Anda di halaman 1dari 12

Bedah Pengalaman

1. Pamella Supermarket

SEJARAH BERDIRINYA PAMELLA

Keturunan Pengusaha

Noor Liesnani adalah anak pertama dari 4 (empat) bersaudara yang dilahirkan dan dibesarkan oleh
orang tua, tinggal bersama sebuah keluarga besar yang dihuni 3 (tiga) kepala keluarga. Masing-
masing keluarga tersebut memiliki usaha sendiri diantaranya: Perusahaan batik, perhiasan imitasi,
agen bedak Yayi (terkenal pada waktu itu), dan toko perlengkapan kepanduan (pramuka).

Di samping itu Sunardi Syahuri (suaminya) dilahirkan di sebuah desa dimana sebagian besar
penduduknya memiliki perusahaan tenun ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) yang memproduksi
stagen, handuk dan kain lap. Demikian halnya kedua orang tua Sunardi Syahuri yang mempunyai
perusahaan tesebut dengan beberapa karyawan/wati. Dengan kata lain Noor Liesnani maupun
Sunardi Syahuri, keduanya merupakan keturunan pengusaha di tempat asalnya masing-masing.

Usaha yang Pernah Dijalankan Orang Tua

Menginjak usia 8 (delapan) tahun, Noor Liesnani dan keluarganya memisahkan diri dari lingkungan
keluarga besar tersebut dan menempati rumah baru yang terletak di Jalan Kusumanegara
Yogyakarta.
Sementara itu, sisa lahan/tanah pada bangunan rumah baru tersebut dimanfaatkan oleh Ayah dan
Ibunya untuk membuka usaha baru yang jauh berbeda dengan usaha sebelumnya yaitu: penjualan
ikan segar (kolam), peternakan ayam, penjualan tanaman hias dan buah-buahan, dan penggilingan
padi.

Pengalaman Pahit dengan Bank

Hampir semua modal usaha Ayahnya berasal dari pinjaman bank, dan dengan itu berbagai macam
usahapun terus maju dan bekembang. Pada tahun 1970, Ayahnya jatuh sakit sampai akhirnya
meninggal dunia dan semua usaha yang dirintis selama itu mengalami kerugian sehingga akhirnya
menjadi hancur dan berantakan dikarenakan tidak ada yang mengelola.
Singkat cerita Noor Liesnani dan Ibunya harus berjuang sekuat tenaga untuk melunasi semua hutang
kepada bank yang dirasa sangat memberatkan. Dengan adanya kejadian tersebut, seorang Noor
Liesnani yang pada waktu itu berusia 15 (lima belas) tahun dan sedang duduk di bangku SMP
berpendapat bahwa bekerja dengan modal pinjaman dari bank itu sangat menakutkan bahkan dia
sampai mempunyai anggapan miring bahwa bank itu jahat. Oleh karena itu dia pernah berjanji
dengan ungkapan “Apabila besok saya bekerja, tidak akan meminjam modal dari bank”.
Secara kebetulan, suaminya Sunardi Syahuri yang notabene seorang Mubaligh berpendapat bahwa
bunga bank itu haram hukumnya, maka jadilah usaha mereka yaitu Warung Pamella dalam hal
permodalan tanpa menggunakan kredit bank.

Memulai Usaha Baru bersama Ibu

Sejak peristiwa tersebut, Noor Liesnani yang tepatnya duduk di kelas 2 (dua) SMP berjuang keras
bersama Ibunya untuk memenuhi kebutuhan keluarga dan 3 (tiga) adiknya yang masih SD dan TK,
ditambah harus berpikir mencari uang untuk melunasi hutang bank tersebut.

Adapun usaha pertama yang dilakukannya yaitu berdagang pakaian dengan sistem door to door
(pintu ke pintu) di luar jam sekolah, sementara Ibunya menjahit pakaian di rumah. Beruntunglah
Noor Liesnani, karena Ayahnya masih memilki sepetak sawah seluas 400 meter persegi yang
diharapkan hasil dari penjualannya dapat digunakan sebagai modal usaha sehingga insyaAllah bisa
menjadi sukses dan hutang bank pun dapat dilunasi. Selanjutnya dengan penuh tekad dan semangat
didirikanlah warung kelontong yang diberi nama “FLORA” dan berukuran 5 x 6 meter, terletak di
Jalan Kusumanegara 121 Yogyakarta. Alhamdulillah warung kecil tersebut makin berkembang dan
barang dagangannya pun semakin lengkap, dan pada akhirnya bisa melunasi semua hutang bank.
Seiring dengan berkembangnya warung tersebut, berarti membutuhkan perhatian yang lebih dari
sebelumnya sampai pada suatu saat secara tidak sadar mengakibatkan aktivitas sekolah Noor
Liesnani menjadi terganggu, bahkan ketika duduk di kelas 3 (tiga) SMA, dia tidak bisa mengikuti ujian
akhir (EBTA), sehingga ijazah SMA pun tidak dimilikinya. Setelah memutuskan diri untuk keluar dari
dunia sekolah, Noor Liesnani memusatkan pikiran dan tenaganya untuk pengembangan usahanya,
salah satunya dengan memperluas ukuran warung menjadi 5 x 15 meter.

Memulai Hidup Baru dan Membuka Usaha Sendiri

Pada tahun1975, Noor Liesnani menikah dengan Sunardi Syahuri yang waktu itu masih kuliah di IAIN
Sunan Kalijaga sekaligus mengajar di STM Muhammadiyah sebagai tenaga honorer. Setelah
keduanya melakukan perundingan dan mendapat persetujuan dan dorongan dari keluarga di
samping adik-adiknya sudah bisa membantu Ibunya, maka mereka diminta untuk membuka usaha
sendiri.
Sejak itulah, tepatnya pada tanggal 14 September 1975 (sehari setelah Ulang Tahun yang ke 20)
mereka berdua mendirikan warung baru dengan nama PAMELLA tepat di samping barat FLORA
dengan ukuran 5 x 5 meter dengan modal awal sebesar Rp 150.000,- (senilai emas 60 gram) yang
merupakan pinjaman dari Ibunya.
Sebagian orang barangkali mempertanyakan kenapa warung tersebut dinamakan PAMELLA,
sesungguhnya nama itu diambil dari namanya sendiri yaitu NOOR LIESNANI PAMELLA. Niat mereka
berdua dalam bekerja adalah semata-mata ibadah kepada Allah, karenanya dalam benak pikiran
mereka bila nanti usahanya berhasil, maka langkah pertama adalah menunaikan zakat, dilanjutkan
hewan qurban, dan berharap kelak bisa menunaikan ibadah haji berdua.
PERKEMBANGAN USAHA PAMELLA DAN PERUBAHAN SISTEMNYA

Perluasan Areal Usaha

Waktu bergulir demikian cepatnya, karena kerja keras dan keuletan, Pamella terus berkembang,
sehingga pada tahun 1978 diperluas arealnya menjadi 5 x 15 meter dan mulai memiliki beberapa
pegawai, karena sebelumnya hanya mereka berdua yang mengerjakan semuanya mulai dari order
sampai penjualan. Alhamdulillah berkat hasil kerja keras, rajin menabung, dan do’a, sehingga pada
tahun 1979 untuk pertamakalinya mereka dapat menunaikan Ibadah Haji ke tanah suci. Kemampuan
membiayai Ibadah Haji tersebut tidak terlepas dari hikmah kejadian KNOP (Kebijaksanaan Nopember
1978) dimana harga emas melambung tinggi tiap gramnya dari Rp 2.500,- menjadi Rp 6.000,- dan
barang-barang kebutuhan sehari-hari pun meningkat tajam layaknya krisis moneter 1997. Dan
hubungan baik Noor Liesnani dan suaminya kepada supplier berbuah keuntungan, yaitu mereka bisa
mendapat barang-barang dengan harga lama sebelum ada kepastian kenaikan dan kesempatan
tersebut tidak dibuang begitu saja dengan membelanjakan seluruh uang untuk kepentingan
tersebut, tentu saja dengan konsekuensi untuk sementara toko ditutup sampai ada kepastian
mengenai harga.
Selama mereka berdua berada di tanah suci menunaikan Ibadah Haji, toko Pamella tetap dibuka dan
sementara dikelola Bapak mertuanya. Sepulang dari haji, ternyata menuai hasil yang memuaskan,
dagangan dan uang tabungan makin meningkat sehingga mereka memutuskan untuk menyisihkan
sebagiannya untuk membeli tanah baru (untuk pendirian Pamella Dua). Di samping itu mereka juga
memperluas toko yang terletak di Jalan Kusumanegara untuk kedua kalinya menjadi 5 x 30 meter,
dan pada tahun 1984, mengingat makin berjubelnya konsumen dan larisnya dagangan, maka
bangunan tersebut ditingkat menjadi 2 (dua) lantai. Ternyata dengan kondisi tersebut, pada tahun
1994 mengharuskan untuk membangun kembali sehingga menjadi 4 (empat) lantai (lantai 1-3 untuk
toko sedang lantai 4 untuk gudang).
Setelah mencapai 3 (tiga) lantai, tidak menyurutkan semangat mereka untuk terus berusaha dan
berdo’a mudah-mudahan suatu saat diberi tambahan rezeki oleh Allah. Alhamdulillah bulan Maret
2000, mereka diberi kekuatan oleh Allah untuk membeli tanah seluas 1650 meter persegi dan
kebetulan sekalipun tanah tersebut terletak di sebelah barat toko lama, namun pada bagian
belakang dapat bersambungan. Sebagian tanah yaitu 540 meter persegi digunakan untuk perluasan
swalayan (mulai beroperasi 1 Oktober 2000) dan sisanya dimanfaatkan untuk area parkir demi
kenyamanan konsumen khususnya yang berkendaraan roda empat karena sebelumnya sebagian
besar konsumennya hanya berkendaraan roda dua.

Pendirian Cabang-Cabang Pamella

Selain melakukan perluasan dan pembangunan Pamella yang berada di Jalan Kusumanegara, mereka
juga terus menabung agar bisa membeli tanah. Dan diharapkan dari tanah-tanah yang telah terbeli
tersebut dapat didirikan Cabang-Cabang Pamella. Berikut ini akan disajikan tabel yang memuat data
lengkap mengenai waktu pendirian, alamat, dan luas area masing-masing Pamella hingga saat ini.

Pamella Satu, 14 September 1975, Jl. Kusumanegara 135-141, awal berdirinya luas tanah 385 m2
dan bangunan 25 m2. Saat ini luas tanah 2.000 m2, bangunan tiga lantai 385 m2, dan bangunan
supermarket 540 m2.

Pamella Dua, 14 September 1981, Jl. Pandean 16 Yogyakarta, awal berdirinya luas tanah 765 m2 dan
bangunan 60 m2. Saat ini luas bangunannya menjadi 310 m2.

Pamella Tiga, 05 Februari 1993, Jl. Wonocatur 377 Bantul Yogyakarta, awal berdirinya luas tanah
1.137 m2 dan bangunan 126 m2. Saat ini luas bangunannya menjadi 712 m2 dan dua lantai.

Pamella Empat, 22 Januari 1996, Jl. Pramuka 84 Yogyakarta, awal berdirinya luas tanah 359 m2 dan
bangunan 175 m2. Dan pada tahun 2000 menjadi 565 m2 (dua lantai), dan saat ini sudah tiga lantai.

Pamella Lima, 05 Agustus 1995, Jl. Tegal Turi 69 Yogyakarta, awal berdirinya luas tanah 73,5 m2 dan
pada tahun 1996 telah diserahkan kepemilikannya kepada putri sulungnya yang berbasis manajemen
sama.

Pamella Enam, 01 Januari 1999, Jl. Raya Candi Gebang CC Sleman Yogyakarta, awal berdirinya luas
tanah 900 m2 dan bangunan 700 m2 dan pada tahun 2005 tanahnya menjadi 3000 m2 dan
bangunan menjadi 1.600 m2.

Pamella Tujuh, 01 September 2002, Bromonilan Purwomartani Kalasan Sleman, awal berdirinya luas
tanah 1.420 m2 dan bangunan 900 m2.

Dan terhitung hingga Oktober 2009, alhamdulillah Pamella telah memiliki unit-unit usaha lain seperti
SPBU Pamella (Jl. Lowanu), Toko Besi Pamella, Pamella Barber shop, Pamella Futsal, dan Pamella
Beauty Centre.
Selanjutnya masih berkaitan dengan pengembangan cabang-cabang Pamella, Noor Liesnani dan
suaminya mempunyai cara tersendiri (strategi khusus) dalam memilih lokasi usaha karena menurut
mereka salah satu penentu keberhasilan bisnis ritel ditentukan pada ketepatan pemilihan lokasi.
Beberapa hal yang dianggap perlu menjadi pertimbangan adalah:
1. Lokasi yang padat penduduk dan sering dilalui kendaraan maupun pejalan kaki.
2. Terletak di pinggir jalan yang 2 (dua) arah (tidak seperti ringroad yang searah dan di tengahnya
ada pembatas jalan).
3. Diutamakan dekat dengan pasar (kurang lebih 1 kilometer).
4. Lokasi tidak di tengah kota, karena di samping mahal juga kesulitan mencari lahan untuk
perluasan. Ditambah lagi dengan keinginan mereka agar dapat menanamkan modal seminimal
mungkin untuk meraih omzet yang maksimal.
5. Mengamati kondisi sosial ekonomi masyarakat yang ada di sekitar lokasi.

Perubahan Management System

Ada pepatah mengatakan “Berubah atau engkau akan tersingkir/mati”. Sepintas pepatah tersebut
sederhana, namun sesungguhnya mempunyai makna yang syarat dengan himbauan untuk terus
melakukan perubahan. Suatu ketika, toko Pamella mendapat kehormatan untuk bisa mengikuti
pelatihan manajemen Mini Market (gratis/tidak dipungut biaya) pada tanggal 24-29 April 1995 yang
diselenggarakan oleh Departemen Koperasi bekerjasama dengan HERO Supermarket dan Yayasan
Prasetya Mulya (YPM).

Menurut Noor Liesnani, pelatihan ini sangat berkesan dan bermanfaat bagi dirinya yang setelah
sekian lama menekuni bisnis (20 tahun), untuk pertamakalinya dia mendapatkan pelajaran bisnis,
terutama yang disampaikan oleh Bapak Untung dan Bapak Cahyo (keduanya dari HERO). Dalam
pelatihan tersebut tidak hanya diberikan teori saja namun juga tutorial (pembimbingan) di lapangan
mengenai bagaimana mengatur lay out dan space management swalayan dan sumber daya manusia.

Berawal dari pelatihan selama 5 (lima) hari inilah, Noor Liesnani mendapat banyak ilmu, informasi,
saran, dan pengalaman terkait dengan pengelolaan swalayan yang memberikan inspirasi baginya
untuk melakukan perubahan demi perubahan. Dengan berbekal hal-hal tersebut, maka dia
mengambil keputusan untuk secara bertahap mempraktekkan sistem swalayan di seluruh toko
Pamella (waktu itu keempat toko miliknya belum menggunakan sistem swalayan). Lebih khusus
untuk Pamella Satu yang terdiri dari 3 (tiga) lantai dengan luas 1.000 meter persegi, pada Desember
1995 lantai pertama digunakan untuk swalayan, dan setelah diberlakukan perubahan tersebut
omsetnya pun makin meningkat.

Dan sejak Pamella mengalami perubahan manajemen (swalayan dan SDM), banyak kemudahan yang
didapatkan, karena semula sebelum Pamella memberlakukan sistem tersebut, praktis seluruh
pekerjaan mulai dari mencari barang, pricing (memberi harga), keuangan, karyawan, dan lain
sebagainya dikerjakan olehnya, tentunya bersama sang suami. Upaya yang dilakukannya adalah
memulai membimbing dan mengangkat karyawan agar memiliki ketrampilan dan kemampuan dalam
manajemen swalayan dengan memberi tugas dan tanggungjawab tertentu yang berbeda satu sama
lain, sehingga diharapkan dapat saling bekerjasama untuk meraih tujuan yang sama yakni
pengembangan Pamella.

Ternyata semangat Noor Liesnani untuk mempraktekkan ilmu yang diperolehnya dari pelatihan
tersebut mendapat apresiasi yang baik dari Departemen Koperasi khususnya, sebagai penyelenggara
kegiatan. Oleh karenanya dalam suatu kesempatan, pada tanggal bulan April 1996 secara simbolis
Menteri Koperasi Bapak Subiyakto Cokrowardoyo yang didampingi beberapa konglomerat nasional
seperti Sudwikatmono dan Sofyan Wanandi meresmikan Pamella Swalayan.

Selanjutnya yang tidak kalah penting, Sunardi Syahuri dan Noor Liesnani Pamella yang dikaruniai 5
(lima) orang anak yaitu dr. Liza Aditya Sari, Muhammad Subhan Khadafi, Lc.(sedang kuliah S2 di IIU
Malaysia), Noor Saif Muhammad Mussafi, M.Sc., Wildan Zia Muhammad Dani (sedang kuliah di FE
UII dan Fakultas Filsafat UGM), dan Himmatunnafida Noor Afifa (sedang sekolah di Madrasah
Mu´allimaat Muhammadiyah), memiliki semboyan hidup yang senantiasa dipegang teguh yaitu kerja
keras, taat beribadah, selalu berdo’a, hemat, sederhana, ikhlas, dan jujur. Demikian, semoga tulisan
ini bisa memberikan manfaat dan dapat menjadi inspirasi munculnya kebaikan bagi pembacanya.
merupakan salah satu "retail store" di Yogyakarta, Indonesia yang dirintis oleh pasutri Sunardi
Syahuri dan Noor Liesnani Pamella pada 14 September 1975 M (08 Ramadhan 1395 H)

VISI

Menciptakan brand image Pamella Swalayan Supermarket sebagai trend supermarket muslim di
Daerah Istimewa Yogyakarta.

MISI

1. Berusaha menerapkan sistem ekonomi yang Islami.


2. Membantu upaya pemerintah dalam menyelesaikan masalah pengangguran dengan
menyediakan lapangan pekerjaan yang layak.
3. Berupaya meningkatkan kualitas SDM Pamella Swalayan Supermarket sedemikian sehingga
memiliki pola hidup dan sikap yang Islami.
4. Senantiasa memperbaiki management system Pamella Swalayan Supermarket menuju
profesional.
5. Memperluas jaringan bisnis melalui ikatan kemitraan dengan UKM dan koperasi.

Curriculum Vitae

Identitas
Nama : Noor Liesnani Pamella
Tempat/Tgl.lahir : Yogyakarta, 13 September 1955
Nama Suami : Sunardi Syahuri
Alamat Rumah : Jl. Ipda Tut Harsono 3 Yogyakarta 55165
Pekerjaan : Wiraswasta (Retailer Pamella Swalayan Supermarket)
Jabatan : Owner dan General Manager
Alamat Kantor : Jl. Kusumanegara 135-141 Yogyakarta 55165
Telp. (0274) 541466 / Fax. (0274) 582866
Hobi : Jalan-Jalan
Motto : Bisa bermanfaat untuk orang banyak
Semboyan : Kerja keras, taat beribadah, selalu berdo’a, hemat,
sederhana, ikhlas, dan jujur

Riwayat pendidikan
SD Taman Siswa Yogyakarta lulus tahun 1968
SMP Muhammadiyah II (putri) Yogyakarta lulus tahun 1971
SMA Negeri 3 Padmanaba Yogyakarta lulus tahun 1974

Pengalaman Organisasi (sampai sekarang)


1. Pengajian dan Arisan Ibu-Ibu As Sakinah, Ketua
2. Forum Shalihaat, Wakil Ketua
3. Jaringan Pengusaha Muslim Indonesia (JPMI) DIY, Penasehat
4. Persaudaraan Muslimah (Salimah), Penasehat
5. Yayasan Amal Usaha Muslim Yogyakarta (YAUMY), Anggota
6. Forum Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Kota Yogyakarta, Seksi Dana Usaha
Prestasi
1. Juara I Lomba Display Susu Ultrajaya Tingkat Nasional. (1990)
2. Pengusaha Kecil Tangguh Terbaik, versi Departemen Koperasi DIY. (Juli 1995)
3. Launching Pamella Swalayan sebagai pengusaha kecil yang cepat dalam merespon pelatihan
manajemen mini market (Yayasan Prasetya Mulya dan Hasil Pertemuan Konglomerat Nasional di
Jimbaran) oleh Subiyakto Cokrowardoyo (Menteri Transmigrasi dan Koperasi) dan konglomerat
Nasional seperti Sudwikatmono, Sofyan Wanandi, dan Ciputra. (April 1996)
4. Pengusaha Kecil Berprestasi Tingkat Nasional, Penyerahan Hadiah oleh Presiden RI Soeharto di
Istana Bogor. (1997)
5. Penghargaan sebagai Pengusaha atas jasa-jasanya dalam Usaha Kesejahteraan Sosial dan
Pembangunan Sosial, versi GKR. Hemas. (2002)
6. Nara Sumber dalam Workshop Nasional bertajuk “Kiat Sukses Usaha dengan Menabung” bersama
Safir Senduk (Perencana Keuangan Nasional) yang diselenggarakan oleh Kementrian Kebudayaan
dan Pariwisata RI. (Juli 2004)
7. Pengusaha Ritel yang mencapai target Nasional untuk produk Sariayu, mendapat hadiah Tour ke
Eropa dan pertemuan langsung dengan CEO Sariayu Ibu Martha Tilaar. (2004)
8. Nara Sumber dalam Seminar Nasional dan Bedah Buku “Kisah Sukses Pebisnis Muslimah
Indonesia” (Dipilih 8 Pengusaha Muslimah di Indonesia) yang diselenggarakan oleh Multitama
Publisher di Masjid Salman Institut Teknologi Bandung. (Juli 2005)
9. Masuk dalam 5 Top Rank Pengusaha Ritel Lokal DIY dalam hal omzet, versi Nutricia, Unilever, dan
Indomarco. (2005)

Seminar dan Talkshow


1. Nara Sumber dalam Workshop Nasional bertajuk “Kiat Sukses Usaha dengan Menabung” bersama
Safir Senduk (Perencana Keuangan Nasional) yang diselenggarakan oleh Kementrian Kebudayaan
dan Pariwisata RI. (Juli 2004)
2. Penyaji dalam Workshop Enterpreanurship Alumni Career Center UII bersama Sekjend PITI Bapak
Budi Setyagraha di kampus terpadu UII Jalan Kaliurang. (21 Mei 2005)
3. Nara Sumber dalam Seminar Nasional dan Bedah Buku “Kisah Sukses Pebisnis Muslimah
Indonesia” (Dipilih 8 Pengusaha Muslimah di Indonesia) yang diselenggarakan oleh Multitama
Publisher di Masjid Salman Institut Teknologi Bandung. (2 Juli 2005)
4. Nara sumber dalam Seminar Bisnis Retail untuk karyawan PT. Medco Energi Jakarta di Hotel Melia
Purosani Yogyakarta. (10 September 2005)
5. Nara sumber dalam Talk Show Kewirausahaan KOPMA UIN di Aula II UIN. (22 September 2005)
6. Nara sumber dalam Talk Show dengan tema “Meraih Prestasi Tertinggi” yang diselenggarakan
Center of Excelent Student (CES) di FMIPA UNY. (29 September 2005)
7. Trainer Bisnis Ritel dalam Pelatihan Keombudsmanan DIY di Hotel Puri Artha. (30 September 2005)
8. Nara sumber dalam Talk Show “Enrich Our Ramadhan with Entrepreneurship” di Fakultas
Pertanian UGM. (15 Oktober 2005)
9. Trainer Entrepreneurship dalam Pelatihan SDM Departemen Pertanian di Hotel Mutiara
Yogyakarta. (14 November 2005)
10. Pembicara dalam ceramah “Kewirausahaan” memperingati hari ibu di Balai Pengobatan Penyakit
Paru-Paru Depkes DIY. (17 Desember 2005)
11. Nara sumber dalam Seminar Bisnis bersama Owner Papa Ronz Pizza yaitu Bapak Hidayat dengan
tema “How to be Moslem Millionaire” yang diadakan oleh Green Leaf Semarang di Hotel Muria
Semarang. (29 Januari 2006)
12. Penyaji dalam Bincang Bisnis yang diselenggarakan SMP 5 Yogyakarta dengan tema “Kiat
Wirausaha” bertempat di SMP 5 Yogyakarta. (25 Februari 2006)
13. Nara sumber dalam Talk Show bersama Dirut PT. Sido Muncul dan Motivator Andreas Hareva
dengan tema: “Memulai, Mengelola, dan Mengembangkan Usaha” yang diselenggarakan oleh Bank
Indonesia (BI) bertempat di Aula BI. (22 Maret 2006)

2. Waroeng Steak

Jody Brotosuseno (lahir di Jakarta, 03 Maret 1974; umur 41 tahun) beserta istrinya Siti Haryani adalah
pemilik dan pendiri Waroeng Steak & Shake. Usaha ini dimulai di teras rumah kontrakan oleh Jody
Brotosuseno dan istrinya Siti Hariyani (Aniek) di Jalan Cenderawasih no. 30 Yogyakarta tanggal 4
September 2000. Sebelumnya ayah Jody telah lebih dulu di dunia bisnis restoran steak atau bistik
bernama Obonk Steak di Yogyakarta untuk kelas menengah atas. Jody dan Anik kemudian membuka
restoran untuk kelas bawah. Jody Brotosuseno memilih nama Waroeng sebagai nama tempat yang
mereka dirikan bukan restoran atau kafe yang nampak mewah untuk menarik minat mahasiswa.
Waroeng Steak & Shake menyediakan nasi untuk dimakan dengan steak (bukan kentang, kacang
panjang, wortel atau jenis makanan lain yang biasa dimakan bersama steak). Waroeng Steak and Shake
sekarang sudah mempunyai 48 cabang yang tersebar di seluruh Indonesia diantaranya di Medan,
Pekanbaru, Palembang, Lampung, Bandung, Jakarta, Bogor, Semarang, Solo, Yogyakarta, Bali, Surabaya
dan Makassar telah memiliki 1.000 orang karyawan yang tersebar di berbagai cabang di Indonesia. Jody
menyumbangkan sebagian keuntungan usaha itu dipakai untuk mendanai Rumah Tahfidz, pesantren
penghafal Al Quran dengan santri hampir 2.000 orang dan mendanai tujuh Rumah Tahfidz.

Dalam 15 tahun terakhir, Jody Brotosuseno sudah mencoba berbagai usaha. Peruntungan
berbuah di usaha kuliner dengan merek dagang Waroeng Steak and Shake. Kini, ia punya
50 gerai Waroeng Steak and Shake di sejumlah kota.
Ia juga memiliki belasan gerai untuk unit usaha lainnya. Paling sedikit 1.000 pekerja
mendapatkan kegiatan sekaligus penghasilan dari seluruh unit usahanya.

Pencapaiannya hari ini tentu tidak diraih dalam semalam. Bersama istrinya, Siti
Handayani alias Aniek, Jody berkali-kali merasakan jatuh bangun berbisnis. Hal itu
bukan hal mudah karena modal mereka terbatas dan belum ada investor pada awal
membangun usaha.
Memang banyak orang pada awalnya tidak akan percaya Jody bekerja keras membangun
bisnis. Hal itu tidak lepas dari latar belakang keluarganya, pemilik jaringan restoran
Obonk Steak and Ribs.

Meski ayahnya, Sugondo, pemilik jaringan restoran yang punya lebih dari 60 gerai itu,
Jody tidak mendapat perlakuan istimewa. Ia menerima gaji sebagai pegawai biasa di
jaringan restoran tersebut. Apalagi Jody bertekad Mandiri sejak menikahi Aniek pada
1998.
Dengan gaji itu, Jody dan Aniek tahu mereka butuh pendapatan lebih baik. Dengan ijazah
terakhir setingkat SMA, sangat sulit mendapat peluang kerja jika harus melamar ke
tempat lain. Jody dan Aniek akhirnya membulatkan tekad menjadi pebisnis. Agar bisa
fokus, mereka sepakat meninggalkan bangku kuliah. Jody meninggalkan pendidikannya
pada Jurusan Arsitektur, Universitas Atma Jaya Yogyakarta, pada semester delapan.

Sambil bekerja di Obonk, Jody mencoba berjualan aneka makanan. Awalnya berjualan
susu segar, lalu roti bakar dan jus buah. Namun, bisnis itu terpaksa berhenti karena
peralatannya banyak diambil orang.

Jody juga berjualan kaus partai politik. Pada Pemilu 1999, jumlah partai membengkak
dari tiga menjadi 48 partai. Jody melihat peluang itu dan memanfaatkan dengan berjualan
kaus berlambang partai politik. Hasil penjualan, antara lain, digunakan untuk mengontrak
rumah di kawasan Demangan, Yogyakarta.

Selepas pemilu, Jody dan Aniek berpikir lagi mencari tambahan. Kelahiran anak pertama,
Yuga Adiaksa, membuat kebutuhan bertambah. Akhirnya pasangan itu memutuskan
berjualan steik, seperti yang sudah dilakukan keluarga Jody. Namun, pasangan itu tidak
meniru konsep Obonk Steak.

Mereka memilih mahasiswa dan pelajar sebagai target pasar. Untuk merek usaha, mereka
memilih nama Waroeng Steak and Shake. Gerai pertama dibuka di teras rumah mereka
karena tidak ada dana untuk menyewa tempat. ”Saya pilih istilah warung untuk
menegaskan pesan makan steik di sini tidak mahal,” ujar Jody seperti dilansir Harian
Kompas.

Namun, mereka terbentur modal untuk memulai usaha. Kala itu, Jody dan Aniek hanya
punya uang Rp 100.000. Akhirnya, Jody menjual motor dan hasilnya dipakai untuk modal
awal Waroeng Steak. Ketika baru mulai, Jody mengurus dapur dan melayani pembeli,
sementara Aniek menjadi kasir. Namun, warung itu tidak langsung ramai. ”Pernah sehari
cuma dapat bersih Rp 30.000,” ujarnya.

Pembeli masih sepi, antara lain karena warung itu belum terkenal. Selain itu, masyarakat
juga masih menganggap steik makanan mahal. ”Pembeli memberi masukan agar warung
saya lebih disukai. Saya dengar masukan mereka,” ujarnya.

Jody membuat spanduk besar dengan warna mencolok di depan gerainya. Di spanduk
dicantumkan harga steik yang murah. Ia juga mempromosikan warungnya lewat
selebaran. Tidak butuh lama, warung Jody mulai ramai pembeli dari kalangan mahasiswa
dan pelajar. ”Malah kami mulai kewalahan,” ujarnya.

Kala itu, Waroeng Steak and Shake baru punya 10 hotplate dan lima meja. Saat ramai, tak
jarang pembeli terpaksa menunggu meja kosong. Bahkan, Jody beberapa kali terpaksa
mengambil hotplate setelah pembeli selesai makan tetapi masih duduk di meja. Sebab,
hotplate akan dipakai untuk memenuhi pesanan pembeli lain.

Pelan-pelan, Jody menambah peralatan. Ia juga merekrut pegawai untuk melayani


pembeli yang semakin banyak. ”Setahun sejak buka di Demangan, kami membuka satu
cabang lagi,” ujarnya.
Untuk pembukaan gerai kedua, Jody mengajak kerabat dan temannya menanam modal
dengan pola bagi hasil. Pola itu dipakainya sampai gerai kedelapan. Di gerai kesembilan
dan seterusnya, Jody mendanai sendiri. ”Asal bisa menyesuaikan inovasi dengan
kebutuhan pasar, bisa berkembang terus. Masukan pelanggan selalu kami perhatikan,”
tuturnya.

Masukan pembeli tetap diandalkan dalam pertimbangan pengembangan usaha. Menu-


menu baru dihadirkan untuk menyesuaikan permintaan pelanggan. Meski bermerek
Waroeng Steak and Shake, gerai-gerai Jody juga menyediakan menu dengan bahan utama
nasi. Padahal, steik biasanya disantap dengan kentang goreng.

Saat Waroeng Steak and Shake semakin berkembang, Jody kembali membuat keputusan
untuk berkonsentrasi penuh. Ia tinggalkan Obonk agar bisa sepenuhnya mengurus
Waroeng Steak and Shake. Sejak 2002, ia fokus mengembangkan Waroeng Steak and
Shake yang terus menambah gerai.

Konsentrasinya membawa hasil menggembirakan. Kini, ia mengelola 50 gerai Waroeng


Steak and Shake di sejumlah kota. Ia juga membuka gerai aneka makanan dengan
bendera Festival Kuliner. Bisnis kulinernya dilengkapi dengan Waroeng Penyetan dan
Bebaqaran serta delapan gerai waralaba merek lain. Ia juga merambah bisnis olahraga
dengan membuka arena futsal.

Meski yakin pasar Indonesia masih terbuka sangat luas, Jody sudah mulai mempersiapkan
ekspansi ke luar negeri. Untuk pasar luar negeri, Waroeng Group akan menggunakan pola
waralaba. ”Untuk pengembangan pasar Indonesia, kami berusaha dikelola sendiri dengan
dana sendiri,” ungkapnya.

Wajar ia yakin bisa mendanai sendiri pembukaan gerai baru. Dalam salah satu kuliah
umum di Yogyakarta terungkap, salah satu gerainya di Yogyakarta beromzet rata-rata Rp
500 juta per bulan. Padahal, ia mengoperasikan puluhan gerai.

Namun, tidak semua dinikmati sendiri oleh Jody. Salah satu gerainya di kawasan
Gejayan, Yogyakarta, didedikasikan untuk kegiatan amal. Seluruh keuntungan dari gerai
itu dipakai untuk mendanai rumah Tahfidz, pesantren penghafal Al Quran dengan santri
hampir 2.000 orang. Selain dari gerai itu, Jody juga menyumbangkan sebagian
keuntungan dari unit usaha lainnya untuk mendanai tujuh rumah Tahfidz yang
dikelolanya. ”Saya dibantu teman-teman, tidak menanggung sendiri,” ujarnya merendah.

Jody memang selalu tampak bersahaja dan merendah. Jika bertemu sepintas, sama sekali
tidak terlihat sosok orang muda pemilik bisnis beromzet puluhan miliar rupiah per bulan.
Bisnis yang dibangun dengan kerja keras sendiri, bukan warisan. Kerja keras dalam 12
tahun mengantarnya dari pemuda yang batal jadi arsitek tetapi menjadi raja steik. (as)
3. Dosen FTSP
Dr. Zaenal Mustofa Elqodri, MM yang saat ini menjabat sebagai Ketua Program Pascasarjana FE UII
(UII Peroleh Penghargaan Satya Lencana Karya Satya dari Presiden)
PROFIL
Nama Lengkap : ZAENAL ARIFIN, S.T., M.T.
E-Mail : zaenal-1ORzaenal-2
PENDIDIKAN :

Universitas Islam Indonesia, Indonesia-S1 Tahun (1995)


University Indonesia, Indonesia-S2 Tahun (2002)

KEPAKARAN :

Manajemen Konstruksi

AKTIVITAS SAAT INI :

Dosen Tetap
Staf Ahli Laboratorium Bahan Konstruksi Teknik

PENELITIAN :

Strategi Lelang dan Markup Pada Dunia Jasa Konstruksi di Daerah Istimewa Yogyakarta.
Studi Faktor-Faktor Yang Terkait Dengan Pertumbuhan Bisnis Perumahan di Sleman.

PUBLIKASI :

Tinjauan Terhadap Sistem Penjaminan Kegagalan Bangunan Pada Proyek Gedung, 2011, Prosiding
Seminar Nasional BMPTTSSI-KoNTekS 5, di FT-USU Medan, ISBN:979-612-244-8.
Studi Identifikasi Faktor-Faktor Yang Terkait Dengan Pertumbuhan Bisnis Perumahan Di Sleman,
2007, Penelitian Sain Dan Teknologi Logika Volume 4 Nomor 1.
Studi Analisis Modifikasi Metode Rantai Kritis Dengan Empat Konstrain Melalui Pendekatan
Algoritma Zijm Dan Alat Bantu Program Primavera Project Planner (P3), 2006, Aplika Vol. 6 No. 2.
Strategi Lelang Dan Mark-Up Pada Dunia Jasa Konstruksi Di Daerah Istimewa Yogyakarta, 2006,
Wahana Teknik Vol. 8 No. 2.

PENGALAMAN :

Merancang Design Masjid An-Nur, Lokasi: Jlagran Kel. Pringgokusuman Kec. Gedongtengen
Yogyakarta.
Perencanaan Pembangunan Gedung Pendidikan Yayasan As-Sakinah Pesantren Hidayatullah.

MATA KULIAH DIAMPU :

Kewirausahaan Bisnis Jasa Konstruksi


Analisis Investasi dan Resiko Proyek
Metode Pelaksanaan Bangunan

Selama persiapan tim UII mendapat bimbingan dosen yang berkompeten di bidang pasar modal
dari UII seperti Dr. Zaenal Arifin M.Si, Drs. Abdul Moin MBA, dan Arif Singapurwoko MBA.

Anda mungkin juga menyukai