik beta-laktamase bekerja membunuh bakteri dengan cara menginhibisi sintesis dinding selnya. Pada proses pembentukan dinding sel, terjadi reaksi dan transpeptidasi menghasilkan yang ikatan dikatalis silang oleh antara terletak tidak enzim dua pada mampu transpeptidase

rantai peptida-glukan. beta-laktam sehingga

Enzim transpeptidase yang menyebabkan enzim ini

membran sitoplasma bakteri tersebut juga dapat mengikat antibiotik mengkatalisis reaksitranspeptidasi walaupun dinding sel tetap terus dibentuk. Dinding sel yang terbentuk tidak memiliki ikatan silang danpeptidoglikan yang terbentuk tidak sempurna sehingga lebih lemah dan mudah terdegradasi. Pada kondisi normal, perbedaan tekanan osmotik di dalam sel bakteri gram negatif dan di lingkungan akan membuat terjadinya lisis sel. Selain itu, kompleks protein transpeptidase dan antibiotik beta-laktam akan menstimulasi senyawa autolisin yang dapat mendigesti dinding sel bakteri tersebut. Dengan demikian, bakteri yang kehilangan dinding sel maupun mengalami lisis akan mati. Mekanisme resistensi

41

Mekanisme degradasi antibiotik beta-laktam oleh enzim beta laktamase. Beberapa bakteri diketahui memiliki resitensi terhadap antibiotik betalaktam, salah satu diantaranya adalah golonganStreptococcus resistant Staphylococcus aureus resisten-metisilin (Methicillin

aureus/MRSA). Bakteri-bakteri yang resisten terhadap antibiotik betalaktam memiliki 3 mekanisme resistensi, yaitu destruksi antibiotik dengan beta-laktamase, menurunkan penetrasi antibiotik untuk berikatan dengan protein transpeptidase, dan menurunkan afinitas ikatan antaraprotein pengikat tersebut dengan senyawa antibiotik. Beberapa bakteri seperti Haemophilus influenzae, golongan Staphylococcus, dan sebagian besar bakteri enterik berbentuk batang memiliki enzim beta-laktamase yang dapat memecah cincin beta-laktam pada antibiotik tersebut dan membuatnya menjadi tidak aktif. Secara detail, mekanisme yang terjadi diawali dengan pemutusan ikatan C-N pada cincin beta-laktam dan mengakibatkan antibiotik tidak dapat berikatan dengan protein transpeptdase sehingga terjadi kehilangan kemampuan untuk menginhibisi pembentukan dinding sel bakteri. Beberapa studi menyatakan bahwa selain ditemukan secara alami pada bakteri gram positif dan negatif, gen penyandi enzim betalaktamase juga ditemukan pada plasmida dan transposon sehingga dapat ditransfer antarspesies bakteri. Hal ini menyebabkan kemampuan resistensi akan antibiotik beta-laktam dapat menyebar dengan cepat. Difusi antibiotik beta laktam ke dalam sel bakteri terjadi melalui perantaraan protein transmembran yang disebut porine dan kemampuan difusinya dipengaruhi oleh ukuran, muatan, dan sifat hidrofilik dari suatu antibiotik. Mengatasi resistensi antibiotik beta-laktam Asam klavulanat, inhibitor beta-laktamase.

42

Untuk mengatasi degradasi cincing beta-laktam, beberapa antibiotik beta-laktam dikombinasikan dengan senyawa inhibitor enzim betalaktamase seperti asam clavulanat, tazobactam, atau sulbactam. Salah satu antibiotik beta-laktam yang resisten beta laktamase adalah augmentin, kombinasi amoxycillin dan asam klavulanat. Augmentin terbukti telah berhasil mengatasi infeksi bakteri pada saluran kemih dan kulit. Asam klavulanat aktif yng diproduksi dari hasil fermentasi untuk sehingga Streptomyces menghambat sisi clavuligerus memiliki kemampuan

enzim beta-laktamase

menyebabkanenzim tersebut menjadi inaktif. Beberapa jenis antibiotik beta-laktam (contohnya nafcillin) juga memiliki sifat resisten terhadap beta-laktamase karena memiliki rantai samping dengan letak tertentu. 7. Penisillin

Inti Penisilin Penisilin (Inggris:Penicillin atau PCN) dalah sebuah

kelompok antibiotika -laktam yang digunakan dalam penyembuhan penyakit infeksi karenabakteri, biasanya berjenis Gram positif. Sebutan "penisilin" juga dapat digunakan untuk menyebut anggota spesifik dari kelompok penisilin. Semua penisilin memiliki dasar rangka Penam, yang memiliki rumus molekul R-C9H11N2O4S, dimana R adalah rangka samping yang beragam.Amoksisilin merupakan salah satu contoh penisilin.

43

Berdasarkan menjadi 4

spektrum kelompok,

aktivitas yaitu

antimikrobialnya, penisilin terbagi penisilin dini dan (terdahulu), penisilin anti-

penisilin spektrum luas, penisilin anti-stafilokokal, melawan bakteri yang sensitif, seperti

pseudomonal (spektrum diperluas)[3]. Penisilin dini secara aktif mampu golongan Streptococcus betadan hemolitik, Streptococcus alfa-hemolitik dikombinasikan dengan aminoglikosida), pneumococcus, meningococcus, kelompok Clostridium selain C. difficile. Contoh dari penisilin terdahulu adalah penisilin G dan penisilin V. Penisilin spektrum luas memiliki kemampuan untuk melawan bakteri enterik dan lebih mudah diabsorpsi oleh bakteri gram negatif namun masih rentan terhadap degradasi betalaktamase, contohnya ampisilin, amoksisilin, mesilinam, bacampicillin, dll. Penisilin anti-stafilokokal dikembangkan pada tahun 1950-an untuk mengatasi S. aureus yang memproduksi beta-laktamase dan memiliki keunggulan tahan terhadap aktivitas beta-laktamase. Contoh dari golongan ini adalah methicillin dan cloxacillin. Penisilin anti-pseudomonal dibuat untuk mengatasi infeksi bakteri gram negatif basil, termasuk Pseudomonas aeruginosa, contoh dari penisilin golongan ini adalah carbenicillin, ticarcillin, Azlocillin, dan piperacillin. Perkembangan Penisilin Lingkup aktivitas penisilin yang sempit menjadikan para peniliti mencari turunan penisilin yang dapat mengobati infeksi yang lebih banyak. Perkembangan besar yang pertama adalah ampisilin, yang memiliki lingkup aktivitas yang lebih luas daripada penisilin asli. Perkembangan berikutnya menghasilkan penisilin yang dapat menahan enzim betalaktamase termasuk flukloksasilin, dikloksasilin, dan metisilin. Penemuan ini sangat penting untuk melawan spesies bakteria yang memiliki betalaktamase, namun tidak dapat melawan strain Staphylococcus aureus yang tahan metisilin.

44

Penisilin yang antipseudomal seperti Tisarsilin dan Piperasilin berguna untuk melawan bakteri Gram negatif Farmakokinetik Antibiotika -laktam bekerja dengan menghambat

pembentukan peptidoglikan di dinding sel. Beta -laktam akan terikat pada enzim transpeptidase yang berhubungan dengan molekul peptidoglikan bakteri, dan hal ini akan melemahkan dinding sel bakteri ketika membelah. Dengan kata lain, antibiotika ini dapat menyebabkan perpecahan sel (sitolisis) ketika bakteri mencoba untuk membelah diri. Pada bakteri Gram positif yang kehilangan dinding selnya akan menjadi protoplas, sedangkam Gram negatif menjadi sferoplas. Protoplas dan sferoplas kemudian akan pecah atau lisis. Penisilin semi-sintetik Dilakukan modifikasi struktur pada rantai samping dari inti penisilin untuk meningkatkan kemampuan obat, menstabilkan aktivitas beta-laktamase, dan meningkatkan lingkup kerja. Penisilin lingkup sempit Kelompok ini dikembangkan untuk meningkatkan keefektifitas melawan beta-laktamase yang dibuat oleh Staphylococcus aureus,dan dikenal dengan penisilin anti-staphylococcal. Penisilin lingkup sedang Kelompok ini dikembangkan untuk meningkatkan llingkup kerja, seperti pada amoksisilin.

Amoksisilin Ampisilin

Penisilin lingkup luas

45

Kelompok ini dikembangkan untuk meningkatkan efisiensi melawan bakteri Gram negatif.

Piperasilin Tisarsilin Azlosillin Karbenisilin

Penisilin dengan penghambat -laktamase Penisilin dapat digabungkan dengan penghambat beta-laktamase untuk membantu melawan enzim beta-laktamase.

Efek Samping Reaksi efek samping Reaksi efek samping yang sering adalah (1% pasien) diare, urtikaria, nausea, dan superinfeksi dri Candidiasis. Efek yang jarang (0.11% pasien) adalah demam, muntah, dermatitis, angiodema atau kolitis pseudomembarnosus. Alergi Alergi terhadap antibiotika beta-laktam dapat terjadi pada 10% pasien. 0.01% dapat menderita anafilaksis. 8. Farmakokinetik dan Dinamik Amoksisilin a. Absorpsi Amoksisilin Absorpsi di saluran cerna Dengan dosis oral amoksisilin 2x lebih tinggi mencapai kadar dalam darah Penyerapannya tidak terhambat pleh adanya makanan di lambung b. Distribusi Distribusinya luas yakni ke hati, ginjal, empedu, usus, limfa dan semen
c.

Ekskresi

46

Melalui proses sekresi di tubuli ginjal

9. Pemeriksaan Mikrobiologi Pemeriksaan mikrobiologi dalah pemeriksaan yang bertujuan untuk

mengetahui kuman penyebab infeksi beserta gambaran pola kepekaan kuman terhadap antibiotik dan sangat penting dalam menunjang penegakkan diagnosis serta terapi penyakit infeksi.
1.

Siapkan bahan specimen dari pasien seperti : sputum

( dahak ), darah , swab tengggorok, pus/nanah dan urine. Spesimen yang memenuhi syarat adalah : jenisnya sesuai dengan pemeriksaan yang akan dilakukan, volumenya mencukupi untuk tiap jenis pemeriksaan, kondisinya layak untuk diperiksa (segar/tidak kadaluwarsa, tidak berubah warna, steril, tidak menggumpal), antikoagulan yang digunakan sesuai, dan ditampung dalam wadah yang memenuhi syarat. Pada kasus ini specimen yang digunakan adalah sputum karena staphylococcus akan terlihat khas. 2. Pewarnaan Sediaan apus Pada saat pewarnaan apabila bakteri tersebut bakteri gram-negatif maka akan berwarna ungu saat dibawah mikroskop sedangkan apabila bakteri tersebut bakteri gram positif makan akan berwarna merah tau merah muda
d.

Penanaman spesimen di media

Spesimen ini kemudian ditanam dalam media seperti media cair , semi solid , dan padat yang bertujuan untuk identifikasi serta uji kepekaan bakteri terhadap antimikroba. Media yg digunakan media padat ( agar nutrient ) Spesimen yang ditanam dicawan agar darah membentuk koloni yang khas dalm 18 jam pada suhu 37 oC, S aureus biasanya membentuk koloni barwarna abu-abu hingga kuning tua kecoklatan

47

e.

Uji katalase

Setetes larutan hidrogen peroksida diletakan digelas objek, dan sedikit pertumbuhan bakteri yang diletakan dalam larutan tersebut. Terbentuknya gelembung (pelepasan oksigen) menandakan uji yang positif. Uji ini juga dapat dilakukan dengan menuangkan larutan hidrogen peroksida diatas bakteri yang tumbuh subur di agar miring dan meneliti gelembung yang muncul. Uji katalase membedakan stafilokokus f. yang positif(mengeluarkan gelembung), dengan streptokokus yang negatif. Uji koagulase S.aureus menghasilkan koagulase, suatu protein enzim yang dapat menggumpalkan plasma yang mengandung oksalat atau sitrat. S aureus didalam palasma membentuk gumpalan, yang berfungsi melekatkan organisme ke fibrin atau fibrinogen. Cara pasti menentukan jenis bakteri menggunakan teknik pewarnaan , Uji Katalase dan Uji koagulase.

48

49

Daftar Pustaka

Yoga Aditama T. Patofisiologi Batuk. Jakarta : Bagian Pulmonologi FK UI, Unit Paru RS Persahabatan, Jakarta. 1993.
Brooks, Geo F., Butel, Janet S., dkk. Mikrobiologi Kedokteran, edisi 23. 2004. EGC: Jakarta. Robinson, D. Ashley, Katayama, Yuki. Genetic Background Affects Stability of mecA in Staphylococcus aureus. May 2005. Journal of Clinical Microbiology: Japan. Underwood, J.C.E. Patologi Umum dan Sistematik. 1996. EGC: Jakarta. Sudoyo, Aru W., Setiyohadi, Bambang, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 2007. EGC: Jakarta. Katzung, Bertram G. Farmakologi Dasar dan Klinik buku 3, edisi 8. 2004. Salemba Medika: Jakarta. Kumar, Vinay, Cotran, Ramzi S. Buku Ajar Patologivolume 1, edisi 7. 2007. EGC: Jakarta.

Chung KF, Pavord ID (April 2008). Prevalence, pathogenesis, and causes of chronic cough. Lancet 371 (9621): 136474. http://belibis-a17.com/2010/04/22/patofisiologi-batuk/ Ashari, irwan. Faktor penyebab dn mekanise sesak nafas. http://www.irwanashari.com/412/faktor-penyebab-dan-mekanisme-sesaknafas.html

http://www.scribd.com/doc/39504670/ANTIBIOTIKA http://medicinestuffs.blogspot.com/2008/11/penumonia-pada-anak.html

50

Anda mungkin juga menyukai