Anda di halaman 1dari 2

AUDIT SOSIAL & ADVOKASI BERBASIS BUKTI;

MEWUJUDKAN REFORMASI PROGRAM PERLINDUNGAN SOSIAL YANG LEBIH BAIK !

Pasal 39, Undang-undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik


menyatakan; Masyarakat dapat membentuk Lembaga pengawasan pelayanan
publik. Ini artinya siapapun warga negara Indonesia diperbolehkan secara hukum
melakukan kegiatan pengawasan dan evaluasi terhadap pelayanan publik (Kebijakan
Publik).

Pengawasan publik sangat diperlukan untuk mendorong terjadinya Reformasi


Program Perlindungan sosial yang selama ini sarat dengan berbagai masalah.
Disamping itu, pengawasan pelayanan publik dapat berkontribusi pada upaya
mewujudkan sistem penyelenggaraan Pelayanan Publik yang adil, transparan, dan
akuntabel sebagaimana menjadi amanat dalam UU No. 25 Tahun 2009 dan
Peraturan Pemerintah No. 96 Tahun 2012.

Untuk tujuan tersebut, SPRI bersama Koalisi Reformasi Perlindungan Sosial


berencana melakukan serangkaian kegiatan Audit Sosial & Advokasi Berbasis Bukti di
Bandar Lampung, DKI Jakarta, Bogor dan Tasikmalaya. Kegiatan ini akan melibatkan
warga miskin secara langsung.

Berikut ini adalah tahap-tahap kegiatan yang akan dilakukan :

1. Mengumpulkan Bukti. Ada dua jenis bukti yang akan di kumpulkan dalam
kegiatan audit sosial yaitu; Pertama, bukti mengenai keluarga miskin yang
tidak terdaftar sebagai penerima PKH. Juga akan dicari tahu kenapa hal ini
bisa terjadi. Apakah ada masalah dalam proses pendaftaran peserta dan atau
masalah pada alokasi penerima manfaat PKH. Kedua, bukti mengenai
manfaat apa saja yang didapat oleh keluarga penerima PKH. Apakah manfaat
PKH yang telah diterima berdampak pada perbaikan hidup keluarga penerima
PKH.

2. Tawaran Konsep & Kebijakan. Berdasarkan bukti-bukti hasil temuan audit


sosial dan riset, selanjutknya akan disusun kertas konsep dan kertas
kebijakan. Adapun kertas konsep dan kebijakan tersebut akan ditawarkan
kepada pemerintah dan Lembaga pengawas untuk dijadikan bahan analisis
perbaikan kebijakan. Lembaga pemerintah yang dimaksud meliputi:
Kemensos RI, Pudatin Kemensos, Komisi VIII DPR RI, Kantor Staf Presiden
(KSP). Dan Lembaga pengawas; Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Ombudsman RI.

3. Advokasi. Langkah selanjutnya setelah mengumpulkan bukti dan menyusun


konsep tawaran. Upaya advokasi atau pembelaan haruslah dilakukan. Adapun
langkah advokasi terhadap hasil audit meliputi; pertama, melakukan
kampanye atas temuan audit dan konsep tawaran agar mendapat dukungan
dari publik. Kedua, membangun kerjasama dengan Lembaga pengawas dan
aktor kunci pemangku Kebijakan (pemerintah).

4. Posko Pengaduan Layanan Bansos. Selain mengerjakan audit sosial.


Koalisi juga akan membantu warga yang mempunyai masalah seperti Saldo
Kosong Kartu BPNT, atau masalah lainnya yang berkaitan dengan Layanan
Bansos. Tugas Supervisor bekerja sama dengan Koordinator Kampung
mengumpulkan informasi terkait masalah layanan bansos. Masalah yang
diadukan oleh warga melalui auditor kampung akan dibantu diadvokasi oleh
koalisi agar mendapat solusi dari Kementerian Sosial RI, Dinas Sosial
Kota/Kabupaten dan atau Pemerintah Daerah.

5. Peningkatan Kapasitas. Penguatan kapasitas terhadap kader penggerak


penting dilakukan. Agar kader penggerak memiliki kemampuan bertindak dan
pemahaman cara mempengaruhi kebijakan anggaran dan perlindungan sosial.
Untuk itu, akan diadakan kegiatan training dan atau pelatihan secara terukur.

6. Dukungan Warga. Audit Sosial dan Advokasi Sosial harus mendapat


dukungan dari warga. Juga penting mengajak warga untuk terlibat aktif
memantau pelaksanaan kebijakan dan penggunaan anggaran (APBN) untuk
program perlindungan sosial. Untuk itu, warga tidak sekedar dilibatkan
sebagai responden atau sasaran audit sosial semata. Sebaliknya warga pun
harus diikut sertakan dalam proses advokasi hasil audit sosial.

7. Membangun & Memperluas Dukungan Masyarakat Sipil.


Mengembagkan jaringan atau koalisi masyarakat sipil merupakan bagian dari
upaya agar desakan usulan kepada pemerintah mendapat respon yang baik.
Mengembangkan jaringan media dan akademisi harus menjadi prioritas dalam
proses advokasi.

Demikian tulisan ini dikeluarkan sebagai bahan pertimbangan bersama dalam


mewujudkan program perlindungan sosial dan pelayanan publik yang lebih baik
untuk masyarakat miskin.

DIKELUARKAN OLEH
KOALISI REFORMASI PERLINDUNGAN SOSIAL
SERIKAT PERJUANGAN RAKYAT INDONESIA (SPRI)
Jl. Tanjung Duren Selatan VI Grogol Petamburan Jakarta Barat
Hp. 0813.169.44163

Anda mungkin juga menyukai