A. Pendahuluan
Persoalan kemiskinan di Indonesia dari satu pemerintahan ke pemerintahan yang lain hingga saat
ini belum teratasi dengan baik, bahkan cendrung meningkat pasca tumbangnnya rezim orde baru.
Seperti yang diberitakan oleh Kompas bahwa dalam sepuluh tahun terakhir, angka kemiskinan di
Indonesia belum membaik. Hingga Juni 2007, angka kemiskinan masih berada pada angka 37,17
juta jiwa atau 17,75 persen dari jumlah penduduk Indonesia. Namun jika diukur dengan
penghasilan sebesar 2 dolar perhari menurut bank dunia maka angka kemiskinan akan sangat
banyak yaitu 108 juta orang.
1. Pemegang Hak (Rights Holder). Pemegang hak adalah manusia sebagai individu maupun
kelompok yang memiliki hak, yang wajib dihormati, dilindungi dan dipenuhi oleh
Negara.
2. Pemangku kewajiban dalam pelaksanaan HAM adalah Negara.
Strategi Dalam Memerangi Kemiskinan Struktural
Pembangunan tidak akan berhasil untuk mengatasi kemiskinan tanpa disertai peningkatan
kesempatan kerja, pemenuhan kebutuhan pokok, peningkatan produktivitas rakyat miskin.
Banyak juga yang berpendapat bahwa pemenuhan kebutuhan dasar (basic needs) akan
menyelesaikan masalah yang kita hadapi. Memang kalau Indonesia dapat melakukan sesuai
dengan apa yang dijanjikan dalam sistem itu, maka kemiskinan dapat dikurangi secara massal.
Dibutuhkan tindakan pemerintah untuk mengubah pola-pola pemilikan tanah, mengurangi
investasi padat modal, mengarahkan kekuatan-kakuatan pasa, mempengaruhi perubahan nilai-
nilai, dan mengatur perdagangan luar negeri (Bayo, 1996:37). Tidak mudah memang dalam
merubah suatu sistem yang bergulir dalam suatu negara, namun tidak ada salahnya untuk diuji
cobakan.Karena sistem yang berada di Indonesia ini belum sepenuhnya jelas, mumpung belum
jelas maka ada kesempatan untuk merubah sedikit demi sedikit.
Strategi dalam pengentasan kemiskinan memang sangat dibutuhkan peran dari negara tidak lain
dalam rangka advokasi sosial untuk menciptakan tatanan yang berkeadilan dan berkemakmuran.
Peran negara yang dituntut dalam proses pengentasan kemiskinan adalah meredistribusi
kekayaan dan pendapatan, memastikan agar dalam proses distribusi tidak satu pun dari faktor-
faktor produksi ditekan pembagiannya dan mengeksploitasi faktor lainnya (Baidhowy, 2007:7).
Penulis sepakat dengan pendapat tersebut karena memang dari pekerja, pemilik modal,
dan pemilik tanah harus berbagi bersama dalam hasil-hasil produksinya.Negara sebagai
kekuasaan tertinggi harus bisa memberikan kontribusi dalam mendistribusikan hasil produksi
kepada mereka yang miskin secara sosial dan ekonomi.Penulis merekomendasikan untuk
memakai mekanisme koperasi dalam mengentaskan kemiskinan. Tentu dalam menerapkan
koperasi sebagai soko guru ekonomi harus diimbangi dengan peran negara sebagai pihak yang
seharusnya berani memaksa untuk kebaikan, karena sistem yang sekarang berjalan justru
semakin memperlemah sector koperasi, menjadikan koperasi tidak menarik lagi.
Padahal jika ditelusuri lebih dalam dan diamalkan sesuai dengan kaidah yang ada dalam
prinsip-prinsip dan nilai-nilai koperasi sangat pas jika permasalahan negara adalah pada
mekanisme distribusi hasil produksi. Dengan koperasi semua masyarakat sama, tidak ada
paksaan dalam memberikan modal bersama dan cita-cita koperasi di Indonesia menurut
Mohammad Hatta yakni menciptakan masyarakat yang kolektif, berakar pada adat istiadat, tetapi
ditumbuhkan pada tingkat yang lebih tinggi, sesuai dengan tuntutan zaman modern. Disini
negara lebih ditekankan untuk memperbaiki sistem yang saat ini berlaku di Indonesia.
Kesimpulan
Jadi untuk menutup tulisan ini penulis sekali lagi menekankan bahwa kemiskinan itu
tidak hanya ditekankan pada aspek ekonomi saja, namun hak-hak dasar lain seperti kesempatan
dalam memperoleh pendidikan dan kesehatan juga perlu untuk diperhatikan dalam
mengidentifikasi kemiskinan. Masalah kemiskinan ada karena sistem yang salah untuk
diterapkan di Indonesia, justru dengan adanya lembaga-lembaga keuangan internasional dengan
mekanisme bantuannya semakin menambah penderitaan rakyat miskin.
Ditambah lagi dengan adanya mekanisme pasar yang secara diam-diam merasuki
ideologi bangsa Indonesia ini, menjadikan semua barang-barang publik menjadi komoditas,
sehingga tidak semua masyarakat dapat mengaksesnya dalam artian tidak ada kesempatan si
miskin untuk memperoleh pelayanan yang prima sama seperti si kaya. Penulis juga menekankan
solusi yang diterapkan butuh peran pemerintah dalam menerapkan dan menata kembali sistem
yang ada, penulis merekomendasikan untuk menerapkan koperasi sebagai sistem ekonomi dalam
rangka menguatkan distribusi hasil produksi.