Anda di halaman 1dari 5

Analisa pasal 34 ayat 1 uud 1945 fakir mkiskin dan anak yang terlantar dipelihara oleh Negara Oleh

: Alfha Surya Astika Fakta Kemiskinan Di Indonesia Kemiskinan di Indonesia merupakan masalah klasik yang membutuhkan solusi pemecahan yang tepat, secara kasat mata kemiskinan masih terlihat jelas dalam kehidupan nyata di Indonesia seperti di simpang-simpang perempatan jalan, di pinggiran sungai atau kali, bahkan dijalan umum sekalipun. Usaha-usaha dalam mengentaskan masalah inipun sudah dilakukan oleh pemerintah dengan berbagai program pengentasan kemiskinan. Menurut harian Kompas 12 September 2011 program pengentasan kemiskinan ini pun mengeluarkan dana mencapai 115 triliun rupiah. Ada upaya yang berhasil,ada pula yang tidak berhasil. Namun, upaya tersebut patut untuk diapresiasi karena ada suatu kemauan untuk menjalankan amanat konstitusi Pasal 34 ayat 1 UUD 1945 yang menjelaskan bahwasanya Fakir miskin dan anak yang terlantar dipelihara oleh Negara. Sebelum lebih jauh menganalisa materi UUD tersebut penulis mencoba mendefinisikan terlebih dahulu tentang fakir, miskin dan anak terlantar. Menurut para ahli dan beberapa organisasi yang intens dalam masalah social tersebut masih sarat kontroversi misal definisi menurut BPS dengan standarisasi PBB menyatakan orang dikategorikan miskin apabila pengahasilannya dibawah dua puluh ribu rupiah. Fakir secara umum dikenal sebagai orang yang amat sengsara hidupnya tidak mempunyai harta dan tenaga untuk memenuhi hidupnya. Miskin adalah orang yang bekerja namun penghasilannya belum mencukupi kebutuhan hidup. Dan Anak terlantar dikategorikan sebagai anak-anak yang menghabiskan seluruh atau sebagian besar waktunya di jalanan dan tidak memiliki hubungan atau ia memutuskan hubungan dengan orangtua atau keluarganya atau anak-anak yang menghabiskan seluruh waktunya di jalanan yang berasal dari keluarga yang hidup tinggalnya juga di jalanan. Kembali lagi ke pasal 34 ayat 1 UUD 1945 hakikiatnya sudah kewajiban pemerintah untuk segera menuntaskan masalah fakir miskin dan anak jalanan namun realita yang

ada masih jauh daripada harapan. Seperti yang sudah diutarakan di awal masih banyak kita melihat orang-orang miskin dan anak jalanan disekitar kita terkadang keberadaan merekapun mengganggu ketertiban umum contoh tidur didepan toko, jalan jalan kecil digang-gang dan lain sebagainya. Nampaknya upaya yang dilakukan pemerintah/kebijakan yang ada belum sampai menyentuh kalangan fakir miskin dan anak terlantar. Harusnya Kemauan dan upaya untuk menanggulangi masalah kemiskinan di negeri ini harus terus diperkuat. Pasalnya, penanggulangan masalah kemiskinan masih menjadi pekerjaan rumah yang besar bagi negeri ini. Jajak pendapat yang dilakukan oleh Litbang Kompas pada tanggal 6-8 April 2011 terhadap 840 responden di 57 kota di Indonesia, menunjukkan bahwa kemiskinan masih menjadi masalah utama bangsa Indonesia dalam lima tahun terakhir ini yang harus diselesaikan oleh negara (Kompas, 11 April 2011). Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, jumlah penduduk miskin di Indonesia pada tahun 2010 adalah 31, 02 juta. Berarti, dari keseluruhan jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2010, yaitu 237, 64 juta, hanya ada 13% penduduk Indonesia yang mengalami kemiskinan. Persentase jumlah penduduk miskin di Indonesia memang bisa dikatakan rendah namun hal tersebut tetap harus membuat penanggulangan kemiskinan menjadi prioritas utama negeri ini. RUU Penanganan Fakir Miskin: Perlukah? Salah satu upaya yang sekarang dilakukan untuk menanggulangi kemiskinan di negeri ini adalah dengan merancang produk hukum berbentuk undang-undang. Rancangan undang-undang tersebut lebih dikenal sebagai RUU Penanganan Fakir Miskin. RUU Penanganan Fakir Miskin ini masih dibahas oleh Dewan Perwakilan Rakyat bersama dengan Pemerintah. Adanya pembahasan RUU ini patut diapresiasi karena terdapat kepedulian dari DPR dan Pemerintah terhadap penanggulangan fakir miskin. Namun demikian, apakah sebenarnya DPR dan Pemerintah perlu untuk mengeluarkan suatu produk hukum baru untuk mengatasi masalah kemiskinan di negeri ini? Menurut penulis, sebenarnya DPR dan pemerintah tidak perlu lagi mengeluarkan produk hukum baru sebagai cara untuk mengatasi masalah kemiskinan. Sudah ada berbagai jenis produk hukum yang telah memuat ketentuan mengenai penanganan kemiskinan, di antaranya yaitu Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat. Dalam UndangUndang Nomor 11 Tahun 2009, telah terdapat bab khusus yang mengatur mengenai

penanggulangan kemiskinan dan selanjutnya didelegasikan untuk diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah. Selanjutnya, dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004, juga terdapat ketentuan yang mengupayakan agar fakir miskin bisa memperoleh jaminan sosial, terutama jaminan kesehatan. Selain itu, dalam Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999, terdapat ketentuan mengenai fakir miskin sebagai salah satu mustahiq yang berhak untuk menerima hasil pendayagunaan zakat. Oleh karena itu, sebaiknya ketentuan-ketentuan di atas benar-benar diimplementasikan agar penanganan kemiskinan dapat diwujudkan menjadi nyata, bukan hanya menjadi sekedar wacana. Menurut penulis, semua ketentuan hukum di atas dan ketentuan hukum lainnya yang berkaitan dengan kesejahteraan sosial, cukup untuk dijadikan landasan hukum untuk penanganan kemiskinan sehingga tidak perlu lagi membuat undang-undang yang baru. Alternatif Solusi Penanganan Kemiskinan di Indonesia Seperti yang telah dijelaskan di atas, penulis tidak sepakat terhadap solusi penanganan kemiskinan melalui pembuatan RUU Penanganan Fakir Miskin. Oleh karena itu, penulis akan memaparkan alternatif solusi lainnya untuk mengatasi masalah kemiskinan di Indonesia. Berikut merupakan alternatif solusi tersebut:

1. Optimalisasi lembaga zakat dan wakaf Lembaga zakat dan wakaf telah diakui keberadaannya di Indonesia sejak lama dan pengaturannya telah mencapai level undang-undang. Selain itu, potensi zakat dan wakaf sangat besar sehingga sangat memungkinkan untuk digunakan guna mengatasi masalah kemiskinan di negeri ini. Berdasarkan riset yang dilakukan oleh Badan Amil Zakat Nasional dan Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB pada tahun 2011, potensi zakat secara nasional mencapai angka Rp 217 triliun atau setara dengan 3,40 persen dari total PDB. Sedangkan potensi wakaf di Indonesia, yaitu potensi dari wakaf tanah seluas 2.171.041.349. m2 yang tersebar di 414.848 (Data Departemen Agama Tahun 2010) dan potensi wakaf uang yang mencapai Rp 20 triliun per tahunnya (asumsi yang dibuat oleh Mustafa Edwin Nasution). Agar potensi zakat dan wakaf tersebut bisa dioptimalkan untuk mengatasi masalah kemiskinan di Indonesia, diperlukan sinergisitas unsur pemerintah

dengan elemen masyakarat, dalam hal ini antara Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) dengan lembaga amil zakat serta antara Badan Wakaf Indonesia (BWI) dengan nazhir wakaf. Dalam membuat program-program untuk mengatasi masalah kemiskinan, baik BAZNAS dan BWI maupun amil dan nazhir, sebaiknya berusaha agar program-program tersebut sinergis dan bisa saling melengkapi sehingga tidak ada ada program yang tumpang tindih satu sama lain. Oleh karena itu, BAZNAS dan BWI sebagai elemen pemerintah perlu terus mengayomi amil dan nazhir yang ada di Indonesia agar bisa bergerak bersama untuk mengatasi masalah kemiskinan di Indonesia 2. Perang melawan kemiskinan Ali bin Abi Thalib, salah seorang khulafaur rasyidin, pernah berkata, Seandainya kemiskinan berwujud seorang manusia niscaya aku akan membunuhnya. Ucapan Ali bin Abi Thalib tersebut menunjukkan bahwa kemiskinan merupakan suatu masalah yang harus diperangi, khususnya oleh masyarakat Indonesia. Jika selama ini kita mengenal adanya perang melawan korupsi, perang melawan terorisme, perang melawan narkoba, maka perlu dicanangkan juga perang melawan kemiskinan. Tentunya perang melawan kemiskinan yang dimaksud bukan hanya sekadar slogan dan wacana saja, tetapi juga harus diwujudkan dalam tindakan nyata. Pejabat pemerintah, baik yang berada di lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif, harus menjadi garda terdepan dalam melawan kemiskinan ini dengan cara memberikan contoh untuk peduli terhadap masalah kemiskinan. Sebagai contoh nyata yang bisa kita lakukan dengan basic keilmuan kesejahteraan social seperti mendirikan lembaga non pemereintah yang erorientasi dalam menolong fakir dan miskin dan anak terlantar supaya

Anda mungkin juga menyukai