Anda di halaman 1dari 4

BAHAN BACAAN UNTUK KUIS PTK SOSBIS MAB105 MINGGU KE-8

QUIZ UTS SEMESTER GENAP TAHUN AKADEMIK 2021/2022


PROGRAM STUDI MAB-SEKOLAH VOKASI IPB
Mata Kuliah : Sosiologi Agribisnis Program Studi : Manajemen Agribisnis
(MAB)
Hari/Tanggal : 31 Maret 2022 Pukul : (waktu 90 mnt)
SOAL PRAKTIKUM menyusul…. Silahkan baca dan pahami artikel ini
Bacaan Bagian Quiz MK Sosiologi Agribisnis 2021/2022
CERITA TENTANG PETANI TOMPOBULU YANG MENJUAL KACANG
TANAHNYA DI PASAR TERONG
Oleh Ishak Salim (Anggota Sekolah Rakyat Petani PAYO-PAYO), 12 May 2011)
http://desaku.blogdetik.com/2011/05/12/cerita-tentang-petani-tompobulu-
yang menjual-kacang-tanahnya-di-pasar-terong
“Pak Haji, kalau sapi itu talinya dipegang, kalau Pak Haji, kata-katanya!” Kata
Manci, petani dari desa Tompo Bulu berujar ketus kepada pedagang dari kota
Pangkep.....Pak Haji adalah pedagang yang selama ini membeli komoditas
pertanian dari para petani di desa-desa kabupaten Pangkep. Manci demikian
kesalnya. Pasalnya, kesepakatan awal sebelum ia mengupas dan
mengumpulkan kacang tanahnya, harga beli yang ditawarkan Pak Haji sebesar
11.000 rupiah perkilonya, namun setibanya ia di kota Pangkep dengan 500 kilo
kacangnya, rupanya Pak Haji menurunkan nilai belinya menjadi Rp. 10.500,-
dengan alasan yang mengada-ada.
Dua tahun kemudian, tepatnya 3 Januari 2011, belasan petani Tompo Bulu
mengumpulkan kacang tanahnya di bawah rumah panggungnya masing-
masing. Mereka sepakat mengumpulkannya di rumah Manci untuk menjualnya
di Pasar Terong di Makassar tanpa melalui Pedagang Perantara yang kerap
mengambil untung lebih besar ketimbang si produsen sendiri, Petani!
Sudah menjelang tengah malam saat itu. Sebuah truk siap mengangkut dua ton
kacang tanah yang terkumpul. Rerata petani ini memiliki 100 hingga 300 kilo
kacang tanah yang siap diangkut.
Nak, ikutkan juga kacang tanahku. Tiba-tiba datang seorang ibu tani kepada
Manci saat orang-orang mulai sibuk menaikkan kacang tanah ke atas truk yang
disewa Rp 500 ribu untuk sekali antar...... Cuma 40 liter saja. Ia berujar lemah.
Menurutnya, Ia harus membelikan aneka kebutuhan sekolah bagi anaknya
yang kini duduk di bangku SMP di awal Januari ini.
Ada empat lembaga yang berada di bawah naungan ININNAWA. Keempat
lembaga itu adalah Perpustakaan Biblioholic, Penerbitan ININNAWA, Active
Society Institute (AcSI), dan Sekolah Rakyat Petani PAYO-PAYO. Dalam
kaitannya dengan upaya petani keluar dari rantai komoditas yang merugikan
mereka karena mekanisme nilai tambah yang lebih menguntungkan pedagang,
hubungan SRP PAYO-PAYO dengan AcSI dalam kerja-kerja pengorganisasian
rakyat memiliki secuil peran.
AcSI selama ini bekerja dalam upaya pengorganisasian pedagang pasar-pasar
lokal di Makassar dari ancaman ekspansi pasar modern dan ketidakberpihakan
pemerintah pada mereka. Hubungan para pengorganisir AcSI dengan semua
level pedagang mulai dari level mikro, kecil, dan menengah bisa dikatakan
dekat. Di lain sisi, SRP PAYO-PAYO yang selama ini mengorganisir petani di desa
Tompo Bulu telah melalui serangkaian diskusi dan beberapa percobaan
pertanian organik, pembuatan energi biogas, pembangunan bendungan mini
hingga petani ini mendirikan SRP Tompo Bulu.
Di SRP Tompo Bulu inilah, Manci mengutarakan dendam nya pada Pak Haji
untuk mencari jalan keluar bagaimana agar petani menentukan harga
komoditasnya yang layak.
Dalam diskusi yang berlangsung di SRP Tompo Bulu di awal Desember lalu,
terbersitlah nama Zainal Siko, anggota AcSI pengorganisir pedagang Pasar
tradisional, yang bisa menyambungkan dengan pedagang di Pasar Terong.
Kebetulan para petani yang menjadi anggota SRP Tompo Bulu ini pernah
bertemu dan berbincang dengan Zainal Siko saat ININNAWA merayakan satu
Dekade berdirinya tahun lalu. Malam itu juga diputuskanlah agar Karno sebagai
pengorganisir desa dari SRP PAYO-PAYO mengontak Zainal untuk mengetahui
berapa harga beli kacang tanah sekarang ini.
Setelah menghubungi Zainal Siko dan memperoleh informasi harga yang
berlaku di Pasar Terong, berangkatlah Karno ke desa Tompo Bulu. Ia harus
mengambil sampel kacang tanah Tompo Bulu untuk pedagang bisa tentukan
harga pastinya. Setelah membawanya ke Zainal dan Zainal memperlihatkan
kepada Daeng Lala (nama samaran), didapatlah harga belinya, dua belas ribu
perkilonya.
Diskusi di SRP Tompo Bulu-pun kembali berlangsung.(Dengan pengetahuan
akan harga beli yang masih disembunyikannya).
Karno Berapa Harga yang selama ini dibeli oleh pedagang perantara yang datang
ke Desa Tompobulu?
Para Petani Tujuh ribu perliter. Petani-petani ini nyaris menjawabnya serentak
Karno (Sambil tersenyum, Karno berkata kepada petani-petani ini). Kalau begitu
silahkan bapak ibu menawar harga (Najamuddin, Manci, Suleha, Supri, Samsu,
Thamrin, Heri, Misbah, dan lainnya saling pandang. Bingung dengan maksud
pertanyaan Karno).
Karno Silahkan tawar naik. (Karno masih tersenyum mengingat informasi harga
yang ditawarkan Daeng Lala relatif tinggi bagi petani ini). Di Pasar Terong,
pedagang menggunakan skala kilogram ketimbang liter. Satu kilogram sama
dengan 1,25 liter. Jadi bila harga perkilogramnya adalah 12.000 rupiah maka
dua ton kacang tanah dihargai 24 juta rupiah. Bila dikonversi ke liter, dua ton
kacang tanah akan sejumlah 2.500 liter dan harga beli pedagang Pasar Terong
berarti Rp. 9.600. Itulah mengapa Karno meminta petani ini menawar naik. Saat
itu, setelah memperhitungkan biaya transportasi dari desa Tompo Bulu (terletak
di kaki Gunung Bulu Saraung dengan ketinggian 800 mpl.) ke Pasar Terong
yang berjarak sekitar 80 kilometer diputuskanlah harga perliternya Rp. 8.000,-
. Kelebihan hasil pembelian setelah petani menerima uangnya akan masuk ke
dalam kas organisasi mereka, SRP Tompo Bulu.
Para Petani Sepakat!. (Thamrin, salah satu anggota SRP Tompo Bulu tinggal
garuk garuk kepala mengingat dirinya sudah terlanjur mengutang kepada
pedagang setempat dan tak bisa ikut menjual kacangnya di Pasar Terong).
Sejak kesepakatan malam itu, mereka lalu mengorganisir diri untuk
mempersiapkan pengumpulan kacang tanah dari para petani ini, khususnya
yang menjadi anggota SRP Tompo Bulu. Manci bertugas mengumpulkan kacang
tanah dari petani-petani yang bersedia untuk bersama-sama menjual
kacangnya. Supri mengelola keuangan. Heri mencari truk untuk membawa
kacang mereka. Petani lainnya memilih membantu Manci.
Beberapa hari setelahnya, kesibukan para petani ini sudah terlihat. Mereka
mulai mengupas kacang tanahnya. Petani-petani lain yang merasakan
keramaian serentak ini mulai bertanya-tanya kemana dan kepada siapa mereka
akan jual kacangnya. Bahkan, beberapa pedagang yang biasa berseliweran di
desa ini menjelang panen gelisah dan bertanya-tanya kepada Manci. Manci
selalu menjawabnya dengan taktis, Kami mau menjualnya sama-sama. Ia
enggan menjelaskannya lebih jauh.
Setelah kacang sudah dikupas. Rupanya ada kendala yang dihadapi. Truk yang
dijanjikan Heri tak jua datang ke desa Tompo Bulu. Sekira tiga hari kemudian
barulah truk itu datang. Dan pada malam itulah kacang-kacang yang sudah
dikarungkan ini dinaikkan ke atas truk.
Selasa, 4 Januari 2011, Pasar Terong di puncak keramaiannya. Azan Subuh
baru saja usai berkumandang. Manci, Supri, dan Karno sudah tiba di Pasar
Terong. Tepat di halaman rumah Daeng Lala pedagang pengumpul Pasar Terong
yang juga adalah ketua Persaudaraan Pedagang Pasar Terong (SADAR), bongkar
muat dan penimbangan ulang dimulai. Hasil timbangan pedagang rupanya
berbeda. Dari dugaan 2 ton, ternyata hanya 1.923 kilogram. Ini terjadi karena
susutnya berat kacang akibat menunggu 3 hari truk datang.
Saat pagi menjelang. Uang sejumlah Rp. 23.077.000,- sudah ditangan Supri.
Pembayaran tunai seperti ini merupakan kemewahan tersendiri bagi petani.
Biasanya, pedagang yang datang ke desa mereka memberi hutangan sebelum
panen tiba bahkan menentukan harga pembelian sebelum kepastian harga yang
benar-benar menguntungkan petani diputuskan. Ini adalah pengalaman paling
berharga bagi petani desa Tompo Bulu. Ketiganya kembali ke desa Tompo Bulu.
Mereka membayangkan betapa senangnya petani menerima hasil pembelian
komoditas mereka dengan harga yang pantas. Khususnya Manci, dendamnya
kepada Pak Haji sudah terbalaskan. Kini ia dan petani petani desa Tompo Bulu
memiliki akses langsung ke Pasar Terong yang merupakan pasar lokal terbesar
di kota Makassar. Sebuah pasar yang di satu sisi menghidupi banyak orang
kecil di kota Makassar dan memasok kebutuhan akan komoditas pertanian di
Indonesia Timur tapi di sisi lain terus menerus dirongrong oleh pemerintahnya
sendiri melalui serangkaian aksi penggusuran dengan alasan yang amat absurd,
tata kota untuk piala Adipura.
Dari perkiraan anggota SRP Tompo Bulu yang baru berjumlah sepuluh petani
aktif ini, jumlah kacang tanah di seluruh desa dari seluruh petaninya berkisar
250 ton setiap panen. Pengalaman di Pasar Terong ini telah mendorong para
anggota Sekolah Rakyat Petani ini berpikir untuk mengulangnya di panen
mendatang dengan melibatkan lebih banyak petani. ………………………………

Pertanyaan yang harus dijawab…..

Anda mungkin juga menyukai