Anda di halaman 1dari 4

Nama : ERINA

NIM : 161910005
Matkul : Kewirausahaan
Hari/ Tanggal : Kamis, 16 Juni 2022

Pak H. Supar merupakan seorang pengusaha yang sukses. Ia adalah orang yang sedari
muda berjualan keliling Desa. Awal mula ia ingin berjualan pada usia 16 tahun ialah
termotivasi dari bapaknya yang merupakan pedagang asongan keliling. “bapak saya dulu itu
setiap pulang jualan, uang yang didapatkan itu dihitung bersama-sama mbak dirumah bareng
emak (ibuk). Mungkin karena itu sejak kecil saya sudah bertekad untuk menjadi pengusaha”.
Sejak SLTP, setiap pulang sekolah ia selalu membantu dan menemani bapaknya yang di
pertigaan jalan yang mana tiap jam sepulang sekolah.sang bapak selalu berada di pertigaan
jalan itu. Dan mulailah SLTA ia memutuskan ia mulai berjualan sendiri. Barang yang
awalnya ia jualan pada usia 16 tahun itu ialah alat-alat sekolah yang memang dibutuhkan oleh
teman-teman di sekolahnya. “Bapak ibu saya, malah mendukung saya mbak, mengingat
keinginan saya yang besar untuk menjadi seorang pengusaha sedari kecil. Yaa namanya
orang tua mbak, pasti apa aja dilakukan demi anaknya. Apalagi saya satu-satunya anak laki-
laki.” Begitu jawabnya ketika saya menanyakan perihal respon bapak dan ibu beliau ketika
memutuskan untuk menjual barang di Sekolahnya.
Kebiasaan menjadi seorang pendagang seperti telah melekat pada jati dirinya. Selama
3 tahun, tak sedikit barang yang dijualnya. Dari mulai barang keseharian dan makanan-
makanan kue yang dibuatkan oleh ibunya. Setelah lulus SLTA, ia sempat bekerja di pabrik
pakan ayam Gresik. Selama kurang lebih 3 tahun ia bekerja disana. Di pabrik itu setiap bulan
setiap karyawan mendapat jatah bonus pakan ayam. Ide mulai bermuncul oleh H. Supar ini,ia
menyisihkan gajinya sedikitdemi sedikit untuk membeli 10 ekor ayam jantan dan betina. Ia
dibantu bapaknya mendirikan kendang ayam diteras rumah. Berjalan 2 tahun, ayam
peliharaannya semakin berkembang banyak. Hingga pada tahun 1993 ia memutuskan untuk
resign dari pabrik dan fokus menjadi peternak ayam. Di akhir tahun pada saat itu jumlah
ayam kurang lebih sudah sebanyak 150 ekor. Pakan ayam bisa ia dapatkan dengan mudah
karna langsung mengambil dari produksi pabrik tempat bekerjanya dulu.
Ia fokus menjadi seorang peternak yang sukses hingga pada tahun 1994 ia menikah
dengan tetangga desa. Setahun setelahnya ia dikarunia seorang putra. Dan Ia masih menjadi
peternak ayam dengan omset pada saat itu sebesar Rp. 150.000,- yang mana pada masanya
jumlah itu sudah terbilang banyak, hampir 2 kali lipat dari gajinya sebagai karyawan pabrik.
dulu. Baginya jual beli adalah candu. Sang istri mulai ingin mencoba untuk menekuni bidang
yang telah lama digeluti oleh sang suami ini.
Dari tabungan hasil peternakan ayam yang disisihkan oleh H. Supar, ia mendirikan
sebuah bangunan toko kelontong sederhana di teras depan rumahnya. Kebetulan juga
halaman rumah H. Supar ini terbilang cukup luas, hampir 500 Ha dan itu menambah rasa
syukur tersendiri bagi H. Supar sekeluarga yang mana menjadi faktor pendukung
keberlanjutan usahanya. Sang bapak, yang sudah mulai menua. Mulai berhenti menjadi
seorang pedagang, dan kebutuhan keseharian /biaya hidupnya sudah dijamin oleh anak-
anaknya.
Toko kelontong milik sang istri itu dibuka pada tahun 2000 silam. Tepatnya pada hari
Rabu wage bulan Mei. Ia masih sangat ingat betul masa-masa itu. Istri H. Mardiyah
menekuni bidang dan menjaga toko kelontongnya dengan tekun dan senang hati. Ia menjual
berbagai bumbu dapur mentahan, sehingga pukul 03.30 dini hari, toko ini sudah buka.
Sembako pun dijual disitu, telur yang dijualnya juga berasal dari ayam-ayam yang
diternaknya. Kedua suami istri itu saling bekerja sama.
Peternakan ayam yang semakin bertambah pesat dan memiliki hampir 300 ekor ayam
itu mulai laris dan merambah hingga ke Desa dan kelurahan sebelah. Perdagangan adalah
candu, seperti itulah mindset dari H. Supar ini, dilatar belakangi dari jauhnya pasar untuk
daging sapi dari perkampungannya yang pasti sangatlah dibutuhkan ketika musim hajatan,
sehingga tentu banyak yang kesulitan karna jarak tempuh yang lama. Itu adalah ide yang di
pertimbangkan dengan bapaknya, mengingat bapaknya sudah sangat berpengalaman
dibandingkan dengan dia.
Akhirnya, bapaknya yang pada saat itu berprofesi sebagai petani dan memiliki 5 ekor
sapi, menghibahkannya kepada H. supar sebanyak 4 ekor. Hal itu maklum, karena dalam
pandangan bapaknya, putra nya adalah seseorang yang bisa dipercaya dan bertanggung jawab
dalam bekerja. Dan memang kebanyakan sebagai warga desa tiap rumah pasti memiliki
peliharaan sapi walaupun hanya 1. Itu adalah asset mereka. H.supar sendiri telah memiliki
sapi sebanyak 2 ekor. Kemudian ia membeli lagi sebanyak 4 ekor. Dan ia memiliki 10 ekor
sapi untuk dijadikan modal sebagai pengusaha “Jagal Sapi”.
Sapi- sapi itu dirawatnya dengan sangat baik. Bersamaan dengan bukanya toko
kelontong istrinya, ia mengawali hari dengan masuk kandang-kandang tempat hewan
peliharaan kesayangannya. Toko kelontong istrinya juga kian berkembang, sehingga pada
tahun 2005 ia memutuskan untuk mencari seorang karyawan yang bisa membantunya.
Seorang ibu setengah baya dari tetangga desa sebelah. Toko itu buka pada jam 03.30 dan
tutup pada pukul 20.00, pada jam- jam sholat 5 waktu, toko nya tutup sebentar yaitu pada
pukul 11. 30-13.00 dan pukul 17.300-19.00.
Barang-barang yang dijual juga mulai bervariasi, pada tahun 2006, peralatan rumah
tangga, peralatan dapur, berbagai jenis sembako, bahan mentahan dapur, bahan- bahan dan
alat pembuatan kue, alat kosmetik kecantikan lokal mulai dijual disitu. Berbagai snack untuk
suguhan hajatan pada umumnya pun ada. Sehingga banyak pembeli yang berasal dari segala
penjuru menjadikan itu sebagai tujuan utama ketika musim hajatan. Lokasi rumahnya yang
strategis dan berada tepat di pusat pertigaan kelurahan menjadikan siapapun dan darimanapun
mudah menjangkaunya. Satu hal lagi yang di sukai dari pembeli yang akan mengadakan
hajatan ialah diporbelehkan untuk nge ‘bon’ dalam jumlah banyak. Dan bisa dibayar setelah
hajatan telah usai. Tentu itu menjadi kabar bahagia bagi mereka yang mungkin masih
kesusahan membayar sebelum hajatan karna keterbatasan biaya.
Selang 2 tahun kemudian, ia mulai mendirikan usaha penggilingan padi dan juga hasil
panen. Sebanyak 5 orang buruh dipekerjakan disitu untuk membantunya. 1 orang diantara
mereka adalah suami dari wanita yang bekerja di toko istri H. Supar. Usahanya kian pesat,
usaha penggilingan padi yang sudah buka dari pukul 14.00 sampai tengah malam itu terlihat
tidak pernah sepi dari transaksi warga, begitupun toko kelontongnya.
Tak lama kemudian, karna jumlah ayamnya yang kian banyak. Ia memutuskan untuk
mendirikan kendang ayam yang jaraknya 1km dari rumahnya dan berada di area persawahan
perbatasan desa. Jumlah ayam yang kurang lebih sebanyak 3000 an itu dipindahkan. Dan h.
supar menata kandangnya dengan baik serta terawatt hingga sampai kini. Itu tak jauh dari
kelahiran putra keduanya.
Renovasi kendang sapi pun ia lakukan pada tahun 2007, ia memperluas kandangnya
sebanyak 3 kali lipat, dan membeli lagi sapi dengan jumlah yang banyak. Ia memperkejakan
lagi 3 orang untuk menghandle itu. Kemudian pada tahun yang sama di akhir tahun ia juga
memperluas bangunan penggilingan padinya. Toko kelontong yang masih terbilang sempit
saat itu dan barang dagangan yang semakin bervariasi tentu snagatlah sesak dan hanya bisa
dimasuki oleh 1 pembeli saja yang ingin melihat-lihat ke dalam. Dan akhirnya pada saat itu
karena pembangunan belum selesai, ia masih menggunakan ruang tamu sebagai toko
cadangannya yaitu tempat aneka jajanan snack, dan minuman serta baju-baju keseharian,
seperti daster, baju bayi, dan baju anak-anak.
2 tahun berikutnya ia mendirikan bangunan yang besar dan luas, juga tinggi di
seberang rumahnya. Bangunan itu dikerjakan selama setengah tahun dengan desain dan
penata tata letak yang modern serta minimalis. Sangat nyaman walaupun dihuni oleh banyak
pelanggan. Kini, toko itu juga semakin mengembangkan barang dagangannya, mereka
menambahkan fashion wanita pria untuk segala usia, peralatan bayi lengkap, obat-obatan
untuk persawahan dan pertamabakan, alat-alat untuk persawahan, alat kosmetik dari berbagai
merk, segala jenis minuman, alat kebersihan, berbagai jenis alat plastic untuk hajatan dan
non hajatan, dan bahkan alat tulis lengkap juga tersedia. Pada tahun ini jumlah ayam beliau
sudah mencapai 5000 ekor, dan 47 sapi. Dan omset kotor hampir 100 juta tiap bulannya.
Hambatan beliau dalam usaha tentu banyak, pemeriksaan hewan peliharaan untuk
menjaga kualitas kesehatan hewan itu selalu rutin dilakukan. Tetapi adakalanya hewn
terjangkit virus dan mati massal secara tiba- tiba. Harga sembako, dan bahan makanan,
seperti bumbu dapur yang naik turun tentu juga menjadi kebingungan bagi H. supar dan
istrinya, karena takut terjadi hal- hal yang bahkan menjadikan rugi. Harga beras yang murah
juga seringkali menjadikan macet dalam perputaran usaha penggilingan padinya.
Ketika saya tanyai beliau mengenai kepuasan telah sampai pada titik ini, beliau
menjawab “pengusaha tidak akan pernah mengenal kata puas, keberuntungan selalu menjadi
ingin kita lebih jauh melangkah lagi dan mengepakkan sayap lebih luas lagi. Kuncinya adalah
tetap bersyukur, selalu kurang dan merasa tidak pernah cukup adalah sifat manusia pada
umumnya, dan jangan sampai kita diperdaya oleh hal-hal seperti itu. Jadikanlah bekerja
sebagai sarana untuk menunggu waktu sholat”
Harapan kedepannya adalah dengan usahanya ia dapat lebih mempermudah orang
disekitarnya, dan menjadikan perekonomian Desa lebih baik dengan memperkejakan orang-
orang disini. Serta sebagai asset dirinya dan keluarganya untuk masa yang akan datang.

Anda mungkin juga menyukai