Anda di halaman 1dari 17

TUGAS DIFRAKSI CAHAYA PADA CELAH TUNGGAL

Oleh, 1. Putu Agus Arik feryawan (0804405052) 2. David Budiman Hutomo (0804405068)

JURUSAN TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS UDAYANA 2011

RANGKUMAN

Dari dasar pemikiran para ilmuan tersebut yang telah meneliti terlebih dahulu dan diyakini kebenarannya, kami berusaha membuktikan fenomena yang dikemukakannya melalui percobaan gelombang mikro yang merupakan salah satu jenis dari gelombang elektromagnetik. Difraksi adalah penyebaran gelombang, contohnya cahaya, karena adanya halangan. Semakin kecil halangan, penyebaran gelombang semakin besar. Hal ini bisa diterangkan oleh prinsip Huygens. Pada animasi pada gambar sebelah kanan atas terlihat adanya pola gelap dan terang, hal itu disebabkan wavelet-wavelet baru yang terbentuk di dalam celah sempit tersebut saling berinterferensi satu sama lain. Berkas cahaya melalui sebuah celah sempit, maka cahaya akan tersebar dan berkas-berkas yang terdifraksi akan saling berinterferensi akan membentuk suatu pola bayangan pada layar, fenomena ini adalah fenomena sederhana mengenai difraksi (Jenskin, 1957). Fenomena difraksi tidak lepas dengan fenomena interferensi, karena polapola yang terbentuk pada layar adalah pola yang terjadi akibat interferensi destruktif maupun konstruktif, sehingga menghasilkan daerah yang gelap dan daerah yang terang. Dalam dunia spektroskopi, difraksi sangat banyak diaplikasikan. Secara sederhana adalah difraksi dengan cahaya tampak untuk mengetahui panjang gelombang cahaya tampak (Tippler, 1991). Contoh lain adalah difraksi sinar-x, atau yang lebih dikenal dengan difraksi Bragg, digunakan untuk spektroskopi suatu unsur yang terkandung dalam suatu material atau dapat juga untuk menentukan jarak kisi serta orientasi suatu Kristal (Kittel, 2005).

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Sejak sekitar 60 tahun yang lalu, telah diperlihatkan bahwa cahaya berperilaku sebagai gelombang. Maxwell, didasari oleh perhitungan kecepatan gelombang elektromagnetik, mengatakan bahwa cahaya pasti merupakan gelombang elektromagnetik. Gelombang elektromagnetik pertama kali di bangkitkan dan dideteksi secara eksperimental oleh Heinrich Hertz (1857-1894) di tahun 1887. Hertz menggunakan perangkat celah-bunga-api dimana muatan digerakkan boalk-balik dalam waktu singkat, membangkitkan gelombang berfrekuensi sekitar 109 Hz. Ia mendeteksi gelombang tersebut dari suatu kejauhan dengan menggunakan loop kawat yang bisa membangkitkan ggl jika padanya terjadi perubahan medan magnet. Gelombang ini kemudian dibuktikan merambat dengan kelajuan cahaya 3,00108 m/s dan menunjukkan karakteristik gelombang seperti pemantulan, pembiasan, polarisasi, difraksi dan interferensi

(Giancoli,2001). Dari dasar pemikiran para ilmuan tersebut yang telah meneliti terlebih dahulu dan diyakini kebenarannya, kami berusaha membuktikan fenomena yang dikemukakannya melalui percobaan gelombang mikro yang merupakan salah satu jenis dari gelombang elektromagnetik. Difraksi adalah penyebaran gelombang, contohnya cahaya, karena adanya halangan. Semakin kecil halangan, penyebaran gelombang semakin besar. Hal ini bisa diterangkan oleh prinsip Huygens. Pada animasi pada gambar sebelah kanan atas terlihat adanya pola gelap dan terang, hal itu disebabkan wavelet-wavelet baru yang terbentuk di dalam celah sempit tersebut saling berinterferensi satu sama lain.

1.2 Rumusan Masalah Dalam tugas paper ini hal yang akan dibahas adalah mengenai, bagaimana penerapan difraksi cahaya menggunakan metode difraksi pada celah tunggal. Dan pembahasan mengenai difraksi cahaya dari efek terrain yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari.

1.3 Batasan Masalah Batasan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Penelitian difokuskan untuk mengkaji pola difraksi pada celah tunggal dengan menggunakan cahaya monokromatis. 2. Sumber cahaya yang digunakan dalam penelitian ini adalah cahaya laser. 3. Celah difraksi yang digunakan merupakan celah tunggal. 4. Difraksi yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan prinsip difraksi Fraunhofer.

BAB II METODOLOGI

2.1 Teori Klasik Pada akhir tahun 1600-an, muncul pertanyaan apakah cahaya itu merupakan suatu gelombang atau partikel. SIR ISAAC NEWTON menyatakan bahwa cahaya adalah partikel. Sedangkan pada saat yang sama HUYGENS berpendapat bahwa cahaya adalah gelombang. Pada saat itu teori gelombang tidak dapat menjelaskan polarisasi karena gelombang yang dikenal oleh para ilmuwan bergerak secara pararel. Sementara itu, Newton kesulitan menjelaskan tentang fenomena interferensi cahaya. Penjelasan Newton menjelaskan adanya sifat gelombang (wavelike property) dalam penjelasan partikel. Reputasi Newton dan adanya kesulitan menjelaskan tentang polarisasi, menyebabkan para ilmuwan menganggap teori partikel lah yang paling benar. Padahal pada 1803, THOMAS YOUNG sudah menganalisa jenis baru dari interferensi menggunakan teori gelombang. Teori gelombang, pada akhirnya diterima setelah seorang ilmuwan Perancis, AUGUSTIN FRESNEL, mendukung ide dari Young. Fresnel mendukung ide Young dengan perhitungan matematik (1815) dan memperkirakan adanya efek baru yang mengejutkan. Ahli matematika Irlandia, SIR WILLIAM HAMILTON, mengklarifikasi hubungan antara gelombang dan partikel dengan mengembangkan teori yang melibatkan optic dan mekanik. Teori Hamilton menjadi penting dalam perkembangan mekanik kuantum. Selama waktu antara Newton dan Fresnel, ilmuwan-ilmuwan

mengembangkan tehnik matematika untuk menjelaskan fenomena gelombang dalam zat cair dan benda padat. Fresnel dan penggantinya berhasil menggunakan tehnik matematika ini untuk membuat sebuah teori Tentang gelombang transversal yang akan menjelaskan fenomena polarisasi. Sebagai akibatnya, teori gelombang dapat diterima.

Kemudian elektromagnetik.

JAMES

CLERK

MAXWELL teori

memulai gelombang.

percobaan Maxwell

Percobaanini

meruntuhkan

menunjukkan bahwa listrik dan magnet saling mempengaruhi, seperti adanya gelombang yang dapat merambat melalui udara. Kemudian Maxwell berhasil menemukan beberapa persamaan (The Four Maxwells Equations) untuk menjelaskan electromagnet. Persamaan Maxwell ternyata bersesuaian dengan persamaanpersamaan sebelumnya tentang cahaya. Teori Maxwell juga berhasil mengungkap kecepatan cahaya. GUSTAV HERTZ, ilmuwan Jerman, mendeteksi electromagnet pada frekuensi yang lebih rendah (dari perkiraan teori Maxwell). Hertz memastikan kebenaran dari teori Maxwell. Maxwell meninggalkan sebuah persoalan yang tidak terpecahkan tentang teori gelombang. Pada tahun 1900, MAX PLANCK memecahkan masalah tersebut. Dia menyatakan keberadaan dari kuantum cahaya (light quantum), sejumlah energi yang kemudian diketahui sebagai photon.

2.2 Teori Modern Teori Planck tetap bertahan demikian sampai EINSTEIN menunjukkan cara menjelaskan efek foto elektrik. Menurut Einstein, kecepatan electron yang dipancarkan tidak tergantung dari intensitas cahaya, namun tergantung dari frekuensi electron-elektron tsb. Einstein akhirnya berpendapat tentang dualisme cahaya, yaitu cahaya dipandang sebagai gelombangmaupun sebagai partikel. Teori dari Einstein bersesuaian dengan Planck. Sampai dua decade kemudian, para ilmuwan tetap menganggap semua teori fisika bersesuaian dengan teori Planck. Semua teori ini adalah benar pada masanya, karena masing-masing teori didukung dengan sejumlah percobaan. Teori-teori yang ada kemudian saling melengkapi satu sama lain. Walaupun demikian, teori-teori terpenting dihasilkan oleh Maxwell dengan 4 persamaannya, Planck, dan Einstein dengan teori kuantumnya. Berkas cahaya melalui sebuah celah sempit, maka cahaya akan tersebar dan berkas-berkas yang terdifraksi akan saling berinterferensi akan membentuk

suatu pola bayangan pada layar, fenomena ini adalah fenomena sederhana mengenai difraksi (Jenskin, 1957). Fenomena difraksi tidak lepas dengan fenomena interferensi, karena polapola yang terbentuk pada layar adalah pola yang terjadi akibat interferensi destruktif maupun konstruktif, sehingga menghasilkan daerah yang gelap dan daerah yang terang. Dalam dunia spektroskopi, difraksi sangat banyak diaplikasikan. Secara sederhana adalah difraksi dengan cahaya tampak untuk mengetahui panjang gelombang cahaya tampak (Tippler, 1991). Contoh lain adalah difraksi sinar-x, atau yang lebih dikenal dengan difraksi Bragg, digunakan untuk spektroskopi suatu unsur yang terkandung dalam suatu material atau dapat juga untuk menentukan jarak kisi serta orientasi suatu Kristal (Kittel, 2005). Beberapa penelitian tentang difraksi dan interferensi telah memberikan gambaran yang jelas mengenai kegunaan difraksi dalam bidang spektroskopi. Sutini pada tahun 2003, menggunakan difraksi Fraunhofer untuk menentukan panjang gelombang laser diode merah, hasilnya didapatkan l = 675,3 0,5nm. Riyanti pada tahun 2003, melakukan penelitian interferensi menggunakan cermin Lloyd, hasil yang didapati l = 463,6 171,5 nm untuk lampu pijar wolfram, l = 568,5306nm untuk lampu merkuri, l = 633,4 4,8 nm untuk laser He-Ne, serta l = 646,3 4,9 nm untuk laser diode merah. Penelitian selanjutnya mengenai interferensi dan difraksi dilanjutkan oleh Sugito pada tahun 2005, yaitu dengan interferensi celah banyak dandidapatkan l = 634,4 1,6 nm untuk laser He-Ne dan l = 645,0 1,6nm untuk 1 laser diode merah. Selanjutnya Satoto pada tahun 2006 dengan menggunakan interferometer Fabry-Parot diperoleh hasil l = 653 2 nm untuk laser diode merah, l = 634,81,3nm untuk laser He-Ne serta l = 552 3 nm untuk laser diode hijau. Pada penelitian ini akan dilakukan pengamatan perbandingan pola difraksi Fraunhofer dengan menggunakan lensa sebagai pemfokus dengan difraksi Fraunhofer tanpa menggunakan lensa pemfokus.

BAB III POKOK BAHASAN

3.1 Pengertian

Difraksi oleh tepi tajam Difraksi atau pembelokkan (pelenturan) cahaya merupakan salah satu cara untuk menguji apakah cahaya merupakan suatu gelombang. Difraksi cahaya sebenarnya sudah ditemukan sejak pertengahan abad ke-17 oleh Fransesco Grimaldi. Namun baru 10 tahun setelah penemuan Young, orang mengakui bahwa cahaya mempunyai sifat gelombang. Augustin Fresnel dan Francois Argo menunjukkan sederetan percobaan difraksi dan interferensi yang menyimpulkan bahwa cahaya adalah gelombang. Gambar 5.1 merupakan suatu tepi tajam yang menghalangi sumber cahaya dengan layar.

Jika tidak ada difraksi kita mengharapkan pada layer akan gelap. Namun kenyataannya pada layer terdapat pola gelap dan terang, pola-pola tersebut timbul karena adanya peristiwa pelenturan (difraksi) cahaya oleh tepi tajam tersebut. Difraksi oleh celah tunggal Apabila suatu cahaya dengan panjang gelombang mengenai suatu celah sempit, maka menurut Christian Huygens setiap titik pada celah dapat dianggap sebagai sumber gelombang cahaya yang memancar ke segala arah dengan sudut fase yang sama dan kecepatan yang sama pula. Kalau di depan celah pada suatu jarak tertentu ditempatkan suatu layer, maka pada layer akan terbentuk suatu pola difraksi (lenturan cahaya) sebagai akibat yang

ditimbulkan oleh interferensi dari sumber-sumber cahaya tersebut yang berasal dari celah itu.

Sinar laser merupakan gelombang elektromagnetik yaitu bentuk gelombang yang berupa rambatan medan listrik dan medan magnet di mana arah dari medan listrik, medan magnet, serta arah rambatannya saling tegak lurus. Pada gelombang elektromagnetik dikenal istilah vector Poyenting, yaitu suatu besaran vector yang menggambarkan besar energi persatuan waktu persatuan luas, didefinisikan sebagai :

Dimana S : Vektor Poyenting (Watt/m2) 0 m : Permeabilitas ruang hampa (Wb/A.m) E : Vektor medan listrik (N/C) B : Vektor medan magnet (Wb/m2) Persamaan untuk gelombang elektromagnetik jika arah rambatannya dalam arah sumbu x adalah :

Maxwell mendapatkan bahwa m/det).

,c adalah kecepatan cahaya (3.108

Karena E dan B harus selalu tegak lurus, maka nilai dari vektor poyenting adalah :

Intensitas dari gelombang elektromagnetik didefinisikan sebaga rata-rata dari vector poyenting maka dari persamaan (5.3) didapatkan:

sehingga dapat disimpulkan : Intensitas dari cahaya sebanding dengan kuadrat amplitudo dari medan listrik. Pada Gambar 5.3 celah tunggal kita bagi menjadi elemen-elemen kecil sebanyak N buah elemen yang masing- masing elemen berjarak Dx . Gambar 5.4 adalah perbesaran dari salah satu elemen dan menggambarkan jalannya sinar.

Pada Gambar 5.4 terlihat bahwa beda lintasan optis anatara kedua sinar yang terpisah pada jarak Dx adalah Dx .sinq , dari hubungan: beda fase = beda lintasan optis (5.5) 2

sehingga beda fase antara kedua sinar tersebut:

Karena sinar laser bersifat koheren dan monokromatik maka amplitude dan frek uensi sinarsinar yang berasal dari celah tersebut sama namum memiliki fase yang berbeda. Sehingga besar total dari amplitude medan listrik yang jatuh pada layer dengan menggunakan prinsip superposisi merupakan jumlah dari amplitude masing- masing sinar yang berasal dari celah, amplitude medan listrik yang jatuh pada titik P maka akan didapatkan Gambar 5.5. Jika lebar setiap elemen celah kita terus perkecil sampai menuju nol maka akan terdapat jumlah elemen celah mendekati tak terhingga, pada kondisi ini maka penjumlahan vector medan listrik akan menjadi seperti Gambar 5.6.

Perhatikan Gambar 5.6 dari rumus geometris pada lingkaran didapatkan:

dengan menggabungkan persamaan (5.7) dan persamaan (5.8) didapatkan:

dengan menggunakan persamaan (5.4) diperoleh:

Sehingga didapatkan rumus intensitas pola difraksi oleh celah tunggal :

Dari persamaan (5.11) intensitas minimum akan terjadi jika:

Dan dari persamaan (5.6),

sehingga :

maka didapatkan rumus untuk pola difraksi minimum :

Jika

maka

Jadi pada

yang berarti q = 0o , intensitasnya mencapai maksimum yang

disebut dengan terang pusat. Terang yang terjadi selain terang pusat disebut terang sekunder, terjadi jika :

Dimana

untuk mendapatkan jawaban dari persamaan di atas kita memplot dua buah grafik y = x dan y = tan x dan mencari titik potong keduanya (lihat Gambar 5.7).

Dari Gambar 5.7 di atas didapatkan titik perpotongannya pada : X = 1.43 , 2.495 , 3.47 , 4.479 . Gambar 5.8, 5.9, 5.10 merupakan pola distribusi intensitas difraksi oleh celah tunggal dengan perbandingan lebar celah dan panjang gelombang cahaya 1, 5 dan 10.

BAB IV KESIMPULAN

1. Pada pengukuran lebar celah untuk difraksi, dipenagruhi oleh beberapa factor, yaitu : jarak celah- layar, jarak pola pusat/sekunder, konstanta untuk maksimum sekunder (yang terakhir khusus untuk pola terang sekunder). 2. Difraksi adalah peristiwa pelenturan cahaya dengan sumber cahaya tunggal. 3. Besarnya pola difraksi berlawanan dengan lebar celah. Jika celah dilebarkan maka pola difraksi akan mengecil, demikian pula sebaliknya. 4. Pola difraksi dapat diamati bila sumber cahaya monokromatis dan koheren. minimum/maksimum dari terang

REFERENSI

Alonso, M. & Finn, E. J.1992. Dasar-Dasar Fisika Universitas, Jilid 2, edisi 2, Terjemah : L. Prasetyo & Ir.K.Hadi. Jakarta : Erlangga.Bass,

Michael.1995.Handbook Of Optic.McGraw-Hill: New York

Jenkins, F.A. & White, H.E. 1957. Fundamentals of Optics. Tokyo : McGraw-Hill International Book Company. Kittel, Charles.2005.Introduction to Solid States.

John Wiley and Son:New York Miller, F. & Schrocer, D. 1987. College Physics, Edisi 6, New York :

Riyanti Nurani, One.2003.Analisis Pola Keluaran Interferometri Young Menggunakan Cermin Lloyd. Skripsi jurusan Fisika FMIPA UNDIP:Semarang

Rossi,Bruno.1957.Optics.Addison-Wesley, Reading: Massachusetts

Satoto,Dwi.2006.Pengukuran Interferometer Fabry-Perot.

Panjang

Gelombang

Sinar

Laser

dengan

Skripsi jurusan Fisika FMIPA UNDIP:Semarang Sugito,Heri.2005.Pengukuran Panjang Gelombang Sumber Cahaya Berdasar Pola Interferensi Celah Banyak.

Skripsi jurusan Fisika FMIPA UNDIP:Semarang Sutini.2003.Analisis Pola Difraksi Frounhofer Untuk Menentukan Panjang Gelombang Suatu Sumber Cahaya.

Tjia, M.O. 1993. Gelombang. Bandung : Penerbit ITB.

Wangsness,R. K.1979.Electromagnetic Field.John Wiley and Son:New York

Anda mungkin juga menyukai