PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Isu kemiskinan merupakan hal yang lazim dibicarakan pada negara
berkembang seperti di Indonesia. Kemiskinan di Indonesia ini perlu dituntaskan
secepatnya guna mendorong masyarakat yang maju. Dilaporkan oleh BPS pada
bulan Maret 2018, jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per
kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan) di Indonesia mencapai 25,95 juta
orang (9,82 persen), berkurang sebesar 633,2 ribu orang dibandingkan dengan
kondisi September 2017 yang sebesar 26,58 juta orang (10,12 persen). Persentase
penduduk miskin di daerah perkotaan pada September 2017 sebesar 7,26 persen,
turun menjadi 7,02 persen pada Maret 2018. Sementara itu, persentase penduduk
miskin di daerah perdesaan pada September 2017 sebesar 13,47 persen, turun
menjadi 13,20 persen pada Maret 2018. Selama periode September 2017–Maret
2018, jumlah penduduk miskin di daerah perkotaan turun sebanyak 128,2 ribu
orang (dari 10,27 juta orang pada September 2017 menjadi 10,14 juta orang pada
Maret 2018), sementara di daerah perdesaan turun sebanyak 505 ribu orang (dari
16,31 juta orang pada September 2017 menjadi 15,81 juta orang pada Maret
2018).1
Masalah kemiskinan ini merupakan masalah yang multidimensi atau bisa
dibilang sangat kompleks. Guna mengatasi masalah yang multidimensi seperti ini
dibutuhkan peranan semua pihak termasuk masyarakat miskin sendiri dalam
proses pembangunan dan pemanfaatan hasil pembangunan guna menurunkan
angka kemiskinan secara optimal. Dengan adanya rancangan Nawacita dalam
RPJMN 2015-2019 yang di tuangkan dalam dalam visi-misi Presiden Joko
Widodo dan Wakil Jusuf Kalla mengubah Political Will pemerintah terkait
penangulangan kemiskinan. Dalam Nawacita terdapat dua dimensi yang paling
berkaitan dengan kemiskinan yaitu dimensi pembangunan manusia dan dimensi
pemerataan dan kewilayahaan. Program-program yang mendukung terwujudnya
dimensi tersebut adalah Program Indonesia Pintar, Program Indonesia Sehat, dan
1
Profil Kemiskinan di Indonesia Maret 2018 No. 57/07/Th. XXI, 16 Juli 2018
Program Perumahaan Rakyat.
Proritas dari dimensi pembangunan, pemerataan dan kewilayahaan agar
masyarakat mendapat pemerataan pendapatan, kesenjangan pembangunan dan
pembangunan antarwilayah. Pada dasarnya pengentasan kemiskinan tidak hanya
menjadi tanggung jawab pemerintah semata, tetapi diperlukan juga kesadaran dan
kemauan yang kuat serta tanggung jawab dari masyarakat miskin itu sendiri untuk
berupaya bagaimana meningkatkan pendapatan.
Beralih dari dimensi-dimensi yang diberikan oleh pemerintah, Islam telah
lama meberikan solusi guna mengatasi kemiskinan. kemiskinan merupakan
masalah terbesar dalam Islam karena banyak keburukan di dalamnya. Kemiskinan
akan menyebabkan seorang muslim membahayakan akidah dan mengubah
akhlaknya yang akhirnya terganggu ketenteraman masyarakat. Kemiskinan
menyebabkan lahirnya problematika yang akan menganggu akhlak seorang
muslim seperti, kelaparan, penyakit, kebodohan, lemah kemampuan
mengeksplorasi sumber daya alam yang kemudian membiarkan pihak asing dalam
mengekporasi sumber daya alam di negaranya. yang selanjutnya menurunkan
prasarana dan produksi daerah daerah. Ini akan menyebabkan menurunnya
pemasukan, perawatan kesehatan dan pendidikan hingga menyebabkan
keterbelakangan peradaban. Islam datang dengan menilai kemiskinan ini sebagai
bencana dan musibah yang di tanggulangi dan di mohon kepada Allah dari
keburukanya. Bukan sebaiknya dibiarkan tanpa diberikan jaminan akan kehidupan
yang layak. Islam mengajarkan cara untuk menagulangi kemiskinan salah satunya
dengan himbauan bekerja dan membelanjakan kebutuhan secara sederhana. Selain
itu Islam juga mewajibkan bagi masyarakat yang telah memenuhi kebutuhan
pokoknya untuk berzakat, shadaqoh sunnah, dan lain lain yang termasuk dalam
kategori pembentukan sistem jaminan sosial. Sehingga melalui sistem tersebut
dapat pengembalian distribusi penghasialan dalam ekonomi.
Kemiskinan tidak dapat hanya diatasi dengan perpindahan kepemilikan
semata, namun juga harus melalui solidaritas individu, niat yang tulus, dan rasa
cinta. Sebeb tidak ada satu pun yang benar hanya sekedar penyerahan barang
tetapi hatinya dipenuhi kebencian, ekpolitasi dan perendahan. Islam melarang
mengungkit ungkit pemberian kepada seseorang dan menyakiti hati penerima
shadaqah, kedua hal itu yang menjadikan pahala shadaqah menjadi batal, dan
hanya membuang buang uang.
Jika dikelola dengan baik zakat dapat menjadi salah satu factor bagi
perbaikan kondisi ekonomi masyarakat, karena dengan adanya distribusi zakat
akan terjadi pertumbuhan kesejahteraan pada golongan penerima zakat. 2 Potensi
tersebut tentunya telah disadari oleh pemerintah, hal ini terlihat dengan adanya
dasar hukum / Undang-Undang tentang zakat yang salah satu diantaranya adalah
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat. Untuk
mendorong terlaksananya Undang-Undang tersebut pemerintah juga telah
memfasilitasi dengan dibentuknya BAZNAS yang bertugas untuk mengelola
zakat, infaq dan sedekah di setiap daerah yang berada di wilayah Indonesia.3
Dalam pelaksanaannya Undang-Undang Pengolahan Zakat belum berfungsi
maksimal sebagai penangulangan kemiskinan di Indonesia. Maka dari problem
tersebut makalah ini akan mengangkat judul Kesiapan Politik Hukum Indonesia
Dalam Konsep Zakat Produktif Guna Mengurangi Angka Kesenjangan
Sosial.
2. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut artikel ini akan merumuskan masalah
mengenai bagaimana kesiapan politik hukum Indonesia guna mendorong
terbentuknya perundang-undangan tentang zakat supaya produktif dalam
mengurangi angka kesenjangan sosial.
2
Umrotul Khasanah, (2010). Manajemen Zakat Modern: Instrumen Pemberdayaan Ekonomi Umat.
Malang: UIN-Maliki Press, Hal. 49
3
Nafiah, L. (2015). Pengaruh Pendayagunaan Zakat Produktif Terhadap Kesejahteraan Mustahiq Pada
Program Ternak Bergulir Baznas Kabupaten Gresik. eL-Qist: Journal of Islamic Economic and Business
(JIEB), 5(1), 929-942.
BAB II
PEMBAHASAN