Anda di halaman 1dari 2

DUH Gusti; Minyak Goreng Langka !

Andike

Hari-hari ini kita menyaksikan emak-emak sibuk memburu minyak goreng (migor).
Mereka seperti memburu maling, lari ke sana kemari. Bisa jadi migor langka
merupakan peristiwa langka mengingat Indonesia salah satu penghasil terbesar
CPO sebagai bahan dasar migor. Inilah yang membuat banyak orang bingung tujuh
keliling. Sudah langka, harga migor juga setinggi langit. Tentu saja emak-emak
menjadi bete tak ketulungan. Tugas mereka bertambah berburu migor. Tak
mengherankan ketika ada migor, seluruh keluarga diajak untuk mendapatkan jatah
satu orang dapat dua bungkus kemasan migor.

Persoalan ini adalah persoalan yang kelihatannya sederhana namun bikin puyeng.
Memang kita tak perlu mengoreng yaitu dengan memanggang atau merebus, namun
semuanya kadung tergantung pada migor. Tempe goreng. Tahu goreng, Pisang
goreng. Ayam goreng. Dan isu pun perlu digoreng. Tentu akan aneh dong ketika
makan di warteg tidak ada sambal goreng. Atau ke warung padang tanpa ada paru
goreng. Inilah perkara kita hari ini: berburu migor. Bila manusia purba berburu rusa
atau babi hutan, manusia zaman sekarang berburu migor. Aduh, bagaimana ini.

Kemana gerangan migor harus dicari? Di pasar langka. Di supermaket langka. Di


warung langka. Ke mana hilangnya migor? Inilah perkara yang menjengkelkan.
Pemerintah berjanji akan menjamin ketersediaan migor. Namun kenyataanya
mencari migor seperti mencari jarum dalam tumpukan jerami. Kalaupun ketemu
migor, harganya sudah menjerat leher. Mau bagaimana lagi wong kita tidak punya
pilihan. Harga mahal ya tetap disikat, daripada pada rewel di rumah karena
makanan semuanya direbus atau dipanggang.

Mau tidak mau pemerintah harus mencari jalan keluar. Dalam kasus kelangkaan
migor yang dihadapi adalah parade gajah. Artinya para pemilik modal gede. Mereka
inilah yang disebut para borjuasi penguasa migor. Dengan kemampuan ekonomi
mereka yang segede gaban, mereka bisa mempermainkan harga minya goreng.
Ruwet jadinya kalau ulah nakal dan culas mereka tidak dihadapi dengan tegas oleh
pemerintah.

Para borjuasi penguasa minyak goreng ini lagi bermain-main dengan harga migor.
Sudah menjadi pengetahuan umum kalau CPO lagi mahal di tingkat dunia. Mereka
memilih menjual CPO mereka karena untung lebih gede. Akhirnya mereka beralih
dari memproduksi minyak goreng menjadi penjual CPO. Berubah jadi spekulan
CPO. Inilah yang bikin migor langka sehingga harganya tidak ketulungan.

Bisa kita bayangkan kalau harga 1 liter minyak goreng kemasan yang semula 14
ribu jadi 20 ribu sampai 25 ribu. Apa tidak puyeng emak-emak ini. Itu naik apa ganti
harga, sih? Inilah ulah para gajah-gajah industri migor. Mereka tidak peduli pada
derita rakyat. Apa yang mereka pedulikan hanya mencari keuntungan sebesar-
besarnya.

Kan sudah ada operasi pasar? Operasi pasar tidak dapat dilakukan setiap hari.
Habis operasi pasar rakyat ya harus membeli migor yang mahal lagi. Operasi pasar
hanya solusi sesaat saja. Bukan solusi jangka panjang. Migor sudah menjadi salah
satu kebutuhan pokok bagi rakyat sebagaimana beras. Persoalaan seperti ini harus
dicarikan solusi yang tepat.

Lantas harus bagaimana? Bagi pemerintah pertama yang harus dilakukan adalah
berlaku tegas kepada pengusaha migor. Jangan biarkan mereka bermain-main
dengan produksi migor. Kalau masih berani main-main seret mereka ke pengadilan,
tutup pabriknya. Sebagai pemegang kekuasaan tertinggi tentu pemerintah
mempunyai kekuatan memaksa para pengusaha minyak goreng untuk kembali
memproduksi migor bukan malah menjual CPO. Jangan biarkan rakyat menderita
karena ulah mereka. Jangan biarkan emak-emak harus ke sana kemari mencari
migor.

Bagi gerakan rakyat yang bisa dilakukan adalah melakukan aksi dari tingkat
kampung sampai nasional. Emak-emak se-Indonesia harus bersatu menuntut
kepada pemerintah agar harga migor kembali normal. Bawa wajan dan pukul-pukul
sepanjang aksi sebagai peringatan darurat migor kepada pemerintah. Jangan
sampai kasus antri minyak tanah menjelang reformasi terulang menjadi kasus antri
migor. Segera galang persatuan dan satukan komando. Tuntut harga migor yang
normal dan ketersedian yang mencukupi. Aksi massa merupakan cara terbaik untuk
membangunkan pemerintah agar segera bertindak tegas kepada pengusaha migor.

Mari satukan mimpi, satukan barusan menuntut migor murah dan ketersediaan
melimpah. Saatnya emak-emak mengambil peranan. Tinggalkan rumah. Ajak
tetangga kanan kiri dalam satu barisan. Jangan menyerah sebagaimana puisi Wiji
Thukul:

“Dimana-mana ada Sofyan, ada Sodiyah, ada Bariyah


Tak bisa dibungkam …, tak bisa dibungkam popor senapan
Dimana-mana ada Neni, ada Udin, ada Siti
Dimana-mana ada Eman
Di Bandung, Solo, Jakarta, Tangerang
Tak bisa dibungkam …., tak bisa dibungkam popor senapan
Satu mimpi, satu barisan”.

Satu mimpi, satu barisan. Kita lawan para gajah-gajah yang berusaha
mempermainkan kita. Kita sikat mereka kalau masih berani macam-macam. Kita
babat mereka kalau masih bikin ulah. Duh gusti, kuatkan niat kami dalam
perjuangan menuntut harga migor yang murah dan melimpah.***

Penulis adalah warga Jakarta, pendukung setiap Serikat Perjuangan Rakyat


Indonesia (SPRI).

Anda mungkin juga menyukai