Anda di halaman 1dari 319

1

BAB 1
HAKEKAT CAHAYA

1-1. Sejarah Singkat


Sejak kemunculan ilmu pengetahuan modern di abad keenam belas dan ketujubelas,
cahaya telah digambarkan baik sebagai partikel maupun gelombang suatu model yang tidak
kompak masing-masing yang berjaya pada suatu periode tertentu diantara masyarakat ilmiah
saat itu. Di abad keduapuluh, sifat dualisme cahaya; yaitu cahaya sebagai gelombang dan
partikel, menjadi jelas. Untuk beberapa saat pernyataan yang membingungkan mengenai hal ini,
dirujuk sebagai dualitas gelombang-partikel, memotivasi pemikiran ilmiah terbesar pada saat
ini untuk mendapatkan suatu pemecahan terhadap model cahaya yang tampaknya berlawanan.
Penyelesaian dicapai melalui elektrodimanika kuantum, salah satu struktur teori yang paling
berhasil dalam fisika.
Dalam bagian selanjutnya, kita akan mempelajari secara ringkas beberapa point-point
penting dari perkembangan ini. Beberapa bidang fisika ditinjau sebagai bagian dari optika
kelistrikan dan kemagnetan, dan fisika atom akan dilibatkan dalam pembahasan ini. Ini berarti
bahwa pemecahan yang diperoleh juga merupakan unifikasi dari beberapa pemahaman-kita
mengenai dunia fisika. Hasil akhirnya adalah bahwa cahaya dan partikel subatomik, seperti
elektron, keduanya ditinjau sebagai maniferstasi materi atau energi di bawah himpunan prinsip
formal yang sama.
Di abad ketujuhbelas, penganjur utama teori partikel cahaya adalah Isaac Newton,
seorang ahli besar yang membangun ilmu mekanika dan gravitasi. Dalam tulisannya Optics,
Newton secara jelas memandang sinar cahaya sebagai arus partikel-partikel sangat kecil yang
2
dipancarkan dari suatu sumber cahaya dan bergerak dalam garis lurus. Walaupun Newton sering
menentang secara tegas melawan hipotesis yang diusulkan sebagai fakta atau hukum tanpa melalui
pengamatan atau eksperimen, disini dia mengadopsi suatu hipotesis partikel, dengan
mempercayainya cukup berdasar fenomena. Hal penting dalam tinjauannya adalah pengamatan
bahwa cahaya dapat menghasilkan bayangan tajam suatu benda, tidak seperti gelombang air dan
bunyi, yang melengkung di sekitar penghalang yang berada di lintasanya. Pada saat yang sama,
Newton memahami gejala tersebut yang sekarang dirujuk sebagai cincin Newton. Pola cahaya
seperti itu tidak mudak dijelaskan dengan memandang cahaya sebagai arus partikel yang bergerak
dalam garis lurus. Namun demikian, Newton mempertahankan hipotesis partikelnya dan
menjelaskan gejala tersebut dengan suatu gerak periodik yang disebabkan oleh gaya atraktif dan
repulsive yang dipengaruhi oleh materi penghalang. Kemasyuran Newton sebagai seorang ilmuwan
sedemikian hingga pendapatnya mendominasi pengetahuan pada jamanya.
Christian Huygens, seorang ilmuwan Belanda sejaman dengan Newton, memperjuangkan
pandangan (dalam tulisanya Light) bahwa cahaya adalah suatu gerak gelombang, yang menyebar
keluar dari suatu sumber cahaya ke segala arah dan merambat melalui suatu medium elastik
yang disebut ether. Ia terkesan oleh fakta eksperimen bahwa ketika dua berkas cahaya
bersilangan, mereka muncul tanpa perubahan, tepat seperti dalam kasus dua gelombang air dan
bunyi. Dengan mengadopsi teori gelombang, Huygens dapat menurunkan hukum pemantulan
dan pembiasan dan juga dapat menjelaskan pembiasan ganda di dalam calcite.
Seratus tahun setelah publikasi Newton mengenai Optics, fisikawan Inggris Thomas Young
menampilkan suatu eksperimen meyakinkan yang membutuhkan suatu interpretasi gelombang,
yang mendukung teori gelombang dari cahaya. Eksperimen tersebut berupa eksperimen celah
ganda, dimana sebuah layar tak tembus cahaya dengan dua lubang kecil berdekatan disinari
oleh cahaya monokromatik dari sebuah sumber kecil. Bayangan yang teramati membentuk
suatu pola interferensi seperti yang dihasilkan oleh gelombang air.
Kemenangan teori gelombang berlanjut sampai abab keduapuluh. Namun sampai akhir
abad kesembilanbelas, terdapat keraguan kecil apakah cahaya, seperti kebanyakan bidang
fisika klasik, telah dipahami secara benar. Kami menyebutkan beberapa konfirmasi yang lebih
signifikan.

3
Pada 1821 Augustin Fresnel mempublikasikan hasil eksperimen dan analisisnya, yang
mensyaratkan bahwa cahaya adalah suatu gelombang transversal. Berdasar analisis ini,
pembiasan ganda di dalam calcite dapat dipahami sebagai suatu gejala polarisasi cahaya.
Diasumsikan bahwa gelombang cahaya di dalam ether adalah longitudinal, seperti bunyi di
dalam suatu fluida, yang tidak dapat mendukung getaran transversal. Untuk masing-masing dari
kedua komponen cahaya terpolarisasi, Fresnel mengembangkan persamaan Fresnel, yang
menyatakan amplitudo cahaya pantul dan transmisi di perbatasan antara bidang yang
memisahkan dua medium optik.
Dengan bekerja dalam bidang kelistrikan dan kemagnetan, James Clerk Maxwell
menyatukan prinsip-prinsip elektromagnetik yang sudah terkenal ke dalam empat persamaan
Maxwell. Persamaan ini menghasilkan suatu prediksi kelajuan gelombang elektromagnetik di
dalam ether yang selanjutnya merupakan ukuran kelajuan cahaya, hal ini menyarankan sifat
elektromagnet cahaya. Selanjutnya cahaya dipandang sebagai suatu bagian dari spektrum
radiasi gelombang elektromagnetik. Eksperimen dari Albert Michelson dan Edward Morley
(1887), yang berusaha mendeteksi secara optik gerak bumi di dalam ether, dan teori relativitas
khusus dari Albert Einstein (1905) merupakan tonggak penting dalam sejarah pemahaman
cahaya. Mereka memberi kontribusi berarti pada kesimpulan bahwa ether adalah argumen yang
dilebih-lebihkan dan tidak terbukti. Masalah yang berkaitan dengan getaran transversal dari
suatu gelombang di fluida maka ditinggalkan.
Jika abad kesembilanbelas menempatkan teori gelombang dari cahaya pada suatu
landasan yang kuat, namun landasan ini runtuh bersamaan berakhirnya abad kesembilanbelas.
Kontroversi gelombang partikel semakin menguat. Sekali lagi, kami hanya menyebutkan secara
singkat beberapa peristiwa penting. Kesulitan-kesulitan teori gelombang terlihat dalam gejala
yang melibatkan interaksi cahaya dan materi. Pada 1900, di awal abad keduapulah, Max Planck
mengumumkan; pada pertemuan Masyarakat Fisika Jerman, bahwa dia dapat menurunkan
spectrum radiasi benda hitam yang benar hanya dengan membuat asumsi bahwa atom-atom
memancarkan cahaya dalam paket-paket energy diskret bukannya secara kontinyu. Maka
lahirlah quata dan mekanika kuantum. Menurut Planck, energi E dari suatu paket radiasi
elektromagnetik adalah proporsional dengan frekuensi radiasi, ,
E h (1-1)

4
dimana konstanta kesebandingan, konstanta Planck, mempunyai nilai sangat kecil
34
6,63 10 Js. Lima tahun kemudian, dalam tahun yang sama bersamaan dia mempublikasikan
teori relativitas khusus, Albert Einstein menawarkan suatu penjelasan efek fotolistrik, pancaran
electron dari suatu permukaan logam ketika disinari cahaya. Pusat dari penjelasan ini adalah
konsep cahaya sebagai suatu aliran foton yang mempunyai energy terkait dengan frekuensi yang
dinyatakan oleh Planck, persamaan (1-1). Kemudian pada 1913 fisikawan Denmark Niels Bohr
menggabungkan kuantum radiasi dalam penjelasannya mengenai proses emisi dan absorpsi
atom hydrogen, yang member dasar fisis bagi pemahaman spectrum hydrogen. Sekali lagi pada
1922, Arthur Compton yang menjelaskan hamburan sinar-X dari elektro-elektron sebagai
tumbukan bak partikel (particlelike) antara foton dan electron dalam mana baik energy maupun
momentum adalah kekal, ini memperkuat model foton dari cahaya.
Semua kemenangan untuk model foton atau partikel dari cahaya menunjukkan bahwa
cahaya dapat diperlakukan sebagai materi, yang mempunyai energy dan momentum. Adalah Louis
de Broglie yang melihat sisi lain dari model ini. Pada 1924 dia mempublikasikan spekulasinya
bahwa partikel subatomik diberkati dengan sifat-sifat gelombang. Ia mengusulkan bahwa sebuah
partikel dengan momentum p mempunyai panjang gelombang terkait

h (1-2)
p

dimana h adalah konstanta Planck. Konfirmasi eksperimen dari hipotesis de Broglie muncul
antara tahun 1927-1928, ketika Clinton Davisson dan Lester Germer di Amerika dan Sir George
Thomson di Inggris menampilkan eksperimen yang hanya dapat ditafsirkan sebagai difraksi
berkas elektron-elektron.
Maka dualitas gelombang-partikel menjadi satu kesatuan. Cahaya bertingkah laku seperti
gelombang dalam perambatannya dan dalam gejala interferensi dan difraksi; namun demikian,
ia dapat juga bertingkah laku sebagai partikel dalam interaksi dengan materi, seperti dalam efek
fotolistrik dan hamburan Chompton. Di lain pihak, electron biasanya bertingkah laku seperti
partikel, seperti teramati dalam kerlipan seperti titik dari sebuah fosfor yang disinari berkas
electron di dalam scintilator; dalam situasi lain electron bertingkah laku seperti gelombang,
seperti dalam difraksi yang dihasilkan oleh sebuah mikroskop elektron.

5
Foton dan electron yang bertingkah laku baik sebagai partikel maupun sebagai
gelombang pada awalnya terlihat sebagai kontrodiksi yang tidak mungkin, karena partikel dan
gelombang merupakan entitas yang benar-bernar berbeda. Secara bertahap ia menjadi jelas,
sampai taraf tertentu melalui refleksi Niels Bohr dan khususnya dalam prinsip
komplementarinya, bahwa foton dan elektron bukan merupakan gelombang bukan juga
partikel, tetapi sesuatu yang lebih komplek dari keduanya.
Dalam upaya menjelaskan gejala fisis, biasanya bahwa kita mengacu pada model-model
fisis yang dikenal seperti gelombang dan partikel. Namun demikian, penjelasan utuh mengenai
foton atau elektron tidak terjawab oleh salah satu dari kedua model. Dalam situasi tertentu, sifat
gelombang lebih dominan ; di lain situasi, sifat partikel lebih dominan. Kita membutuhkan model
fisis yang tidak sederhana yang memadai untuk menjawab semua masalah.
Mekanika kuantum, atau mekanika gelombang, berkaitan dengan semua partikel kurang
lebih terlokalisir di dalam ruang, dan maka mendeskripsikan baik cahaya maupun materi.
Mengkombinasikan dengan relativitas khusus, momentum p, panjang gelombang , dan kelajuan
v baik untuk partikel materi maupun foton dinyatakan oleh persamaan umum yang sama:
p E 2 m 2c 4 (1-3)
c
h hc (1-4)

p E 2 m2c4
pc2
v c 1 m2c4 (1-5)
E E2

Dalam persamaan-persamaan ini, m adalah massa diam dan E adalah energi total, jumlahan energi
massa diam dan energi kinetik, yaitu, usaha yang dilakukan untuk mempercepat partikel dari
keadaan diam ke kelajuan terukurnya. Massa relativistik dinyatakan oleh m, dimana

adalah rasio 1 1 v c 2 . Ekspresi energi kinetik tidak lagi sesederhana ½ mv2, tetapi mc2( 1 ).
Ekspresi relativistic untuk energy kinetic mendekati ½ mv2 untuk v << c.
Suatu perbedaan penting antara sifat partikel elektron dan netron dengan sifat partikel
foton adalah bahwa foton mempunyai massa diam nol. Persamaan (1-3) sampai (1-5) maka
menjadi lebih sederhana untuk foton:
6
p E (1-6)
c
h hc (1-7)

p E
v pc2 c (1-8)

E
Maka, sedangkan partikel dengan massa diam tidak nol mempunyai batas kecepatan c,
persamaan (1-8) menunjukkan bahwa partikel bermassa diam nol seperti foton haruslah
bergerak dengan kelajuan konstan c. Energi sebuah foton bukan suatu fungsi kelajuannya tetapi
frekuensinya, seperti diekspresikan dalam persamaan (1-1) atau dalam persamaan (1-6) dan (1-
7). Perhatikan bahwa untuk sebuah foton, karena massa diamnya nol, tidak terdapat perbedaan
antara energi totalnya dan energi kinetiknya. Contoh berikut mengilustrasikan persamaan-
persamaan di atas.
Contoh 1-1
Sebuah elektron dipercepat mencapai energi kinetik 2,5 MeV. Tentukan momentum
relativistiknya, panjang gelombang de Broglie, dan kelajuannya. Juga tentukan besaran
yang sama untuk sebuah foton yang mempunyai energi sama denga elektron tersebut.
Penyelesaian:
Energi total electron E haruslah merupakan jumlahan energy diamnya dan energy kinetiknya,
E k:
E mc2 Ek 0,511 MeV 2,5 MeV 3,011 MeV
atau

E 3,011 106 eV (1,602 10 19 J/eV) 4,82 10 13 J

Momentum (1-3): p = 1,58 10 21 kg-m/s


12
Panjang gelombang (1-4): = 41,8 10 m = 41,8 pm
8
Kelajuan (1-5): v = 2,95 10 m/s
Untuk foton, dengan m = 0, kita menghasilkan:
21
Dari (1-6): p = 1,61 10 kg-m/s
Dari (1-7): = 0,412 pm
8
Dari (1-8): v = c = 3,00 10 m/s
7
Perbedaan penting lain antara elektron dan foton adalah bahwa elektron mematuhi statistik
Fermi sedangkan foton mematuhi statistik Bose. Suatu konsekuensi dari Statistik Fermi adalah
larangan bahwa dua electron dalam sistem interaksi yang sama tidak boleh dalam keadaan kuantum
yang sama, yaitu, mempunyai secara tepat sifat fisis yang sama. Statistik Bose tidak menentukan
larangan sepertin itu, sehingga foton identik dengan energy dan momentum sama dapat terjadi
bersamaan dalam jumlah besar. Karena berkas cahaya dapat memiliki banyak foton sama di
sekitarnya, struktur butiran dari berkas-berkas tidak biasanya digunakan, dan berkas dapat secara
memadai direpresentasikan oleh sebuah gelombang elektromagnetik kontinyu. Dari sudut pandang
ini, medan electromagnet muncul sebagai sebuah manifestasi khusus dri foton.
Konsekuensi mendalam dari sifat gelombang dari partikel diwujudkan dalam prinsip
ketidakpastian Heisenberg. Sebagai akibat prinsip ini, partikel tidak mematuhi hukum
deterministik gerak. Teori tersebut memprediksi hanya probabilitas partikel. Fungsi gelombang
dikaitkan dengan partikel-partikel melalui persamaan gelombang fundamental dari mekanika
kuantum. Amplitudo gelombang atau kuadrat amplitude gelombang yang terkait dengan partikel
ini, member suatu ukuran probabilitas ini. Ketika sejumlah besar partikel dilibatkan, probabilitas

mendekati seratus persen, sehingga intensitas Ee cahaya di suatu lokasi proporsional dengan
jumlah foton yang melewati lokasi itu per sekon.
n foton/m2 - s Ee (1-9)
h
Dengan cara ini, pola interferensi dan difraksi yang sebelumnya dijelaskan oleh gelombang
dapat diinterpretasikan sebagai manifestasi partikel. Amplitudo gelombang partikel memprediksi
probabilitas lokasi partikel dalam pola yang sama.
Dalam teori elektrodinamika kuantum, yang mengkombinasikan prinsip-prinsip mekanika
kuantum dengan prinsip-prinsip relativitas khusus, foton diasumsikan hanya berinteraksi dengan
muatan-muatan. Sebuah elektron, sebagai contoh, mampu menyerap dan memancarkan sebuah
foton, dengan suatu probabilitas yang proporsional dengan kuadrat muatan. Tidak ada hukum
kekekalan untuk foton seperti untuk muatan yang berkaitan denga partikel-partikel. Dalam teori
ini dualitas gelombang-partikel menjadi berdamai. Perbedaan esensial antara foton dan elektron
dibuang. Keduanya dianggap mengikuti prinsip umum yang
sama. Melalui unifikasi ini, cahaya dipandang sebagai bentuk lain dari materi. Meskipun
8
demikian, aspek komplementari dari deskripsi partikel dan gelombang tetap, dengan mengatur
penggunaan salah satu deskripsi ketika diperlukan. Deskripsi gelombang dari cahaya akan banyak
ditemui untuk mendeskripsikan sebagian besar gejala optik dalam buku ini.

Produksi dan Pengukuran Cahaya


Radiasi elektromagnetik bisa diklasifikasikan berdasarkan panjang gelombang (atau frekuensi) dan
intensitasnya. Klasifikasi berdasar variasi panjang gelombang dirangkum dalam spektrum radiasi
elektromagnetik. Variasi intensitas dideskripsikan secara tepat dalam bidang radiometri dan
fotometri. Sumber dan detektor radiasi elektromagnetik dapat diklasifikasi berdasar rentang
spektrumnya dan kekuatan sinyal yang dihasilkan (sumber) dan yang dideteksi (detektor).
Tinjauan ini penting untuk produksi dan pengukuran radiasi elektromagnetik yang
didiskusikan dalam bab ini.

1-2. Spektrum Elektromagnetik


Suatu gangguan elektromagnetik yang merambat menembus ruang sebagai sebuah
gelombang mungkin monokromatik, yang dimaksudkan untuk tujuan praktis memerlukan
panjang gelombang tunggal, atau mungkin juga polikromatik, dalam kasus dimana gelombang
terdiri dari banyak panjang gelombang, baik deskret maupun dalam kontinuum. Distribusi energi
diantara bermacam-macam gelombang penyusun disebut spektrum radiasi, dan kata sifat spektral
bermakna ketergantungan pada panjang gelombang. Macam-macam daerah spektrum
elektromagnetik dirujuk dengan nama khusus, seperti gelombang radio, sinar kosmik, cahaya,
dan radiasi ultraviolet, karena perbedaan cara mereka dihasilkan dan dideteksi. Deskripsi
spektrum elektromagnetik dirangkum dalam Gambar 1-1, dimana spektrum disajikan baik dalam
panjang gelombang ( ) dan frekuensi ( ). Kedua besaran terhubung melalui kecepatan gelombang
(c) :
c = (1-10) Radiasi yang dideskripsikan dalam Gambar 1-1 diasumsikan merambat dalam
8
ruang bebas, untuk mana kecepatan mendekati c = 3 10 m/s. Satuan yang umum untuk panjang
gelombang
o

dinyatakan dalam angstrom (1 A = 10 10 m), nanometer (1 nm = 10 9 m), dan micrometer (1 m =


6
10 m). Daerah-daerah spektrum mungkin overlap, seperti dalam kasus continuum dari sinar-9
X ke sinar gamma. Pilihan label akan tergantung pada cara dimana radiasi diproduksi atau
digunakan. Rentang yang pendek dari gelombang elektromagnetik dari sekitar 380 sampai 770
nm dapat menghasilkan sensasi visual pada mata manusia dan dirujuka sebagai cahaya
tampak. Daerah cahaya tampak dari spectrum yang meliputi spectrum warna dari merah (ujung
panjang gelombang panjang) sampai ungu (ujung pendek gelombang panjang) dibatasi oleh
daerah ultraungu dan inframerah yang tidak dapat dilihat. Ketiga daerah bersama-sama
merupakan spectrum optik, yang merupakan daerah yang menjadi kajian dalam buku ini.

(a)

10
(b)
Gambar 1-1. (a) Energi, Sumber radiasi mikroskopik, pembangkit buatan, dan metode deteksi
gelombang elektromagnetik. (b) Spektrum elektromagnetik, tersusun oleh panjang gelombang
dalam meter dan frekuensi dalam hertz. Cahaya tampak menempati bagian sempit dari
spectrum gelombang elektromagnetik.
11
1-4. Radiometri

Tabel 1-1. Terminologi Radiometri dan Fotometri


Terminologi Simbol Persamaan Terminologi Simbol Persamaan
(Satuan) (Satuan)
Energi radian Qe(J = W-s) Energi luminous Qc(lm-s) (talbot)
3
Rapat energi we(J/m ) we = dQe/dV Rapat energi Wv (lm-s/m3) Wv = dQv/dV
radian luminous
Fluks radian e (W) e = dQe/dt Fluks luminous v (lm) v = dQv/dt
2 2
Eksitansi radian Me(W/m ) Me = d e /dA Eksitansi Mv (lm/m ) Mv = d v /dA
luminous
Iradiansi Ee(W/m2) Ee = d e /dA iluminansi Ev (lm/m2) atau Ev = d v /dA
(lx)
Intensitas radian Ie(W/sr) Ie = d /d Intensitas Iv(lm/sr) atau Iv = d /d
e v
luminous (daya
lilin) (cd)
2
Radiansi Le(W/sr-m ) Le = dIe/dA cos Luminansi Le(cd/m2) Lv = dIv/dA cos
Singkatan: J = joule; W = watt, m = meter; lm = lumen; lx = lux ; sr = steradian ; cd = candela.

Radiometri adalah ilmu mengenai pengukuran radiasi elektromagnetik. Dalam diskusi


ini kita menyajikan besaran-besaran radiometri atau terminologi fisika yang digunakan untuk
mendeskripsikan kandungan energi dari radiasi. Kemudian kita mendiskusi secara ringkas
beberapa prinsip-prinsip lebih umum yang digunakan dalam instrumen pengukuran radiasi.
Beberapa istilah radiometri telah dikenal dan digunakan ; namun demikian disini kita hanya
melibatkan yang disepakati dalam satuan sistem internasional (SI). Istilah dan satuannya
diringkas dalam Tabel 1-1.
Besaran-besaran radiometri muncul baik tanpa subscript maupun dengan subscript e
(elektromagnetik) untuk membedakannya dengan terminologi yang sama di dalam fotometri,
yang dideskripsikan berikutnya. Terminologi-terminologi energi radian, Qe (J = joule), rapat
3
energi radian, we (J/m ), dan fluks radian, e (W = watt = J/s), tidak memerlukan penjelasan lebih
lanjut. Rapat fluks radian di suatu permukaan, diukur dalam watt per meter persegi, bisa yang
dipancarkan (dihamburkan, dipantulkan) dari suatu permukaan, dalam kasus ini disebut
eksitansi radian, atau yang datang pada suatu permukaan, dalam kasus ini disebut iradiansi, Ee. 12
Fluks radian ( e) yang dipancarkan per satuan sudut ruang ( ) oleh sebuah sumber titik dala
suatu arah tertentu (Gambar 1-2) disebut intensitas radian, Ie,. Kuantitas ini, sering dirancukan
dengan iradiansi, dinyatakan oleh
Ie d (W/sr) (1-2)
d

Gambar 1-2. Intensitas radian adalah fluks yang menembus tampang lintang dA per satuan sudut
ruang. Disini sudut ruang d = dA/r2.

dimana sr = steradian. Intensitas radian Ie dari sebuah bola yang meradiasikan eW daya secara
uniformly ke segala arah, sebagai contoh, adalah e/4 W/sr, karena sudut ruang yang
mengelilingi total adalah 4 sr.

Gambar 1-3. Ilustrasi hukum kuadrat inversi. Fluks yang meninggalkan sebuah titik sumber di
dalam sebarang sudut ruang didistribusikan pada luasan yang membesar, menghasilkan iradiansi
yang menurun secara inverse dengan kuadrat jarak.

13
Hukum kuadrat inverse radiasi dari sebuah sumber titik, yang diilustrasikan dalam
gambar 1-3, sekarang jelas terlihat dengan menghitung iradiansi sebuah sumber titik pada sebuah
permukaan bola mengelilingi titik tersebut, sudut ruang 4 sr dan luas permukaan 4 r2. Maka
Ee e 4 Ie Ie (1-3)
A 4 r2 r2

Radiansi, Le, mendeskripsi intensitas radian persatuan luasan yang diproyeksikan, tegak lurus
terhadap arah tertentu, dan dinyatakan oleh
L d e d2
e
(W/m2 - sr) (1-4)
I
e
dAcos d dAcos
Pentingnya radiansi disarankan dalam bagian berikut. Anggap sebuah radiator atau reflektor
menyebar secara sempurna, yang berarti bahwa ia meradiasi secara uniform ke segala arah.

Intensitas radian diukur untuk sudut ruang tertentu yang didefinisikan oleh celah tertentu Ap pada
suatu jarak r dari permukaan yang meradiasi, ditunjukkan dalam Gambar 1-4. Celah bisa berupa
celah input sebuah instrument deteksi yang mengukur semua fluks yang masuk. Ketika dilihat di

= 0o, sepanjang normal terhadap permukaan, suatu intensitas maksimum tertentu I(0)
teramati. Ketika celah digerakkan sepanjang lingkaran berjejari r, dengan cara demikian dengan
meningkatkan sudut , tampang lintang radiasi direpresentasikan oleh permukaan yang
berkurang sedemikian hingga
II 0 cos (1-5)

Sebuah relasi yang disebut hukum cosines Lambert. Jika iradiansi ditentukan di setiap sudut , ia
diperoleh konstan, karena intensitas harus dibagi dengan luasan proyeksi A cos sedemikiam
hingga kegayutan cosinus hilang :
L I I 0 cos I 0 konstan (1-6)
e
Acos Acos A
Maka ketika sebuah permukaan radiasi (refleksi) mempunyai suatu radiansi yang tidak
tergantung sudut pandang, permukaan dikatakan menyebar secara sempurna atau permukaan
Lambersian.

14
Gambar 1-4. Fluks radian yang dikumpulkan sepanjang suatu arah yang membentuk sudut
dengan normal pada permukaan radiasi. Luasan proyeksi dari permukaan ditunjukkan garis
putus-putus.

Kita selanjutnya menunjukkan bahwa radiansi mempunyai nilai sama di sebarang titik
sepanjang suatu sinar yang merambat di dalam suatu medium nonabsorbsi uniform. Gambar 1-5
mengilustrasikan sebuah berkas sempit radiasi di dalam medium seperti itu, yang mencakup
sebuah sinar pusat dan sebuah bundel kecil sinar-sinar yang mengelilingi (tidak diperlihatkan)
yang menembus elemen luasan dA1 dan dA2 yang terletak di titik berbeda sepanjang berkas.
Sinar pusat membentuk sudut 1 dan 2, berturut-turut relative terhadap normal luasan, seperti
ditunjukkan. Sudut ruang d 1 = dA2 cos 2/r2, dimana dA2 cos 2 menyatakan proyeksi normal
luasan dA2 terhadap sinar pusat. Menurut persamaan (1-4), radiansi L1 di dA1 dinyatakan oleh
L1 d2 1 d2 1 (1-7)
d dA cos 1
dA cos 2 r2 dA cos 1
1 1 2 1

Dengan argument yang sama, dimana kita membalik aturan dA1 dan dA2 dalam gambar,
L2 d2 2 d2 2 (1-8)
d 2 dA cos 2 dA cos 1 r 2 dA cos 2
2 1 2

Untuk suatu medium nonabsorbsi, daya yang berkaitan dengan radiasi yang menembus bundle

kontinyu sinar-sinar tetap konstan, yaitu, d 1 = d 2, sehingga kita dapat menyimpulkan dari

15
persamaan (1-7) dan (1-8) bahwa L1 = L2. Ini berarti bahwa radiansi berkas juga radiansi
sumber, di titik awal berkas, atau L1 = L2 = L0.

Gambar 1-5. Geometri yang digunakan untuk menunjukkan invariasi radiansi di dalam
suatu medium nonabsorbsi uniform.

Gambar 1-6. Kasus umum iluminasi suatu permukaan oleh permukaan radiasi lain. Setiap
elemen luasan radiasi dA1 berkontribusi pada setiap elemen luasan yang diradiasi dA2.

Anggap, dengan merujuk pada Gambar 1-6, bahwa kita ingin mengetahui kuantitas daya
radian yang mencapai suatu elemen luasan dA2 pada permukaan S2 disebabkan elemen sumber
dA1 pada permukaan S2. Garis yang menghubungkan elemen-elemen luasan, sepanjang r12,
membuat sudut 1 dan dengan 2 dengan normal terhadap permukaan, seperti ditunjukkan. Daya
radiasi adalah d2 12, suatu diferensial orde dua karena baik sumber maupun reseptor merupakan elemen
luasan. Melalui persamaan (1-7) atau (1-8)
12
d2 LdA1dA2 cos 1 cos 2
r2
12

dan daya radian total di keseluruhan permukaan kedua disebabkan keseluruhan


permukaan pertama, dengan integral,

16
12
L cos 1 cos 2dA1dA2 (1-9)
2
r
AA 12
1 2

Dengan menambahkan daya dari pada amplitude dalam integral ini, kita telah
mengasumsikan bahwa sumber radiasi memancarkan radiasi inkoheren.

1-3. Fotometri
Radiometri diterapkan pada pengukuran semua energy radiasi. Di lain pihak, fotometri
berlaku hanya pada bagian cahaya tampak (visibel) dari spektrum optik. Sedangkan radiometri
meliputi pengukuran fisis murni, fotometri memperhitungkan respon mata manuasi terhadap
energi radiasi pada panjang gelombang yang bervariasi dan maka melibatkan pengukuran psiko-
fisis. Perbedaannya terletak pada fakta bahwa mata manusia, sebagai sebuah detektor, tidak
mempunyai respon spektral yang datar ; yaitu ia tidak merespon dengan sensitivitas yang sama
semua panjang gelombang. Jika tiga sumber cahaya dengan daya radian sama tetapi berturut-
turut meradiasikan cahaya biru, kuning, dan merah, diamati secara visual, sumber kuning akan
terlihat jauh lebih terang dari pada lainnya. Ketika kita menggunakan kuantitas fotometri, maka,
kita sedang mengukur sifat-sifat radiasi cahaya tampak seperti yang terlihat mata normal dari
pada seperti yang terdeteksi pada suatu detektor. Karena semua mata manusia identik, suatu
respon standar yang telah ditentukan oleh International Commission on Illumination (CIE) dan
direproduksi dalam Gambar 1-7. Respon relatif atau sensasi kecerahan untuk mata diplot versus
panjang gelombang, dengan menunjukkan bahwa sensitivitas puncak terjadi di panjang
gelombang kuning-hijau 555 nm.
Sebenarnya kurva tersebut yang ditunjukkan merupakan efisiensi luminous mata untuk
penglihatan fotopik (photopic vision), yaitu, ketika diadaptasi untuk penglihatan sehari-hari,
pergeseran kurva menuju hijau, berpuncak di 510 nm. Adalah menarik untuk mencatat bahwa sensasi
warna manusia merupakan sebuah fungsi iluminasi dan hampir tidak ada pada tingkat iluminasi
rendah. Salah satu cara untuk mengkonfirmasi ini adalah membandingkan warna bintang, ketika
mereka muncul secara visual, dengan foto yang dibuat pada film berwarna menggunakan waktu
pemaparan yang sesuai. Cara lain, mendemonstrasikan ketergantungan warna manusia pada
iluminasi adalah memproyeksikan slide berwarna 35 mm dari sebuah gambar pada layar dengan arus
rendah dalam proyektor. Pada arus cukup rendah, gambar terlihat

17
hitam putih. Ketika arus dinaikkan, warna dalam gambar secara bertahap muncul. Di lain pihak,
radiasi yang sangat kuat mungkin visible di luar batas kurva CIE. Refleksi sebuah berkas laser
kuat dengan panjang gelombang 694,3 nm dari sebuah laser rubi dengan mudah terlihat.
Bahkan radiasi inframerah disekitar 900 nm dari sebuah laser semikonduktor galium-arsenid
dapat terlihat sebagai warna merah yang jelas.

Gambar 1-7. Kurva efisiensi luminous CIE. Fluks luminous yang berhubungan dengan 1 W
daya radian di sebarang panjang gelombang dinyatakan oleh hasil 685 lm dan efisiensi luminous
pada panjang gelombang yang sama: v( ) = 685 V( ) untuk setiap watt daya radiasi.

Kuantitas radiometri sekarang berhubungan dengan kuantitas fotometri melalui kurva


efisiensi luminous Gambar 1-7 dengan cara sebagai berikut : Berkaitan dengan fluks radian
sebesar 1 W di panjang gelombang puncak 555 nm, dimana efisiensi luminous adalah
maksimum, fluks luminous didefinisikan sebesar 686 lm. Maka, sebagai contoh, di = 610 nm,
dalam rentang panjang gelombang dimana efisiensi luminous adalah 0,5 atau 50%, 1 W fluks
radian akan menghasilkan 0,5 685 atau 342 lm fluks luminous. Kurva tersebut menunjukkan
bahwa pada = 510 nm, dalam biru-hijau, kecerahan turun menjadi 50%.

18
Satuan-satuan fotometri setara dengan satuan-satuan radiometri. Ini secara lengkap[
didemonstrasikan dalam ringkasan dan perbandingan yang diberikan dalam Tabel 1-1. Secara
umum, satuan-satuan anologi terhubung oleh persamaan berikut:
Satuan fotometri = K( ) satuan radiometri (1-10)
dimana K( ) disebut efikasi luminous. Jika V( ) adalah efisiensi luminous, seperti diberikan
dalam kurva CIE, maka
K( ) = 685 V( ) (1-11)

Terminologi-terminologi fotometri diakhiri oleh kata luminous dan satuan-satuan yang


terkait diikuti subscript huruf v (visual). Perhatikan bahwa satuan SI energi luminous adalah
talbot, satuan iluminansi adalah lux (lx), dan satuanintensitas luminous adalah candela (cd).
Perhatikan juga perbedaan antara terminologi analogi iradiansi (radiometri) dan iluminansi
(fotometri

Contoh 1-2
Sebuah bola lampu yang memancarkan 100 W daya radian diletakkan 2 m dari sebuah
permukaan. Permukaan diorientasikan tegak lurus denga sebuah garis dari bola lampu ke
permukaan tersebut. Hitunglah iradiansi di permukaan. Jika semua 100 W dipancarkan dari
sebuah bola lampu merah ( = 650 nm), hitunglah juga iluminansi di permukaan tersebut.
Penyelesaian
Iradiansi Ee = P/A = 100 W/4 (2 ft)2 2 W/m2
Dari kurva CIE, V(650 nm) = 0,1. Maka
Iluminansi Ev = K( ) iradiansi = 685 V( ) Ee
2
Ev = 685 0,1 2 = 137 lm/m atau lux
Maka, mengingat sebuah radiometer dengan lubang di permukaanya mengukur 2 W/m2, sebuah
fotometer di posisi yang sama akan dikalibrasi untuk membaca 137 lx.
Bila radiasi terdiri dari spektrum panjang gelombang, besaran-besaran radiometri dan
fotometri merupakan fungsi panjang gelombang. Kegayutan ini dinyatakan oleh awalan
spectral dan dengan menggunakan subscript atau dengan menambahkan dalam kurung. Sebagai

contoh, fluks radian spectral dinyatakan oleh e atau e( ). Fluks radian total maka ditentukan
oleh integrasi meliputi daerah panjang gelombang yang ditinjau:
19
2

e e d
1

1-4. Radiasi Benda Hitam


1-4.1. Tiga Fungsi Distribusi Statistik
Banyak permasalahan fisika berkaitan dengan tingkah laku sistem yang terdiri dari
sejumlah besar partikel identik yang berinteraksi secara lemah. Mekanika statistik adalah nama
yang diberikan untuk metode statistik untuk menangani sejumlah besar partikel yang
mekanismenya diketahui. Sebuah contoh yang familiar adalah suatu sistem yang dapat
diperlakukan dengan mekanika statistik adalah gas ideal yang terdiri dari banyak partikel-
partikel titik identik yang mematuhi hukum-hukum gerak Newton. Walaupun adalah mungkin
secara prinsip mendeskripsikan secara detail gerak setiap partikel dari sistem seperti itu, masalah
tersebut secara matematis sangat sungit sulit diselesaikan.

Maxwell-Boltzman Bose-Einstein Fermi-Dirac


Berlaku pada sistem Partikel identik namun Partikel tak dapat Partikel tak dapat dibedakan,
dapat dibedakan dibedakan, identik yang identik yang mematuhi
tidak mematuhi prinsip prinsip eksklusi.
eksklusi.
Kategori partikel Klasik Boson Femion
Sifat-sifat partikel Sebarang spin, partikel- Spin 0, 1, 2, …, fungsi Spin ½ , 3/2 , 5/2, …, fungsi
partikel terpisah cukup gelombang adalah simetri gelombang adalah assimetri
jauh sehingga fungsi untuk bertukar label untuk bertukar label partikel
gelombang tidak overlap partikel
Contoh Molekul-molekul gas Foton di dalam cavity Gas Elektron (spin ½)
(spin 1) Proton (spin ½)
Fonon di dalam zat padat Neutron (spin ½)
(spin 0) Elektron bebas dalam logam
Helium cair (spin 0) (spin ½)
Fungsi distribusi fMB Ae E / kT 1 1
(jumlah partikel pada fBE E fFD E, T
setiap keadaan E kT Ek B T
berenergi E pada e 1 e 1
temperature T
Sifat distribusi Tidk ada batasan jumlah Tidak ada batasan jumlah Tidak pernah lebih dari satu
partikel untuk setiap partikel untuk setiap partikel untuk setiap keadaan;
keadaan keadaan; lebih banyak lebih sedikit partikel untuk
partikel untuk setiap setiap keadaan dari pada fMB
keadaan dari pada fMB pada energy rendah;
pada energy rendah; mendekati fMB pada energy
mendekati fMB pada energy tinggi
tinggi
20
Apa yang menarik disini bukannya tingkah laku mendetail setiap partikel sistem tetapi
tingkah laku rerata partikel mikroskopik dan pengaruhnya pada besaran terukur makroskopis.
Sebagai contoh, adalah mungkin mengkaitkan tekanan (besaran makroskopik) dari suatu gas di
dalam wadahnya dengan massa dan kelajuan rerata molekul-molekul (besaran mikroskopik).
Contoh lain, adalah mungkin mengkaitkan besaran makroskopik lainnya, temparatur mutlak suatu

gas, dengan besaran mikroskopik. Energy kinetic rerata molekul-molekul (Ek = 3/2 kT)
Mekanika statistik memungkinkan kita menentukan distribusi energy sistem dari partikel-
partikel yang berinteraksi secara lemah di dalam kesetimbangan termal, apakah partikel mematuhi
mekanika klasik ataupun mekanika kuantum. Masing-masing partikel di dalam suatu sistem kuantum
yang terdiri dari sejumlah besar partikel-partikel identik yang berinteraksi secara lemah mempunyai

suatu himpunan keadaan kuantum yang diskret, energy setiap keadaan i dinyatakan oleh Ei. (Di
dalam suatu sistem klasik, di lain pihak, terdapat suatu continuum energy-energi yang dijinkan, dan
pemisahan antara energy-energi yang berurutan mungkin nol.) Karena partikel-partikel hanya
berinteraksi secara lemah dengan lainnya, masing-masing partikel mempunyai himpunan keadaan
sendiri, dan jika partikel-partikel tersebut semuanya identik, mereka semuanya akan mempunyai
himpunan keadaan identik yang tersedia untuk ditempati.
Mekanika statisitik memprediksi distribusi partikel yang paling mungkin di antara
bermacam-macam keadaan-keadan yang mungkin. Karena kebanyakan sistem yang ditinjau
mempunyai banyak partikel, distribusi yang paling mungkin menjadi jauh lebih mungkin dari
pada distribusi lain dan oleh karenanya menyatakan (dengan mendekati sempurna) distribusi
sebenarnya. Tabel 1-2 di atas meringkas ketiga jenis distribusi probabilitas: statistik Maxwell-
Boltzman, Bose-Einstein, dan Fermi-Dirac. Juga dijelaskan dalam tabel tersebut karakteristik
yang mendefinisikan tingkah laku statistic dan contoh-contoh sistem fisis yang mematuhi
ketiga distribusi tersebut.
Dalam bagian selanjutnya kita akan menggunakan distribusi Bose-Einstein pada foton
untuk memahami distribusi energi sebagai fungsi frekuensi radiasi elektromagnetik yang
dipancarkan oleh sebuah benda hitam untuk temperatur bervariasi.

21
1- 4.2. Partikel Boson
Boson adalah partikel dengan spin nol atau bulat (dalam satuan ). Fungsi gelombang suatu
sistem boson adalah simetri dibawah pengaruh pertukaran sebarang pasangan partikel-partikel:
...,Q j ,...,Qi ,... ...,Qi ,...,Q j ,... . Jumlah boson dalam suatu keadaan tertentu adalah tak

terbatas.
Dua jenis boson:
(a) Boson bermassa: terdiri dari partikel-partikel dengan massa diam tidak nol yang
mengandung nomor genap fermion (contoh : semua inti dengan nomor massa genap).
Jumlah dari partikel-partikel ini adalah kekal jika energi tidak melebihi energi penguraian
( MeV dalam kasus inti).
(b) Boson tak bermassa (partikel-partikel berhubungan dengan suatu medan), misalkan
foton. Jumlah partikel-partikel ini tidak kekal: jika energy total medan berubah, partikel
muncul dan menghilang.

Fungsi Distribusi Bose-Einstein untuk Foton


Fungsi distribusi Fermi-Dirac: Jumlah rerata fermion di dalam suatu keadaan kuantum:
Fermion: fFD E, T 1
Ek B T
e 1
int
EF E
: potensial kimia yang menunjukkan bagaimana energy internal dari
N
V ,S
sebuah ensemble berubah jika kita menambahkan satu partikel pada volume konstan
(V) dan entropi (S), kBT EF EF
Distribusi Bose-Einstein
1
Boson: f E,T
BE e E kT 1
Untuk gas non-degenerate ideal boson massif, potensial kimia adalah tidak nol dan tergantung
pada kerapatan. Untuk gas ideal boson tak bermassa, adalah nol tanpa memandang kerapatan.
Perbandingan distribusi FD dan BE diplot untuk nilai sama. Jumlah rerata partikel di
dalam suatu keadaan tertentu BE dapat melibihi satu , ia menyebar ketika E.
Untuk foton ( = 0), distribusi BE berimpit dengan distribusi Planck:
22
E ph h ; E ph cp ph ; pph E h
ph

c c
Jumlah rerata foton di dalam suatu ragam tunggal frekuensi = E/h.
fBE E,T 1 1
hkT
Ek T
e 1
B e B 1
Okupansi (jumlah rerata partikel di dalam suatu keadaan tertentu) untuk gas BE dapat
melebihi satu, ia menyebar sebagai E 0.

Energi rerata dalam ragam tersebut


h
E h f h ,T
BE eh k T
B 1
Dalam batas klasik (h << kBT): E kBT

1- 4.3. Radiasi Dalam Kesetimbangan Dengan Bahan


Secara khusus, radiasi yang dipancarkan oleh sebuah benda panas, atau dari sebuah laser tidak
dalam kesetimbangan: energi mengalir keluar dan harus diisi ilang dari suatu sumber. Langkah
pertama menuju pemahaman radiasi dalam kesetimbangan dengan bahan dibuat oleh Kirchhoff,
yang meninjau sebuah cavity yang diisi dengan radiasi, dinding-dinding bisa dipandang sebagai
23
sebuah kamar mandi kalor untuk radiasi. Dinding memancarkan dan menyerap gelombang
elektromagnetik. Dalam kesetimbangan, dinding-dinding dan radiasi harus mempunyai
suhu sama T.
Medan elektromagnetik mempunyai tak terhingga ragam (gelombang berdiri) di dalam
cavity. Medan radiasi benda hitam adalah superposisi gelombang bidang berbeda frekuensi.
Karakteristik istimewa dari radiasi adalah bahwa sebuah ragam bisa dieksitasi hnaya dalam
satuan kuantum energi h (sama dengan sebuah osilator harmonik)
Ei ni 1/ 2 h

Fakta ini mengarah ke konsep foton sebagai kuanta medan elektromagnetik. Keadaan medan

elektromagnetik ditentukan oleh jumlah rerata foton (ni) untuk masing-masing ragam. Linieritas
persamaan Maxwell secara tidak langsung menyatakan bahwa foton tidak berinteraksi satu
sama lain. (Gejala optic non linier teramati ketika radiasi berintensitas besar berinteraksi
dengan bahan)
Mekanisme pembentukan keseimbangan dalam gas foton berupa absorpsi dan emisi foton oleh
bahan. Kehadiran sejumlah kecil bahan adalah penting untuk pembentukan keseimbangan
dalam gas foton. Kita akan memperlakukan suatu sistem foton sebagai gas foton ideal.

Spectral Energy Density


uS( , T) adalah rapat energy spectral uS( , T) d adalah rapat energy (per satuan volume) radiasi
dengan frekuensi antara dan + d

Energi internal gas foton: u T uS ,T d


0

Dalam keseimbangan, uS( , T) adalah sama dimanapun di dalam cavity, dan merupakan fungsi
dan T. Jika volume cavity meningkat pada T konstan, energy internal U = u(T)V juga bertambah.
24
Perbedaan mendasar antara gas foton dan gas molekul ideal: untuk gas ideal, ekspansi
isothermal akan mengekalkan energy gas, sedangkan untukl gas foton, adalah rapat energy yang
tidak berubah, jumlah foton adalah tidak kekal, tetapi proporsional dengan volume di dalam
suatu perubahan isothermal.
Suatu permukaan menyerap hanya bagian radiasi yang jatuh pada permukaan tersebut.
Absorptivitas adalah fungsi dan T; suatu permukaan yang mempunyai ( ) = 1 untuk semua
frekuensi disebut benda hitam.

Kerapatan Keadaan untuk Foton


Untuk menghitung jumlah rerata foton per interval kecil energi dE, jumlah rerata total foton-
foton dalam gas foton, dan energy totalnya, kita perlu mengetahui rapat keadaan untuk foton
sebagai fungsi energy foton.
Nk 1 43 k3 k 3 volume ; G k k3 ;gE dG E
2 2
8 6 6 dE
Lx Ly Lz
Sejauh ini, sama dengan tinjauan kita mengenai kerapatan spectrum untuk electron
non relativistik.

Namun demikian, foton adalah partikel ultra-relativistik:


E cp c k ; GE E3 ; g3phD E2
6 2 c 3
2 2 c 3

Faktor ekstra 2 disebakan dua polarisasi (gelombang elektromagnet adalah transversal):

25
g3phDg3phD E d h h 2
8 2
g3phD f 8 2

E
d 2
c 3 c3 c3

Spektrum Energi Radiasi Benda Hitam: Hukum Radiasi Planck


Energi rerata foton dengan frekuensi antara dan + d :
u ,T dh gf ,T d
S
energi jumlah rerata
foton
foton di dalam

rentang frekuensi ini

Rapat spectral radiasi benda hitam (hukum Radiasi Planck)


3
u ,T d h g f ,T 8h
S
c3 exp h kBT 1
u sebagai fungsi energy: u E,T dE u ,T d dan u ,T u E,T d u h ,T h
E
d
26
u(E,T) – Rapat energi per satuan energi foton untuk gas foton dalam kesetimbangan
dengan suatu benda hitam pada suhu T.
u E, T 8
E3
3
hc E
exp 1

kT
B

Batas Klasik (ν kecil, λ besar), Hukum Rayleigh-Jeans


h h h
Pada frekuensi rendah atau suhu tinggi: 1 exp 1
kBT kT kBT
B

u S ,T 8h 3
8 2 k B T (Hukum Rayleigh-Jeans)

c3 h c3
exp 1
kT
B
Hasil klasik murni (tanpa h), dapat diperoleh secara langsung dari teorema ekuipartisi

27
Persamaan ini meprediksi apa yang disebut bencana ultraviolet (ultraviolet catastrophe) :
Sejumlah besar energi yang diardiasikan oleh benda hitam pada frekuensi tingg atau panjang
gelombang pendek.

u dinyatakan sebagai fungsi panjang gelombang:


u ,T du E,T dE dimana dE h
c
2
d
c3
h
8 c 8 hc 1
u ,T h 2 5
hc 3 h hc
c
exp 1 exp 1

kBT kBT
besar
Dalam pendekatan klasik: u ,T 8 kBT
4
28
Batas Tinggi, Hukum Pergeseran Wien

h h h
Pada frekuensi tinggi dan suhu rendah: 1 exp 1
kBT kT kBT
B

,T 8h h
3
us exp
3
c kBT
Maksimum daru u( ) bergeser menuju frekuensi lebih tinggi dengan bertambahnya suhu. Posisi
maksimum :
3
h
du d k T 3x
2
x 3e x
konstanta B
konstanta 0
d h h ex 1 ex 1 2
d exp 1
k B T k B T
3 x ex 3 x 2,8 maka hukum Pergeseran Wien (ditemukan secara eksperimen oleh
Wilhelm Wien):
h
max 2,8
kBT
Frekuensi paling mirip dari sebuah foton dalam radiasi benda hitam dengan suhu T.
Contoh aplikasi termometri radiasi non kontak.

29
h 2,8 apakah berarti hc 2,8 ? tidak!
max

kBT kT
B max

30
5x exp 1 x 1 exp 1 xmax hc T = 300 Kmax 10 m

5kBT
Hukum Radiasi Stefan-Boltzmann
Rapat foton rerata:

3
Meningkat sebagai fungsi T .
Energi total foton per satuan volume (rapat energy gas foton):

Hukum Stefan-Boltzmann: u T 4 T 4 dimana 2 5kB4 adalah konstanta Stefan Boltzmann


c 15h3c2
8 4 2
Yang nilainya 5,7 10 W/(K m ).
Energi rerata per foton: (sedikit lebih kecil dari pada energi yang mungkin)

Daya yang dipancarkan oleh Benda Hitam


Untuk gerak satu arah, fluks energi per satuan luas = c u

31
Integrasi pada semua sudut memberi faktor ¼ :
Daya yang dipancarkan oleh satuan luas = ¼ (c u)
(ukuran lubang haruslah >> panjang gelombang)
Karenanya, daya yang dipancarkan oleh satu satuan luas permukaan pada suhu T ke semua arah:
c c 4
J uT T 4
T4
4 4 c

Daya total yang dipancarkan oleh sebuah bola benda hitan berjejari R = 4 R2 T 4
Tinjau sebuah benda hitam pada 310 K. Daya yang dipancarkan oleh benda: T4 500 W/m2.
Sedangkan emisivitas kulit kurang dari 1, ia masih memancarkan suatu daya yang berarti dalam
rentang inframerah. Sebagai contoh, radiasi ini mudah ditebak oleh teknik modern (penglihatan
malam).

Contoh 1-3
Radiasi background gelombang mikro kosmik (CMBR) mempunyai suhu mendekati 2,7 K.
(a) Berapa panjang gelombang max (dalam m) berhubungan dengan rapat spektral maksimum
u( ,T) radiasi background kosmik?
(b) Berapa jumlah secara pendekatan foton kosmik (CMBR) yang menabrak bumi per detik
2
per meter kuadrat [yaitu foton/(s m )]?
Penyelesaian

32
Radiasi Matahari

Suhu permukaan matahari – 5800 K

Sebagai fungsi energy, spectrum puncak cahaya matahari pada energy foton

umax h max 2,8kBT 1,4 eV


mendekati gap energy dalam Si, 1,1 eV, yang mana sejauh ini merupakan material terbaik
untuk sel surya.

33
Contoh 1-4
30 8
Massa matahari adalah 2 10 kg, jejarinya adalah 7 10 m, dan suhu permukaannya adalah
5800 K. Dapatkan massa yang hilang untuk matahari dalam satu detik. Berapa tahun
diperlukan untuk matahari kehilangan 1% massanya oleh radiasi?
2 4 8 4 2
P(daya yang dipancarkan oleh sebuah bola) = 4 R T , 5,7 10 W/(K m )
Hasil ini konsisten dengan fluks energi radiasi matahari yang diterima oleh matahari (1370
2 11
W/m ) dikalikan dengan luas sebuah bola dengan jejari 1,5 10 m (jarak matahari-bumi).

34
The Greenhouse Effect

Absorpsi:
2
2 4 R
Daya masuk =R T matahari
bumi matahari R
orbit

2
Fluks energi radiasi matahari yang diterima oleh bumi 1370 W/m
Emisi:

Daya keluar = 4 RE2 Tbumi4


1/ 4 8
2
R
matahari 11
T
bumi 4 R Tmatahari , dimana Rorbit = 1,5 10 m dan Rmatahari = 7 10 m
orbit

Transmitansi atmosfer bumi: = 1 Tbumi = 280 K. Faktanya: = 0,7 Tbumi = 256 K


Untuk mempertahankan suhu yang nyaman pada permukaan bumi, kita memerlukan efek rumah

kaca. Bagaimanapun, terlalu tingginya efek rumah kaca menyebabkan pemanasan Global:

35
Contoh 1-5
Asumsikan bahwa tubuh manusia dapat didekati sebagai sebuah bola benda hitam dengan
jejari 2,5 m pada T = 310 K.
(a) Pada panjang gelombang berapakah tubuh manusia (T = 310 K) memancarkan
radiasi elektromagnetik maksimum?
(b) Dapatkan daya total yang dipancarkan oleh badan dan massa yang hilang dalam 1 detik.
(c) Hitunglah daya yang diukur oleh suatu piranti penglihatan malam (night-vision) dengan
2
sebuah detektor seluas 10 cm yang diletakkan pada suatu jarak 100 m dari tubuh manusia.
(d) Berapakah jumlah foton secara pendekatan yang mengenai piranti penglihatan malam
per detik?
Penyelesaian
(a) maks hc 6,6 10 34 3 108 10 μm

5kBT 5 1,38 10 23 310


(b) Daya total yang diemisikan oleh bola benda hitam berjejari R:
2 4 2 8 4
W
P 4R T 4 0,25 m 5,7 10
m2 K 4 310 K 413 W
15
Massa yang hilang dalam satu detik: m P 413 W 4,6 10 kg
c2 3 108 2

(c) P P luas 413 W 0,001 m2 3,3 10 6 W


4 r2 4 1002
m2
(d) Energi rerata foton: E 2,7kBT
36
foton PW 3,3 10 6 W 14 foton
N 2,8 10

s EJ 2,7 1,38 10-23 J/K310 K s m2

Contoh 1-6
Planet Merkurius berevolusi dan berotasi dengan laju yang sama, maka satu sisi planet tersebut
10
selalu menghadap matahari. Merkuri berjarak sejauh 5,8 10 m dari matahari, dan mempunyai
6 8 26
jejari 2,44 10 m. Jejari matahari adalah 7 10 m dan daya total keluaran adalah 4 10 W.
Dalam masalah ini perlakukan planet seolah-olah ia adalah benda hitam.
(a) Berapakah fluks energi radiasi matahari pada orbit Merkurius?
(b) Berapakah daya total yang diserap oleh Merkurius ? [Petunjuk: Tinjau bahwa ia terlihat
seperti sebuah piringan datar menghadap Matahari dan menyerap semua radiasi datang.]
(c)Jika Merkurius dalam kesetimbangan termodinamik, ia akan memancarkan daya total yang
sama seperti ia menerima dari Matahari. Dengan mengasumsikan bahwa suhu sisi panas dari
Merkuri adalah uniform, tentukan suhunya.
(d) Berapakah frekuensi puncak dari radiasi yang diserap oleh Merkuri?
(e) Berapakah frekuensi puncak dari radiasi yang dipancarkan oleh
Merkuri? Penyelesaian

37
Contoh 1-7: Foton di dalam sebuah kotak
(a)Dapatkan ekspresi untuk jumlah foton per satuan volume dengan energy antara E dan E +
dE di dalam sebuah cavity pada temperature T.
Penyelesaian:

(b) Dapatkan ekspresi untuk jumlah total foton per satuan energy (semua energi)
Penyelesaian:

atau

3
(c)Hitunglah jumlah foton/cm di dalam sebuah cavity yang dindingnya dipanasi hingga 3000
K. Bandingkan ini dengan sebuah cavity yang mempunyai dinding pada 3,00 K.
Penyelesaian: dari tabel standar:

Karenanya:

Demikian juga, N/V (pada 3,00 K) = 5,47 102 foton/cm3. Oleh karena itu, rapat foton berkurang
9
oleh faktor 10 ketika suhu turun dari 3000 K ke 3,00 K.

38
Contoh 1-8
3
Berapa banyak foton yang ada di dalam 1,00 cm radiasi dalam kesetimbangan termal pada
1000 K? berapakah energy reratanya?
Penyelesaian
(a) Jumlah total foton per satuan volume dinyatakan oleh

N
V n d
0

dimana n( ) d adalah banyak foton per satuan volume dengan frekuensi antara dan d .
Karena foton seperti itu mempunyai energi h ,
ud
nd h

dimana u( )d adalah rapat energi yang dinyatakan oleh rumus Planck, Persamaan (9.38).
Maka banyak foton total dalam volume V adalah
u d 8V 2
d
N V h c 3
e h kT 1
0 0

Jika kita misalkan h /kT = x, kemudian = kTx/h dan d = (kT/h) dx, sehingga
N8
kT 3 x2 dx
V
hc 0 ex 1

Integral terhingga merupakan integral standar sama dengan 2,404. Dengan menyisipkan
2 6 3
nilai numerik kuantitas lain, dengan V = 1,00 cm = 1,00 10 m , kita mendapatkan bahwa
10
N = 2,03 10 foton

(c)Energi rerata E foton sama dengan energi total per satuan volume dibagi dengan jumlah foton
per satuan volume:

4
u d T
0
E
n d NV
Karena 4 c (lihat diskusi hukum Stefan-Boltzman) dan N 2.405 8 V kT hc 3 ’

39
20
c2 h3T
E 2,405 2 k 3 3,73 10 J 0,233 eV

Contoh 1-9
Radiasi dari Big Bang mengalami pergeseran doppler ke panjang gelombang lebih panjang
karena ekspansi alam semesta dan sekarang mempunyai sebuah spektrum yang berhubungan
dengan benda hitam 2,7 K. Tentukan panjang gelombang dimana rapat energi radiasi ini adalah
maksimum. Dalam daerah spektrum mana radiasi ini?
Penyelesaian
Dari persamaan hukum pergeseran Wien, kita mendapatkan

max 3
2,898 10 3 m K 2,898 10 3 m K 1,1 10 m 1,1 mm
T 2,7 K

Panjang gelombang ini adalah dalam daerah gelombang mikro (lihat gambar kurva pergeseran
Wien). Radiasi tersebut terditeksi pertama kali dalam suatu survei gelombang mikro dari
langit pada tahaun 1964.

40
BAB 2

OPTIK GEOMETRI

2-1. Pendahuluan

Perlakuan cahaya sebagai gerak gelombang memungkinkan suatu pendekatan dimana panjang
gelombang dapat diabaikan dibandingkan dibandingkan dengan dimensi komponen-komponen
yang relevan dengan sistem optik. Pendekatan ini disebut optik geometri. Ketika karakter
gelombang dari cahaya tidak bisa diabaikan, pendekatan ini disebut optik fisis. Karenanya optik
geometri merupakan sebuah kasus khusus dari optik fisis, hal ini dapat diringkas sebagai berikut:

limit optik fisis optik geometri


0
Karena panjang gelombang cahaya lebih kecil dibandingkan dengan obyek biasa, pada
awalnya pengamatan tanpa filter tingkah laku berkas cahaya yang melewati celah atau mengelilingi
penghalang lintasanya dapat ditangani menggunakan optik geometri. Ingat bahwa penampakan
bayangan yang berbeda mempengaruhi Newton untuk menyatakan bahwa perambatan lurus yang
jelas dari cahaya disebabkan oleh aliran partikel-partikel (corpuscle) bukanya gerak gelombang.
Gerak gelombang yang dikarakterisasi oleh panjang gelombang lebih panjang, seperti dalam
gelombang air dan gelombang bunyi, diketahui menghasilkan lengkungan mengelilingi penghalang
yang berbeda. Model Newton mengenai perambatan cahaya, oleh karena itu, terlihat tidak
memungkinkan bagi keberadaan suatu gerak gelombang dengan
41
pangjang gelombang yang sangat kecil. Faktanya telah terdapat bukti mengenai beberapa derajat
kelengkungan, bahkan untuk gelombang-gelombang cahaya, pada masa Isaac Newton. Francesco
Grimaldi telah mengamati struktur halus di tepi suatu bayangan, suatu struktur yang tidak dapat
dijelaskan dalam konteks perambatan lurus cahaya. Kelengkungan gelombang cahaya ini
mengelilingi tepi-tepi sebuah penghalang disebut difraksi.
Dalam pendekatan yang dinyatakan oleh optik geometri, cahaya dipahami merambat
keluar dari sumbernya sepanjang garis lurus atau sinar (ray). Sinar ini merupakan lintasan
dimana energi cahaya ditransmisikan dari satu titik ke titik lain di dalam sebuah sistem optik.
Sinar ini merupakan suatu konstruk yang berguna, walaupun abstrak dalam arti bahwa seberkas
cahaya, dalam prakteknya, tidak dapat dipersempit secara tak terbatas mendekati sebuah garis
lurus. Seberkas laser seperti pensil mungkin pendekatan yang terbaik untuk sebuah sinar
cahaya. (Ketika sebuah celah dimana berkas melewatinya dibuat cukup kecil, bahkan seberkas
laser mulai menyebar keluar dalam suatu pola difraksi.) Ketika sebuah sinar cahaya melewati
suatu sistem optik dipantulkan atau dibiaskan. Hukum-hukum optik geometri yang
mendeskripsikan arah berurutan sinar-sinar adalah sebagai berikut:
Hukum Pemantulan: Ketika sebuah sinar cahaya dipantulkan di batas antara dua
medium uniform, sinar pantul tetap dalam bidang datang, dan sudut pantul sama dengan
sudut datang. Bidang datang melingkupi sinar datang dan normal pada titik datang.

Gambar 2-1. Ilustrasi hukum pemantulan dan pembiasan.

42
Hukum Pembiasan (Hukum Snell): Ketika sebuah sinar cahaya dibiaskan di batas
antara dua medium uniform, sinar transmisi tetap dalam bidang datang dan sinus sudut bias
proporsional dengan sudut datang.
Kedua hukum diringkas dalam Gambar 2-1, dimana sebuah sinar datang dipantulkan sebagian
dan ditransmisikan sebagian di bidang batas yang memisahkan dua medium transparan.

2-2. Prinsip Huygen

Fisikawan Belanda Christian Huygens memandang cahaya sebagai sederetan pulsa yang
dipancarkan dari setiap titik suatu benda bersinar dan dirambatkan secara berantai oleh partikel-
partikel eter, suatu medium elastik yang mengisis semua ruang. (Keberadaan eter ternyata tidak
terbukti berdasar hasil eksperimen Michelson-Morley ketika ia mengukur kecepatan cahaya.)
Konsiten dengan konsepsi, Huygen membayangkan setiap titik dari suatu gangguan yang
merambat merupakan sumber pulsa baru yang berkontribusi pada gangguan berikutnya. Untuk
menunjukkan bagaimana model perambatan cahayanya yang menyiratkan hukum-hukum optik
geometri, ia mengemukakan suatu prinsip yang dapat dinyatakan sebagai berikut: Masing-
masing titik pada permukaan depang suatu gangguan gelombang muka gelombang (front
gelombang) bisa dipandang sebagai sumber kedua dari gelombang sferis (atau wavelet), yang
mana mereka sendiri bergerak dengan kelajuan cahaya di dalam medium dan envelope-nya pada
waktu berikutnya merupakan muka gelombang baru. Aplikasi sederhana prinsi ini ditunjukkan
dalam Gambar 2-2 untuk sebuah gelombang bidang dan sferis. Dalam masing-masing kasus, AB
membentuk gangguan gelombang awal atau muka gelombang, A’B’ adalah muka gelombang
baru pada waktu t kemudian. Jejari masing-masing wavelet adalah ct, dimana c adalah kelajuan
cahaya di dalam medium. Perhatikan bahwa muka gelombang baru adalah garis singgung dari
masing-masing wavelet di sebuah titik. Menurut Huygen, sisa dari masing-masing wavelet
diabaikan dalam penerapan prinsip ini. Sebenarnya, apakah sisa dari wavelet yang ditinjau
efektif dalam perambatan gangguan cahaya, Huygen tidak dapat menurunkan hukum perambatan
linier dari prinsipnya. Untuk melihat ini lebih jelas, merujuk pada Gambar 2-3, yang
menunjukkan sebuah gangguang gelombang sferis yang berasal dari O dan datang pada sebuah
celah dengan suatu bukaan SS’. Sesuai denga konsep perambatan linier, garis-garis OA dan OB
membentuk tepi-tepi tajam bayangan di kanan celah. Beberapa wavelet yang berasal dari titik-

43
titik muka gelombang (busur SS’), namun demikian, overlap di dalam daerah bayangan.
Menurut Huygen, namun demikian, ini diabaikan dan muka gelombang baru berakhir secara
tiba-tiba di titik-titik P dan P’, secara presisi dimana wavelet ekstrem yang berasal dari S dan S’
adalah menyinggung muka gelombang baru. Dengan mengabaikan keefektifan wavelet-wave let
yang bertindihan, Huygen menghidari kemungkinan difraksi cahaya ke dalam daerah bayangan
geometri. Huygen juga mengabaikan muka gelombang yang dibentuk oleh separuh belakang
wavelet, karena muka gelombang ini menyiratkan suatu gangguan cahaya yang bergerak dalam
arah berlawanan. Meskipun kelemahan model ini, diperbaiki kemudian oleh Fresnel dan lainya,
Huygen dapat menerapkan prinsipnya untuk membuktikan hukum-hukum pemantulan dan
pembiasan.
Gambar 2-4a mengilustrasikan konstruksi Huygen untuk sebuah berkas cahaya sejajar
sempit untuk membuktikan hukum pemantulan. Prinsip Huygen harus dimodifikasi sedikit untuk
mengakomodasi kasus dimana sebuah muka gelombang. Seperti AC, menabrak suatu bidang batas,
seperti XY, pada suatu sudut. Disini sudut datang sinar AD, BE, dan CF relatif pada tegak lurus PD

adalah i. Karena titik-titik sepanjang muka gelombang bidang tidak datang pada batas antara
medium secara serempak, suatu kelonggaran dibuat untuk perbedaan ini dalam menyusun wavelet
yang menentukan muka gelombang pantul. Jika batas XY tidak ada, konstruksi Huygen akan
menghasilkan muka gelombang GI pada saat sinar CF mencapai batas di I. Namun demikian,
pengacauan permukaan pantul berarti bahwa selama interval waktu yang sama dipersyaratkan untuk
sinar CF maju dari F ke I, sinar BE telah maju dari E ke J dan kemudian suatu jarak ekivalen dengan
JH setelah pemantulan. Karenanya sebuah wavelet berjari-jari JH berpusat di J digambar di atas
permukaan refleksi. Hal yang sama, sebuah wavelet berjejari DG digambar berpusat di D untuk
menyatakan perambatan setelah refleksi bagian bawah berkas.

44
Gambar 2-2. Ilustrasi prinsip Huygen untuk gelombang bidang dan sferis.

Gambar 2-3. Konstruksi Huygen untuk muka gelombang yang terhalang.

Muka gelombang baru, yang mana harus menyinggung wavelet ini di titik M dan N, dan
termasuk titik I, ditunjukkan sebagai KI dalam gambar tersebut. Normal PD digambarkan
untuk sinar ini digunakan untuk mendefinisikan sudut-sudut datang dan pantul untuk berkas.
Konstruksi ini membuat jelas ekivalensi antara sudut-sudut datang dan refleksi, seperti
diilustrasikan dalam Gambar 2-4a.

45
Gambar 2-4. (a) Konstruksi Huygen untuk refleksi. (b) Konstruksi Huygen untuk refraksi.

Hal yang sama, dalam Gambar 2-4b, konstruksi Huygen ditunjukkan yang menunjukkan
hukum pembiasan. Disini kita harus memperhitungkan perbedaan kelajuan cahaya dalam medium
atas dan bawah. Jika kelajuan cahaya di dalam vakum adalah c, kita menyatakan

46
kelajuan dalam medium atas dengan rasio c/ni, dimana ni adalah konstanta yang
mengkarakterisasi medium dan dirujuk sebagai indek bias. Hal yang sama, kelajuan cahaya di
dalam medium bawah adalah c/nt. Titik-titik D, E, dan F pada muka gelombang datang sampai
di titik-titik D, J, dan I bidang batas XY pada waktu berbeda. Tanpa adanya permukaan pembias,
muka gelombang GI dibentuk pada saat sinar CF mencapai I. Selama perambatan sinar CF dari
F ke I dalam waktu t, namun demikian, sinar AD telah memasuki medium bawah, dimana
kelajuannya lebih lambat. Karenanya jika jarak DG adalah vit, sebuah wavelet berjejari
vtt dikonstruksi dengan pusat di D. Jejari DM dapat juga dinyatakan sebagai

DG ni
DM v t v DG
t t
v n
i
t

Hal yang sama, sebuah wavelet berjejari (ni/nt)JH digambar berpusat di J. Muka gelombang baru
KI melibatkan titik I pada batas dan menyinggung kedua wavelet di titik M dan N, seperti

ditunjukkan. Relasi geometri antara sudut-sudut I dan t, dibentuk dengan menyatakan sinar
datang AD dan sinar bias DL, adalah hukum Snell, seperti diilustrasikan dalam Gambar 2-b.
Hukum Snell pembiasan bisa dinyatakan sebagai

ni sin i nt sin t (2-1)

2-3. Prinsip Fermat


Hukum-hukum optik geometri dapat juga diturunkan dari suatu hipotesis dasar yang berbeda. Ide
dasar yang telah diperkenalkan oleh Hero dari Aleksandria, yang hidup di abad kedua sebelum
masehi. Menurut Hero, ketika cahaya dirambatkan antara dua titik, ia mengambil lintasan terpendek.
Untuk perambatan antara dua titik dalam medium uniform yang sama, lintasan jelas berupa garis
lurus yang menghubungkan dua titik tersebut. Ketika cahaya dari titik pertama A, Gambar 2-5,
mencapai titik kedua B setelah pemantulan dari sebuah permukaan bidang, namun demikian, prinsip
yang sama memprediksi hukum pemantulan, sebagai berikut. Gambar 2-5 menunjukkan tiga lintasan
yang mungkin dari A ke B, termasuk salah satu yang benar, ADB. Tinjau lintasan sebarang ACB. Jika
titik A’ dikontruksi pada tegak lurus AO sedemikian hingga
AO = OA’, segitiga siku-siku AOC dan A’OC adalah sama. Karenanya AC = A’C dan jarak yang
ditempuh oleh sinar cahaya dari A ke B melalui C adalah sama seperti jarak dari A’ ke B melalui
47
C. Jarak terpendek dari A’ ke B jelas berupa garis lurus A’DB, sehingga lintasan ADB adalah
pilihan yang benar yang diambil oleh sinar cahaya sebenarnya. Geometri dasar menunjukkan

bahwa untuk lintasan ini, i = r. Perhatikan juga bahwa untuk mempertahankan A’DB sebagai
sebuah garis lurus tunggal, sinar pantul haruslah tetap di dalam bidang datang, yaitu bidang
halaman ini.

Gambar 2-5. Kontruksi untuk membuktikan hukum pemantulan dari prinsip Hero.

Gambar 2-6. Konstruksi untuk membuktikan hukum pembiasan dari prinsip Fermat.

Matematikawan Perancis Pierre de Fermat menggeneralisir prinsip Hero untuk


membuktikan hukum pembiasan. Jika titik akhir B terletak di bawah permukaan medium
kedua, seperti dalam Gambar 2-6, lintasan yang benar secara tepat bukan lintasan terpendek
atau garis lurus AB, untuk itu akan membuat sudut bias sama dengan sudut pantul, melanggar
hukum pembiasan yang ditetapkan secara empirik. Mempertimbangkan efisiensi alam, Fermat
menganggap bahwa sinar cahaya menempuh lintasan waktu terpendek dari A ke B, sebuah
48
generalisasi yang melibatkan prinsip Hero sebagai kasus khusus. Jika cahaya merambat lebih
lambat di dalam medium kedua, seperti diasumsikan dalam Gambar 2-6, cahaya berbelok di
perbatasan untuk mengambil waktu lebih terpendek di dalam medium kedua, dengan
demikian meminimumkan waktu transit keseluruhan dari A ke B. Secara matematis, kita
menghendaki meminimumkan waktu total,

t AO OB vi vt

dimana vi dan vt adalah kecepatan cahaya dalam medium datang dan transmisi. Dengan menerapkan teorema
Pitagoras dan jarak yang didefinisikan dalam Gambar 2-6, kita mempunyai

t a2 x2 b2 c x 2
vi vt
Karena pilihan lintasan lain mengubah posisi titik O dan oleh karena itu jarak x, kita
dapat meminimumkan waktu dengan mengatur dt/dx = 0:
dt x c x 0
dx vi a 2 x2 vt b2 c x2
Sekali lagi dari Gambar 2-6, sudut-sudut datang dan bias dapat secara memadai dimasukkan
ke dalam syarat ini, yang menghasilkan
dt sin sin
i t 0
dx vi vt
sehingga vt sin i vi sin t . Dengan mengingat bahwa indeks bias medium adalah v = c/n, kita
sampai di hukum Snell,
ni sin i nt sin t
Situasi dimana lintasan dari sebuah sinar cahaya bisa menyatakan waktu maksimum
satu lintasan dari banyak lintasan yang mungkin yang semuanya memerlukan waktu yang sama.
Seperti contoh kasus berikut, tinjau cahaya yang merambat dari satu fokus ke fokus lainnya di
dalam sebuah cermin elips, sepanjang satu dari sejumlah besar lintasan yang mungkin. Karena
elips adalah lokasi semua titik yang mengkombinasi jarak-jarak dari dua focus adalah suatu
konstanta, semua lintasan sebenarnya mempunyai waktu sama. Suatu pernyataan lebih tepat
mengenai prinsip fermat, yang mana mensyaratkan suatu ekstremum relative terhadap lintasan

49
didekatnya, bisa dinyatakan sebagai berikut : Lintasan sebenarnya dari sebuah sinar
cahaya yang merambatan antara dua titik tertentu di dalam sebuah sistem optik adalah
sedemikian hingga membuat lintasannya optiknya sama dengan lintasan lain yang
berdekatan dengan lintasan sebenarnya.
Dengan formulasi ini, prinsip Fermat jatuh dalam kelompok masalah yang disebut
kalkulus variasi, suatu teknik yang menentukan bentuk sebuah fungsi yang meminimumkan
suatu integral tertentu. Di dalam optik, integral tertentu merupakan ini integral waktu yang
diperlukan untuk transit sebuah sinar cahaya dari titik awal ke titik akhir.
Perlu dicatat disini bahwa suatu prinsip yang sama, disebut prinsip Hamilton mengenai
aksi terkecil di adalam mekanika yang menyatakan suatu minimum dari integral tertentu
fungsi Lagrangian (energy kinetic minus energy potensial), manyatakan sebuah formulasi
alternative dari hukum-hukum mekanik, yang berarti hukum Newton itu sendiri.

2-4. Prinsip Reversibiltas


Merujuk kembali ke kasus pementulan dan pembiasan yang digambarkan dalam Gambar 2-5 dan
2-6. Jika peran titik-titik A dan B ditukar, sehingga B merupakan sumber sinar cahaya, prinsip
Fermat dari waktu terkecil mestinya memprediksi lintasan yang sama seperti ditentukan untuk
arah semula dari perambatan cahaya. Maka secara umum, sinar sebenarnya di dalam sebuah
sistem optik, jika dibalik arahnya, akan menempuh kembali laintasan arah balik yang sama.
Prinsip ini akan sangat berguna dalam berbagai variasi.

2-5. Pemantulan Pada Cermin Datar


Sebelum mendiskusikan formasi bayangan secara umum, kita mendiskusikan kasus paling
umum yaitu kasus bayangan yang dibentuk oleh cermin datar. Dalam konteks ini adalah penting
membedakan antara pemantulan biasa (specular reflection) dari sebuah permukaan halus
sempurna dan pemantulan baur (diffuse reflection) dari sebuah permukaan kasar. Dalam kasus
pertama, semua sinar dari berkas sejajar yang datang pada permukaan mematuhi hukum
pemantulan dari sebuah permukaan datar dan oleh karena itu memantul sebagai berkas sejajar;
dalam kasus kedua, walaupun hukum pemantulan dipatuhi secara local, permukaan kasar secara
mikroskopik menyebabkan arah yang bervariasi dan menyebabkan hamburan baur sinar-sinar

50
yang mulanya sejajar. Setiap permukaan bidang akan menghasilkan suatu hamburan seperti itu,
karena sebuah permukaan halus sempurna dalam prakteknya sulit dicapai. Pembahasan
selanjutnya berkaitan dengan pemantulan biasa.
Tinjau pemantulasan biasa sebuah sinar cahaya OP dari bidang xy dalam Gambar 2-7a.
Dengan hukum pemantulan, sinar pantul PQ tetap di dalam bidang datang, membentuk sudut
sama dengan normal di P. Jika lintasan OPQ diuraikan ke dalam komponen-komponen x, y, dan
z, jelas bahwa arah sinar OP diubah oleh pemantulan hanya sepanjang arah-z, dan kemudian
sedemikian hingga komponen z nya dibalik. Jika arah sinar datang dideskripsikan oleh vector
satuannya, rˆ1 x, y, z , maka pemantulan menyebabkan
rˆ1 x, y, z rˆ2 x, y, z

Berarti bahwa jika sebuah sinar datang dari arah seperti itu memantul secara berurutan dari
ketiga bidang koordinat tegak lurus, seperti dalam “pemantul sudut” Gambar 2-7b,
rˆ1 x, y, z rˆ2 x, y, z

Dan sinar berbalik secara tepat sejajar dengan garis pendekatan asalnya. Sebuah jaringan
pemantul sudut seperti itu menjamin pembalikan pasti seberkas cahaya, sebagai contoh
seberkas sinar dari lampu besar dari pemantul lampu jalan atau seberkas laser dari bulan.

Gambar 1.7. Geometri sebuah sinar yang dipantulkan oleh sebuah bidang.

Pembentukan bayangan di dalam sebuah cermin datar diilustrasikan dalam Gambar 2-8a.
Sebuah obyek titik S mengirim sinar menuju sebuah cermin datar. Hukum pementulan menjamin
bahwa sepasang segitiga seperti SNP dan S’NP adalah sama, sehingga semua sinar pantul terlihat
berasal dari titik bayangan S’, yang mana berada sepanjang garis normal SN, dan di kedalaman

51
dimana jarak bayangan S’N sama dengan jarak obyek SN. Karena tak satupun sinar cahaya nyata
berada di bawah permukaan cermin, bayangan ini disebut bayangan maya. Bayangan S’
diproyeksikan pada layar seperti dalam kasus bayangan nyata. Semua titik dari sebuah benda
yang lebar, seperti sebuah panah dalam Gambar 2-8b, dibentuk bayangan oleh sebuah cermin
datar: Masing-masing titik obyek mempunyai titik bayangannya sepanjang normalnya terhadap
permukaan cermin dan berada di bawah permukaan pantul sejauh titik obyek berada di atas
permukaan. Perhatikan bahwa posisi bayangan tidak tergantung posisi mata. Lebih lanjut,
konstruksi Gambar 2-8b memperjelas bahwa ukuran bayangan adalah identik dengan ukuran
obyek, yang menghasilkan perbesaran satu. Tambahan lagi, orientasi transversal obyek dan
bayangan adalah sama. Sebuah obyek berorientasi kanan, namun demikian, tampak berorientasi
kiri dalam bayangannya. Dalam Gambar 2-8c, dimana cermin tidak berada tepat di bawah
obyek, bidang cermin bisa diperluas untuk menentukan posisi bayangan seperti dilihat oleh mata
yang diposisikan menerima sinar-sinar pantul yang berasal dari obyek. Gambar 2-8d
mengilustrasikan bayangan jamak sebuah obyek titik O yang dibentuk oleh dua cermin tegak

lurus. Bayangan I1 dan I2 disebabkan pemantulan tunggal di dalam kedua cermin, tetapi sebuah

bayangan ketiga I3 disebabkan pementulan beruntun kedua cermin.

52
Gambar 2-8. Pembentukan dalam suatu cermin datar

n1 sin 1 n2 sin 2

2-5. Pembiasan Melalui Permukaan Datar


Tinjau sinar cahaya (1) dalam Gambar 2-9a, datang dengan sudut 1 pada bidang batas yang
memisahkan dua medium transparan yang dicirikan secara berurut oleh indek bias n1 dan
n2. Misalkan sudut bias adalah 2

(2-2)

mensyaratkan sudut bias 2 sedemikian hingga sinar bias melengkung menjauh dari normal, seperti

dalam Gambar 2-9a, sinar 1 dan 2, ketika n2 < n1. Untuk n2 < n1, di lain pihak, sinar bias
dibelokkan menuju normal. Hukum ini juga mensyaratkan bahwa sinar 3, datang normal pada
permukaan ( 1 = 0), ditransmisikan tanpa berubah arah ( 2 = 0), tanpa memperhatikan rasio indeks
bias. Dalam Gambar 2-9a ketiga sinar berasal dari sebuah titik sumber S di bawah batas antar
medium dan memancar ke dalam medium bagian atas, seperti dalam kasus cahaya yang
53
Gambar 2-9. Geometri sinar yang dibiaskan oleh bidang batas.

memancar dari air (n1 = 1,33) ke dalam udara (n2 = 1,00). Suatu titik bayangan unik tidak
ditentukan oleh sinar-sinar ini karena mereka tidak terdapat perpotongan umum atau titik
bayangan maya di bawah permukaan dari mana mereka muncul karena pembiasan, seperti
ditunjukkan oleh perluasan garis putus-putus dari sinar bias. Namun demikian, untuk sinar-
sinar yang membuat suatu sudut kecil dengan normal terhadap permukaan, sebuah bayangan
yang sangat baik dapat dilokalisir. Dalam pendekatan ini, dimana kita mengijinkan hanya sinar-
sinar paraksial untuk membentuk bayangan, sudut-sudut datang dan bias keduanya kecil dan
pendekatan,
sin tan (dalam radian)
adalah valid. Dari persamaan (2-2), hukum Snell dapat didekati dengan
n1 tan 1 n2 tan 2 (2-3)

54
dan dengan mengambil tangen yang sesuai dari Gambar 2-9b, kita mendapatkan
n1 x n2 x
s s'
Titik bayangan terjadi di jarak vertikal s’ di bawah permukaan diberikan oleh

s' s n2
(2-4)
n
1

dimana sadalah kedalaman obyek. Karenanya obyek di bawah air, dilihat tepat dari atas, terlihat
lebih dekat ke permukaan dari pada kedalaman sebenarnya, karena dalam kasus ini s’ = (1/1,33)s
= ¾ s. Bahkan ketika sudut pengamatan 2 adalah tidak kecil, bayangan sebuah benda dibawah
air terbentuk karena celah atau pupil mata memungkinkan hanya suatu bundel kecil sinar-sinar
saat pembentukan bayangan. Karena sinar-sinar ini berbeda sangat kecil arahnya, mereka akan
muncul dari secara pendekatan titik bayangan yang sama. Namun demikian, kedalaman
bayangan ini tidak akan ¾ kedalaman obyek, seperti untuk sinar-sinar paraksial, dan secara
umum akan bervariasi dengan sudut pengamatan.
Sinar dari obyek yang memperbesar sudut datang terhadap batas, menurut hukum Snell,
haruslah membiaskan dengan sudut lebih besar, seperti ditunjukkan dalam Gambar 2-9c. Suatu
o
sudut datang kritis c dicapai ketika sudut bias mencapai 90 . Karenanya dari hukum Snell,

sin n2
sin 90
n2
c n n
1 1

atau

1
sin c sin
n2
(2-5)
n
1

Untuk sudut-sudut datang 1 > c, sinar datang mengalami pemantulan internal total, sepert totali
ditunjukkan. Gejala ini mendasari transmisi cahaya sepanjang serat optik melalui sederetan
pemantulan internal total. Perhatikan bahwa gejala tersebut tidak terjadi kecuali n1 > n2,
sehingga dapat ditentukan dari persamaan (2-5).
Kita kembali ke sifat bayangan yang dibentuk oleh pembiasan di permukaan datar ketika
kita berhubungan dengan pembiasan ini sebagai kasus khusus pembiasan dari sebuah permukaan
sferis.

55
2-6. Pembentukan Bayangan Oleh Sebuah Sistem Optik
Kita mendiskusikan disini apa yang dimaksud dengan sebuah bayangan secara umum dan
menunjukkan faktor-faktor teoritis dan praktis yang membuat sebuah bayangan kurang dari
sempurna. Dalam Gambar 2-10, sistem optik meliputi: permukaan pemantul dan/atau pembias,
dengan kelengkungan sembarang, yang bisa mengubah arah sinar yang meninggalkan sebuah
titik obyek O. Daerah ini bisa meliputi sebarang media yang terlibat, tetapi kita akan
mengasumsikan bahwa masing-masing medium individual adalah homogen dan isotropik, dan
maka dicirikan oleh indek biasnya sendiri. Karenanya sinar-sinar menyebar keluar secara radial
ke semua arah dari titik Obyek O, seperti ditunjukkan, dalam ruang obyek nyata, yang mana
mendahului permukaan pemantul atau pembias pertama dari sistem optik. Keluarga dari
permukaan sferis normal terhadap sinar-sinar adalah muka gelombang, posisi dari titik-titik
sedemikian hingga masing-masing sinar yang berhubungan dengan suatu muka gelombang
menyatakan waktu transit yang sama dari cahaya dari sumber. Dalam ruang obyek nyata sinar-
sinar menyebar dan muka gelombang sferis mengembang. Sekarang anggap bahwa sistem optik
mengarahkan kembali sinar-sinar ini dengan cara pada saat meninggalkan sistem optik dan
memasuki ruang bayangan nyata, muka gelombang mengecil dan sinar-sinar konvergen ke suatu
titik yang didefinisikan sebagai titik bayangan, I. Dalam spirit prinsip Fermat, kita dapat
mengatakan bahwa karena setiap sinar mulai di O dan berakhir di I, setiap sinar mensyaratkan
waktu transit yang sama. Sinbar-sinar ini dikatakan isokron. Selanjutnya, dengan prinsip
reversibilitas, jika I adalah titik obyek, masing-masing sinar akan berbalik arah tetapi
mempertahankan lintasannya melalui sistem optik, dan O akan berhubungan dengan titik
bayangan. Titik O dan I dikatakan titik-titik konjugat untuk sistem optik. Di dalam sebuah
sistem optik ideal, setiap sinar dari O berpotongan dengan dengan sistem dan hanya sinar-sinar
ini juga lewat melalui I. Untuk membentuk suatu bayangan obyek sebenarnya, persyaratan ini
harus berlaku untuk setiap titik obyek dan titik bayangan kojugatnya.

56
Gambar 2-10. Pembentukan bayangan oleh sebuah sistem optik.

Dalam prakteknya, bayangan nonideal terbentuk karena (1) hamburan cahaya, (2)
aberasi, dan (3) difraksi. Beberapa sinar yang meninggalkan O tidak mencapai I disebabkan
berkurangnya pemantulan di permukaan bias, pemantulan baur dari permukaan pantul, dan
hamburan oleh ketidakhomogenan dalam medium transparan. Berkurangnya sinar-sinar oleh hal
tersebut jelas meredupkan kecerahan bayangan; namun demikian. Beberapa sinar sinar ini
dihamburkan melalui I dari titik-titik obyek tak konjugat, menurunkan kualitas bayangan. Ketika
sistem optik ini tidak dapat menghasilkan relasi satu-satu antara sinar-sinar obyek dan bayangan
yang dipersyaratkan untuk pembentukan bayangan sempurna dari semua titik-titik obyek yang
sempurna, kita berbicara mengenai aberasi sistem. Akhirnya, karena setiap sistem optik
menangkap hanya sebagian dari muka gelombang yang memancar dari obyek, bayangan tidak
bisa tajam sempurna. Meskipun bayangan sempurna, efek penggunaan bagian terbatas dari muka
gelombang menyebabkan difraksi dan suatu bayangan yang kabur, yang mana dikatakan sebagai
difraksi terbatas. Sumber ketidaksempurnaan bayangan ini, yang didiskusikan lebih lanjut dalam
bab difraksi, menampilkan suatu batas ketajaman suatu bayangan yang tidak dapat diatasi secara
menyeluruh.
Permukaan pantul atau bias yang membentuk bayangan sempurna disebut permukaan
Cartesian. Dalam kasus pemantulan, permukaan seperti itu merupakan bagian konik, seperti
ditunjukkan dalam Gambar 2-11. Dalam setiap gambar, peran dari titik obyek dan bayangan bisa
dibalik menggunakan prinsip reversibilitas. Perhatikan bahwa dalam Gambar 2-11b, bayangan
adalah maya. Dalam Gambar 2-11c, sinar-sinar pantul sejajar dikatakan membentuk suatu
bayangan di tak terhingga. Dalam masing-masing kasus, kita dapat menunjukkan bahwa prinsip
Fermat, yang mensyaratkan sinar-sinar isokron antara titik-titik obyek dan bayangan, mengarah
suatu syarat yang ekivalen dengan definisi geometri dari bagian konik yang terkait.
57
Gambar 2-11. Permukaan pantul Cartesian yang menunjukkan obyek dan bayangan konjugat.

Permukaan Cartesian yang mengahsilkan bayangan sempurna melalui pembiasan bisa lebih
rumit. Mari kita mencari persamaan permukaan pembias yang sesuai yang membentuk bayangan
titik obyek O di titik bayangan I, seperti diilustrasikan dalam Gambar 2-12. Terdapat sebuah titik
sebarang P dengan koordinat (x, y) pada permukaan yang dipersyaratkan . Persyaratannya adalah
bahwa setiap sinar dari O, seperti OPI, membelok dan melewati bayangan
I. Sinar seperti itu lainnya jelas adalah OVI, normal terhadap permukaan di titik verteknya V.
Dengan prinsip Fermat, ini merupakan sinar-sinar isokron. Karena media di sisi lain dari
permukaan pembias dicirikan oleh indek biayang berbeda, namun demikian, sinar-sinar isokron
tidak sama panjangnya. Waktu transit dari sebuah sinar melalui medium setebal x dengan indek
bias n adalah
x nx
t vc

58
nodo ni di no so ni si konstanta

Gambar 2-12. Permukaan pembias Cartesian yang membentuk bayangan titik obyek O di
titik bayangan I.

Oleh karena itu, waktu yang sama menyiratkan nilai perkalian nx yang sama, disebut
panjang lintasan optik. Dalam masalah ini, prinsip Fermat mensyaratkan bahwa

(2-6)

dimana jarak didefinisikan dalam gambar 2-12. Dalam koordinat (x, y) P, jumlahan
pertama persamaan (2-6) menjadi
no x2 y2 1/ 2
ni y2 so si x 2 1/ 2 konstanta (2-7)

Konstanta dalam persamaan ditentukan oleh suku di tengah dari persamaan (2-6), yang mana
dapat dihitung begitu maslah khusus didefinisikan. Persamaan (2-7) mendeskripsikan
Cartesian ovoid dari revolusi yang ditunjukkan dlam Gambar 2-13a.
Gambar 2-13. Permukaan pembias Cartesian. (a) Cartesian ovoid membentuk bayangan O di I
melalui pembiasan. (b) Permukaan hiperbolik membentuk bayangan titik O di tak terhingga

59
ketika O berada di fokus dan ni > no. (c) Permukaan elips membentuk bayangan titik obyek O
di tak terhingga ketika O berada di fokus no > n i.

Dalam kebanyakan kasus, namun demikian, bayangan diinginkan dalam medium optik yang
sama seperti obyek. Tujuan ini dicapai dengan sebuah lensa yang membiaskan sinar cahaya dua kali,
sekali pada masing-masing permukaan, yang menghasilkan sebuah bayangan nyata di luar lensa.
Karenanya inilah tujuan menentukan permukaan Cartesian yang membuat setiap sinar obyek sejajar
setelah pembiasan pertama. Sinar-sinar seperti ini datang pada permukaan kedua maka dapat
dibiaskan sekali lagi untuk membentuk sebuah bayangan. Penyelesaian masalah ini diilustrasikan
dalam Gambar 2-13b dan c. Tergantung pada besar indek bias relatif, permukaan pembias yang

sesuai bisa sebuah hiperbolik (ni > no) atau sebuah elip (no > ni), seperti ditunjukkan. Permukaan
hiperbolik berhubungan dengan kasus biasa sebuah obyek di dalam udara. Sebuah lensa hiperbolik
ganda maka berfungsi seperti ditunjukkan dalam Gambar 2-14. Perhatikan, namun demikian, bahwa
pembentukan bayangan bebas aberasi yang dicapai dengan menerapkan hanya pada titik obyek O di
jarak yang benar dari lensa dan berada pada sumbu. Untuk titik-titik yang dekat, pembentukan
bayangan tidak sempurna. Semakin besar obyek nyata, berkuran presisi bayangannya. Karena
bayangan obyek-obyek aktual tidak bebas dari aberasi dan karena permukaan hiperbolik sulit
dibentuk secara tepat, kebanyakan permukaan optik sferis.
Aberasi sferis ditoleransi sebagai kompromi ketika mempertimbangkan kemudahan relatif
fabrikasi permukaan sferis. Dalam bagian akhir dari bab optik geometri, kita berkonsentrasi
pada kasus pemantulan dan pembiasan sferis dengan jejari kelengkungan R. Dalam batas R , kita
berhubungan dengan kasus khusus sebuah permukaan datar.

Gambar 2-14. Pembentukan bayangan obyek titik O bebas aberasi menggunakan lensa hiperbolik
ganda.

2-8. Pemantulan Pada Sebuah Permukaan Sferis

60
Cermin sferis bisa cekung (concave) atau cembung (comvex) relative terhadap sebuah titik obyek O,
tergantung apakah kelengkungan pusat C berada pada sisi yang sama atau berlawanan permukaan
pemantul. Dalam Gambar 2-15 cermin adalah cembung, dan dua sinar cahaya yang berasal dari O
digambarkan, satu normal terhadap permukaan sferis dan verteksnya V dan lainnya sebuah sinar
sebarang datang pada P, yang memenuhi hukum pemantulan. Kedua sinar pantul menyebar ketika
meraka meninggalkan cermin. Perpotongan kedua sinar (diperpanjang ke belakang) menentukan titik
bayangan I konjugat dengan O. Bayangan maya, terletak di belakang permukaan cermin. Jarak
obyek dan bayangan dari vertek berturut-turut adalah s dan s’.

Gambar 2-15. Pemantulan pada permukaan sferis.

Suatu ketinggian h digambarkan dari P ke sumbu Q. Kita mencari relasi antara s dan s’ yang
tergantung hanya pada jejari kelengkungan R dari cermin. Seperti akan kita lihat, relasi seperti
itu mungkin hanya untuk pendekatan orde pertama dari ekspansi sinus dan cosines sudut-
sudut yang dibuat oleh sinar obyek dan bayangan pada permukaan sferis. Ini berarti bahwa
dari ekspansi
3 5
sin ...
3! 5! (2-8)
2 4
cos 1 ...
2! 4!
kita meninjau hanya suku pertama dan menuliskan
sindan cos 1 (2-9)

61
relasi yang cukup akurat jika sudut adalah cukup kecil. Pendekatan ini mengantarkan ke optika
Gaussian, merujuk pada Karl Friederih Gauss, yang pada tahun 1841 mengembangkan landasan
optik. Sekarang kembali ke masalah cermin sferis, perhatikan bahwa dua relasi angular bisa
diperoleh dari Gambar 2-15, karena sudut luar dari sebuah segitiga sama dengan jumlah sudut-
sudut dalamnya. Kedua relasi angular tersebut adalah

' 2

dan 2 '

yang mana kombinasi keduanya menghasilkan

(2-10)

Dengan menggunakan pendekatan sudut kecil, sudut-sudut persamaan (2-10) dapat


diganti dengan tangennya, yang menghasilkan
hh h
2 s s'
R
dimana kita telah juga mengabaikan jarak sumbu VQ, kecil ketika sudut adalah kecil.
Penghapusan h menghasilkan relasi yang diinginkan,
1 1 2 (2-11)
s s' R
Jika permukaan sferis dipilih cekung, pusat kelengkungan akan berada di kiri. Untuk posisi
tertentu titik obyek O, maka adalah mungkin mendapatkan sebuah titik bayangan nyata juga
di kiri cermin. Dalam kasus ini, relasi geometri yang dihasilkan analog dengan persamaan (2-
11) terdiri suku-suku yang semuanya positif,
1 1 2 (Rumus cermin cekung)
s s' R
Adalah mungkin, menggunakan suatu konvensi tanda, untuk menyatakan semua kasus
oleh sebuah persamaan tunggal
1 1 2 (2-12)
s s' R
Konvensi tanda yang digunakan bersama dengan persamaan (2-12) adalah
sebagai berikut:
Asumsikan cahaya merambat dari kiri ke kanan:

62
1. Jarak obyek s adalah positif ketika O berada di kiri dari V, yang berhubungan dengan
sebuah obyek nyata. Ketika O di kanan, yang berhubungan dengan sebuah obyek maya,
s adalah negative.

(2-14)

2. Jarak bayangan s adalah positif ketika I berada di kiri V, yang berhubungan dengan
sebuah bayangan nyata, dan negative ketika I berada di kanan V, yang berhubungan
dengan sebuah cermin cekung.
3. Jejari kelengkungan R adalah positif ketika C berada di kanan V, yang berhubungan
dengan sebuah cermin cembung, dan negative ketika C berada di kiri V, yang
berhubungan dengan sebuah cermin cekung.
Aturan-aturan ini dapat diringkas dengan memperhatikan bahwa jarak obyek dan bayangan
positif berhubungan dengan obyek nyata dan bayangan nyata dan bahwa cermin cembung
mempunyai jejari kelengkungan positif. Dengan menerapkan aturan 2 ke Gambar 2-15, kita
melihat bahwa persamaan umum (2-12) menjadi identik dengan (2-11), sebuah kasus khusus
yang diturunkan bersama dengan Gambar 2-15. Obyek maya terjadi hanya dengan sederetan
dua atau lebih elemen-elemen pantul dan bias dan ditinjau kemudian.
Cermins sferis yang dideskripsikan oleh persamaan (2-12) menghasilkan, untuk sebuah
cermin datar dengan R , s’ = s, seperti ditentukan sebelumnya. Tanda negative mensiratkan sebuah
bayangan maya untuk sebuah obyek nyata. Perhatikan juga dalam persamaan (2-12) bahwa jarak
obyek dan jarak bayangan Nampak simetri, dengan menyatakan ketertukarannya sebagai titik-titik
konjugat. Untuk sebuah obyek di tak terhingga, sinar-sinar datang sejajar dan s’
= R/2, seperti diilustrasikan dalam Gambar 2-16a dan b untuk cermin cekung (R < 0) dan
cermin cembung (R > 0). Jarak bayangan dalam masing-masing kasus didefinisikan sebagai panjang focus
cermin. Maka

R 0, cermin cekung
f (2-13)
2 0, cermin cembung
Dan persamaan cermin dapat ditulis, secara lebih kompak, sebagai
1 1 1 s s'
f

Dalam Gambar 2-16c, sebuah konstruksi ditunjukkan yang memungkinkan menentukan perbesaran
transversal. Obyek merupakan sebuah obyek diperpanjang berdimensi transversal ho.

63
Bayangan bagian atas panah dibentuk oleh dua sinar pantul. Sinar datang di vertek harus
memantul membentuk sudut yang sama dengan sumbu. Sinar lain diarahkan menuju pusat
kelengkungan sepanjang garis normal dan maka harus memantul balik segaris sinar datang.
Perpotongan dua sinar pantul terjadi di belakang cermin dan membentuk sebuah bayangan
maya. Karena kesamaan ketiga sudut (ditunjukkan dalam gambar), maka disimpulkan bahwa
hh
o s
i o

si

Gambar 2-16. Lokasi titik focus (a) dan (b) dan konstruksi untuk menentukan perbesaran (c) dari
sebuah cermin sferis.

Perbesaran lateral didefinisikan oleh rasio ukuran bayangan lateral dengan ukuran obyek lateral yang terkait,
m hi si (2-15)
ho so
Konvensi tanda juga berlaku pada perbesaran, kita menentukan perbesaran (+) untuk kasus
dimana bayangan mempunyai orientasi sama seperti obyek dan perbesaran ( ) ketika bayangan
terbalik relatif terhadap obyek. Untuk menghasilkan perbesaran (+) dalam konstruksi Gambar
2-16c, dimana ‘ harus dengan sendirinya negatif, kita memodifikasi persamaan (2-15) untuk
menghasilkan bentuk umum
m si (2-16)
so
Sekali titik-titik C dan F ditentukan, pembentukan bayangan oleh sebuah cermin sferis bisa

ditentukan secara pendekatan dengan metode grafis. Gambar 2-17 mengilustrasikan beberapa

64
contoh yang seharusnya dikaji secara teliti. Validitas masing-masing pemantulan sinar telah
ditetapkan dalam pembahasan di atas. Dalam masing-masing kasus bayangan bagian atas panah
ditentukan lokasinya oleh perpotongan tiga sinar pantul. Sifat bayangan yang dibentuk oleh
cermin diringkas dalam Tabel 2-1.

Gambar 2-17. Diagram sinar untuk cermin sferis. (a) Bayangan nyata, cermin cekung.
(b) Bayangan maya, cermin cekung. (c) Bayangan maya, cermin cembung.

Contoh 2-1
Sebuah obyek tinggi 3 cm ditempatkan 20 cm dari (a) sebuah cermin cembung, (b) sebuah
cermin cekung, masing-masing dengan panjang fokus 10 cm. Tentukan posisi dan sifat bayangan
dari masing-masing kasus.
Penyelesaian
(a) Cermin cembung: f = 10 cm dan s = + 20 cm.
1 1 1 atau s' fs 10 20 6,67 cm
s s' f s f 2010

65
m s 6,67 0,333
1
s' 20 3
Bayangan adalah maya (karena s’ adalah negative), 6,67 cm di kanan vertek cermin, atau 1
cm tingginya.
(b) Cermin cekung: f = + 10 cm dan s = +20 cm
s' fs 10 20 20 cm
s f 20 10
s' 20
m 1 s 20

Bayangan adalah nyata (karena s’ adalah positif), 20 cm di kiri vertek cermin, dan terbalik
(karena m negative) dan ukuran sama seperti obyek, atao 3 cm tingginya. Bayangan dan
obyek berada di 2f = 20 cm, pusat kelengkungan cermin.

Tabel 2-1. Karakteristik bayangan yang dibentuk Cermin Cekung dan Cembung.
Cermin Cekung
Obyek Bayangan
Lokasi Jenis Lokasi Orientasi Ukuran relatif
> so > 2f Nyata f < si < 2f Terbalik Diperkecil

so = 2f Nyata si = 2f Terbalik Diperkecil

f < so < 2f Nyata > si > 2f Terbalik Diperkecil

so = f
Maya s Tegak Diperkecil
so < f i so

Cermin Cembung
Obyek Bayangan
Lokasi Jenis Lokasi Orientasi Ukuran relatif
Dimanapun Maya si f Tgak Diperkecil
so si

66
n1 sin 1 n2 sin 2

n1 n2 '
2-9. Pembiasan Pada Sebuah Permukaan Sferis
Kita sekarang kembali ke perlakuan yang sama mengenai pembiasan pada sebuah permukaan
sferis, dengan memilih dalam kasus ini permukaan cekung gambar 2-18. Dua sinar ditunjukkan
berasal dari titik obyek O. Satu merupakan sinar aksial, normal terhadap permukaan di
verteknya dan maka dibiaskan tanpa berubah arah. Sinar lain adalah sinar sebarang datang di P
dan membelok menurut hukum Snell

(2-17)

Kedua sinar bias terlihat muncul dari perpotongan umumnya, titik bayangan I. Di dalam segitiga
CPO, sudut luar = 1 + . Di dalam segitiga CPI, sudut luar ’ = 2 + . Pendekatan untuk sinar-
sinar paraksial dan dengan mensubstitusi 1 dan 2 dalam persamaan (2-17), kita mempunyai

(2-18)

Selanjutnya, dengan menuliskan tangen untuk sudut-sudut dengan menganalisis Gambar 2-18,
dimana sekali lagi kita mengabaikan jarak QV dalam pendekatan sudut kecil,
n1 h h n2 h h
s R s' R
atau
n1 n2 n1 n2 (2-19)

s s' R

67
Gambar 2-18. Pembiasan pada permukaan sferis untuk mana n2 > n1.

Dengan menggunakan konvensi tanda yang sama seperti dikenalkan dalam cermin (yaitu, jarak
positif untuk nyata dan jarak negative untuk obyek dan bayangan maya), jarak bayangan maya s’
< 0 dan jejari kelengkungan R < 0. Jika tanda negative ini dipahami untuk kasus Gambar 2-18,
suatu bentuk umum persamaan pembiasan bisa ditulis sebagai
1
nnnn
1 2 2 1 s s' R

yang mana berlaku sama untuk permukaan cekung. Ketika


R sebuah permukaan pembiasa datar, dan

s' n2
s
n
(2-20)

, permukaan sferis menjadi (2-21)


dimana s’ adalah kedalaman yang terlihat yang ditentukan dalam sub bab sebelumnya. Untuk
sebuah obyek nyata (s > 0), tanda negative dalam persamaan (2-21) menunjukkan bahwa
bayangan adalah maya. Perbesaran lateral dari sebuah benda yang lebar secara ringkas
ditentukan dengan mengamati Gambar 2-19. Hukum Snell mensyaratkan, untuk sinar datang

di vertek dan dalam pendekatan sudut kecil, n1 1 = n2 2, atau menggunakan tangent untuk
sudut-sudut,

68
nh o
n h i

1 s 2
s'

Gambar 2-19. Konstruksi untuk menentukan perbesaran lateral pada suatu permukaan
pembias sferis.

Perbesaran lateral maka adalah


m hi n1s' (2-22)

ho n2 s
dimana tanda negative diikutkan untuk menyatakan nilai negative bagi bayangan terbalik. Untuk
kasus sebuah permukaan pembias datar, persamaan (2-21) bisa digabungkan ke dalam persamaan
(2-22), yang menghasilkan m = + 1. Karenanya bayangan yang dibentuk oleh permukaan
pembias datar mempunyai dimensi dan orientasi lateral seperti obyek.

Contoh 2-2
Sebagai contoh pengembangan pembiasan oleh permukaan sferis, merujuk Gambar 2-20.
Dalam (a), sebuah obyek nyata diletakkan di udara, 30 cm dari sebuah permukaan sferis konvek
berjejari 5 cm. Di kanan batas, medium adalah air (n =1,33). Sebelum mengkonstruksi sinar-
sinar, kita pertama mendapatkan jarak bayangan dan perbesaran lateral bayangan, menggunakan
persamaan (2-20) dan (2-22). Persamaan (2-20) menjadi
1 1,33 1,33 1
30 s' 5
1
Menghasilkan s' 40 cm. Tanda negative menunjukkan bahwa bayangan adalah nyata dan
1

maka terletak di kanan permukaan, dimana sinar-sinar nyata cahaya dibiaskan. Persamaan (2-
22) menjadi

69
m 1 40 1
1,33 30

Gambar 2-20. Contoh pembiasan permukaan sferis. (a) Pembiasan oleh permukaan sferis
tunggal. (b) Pembiasan oleh sebuah lensa tebal. Subscript 1 dan 2 merujuk pada
permukaan pembiasan pertama dan kedua.

yang mununjukkan sebuah bayangan terbalik, sama ukuranya dengan obyek. Gambar 2-20a
menunjukkan bayangan begitu pula beberapa sinar, yang mana sekarang ditentukan. Dalam
contoh ini kita mengasumsikan bahwa medium di sebelah kanan permukaan yang membentang
cukup jauh sehingga bayangan terbentuk di dalamnya, tanpa pembiasan lebih lanjut. Misal kita
menganggap (Gambar 2-20b) bahwa medium kedua hanya setebal 10 cm, membentuk sebuah
lensa tebal, dengan permukaan sferis cekung kedua, juga berjejari 5 cm. Pembiasan oleh
permukaan pertama, sudah tentu, tidak dipengaruhi oleh perubahan ini. Di dalam lensa tersebut,
oleh karena itu, sinar-sinar diarahkan sebelumnya untuk membentuk sebuah bayangan 40 cm
dari permukaan pertama. Namun demikian, sinar-sinar ini berpotongan dan sekali lagi dibiaskan
oleh permukaan kedua untuk menghasilkan sebuah bayangan berbeda, seperti yang ditunjukkan
gambar. Karena konvergensi sinar-sinar mengenai permukaan kedua ditentukan oleh posisi
bayangan pertama, yang lokasinya menjelaskan jarak obyek dalam pembiasan kedua. Kita
menyebut bayangan nyata untuk permukaan (1) sebagai sebuah obyek maya untuk permukaan
70
(2). Maka, dengan konvensi tanda, kita membuat jarak obyek maya relative terhadap
permukaan kedua sebagai kuantitas negative ketika menggunakan persamaan (2-10) dan (2-22).
Untuk pembiasan kedua, persamaan (2-20) menjadi
1,33 1 1 1,33
30 s2' 5
atau s’ = +9 cm. Permbesaran, menurut persamaan (2-22), adalah
m 1,33 9 5
1 30 2
Bayangan akhir maka adalah (2/5) ukuran lateral dari obyek maya dan terlihat dengan orientasi
sama. Relatif terhadap obyek asli, bayangan akhir adalah (2/5) besarnya dan terbalik.
Secara umum, kapanpun sederetan permukaan pemantul atau pembias dilibatkan dalam
proses pembentukan bayangan akhir, pemantulan dan atau pembiasan individual ditinjau dalam
urutan dimana cahaya datang pada permukaan-permukaan tersebut. Jarak obyek langkah ke-n
ditentukan oleh jarak bayangan langkan ke-(n 1). Jika bayangan langkah ke (n - 1) tidak benar-
benar terbentuk, ia berfungsi sebagai obyek maya untuk langkah ke n.

2-10. Lensa Tipis


Sekarang kita menerapkan metode sebelumnya untuk menentukan persamaan lensa tipis. Seperti
dalam contoh Gambar 2-20, dua pembiasan permukaan sferis dilibatkan. Penyederhanaan dibuat
untuk mengabaikan ketebalan lensa dibandingkan dengan jarak obyek dan bayangan, sebuah
pendekatan yang dibenarkan dalam kebanyakan situasi praktis. Pada permukaan pembias
pertama, jejari R1,
n1 n2 n2 n1 (2-23)
s s' R
1 1 1
dan di permukaan kedua, jejari R2,
n n n1 n2 (2-24)
2 1

s 2 s' R
2 2

71
Kita telah mengsumsikan bahwa lensa menghadap medium yang sama n1 di kedua sisi.
Sekarang jarak obyek kedua, secara umum dinyatakan oleh

s2 t s1'

(2-25)

dimana t adalah ketebalan lensa. Perhatikan bahwa relasi ini menghasilkan tanda yang benar
s2, seperti dalam Gambar 2-20, dan juga ketika bayangan di tengah jatuh di dalam atau di kiri
lensa. Dalam pendekatan lensa tipis, mengabaikan t,
s 2 s' (2-26)
1

Ketika nilai s2 ini disubstitusi ke dalam persamaan (2-24) dan persamaan (2-23) dan (2-24)
2
ditambahkan, suku n s'lenyap dan menghasilkan
1
n n 1 1
1 1
n n
s s' 2 1 R R 2
1 2 1

Sekarang s1 adalah jarak obyek asli dan s2' adalah jarak bayangan akhir, maka kita
bisa membuang subscrip nya dan menuliskan secara ringkas
1 1 n2 n1 1 1 (2-27)
s s' n R R 2
1 2 1 1

Panjang focus lensa tipis didefinisikan sebagai jarak bayangan untuk obyek di tak terhingga,
atau jarak obyek untuk suatu bayangan di tak terhingga, yang dinyatakan oleh
1 n2 n1 1 1 (2-28)
f n R R 2
1 1

Persamaan (2-28) disebut persamaan pembuat lensa karena ia memprediksi panjang focus
sebuah lensa yang difabrikasi dengan indek bias tertentu dan jejari kelengkungan tertentu dan
digunakan di dalam suatu medium berindek bias n1. Dalam kebanyakan kasus, medium sekitar
adalah udara, dan n1 = 1. Persamaan lensa tipis dalam panjang focus adalah
1 1 1 (2-29)
s s' f
1 2
72
Lensa Cembung Lensa Cekung
Bi-Konvek (Bi-convex) Bi-Konkaf (Bi-concave)

Plan-Konvek (Planar Plan-Konkaf (Planar

Convex) Convex)
Konvek Meniskus Konkaf Meniskus

(Meniscus Convex) (Meniscus Concave)

(c)
Gambar 2-21. Aksi lensa konvergen (a) dan divergen (b) pada muka gelombang bidang cahaya.
(c) Macam-macam lensa konvergen dan divergen.

Analisis muka gelombang untuk muka gelombang bidang, seperti ditunjukkan oleh
Gambar 2-21, menunjukkan bahwa sebuah lensa lebih tebal di tengah-tengah mengumpulkan
(konvergensi) sinar-sinar datang sejajar, sedangkan lensa yang lebih tipis ditengah menyebarkan
(divergensi) sinar-sinar datang sejajar. Bagian muka gelombang yang harus menembus bagian
lebih tebal tertunda relative terhadap bagian lainnya. Lensa konvergen dicirikan oleh panjang
fokus positif dan lensa divergen oleh panjang fokus negative, seperti ditujukkan oleh gambar
dimana bayangan berturut-turut adalah nyata dan maya.
Diagram sinar contoh untuk lensa konvergen (atau konvek) dan divergen (atau konkaf)
ditunjukkan dalam Gambar 2-22. Lensa tipis dinyatakan, untuk keperluan konstruksi sinar, oleh
sebuah garis vertical dengan ujung-ujung berupa bentuk umum lensa. Sinar (1) dari atas obyek
datang sejajar dengan sumbu dan mengumpul, dalam Gambar 2-22a, menuju titik fokus atau
73
menyebar, dalam Gambar 2-22b, seolah-olah berasal dari titik fokus. Sinar kedua secara ringkas
merupakan kebalikan dari yang pertama. Walaupun kedua sinar mencukupi untuk menentukan
bayangan, sinar ketiga mungkin juga digambarkan melalui pusat lensa tanpa membelok. Bagian
tengah lensa bertingkah laku seperti sebuah plat sejajar, yang mana tidak mengubah arah sinar
datang, dan karena lensa tipis, sedikit menggeser sinar. Dalam menggambar diagram sinar, amati
bahwa, kecuali untuk sinar sentral, setiap sinar dibiaskan oleh sebuah lensa konvek membelok
menuju sumbu dan setiap sinat yang dibiaskan oleh lensa konkaf membelok menjauh dari
sumbu. Dari salah satu diagram, sudut-sudut yang dibentuk oleh obyek dan bayangan di pusat
lensa terlihat sama. Baik untuk bayangan nyata dalam (a) maupun bayangan maya (b),
disimpulkan bahwa
hh
o i s
s'
dan perbesaran lateral
h s'
m i ho s

74
Gambar 2-22. Diagram sinar untuk pembentukan bayangan oleh (a) sebuah lensa konvergen dan
(b) sebuah lensa divergen.

Sesuai dengan konvensi tanda, sebuah tanda negative harus ditambahkan ke ekspresi ini. Dalam
kasus (a), s > 0, s’ > 0, dan m < 0 karena bayangan terbalik; dalam kasus (b), s > 0, s’ < 0, dan m
> 0. Dalam kasus lain maka,
m s' (2-30)
s
Lebih jauh diagram sinar untuk dua lensa diilustrasikan dalam Gambar 2-23. Tabel 2-2 dan
Gambar 2-24 memberi ringkasan karakterisitik dan rumus lensa dan cermin.

75
(b)
Gambar 2-23. (a) Formasi sebuah bayangan maya oleh dua sistem dua lensa, lensa konvergen (1)
dan lensa divergen (2). (b) Formasi sebuah bayangan nyata RI2 oleh dua lensa konvergen.
Bayangan perantara RI1 berfungsi sebagai obyek maya VO2 untuk lensa kedua.

Tabel 2-2.a. Karakteristik lensa dan cermin dalam pembentukan bayangan.


Permukaan Sferis Permukaan datar
Pemantulan 1 1 1,f R;m s' s’ = s
m = +1
s s' f 2 s
Cekung: R < 0
Cembung: R > 0
Pembiasan: n1 n2 n2 n1 ; m n1s' s' n2 s
Permukaan tunggal
s s' R n2 s n1
Cekung: f > 0, R < 0 m = +1
Cembung: f < 0, R > 0
Pembiasan: Lensa tipis 1 1 1 1 1 1
, n2 n1
s s' f f n R R
1 1 2
m s'
s
Cekung: f < 0
Cembung: f > 0

76
Tabel 2-2.b. Karakteristik lensa cembung dan lensa cekung dalam pembentukan bayangan.
Lensa Cembung Lensa Cekung
OBYEK BAYANGAN OBYEK BAYANGAN
Lokasi Jenis Lokasi Orientasi Ukuran Lokasi Jenis Lokasi Orientasi Ukuran
>so>2f Nyata f<si<2f Terbalik Perkecil Sebarang Maya si f Tegak Perkecil
so = 2f Nyata si = 2f Terbalik sama
f >so>2f Nyata >si>2f Terbalik Perbesar
so si
so = f
so < f Maya si so Tegak Perbesar

Gambar 2-24. Ringkasan formasi bayangan oleh cermin sferis dan lensa tipis. Lokasi, sifat,
perbesaran, dan orientasi bayangan ditunjukkan. (a) Cermin sferis. (b) Lensa tipis.

Contoh 2-3
Dapatkan dan deskripsikan bayangan perantara dan bayangan akhir yang dihasilkan oleh sebuah
sistem dua lensa seperti yang digambarkan dalam Gambar 2-23a. Misal f1 = 15 cm, f2 = 15 cm,
dan jarak pisahnya 60 cm. Misal obyek berada 25 cm dari lensa pertama, seperti ditunjukkan
gambar.
Penyelesaian
Lensa pertama adalah konvek: f1 = + 15 cm, s1 = 25 cm.
1 1 1 atau s' s1 f 25 15 37,5 cm
s s' f 1 s f 25 15
1 2 1
77
s ' 37,5
m1 1 1,5 s1 25

Karenanya bayangan pertama adalah nyata (karena s1' adalah positif), 37,5 cm di kanan
lensa pertama, terbalik (karena m adalah negative), dan 1,5 kali ukuran obyek.
Lensa kedua adalah konkaf: f2 = -15 cm. Karena sinar-sinar cahaya nyata menyebar dari
bayangan nyata pertama, ia berfungsi sebagai sebuah obyek nyata untuk lensa kedua, dengan s2
= 60 – 37,5 = +22,5 cm di kiri lensa. Maka
s2' s2 f 22,5 15 9 cm
s2 f 22,515
m s' 9 0,4
2

1
s2 22,5

Karenanya bayangan akhir adalah maya (karena s2' adalah negatif), 9 cm di kiri lensa kedua,
tegak terhadap obyeknya sendiri (karena m adalah positif), dan 0,4 kali ukurannya. Perbesaran

total adalah m = m1m2 = ( 1,5)(0,4) = 0,6. Karenanya bayangan akhir terbalik relative terhadap
obyek asli dan 6/10 ukuran lateralnya. Semua karakteristik ini ditunjukkan secara kualitatif
dalam diagram sinar Gambar 2-23a.

2-11. Vergence dan Daya Bias


Cara lain menafsirkan persamaan lensa tipis adalah berguna dalam beberapa aplikasi,
termasuk optometri. Penafsiran tersebut didasarkan pada dua pertimbangan. Di dalam
persamaan lensa tipis
1 1 1 (2-31)
s s' f
perhatikan bahwa (1) jumlahan kebalikan dari jarak di ruas kiri menghasilkan kebalikan panjang
focus, dan (2) kebalikan dari jarak benda dan bayangan mendeskripsikan kelengkungan muka
gelombang yang datang pada lemsa dan terpusat di posisi obyek dan bayangan O dan I. Sebuah
muka gelombang bidang, sebagai contoh, mempunyai kelengkungan nol. Dalam Gambar 2-25
gelombang sferis mengembang dari titik obyek O dan mencapai suatu kelengkungan, atau vergence,
V, yang dinyatakan oleh 1/s, ketika mereka melewatu lensa tipis. Di lain pihak, ketika dibiaskan oleh
lensa, muka gelombang mengkerut, Gambar 2-25a, dan mengembang dalam
78
Gambar 2-25b, untuk menempatkan titik bayangan nyata dan maya yang ditunjukkan gambar.
Kelengkungan, atau vergence, V’, muka gelombang ketika mereka memancar dari lensa adalah
1/s’. Perubahan kelengkungan dari ruang obyek ke ruang bayangan disebabkan oleh daya
pembias P lensa, yang dinyatakan oleh 1/f. Dengan definisi ini, persamaan (2-31) bisa ditulis
V + V’ = P (2-32) Satuan dari besaran dalam persamaan (2-32) adalah kebalikan
panjang. Ketika panjang dinyatakan dalam meter, maka kebalikannya mempunyai satuan
dipotri (D). Karenanya Daya pembias sebuah lensa dengan panjang focus 20 cm adalah 5
dipotri. Titik pandang alternative ini menekankan derajat kelengkungan gelombang atau
konvergensi sinar dari pada jarak obyek dan bayangan. Maka, derajat konvergensi V sinar-
sinar obyek dan daya pembias lensa, persamaan (2-32) dapat juga digunakan pada kasus
pembiasan di sebuah permukaan tunggal, persamaan (2-30), dalam mana kasus indek bias di
dalam ruang benda dan bayangan tidak harus 1. Dalam peristiwa ini, daya permukaan

pembias adalah (n1 – n2)/R.

79
Gambar 2-25. Perubahan kelengkungan muka gelombang pada pembiasan oleh sebuah
lensa tipis. (a) Lensa cembung. (b) Lensa cekung.

Dinyatakan dalam dipotri, daya pembias secara ringkas dijumlahkan.

P P1 P2 P3 ... (2-34) Dalam kasus mata penglihtan dekat, daya pembias (konvergensi)
lensa terlalu besar,

sehingga sebuah bayangan nyata dibentuk di depan retina. Dengan mereduksi konvergensi
dengan sejumlah lensa divergen ditempatkan di depan mata sehingga sebuah obyek secara jelas
difokuskan, seorang optometris dapat menentukan spesifikasi dioptri total dari lensa koreksi
tunggal yang diperlukan dengan menjumlahkan dioptri dari lensa-lensa uji ini. Dalam mata
penglihatan jauh, daya konvergensi natural mata tidak cukup kuat, dan daya konvergensi
tambahan harus ditambahkan berupa kacamata dengan lensa konvergen.

2-12. Persamaan Newton Untuk Lensa Tipis.

Ketika jarak obyek dan bayangan diukur relative terhadap titik focus sebuah lensa, sebagai x
dan x’ dalam Gambar 2-26, suatu bentuk alternative persamaan lensa tipis dihasilkan yang
disebut bentuk Newtonian. Dalam gambar tersebut, kedua sinar yang ditunjukkan
menentukan dua
Pendekatan ini berguna untuk alas an lain. Ketika lensa tipis ditempatkan bersama-sama,
panjang focus f dari kombinasi, diperlakukan sebagai sebuah lensa tipis tunggal, dapat

dinyatakan dalam panjang focus f1, f2, … dari lensa-lensa individual. Sebagai contoh, dengan
dua lensa seperti itu saling membelakangi, kita menuliskan persamaan lensa
1 1 1 dan 1 1 1
' '
s s f 1
s 2 s f2
1 1 2

Kerena jarak bayangan untuk lensa pertama memainkan peran pada jarak benda pada

lensa kedua, kita bisa menuliskan: s2 s1' , dan menjumlahkan kedua persamaan,
1 1 1 1 1
s s' f 1
f 2 f
1 1

Kebalikan dari panjang focus individual, oleh karena itu, penjumlahan menghasilkan kebalikan panjang focus
total dari sistem. Secara umum, untuk beberapa lensa tip[is berlaku,
1 1 1 1 ... (2-33)
f f1 f2 f3
80
segitiga siku-siku, yang dihubungkan oleh titik fokal, pada masing-masing sisi lensa. Karenamasing-masing
pasangan merupakan setiga yang sama, kita bisa menyusun proporsi antara sisi-sisi yang menyatakan
perbesaran lateral:

hi f dan hi x'
ho x ho f
Dengan mengintroduksi tanda negative untuk perbesaran, disebabkan bayangan terbalik,
m f x' (2-35)
x f
Kedua bagian persamaan (2-35) juga merupakan bentuk Newtonian persamaan lensa tipis,

xx' f 2 (2-36) Persamaan ini agak lebih sederhana dari pada (2-29) dan ditemukan lebih
sesuai dalam aplikasi tertentu.

Gambar 2-26. Konstruksi yang digunakan untuk menurunkan persamaan Newtonian untuk
lensa tipis.

2-13. Mata
Seperti telah kita ketahui, mata normal secara biologis berbentuk hampir sferoid, berdiameter
22 mm dari kornea ke retina (Gambar 2-27). Permukaan optik yang berperan memfokuskan
cahaya ada tiga: interface udara-kornea, interface lensa-cairan mata (aqueous), dan interface
lensa-lapisan seperti kaca (vitreous). Secara keseluruhan mata dapat direpresentasikan, secara
sederhana, sebagai sebuah lensa positif tipis dengan panjang focus sama dengan 17 mm dalam
keadaan relaks (penglihatan jauh) atau 14 mm dalam keadaan tegang (pandangan dekat). Dalam
upaya menyatakan daya optik mata lebih memadai, skema mata digambarkan (Gambar 2-27a
dan 2-27b). Skema mata tersebut menyajikan suatu representasi yang valid mengenai mata
secara biologis.
81
Gambar 2-27. (a) Tampang lintang vertical mata, secara biologis. (b) Skema mata yang
dikembangkan oleh H.V. Helmhlotz dimodifikasi oleh L. Laurence. (Handbook of Optiks, New
York: McGraw-Hill, 1978)

Tabel 2-2. Konstanta Skema Mata


Elemen atau Jarak dari Jejari Indek Daya Pembias
Simbol vertex Kelengkungan
permukaan optik Bias (Dioptri)
kornea (mm) permukaan (mm)
a
Kornea S1 - +8 - +41,6
Lensa (Unit) L - - 1,45 +30,5
b
- Permukaan depan S2 +3,6 +10 - +12,3
- Permukaan belakang S3 +7,6 6 - +20,5
Mata (Unit) - - - - +66,6
- Bid fokus depan F 13,04 - - -
- Bid fokus belakang F’ +22,38 - - -
- Bid utama depan H +1,96 - - -
- Bid utama belakang H’ +2,38 - - -
- Bid nodal depan N +6,96 - - -
- Bid Nodal belakang N’ +7,38 - - -
Ruang anterior AC - - 1,333 -
Ruang Vitreous VC - - 1,333 -
Pupil entrance EnP +3,04 - - -
Pupil exit ExP +3,72 - - -
Sumber: Mathew Alpem, “The eyes dan Vision, Table 1, Section 12, in Handbook of
Optiks, Handbook of Optiks, New York: McGraw-Hill, 1978

Skema mata (menurut H.V. Helmhlotz dan L. Laurence) yang menyatakan sebuah mata secara
biologis dengan akurasi yang memadai ditunjukkan dalam gambar 2-27b. Lokasi relative dari
permukaan pembias ditunjukkan, sebagai titik-titik Cardinal dari mata secara keseluruhan.
Skema mata yang ditunjukkan berkaitan dengan keadaan relaks. Untuk mata yang tegang penuh
(akomadasi maksimum) permukaan depan lensa lebih tajam kelengkungannaya antara 10 mm
82
sampai 6 mm. Tabel 2-2 mendaftar permukaan-permukaan optik yang penting, jaraknya dari
vertek kornea pada sumbu optik, beberapa jejari kelengkungan, indek bias, dan daya pembias
permukaan optik terkait dengan lornea dan lensa. Perhatikan secara teliti bahwa nilai indek bias
bagian cairan mata, begitu juga jejari kelengkungan permukaan, mungkin tidak sesuai dengan
nilai untuk mata secara biologi. Ketika diambil sebagai sebuah kesatuan, namun demikian
nilai-nilai optic yang mendeskripsikan mata skematik secara memadai menampil kinerja optik
manusia, mata biologis.

2-14. Funsgi Mata


Untuk beroperasi sebagai sistem optik yang efektif, mata harus membentuk bayangan suatu
obyek eksternal di retina. Untuk mencapai operasi yang efisien, mata memanfaatkan fungsi-
fungsi khusus. Untuk melihat obyek-obyek secara dekat dan jauh, mata berakomodasi. Untuk
memproses sinyal cahaya yang bervariasi ketajamannya, mata beradaptasi. Untuk merasakan
orientasi spasial pemandangan tiga dimensi, mata menggunakan penglihatan stereoskopis
(stereoscopic vision). Untuk membentuk suatu bayangan secara tepat mendetail obyek
eksternal, mata mengandalkan ketajaman visualnya (visual acuity). Dalam bagian ini kita akan
mendiskusikan masing-masing fungsi visual ini lebih mendetail.
Akomodasi. Tergantung pada jarak benda atau pemandangan dari mata, lensa berakomodasi
tegang atau relaks sewajarnya untuk memfokuskan bayangan di retina. Untuk suatu benda yang
jauh, otot ciliary yang menempel pada lensa mengendur (relaks) dan lensa mengambil konfigurasi
lebih datar, meningkatkan jejari kelengkungannya maka panjang fokusnya bertambah. Ketika obyek
bergerak mendekat ke mata, otot ciliary menegang atau berkontraksi, menekan atau
membengkakkan lensa dan mengakibatkan penurunan jejari kelengkungan dan memperpendek
pajang fokus. Semakin kecil jejari kelengkungan dan panjang fokus, semakin tinggi daya bias daya
membelokkan lensa, tepatnya syarat yang diperlukan untuk membawa obyek mendekat ke fokus.
Dalam mata normal dan sebelum proses penuaan mata normal merusak elastisitas dan kemampuan
mengembalikan bentuk lensa akomodasi menghasilkan bayangan tepat di retina dari obyek di titik
yang jauh (tak terhingga) ke titik dekat. Titik dekat (titik terdekat dari akomodasi) mundur posisinya
dari mata dengan bertambahnya usia, mulai di posisi 7 ke 10 cm dari mata untuk usia belasan,
meningkat ke 20 hingga 40 cm

83
untuk orang dewasa, dan mengembang sampai 200 cm untuk orang lebih tua lagi. Untuk orang
rerata, presbiopi (kehilangan kemampuan akomodasi) terjadi mulai usia 40 tahunan, yang
mengindikasikan perlunya kacamata baca untuk mengembalikan titik dekat pada posisi dekat
25 cm.
Adaptasi. Kemampuan mata merespon sinyal cahaya yang terentang dari cahaya sangat
redup sampai sangat terang, rentang intensitas cahaya yang dibedakan oleh faktor yang sangat

besar 105, dirujuk sebagai adaptasi. Jumlah cahaya (fluks atau jumlah foton) yang memasuki
mata pertama diatur oleh iris, dengan pembukaan atau celah (aperture) yang dapat diatur, pupil.
Pengaturan diameter pupil (dari 8 mm turun ke 2 mm) tidak dapat dengan sendirinya mengatur
rentang intensitas sangat besar yang diproses oleh mata. Adaptivitas yang luar biasa dari mata
dirunut ke fotoreseptor di dalam retina, rod dan cone, dan ke sensitivitasnya terhadap cahaya.
Unsur kunci adalah pigmen, yang disebut pigmen visual, yang mengandung rod dan cone. Rod,
yang dirangsang oleh sinyal cahaya level rendah (scotopic vision), mengandung pigmen hanya
satu jenis, disebut purple visual. Cone, sensitive terhadap sinyal cahaya intensitas tinggi dan
komposisi warna bervariasi (photopic vision), masing-masing mengandung satu dari tiga jenis
berbeda pigmen visual. Rod tipis yang banyak dihubungkan secara bercabang ke serat-serat
syaraf, yang memungkinkan untuk satu dari ratusan rod atau lebih untuk mengaktivasi sebuah
serat syaraf single. Sebaliknya cone lebih lebar yang tidak banyak dalam daerah macular, secara
individual dihubungkan ke serat-serat syaraf, dan karenanya diaktivasi secara individual.
Aktivasi serat-serat syaraf paling inti dari proses melihat tergantung pada perubahan kimia yang
terjadi di dalam pigmen visual yang terkandung di dalam rod dan cone. Ketika cahaya jatuh pada
salah satu jenis fotoreseptor, pigmen visual berubah dari keadaan gelap ke keadaan lebih terang,
mengalami suatu proses bleaching (menjadi putih). Perubahan keadaan pigmen visual di dalam
rod atau cone ditransformasi ke dalam suatu output listrik atau impuls serat syarat. Impuls listrik
ini ditransmisikan ke syaraf optik dan ke otak, dengan merekam sebagai intensitas cahaya sinyal
perangsang. Ketika purple visual menjadi lebih putih (bleached out) secara keseluruhandi dalam
rod, sel-sel fotoreseptor menjadi tak sensitif terhadap sinyal cahaya; suatu regenerasi pigmen di
dalam rod harus terjadi sebelum mereka dapat merespon kembali. Nampaknya jenis tunggal
pigem visual di dalam rod jauh lebih sensitive terhadap cahaya dari pada yang manapun dari tiga
pigment di dalam cone. Maka, rod menjadi putih (bleach out) secara keseluruhan pada

84
tingkat cahaya jauh lebih rendah dari pada cone. Suatu perubahan dari cahaya level rendah
(scotopic vision) ke cahaya level tinggi (photopic vision) dalam proses adaptasi terdiri dari
pemutihan (bleaching out) pigmen rod dan mengakibatkan ketaksesitifan reseptor rod. Cahaya
terang maka diproses secara efisien oleh cone kurang sensitive (less-sensitive cone).
Sebaliknya, adaptasi dari cahaya sangat terang (dilakukan oleh cone) ke cahaya sangat redup
melibatkan regenerasi pigmen di dalam rod dan pemulihan penglihatan malam (night vision).
Dalam proses adaptasi penuh, respon scotopic adalah aktif pada level-level cahaya yang
terentang dari cahaya bintang pada saat terang, malam tanpa bulan untuk cahaya bulan dari
seperempat bulan (a quarter moon). Respons photopic (rod menjadi putih/bleache out sempurna
dan tidak aktif) beroperasi antara level-level cahaya yang terentang secara kasar dari sinar
matahari redup ke terang. Antara tingkat-tingkat cahaya seperempat bulan dan temaram, rod dan
cone keduanya menerima cahaya dan mentransmisi implus syaraf.
Penglihatan Stereoskopik (Stereoscopic Vision). Kemampuan untuk menilai
kedalaman dan posisi obyek secara akurat dalam suatu medan tiga dimensi disebut penglihatan
stereoskopik. Di dalam manusia, syaraf optik dari kedua mata menjadi satu di optic chiasma,
dekat otak. Dari optic chiasma, serat-serat syarat yang berasal disebelah kanan dari masing-
masing mata yang memanjang ke bagian kanan otak. Serat-serat syaraf yang berasal dari
sebelah kiri masing-masing mata berakhir di sebelah kiri otak. Karenanya, meskipun masing-
masing separuh otak menerima suatu bayangan dari kedua mata, otak membentuk sebuah
bayangan tunggal. Penyatuan oleh otak dua bayangan berbeda ke dalam sebuah bayangan
tunggal dirujuk sebagai penglihatan binocular (binocular vision). Namun demikian, perbedaan
tipis antara kedua bayangan dari mata kiri dan kanan memberi dasar untuk penglihatan
stereoskopik manusia. Harus dicatat bahwa penglihatan monocular lengkap bukan tanpa
persepsi mendalam. Ini disebabkan petunjuk-petunjuk visual seperti paralaks, bayangan, dan
perpektif khusus obyek-obyek yang dikenal.
Untuk mempunyai penglihatan binokular yang tepat tanpa penglihatan ganda (double
vision), bayangan-bayangan sebuah obyek harus jatuh di titik-titik yang terkait di retina mata.
Sudah tentu, ini adalah yang terjadi ketika bola mata bergerak sewajarnya untuk memfokuskan
sebuah obyek atau pemandangan, yang menyebabkan bayangan jatuh pada fovea centralis masing-
masing mata. Kebanyakan orang adalah mata kanan atau mata kiri, yang menunjukkan

85
suatu dominansi salah satu mata terhadap yang lain. Untuk menentukan yang mana mata yang
dominan, coba tes sederhana berikut. Pegang sebuah pensil di depan anda setinggi mata.
Dengan kedua mata terbuka luruskan pensil dengan tepi vertikal sebuah gambar, pintu, atau
jendela di dalm ruang. Pegang pensil diam, tutup salah satu mata sesaat. Yangmanapun mata
terbuka, ketika pensil tetap segaris dengan obyek acuan adalah mata dominanmu. Otak mencatat
pesan yang dilihat oleh mata dominan.
Akuitas Visual (Visual Acuity). Kemampuan melihat secara jelas dan untuk merasa
perbedaan orientasi spasial obyek terkait dengan akuitas visual. Kemampuan ini tergantung secara
langsung pada daya pisah mata atau sudut pisah minimumnya dua obyek yang berdekatan atau titik-
titik. Ringkasnya, akuitas visual didefinisikan sebagai kebalikan sudut pisah minimum.
Secara operasional, pengukuran daya pisah atau akuitas visual mata diukur dengan cara
berbeda. Dua titik diskriminasi dirujuk sebagai pemisahan minimum (minimum separable);
sudut pemisahan terkecil ditunjukkan oleh batang hitam pada sebuah layar putih disebut
penglihatan minimum (minimum visible), dan sudut paling kecil yang ditunjukkan oleh huruf
tebal yang dapat dibaca (pada sebuah charta mata) disebut keterbacaan minimum (minimum
legible). Karena sebagaian besar dari kita, pada suatu saat, mengharuskan membaca charta mata
dalam suatu tes penglihatan, kita membatasi diskusi kita mengenai akuitas visual pada daya
pisah yang terkait dengam keterbacaan minimum.
Charta mata dikembangkan oleh ahli mata Belanda Herman Snellen. Menurut Snellen,
huruf-huruf pada charta mata dikonstruksi sehingga ukuran utuh sebuah huruf, dari atas ke
bawah, atau sisi ke sisi, menunjukkan suatu sudut 5’ kelengkungan pada jarak uji. Garis-garis
detail di dalam suatu huruf, seperti batang vertikal dalam huruf T atau batang vertikal dalam
huruf H, semua dikonstruksi sehingga lebar dari masing-masing batang menunjukan sebuah
sudut 1’ kelengkungan di jarak uji. Kedua pilihan sudut menghasilkan data terbaik yang
memadai mengenai pemisahan minimum mata. Untuk Snellen, mata normal hanya dapat
memisahkan sebuah huruf pada 5’ kelengkungan di 20 ft, dengan 1’ kelengkungan yang
terkandung dalam detail huruf. Lihat Gambar 2-28. Dalam kasus ini mata dianggap normal, dan
akuitas visualnya dirujuk sebagai penglihatan 20/20.
Untuk mendeteksi cacat akuitas visual, huruf-huruf Snellen berbeda ukuran juga

dimasukkan pada charta mata. Sebagai contoh, sebuah huruf sangat besar sudutnya 5’ dan 1’

86
kelengkungan berlaku untuk suatu jarak uji, misalnya, 300 ft. Huruf lain dibuat berukuran
sesuai, sudutnya 5’ dan 1’ untuk jarak lain yang dipilih, seperti 200 ft, 100 ft, 80 ft, dan
seterusnya, ke bawah ke 15 bahkan 10 ft. Kemudian, ketika huruf-huruf dibaca oleh seorang
yang diuji pad suatu jarak 20 ft, akuitas visual diukur dalam fraksi Snellen. Pembilang dari
fraksi Snellen menyatakan jarak uji yang ditetapkan, dan penyebut menyatakan jarak dimana
huruf terkecil yang bisa dibaca dengan sudut 5’ kelengkungan. Sebagai contoh, jika huruf E
besar yang mempunyai sudut 5’ di jarak 300 ft tepat dapat dibaca oleh orang yang diuji yang
duduk 20 ft dari huruf, akuitas visual adalah 20/300. Fraksi Snellen 20/300 berarti bahwa orang
yang diuji penglihatannya kurang baik, pembacaan pada jarak 20 feet apa yang mata normal
membaca dengan baik pada jarak 300 ft. Sedangkan penglihtan normal 20/20, pembacaan
akuitas visual sebesar 20/15 adalah tidak umum.

Gambar 2-28. Konstruksi huruf H kartu mata Snellen untuk mengukur akuitas visual.
Bagian atas gambar menunjukkan bagian dari kartu mata (eye-chart) yang mengandung
huruf H dan lainya.

2-15 Kesalahan Pembiasan dan Koreksinya


Kesalahan pembiasan mata menyebabkan tiga cacat penglihtan: penglihatan dekat (miopi),
penglihatan jauh (hipermiopi), dan astimagtism. Dua pertama yang dapat dilacak penyebab bola
mata berbentuk tak normal, sumbunya terlalu panjang atau terlalu pendek. Setiap penyimpangan dari
panjang normal mengurangi kemampuan elemen-elemen pembias berkombinasi, kornea dan

87
lensa, untuk membentuk sebuah bayangan yang jelas dari obyek pada posisi jauh dan dekat. Cacat
ketiga, astimagtisma, disebabkan oleh kelengkungan yang tidak sama atau asimetri permukaan
kornea, dengan cara demikian membuat pemfokusan serentak dari semua cahaya yang datang pada
mata tidak mungkin. Apakah kesalahan terjadi secara tunggal atau kombinasi, mereka umumnya
dapat dikoreksi dengan alat optik eksternal yang sesuai (kacamata)
Sebagai titik acuan diskusi cacat penglihatan terhadap mata normal, rujuk mata
normal yang dijelaskan dalam Gambar 2-29 di sebelah kiri. Dengan akomodasi, mata normal
membentuk suatu bayangan yang jelas dari obyek yang berada antara titik jauhnya (F.P) di tak
terhingga dan titik dekatnya (N.P), normalnya sejauh 25 cm untuk orang muda. Ketika mata
normal difokuskan ke tak terhingga (obyek jauh), cahaya sejajar masuk mata relaks dan
membentuk suatu bayangan yang jelas dari obyek (Gambar 2-29a). Ketika difokuskan di titik
dekat, cahaya yang menyebar masuk mata yang tegang (alomodasi maksimum) dan sekali lagi
cahaya dibawa ke focus yang tajam pad retina (Gambar 2-29b).
Miopi. Ketika dibandingkan dengan mata normal, sebuah mata miopi atu mata
berpenglihatan dekat umum ditemukan lebih panjang jarak sumbunya dari korneaq ke retina dari
pada rentang yang biasa diterima 22 mm. Sebagai akibatnya, dan sebagai ilustrasi skematik dalam
Gambar 2-29c, mata miopi membentuk sebuah bayangan tajam dari benda-benda jauh di depan
retina, dan, sudah tentu, merupakan sebuah bayangan baur di retina. Bayangan di retina yang jelas
tidak terbentuk dengan mata miopi tak berakomodasi hingga obyek digeser dari tak terhingga dan
mencapai titik jauh mata miopi, titik paling jauh untuk penglihatan jelas (2-29d). Dari titik jauh
menuju ke dalam, dengan akomodasi yang sesuai, mata miopi melihat sangat jelas, bahkan di titik
yang lebih dekat dari pada titik dekat normal (Gambar 2-29e). Karena perbesaran angular
meningkat di dekat mata, mata miopi menikmati penglihatan lebih jelas darim obyek yang
diletakkan dekat mata. (Ini mungkin merupakan suatu keuntungan bagi pembuat jam menjadi
miopi, oleh karena itu, setidaknya selama bekerja berjam-jam) Secara singkat maka, orang
berpenglihatan dekat mempunyai medan penglihatan memendek, titik jauh lebih dekat dan titik
dekat lebih dekat. Titik dekat lebih dekat merupakan suatu keuntungan, sedangkan titik jauh lebih
dekat merupakan suatu kerugian dan memerlukan koreksi.
Penglihatan miopi secara biasanya dikoreksi dengan kacamata berdaya dioptik negative
(lensa divergen) yang secara efektif memindahkan titik jauh miopi dan titik dekat ke luar dari

88
posisi normal. Gambar 2-29f menunjukkan penglihatan yang dikoreksi untuk obyek jauh.
Perhatikan bahwa cahaya dari obyek jauh terlihat berasal dari titik jauh miopi. Hal yang
sama, Gambar 2-29g mengilustrasikan situasi untuk penglihatan dekat yang dikoreksi pada
keadaan akomodasi sebagian. Cahaya dari sebuah obyek di titik dekat normal sekarang
terlihat berasal dari suatu titik agak lebih dekat dari titik dekat sebenarnya dari mata miopi.

Gambar 2-29. Perbandingan penglihatan normal dan miopi, dengan koreksi optic.
Perhatikan bahwa pembiasan lensa mata tidak diperlihatkan.
89
Untuk meningkatkan pemahaman mengenai derajat daya lensa negative yang diperlukan
untuk mengoreksi penglihatan miopi, tinjau contoh berikut.

Contoh 2-4
Seorang penderita miopi (tanpa astimagtisma) mempunyai titik jauh 100 cm dan titik dekat
15 cm. (a) Koreksi apa yang harus disarankan ahli mata untuk menggeser titik jauh miopi ke
tak terhingga? (b) dengan koreksi ini, dapatkah penderita miopi juga membaca sebuah buku
yang diletakkan di titik dekat normal, 25 cm, dari mata?
Penyelesaian
(a) Merujuk pada Gambar 2-29f dan menggunakan persamaan lensa tipis, dengan s = dan s’=
100 cm, maka diperoleh
1 1 1 atau 1 1 1
s s' f 100 f
Ini menghasilkan f = 100 cm. Maka, lensa kacamata koreksi seharusnya mempunyai panjang
fokus 100 cm. Ahli mata akan merekomendasikan kacamata dengan koreksi 1,00 dioptri
( 1,00 D).
(b) Dengan mengacu Gambar 2-29g dan sekali lagi dengan menggunakan persamaan lensa
tipis dengan f = 100 cm dan s = 25 cm, bayangan maya diperoleh dari
1 1 1 atau 1 1 1
s s' f 25 s' 100
Maka diperoleh s’ = 20 cm. Karenanya bayangan maya dari buku yang berada di s = 25 cm
dibentuk oleh kacamata pada jarak 20 cm di depan mata. Karena penderita miopi melihat
dengan jelas obyek dibawa mendekat sampai 15 cm dari mata, bayangan maya dari buku yang
dibentuk oleh lensa di 20 cm dilihat tanpa kesulitan. Faktanya, dengan menggunakan (1/s) +
(1/s’) = 1/f, dengan s’ = 15 cm (titik dekat miopi untuk orang ini) dan f = 100 cm, dengan
mencari s’ kita dapat mendapatkan bahwa obyek dapat di bawa mendekat 17,6 cm dari mata dan
masih terlihat dengan jelas.
Hiperopik. Mata penglihatan jauh atau hiperopik umumnya lebih pendek dari pada mata
normal. Mata miopi yang lebih panjang dari pada normal mempunyai konvergensi telalu besar
90
dalam sistem optiknya dan memerlukan sebuah lensa divergen untuk mengoreksi pembiasan yang
lebih, sedangkan mata hiperopik yang lebih pendek dari normal mempunyai konvergensi terlalu
kecil dan memerlukan sebuah lensa konvergen untuk meningkatkan pembiasan. Ilustrasi dalam
Gambar 2-30, analog dengan Gambar 2-29, menunjukkan cacat dan koreksi yang berkaitan dengan
mata berpenglihatan jauh. Dalam Gambar 2-30a, cahaya dari sebuah obyek jauh memasuki mata tak
berakomodasi dan difokuskan di belakang retina, yang menyebabkan penglihatan kabur. Titik fokus
di belakang retina dipandang sebagai titik jauh hiperopik. Gambar 2-30b menunjukkan bahwa mata
hiperopik berakomodasi untuk melihat obyek jauh secara jelas. Dalam Gambar 2-30c, untuk
penglihatan jelas, titik dekat hiperopik adalah lebih jauh dari pada titik dekat normal. Akibatnya,
obyek yang diletakkan lebih dekat dari pada titik dekat hiperopik akan di luar focus, bahkan dengan
akomodasi maksimum. Kedua pengukuran koreksi dua titik ujung, dengan lensa kacamata positif
yang sesuai ditunjukkan dalam Gambar 2-30d dan e. Mata yang dikoreksi sekarang melihat obyek
secara jelas, dengan akomodasi maksimum.
Untuk memahami bagaimana ahli mata menghitung daya kacamata yang
diperlukan untuk mengoreksi penglihatan hiperopik. Tinjau contoh berikut.

91
Gambar 2-30 Penglihatan normal dan hiperopik dengan koreksi.
Contoh 2-5
Seorang berpenglihtan jauh didiagnosa mempunyai titik dekat 150 cm. Berapakah daya koreksi
yang diperlukan untuk kacamata agar memungkinkan orang ini melihat obyek di titik dekat
normal, 25 cm dari mata?
Penyelesaian
Merujuk Gambar 2-30e dan dengan menggunakan persamaan lensa tipis, dengan s = 25 cm
dan s’ = 150 cm, kita dapat menyelesaikan untuk panjang fokus lensa yang diperlukan sebagai
berikut:
1 1 1 atau 1 1 1
s s' f 25 150 f
Perhitungan menghasilkan f = + 30 cm. Karena daya dalam dioptri dinyatakan oleh 1/f (meter),
kita menentukan suatu daya 3,3 D. Dengan lensa mata dibentuk untuk daya +3,3 dioptri, orang
hiperopik sekarang dapat melihat dengan jelas obyek yang dibawa sedekat 25 cm dari mata.
Astigmatisme. Mata astimagtisme menderita karena kelengkungan yang tidak sama dari
permukaan elemen pembias, kornea. Secara umum, jejari kelengkungan permukaan kornea
yang dinyatakan dalam dua bidang meridional (yaitu yang mengandung sumbu optik) adalah
tidak sama. Asimetri seperti ini menyebabkan daya pembias berbeda dan, konsekuensinya,
memfokuskan cahaya pada jarak berbeda dari kornea, menyebabkan penglihatan kabur. Jika
kedua bidang adalah ortogonal satu sama lain, satu horizontal dan lainnya vertical, cacat dirujuk
sebagai astigmatisma reguler, sebuah keadaan yang dapat dikoreksi dengan kacamata yang

92
sesuai. Astigmatisma reguler dihilangkan dengan permukaan silindris yang dilapiskan pada
permukaan belakang lensa kacamata yang diperlukan.

Asumsikan bahwa daya pembias dalam meridian vertikal kornea lebih besar 1 dioptri
dari pada daya meridian horisontal. Keadaan ini berarti bahwa permukaan kornea secara tajam
lebih lengkung dalam meridian vertikal dan bahwa detail terorientasi vertikal suatu obyek
dibawake fokus yang lebih dekat kornea dari pada detail terorientasi horisontal. Tinjau sebuah
permukaan silindris dengan daya negatif 1 dioptri dalam meridian vertikal. Karena sebuah
silinder tidak mempunyai kelengkungan sepanjang sumbunya, permukaan ini tidak mempunyai
daya dalam arah meridian silinder. Jika permukaan ini diperhitungkan dalam desain kacamata, ia
akan menghapus secara tepat distorsi yang diintroduksikan oleh kornea dan menyeimbangkan
daya dalam kedua meridian. Sebagai akibatnya, detail vertikal dan horizontal dalam obyek
pemandangan yang dibentuk di jarak yang sama dari kornea, dan astimagtisma yang buram tidak
terjadi.
Untuk kebanyakan kita, pemandangan buram adalah disebabkan astigmastisma yang
bercampur dengan miopi dan hiperopi. Jika astigmatisma miopi terjadi, penglihatan gagal
dalam kedua aspek. Miopi sendiri menyebabkan suatu buram yang menyeluruh dari obyek
jauh ; astigmatisme melipatkan gandakan masalah dengan menambah keburaman dalam salah
satu meridian dari pada yang lain. Dengan mengoreksi untuk kedua cacat diatasi dengan lensa
sferis silindris, permukaan sferis untuk mengkoreksi untuk miopi dan permukaan silindris untuk
mengkoreksi astigmatisma.
Ketika dokter mata merekomendasikan kacamata korektif untuk keadaan miopi atau
astigmastisma, mereka secara umum mengidentifikasi tiga bilangan. Untuk astigmastisma miopi, tiga bilangan,
yang ditulis dalam resep adalah

Rx: 2,00 1,00 180


93
Untuk astigmatisma hiperopia, resep adalah
Rx: +2,00 1,00 180
Angka pertama merujuk pada daya sferis, daya yang diperlukan dalam dioptri dari permukaan
sferis pada lensa kacamata yang mengkoreksi untuk miopi atau hiperopia. Bilangan kedua
merujuk pada daya silindris, daya yang diperlukan dari permukaan silindris yang dilapiskan
pada permukaan belakang lensa kacamata untuk mengkoreksi astigmatisma. Angka ketiga
merujuk pada orientasi sumbu silinder, yang menjelaskan apakah sumbu silinder adalah vertical,
horizontal atau di antara keduannya. Dalam notasi ahli mata, sumbu horisontal dirujuk sebagai

sumbu 180o, atau secara ringkas 180, dan sumbu vertical 90.
Gambar 2-31 menunjukkan kondisi optik yang berkaitan dengan resep koreksi yang dirujuk
untuk astigmatisma miopi dan hiperopia. Untuk kasus astigmatisma miopi, Gambar 2-31a,
permukaan kornea jelas kelengkungan lebih kecil dalam meridiam horizontal (daya = 45,00 D) dari
pada dalam vertical (daya = 46,00 D). Koreksi miopi, selalu diukur dalam meridian dari daya
pembias terkecil, didapatkan dalam contoh ini 2,00 D, sepanjang meridian horizontal. Koreksi
astigmatisma, dengan horisontal sumbu silinder ( 180), ditentukan sebesar 1,00 D

Gambar 2-31. Kondisi dari astigmatisma miopi dan hiperopik dengan resep kacamata korektif.
o
(a) Pembiasan dalam meredian 180 menghasilkan 2,00 D miopi. Resep kacamata adalah
Rx: 2,00 1,00 180. (b) Pembiasan dalam meridian 180o menghasilkan +2,00 D
hiperopia. Resep kacamata adalah Rx: +2,00 1,00 180.

Dengan permukaan silinder yang sesuai ditempel pada bagian belakang lensa kacamata, koreksi
1,00 D mereduksi daya dalam meridian vertical dari 46,00 D ke 45,00 D, dengan cara demikian

menyamakan daya pembias dalam kedua meridian dan dengan meniadakan astigmatisma kornea.
94
Gambar 2-31b menunjukkan suatu syarat kondisi dan resep untuk astigmatisma
hiperopik. Perhatikan bahwa sebuah koreksi daya sferis +2,00 D diperlukan untuk mengoreksi
hiperopia, dan koreksi daya silindris 1,50 D diperlukan sepanjang meridian vertical ( 180)
untuk menyamakan daya pembias dalam kedua meridian orthogonal.

SOAL-SOAL LATIHAN
1. Dua cermin datar membentuk sudut siku-siku. Seberkas laser mengenai salah satu cermin
(lihat gambar) di suatu titik 11,5 cm dari titik potong kedua cermin. Berapa sudut datang pada
cermin pertama dimana sinar ini menabrak titik tengah cermin kedua (yang mana 28,0 cm
panjang) setelah memantul dari cermin pertama?

Penyelesaian:
Identifikasi masalah: r = a.
Strategi: lintasan sinar yang diinginkan dilukiskan dalam gambar:
14,0 cm
Penyelesaian: tan , maka = 50,6o. r = 90o = 39,4o dan r = a = 39,4o 11,5 cm
Analisis: Sudut datang diukur dari normal permukaan.

2. Tiga cermin datar membentuk sudut siku-siku. Seberkas cahaya laser menabrak cermin
pertama dengan sudut terhadap normal (lihat gambar). (a) Tunjukkan bahwa sinar ini
95
dipantulkan dari dua cermin yang lain dan bersilangan dengan sinar pertama, sudut = 180o 2 .
(b) Untuk sudut berapa kedua sinar akan tegal lurus ketika besilangan?

Penyelesaian

Identifikasi masalah: Untuk pemantulan: r = a.


Strategi: Sudut datang dan pantul pada masing-masing pemantulan ditunjukkan dalam gambar.
o
Untuk-untuk sinar yang tegak lurus ketika mereka bersilangan, = 90 .
Penyelesaian:
(a) + = 90o dan + = 90o, maka = , /2 + = 90o dan = 180o 2 .
(b) = ½ (180o ) = ½ (180o 90o) = 45o
Analisis: ketika 0o, 180o. Ini berhubungan dengan sinar datang dan sinar pantul yang
o o
merambat dalam arah hampir sama. 90 , 0 . Ini berhubungan dengan sinar datang dan sinar
pantul yang merambat dalam arah berlawanan.

3. Seberkas laser mempunyai panjang gelombang 650 nm dalam vakum. (a) Berapakah kelajuan
cahaya ini di dalam zat cair yang indeks biasnya pada panjang gelombanh ini adalah 1,47?
(b) Berapakah panjang gelombang dari gelombang ini di dalam zat cair ?

Penyelesaian:
(a) n c maka v c 2,998 108 m/s 2,04 108 m/s
v n 1,47
(b) 0 650 nm 442 nm
n 1,47
Analisis: Cahaya lebih lambat di dalam zat cair dari pada di dalam vakum. Dengan v = f ,
ketika v lebih kecil, lebih lecil.

4. Seberkas cahaya bererak dengan kelajuan 1,94 108 m/s dalam kuarsa. Panjang gelombang
cahaya dalam kuarsa adalah 335 nm. (a) Berapakah indeks bias kuarsa pada panjang
gelombang ini? (b) Jika cahaya yang sama ini merambat menembus udara, berapakah
panjang gelombangnya?
Penyelesaian:
96
Identifikasi masalah: n c , 0, dimana o = adalah panjang gelombang dalam vakum.
v n
Strategi: c 3 108 m/s , n untuk udara adalah sedikit lebih besar dari satu.
Penyelesaian:
(a) n c 3,00 108 m/s 1,54
8
v 1,94 10 m/s
(b) o n1,54 3,55 10 7 m 5,47 10 7 m
Analisis: Di dalam kuarsa kelajuan lebih kecil dan panjang gelombang lebih pendek dari pada
di udara.

5. (a) Sebuah tangki yang berisi methanol mempunyai dinding setebal 2,50 cm terbuat dari gelas
berindek bias 1,550. Cahaya dari luar udara mengenai gelas pada sudut 41,3o terhadap normal
dari gelas. Dapatkan sudut yang dibuat cahaya dengan normal di dalam methanol. (b) Tangki
adalah dikosongkan dan diisi kembali dengan zat cair yang tidak diketahui. Jika cahaya
datang dengan sudut yang sama seperti dalam bagian (a) memasuki zat cair dalam tangki
o
pada sudut 20,2 dari normal, berapakah indek bias zat cair yang tidak dikethui ini.
Penyelesaian
Identifikasi masalah: Menerapkan hukum Snell di kedua interface.
Strategi: Lintasan sinar digambarkan dalam Gambar di bawah. n = 1,329 untuk
methanol. Penyelesaian:
o
(a) Interface udara-kaca (1,00) sin 41,3 = nkaca sin . Di interface kaca-metanol nkaca sin =
o
(1,329) sin . Dengan mengkombinasi kedua persamaan ini menghasilkan sin 41,3 =
o
1,329 sin dan = 29,8 .
o o
(b) Gambar yang sama berlaku seperti untuk bagian (a), kecuali = 20,2 . (1,00) sin 41,3 = n
o
sin 20,2 dan n = 1,91.
Analisis: Sudut adalah 25,2o. Indek bias methanol adalah lebih kecil dari kaca dan sinar
dibelokkan menjauhi normal di interface kaca-metanol. Zat cair yang tidak diketahui
mempunyai indek bias lebih besar dari pada indek bias gelas, maka sinar dibelokkan
mendekati normal di interface kaca-zat cair.

6. (a) Cahaya menembus tiga plat sejajar berbeda ketebalan dan indek bias. Cahaya datang
pada plat pertama dan akhirnya membias ke dalam plat ketiga. Tunjukkan bahwa plat yang
di tengah tidak mempunyai efek pada arah akhir cahaya. Yaitu tunjukkan bahwa arah cahaya
di dalam plat ketiga adalah sama seolah-olah cahaya lewat lansung dari plat pertama ke
dalam plat ketiga. (b) Generalisasi arah hasil ini pada tumbukan N plat. Apa yang
menentukan arah akhir cahaya di dalam plat terakhir ?
Penyelesaian :
Identifikasi masalah : Hukum Snell pada masing-masing pembiasan

97
Strategi: Misalkan cahaya mula-mula berada di dalam bahan dengan indek bias na
dan misalkan plat terakhir mempunyai indek bias nb. Dalam nagian (a) misalkan plat
yang ditengah mempunyai indek bias n1.
Penyelesaian:
(a) Interface pertama: na sin a n1 sin 1 , interface kedua n1 sin 1 nb sin b . Dengan
mengkombinasi kedua persamaan menghasilkan na sin a nb sin b . Ini adalah persamaan
yang akan berlaku jika plat di tengah tidak ada.
(b) Untuk N plat, na sin a n1 sin 1 , n1 sin 1 n2 sin 2 , …, nN 2 sin N 2 nb sin b . Dengan
mengkombinasi semua persamaan ini menghasilkan na sin a nb sin b .
Analisis:Arah akhir perambatan tergantung pada sudut datang pada plat pertama dan
indek bias plat pertama dan terakhir.

7. Buktikan bahwa sebuah sinar yang dipantulkan dari sebuah cermin datar berotasi sejauh 2
ketika cermin berotasi sejauh sudut terhadap sumbu yang tegak lurus pada bidang datang.
Penyelesaian:

Identifikasi masalah: Hukum Pemantulan


Strategi: Cermin dalam posisi awalnya dan setelah dirotasi sejuah ditunjukkan dalam
gambar di bawah, adalah sudut dimana sinar pantul berotasi ketika cermin berotasi. Kedua
sudut yang dilabeli adalah sama dan kedua sudut yang dilabeli ’ adalah sama dikarenakan
hukum pemantulan. Kedua sudut yang dilabeli adalah sama karena garis-garis yang
membentuk satu sudut adalah tegak lurus terhadap garis yang membentuk sudut yang lain.
Penyelesaian: Dari diagram dibawah, 2 ' 2 2 ' dan ' . 2 . Analisis: Hasil ini tidak tergantung
pada sudut datang awal.

8. Cahaya memasuki sebuah pipa pejal terbuat dari plastik yang mempunyai indek bias
1,60. Cahaya bergerak sejajar terhadap bagian atas pipa (lihat ganbar). Anda ingin
memotong permukaan AB sehingga semua cahaya akan memantul balik ke dalam pipa
setelah ia mengenai pertama kali permukaan AB. (a) Berapakah sudut terbesar yang
mungkin jika pipa di udara? (b) Jika pipa dicelupkan di dalam air berindek bias 1,33,
berapakah sudut terbesar yang mungkin?
Penyelesaian:

98
Identifiaksi masalah: sudut kritis untuk pemantulan internal total adalah a yang
menghasilkan b = 90o dalam hukum Snell.
Strategi: dalam gambar di atas sudut datang a terkait dengan sudut melalui a 90o .
Penyelesaian:
(a) Hitunglah a yang menghasilkan b = 90o. na = 1,60, nb = 1,00 maka
b a
n a sin n sin b menghasilkan 1,60 sin 1,00 sin 90o . sin a 1,00 dan a
a
= 38,7o.
1,60
90o a 51,3
o

(b) na = 1,60, nb = 1,333. 1,60 sin a 1,333 sin 90


o
sin a 1,333 dan a = 56,4o.
1,60
o o
90 a 33,6
Analisis: Sudut kritis meningkat ketika rasio na nb meningkat.
9. Sudut kritis untuk pemantulan internal total pada interface zat cair – udara adalah 42,5o. (a)
Jika sebuah sinar cahaya yang merambat di dalam zat cair mempunyai sudut datang di
o
interface 35,0 , berapakah sudut bias yang dibentuk sinar bias di udara dengan normal? (b)
Jika sebuah sinar cahaya yang merambat di udara mempunyai sudut datang di interface 35,0o,
berapakah sudut bias yang dibentuk sinar bias di dalam zat cair dengan normal?
Penyelesaian:
Identifikasi masalah: Gunakan sudut kritis untuk mendapatkan indek bias zat cair.
Strategi: Pemantulan internal total mensyaratkan bahwa cahaya datang pada bahan dengan
n lebih besar, dalam kasus ini zat cair ini. Terapkan na sin a nb sin b dengan a = zat cair, b =
udara, maka na = nzc dan nb =
1,0. Penyelesaian:
o o 1 1 1,48 .
a = kritis ketika a = 90 , maka nzc sin kritis 1,00 sin 90 . nzc
sin o
kritis sin 42,5
b
(a) n a sin n b
sin b ( a = zat cair, b = udara) sin n a sin a
1,48 sin 35,0o 0,8489 dan
a n
b 1,0
o
b = 58,1

99
(b) sin n sin ( a = udara, b = zat cair) sin n a sin a
1,00 sin 35,0o
n a b b b 0,3876 dan
a
nb 1,48
o
= 22,8
b
Analisis: Untuk cahaya yang merambat di dalam zat cair udara cahaya dibelokkan menjauh
normal. Untuk cahaya yang merambat udara zat cair cahaya dibelokkan mendekati normal.

10. Cahaya datang sepanjang normal pada permukaan AB sebuah prisma berindek bias 1,52,
seperti ditunjukkan gambar. Dapatkan nilai terbesar sehingga tidak ada sinar yang dibiaskan
keluar permukaan AC jika (a) prisma berada di udara dan (b) prisma diceplupkan di dalam air.

Penyelesaian:
Identifikasi masalah: Jika tidak ada cahaya membias keluar gelas pada interface gelas-udara,
maka sudut datang di interface adalah kritis.
o
Strategi: Sinar mempunyai sudut datang 0 pada permukaan pertama, maka memasuki gelas
tanpa membelok, seperti ditunjukkan dalam gambar. Gambar menunjukkan bahwa + kritis =
o
90 .
Penyelesaian:
(a) untuk interface gelas-udara a = kritis, na = 1,52, nb = 1,333, na sin a nb sin b menghasilkan
1,00 sin 90o o o o
sin kritis . kritis = 41.1 . = 90 kritis = 48,9 . 1,52
(a) untuk interface gelas-air dan, nb = 1,333, na sin a nb sin b menghasilkan
1,333 sin 90o o o o
sin kritis . kritis = 61.3 . = 90 kritis = 28,7 . 1,52
Analisis: Sudut kritis meningkat ketika udara diganti oleh air dan sinar-sinar berbelok
ketika mereka membias keluar gelas.
11. Seberkas cahaya menabrak selembar gelas pada susut 57,0o terhadap normal di udara. Anda
o
mengamati bahwa cahaya merah membentuk sudut 38,1 dengan normal di dalam gelas,
o
sedangkan cahaya ungu membentuk sudut 36,7 . (a) Berapakah indek bias gelas ini untuk
warna-warna cahaya ini? Berapakah kelajuan cahaya merah dan ungu di dalam gelas?
c
Identifikasi masalah: Hukum Snell adalah na sin a nb sin b ; v n
Strategi: a = udara, b = kaca
100
Penyelesaian: 1,00 sin 57,0o
(a) Merah: nb n a sin a
1,36 ;
o

sin b sin 38,1


b a a
Ungu: n n sin 1,00 sin 57,0o 1,40
sin b sin 36,7o
(b) Merah: v c 3,00 108 m/s 2,21108 m/s ;
n 1,36
Unguh: v c 3,00 108 m/s 2,14 108 m/s
n 1,40
Analisis: n lebih besar untuk cahaya ungu dan oleh karena itu cahaya melengkung mendekati
normal, dan cahaya ungu mempunyai kelajuan lebih kecil di dalam gelas dari pada cahaya
merah.
12. Sebuah pensil yang panjangnya 16,0 cm diletakkan membentuk sudut 45,0o, dengan
pusatnya berada 15,0 cm di atas sumbu optik dan 45,0 cm dari sebuah lensa yang panjang
fokusnya seperti ditunjukkan dalam Gambar di bawah. (Catat bahwa gambar ini digambar
tanpa skala). Asumsikan bahwa diameter lensa adalah cukup besar sehingga pendekatan
paraksial valid. (a) Dimana bayangan pensil? (Tentukan lokasi bayangan dari titik A, B, dan
C pada obyek, yang berturut-turut berada di bagian penghapus, titik ujung, dan pusat pensil.)
(b) Berapakah panjang bayangan (yaitu, jarak antara bayangan titik A dan B)? (c) Tunjukkan
orientasi bayangan dalam sketsa.

Jawab:

101
1 1 1
Identifikasi masalah dan Stretegi: Gunakan untuk menghitung s’ (jarak setiap titik
s s' f
dari lensa), untuk titik A, B, dan C. Obyek dan lensa ditunjukkan dalam Gambar (a)
di bawah.
Penyelesaian:
(a) Untuk titik C : 1 1 1 1 1 1 s' 36,0 cm
s s' f 45,0 cm s' 20,0 cm
s' 36,0
y' y 15,0 cm 12,0 cm , maka bayangan titik C adalah 36,0 cm di kanan s 45,0
lensa, dan 12,0 cm di bawah sumbu.

Untuk titik A : s = 45,0 cm + 8,00 cm (cos 45o) = 50,7 cm.


1 1 1 1 1 1 s' 33,0 cm
s s' f 50,7 cm s' 20,0 cm
s' 33,0
y' y 15,0 cm - 8,00 cm sin 45o 6,10 cm s 45,0
maka bayangan titik A adalah 33,0 cm di kanan lensa, dan 6,10 cm di bawah sumbu.
Untuk titik B : s = 45,0 cm 8,00 cm (cos 45o) = 39,3 cm.
1 1 1 1 1 1 s' 40,7 cm
s s' f 39,3 cm s' 20,0 cm
s' 40,7
y' y 15,0 cm 8,00 cm sin 45o 21,4 cm s 39,3
maka bayangan titik B adalah 40,7 cm di kanan lensa, dan 21,4 cm di bawah sumbu.
Bayangan ditunjukkan dalam gambar (b) di bawah.
Analisis: Bayangan berada di bawah sumbu optik dan lebih besar dari pada obyek.

13. Dua cermin diletakkan bersamaan seperti ditunjukkan dalam gambar di bawah. (a)
Tunjukkan bahwa sebuah sumber titik di depan cermin-cermin ini dan kedua bayangannya
berada pada sebuah lingkaran. (b) Tentukan pusat lingkaran tersebut. (c) Di dalam diagram,
tunjukkan dimana pengamat seharusnya berada sehingga dapat melihat kedua bayangan?

102
Jawab:
Identifikasi maslah dan strategi: Untuk sebuah cermin datar: s’ = s.
Penyelesaian:
(a)Menggunakan sifat kesimetrian pembentukan bayangan, sebarang bayangan seharusnya
berjarak sama D seperti obyek terhadap titik perpotongan cermin. Tetapi bayangan dan obyek
berjarak sama dari perpotongan cermin, mereka berada pada suatu lingkaran berjejari sama
dengan D
(b) Pusat lingkaran berada di perpotongan kedua cermin.

(c)Diagram ditunjukkan dalam gambar di bawah ini.


Analisis: Untuk melihat bayangan tersebut, cahaya dari benda haruslah dapat dipantulkan dari
setiap cermin dan mencapai mata pengamat.

14. Sebuah lensa mematuhi hukum Snell, sinar cahaya yang melengkung di setiap permukaan
ditentukan oleh indeks bias lensa dan indeks medium dimana klensa berada. (a) Persamaan
na n b nb na
mengasumsikan bahwa lensa dikelilingi udara. Ditinjau sebuah lensa tipis
s s' R
dicelupkan di dalam suatu cairan dengan indeks bias nzc. Buktikan bahwa panjang fokus f’
adalah dinyatakan oleh persamaan na nb
nb na dengan mengganti n dengan n/nzc. (b)
s s' R
sebuah lensa tipis dengan indeks n mempunyai panjang fokus f di dalam vakum. Gunakan
hasil bagian (a) untuk menunjukkan bahwa ketika lensa ini dicelupkan di dalam suatu cairan
berindeks bias nzc ia akan mempunyai panjang fokus baru yang dinyatakan oleh

103
n n1 n n
f ' zc f zc

Penyelesaian
Identifikasi masalah : Terapkan dua persamaan na nb nb na dan nb nc nc nb
'
s s R s2 s R2
'

1 1 1 2

Strategi: na = nzc = nc, nb = n, dan s ' s 2.


1
Penyelesaian:
n n n nzc n n nzc n 1 1 1 1 1 n 1 1
zc zc
(a) dan . 1

s s' R s' s' R 2


s s' s s' f' n zc R R 2
1 1 1 1 2 1 2 1

(b) Dengan membandingkan untuk panjang fokus masuk dan keluar dari udara kita
zc zc
f n 1 f ' n nzc 1 f' n n n n 1
f
mempunyai: f'
n n n
zc zc
Analisis: Jika nzc = 1, f’ = f.
15. Orang-orang dengan penglihatan normal tidak dapat memfokuskan matanya di dalam air
jika mereka tidak memakai kacamata air dan ada air bersentuhan dengan matanya. (a)
Mengapa begitu? (b) Dengan model mata yang disederhanakan yang dideskripsikan dalam
soal di atas, lensa korektisi yang bagaimana (dicirikan oleh panjang fokus yang diukur di
udara) yang diperlukan agar orang di dalam air dapat memfokuskan sebuah benda jauh tak
terhingga? (Hati-hati panjang fokus sebuah lensa di dalam air tidak sama dengan di udara!
Asumsikan bahwa lensa koreksi mempunyai indeks bias 1,62 dan bahwa lensa digunakan
sebagai kaca mata, bukan kaca mata air, maka terdapat air pada kedua sisi lens. Asumsikan
bahwa kacamata adalah 2,00 cm di depan mata)

Jawab
na nb nb na
Identifikasi masalah dan Strategi: Gunakan pada pembiasan di kornea untuk
s s' R
mendapatkan dimana obyek untuk kornea seharusnya agar bayanga jatuh di retina.
111
Kemudian gunakan untuk menghitung f sehingga lensa menghasilkan sebuah
s s' f
bayangan dari sebuah benda jauh di titik ini. Untuk pembiasan di kornea, na = 1,33 dan nb
= 1,40. Jarak dari kornea ke retina dalam model mata ini adalah 2,60 cm. Dari soal di atas,
R = 0,71 cm.
Penyelesaian:
104
(a)Orang ddengan penglihtan normal tidak dapat fokus pada benda-benda di dalam air karena
bayangan tidak dapat difokuskan dalam suatu jarak cukup pendek untuk membentuknya di
retina. Begitupula jejari kelengkungan mata normal berkisar lima atau enam kali terlalu
besar untuk pemfokusan di retina terjadi.
(b) Ketika kaca disisipkan, pertama ditinjau apa yang terjadi di mata:
2
na n b nb na 1,33 1,40 0,07 s 3,02 cm . Yaitu, benda untuk kornea
' R 2,6 cm 0,71 cm
s2 s2 s2
harus 3,02 cm di belakang kornea. Sekarang, asumsikan kacamata berada 2,00 cm di depan
mata, maka s' 2,00 cm s 5,02 cm.
2

1 1 1 menghasilkan 1 1 1 dan f1' 5,02 cm . Ini adalah panjang fokus di


s s' f 5,02 cm f1'
dalam air, tetapi untuk mendapatkannya di udara, kita menggunakan rumus:
f f ' n nzc 5,02 cm 1,52 1,333 1,35 cm
1 1 n zc n 1 1,333 1,52 1
Analisis: Diperlukan sebuah lensa konvergen.

105
BAB 3

INTERFERENSI CAHAYA

1. Pendahuluan
Gejala yang timbul dari interferensi optik sudah tentu sangat sulit untuk diinterpretasikan
dalam terminologi model corspuscular murni. Teori gelombang elektromagnet cahaya, namun
demikian, memberi suatu dasar untuk menjelaskan gejala interferensi. Ingat bahwa ekspresi yang
menjelaskan gangguan optik adalah persamaan diferensial parsial linier homogen orde kedua. Oleh
karena itu ia mematuhi prinsip superposisi. Maka intensitas medan listrik resultan E, di suatu titik
dalam ruang dimana dua atau lebih gelombang cahaya bertemu, adalah sama dengan jumlah vektor
dari masing-masing gangguan individual. Maka, interferensi optik bisa dinyatakan sebagai sebuah
interaksi dari dua atau lebih gelombang cahaya yang menghasilkan irradiansi resultan yang
menyimpang dari jumlah komponen-komponen irradiansi atau intensitas.

Gambar 3-1. Ilustrasi interferensi koheren dan tak koheren

106
Kita tinjau pertama-tama interferensi dua gelombang, E1 dan E2, dimana kita
memperhitungkan sifat vektorial medan listrik. Di dalam kasus interferensi, kedua gelombang
bersal dari satu sumber dan bertemu setelah menempuh lintasan berbeda. Namun demikian,
arah perjalanan gelombang tidak harus sama, sehingga apakah mereka mempertahankan
frekuensi yang sama, umumnya mereka tidak mempunyai vektor perambatan yang sama k.
Maka, kita dapat menyatakan persamaan gelombang dengan

E1 E01 cos k r t 1 (3-1)


E2 E02 cos k r t 2 (3-1)

Pada titik P, yang didefinisikan oleh vektor posisi r, gelombang berpotongan untuk

menghasilkan gangguan yang mempunyai medan listrik Ep yang dinyatakan oleh


prinsip superposisi,

Ep = E1 + E2

14 15
E1 dan E2 bervariasi secara cepat dengan frekuensi optik berorde 10 dan 10 Hz
untuk cahaya tampak. Maka baik E1 dan E2 reratanya nol untuk interval waktu yang singkat.
Pengukuran gelombang melalui efeknya pada mata atau detektor tergantung pada energi berkas
cahaya. Rapat daya radian, atau irradian, I (W/m2), mengukur rerata waktu kuadrat amplitudo
gelombang.

I 0c E2 (3-3)

Maka irradians di titik P dalah

I 0c E p2 0c EpEp 0c E1 E2 E1 E2

atau

I c E 2 E 2 2E E 2
(3-4)
0 1 2 1

107
Dua suku pertama berkaitan dengan irradians gelombang secara individual, I1 dan I2. Suku
terakhir tergantung pada interaksi gelombang dan disebut suku interferensi, I12. Maka
persamaan (3-4) dapat dituliskan sebagai

I I1 I2 I12 (3-5)
Dimana I 2 0c E1E2 (3-6)
12

Untuk menghitungnya dalam waktu sesaat, kita bentuk


E1 E2 E01 E02 cos k1 rt 1 cos k2 r t 2

atau secara ekilvalen

E1 E2 E01 E02 cos k1 rt 1 cos t sin k1 r t 1 sin t

cos k2 r t 2 cos t sin k2 r t 2 sin


Ingat bahwa waktu rerata sebuah fungsi f(t), diambil untuk interval T , adalah

1t T
f (t) f (t')dt'
T t

Periode dari fungsi harmonik adalah 2 / dan kita tertarik pada kasus T>> . Dalam
kasus ini koefisien 1/T di depan integral mempunyai efek dominan. Untuk beberapa siklus
lengkap, dapat ditunjukkan bahwa

cos2 t 1
2 sin 2 t 1
2

dan

sin t cos t 0

Maka
2 1 2
E E E o1 E o2
cos k k r 1 2
(3-7)
1 2 1

108
dimana ekspresi di dalam kurung adalah beda fase antara E1 dan E2, seperti dinyatakan
dalam persamaan (3-1) dan (3-2):

k1 k2 r12 (3-8)

Dengan mengkombinasikan persamaan (3-6), (3-7), dan (3-8),

I12 0cE01 E02 cos (3-9)

Hal yang sama, suku irradiansi I1 dan I2 dari persamaan (3-5) dapat menghasilkan

1 o 1 o
I c E2 cE 2 (3-10)
1 2 o1

dan

1 o 1 o
I c E2 cE 2 (3-11)
1 2 o1

Di dalam kasus E01 E02, dot product di dalam persamaan (3-9) adalah identik dengan perkalian
besarnya. Hal ini dinyatakan dalam irradiansi I1 dan I2 dengan menggunakan persamaan (3-10)
dan (3-11), menghasilkan

I12 2 I1 I 2 cos (3-12)

akhirnya kita dapat menuliskan,

I I1 I2 2 I1 I 2 cos (3-13)

Perhatikan bahwa jika kita mengasumsikan bahwa medan E adalah pararel, permasalahan
menjadi sama seperti teori skalar. Secara khusus persamaan (3-14) diperoleh secara langsung
dari persamaan (3-13) untuk N =2 dan ketika persamaan (3-10) dan (3-11) digunakqn untuk
menyatakan irradiansi di tempat amplitudo.

Interferensi bersifat konstruktif atau destruktif tergantung pada apakah cos > 0 atau cos
< 0 di dalam persamaan (3-13). Di lain pihak, jika beda fase inisial ( 1 - 2) dalam persamaan
(3-8) bervariasi secara acak, gelombang dikatakan incoheren mutualistik, dan cos menjadi
109
faktor gayut waktu yang mempunyai rerata nol. Meskipun interferensi selalu terjadi, tidak ada
pola yang berlangsung cukup lama yang terdeteksi. Maka ukuran derajat koherensi ,yaituv cos
0, diperlukan untuk mengamati interferensi. Secara khusus, jika dua gelombang yang berasal
sumber independent, seperti lampu gas lucutan, gelombang akan inkoheren mutualiatis. Sumber
laser, meskipun independent, dapat mememiliki koherensi mutual yang memuaskan untuk
interferensi yang teramati pada periode waktu yang singkat. Suku yang lain di dalam cos

adalah, dari persamaan (3-8), (k1 k2) r. Karena titik pengamatan yang dinyatakan oleh r
bervariasi, cos berfluktuasi antara nilai maksimum dan minimum dan frinji interferensi terjadi,
terpisah secara terpisah.

Lebih khusus, ketika cos = +1, interferensi konstruktif menghasilkan inrradiansi


maksimum

I max I1 I2 2 I1 I 2 (3-14)

Syarat ini terjadi ketika beda fase = 2m , dimana m adalah bilangan bulat atau nol. Di lain pihak,
ketika cos = -1, interferensi destruktif menghasilkan irrdiansi minimum atau background

I min I1 I 2 2 I1 I 2 (3-15)

suatu syarat yang terjadi ketika = (2m + 1) . Plot irradiansi I versus fase , dalam gambar 3-1a,

menunjukkan frinji periodik. Interferensi destruktif adalah sempurna ketika I1= I2 = Io. Maka
persamaan (3-14) dan (3-15) menghasilkan

Imax = 4Io dan Imin = 0

Frinji yang dihasilkan, ditunjukkan dalam gambar 3-1b, sekarang menunjukkan kontras
yang lebih baik. Suatu ukuran kontras frinji disebut juga visibilitas, dengan harga

I max I min
Kontras frinji
I I
max min

Kegunaan eksperimen pola frinji, oleh karena itu diinginkan untuk mengatur berkas-berkas
yang berinterferensi mempunyai amplitudo sama.
110
Bentuk yang berguna lainnya dari persamaan (3-13), untuk kasus berkas-berkas
yang interferensi beramplitudo sama, diperoleh dengan menuliskan

I Io I o 2 Io2 cos 2Io 1 cos

dan dengan menggunakan identitas trigonometri

2
1 cos 2 cos 2

Irradiansi untuk kedua berkas yang berinterferensi maka adalah

2
I 4I o cos (3-16)
2

Gambar 3-1. Irradiansi frinji interferensi sebagai fungsi fase. Kontras frinji diperkuat di
(b), dimana irradiansi background Io = 0 ketika I1 = I2.

Perhatikan bahwa energi tidak konservatif di setiap titik superposisi, yaitu, I 2Io, tetapi bahwa
untuk setidaknya satu periode spasial pola frinji, Iav 2Io. Situasi ini adalah tipikal dari gejala

111
interferensi dan difraksi : Jika rapat daya jatuh dibawah rerata pada suatu titik, ia akan naik di
atas rerata di titik lainnya sedemikian hingga pola total memenuhi prinsip konservasi energi.

Gambar 3-2. Interferensi banyak gelombang: sefase, berbeda fase, atau fase acak : Jika
diplot amplitude kompleksnya

Bila kita perluas kasus interferensi dengan meninjau banyak gelombang yang
berinteraksi satu sama lain, maka kita akan sampai pada kesimpulan bahwa fase relative antara
gelombang-gelombang yang berinterferensi menentukan karakteristik intereferensi, apakah
konstruktif atau destruktif, seperti diperlihatkan dalam Gambar 3-2.

Pertama kita tinjau interferensi dua gelombang. Beda fase relative diantara
gelombang-gelombang yang berinterferensi merupakan faktor penting yang menentukan
intensitas total interferensi. Ingat bahwa intensitas interferensi dua gelombang dinyatakan
dalam amplitude komplek adalah
~ ~*
I I1 I2 cE Re E1 E2
dimana ~ ~
E1 dan E2 adalah amplitudo kompleks. Jika kita menyatakan amplitudo dalam
~
terminologi intensitasnya, Ii, dan fase mutlaknya I, Ei Ii exp i i

112
Intensitas total juga dapat dinyatakan dalam fase relative sebagai berikut

I I1 I2 2 I1 I2 Re exp i 1 2

Maka intensitas bernilai antara

I I1 I2 2 I1I2 dan I I1 I2 2 I1 I2

Tergantung pada nilai 1 2 .

Bila lebih dari dua gelombang, N gelombang, masing-masing medan dengan fase acak, i:

~ ~ ~ ~exp i k.r t
E E1 E2 ... EN
total

Maka intensitas total dapat dituliskan sebagai


I I1 I2 ... I N ~ ~* ~ ~* ~ ~*
total
c Re E1E2 E1E3 ... EN 1EN
I1 ,I2 ,...,I N adalah intensitas dari ~ ~*
EE
i j
adalah suku interferen si yang mempunyai faktor

masing berkas. Mereka semua fase: exp i i j .Ketika adalah acak, mereka saling
merupakan bilangan real positif

dan bertambah meniadakan .

Persamaan di atas dapat diilustrasikan menggunakan amplitudo komplek sebagai berikut


113
Secara ringkas syarat interferensi gelombang dirangkum dalam Gambar 3-3. Dari tabel tersebut
dapat disimpulkan bahwa interferensi hanya terjadi jike gelombang-gelombang mempunyai
warna sama, polarisasi sama, dan beda fase yang tetap, dengan kata lain sumber-sumber tersebut
koheren. Cahaya Koheren mempunyai sifat sebagai berikut :

Cahaya Koheren Cahaya Tak koheren

1. Kuat 1. Relative lemah


2. Uni direksional(satu arah) 2. Omni direksional (kesegala arah)
2
3. Intensitas total N atau 0 3. Intensitas total N
4. Intensitas total merupakan kuadrat 4. Intyensitas total adalah jumlahan dari
dari jumlahan medan-medan intensitas individual: Itotal = I1 + I2 +
5. individual: Etotal = E1 + E2 + … + En 5. … + In
Contoh sinar Laser Contoh bola lampu, sinar-sinar
alamiah

114
Gambar 3-3. Syarat interferensi gelombang

Sistem optik yang menghasilkan gejala interferensi disebut interferometer. Secara


umum, sistem optik yang menghasilkan gejala interferensi dapat dibagi menjadi dua kelompok:
sistem pembagi muka gelombang (wavefront splitting) dan sistem pembagi amplitudo
(amplitude splitting). Dalam sistem pertama, muka gelombang primer digunakan baik secara
langsung sebagai sumber untuk memancarkan muka gelombang sekunder, maupun dipadukan
dengan piranti lain untuk menghasilkan sumber muka gelombang sekunder virtual. Gelombang-
gelombang sekunder ini bertemu membentuk pola interferensi. Dalam sistem kedua atau dalam
sistem pembagi amplitudo, gelombang primer itu sendiri dibagi menjadi dua segmen yang
menempuh lintasan berbeda sebelum bertemu lagi dan berinterferensi.

2. SISTEM PEMBAGI MUKA GELOMBANG


2.1. Percobaan Celah Ganda Young
Secara skematis percobaan yang dilakukan oleh young pada tahun 1802 dilukiskan dalam
gambar 3-1. Cahaya monokromatik bidang dilewatkan pada sebuah celah kecil pada aperture dengan
maksud untuk menghasilkan sebuah titik sumber tunggal S. Cahaya menyebar sebagai gelombang

sferis dari sumber sesuai dengan prinsip Huygen dan melewati pada dua celah berdekatan S1 dan S2
pada aperture. Kedua celah maka menjadi dua sumber cahaya koheren, yang interferensinya dapat
diamati pada layar yang berjarak jauh. Jika kedua lubang berukuran sama, cahaya yang memancar
dari celah-celah tersebut mempunyai amplitudo sebanding , dan irradiansi pada titik-titk superposisi
dinyatakan oleh persamaan (3-16). Di titik pengamatan P pada layar berjarak s dari aperture, beda
fase antara kedua gelombang yang sampai di P ditentukan untuk menghitung irradiansi resultan di P.

Jelas, jika S2P – S1P = m , gelombang akan sampai di P sefase, dan irrdaiansi maksimum atau

menghasilkan terang. Jika S2P – S1P =(m


+ ½) , irradiansi akan minimum atau menghasilkan interferensi destruktif atau gelap. Oleh
karena dalam prakteknya jarak pisah celah a adalah jauh lebih kecil dari jarak ke layar s,

memungkinkan menyatakan S2P – S1P = . Menggunakan P sebagai pusat, misalkan arc S1Q

115
ditarik dari jari-jari S1P, sehingga ia memotong garis S2P di Q. Maka S2P – S1P sama dengan

segmen . Pendekatan pertama adalah menganggap arc S1Q sebagai segmen garis lurus yang

mebentuk salah stu kaki segitiga S1S2Q. Jika adalah sudut antara aperture dengan S1Q, = a sin .
Pendekatan kedua mengidentifikasi sudut dengan sudut antara sumbu optik OX dan garis yang
dilukis dari titik tengah O diantara kedua celah ke titik P di layar.

Dalam hal ini OX dan S1S2 adalah saling tegak lurus, dan OP hampir tepat tegak lurus dengan
S1Q. Syarat untuk interferensi konstruktif di titik P pada layar maka,
S2 P S1P = = m a sin (3-17)
Sedangkan untuk interferensi destruktif adalah
S2 P S1P = = m 12 a sin (3-18) dimana m adalah nol atau bernilai bulat. Irradiansi
pada layar, di titik yang ditentukan oleh sudut
, diperoleh dengan meggunakan persamaan (3-16) dan relasi antara beda lintasan dan beda
2
fase , dimana adalah

2 2
I 4I o cos 4IO cos a sin

Gambar 3-1. Percobaan celah ganda Young

Untuk titik P dekat sumbu optik, dimana y << s, kita dapat mendekati sin tan y/s,
sehingga
116
2 ay
I 4I o cos (3-19)
s
Nilai I dalam persamaan (3- 19) bervariasi tergantung nilai fungsi cosinus, dengan menyatakan
nilainya diantara harga 0 dan 1, syarat interferensi yang dinyatakan oleh persamaan (3-17) dan
(3-18) dapat diperoleh.

Gambar 3-2. Iradiansi versus jarak dari sumbu optik untuk pola frinji celah ganda

Untuk interferensi konstruktif, persamaan (3-17) posisi frinji terang ditentukan oleh
ym ms m = 0, 1, 2, … (3-20)
a
kita dapatkan suatu separasi konstan antara maksimum, yang berkaitan dengan harga m
berurutan,
` y s (3-21)
a
dengan minimum terletak diantaranya. Maka separasi frinji adalah sebanding baik dengan
panjang gelombang maupun jarak ke layar dan berbanding terbalik dengan jarak pisah kedua
celah. Pengukuran separasi frinji memungkinkan pengukuran panjang gelombang cahaya.

117
Celah tunggal, yang digunakan untuk menjamin dejarat koherensi spasial, dapat diganti dengan
sumber cahaya laser, yang mempunyai sifat monokromatis dan koherensi spasial tinggi, untuk
menyinari kedua celah. Dalam percobaan Young frinji diamati pada layar yang diletakkan tegak
lurus sumbu optik pada suatu jarak tertentu dari aperture (celah), lihat Gambar 3-2. Frinji
Maksimum berimpit dengan orde bulat m, dan frinji minimum terletak ditengah diantara frinji
maksimum. Gambar 3-3 menggambarkan intensitas interferensi beberapa celah, semakin
banyak celah intensitas semakin besar dan tajam. Disekitar intensitas maksimum terdapat
beberapa maksimum sekunder, apabila terdapat N celah maka akan terdapat N-2 puncak
sekunder di antara puncak maksimum utama.

Gambar 3-3. Komparasi intensitas interferensi beberapa celah

Gambar 3-4. Frinji interferensi terang dan gelap dihasilkan oleh cahaya dari dua sumber
koheren. Sepanjang arah dimana puncak (lingkaran tebal) dari S1 memotong puncak dari S2,
frinji terang (B). Sepanjang arah dimana puncak (lingkaran tebal) bertemu lembah (lingkaran
putus-putus), frinji gelap (D).
118
2.2. Interferensi celah ganda dengan sumber virtual

Frinji interferensi dapat pula diperoleh menggunakan hanya satu sumber cahaya. Melalui
pembiasan atau pemantulan, adalah mungkin dihasilkan bayangan virtual yang beraksi bersama
dengan sumber actual, berfungsi sebagai dua sumber koheren yang dapat menghasilkan pola
interferensi. Gambar 3-4 sampai gambar 3-6 melukiskan tiga system seperti ini. Dalam gambar
3-4, frinji interferensi dihasilkan oleh superposisi cahaya pada layar yang berasal dari sumber
actual dan, melalui pemantulan, yang berasal dari bayangan virtual sumber S’ di bawah
permukaan cermin datar MM’. Dimana sinar langsung dan sinar pantul bertemu di layar, frinji
akan muncul. Posisi frinji terang dinyatakan oleh persamaan (3-20) seperti untuk celah ganda.
Sistem ini disebut cermin Lloyd. Jika layar bersentuhan dengan cermin di M’, frinji pada titik
kontaknya adalah frinji gelap. Karena di titik ini beda lintasan optik antara dua sinar yang
berinterferensi adalah nol, diharapkan diperoleh frinji terang.

mD
ym a

Gambar 3-4. Interferensi menggunakan cermin Lloyd. Dua sumber koheren diperoleh
dari Sumber actual S dan bayangan virtual S’

119
Gambar 3-5. Interferensi dengan Cermin Fresnel. Sumber-sumber koheren adalah dua bayangan
virtual dari titik sumber S, yang terbentuk dalam dua cermin datar M1 dan M2. Cahaya langsung
dari S tidak diijinkan mencapai layar.

Sistem yang lain adalah Cermin Fresnel yang ditunjukkan oleh gambar 3-5. Interferensi terjadi
antara cahaya pantul dari dua cermin M1 dan M2, yang membentuk sudut relatif . Dua sinar
pantul masing-masing (1) dari cermin M1 dan (2) dari M2. Frinji interferensi muncul dari
overlap. Interferensi secara efektif terjadi antara dua bayangan virtual koheren S1 dan S2, yang
beraksi sebagai sumber.
Gambar 3-6 menunjukkan Biprisma Fresnel, yang membiaskan cahaya dari sebuah
sumber kecil S sedemikian hingga ia muncul dating dari dua sumber virtual koheren, S1 dan

S2. Dalam prakteknya sudut prisma adalah sangat kecil. Salah satu sinar akan melintasi tepi
prisma secara simetri, dengan membuat sudut masuk dan keluar sama dengan kedua tepi dan
dengan memenuhi syarat deviasi minimum. Untuk sinar ini sudut deviasi m adalah dinyatakan
oleh m n 1 . Geometri dari sinar ini memberikan suatu pendekatan untuk menentukan jarak
pisah sumber virtual a dinyatakan dalam indeks bias prisma dan sudut :
a 2d m 2d n 1 (3-23)

Frinji interferensi maka dinyatakan oleh persamaan (3-20).

120
Gambar 3-6. Interferensi dengan biprisma Fresnel. Sumber koheren adalah bayangan virtual
S1 dan S2 dari sumber S yang dibentuk oleh pantulan oleh kedua sisi prisma.

3. SISTEM PEMBAGI AMPLITUDO GELOMBANG

3.1. Interferensi Pada Film Tipis

Penampakan warna-warna pada permukaan minyak di atas air dan film sabun adalah
berhubungan dengan interferensi dan pemantulan cahaya pada film tipis material transparan
tunggal atau banyak. Sifat-sifat optik film tipis muncul dari gejala interferensi dan refleksi.
o
Syarat dasar interferensi tergantung pada apakah pemantulan mengalami perubahan fase 180
Berikut ini di jelaskan beberapa tipe film tipis.

Ditinjau kasus sebuah film material transparan dibatasi oleh bidang pararel, misalnya lapisan
minyak, film oksida logam, atau film evaporasi pada sebuah plat atau substrak gelas (lihat gambar 3-
7). Seberkas cahay yang datang pada permukaan di A akan terbagi menjadi bagian terpantul dan
terbiaskan. Pebagian sinar menjadi dua bagian yang kemudian berekombinasi dan berinterferensi
disebut pembagian amplitudo, berbeda dengan interferensi Young yang melalui proses pembagian
muka gelombang. Sinar bias memantul dipantul juga oleh

121
permukaan film substrak di B dan meninggal film di titik C, dengan arah yang sama dengan
cahaya pantul dari A. Sebagaian sinar mungkin sebagaian mungkin terpantul total di C dan terus
mengalami pantulan berulang di dalam film tipis hingga ia kehilangan intensitasnya. Akan
terdapat banyak sinar sejajar keluar dari permukaan atas, walaupun amplitudo melemah secara
cepat. Meskipun reflektansi film adalah besar, suatu pendekatan yang baik pada situasi
pemantulan jamak (multiple reflection) komplek adalah meninjau hanya dua berkas yang
pertama muncul. Dua sinar pararel yang meninggalkan A dan C dapat berkumpul oleh lensa
(kaca atau mata). Kedua sinar yang bertemu di P ahan bersuperposisi dan berinterferensi. Oleha
karena kedua sinar menempuh lintasan berbeda dari titik A, beda fase relatif inilah yang
menghasilkan interferensi konstruktif dan desktruksif di P. Beda lintasan optik , dalam kasus
sinar datang normal, panjang lintasan tambahan ABC yang ditempuh oleh sinar bias dikalikan
indeks bias film. Maka

n AB BC 2nt (3-24)

dimana t adalah tebal film. Sebagai contoh, jika 2nt = o, panjang gelombang cahaya dalam
vakum, kedua sinar yang berinterferensi, pada basis beda lintasan optik saja, ahan sefase dan
menghasilkan interferensi konstruktif. Namun demikian beda fase tambahan, disebabkan
gejala perubahan fase pada pemantulann harus diperhitungkan. Anggap nf > no dan nf > ns.

Dalam kenyataannya, sering ns = no karena medium yang membantasi film adalah


identik, seperti dalam kasus film air (gelembung sabun) di udara. Maka pemantulan di A terjadi
dengan cahaya yang berasal dari medium lebih rendah no bergerak menuju medium yang lebih

tinggi nf, yang dikenal sebagai pemantulan internal. Beda fase relatif terjadi antara sinar pantul
internal dan eksternal, begitu pula beda lintasan tambahan ABC sebesar /2, dibuat diantara kedua
sinar. Beda lintasan optik total maka adalah + /2, yang menempatkan kedua sinar pada fase
berbeda, da mengakibatkan interferensi destruktif di P. Namun, jika kedua pemantulan adalah
eksternal (no < nf < ns) atau jika kedua pemantulan adalah internal (no > nf > ns), tidak ada beda
fase disebabkan pemantulan. Dalam kasus tersebut, interferensi konstruktif terjadi di P.

122
Gambar 3-7. Interferensi berkas ganda oleh sebuah film tipis. Sinar dipantulkan oleh bidang atas
dan bidang bawah film dikumpulkan di P oleh sebuah lensa

Penggunaan fim satu lapis adalah dalam fabrikasi pelapisan anti pantul (antireflection
coating) pada permukaan optik yang akan dibahas di bawah. Cahaya masuk film dari udara,
sehingga no = 1. Selanjutnya, jika ns > nf tidak ada pergeseran fase diantara kedua sinar yang
dipantulkan, dan beda lintasan optik saja yang menentukan jenis interferensi. Jika tebal film f/4,
dimana f adalahpanjang gelombang cahaya di dalam film, maka 2t = f/2, dan beda lintasan optik
2nf t = o/2, sebab nf f = o. Interferensi destruktif terjadi pada panjang gelombang ini dan pada
panjang gelombang disekitar itu, yang berarti bahwa cahaya yang dipantulkan dari film tersebut
akan merupakan spektrum datang dikurangi panjang gelombang disekitar o. Jika cahaya datang
adalah putih dan o dalam daerah tampak, cahaya yang dipantulkan akan berwarna. Pemadaman
daerah spektrum oleh film anti pantul setebal f/4 sudah tentu lebih efektif jika amplitudo kedua
sinar pantul adalah sama. Pada umumnya, dapat dikatakan interferensi konstruktif adalah
penjumlahan kedua amplitudo (yang sefase), dan sebaliknya untuk interferensi destrukktif adalah
selisih kedua amplitudo (yang berlawanan fase). Koefeisien refleksi (rasio amplitudo medan
listrik pantul dan datang) adalah

r 1n (3-25)
1n

123
dimana indeks relatif n = n2/n1. Amplitudo medan listrik pantul internal dan eksternal dari film
dalam gambar 1 maka ahan sama, dengan mengasumsikan film non absorbsi, jika indeks relatif
adalah ekivalen dalam kasus ini, yaitu jika n f ns
no nf
atau nf (3-26)
no ns

Oleh karena biasanya no =1, syarat bahwa sinar_sinar pantul beramplitudo sama dipenuhi
dengan memilih suatu film yang mempunyai indeks bias merupakan akar kuadrat indeks bias
substrak. Material film yang sesuai untuk aplikasi anti refleksi dibuat dari bahan yang dapat
mengurangi refleksi, sebagai contoh, untuk mengurangi reflektansi lensa yang digunakan
dalam alat optik yang mengatasi cahaya putih, ketebalan film /4 ditentukan dengan di pusat
spektrum visible atau dimanapun diteksi sistem adalah paling sensitif. Dalam kasus mata, di
pusat spektrum adalah bagian kuning-hijau di dekat 550 nm. Dengan mengasumsikan n = 1.50

untuk lensa gelas, idealnya n f 1,50 1,22 . Material film yang digunakan dalam praktek dengan

indeks yang cocok adalah MgF2, dengan n = 1.38. Loss cahaya didekat pusat spektrum
mengakibatkan suatu dominasi ujung biru dan merah spektrum, sehingga coating terlihat ungu
(purple) dalam cahaya pantul.

Contoh yang lain, tinjau film lapisan jamak (multilayer) dengan indeks bias film

dielektrik bervariasi (gambar 3-8). Jika masing-masing film memmpunyai ketebalan optik f/4,
suatu analisis sederhana menunjukkan bahwa dalam kasus ini semua berkas sinar yang keluar

adalah sefase. Refleksi jamak (multiple) dalam daerah o menambah intensitas terpantul total dan
film lapisan jamak seperempat gelombang berfungsi sebagai cermin yang efisien. Film lapisan
jamak seperti itu dapat didisain untuk memenuhi pemadaman atau penguatan cahaya terpantul
pada bagian spektrum yang lebih besar dari pada film satu lapis. Film lapisan jamak ahan
dibahas secara mendalam dalam bab selanjutnya.

124
Gambar 3-8. Cermin dielektrik lapisan jamak dengan indeks bias tinggi rendah bervariasi.
Setiap film adalah dengan ketebalan optik f/4

Kembali sekarang ke film lapisan tunggal, pertama kita ingin menggeneralisasi syarat
untuk interferensi konstruktif dan destruktif dengan menghitung beda lintasan optik dalam kasus

sinar datang dengan sudut i terhadap normal bidang batas. Gambar 3-9 mengilustrasikan sebuah

sinar datang pada sebuah lapisan tipis dengan sudut i. Beda fase di titik-titik C dan D antara
berkas-berkas yang memancar disebabkan oleh beda lintasan optic antara lintasan AD dan ABC.
Setelah titik-titik C dan D dicapai, berkas-berkas adalah sejajar dan berada dalam medium yang
samam, sehingga tidak ada lagi beda fase yang terjadi. Untuk membantu perhitungan, titik G
ditunjukkan di tengah-tengah antara A dan C di alas segitiga sama kaki ABC. Titik-titik E dan F
ditentukan dengan mengkonstruksi GE dan GF tegak lurus lintasan sinar-sinar AB dan BC. Beda
lintasan optic antara berkas yang memancar maka adalah

n f AB BC no AD

dimana nf dan no adalah indeks bias lapisan tipis dan medium eksternal. Adalah membantu
untuk membagi jarak AB dan BC menjadi
n f AE FC no AD n f EB BF (3-27)

125
Besaran di dalam kurung persegi lenyap, seperti sekarang kita lihat. Dengan hukum Snell,
no sin i n f sin t (3-28)

Dengan menganalisis Gambar 3-9,

AC
AE AG sin t sin t (3-29)
2

dan AD AC sin i (3-30)

Gambar 3-9. Interferensi film tunggal dengan cahaya datang pada sudut i

Dari persamaan (3-29) dan menggabungkan persamaan (3-30) dan (3-28),

sin t no
2AE AC sin t AD AD

sin i n
f

sehingga

no AD 2n f AE n f AE FC (3-31)
Kemudian dari persamaan (3-27),

n f EB BF 2n f EB (3-32)

126
Panjang EB terkait dengan tebal lapisan tipis t melalui EB = t cos t, maka akhirnya kita
mendapatkan

2n f t cos t (3-33)

Beda lintasan optic secara ringkas dinyatakan oleh persamaan (3-33) dalam term sudut bias,
bukan sudut datang, menggunakan persamaan (3-28) persamaan (3-33) dapat dinyatakan dalam
sudut datang. Perhatikan bahwa untuk sinar datang normal bidang batas, i = t = 0 dan = 2nft.
Beda fase yang terkait hal itu adalah = k = (2 / o) . Beda fase total harus juga memperhitungkan
beda fase yang muncul pada pemantulan. Namun demikian, jika kita menyebut p beda lintasan
optik persamaan (3-33) dan r beda lintasan ekivalen disebabkan perubahan fase pada
pemantulan, kita dapat menyatakan secara umum syarat untuk

p
Interferensi konstruktif: r m (3-34)
p 1
Interferensi destruktif: r m (3-35)
2

dimana m = 0, 1, 2, ….

Sebagai contoh, jika hasil interferensi konstruktif antara dua bagian dari sebuah berkas

tunggal yang datang pada i, syarat yang sama akan berlaku untuk semua berkas datang dengan
sudut sama. Ini adalah mungkin jika sumber merupakan suatu sumber lebar seperti dalam

Gambar 3-10. Sumber-sumber titik S1, S2, dan S3 ditunjukkan, semua berkontribusi pada
intensitas cahaya di P. Karena sumber-sumber ini tidak koheren, intereferensi dipertahankan
hanya antara pasangan sinar-sinar pantul yang berasal dari sumber yang sama. Jika bukaan lensa

menjadi terlalu kecil untuk memungkinkan dua berkas seperti itu, seperti (a) dan (b) dari S1,
tidak ada interferensi akan terdeteksi. Sebagai contoh, ini mungkin terjadi, jika tebal lapisan dan,
oleh karenanya, separasi spasial dari dua berkas yang berinterferensi seperti (a) dan (b)
ditingkatkan, sedangkan pupil mata melihat cahaya pantul dibatasi ukurannya. Tanpa sebuah alat
pemfokus, frinji virtual ini tidak muncul. Mereka disebut frinji terlokalisir karena mereka
terlokalisir di tak terhingga. Ingat bahwa frinji tak terlokalisir (Gambar 3-10), sebaliknya,
terbentuk dimana-mana. Bentuk frinji seperti dalam Gambar 3-10 juga dirujuk sebagai frinji

127
Haiginger, atau frinji inklinasi sama, karena mereka terbentuk sejajar berkas-berkas datang dari
sebuah sumber yang lebar. Jika suatu kemiringan berbeda dipilih, sinar-sinar sejajar dari titik-
titik sumber yang bervariasi datang pada lapisan tipis dengan sudut berbeda, memantul sebagai
sinar-sinar sejajar dari lapisan dengan sudut berbeda, dan semua memfokus pada suatu titik lain
dimana mereka berinterferensi, sesuai dengan syarat yang diekspresikan dengan persamaan (3-
34) dan (3-35).

Gambar 3-10. Interferensi oleh sebuah lapisan tipis dielektrik dengan sebuah sumber lebar. Frinji
inklinasi sama difokuskan oleh sebuah lensa.

Gambar 3-11. Interferensi oleh sebuah lapisan tipis dielektrik dengan sebuah titik sumber. Frinji-
frinji real tak terlokalisir muncul seperti dalam pola sumber dua titik Gambar 3-4. Pembiasan
diabaikan

128
Frinji-frinji inklinasi sama yang dideskripsikan tidak akan mungkin jika sumber adalah
sebuah titik atau sangat kecil, karena setiap sinar cahaya dari sumber ke lapisan tipis harus, dalam
kasus ini, mencapai suatu sudut datang berbeda (Gambar 3-11). Frinji-frinji suatu jenis yang berbeda
namun demikian tidak terbentuk. Karena sinar-sinar akan dipantulkan ke suatu titik

P dari dua permukaan lapisan seolah-olah mereka berasal dari sumber-sumber virtual S1 dan S2,
ini bisa ditinjau sebagai pola sumber dua titik yang telah didiskusikan. Frinji real tak terlokalisir
terbentuk di dalam ruang di atas lapisan tipis. Jika sumber-sumber cahaya adalah laser, pola frinji
jelas dapat dilihat pada layar yang diletakkan dimanapun di dekat lapisan tipis. Syarat untuk
interferensi adalah syarat untuk pola interferensi dua sumber, dimana separasi celah merupakan

jarak antara sumber-sumber virtual S1 dan S2. Dalam Gambar 3-10, S1 dan S2 diletakkan secara
pendekatan dengan mengabaikan pembiasan dalam lapisan ini.

3.1.a. Interferensi Pada Lapisan Sabun

Warna-warna interferensi dari lapisan (film) sabun dapat dikaitkan dengan ketebalan film
o
dengan menggunakan syarat interferensi dan perubahan fase 180 pada pemantulan dari
permukaan film, tetapi tidak ada perubahan fase untuk pemantulan dari permukaan belakang.
Warna yang terlihat tergantung juga pada sudut pandang.

129
Gambar 3-10. Refleksi dan Interferensi Lapisan Sabun

o
Cahaya terpantul akan mengalami perubahan fase 180 bila ia memantul dari medium
yang lebih tinggi indeks biasnya dan tidak ada beda fase bila ia memantul dari lebih kecil
indeks biasnya (gambar 3-11)

Gambar 3-11. Perubahan Fase Refleksi

3.1.b. Interferensi Lapisan Minyak

130
Gambar 3-12. Refleksi dan Interferensi Lapisan Minyak

Warna-warna interferensi dari lapisan (film) minyak dapat dikaitkan dengan ketebalan

film dengan menggunakan syarat interferensi dan perubahan fase 180 o pada pemantulan dari
premukaan film, tetapi tidak ada perubahan fase untuk pemantulan dari permukaan belakang.
Warna yang terlihat tergantung juga pada sudut pandang.

3.1.c. Coating Anti Refleksi


131
Gambar 3-13. Coating anti refleksi Tunggal

Gambar 3-14. Pemantulan pada Coating anti refleksi tunggal

Coating anti refleksi mengurangi loss cahaya di dalam lensa multi elemen dengan
menggunakan perubahan fase dan ketergantungan pada indeks bias. Coating seperempat panjang
gelombang tunggal berindeks optimum dapat mengeliminasi pemantulan pada satu gelombang.
Coating lapisan jamak dapat mereduksi loss pada spectrum visible. Ide dibalik coating anti refleksi
adalah bahwa pembentukan antarmuka ganda dengan film tipis menghasilkan dua
gelombang pantul. Jika gelombang-gelimbang ini tidak sefase, mereka sebagaian atau seluruhnya
132
terhapus. Jika coating adalah setebal setengah gelombang dan coating mempunyai indeks bias

kurang dari indeks bias gelas kedua pemantulan berbeda fase 180o. Coating anti refleksi satu
lapis dapat dibuat tak reflekstif hanya pada satu panjang gelombang, biasanya di tengah visible.
Lapisan jamak adalah lebih efektif untuk spectrum visible keseluruhan (Gambar 8). Coating anti
refleksi lapisan tunggal pada umumnya dihitung untuk panjang gelombang tengah 550 nm
(hijau). Dengan asumsi ketebalan coating seperempat panjang gelombang dalam medium,
pementulan dapat dihitung dengan menggunakan koefisien refleksi datang normal.

Gambar 3-15. Coating anti refleksi Jamak

3.1.d. Filter Interferensi

133
Gambar 3-16. Filter Interferensi

Jika sebuah pemisah transparan tipis ditempatkan diantara dua coating semireflektif,
refleksi jamak dan interferensi dapat digunakan untuk menyeleksi pita frekuensi tipis, dengan
filter refleklsi. Jika pemisah adalah setengah panjang gelombang untuk panjang gelombang yang
diinginkan, maka panjang gelombang lainnya akan diperlemah oleh interferensi destriktruktif.
Filter komersial tersedia dengan lebar setengah daya sekitar satu angstrom. Jika lapisan
belakang reflektif total, maka susunan tersebut disebut cermin dikroik, yang memantulkan hanya
panjang gelombang yang dipilih. Piranti ini didisain untuk sinar datang normal, dan pergeseran
panjang gelombang ke arah lebih pendek jika dimiringkan.

3.1.e. Frinji ketebalan Sama

Jika lapisan tipis dengan ketebalan bervariasi t, beda lintasan optic = 2nf t cos t akan bervariasi
meskipun tanpa variasi sudut datang. Oleh karenanya, jika arah cahaya datang ditetapkan,
katakan tegal lurus bidang batas (normal), suatu frinji terang dan gelap akan berhubungan
dengan suatu ketebalan tertentu untuk mana memenuhi syarat untuk interferensi konstruktif dan
destruktif. Untuk alasan ini, frinji yang dihasilkan oleh suatu lapisan tipis ketebalan bervariasi
disebut frinji ketebalan sama. Suatu sistem untuk melihat frinji ini ditunjukkan dalam Gambar
3-12a. Sebuah sumber lebar digunakan bersama dengan sebuah pembagi berkas (beam splitter,
o
BS) yang diatur membentuk sudut 45 dengan cahaya datang. Pembagi berkas dalam posisi ini
memungkinkan cahaya mengenai lapisan tipis pada sudut normal, sedangkan pada saat yang
sama memberikan untuk transmisi bagian dari cahaya pantul ke dalam detector (mata). Frinji-
frinji, sering disebut frinji Fizeau, terlihat terlokalisir pada lapisan tipis, dari mana sinar-sinar

yang berinterferensi menyebar. Pada sudut normal, cos t = 1 dan = 2nf t. Oleh karenanya syarat
untuk frinji terang dan gelap (persamaan (3-34)) dan (persamaan (3-35)) adalah

m, terang
2n f t r m 1, (3-36)
2 gelap
134
dimana r bernilai /2 atau nol, tergantung pada apakah ada atau tidak beda fase antara sinar pantul
dari permukaan lapisan atas dan bawah. Salah satu cara membentuk suatu lapisan tipis berbentuk
baji yang sesuai untuk eksperimen menggunakan dua gelas preparat mikroskopik yang bersih,
salah satu ujung baji disisipi pemisah , misalkan seutas rambut, seperti dalam Gambar 3-12b.
Lapisan udara yang dihasilkan antara preparat akan menunjukkan frinji Fizeau ketika preparat
disinari oleh cahaya monokromatik. Untuk lapisan ini, dua pemantulan dari gelas ke udara

(pemantulan internal) dan dari udara ke gelas (pemantulan eksternal), sehingga r dalam
persamaan (3-36) adalah /2. Ketika t meningkat secara linier sepanjang sisi panjang preparat dari
t = 0 ke t = d, persamaan (3-36) akan dipenuhi untuk order berurutan m, dan sederetan berspasi
sama, frinji terang dan gelap bergantian akan terlihat melalui cahay pantul. Frinji-frinji virtual,
frinji-frinji terlokalisir dan tidak dapat diproyeksikan pada sebuah layar.

Jika sumber lebar Gambar 3-12a adalah langit dan lampu putih yang datang dengan
suatu sudut tertentu pada suatu lapisan tipis yang tebalnya bervariasi seperti Gambar 3-13,
lapisan tipis mungkin muncul dalam variasi warna, seperti lapisan minyak setelah hujan.
Anggap bahwa dalam suatu daerah kecil lapisan ketebalannya sedemikian rupa menghasilkan
interferensi konstruktif untuk panjang gelombang bagian merah spektrum pada orde m. Jika
panjang gelombang dimana interferensi konstruktif terjadi lagi untuk orde m + 1 dan m 1 berada
di luar spectrum cahaya tampak, cahaya pantul tampak merah. Ini dapat terjadi untuk orde-orde
rendah dan maka juga untuk lapisan tipis.

135
Gambar 3-12. Interferensi dari sebuah lapisan tipis berbentuk baji, yang menghasilkan frinji
terlokalisir bertebal sama. (a) Sistem lapisan tipis berbentuk baji. (b) Lapisan udara dibentuk
dari dua kaca preparat mikroskop.

Gambar 3-13. Interferensi oleh suatu lapisan tipis yang disinari oleh sebuah sumber lebar.
Variasi ketebalan lapisan tipis, begitu juga sudut datang, menentukan daerah panjang gelombang
yang diperkuat oleh interferensi.

3.1.f. Cincin Newton


Karena frinji Fizeau adalah frinji-frinji ketebalan sama, konturnya secara langsung
menampakkan ketakuniforman ketebalan lapisan. Gambar 3-14a menunjukkan bagaimana
kondisi ini dapat digunakan secara praktis untuk menentukan kualitas permukaan sferis sebuah
lensa, sebagai contoh, dalam suatu susunan dimana frinji Fizeau dirujuk sebagai cincin Newton.

136
Suatu baji udara, terbentuk antara permukaan sferis dan sebuah plat gelas, disinari secara normal
oleh cahaya datang monokromatik, seperti lampu sodium (natrium) atau lampu merkuri dengan
sebuah filter, untuk mengisolasi salah satu garis spektralnya. Kontur bertebal sama untuk suatu
permukaan sferis sempurna, dan oleh karena itu frinji-frinji yang terlihat, berupa lingkaran-
lingkaran konsentrik mengelilingi titik kontak dengan plat gelas. Pada titik itu, t = 0 dan beda
lintasan antara sinar-sinar pantul adalah /2, sebagai akibat pemantulan. Pusat pola frinji maka
terlihat gelap, dan persamaan (3-36) member m = 0 untuk orde interferensi destruktif.
Ketakteraturan permukaan lensa tampak sebagai distorsi pola cincin konsentrik. Susunan ini dapat
juga digunakan sebagai alat optic untuk mengukur jejari kelengkungan permukaan lensa. Suatu
relasi geometri yang ada antara jejari rm frinji gelap orde ke-m, ketebalan udara-lapisan yang terkait
tm, dan jejari kelengkungan R lapisan udara atau permukaan lensa. Merujuk Gambar 3-14b dan menggunakan
teorema Pitagoras, kita mendapatkan
2
r2 t2
R2 r 2 R t atau R (3-37)
m m

m
m
2tm

Gambar 3-14. (a) Cincin Newton. Frinji interferensi tebal sama dihasilkan oleh baji udara
antara lensa dan plat gelas. (b) Geometri untuk menghasilkan cincin Newton.

Jejari cincin gelap ke-m diukur dan ketebalan udara yang terkait ditentukan dari syarat
interferensi (3-36). Oleh karenanya R dapat ditemukan. Sebuah pemikiran kecil seharusnya
137
meyakinkan kita bahwa cahaya transmisi melalui plat kaca akan juga menunjukkan frinji-frinji
interferensi lingkaran. Seperti ditunjukkan dalam Gambar 3-15, pola tersebut dibedakan dalam
dua bagian penting terhadap frinji-frinji cahaya pantul. Pertama, frinji-frinji tersebut
menunjukkan kontras yang lemah, karena kedua berkas transmisi dengan amplitude besar
mempunyai perbedaan yang cukup mengkibatkan penghapusan yang tidak lengkap. Kedua,
pusat pola frinji adalah terang bukannya gelap, dan sistem frinji keseluruhan meruapakan
pelengkap dari sistem refleksi.

Gambar 3-15. Cincin Newton dalam (a) cahaya pantul dan (b) cahaya transmisi adalah
saling melengkapi. (M. Cagnet, M.Francon, dan J.C. Thrierr, Atlas of Optical Phenomenan.
Plate 9, Berlin: Springer-Verlag, 1962)

Contoh
Sebuah lensa plan konveks (n = 1,523) berkekuatan 1/8 dioptri diletakkan, dengan permukaan
konvek di bawah, diletakkan di atas plat kaca. Dengan menggunakan mikroskop geser dan
cahaya natrium ( = 589,3 nm), frinji interferensi teramati. Tentukan jejari cincin gelap pertama
dan gelap kesepuluh.
Penyelesaian:
Dalam kasus ini, r 2 , sehingga persamaan (3-36) menyebabkan ketebalan udara-lapisan tipis di

cincin gelap ke-m yang dinyatakan oleh tm m 2n f . Karena lapisan tipis berupa udara, nf = 1 dan

tm m 2 . Jejari cincin dinyatakan oleh persamaan (3-37). Dengan mengabaikan


138
suku sangat kecil dalam tm2 , ini berupa rm2 2Rtm . Jejari kelengkungan permukaan cembung
lensa diperoleh dari persamaan pembuat lensa:
1 1 1
f n 1 R R2
1

Dengan f = 8 m, n = 1,523, dan R2 , ini menghasilkan R = 4,184 m. Maka


m
rm2 2Rtm 2R mR
2
r12 1 4,184 589,3 10 9 2,466 10 6 m 2 r102 10
4,184 589,3 10 9 24,66 10 6 m2
atau r1 = 1,57 mm dan r10 = 4,97 mm.
Adalah ironis bahwa gejala yang telah kita deskripsikan, dengan melibatkan sifat
gelombang dari cahaya, dikenal sebagai cincin Newton setelah ia meyakini teori partikel dari
cahaya. Mungkin pengukuran pertama dari panjang gelombang cahaya dibuat oleh Newton, dengan
menggunakan teknik ini. Konsisten dengan teori partikelnya, namun demikian, Newton
menafsirkan kuantitas ini sebagai suatu ukuran jarak antara pemantulan partikel-partikel cahaya.

3.1.g. Pengukuran Ketebalan Lapisan Tipis Dengan Interferensi.


Frinji ketebalan yang sama menyediakan suatu alat optic sensitive untuk mengukur lapisan
tipis. Sketsa dari satu sistem yang mungkin ditunjukkan dalam Gambar 3-16 Anggap lapisan F
yang diukur mempunyai ketebalan d. Lapisan diletakkan di atas suatu subatrat S. Cahaya
monokromatik disalurkan dari sebuah sumber cahaya LS melalui sebuah pipa cahaya serat optik
LP ke prisma pembagi berkas BS, yang mentransmisikan satu berkas ke cermin datar M dan lainnya
ke permukaan lapisan. Setelah pemantulan, masing-masing ditransmisikan oleh pembagi berkas ke
dalam sebuah mikroskop MS, dimana mereka dimungkinkan berinterferensi. Hal yang sama, berkas
yang dipantulkan dari cermin M dapat dianggap berasl dari bayangan virtualnya
M’. Cermin virtual M’ dikonstruksi oleh bayangan M melalui bidang pemantul pembagi berkas.
Konstruksi ini membuat jelas bahwa pola interferensi disebabkan interferensi karena lapisan udara
antara bidang pemantul di M’ dan lapisan F. Dalam prakteknya, cermin M dapat digeser menuju
atau menjauh dari pembagi berkas untuk menyamakan panjang lintasan optik dan dapat
dimiringkan untuk membuat M’ lebih kurang sejajar dengan permukaan lapisan. Selanjutnya,
139
kesatuan pembagi berkas dan cermin membentuk satu unit yang dapat digabungkan ke
mikroskop di posisi lensa obyektifnya. Ketika M’ dan permukaan filem tidak tepat sejajar, frinji
Fizeau biasa disebabkan suatu kemiringan akan terlihat melalui mikroskop, yang telah
difokuskan pada lapisan. Berkas cahaya yang mengenai lapisan dimungkinkan melingkupi tepi
dari lapisan F, sehingga sistem dua frinji terlihat bersebelahan, yang berhubungan dengan lapisan
udara yang berbeda dengan ketebalan yang dikehendaki. Gambar 3-17a menunjukkan foto sistem
frinji, dibuat melalui mikroskop.

Gambar 3-16. Pengukuran tebal lapisan. Frinji interferensi yang dihasilkan oleh cahaya yang
dipantulkan dari permukaan lapisan dan substrat memungkinkan suatu determinasi tebal
lapisan d.

140
Gambar 3-17. (a) Foto frinji interferensi yang dihasilkan oleh sistem yang ditunjukkan dalam
Gambar 3-16. Depresi seperti cekungan dalam pola interferensi dibuat dengan menguapkan
lapisan di atas suatu kawat lurus tipis. (b) Sketsa salah satu sisi cekungan yang ditunjukkan
dalam foto. Pergeseran pola frinji sebesar x di tepi lapisan (Foto oleh J. Feldott)

Translasi dari satu sistem frinji relative terhadap yang lain member suatu alat menentukan d,
sebagai berikut. Untuk cahaya datang normal, frinji terang memenuhi persamaan (3-34),

p r 2nt r m
dimana t menyatakan ketebalan lapisan udara di suatu titik. Jika tebal lapisan udara sekarang
berubah sebesar t = d, orde interferensi m
2n t 2d m

dimana n = 1 untuk lapisan udara. Peningkatkan ketebalan t sebesar /2, sebagai contoh,
mengubah orde frinji sebesar m = 1, yaitu, pola frinji yang ditranslasi oleh satu frinji penuh.
Untuk suatu pergeseran frinji sebesar x (Gambar 3-17b) perubahan m dinyatakan oleh m =
x/x, yang mengakibatkan
d xx (3-38)
2

Karena kedua finji yang memisahkan x dan pergeseran frinji x dapat diukur dengan sebuah
mikroskop stabil atau menggunakan foto seperti yang dalam Gambar 3-17 ketebalan lapisan d
ditentukan. Ketika menggunakan cahaya monokromatik, pergeseran total sistem frinji bermakna
ganda karena suatu pergeseran x = 1,5x. Kebingungan ini bisa dihindari dengan satu dari dua
141
cara. Jika pergeseran lebih dari satu lebar frinji, situasi ini muncul ketika frinji cahaya putih
membentuk suatu pola yang berpusat di m = 0 adalah unik, yang berfungsi sebagai indek lokasi
finji. Pergeseran utuh dari pola-pola frinji maka dengan mudah dilihat dan dapat dikombinasi
dengan pengukuran monokromatik x yang dideskripsikan sebelumnya. Metode kedua adalah
menyiapkan lapisan sehingga tepi-tepinya tidak tajam tetapi memanjang secara bertahap. Dalam
kasus ini masing-masing frinji dari satu kumpulan dapat diikuti tepi lapisan ke dalam finji yang
berkaitan dari kumpulan kedua, seperti dalam Gambar 3-17. Jika lapisan bukan merupakan tepi
yang memanjang secara bertahap, sebagai contoh lapisan tipis perak, dapat dievaporasi baik
pada lapisan maupun substrat. Undak dalam lapisan logam biasanya akan agak miring, tetapi
undak total akan sama seperti ketebalan lapisan yang diukur. Korespondensi satu-satu antara
frinji individual dari masing-masing kumpulan maka dapat divisualisasi.

3.1.h. Relasi Stokes


Kita mulai dengan argument yang dikemukakan oleh Sir George Stokes, yang menghasilkan
informasi berkaitan dengan amplitude bagian pantul dan transmisi dari sebuah muka
gelombang bidang yang datang pada sebuah permukaan pembias, seperti dalam Gambar 3-18.

Misalkan Ei menyatakan amplitude cahaya datang. Kita mendefinisikan koefisien pantul dan
transmisi sebagai
Er Et
r , t (3-39)
E E
i i

sehingga di perbatasan antar medium, Ei terbagi menjadi bagian pantul, Er = r Ei, dan bagian
transmisi, Et = t Ei, seperti ditunjukkan dalam gambar. Untuk sebuah sinar datang dari medium
kedua, kita mendefinsikan kuantitas yang sama, yang kita bedakan dengan notasi, r’ dan t’.
Sesuai dengan prinsip reversibilitas sinar, situasi yang ditunjukkan dalam Gambar 3-18(b)
seharusnya juga benar. Secara umum, namun demikian, dua sinar datang pada batas antar
medium, seperti ditunjukkan dalam Gambar 3-18(b), masing-masing menghasilkan sebuah
sinar pantul dan sebuah sinar transmisi dengan amplitude yang sesuai, Gambar 3-18(c). Kita
menyimpulkan bahwa situasi yang digambarkan dalam Gambar 3-18(b) dan (c) haruslah secara
fisis ekivalen, sehingga kita dapat menuliskan
Ei r 2 t't Ei
142
dan
0 r't tr Ei
atau

tt' 1 r 2 (3-40)
r r' (3-41)

Gambar 3-18. Gambar yang digunakan umtuk menurunkan relasi Stokes.

Persamaan (3-40) dan (3-41) adalah relasi Stokes antara koefisien amplitude untuk sudut-sudut
datang yang bterhubung melalui hukum Snell. Persamaan (141) menyatakan bahwa amplitude
berkas pantul untuk sinar-sinar dari arah lain adalah sama besar tetapi dibedakan oleh pergeseran
fase sebesar . Ini menjadi lebih jelas jika persamaan (3-41) ditulis fdalam bentuk ekivalen,

r ei r' . Hasil ini sesuai dengan prediksi dari persamaan Fresnel yang lebih komplek. Baik teori
Fresnel maupun eksperimen, seperti cermin Lloyd, menegaskan fakta bahwa pergeseran fase
terjadi untuk sinar datang pada batas antar medium dari sisi kecepatan lebih tinggi atau indek
bias lebih rendah. Gejala gelombang ini mempunyai analogi dengan pemantulan gelombang dari
ujung terikat sebuah tali.

3.1.i. Interferensi Berkas Jamak Dalam Plat Sejajar


Kita kembali ke masalah pemantulan dari sebuah plat sejajar, yang telah ditinjau dalam
pendekatan dua berkas. Tinjau pemantulan jamak dari berkas cahaya beramplitudo Eo dan sudut
datang i, seperti ditunjukkan dalam Gambar 3-19. Koefisien amplitudo pantul dan transmisi
143
adalah r dan t pada pemantulan eksternal dan r’ dan t’ pada pemantulan internal. Amplitudo
masing-masing segmen dari berkas dapat diperoleh dengan mengalikan amplitudo sebelumnya
dengan koefisien pantul atau transmisi yang sesuai, mulai dengan gelombang datang

beramplitudo Eo dan mengalikan secara progresif melalui deretan pemantulan. Berkas sejajar
jamak muncul dari atas dan dari bawa plat. Interferensi berkas jamak berlangsung ketika salah
satu dari berkas difokuskan pada sebuah titik menggunakan lensa konvergen, seperti ditunjukkan
untuk berkas transmisi. Dengan memecah sebuah berkas tunggal, berkas jamak maka koheren.
Selanjutnya, jika berkas datang mendekati normal, berkas menyatu dengan getaran E-nya
hampir sejajar.

Gambar 3-19. Berkas mengalami pemantulan dan transmisi jamak di dalam sebuah plat sejajar

Kita meninjau superposisi berkas-berkas pantul dari atas plat. Menurut persamaan (3-33),
beda fase antara berkas pantul berurutan dinyatakan oleh

k , dimana2n f t cos t (3-42)

144
Disini nf adalah indek bias plat dan t adalah ketebalannya. Jika sinar datang dinyatakan sebagai
Eo ei t , sinat pantul berurutan dapat dinyatakan dengan modifikasi baik mplitudo maupun fase
gelombang awal. Merujuk pada Gambar 3-19, ini gelombang dapat dinyatakan sebagai berikut
E1 rEo ei t

E2 tt' r' Eo ei t

E3 tt'r'3 Eo ei t 2

E4 tt'r'5 Eo ei t 3

dan seterusnya. Analisis pada persamaan-persamaan di atas menunjukkan bahwa gelombang


pantul ke N dapat dituliskan sebagai
(3-43)
ENtt'r' 2 N 3 Eo ei t N 1

suatu bentuk yang berlaku untuk semua gelombang selain E1, yang tidak pernah menembus plat.
Ketika gelombang-gelombang ini bersuperposisi, oleh karena itu, resultan ER bisa ditulis sebagai

EREN rEo ei ttt' Eo r' 2 N 3


ei t N 1
N 1 N 2
Dengan memfaktorkan, kita mendapatkan

ER Eo ei t r tt 'r'e ir' 2 N 4 e iN 2
N 2

Penjumlahan sekarang berbentuk suatu deret geometri,

xN 2
1 x x2 ...
N 2

dimana x r'2 e i .

Karena x 1 , deret konvergen ke jumlahan S 1 1 x . Karenanya

i t
tt'r'e i
ER Eo e r 2 i
1 r' e

Dengan menggunakan relasi Stokes berikut, persamaan (3-40) dan (3-41),

145
i t
ER Eo e 1 r 2 re i
r
1 r 2e i

Setelah menyederhanakan,

ER Eo e i t r1 ei

1 r 2ei

2
ER ER* , atau

Intensitas, IR, dari berkas resultan adalah proporsional dengan kuadrat amplitude, ER, yang mana
adalah kompleks, maka kita menghitung ER

2 2
2 ei t 1 e ie i t 1 e i
ER Eo r 2 i 2 i
1 r e 1 r e

Setelah memproses perkalian dalam suku-suku dalam kurung dan menggunakan identitas,

2cos ei ei

diperoleh
2 2 2
1 cos
ER Eo r (3-44)
1 r 4 2r 2 cos
atau dinyatakan dalam intensitas

2r 2 1 cos (3-45)
I I
R 4 2 i
2r
1 r cos

dimana Ii menyatakan intensitas berkas datang, dan kita telah menggunakan kesebandingam
2
IR E (3-46)
R

2
Ii Eo

Perlakuan yang sama pada berkas transmisi menghasilkan intensitas tranmisi resultan,

1 r2 2

I I (3-47)
T 1 r4 2r 2 cos i

146
Persamaan (3-47) juga disimpulkan secara langsung dengan mengkombinasi persamaan (3-45)
dengan relasi IR + IT = Ii, yang dipersyaratkan oleh kekekalan energy untuk lapisan nonabsorpsi.
Minimum intensitas pantul terjadi, menurut persamaan (3-45), ketika cos = 1, atau
ketika

2m dan 2n f t cos i m (3-48)

Tentunya, ini juga merupakan syarat untuk transmisi maksimum. Persamaan (3-47)

menghasilkan IT = Ii, seperti diharapkan. Kajian mengenai Gambar 3-19, atau persamaan yang
mendeskripsikan himpunan berkas pantul, menunjukkan bahwa dalam kasus pemantulan
minimum, berkas pantul kedua dan semua berkas berikutnya adalah sefase dengan lainnya
tetapi secara pasti berbeda fase dengan berkas pantul pertama. Karena intensitas pantul total
lenyap, terdapat suatu penghapusan sempurna berkas pertama dengan jumlah semua berkas
yang tersisa. Kedua pendekatan berkas bekerja secara baik, maka, jika amplitude berkas kedua
mendekati amplitude berkas pertama. Persamaan di atas menunjukkan bahwa rasionya adalah
E tt'r' E
2 0 1 r 2

E1 rE0

yang mana mendekati satu ketika r2 adalah kecil. Untuk sinar datang tegak lurus pada
2
gelas berindek bias 1,5, r = 0,04. Karenanya 96% penghapusan terjadi antara dua berkas
pantul pertama sendiri, dan kedua pemrosesan berkas terpenuhi secara baik.
Pemantulan maksimum terjadi, di ujung laing, ketika cos = 1, atau ketika
1
, 3 ,... m 2 2

dan
1
2n f t cos i m (3-49)
2
Dalam kasus ini, persamaan (3-45) dan (3-47) menghasilkan
4r 2
I I (3-50)
R
1 r2 2 i

2 2
1 r
I I (3-51)
R
1 r2 2 i
147
Ini dengan muda dibuktikan bahwa IR + IT = Ii. Juga, analisis persamaan (3-47)
menunjukkan bahwa syarat untuk minimum transmisi terjadi ketika cos = 1, sehingga
persamaan (3-50) menghasilkan intensitas pantul maksimum.

3.2. Interferometer Michelson

Interferometer Michelson menghasilkan interferensi dengan membagi seberkas


cahaya monokromatik sehingga salah satu berkas menuju cermin tetap dan lainnya menuju ke
cermin bergerak. Ketika berkas-berkas pantul bertemu kembali, suatu pola interferensi

Gambar 3-20. Interferometer Michelson

Pengukuran jarak yang tepat dapat dibuat dengan interferometer Michelson dengan
menggerakkan cermin dan menghitung pola interferensi yang bergerak dari sutu titik acuan.
m
Jarak d yang berkaitan dengan m frinji adalah d 2

Interferometer aktual dalam Gambar 3-20 mempunyai dua sumbu optik yang saling
tegak lurus. Sistem optik ekivalen tetapi lebih sederhana, yang mempunyai satu sumbu optik,
dapat digambarkan dengan menggunakan bayangan virtual sumber S dan cermin M1 melalui

148
pemantulan pada cermin BS. Posisi ini secara sederhana diperoleh dengan memandang kesatuan
o
sistem termasuk S, M1 dan berkas 1 dan 3 Gambar 3-21 ketika diputar counterclockwise 90
pada titik perpotongan sinar dengan cermin BS. Skema geometri interferometer menjadi seperti
Gambar 3-22. Posisi baru bidang sumber S’, dan posisi baru cermin M1 adalah M1’. Cahaya dari
titik Q pada bidang sumber S’ maka secara efektif dipantulkan dari cermin M2 ke M1’,
ditunjukkan pararel dan dengan beda lintasan optik d. Kedua sinar pantul muncul dari dua
bayangan virtual, Q1’ dan Q2’, dari benda Q. Oleh karena S1 dan S2’, dari sumber bidang dalam
cermin haruslah terpisah dua kali pemisahan cermin, jarak antara Q1’ dan Q2’ adalah 2d, dan
beda lintasan optik antara kedua sinar yang muncul dari interferometer adalah
p 2d cos (3-52)

dimana adalah sudut kemiringan sinar relatif terhadap sumbu optik. Untuk sinar normal, = 0 dan

p = 2d. Karena kita mengharapkan hasil ini, jika salah satu cermin lebih jauh dari BS dari pada
cermin lainnya sejauh d, jarak ekstra yang ditempuh oleh sinar yang mengambil route lebih
panjang meliputi jarak dua kali d, sekali sebelum dan sekali sesudah pemantulan. Jika, = m ,
sehingga kedua sinar berinterferensi secara konstruktif, dapat disimpulkan mereka akan
berulang untuk setiap translasi /2 dari salah satu cermin.

Gambar 3-21. Geometri Interferometer Michelson.

Sistem optik dalam Gambar 3-22 adalah ekivalen dengan kasus interferensi
disebabkan oleh film udara bidang pararel, yang disinari oleh sumber spektrum lebar. Dengan

149
mengasumsikan bahwa kedua sinar yang berinterferensi beramplitudo sama, irradian sistem
frinji lingkaran konsentrik dengan sumbu optik adalah
2
I 4I o cos (3-53)
2
dimana beda fase ,
2
k (3-54)

Gambar 3-22. Ekivalensi optik Interferometer Michelson

Beda lintasan optik neto adalah p r. Pergeseran fase relatif antara kedua sinar
terjadi karena sinar 2 mengalami refleksi eksternal dua kali tetapi sinar 3 mengalami hanya sekali. Untuk
frinji gelap, maka
1
pr 2d cos m
2 2
atau, lebih sederhana,
2d cos m m = 0, 1, 2, … frinji gelap (3-55)

150
Jika d besarnya sedemikian sinar normal yang membentuk pusat sistem frinji memenuhi persamaan (3-
55), yaitu frinji pusat adalah gelap, maka ordenya, dinyatakan oleh

m 2d (3-56)
max

suatu bilangan bulat yang besar. Frinji gelap tetangganya berkurang ke arah luar dari pusat
pola, karena cos berkurang dari harga maksimumnya 1. Urutan frinji ini mungkin dibalik untuk
menyesuaikan dengan menggabungkan bilangan bulat lainnya p dengan masing-masing frinji
berorde m, dimana
pm m 2d m (3-57)
max

Dengan menggunakan persamaan (3-57) untuk mengganti m dalam (3-55), kita sampai ke
p 2d 1 cos p = 0, 1, 2, … frinji gelap (3-58) dimana frinji pusat sekarang
adalah berorde nol dan frinji tetangga meningkat ordenya, keluar dari pusat. Gambar 3-23

mengilustrasikan hubungan antara orde m dan p untuk kasus dimana mmax = 100. Persamaan
(3-55) atau (3-58) menunjukkan bahwa, ketika d bervariasi, suatu titik dalam pola frinji ( =
konstan) akan berkaitan dengan perubahan bertahap harga orde m dan p. Dipandang dengan
cara lain, persamaan (3-55) membutuhkan pertambahan sparasi angular dari suatu interval
frinji kecil tertentu m jarak cermin menjadi lebih kecil, karena
m
2d sin

Gambar 3-23. Perubahan urutan frinji

151
Ini berarti bahwa frinji-frinji terpisah lebih lebar ketika beda lintasan optik adalah kecil. Dalam
kenyataannya, jika d = /2, maka dari persamaan (3-55), m = cos . Untuk translasi d, jumlah
m frinji yang melewati suatru titik atau dekat pusat pola, sesuai dengan persamaan (3-
55), adalah
m 2d (3-59)

Persamaan (3-59) menyarankan metode eksperimental mengukur ketika d diketahui atau

dengan mengkalibrasi sekrup mekrometer translasi bila diketahui.

3.2.a. Aplikasi Interferometer Michelson


Interferometer Michelson dapat digunakan untuk menentukan indeks bias gas. Sebuah cell
berisi gas ditempatkan pada lintasan sinar 3, Gambar 3-21. Sistem frinji yang terbentuk dimonitor
bersamaan gas dipompa keluar cell. Sejumlah m pergeseran frinji dikaitkan dengan perubahan
lintasan optik selama pengosongan cell. Jika panjang aktual cell secara pasti diketahui
L, perubahan lintasan optik adalah
d = nL – L = L(n – 1) (3-60) dan menggunakan persamaan (3-59),
disimpulkan bahwa indeks dapat ditentukan dari

n 1 m (3-61)
2L
Kita tinjau aplikasi lain interferometer Michelson, penentuan beda panjang gelombang
antara dua komponen garis spektral yang berdekatan dan ’. Masing-masing akan membentuk
sistem frinji lingkaranya sendiri sesuai dengan persamaan (3-55). Anggap kita melihat sistem
lingkaran di dekat pusatnya, sehingga cos 1. Maka untuk suatu beda lintasan tertentu d dari
interferometer, perkalian m adalah tetap, yaitu, m = m’ ’. Ketika sistem frinji berimpit, pola
terlihat tajam, sedangkan ketika frinji dari salah satu sistem di dalam daerah pengamatan
terletak ditengah-tengah antara frinji dari sistem kedua, pola terlihat agak homogen
kecerahannya (brightness), atau terhapus. Pergeseran cermin d yang diperlukan diantara sistem
yang berimpit berurutan terkait dengan beda panjang gelombang sebagai berikut. Pada satu
perimpitan, ketika frinji bergeser, orde dari dua sistem yang berkaitan dengan dan ’ seharusnya
terkait dengan
152
m = m’ + N
dimana N adalah suatu bilangan bulat. Jika beda lintasan optik di saat ini adalah d1, maka dari
persamaan (3-55),

2d1 2d1 N (3-62)

Bila beda lintasan optik dinaikkan menjadi d2, ketika perimpitan berikut ditemukan.
Maka m = m’ + (N+1)
atau
2d2 2d2 N 1 (3-63)

Dengan mengurangkan persamaan (3-62) dari persamaan (3-63) dan dengan


menuliskan pergeseran cermin d = d2 – d1, kita dapat
' ' (3-64)
2d
Sekarang karena dan ’ adalah sangat dekat, beda panjang gelombang dari dua komponen yang tidak terpisah
mungkin didekati dengan
2
(3-65)
2d
Teknik ini sering digunakan di dalam laboratorium optik untuk mengukur beda
panjang gelombang 6 angstrom di antara dua komponen garis kuning sodium.

153
Gambar 3-24. Deformasi frinji bertebal sama di dekat api lilin

Semua diskusi mengenai frinji dari sebuah interferometer Michelson di depan adalah dalam
terminologi frinji virtual dengan kemiringan sama. Kita asusmsikan bahwa cermin M1 dan M2
adalah tepat tegak lurus, atau tepat sejajar seperti dalam sistem optik ekivalen Gambar 3-22.
Jika aligment adalah sedemikian hingga ruang udara di antara M1’ dan M2 di dalam Gambar 3-
22 adalah sebuah celah, frinji-frinji bertebal sama mungkin terletak pada cermin. Frinji-frinji ini
akan langsung terorientasi pararel dengan garis yabng menyatakan interseksi M1’ dan M2. Jika
celah adalah bersudut lebar, mereka akan melengkung dalam suatu pola yang terlihat sebagai
busur hiperbolis. Jika sumber adalah kecil, maka frinji real tak terlokalisir muncul di dalam
cahaya yang memancar dari interferometer, seolah-olah dibentuk oleh dua bayangan virtual dari
sumber M1’ dan M2. Frinji-frinji ini muncul sendiri bila cahaya koheren laser digunakan.
Kemungkinan ini telah didiskusikan di dalam bab sebelumnya, dimana kita memperlakukan
macam-macam frinji interferensi yang mungkin dibentuk dengan menyinari film tipis. Gambar
3-24 adalah foto yang menunjukkan distorsi frinji bertebal sama yang dihasilkan oleh api lilin
bila diletakkan di salah satu lengan interferometer Michelson. Variasi temperatur menghasilkan
variasi panjang lintasan optik dengan mengubah indek bias udara.
154
3.2.b. Variasi Interferometer Michelson
Walaupun terdapat banyak cara agar seberkas cahaya bisa dipecah menjadi dua bagaian
dan menyatukan kembali setelah menempuh lintasan yang berlainan, kita hanya membahas
dua variasi yang dapat dianggap sebagai adaptasi interferometer Michelson. Modifikasi kecil
yang dibuat oleh Twyman dan Green ditunjukkan dalam Gambar 3-25.

Gambar 3-25. (a). Interferometer Twynman-Green, (b). Interferometer Twynman-Green


digunakan dalam pengujian sebuah prisma dan lensa.

Sebagai ganti penggunaan sumber yang besar, interferometer ini menggunakan sumber titik bersama
dengan lensa collimator, sehingga semua sinar yang memasuki interferometer sejajar dengan sumbu
optik, atau cos = 1. Sinar-sinar sejajar yang memancar dari interferometer difokuskan menggunakan
lensa L2 di P, dimana mata pengamat berada. Frinji lingkaran berinklinasi sama tidak lagi muncul;
sebagai gantinya terlihat frinji bertebal sama. Frinji ini menampakkan ketidaksempurnaan sistem
optik yang menyebabkan variasi panjang lintasan optik. Ketika tidak ada distorsi yang muncul dalam
muka gelombang bidang pada interferometer, Sinar uniform terlihat di dekat P. Jika komponen
interferometer adalah berkualitas tinggi, sistem ini dapat digunakan untuk menguji kualitas optis
komponen-komponen optik, seperti prisma yang diletakkan seperti dalam Gambar 3-25b.
Ketaksempurnaan permukaan atau variasi internal indeks bias diperlihatkan sebagai suatu distorsi
pola frinji. Dengan cara yang aberasi pada lensa

155
dapat diuji, Cermin datar M1 diganti oleh permukaan sferis konvek yang dapat memantulkan
sinar bias balik, seperti ditunjukkan oleh Gambar 3-25b.
Variasi lain dari interferometer Michelson adalah interferometer Mach Zehnder, Gambar
3-26. Berkas sinar sejajar datang dibagi menjadi dua bagian oleh pemecah berkas (beam
splitter) BS. Setiap berkas dipantultal secara total oleh cermin M1 dan M2, dan berkas-berkas
tersebut dipertemukan lagi menggunakan cermin semitransparan M3. Panjang lintasan berkas 1
dan 2 mengelilingi sistem persegi dan melintasi BS adalah sama. Interferometer ini digunakan
dalam riset aerodinamika, dimana geometri aliran udara disekitar obyek di dalam lorong angin
ditunjukkan oleh variasi local tekanan dan indeks bias. Ruang uji berjendela, dimana model dan
aliran udara berada, ditempatkan dalam lintasan 1. Ruang yang sama ditempatkan di dalam
lintasan 2 untuk mempertahankan kesamaan lintasan optik. Pola aliran udara ditunjukkan oleh
pola frinji. Untuk aplikasi tersebut interferometer harus dibangun pada skala yang agak besar.
Keuntungan interferometer Mach Zehnder disbanding interferometer Michelson adalah bahwa,
dengan sedikit putaran cermin, frinji dapat dimunculkan pada obyek yang diuji, sehingga dapat
diamati maupun difoto.

Gambar 3-26. Interferometer Mach Zehnder

Interferometer Michelson, Twyman-Green, dan Mach Zehnder semua adalah instrumen


interferensi dua berkas sinar yang beroperasi menggunakan dengan pembagi amplitudo.
Sekarang kita kembali ke kasus instrumen berkas jamak, interferometer Fabry Perot. Namun
demikian, sebelum mendiskusikan instrumen tersebut, adalah perlu untuk memepelajari gejala
refleksi jamak dari plat transparan sejajar.

156
3.3. Fabry-Perot Interferometer

Interferometer dibuat menggunakan refleksi jamak diantara dua permukaan yang dilapisi
perak sebagian terpisah oleh jarak yang dekat. Sebagian cahaya ditransmisikan setiap kali
cahaya mencapai permukaan kedua, yang mengakibatkan sejmulah sinar keluar permukaan dan
berinterferensi satu sama lainnya. Sejumlah besar sinar yang berinterferensi menghasilkan
sebuah interferometer dengan resolusi, seperti celah banyak dari sebuah grating difraksi.
Interferometer Fabry-Perot menggunakan plat sejajar seperti yang kita diskusikan dalam
memproduksi sebuah pola interferensi berkas jamak cahaya transmisi. Instrumen ini, mungkin
paling dapat beradaptasi dari semua interferometer, telah digunakan, sebagai contoh, dalam
pengukuran panjang gelombang, analisis struktur garis spectrum superhalus; penentuan indek
bias gas, dan kalibrasi meter standar dalam orde panjang gelombang. Walaupun sederhana
strukturnya, instrument ini mempunyai resolusi tinggi terbukti dari manfaatnya sebagai alat
yang akurat dalam berbagai aplikasi.

157
Gambar 3-27. Interferometer Fabry-Perot

Sebuah susunan seperti ditunjukkan dalam Gambar 3-27. Dua gelas tebal atau plat
kuarsa digunakan untuk membatasi sebuah celah udara sejajar, yang membentuk medium dalam
mana berkas-berkas terpantul jamak (berulang). Permukaan yang terpenting dari plat gelas oleh
karena itu bagian dalamnya. Permukaan plat biasanya digosok lebih dari /50 dan dilapisi dengan
suatu lapisan perak bias tinggi dari perak atau aluminium. Lapisan perak adalah paling banyak
digunakan di dalam daerah cahaya tampak, tetapi reflektivitasnya turun tajam berkisar 400 nm,
sehingga aluminium biasanya digunakan untuk aplikasi di bawah 400 nm. Sudah tentu lapisan
haruslah cukup tipis agar sebagian ditransmisi. Ketebalan optimum untuk lapisan perak berkisar
50 nm. Permukaan luar plat gelas secara sengaja dibentuk pada suatu sudut kecil relative
terhadap permukaan dalam (beberapa menit kelengkungan sudut cukup) untuk mengeliminasi
pola frinji palsu yang dapat muncul dari gelas sendiri yang berkasi sebagai plat sejajar.
Ketebalan, t dari lapisan udara, adalah parameter performansi yang penting dari interferometer.
Ketika spasi atau ketebalan adalah tetap, instrument sering dirujuk sebagai etalon.
Tinjau sebuah berkas monokramatik tipis dari sebuah titik sumber S lebar yang
membentuk sudut ( di udara) t terhadap sumbu optic sistem, seperti dalam Gambar 3-27. Berkas
158
tunggal menghasilkan berkas-berkas koheren jamak di dalam interferometer, dan sekumpulan
sinar-sinar sejajar yang muncul dikumpulkan di titik P ditentukan oleh beda lintasan antara
berkas-berkas sejajar berurutan, 2n f t cos t . Dengan menggunakan nf = 1 untuk udara,

syarat untuk terang adalah


2t cos t m (3-66)
Berkas lain dari titik-titik sumber berbeda tetapi di dalam bidang yang sama dan membentuk

sudut sama t dengam sumbu memenuhi beda lintasan sama dan juga sampai di P. Dengan t tetap,

persamaan (3-66) dipenuhi untuk sudut tertentu t, dan sistem frinji berupa cincin konsentrik
disebabkan pemfokusan frinji-frinji kemiringan sama. Jika sebuah lensa kolimasi digunakan
antara sumber dan interferometer, seperti ditunjukkan dalam Gambar 3-28(a), setiap himpunan
berkas-berkas sejajar yang memasuki etalon harusnya muncul dari titik sumber yang sama. Suatu
korespondensi satu-satu maka ada antara sumber dan titik-titik layar. Layar mungkin berupa
retina atau suatu plat foto. Gambar 3-28(b) mengilustrasikan sistem yang lain, dalam mana
sumber adalah kecil. Cahaya terkolimasi/sejajar dalam contoh ini mencapai plat pada suatu sudut

t ( t = 0 ditunjukkan) datang ke suatu fokus di detektor cahaya. Ketika spasi t divariasi, detector
merekam pola interferensi sebagai fungsi waktu di dalam sebuah interferogram. Sebagai contoh,
jika sumber cahaya terdiri dari dua komponen panjang gelombang, output dari kedua sistem
berupa sebuah himpunan ganda frinji-frinji sirkular pada sebuah plat foto maupun sebuah plot
intensitas total I versus jarak plat atau waktu, seperti disarankan dalam Gambar 3-28(b).

159
Gambar 3-28. (a) Interferometer, digunakan dengan sebuah sumber lebar dan jarak plat tetap.
Sebuah pola frinji sirkular yang ditunjukkan pada layar. (Foto dari M. Cagnet, M. Francon, and
J.C. Thierr, Atlas of Optical Phenomenon, Plate 10, Berlin: Springer-Verlag, 1962) (b)
Interferometer Fabry-Perot, digunakan dengan sebuah sumber titik dan suatu jarak plat yang
divariasi. Sebuah detektor di titik focus lensa kedua dihubungkan pada sebuah plotter untuk
menghasilkan output seperti ditunjukkan dalam gambar, untuk suatu translasi sejauh satu orde
interferensi.

3.3.a. Profil Frinji – Fungsi Airy


Variasi irradians pola frinji Fabry-Perot sebagai fungsi fase atau beda lintasan disebut
profil frinji. Ketajaman frinji adalah penting untuk kualitas daya resolusi instrumen. Intensitas
yang diberikan oleh resultan berkas sinar dinyatakan oleh persamaan (3-47) berikut
1 r2 2

IT Ii
1 r 4 2r 2 cos

Dengan menggunakan identitas trigonometri

160
2 cos 1
2sin
2
dan dengan menyederhanakan, Transmitansi T, atau fungsi Airy, dapat dinyatakan sebagai
IT 1
2 2 2
T I 1 4r / 1 r sin 2 2 (3-67)
i

Faktor kurung kuadrat, yang mana adalah fungsi koefisien refleksi, disebut kooefisien
kehalusan (coefficient of finesse) :
F 4r 2 (3-68)
1 r2 2

Persamaan (3-67), dikenal sebagai formula Airy untuk irradians yang ditransmisikan, maka dapat dinyatakan secara
lebih kompak sebagai

T 1 (3-69)
2 2
1 F sin
Kuantitas F adalah suatu fungsi sensitif dari koefisien refleksi sebab, bila r bervariasi dari 0 ke 1.
F bervariasi dari 0 ke tak terhingga. Kita melihat bahwa F juga menyatakan suatu ukuran tertentu
dari kontras frinji, ditulis sebagai rasio
I I T T (3-70)
T max T min max min

I T
T min min

Dari formula Airy, persamaan (3-69), Tmax = 1 bila sin( /2) = 0, dan Tmin = 1/(1+F)
bila sin( ) = 1. Maka
1 1/ 1 F F (3-71)
1/ 1 F

Profil frinji bisa diplot begitu harga dari r dipilih. Plot seperti itu, untuk beberapa pilihan r,

dinyatakan dalam Gambar 3-29. Untuk setiap kurva, T = Tmax = 1 di = m(2 ), dan T = Tmin = 1/(1+F)

di = (m+1/2)2 . Perhatikan bahwa Tmax = 1 tanpa memandang r dan bahwa Tmin adalah tidak pernah
nol tetapi mendekati harga ini ketika r mendekati 1. Puncak transmitansi tajam pada harga r lebih
tinggi ketika beda fase mendekati kelipatan bulat dari 2 , tetap di dekat nol untuk hampir smua
daerah diantara frinji-frinji. Ketika r bertambah bahkan mendekati 0.97, sebagai contoh, F
bertambah menjadi 1078 dan lebar frinji adalah kurang dari sepertiga dari harga setengah
maksimumnya untuk r = 0.9. Ketajaman dari frinji ini dibandingkan dengan frinji yang
161
2
lebih lebar dari interferensio Michelson, yang mempunyai suatu kegayutan pada fase cos ( /2)
(persamaan 3-31). Hal ini ditunjukkan dalam Gambar 3-24 oleh garis putus-putus,
ternormalisasi terhadap harga maksimum yang sama.

Gambar 3-29. Profil frinji Fabry-Perot. Plot transmitansi atau fungsi Airy versus beda fase untuk
harga kooefisien refleksi yang dipilih. Garis putus-putus menyatakan frinji perbandingan dari
interferometer Michelson.

3.3.b. Daya Resolution Fabry-Perot


Ketika dua komponen panjang gelombang ada di dalam cahay datang, interferometer
Fabry-Perot menghasilkan dua set frinji lingkaran, masing-masing merupakan milik dari
salah satu panjang gelombang. Sebuah detector yang bekerja meliputi lebar dari dua cincin
yang berdekatan, di dalam suatu orde m interferensi, bisa menghasilkan sebuah plot seperti
gambar cincin konsentrik. Plot seperti itu untuk dua komponen panjang gelombang
dilukiskan dalam Gambar 3-30 a. Walaupun kedua puncak terlihat terpisah, hanya jumlah
keduanya, yang mengikuti garis putus-putus diantara puncak-puncak, yang terukur. Jelas, jika
panjang gelombang adalah sangat berdekatan frinji-frinji juga sangat berdekatan, dan itu tidak
memungkinkan untuk membedakan dua puncak yang terpisah dalam irradians yang diukur.
162
Separasi panjang gelombang minimum ( )min yang dapat dipisah dengan instrumen tergantung
pada kemampuan orang untuk mendeteksi lembah yang disebabkan oleh puncak-puncak identik
tidak mungkin lebih dari 20% dari irradians maksimum. Kriteria Rayleigh, bial ia diaplikasikan
pada profil bayangan difraksi dengan maksimum sekunder, tidak dapat secara tepat digunakan
disini. Untuk itu cukup dengan pendekatan bahwa criteria yang diperlukan adalah titik potong

tidak lebih dari separuh irradians maksimum dari masing-masing puncak. Interval fase c
(Gambar 3-30b) untuk frinji diantara maksimum dan setengah harga maksimum dari T dapat
ditemukan dari persamaan (3-69) yang diselesaikan untuk
sin c /2,
sin c 1
2 F
Karena c kecil maka,
c
2

F
Beda fase antara dua frinji maksimum adalah dua kali harga ini, atau
4 (3-72)
min
F

Beda panjang gelombang minimum yang dapat dipisahkan dapat diperoleh sebagai berikut. Beda
fase adalah
1
4 t cos t

Untuk interval panjang gelombang yang kecil, besarnya dinyatakan oleh


t
1 4 t cos
4 t cos t 2

Dengan mengkombinasikan dengan persamaan (3-49),


2
min

Ft cos t
Karena di frinji maksimum,
2t cos t m (3-73)
kita dapat menulis lebih sederhana,
163
min 2 (3-74)
Fm
Disini dapat dipandang baik sebagai kedua panjang gelombang atau reratanya, karena mereka
berdekatan harganya. Daya resolusi atau pisah didefinisikan sebagai
(3-75)
min

Bila persamaan (3-75) diterapkan pada interferometer Fabry-Perot,

m F (3-76)
2

Gambar 3-30. (a) Scan dari dua komponen panjang gelombang berkekuatan sama dalam
pola frinji Fabry-Perot. (b) Penerapan criteria resolusi. Setengah lebar dari puncak pada
separuh maksimum berkaitan dengan interval fase c.

164
Gambar 3-31. Pola cincin garis hijau merkuri, yang menunjukkan struktur halus.

Sudah tentu daya resolusi yang besar adalah sangat diinginkan. Untuk Fabry-Perot, harga yang
besart terjadi bila orde adalah besar, dekat pusat pola frinji, dan untuk koefisien kehalusan
(Finesse), yang berhubungan dengan reflaktansi tinggi. Perhatikan bahwa untuk
memaksimumkan m di pusat pola, persamaan (3-73) menghendaki separasi plat t sebesar
mungkin, yang menghasilkan

m 2 (3-77)
max t

Sebagai contoh, sebuah interferometer dengan spasi 1 cm dan r = 0,95 akan mempunyai
spesifikasi sebagai berikut pada panjang gelombang 500 nm: menggunakan persamaan (3-68)
dan persamaan (3-74) sampai persamaan (3-77),

6
mmax = 40.000; F = 380; ( )max = 0.004 angstrom; = 1,2 x 10

Performansi resolusi yang tinggi dari instrumen Fabry-Perot diilustrasikan oleh foto pola
cincin garis hijau merkuri, yang menunjukkan struktur halus, dalam Gambar 3-31
165
3.3.c. Rentang Spektrum Bebas
Himpunan individual frinji sirkular , satu himpunan dihasilkan oleh setiap komponen panjang
gelombang, muncul secara serentak di dalam pola interferensi Fabry-Perot. Interpretasi menjadi
rumit kecuali beberapa rerata ditemukan untuk membatasi rentang panjang gelombang yang

dianalisa oleh interferometer ini. Sebagai contoh, tinjau dua panjang gelombang 1 dan 2, dimana

2 = 1 + . Untuk nilai kecil kedua himpunan frinji sirkular akan berdekatan dalam setiap orde
interferensi. Ketika meningkat, namun demikian, frinji menjauh. Ketika separasi menjadi sama
dengan jarak antara orde berurutan, mengakibatkan kekacauan orde. Mari kita hitung beda

panjang gelombang sedemikian hingga orde ke-m dari 2 jatuh pada orde ke-(m + 1) dari 1. Ini
disebut rentang spectral bebas (fsr) dari interferometer. Karena setiap perkalian dari m dan
berhubungan dengan t dan t yang sama dalam persamaan (3-73), kita dapat menuliskan

m2 m 1 1

Maka, dengan 2 = 1 + , kita mendapatkan


fsr 1 (13-78)

m
Fsr adalah perubahan 1 yang diperlukan untuk menggeser pola frinji sirkular sejauh orde
berurutan. Dengan menggabungkan persamaan (3-73), dengan cos t = 1dekat pusat pola frinji
dimana resolusi adalah terbaik, kita bisa juga menuliskan
2
fsr inji yang (13-79)
2t
Untukm menghindari penggabungan frinji dari satu orde dengan frinji berikutnya, maka,
kita harus mempunyai
fsr

2
Perhatikan bahwa sebuah orde besar m adalah mengganggu pada suatu fsr besar melalui
persamaan (3-74), padahal ia menguntungkan untuk resolusi yang baik pada persamaan (3-77).
Sebagai contoh, dalam contoh numerik resolusi tinggi di depan, fsr hanya 0,125 angstrom.
Kita ingin memaksimumkan kuantitas

166
fsr F (3-80)
min 2

Gambar 3-32. Finesse F adalah rasio jarak antar maksimum frinji berurutan dengan
lebar setengah maksimum frinji individual .

Rasio yang dinyatakan oleh persamaan (3-80) karenanya menyatakan suatu figure of merit untuk
interferometer Fabry-Perot dan disebut finesse, F, jangan dikacaukan dengan koefisien finesse F
pada mana ia gayut. Finesse biasanya didefinisikan sebagai rasio jarak maksimum berurutan
dengan lebar setengah frinji individual, seperti diilustrasikan dalam Gambar 3-32. Mari kita
demonstrasikan ekivalensi definisi ini dan definisi persamaan (3-80). Beda fase antara frinji-
frinji adalah 2 . Lebar fase sebuah frinji pada separuh intensitas maksimumnya adalah dua kali

c, seperti dihitung dalam persamaan (3-81):


12
4
F
Karenanya
167
2 F
F 4 F 2 (3-81)

Gambar 3-33. (a) Penggunaan sebuah etalaon Fabry-Perot secara tandem dengan sebuah
spektrosgraf prisma. (b) Garis-garis frinji spectral yang dibentuk oelh sistem (a).

Kita menyimpulkan bahwa finesse terbesar dari interferometer menyatakan kompromi


terbaik antara tuntutan resolusi dan rentang spectral bebas.
Keterbatasan dari kompromi ini bisa diatasi dengan beberapa cara. Salah satunya adalah
menggunakan dua etalon secara tandem, satu beresolusi tinggi dan lainnya fsr lebih besar. Dengan
cara ini, akan dapat mengkombinasi kedua kemampuan tersebut. Solusi lain adalah menghubungkan
etalon dengan spektrograf, seperti ditunjukkan dalam gambar 3-33a. Misalkan bahwa sumber
cahaya mempunyai komponen spektral yang terpisah secara baik, masing-masing dengan struktur
detailnya. Pola frinji sirkular yang dihasilkan oleh etalon saja akan terdiri dari suatu superposisi
frinji yang kacau disebabkan masing-masing oleh masing-masing panjang
168
gelombang penyusunnya. Jika celah spektrograf, dibuka agak lebar, memotong suatu pita lebar
melalui pusat pola frinji sirkular, prisma akan menampilkan pemisahan spasial panjang
gelombangnya. Masing-masing interval panjang gelombang kemudian akan muncul sebagai
sebuah bayangan lebar celah tetapi dengan pola frinji yang berkaitan dengan masing-masing
panjang gelombang dan komponen struktur halusnya, seperti disarankan dalam Gambar 3-33b.

169
BAB 4

DIFRAKSI

4 -1. Pendahuluan
Karakter gelombang dari cahaya telah digunakan untuk mendeskripsikan sejumlah gejala
interferensi yang telah dijelaskan di bagian terdahulu. Di dalam setiap kasus, dua atau lebih
berkas cahaya koheren individual, yang berasal dari sebuah sumber tunggal dan dipisah
menggunakan teknik pembagi muka gelombang atau amplitudo gelombang, dipadukan untuk
membentuk pola interferensi. Pada dasarnya, efek yang sama terjadi di dalam difraksi cahaya.
Secara sederhana, difraksi merupakan deviasi gelombang cahaya yang diakibatkan oleh halangan
atau gangguan pada muka gelombang. Sebagai contoh sebuah lubang pada layar merupakan
suatu penghalang. Frinji berupa lingkaran cahaya yang menunjukkan efek-efek tepi teramati
pada layar yang diletakkan di depan lubang. Jenis penghalang ini terjadi pada kebanyakan
instrumen optik ketika muka gelombang cahaya melintasi sebuah lensa yang bulat. Sebarang
penghalang menunjukkan struktur detail pada bayanganya sendiri, hal ini sangat tidak
diharapkan pada optik geometri

Efek difraksi merupakan konsekuensi karakter gelombang dari cahaya. Penghalang


menyebabkan variasi lokal amplitudo dan fase muka gelombang cahaya transmisi, sehingga efek
difraksi akan teramati. Sebagai contoh bola-bola udara kecil di dalam lensa atau
ketaksempurnaan sebuah lensa gelas menghasilkan pola difraksi yang tak diinginkan pada
transmisi laser. Karena tepi bayangan optik dikaburkan oleh difraksi. Gejala ini membatasi
resolusi sebuah instrumen optik. Walaupun pada umumnya, ketajaman bayangan optik lebih
banyak dipengaruhi oleh aberasi optik. Instrumen optik yang meminimumkan difraksi adalah
instrumen yang baik.

Celah ganda yang telah dipelajari di bagian depan terdiri dari sebuah penghalang muka
gelombang dimana di semua tempat cahaya dihalangi kecuali pada kedua celah. Ingat bahwa
intensitas pola frinji yang dihasilkan dihitung dengan memperlakukan kedua celah sebagai titik-
titik sumber, atau celah panjang yang lebarnya dapat diperlakukan sebagai titik-titik. Sebuah

170
analisis lebih lengkap dari eksperimen ini dengan memperhitungkan ukuran celah, akan
mengarah pada masalah difraksi. Hasilnya berupa suatu pola interferensi yang termodifikasi.

Secara makroskopis, difraksi dikenal sebagai penyebaran arah yang dialami seberkas

gelombang ketika menjalar melalui suatu penghalang berupa celah sempit atau tepi tajam sebuah
benda. Gejala ini merupakan salah satu karakter khas gelombang yang tidak dimiliki oleh
partikel, karena sebuah partikel yang bergerak bebas melalui suatu celah tidak akan mengalami
perubahan arah. Karakter tersebut akan dijelaskan sebagai salah satu akibat dari karakteristik
pokok gelombang yang dinyatakan oleh prinsip superposisi linier.

Penjelasan hasil ekperimen difraksi bisa didekati dengan prinsip Huygen-Fresnel.


Menurut Huygen, setiap titik dari muka gelombang cahaya tertentu dapat dipandang sebagai
suatu sumber wavelet sferis sekunder. Untuk itu, Fresnel menambahkan asumsi bahwa medan
sesungguhnya pada sebarang titik di luar muka gelombang adalah superposisi semua wavelet
sekunder tersebut, dengan memperhitungkan baik amplitudonya maupun fasenya. Maka di dalam
menghitung pola difraksi celah ganda di beberapa titik pada layar, setiap titik pada muka
gelombang yang memancar dari setiap celah ditinjau sebagai sebuah sumber wavelet yang
superposisinya menghasilkan medan resultan. Karenanya prosedur ini memperhitungkan deretan
sumber kontinyu sepanjang kedua celah, bukannya dua titik sumber yang tersolasi, seperti di
dalam perhitungan interferensi. Berdasarkan hal ini, perbedaan difraksi dengan intereferensi
adalah di dalam gejala difraksi, berkas-berkas yang berinterferensi berasal dari sebuah distribusi
sumber kontinyu, sedangkan di dalam gejala interferensi berkas-berkas yang berinterferensi
berasal dari sejumlah sumber deskret.

Efek difraksi dapat juga diklasifikasi berdasarkan pendekatan matematis ketika


menghitung medan resultan. Jika baik sumber cahaya maupun layar pengamatan cukup jauh
jaraknya terhadap celah sehingga muka gelombang yang datang pada celah dan layar
pengamatan dapat dianggap bidang, maka kita berbicara mengenai difraksi Fraunhofer atau
difraksi medan jauh (far-field difraction), sedangkan bila baik sumber cahaya maupun layar
pengamatan dekat jaraknya terhadap celah sehingga muka gelombang berupa lengkungan, kita
berbicara difraksi Fresnel atau difraksi medan dekat (near-field difraction). Dalam pendekatan

171
medan jauh, pola difraksi berubah secara uniform ukurannya bila layar pengamatan digeser
relatif terhadap celah. Dalam pendekatan medan dekat, situasinya lebih komplek: baik bentuk
dan ukuran pola difraksi tergantung pada jarak antara celah dan layar.

Di awal, perlu dikemukakan bahwa prinsip Huygen-Fresnel yang akan kita gunakan
untuk menghitung pola difraksi merupakan suatu pendekatan. Ketika tidak ada cahaya
menembus sebuah layar yang tak tembus cahaya, berarti terjadi interaksi radiasi (cahaya) datang
dengan osilator elektronik, yang menghasilkan osilasi elektronik di dalam layar, sedemikain
hingga menghasilkan medan total nol di luar layar. Keseimbangan ini tidak diterjadi ditepi
sebuah celah di dalam layar, dimana distribusi osilator terpotong. Prinsip Huygen-Fresnel tidak
memperhitungkan kontribusi medan difraksi osilator elektronik di dalam bahan layar di tepi
celah. Namun demikian, efek tepi seperti ini hanya terjadi jika titik pengamatan adalah sangat
dekat dengan celah itu sendiri, seperti dalam kasus difraksi medan dekat (near-field difraction).

4-2. Interferensi Beberapa osilator Linier


Sebagai jembatan logika antara gejala interferensi dan difraksi, kita tinjau sederetan
osilator koheren yang masing-masing identik. Kita menganggap osilator-osilator tersebut
tidak mempunyai beda fase instrisik; yaitu mereka hampir sejajar satu sama lain, bertemu
pada suatu yang jauh P. Jika jarak pisah dari deretan adalah kecil, amplitudo gelombang
individual yang datang ke P akan sama, dan telah menempuh jarak yang sama.
Eo r1 Eo r2 ... Eo rN Eo r

Jumlah wavelet sferis yang berinterferensi menghasilkan medan listrik di P, yang dinyatakan
oleh bagian real dari
i kr t i kr t i kr t
(4-1)
EEo r e 1 Eo r e 2 ... Eo r e N

172
Gambar 4-1. Deretan Osilator Linier Koheren

Persamaan (4-1) dapat disederhanakan menjadi

E Eo r e
i t
e
ikr
1 1 e
ik r
2
r
1 e
ik r
3
r
1
ik r
... e N
r
1

Beda fase antara sumber-sumber berurutan diperoleh dari ekspresi : = ko dan karena = na sin
dalam medium berindeks n, = ka sin . Dengan menggunakan Gambar 4-1, dapat
disimpulkan bahwa = k(r2 – r1) = k(r3 – r1) dan seterusnya. Maka medan di P dapat
dituliskan sebagai berikut :

it ikr i i 2 ... ei N 1 (4-2)


EEo r e e 1 1 e e

Deret geometri dalam kurung bernilai ei N 1 / ei 1 yang dapat disusun kembali menjadi
berbentuk : atau e i N 1 /2 sin N / 2 . Maka medan di P menjadi :
ei N / 2 ei N / 2 eiN/2
i /2 i /2 i /2

e e e sin / 2
173
i t
E Eo r e e i kr N 1 / 2 sin N / 2 (4-3)
1
sin / 2

Jika kita mendefinisikan R adalah jarak dari tengah garis deretan osilator ke titik P,

E Eo r e i kR t sin N / 2 (4-4)
sin / 2

Akhirnya, distribusi rapat flux pola difraksi yang disebabkan oleh titik sumber koheren
identik yang jauh adalah proporsional dengan E.E * 2 untuk E komplek

sin 2 N / 2 (4-5)
I Io 2
sin / 2

dimana Io adalah rapat flux dari sebarang sumber tunggal yang datang di P. Untuk N = 0, I =
0, untuk N = 1, I = Io dan N = 2, I 4I o cos2 / 2 sama dengan intensitas interferensi dua celah
atau sumber (percobaan Young). Ketergantungan fungsional I pada dapat dinyatakan sebagai
berikut :
I Io sin 2 N ka / 2 sin (4-6)
sin 2 ka / 2 sin
sin 2 N ka / 2 sinberfluktuasi secara cepat, sedang fungsi yang memodulasinya,

2
sin ka / 2 sin , bervariasi secara lambat. Kombinasi ekspresi ini menghasilkan sederetan
puncak-puncak prinsipal yang terpisah oleh puncak-puncak subsidair kecil. Maksimum

utama terjadi dalam arah m sedemikian hingga = 2m dimana m = 0, 1, 2, ….

Karena = ka sin , dan k = 2 / maka

a sin = m (4-7)

2 2 2
Karena [sin N /2]/[sin /2] = N untuk = 2m (aturan L’Hopital) maksimum utama bernilai
N2Io. Hal ini seperti yang diharapkan karena semua osiltor adalah sefase. Radiasi sistem
maksimum bila arahnya tegak lurus deretan osilator (m = 0, o = 0 dan ). Bila bertambah,
bertambah dan I menjadi nol di N /2 = , minimum pertama. Perhatikan dalam persamaan (4-
7), hanya m = 0 atau maksimum utama orde nol yang ada.

174
4-3. Difraksi Celah Tunggal
Dalam pendekatan difraksi Fraunhofer, sumber berada jauh dari celah sehingga muka
gelombang cahaya yang mencapai celah adalah bidang. Hal ini bisa direalisasikan dengan
meletakkan sumber cahaya di titik fokus lensa positif. Dengan cara yang sama, layar pengamatan
dapat dianggap berada di tak terhingga dengan menggunakan lensa di depan celah seperti
diperlihatkan dalam Gambar 4-2. Maka cahaya yang mencapai sebuah titik P pada layar adalah
berasal dari berkas cahaya pararel dari bagian muka gelombang yang berbeda-beda pada celah
(garis putus-putus). Menurut Prinsip Huygen-Fresnel, wavelet sferis dari setiap titik muka
gelombang yang mencapai bidang celah, medan resultannya di P dihitung dengan prinsip
superposisi. Seperti diperlihatkan dalam Gambar 4-2, gelombang-gelombang yang sampai di P
tidak sefase. Sebagai contoh, seberkas cahaya dari pusat celah mempunyai panjang lintasan optik
lebih pendek dari pada cahaya yang memancar dari titik sejauh s di atas sumbu optik.

Celah Celah Sempit

175
Gambar 4-2. Konstruksi untuk menentukan intensitas pada layar disebabkan oleh difraksi
Fraunhofer oleh celah tunggal.

Bagian bidang dari muka gelombang pada pembukaan celah menyatakan sebuah
deretan sumberwavelet Huygen kontinyu. Kita meninjau setiap interval berdimensi ds sebagai
sebuah sumber dan menghitung hasilnya dari senua sumber dengan mengintegrasi meliputi
keseluruhan lebar celah b. Masing-masing ds menyumbang wavelet sferis di P dalam bentuk

i kr t
dE0 (4-8)
dE p e
r

dimana r adalah panjang lintasan optic dari interval ds ke titik P. Amplitudo dE0 dibagi oleh r
karena gelombang sferis berkurang intensitasnya sebagai fungsi jarak, sesuai dengan hukum
invers kuardat, yaitu E 2 1 r 2 dan E 1 r . Amplitudo di setiap satuan jarak dari titik sumber

maka adalah dE0. Misalkan r = r0 untuk gelombang dari interval ds di s = 0. Maka untuk
sebarang gelombang lain yang berasal dari interval ds di ketinggian s, dengan
memperhitungkan beda fase dalam perhitungan, medan diferensial di P adalah

0 i k rt
dE (4-9)
dE p e 0
r

Dalam amplitudo, dE0(r0 + ), beda lintasan adalah tidak penting, karena << r0, dan oleh karena
itu dapat diabaikan. Fase, di lain pihak, adalah sangat sensitive terhadap perbedaan kecil. Untuk

interval ds di bawah sumbu, s adalah negative dan beda lintasan adalah (r0 ), yang berhubungan
dengan beda lintasan lebih pendek ke P. Amplitudo radiasi dari setiap interval jelas tergantung
pada ukuran dari ds, sehingga ketika semua kontribusi ini ditambahkan melalui integrasi, kita
memperoleh efek total di P. Maka, kita nyatakan

dE0 EL ds (4-10)

176
dimana EL adalah amplitude per satuan lebar celah sejauh satuan jarak. Untuk sebuah titik P
pada sudut dibawah sumbu, relative terhadap pusat lensa, gambar menunjukkan bahwa = s sin .
Dengan modifikasi ini, kontribusi diferensial ke medan di P dari sebarang interval ds adalah

E L ds i kr ks sint

dE p r e
0

Dengan mengintegrasi meliputi lebar celah, kita mendapatkan

L b / 2 iks sin i kr0 t


E
Ep r e ds e
(4-11)
0 b/2

Karena kita hanya tertarik pada intensitas, kuadrat amplitude yang kita sebut ER, kita
mempertahankan hanya bagian di dalam kurung dan mengintegralkan:
EL b/2

eiks sin
ER r ik sin (4-12)
0 b/2

Dengan memamsukkan batas integrasi ke dalam (4-12),

ER EL 1 (4-13)
e ikb sin / 2e ikb sin / 2

ik sin
r0
Fase dari suku eksponensial menyarankan kita membuat substitusi yang sesuai,

1
kbsin (4-14)
2
Maka

ER EL 1 ei ei EL b 2i sin (4-15)

r 2i r 2i
0 0

dimana kita telah menerapkan persamaan Euler pada suku eksponensial.


Dengan penyederhanaan kita mendapatkan

177
ER ELb sin (4-16)
r0

Amplitudo medan resultan di P, dinyatakan oleh (4-16) di atas, mengandung fungsi sinc,

sinc / , dimana bervariasi dengan . Kita mengartikan secara fisis dengan menafsirkan-nya sebagai
beda fase. Oleh karena beda fase secara umum dinyatakan oleh k , persamaan (4-15)
mengindikasikan beda lintasan yang terkait dengan dari = (b/2) sin , ditunjukkan dalam Gambar
4-2. Maka menyatakan beda fase antara gelombang dari pusat dan ujung-ujung celah, dimana s
= b/2.

Intensitas di P adalah proporsional dengan kuadrat amplitudo resultan,


o o
c c E L b 2 sin 2
2
I E
2
2 o 2 r
o

atau

2 2
sin
II
o 2 Io sinc (4-17)
dimana Io mengandung semua konstanta. Dari persamaan (4-15)dan (4-17) dapat dilukiskan
variasi intensitas dengan jarak vertikal dari sumbu pada layar. Fungsi sinc mempunyai sifat
bahwa ia mendekati satu bila argumenya mendekati nol:

lim sin clim sin


1 (4-18)
0 0

Sebaliknya,nilai nol terjadi ketika sin = 0 ketika :


1
kb sin m ,dengan m = 1, 2 2

178
Gambar 4-3. Fungsi sinc diplot sebagai fungsi dari . Fungsi irradians (garis putus-putus) untuk
celah tunggal.

Persamaan (4-18) menunjukkan bahwa harga m = 0 di luar syarat ini. Intensitas dilukiskan
sebagai fungsi dalam Gambar 4-3. Bila k = 2 , syarat nol dari fungsi sinc (intensitas) adalah

m b sin (4-19)

Oleh karena itu, pada layar intensitas adalah maksimum di = 0 atau y = 0 dan menjadi nol pada
nilai y sedemikian
y mf (4-20)
b

Pendekatan dalam persamaan (4-20) diperoleh dengan membuat sin y/D, sebab adalah kecil. Pola
intensitas adalah simetri di y = 0.

Maksimum sekunder dari pola difraksi celah tunggal tidak jatuh di titik tengah diantara
nol. Maksimum ini berimpit dengan maksimum fungsi sinc, titik-titik yang memenuhi

d cos sin
0
sin

2
d

atau = tan . Solusi persamaan transcendental ini dilukiskan secara grafik dalam Gambar 4-4.

Titik-titik potong dari kurva f1( )= tan dengan garis lurus f2( )= memenuhi persamaan = tan .
Perpotongan, selain = 0, terjadi di 1,43 (bukan 1,5 ), 2,46 (bukan 2,5 ), 3,47 (bukan

179
3,5 ), dan seterusnya. Dari grafik jelas terlihat titik-titik potong mendekati garis-garis vertikal
yang mendefinisikan titik-titik tengah yang lebih mendekat ketika bertambah.

Gambar 4-4. Perpotongan kurva y = dan y = tan menentukan sudut dimana fungsi sinc
adalah maksimum

180
Energi pola difraksi kebanyakan jatuh pda maksimum pusat, yang jauh lebih lebar dari pada maksimum-
maksimum sampingnya. Rasio dari puncak-puncak dapat dihitung sebagai berikut:

I sin 2 / 2
0 1 2
/ sin 2 20.18 21.2
0

I 1,43 sin 2 / 2
sin 2 / 2
1,43 0.952
1,43 1,43

Maka, intensitas maksimum dari puncak sekunder terdekat hanya 4.7% dari puncak sentral.

Maksimum pusat pada dasar menyatakan bayangan celah pada layar yang jauh. Kita mengamati
bahwa tepi-tepi bayangan tidak tajam tetapi menyatakan deretan maksimum dan minimum
disekitar bayangan. Efek ini mengaburkan bayangan dikarenakan difraksi. Lebar sudut
maksimum pusat didefinisikan sebagai sudut antara minimum pertama di kedua sisi.
Menggunakan persmaan (4-19) dengan m = 1 dan dengan mendekati sin dengan , kita peroleh

2 (4-21)
b

Dari persamaan (4-21) dapat disimpulkan bahwa maksimum pusat melebar bila lebar celah
dipersempit. Oleh karena panjang celah adalah sangat besar dibandingkan dengan lebarnya, pola
difraksi disebabkan oleh titik-titik muka gelombang sepanjang celah mempunyai lebar angular
sangat- kecil dan tidak menyolok pada layar. Selain itu dimensi pola difraksi juga tergantung
panjang gelombang.

4-3.1. PELEBARAN BERKAS SINAR

Sesuai dengan persamaan (4-21), pelebaran angular maksimum pusat dalam medan jauh
adalah tak tergantung jarak antara celah dan layar. Dimensi linier pola difraksi maka bertambah
sebagai fungsi jarak L, seperti ditunjukkan oleh gambar 4-5, sedemikian hingga lebar W
maksimum pusat dinyatakan oleh
181
W L 2L (4-22)
b

Kita dapat menjelaskan persamaan (4-22) sebagai pelebaran linier berkas cahaya, yang mulanya
dibatasi oleh lebar b. Sebagai contoh seberkar cahaya pararel 546 nm dengan lebar b = 0.5 mm.
Setelah merambat melintasai laboratorium sejauh 10 m, berkas melebar disebabkan difraksi akan menghasilkan
berkas selebar
2L 2(10)(546 10
9 )
W 21.8mm
b 0.5 10 3

Maka meskipun berkas laser terkolimasi sempurna akan mengalami pelebaran selama ia
merambat, disebabkan oleh difraksi. Itu adalah suatu konsekuensi dari sifat gelombang cahaya
bahwa berkas-berkas cahaya pararel sempurna tidak dapat direalisasikan. Pelebaran berkas
cahaya yang dijelaskan oleh persamaan (4-22)adalah valid untuk aperture persegi.

2 W 2L
b b

Gambar 4-5. Pelebaran maksimum pusat pola difraksi medan jauh dari celah tunggal

182
Pelebaran yang dijelaskan dalam persamaan (4-22) didasarkan pada difraksi Fraunhofer,
difraksi medan jauh, yang berarti bahwa L adalah relatif besar. L Harus lebih besar dari harga
minimum Lmin dimana lebar W = b, yaitu

L b2

Kita dapat simpulkan bahwa medan jauh berlaku jika

a2
Lmin
2

Pendekatan yang lebih umum mengarah pada kriteria umum untuk difraksi medan jauh sebagai
berikut:

L >> (luas aperture)/ (4-23)

4-3.2. APERTURE PERSEGI DAN LINGKARAN

Kita telah membahas difraksi dari sebuah celah yang mempunyai lebar b jauh lebih kecil
dari pada panjangnya seperti ditunjukkan oleh Gambar 4-6a. Bila kedua dimensi celah sebanding
dan kecil, maka masing-masing ahan menghasilkan pelebaran, seperti ditunjukkan

oleh Gambar 4-6b.

183
(c) (d)

Gambar 4-6. (a) Difraksi celah tunggal, hanya dimensi kecil b dari celah sempit yang
menyebabkan pelebaran cahaya sepanjang arah-x pada layar. (b) Difraksi celah tunggal. Kedua
dimensi aperture persegi adalah kecil dan sebuah pola difraksi dua dimensi terbentuk pada layar.
(c) Bayangan difraksi celah tunggal. (d) bayangan difraksi aperture persegi tunggal

Untuk dimensi aperture a, analog dengan pesamaan (4-17) irradians kita tuliskan sebaga
berikut,

2
k sin
a sin I Io (4-24)
2

Pola dua dimensi memberikan irradians nol untuk titik-titik x, y yang memenuhi

y mf x mf
b a

dimana baik m maupun n menyatakan harga integral tak nol. Irradians pada layar merupakan
suatu perkalian dari fungsi irradian pada masing-masing dimensi,

I = Io (sinc2 )(sinc2 ) (4-25)

Dalam menghitung hasil ini, integrasi tunggal satu dimensi celah diganti dengan integrasi ganda
meliputi kedua dimensi celah.

184
Bila celah merupakan lingkaran, integrasi meliputi seluruh luasan celah karena baik
dimensi vertikal maupun horisontal celah sebanding. Karenanya, kita mendefinisikan kembali

persamaan (4-10) menjadi dEo EAdA, dimana EA sekarang menyatakan amplitudo persatuan luas.
Amplitudo medan di P (seperti dalam Gambar 4-2) dinyatakan oleh
Ep EA eisk sin dA

r
o luas

Kita mengambil sebagai elemen luasan sebuah strip persegi seluas dA = x ds, ditunjukkan dalam
Gambar 4-7a. Dengan menggunakan persamaan lingkaran, kita mendapatkan panjang x di
ketinggian s adalah

x 2 R2 s2

dimana R adalah jejari celah. Integral karenanya menjadi

R
2 EA
Ep r eisk sin R2 s2d
s
0 R

Integral ini berbentuk suatu integral terhingga standar dengan melakukan substitusi, v = s/R dan

= kR sin :

21
E 2EA R
p ei v 1 v2 d
r0 v
1

Integral tersebut mempunyai nilai

1
J1
iv
Epe 1 v2 dv
1

dimana J( ) adalah fungsi Bessel orde kesatu jenis pertama, dapat dinyatakan oleh deret tak
terhingga

J1 23 25 ...

2 12 2 12 22 3
185
Gambar 4-7. Fungsi Bessel J1( ). Nol pertama dari fungsi terjadi pada = 3.832.

Seperti ditujukkan dalam ekspansi deret ini, rasio J1( )/ mempunyai batas ½ ketika 0.
Karenanya celah lingkaran mensyaratkan, sebagai ganti funsi sinus untuk celah tunggal, fungsi

Bessel J1( ), yang berosilasi hampir seperti fungsi sinus, seperti ditunjukkan dalam plot gambar
4-7b. Satu perbedaannya adalah bahwa amplitudo osilasi fungsi Bessel menurun ketika
argumennya berangkat dari nol. Intensitas untuk celah lingkaran berdiameter D sekarang dapat
ditulis sebagai

2 1
I I 2 kD sin
J
0
1
, dimana (4-26)
2

Dan I0 adalah intensotas di 0, atau di = 0.

Persamaan ini seharusnya dibandingkan dengan persamaan (4-24) untuk memahami

peran fungsi Bessel. Seperti (sin x)/x, fungsi J1(x)/x mendekati suatu maksimum ketika x
mendekati nol, sehingga intensitas terbesar berada di pusat dari celah lingkaran dan mempunyai
nol pertama ketika = 3,832, seprti ditunjukkan dalam Gambar 4-7b. Karenanya maksimum dari
intensitas menjadi nol ketika
186
k
D sin 3,832 atau ketika D sin 1,22 (4-27)
2

Persamaan (4-27) seharusnya dibandingkan dengan persamaan analog untuk celah persegi
sempit, m = b sin . Kita melihat bahwa m = 1 untuk minimum pertama dalam pola celah ini
diganti dengan bilangan 1,22 dalam kasus celah lengkaran. Minimum berurutan ditentukan
dengan cara yang sama dari nol yang lain dari fungsi Bessel. Pola intensitas persamaan (4-27)
diplot dalam Gambar 4-8a. Pola adalah sama dengan pola dalam Gambar 4-23 untuk celah
tunggal, kecuali bahwa pola untuk celah lingkaran sekarang mempunyai simetri rotasional
terhapap sumbu optic. Sebuah foto mengenai pola celah lingkaran ditunjukkan dalam Gambar 4-
8d. Maksimum pusat koinsekuensinya berupa suatu lingkaran cahaya, bayangan difraksi dari
celah lingkaran, dan disebut piring Airy. Perhatikan bahwa jejari angular medan jauh dari piring
Airy, menurut persamaan (4-27), sangat mendekati

1,22 (4-28)
D

(a)

187
(b)

(c)

188
(d)

Gambar 4-8. Pola irradians aperture lingkaran. Energi terbesar didifraksikan pada maksimum
pusat. Bayangan difraksi aperture lingkaran. Lingkaran cahaya di pusat terkait dengan orde ke-
nol difraksi dan di kenal sebagai lingkar Airy.

4-3.3. RESULOSI

Dalam pembentukan pola difraksi Fraunhofer pola celah tunggal, seperti Gambar 4-2,
kita catat bahwa jarak antara celah dengan lensa adalah tidak crucial terhadap detail dari pola.

Lensa tersebut hanya mencegah suatu sudut ruang cahaya yang lebih besar ketika jarak adalah
kecil. Jika jarak ini dimungkinkan mendekati nol, aperture dan lensa berimpit, seperti dalam
obyektif teleskop. Maka bayangan yang dibentuk oleh teleskop dengan sebuah obyektif bulat

189
digunakan pada efek difraksi yang dijelaskan oleh persamaan (4-26) untuk celah lingkaran.
Ketajaman bayangan sebuah obyek titik yang jauh, sebagai contoh sebuah bintang, maka dibatasi
oleh difraksi. Bayangan secara esensial menempati daerah lingkar Airy. Lensa mata yang melihat
bayangan pertama dan selanjutnya memberikan perbesaran hanya memperbesar detail dari pola
difraksi yang dibentuk oleh lensa. Batas resolusi telah diatur di dalam bayangan pertama.
Kekaburan bayangan disebabkan oleh difraksi membatasi resolusi instrumen, yaitu kemampuan
membedakan bayangan untuk titik obyek, baik yang secara fisik berdekatan (seperti dalam
mikroskop), maupun yang dipisah oleh sebuah sudut kecil pada lensa (seperti dalam
teleskop).Gambar 4-9a melukiskan difraksi dua obyek titik yang dibentuk oleh sebuah lensa
tunggal. Obyek-obyek titik dan pusat dari lingkar Airy keduanya dipisah oleh sudut . Jika sudut
tersebut cukup besar, dua bayangan yang berbeda akan secara jelas terlihat, eperti ditunjukkan

dalam Gambar 4-9b. Bayangkan sekarang obyek S1 dan S2 yang berdekatan. Ketika pola
bayangannya mulai bertindihan, menjadi lebih sulit untuk melihat pola secara jelas, yaitu
memisahkannya sebagai dua titik obyek yang berbeda. Foto dua bayangan pada batas daya pisah
(resolusi) ditunjukkan dalam Gambar 4-9c. Kriteria Rayleigh untuk bayangan yang dapat
dipisahkan menghendaki pusat pola bayangan tidak lebih dekat dari pada jejari angular lingkar
Airy, Gambar 4-10. Dalam kondisi ini, maksimum salah satu pola jatuh tepat pada minimum pola
lainnya. Maka limit resolusi (daya pisah) adalah seperti persamaan (4-28)

( )min 1.22 (4-29)


D

dimana D sekarang adalah diameter lensa. Maka separasi angular resovabel minimum dari dua
titik obyek mungkin dikurangi (resolusi ditingkatkan) dengan memperbesar diamater lensa dan
memperkecil panjang gelombang. Selanjutnya ahan kita tinjau beberapa aplikasi persamaan (4-
29)

Anggap masing-masing lensa pada sepasang binocular mempunyai diameter 35 mm.


Berapa jauh dua bintang sebelum mereka dapat dipisahkan oleh lensa lainya dalam binocular?
Menurut persamaan (4-29),

1.22 550 10 9 1.92 10 5 rad


min
35 10 3
190
menggunakan panjang gelombang rerata untuk cahaya tampak. Jika bintang adalah dekat dengan
galaksi kita, suatu jarak d berkisar 30.000 tahun cahaya, maka separasi aktual s adalah mendekati

-5
s=d min = (30.000)(1.92 x 10 ) = 0.58 tahun cahaya

Jika lensa adalah obyektif mikroskop, seperti ditunjukkan oleh gambar 4-11, masalah
pemisahan obyek-obyek berdekatan adalah sama dengan di atas. Dengan melakukan estimasi
kasar, kita mengabaikan kenyataan bahwa muka gelombang yang menumbuk lensa berasal dari

titik obyek berdekatan A dan B adalah bukan bidang. Separasi minimum xmin dua obyek terpisah
dekat bidang fokal lensa adalah dinyatakan oleh

1.22
xmin f min f
D

191
Gambar 4-9. Bayangan obyek d dua titik yang dibatasi difraksi yang dibentuk oleh lensa.
nonresolusi
Resolusi Kriteria

192
.
Gambar 4-10. Kriteria Rayleigh untuk pola difraksi terpisahkan. Kurva putus-putus
adalah jumlah dua puncak difraksi yang teramati

Gambar 4-11. Daya pisah angular minimum sebuah mikroskop

Rasio D/f adalah numerucal aperture, dengan harga 1.2 untuk obyektif yang dimasukkan
minyak. Maka

xmin

193
Daya pisah mikroskop secara kasar sama dengan panjang gelombang cahaya yang
digunakan, suatu hal yang menjelaskan keuntungan ultraviolet, X-ray, dan mikroskop
elektron dalam aplikasi resolusi tinggi.
Batas daya pisah (resolusi) disebabkan difraksi juga mempengaruhi mata manusia, yang
mungkin didekati dengan aperture lingkaran (pupil), sebuah lensa, dan sebuah layar (retina),
seperti dalam Gambar 4-12.

Gambar 4-12. Difraksi oleh mata dengan pupil sebagai aperture membatasi resolusi sudut obyek
min

4-4. CELAH GANDA

Gambar 4-13. Spesifikasi lebar celah dan separasi difraksi celah ganda

Pola difraksi dari sebuah muka gelombang bidang yang dihalangi oleh penghalang yang
mempunyai dua celah sempit dihitung dengan cara yang sama seperti untuk celah tunggal.
Argumen matematis berangkat dari argument untuk celah tunggal dengan persamaan (4-11),
194
dimana batas integrasi sekarang berubah menjadi sepertim ditunjukkan dalam Gambar 4-13.
Mengambil amplitude saja, kita mendapatkan
12 ab 12 a b
E EL
L
ER eisk sin ds eisk sin ds (4-30)
R 12 a b R 12 a b
Integrasi dan substitusi dari batas membawa ke

ER EL 1
e 1 2 ik a b sine 1 2 ik a b sin e 1 2 ik a b sin e 1 2 ik a b sin
ik sin
r0
Dengan mengenalkan kembali substitusi (4-14), dengan melibatkan lebar celah b,
1
kbsin (4-31)
2

Dan substitusi yang similar melibatkan jarak antar celah a,

1
ka sin (4-32)
2
persamaan di atas ditulis secara lebih kompak sebagai

E EL 1
R ei eie i e i ei e i

r0 2i
Dengan menggunakan persamaan Euler,

E EL b 2i sin 2 cos
R

r0 2i
Atau secara lebih kompak dituliskan sebagai
L
2 b sin
E
E cos (4-33)
R r
0

Intensitas maka adalah


195
2
o c o c 2El b 2 sin
2 2
I E cos
R
2 2 r0

atau

2 2
I 4I sin
0 cos (4-34)

0 c EL b 2 I
dimana 0
2 r0
seperti didefinisikan dalam persamaan (4-17) untuk celah tunggal. Karena nilai maksimum

dari persamaan (4-34) adalah 4I0, kita melihat bahwa celah ganda member empat kali
intensitas maksimum dalam pola pusat dibandingkan dengan celah tunggal. Ini secara tepat
seperti yang diharapkan dimana berkas-berkas adalah sefase dan amplitudo bertambah.

Dari persamaan (4-34) diperoleh bahwa irradians merupakan perkalian dari irradians
2
yang diperoleh untuk interferensi dua celah dan difraksi celah tunggal. Faktor [(sin )/ ] adalah

dari persamaan (4-17) untuk difraksi celah tunggal. Faktor cos 2 , bila dinyatakan seperti dalam
persamaan (4-32),

cos 2 cos 2 ka(sin ) cos 2 a(sin )


2

sama dengan faktor untuk interferensi Young. Faktor sinus dan cosinus dari persamaan (4-34)
2
diplot dalam Gambar 4-14a untuk kasus a = 6b atau =6 . Karena a > b, faktor cos bervariasi

secara lebih cepat dari pada faktor [(sin )/ ] 2. Perkalian faktor sinus dan cosinus dapat ditinjau
sebagai modulasi pola frinji interferensi oleh envelope difraksi celah tunggal, seperti ditunjukkan
oleh Gambar 4-14b. Envelope difraksi mempunyai minimum ketika

= m , dengan m = 1, 2, …. Dinyatakan dalam sudut ruang , kondisi minimum adalah

Difraksi minimum: m = b sin (4-35)

196
seperti dalam persamaan (4-19). Ketika minimum ini terjadi berimpit dengan maksimum frinji
interferensi, frinji lenyap dari pola. Interfrensi maksimum terjadi untuk = p , dengan p = 0, 1,
2, …., atau ketika

Interferensi maksimum: p = a sin (4-36)

Ketika kondisi yang dinyatakan oleh persamaan (4-35) dan (4-36) dipenuhi pada titik yang sama
di dalam pola ( sama), dengan membagi salah satu persamaan dengan lainnya memberikan
kondisi untuk orde yang hilang.

Kondisi untuk orde yang hilang: a = (p/m)b (4-37)

atau

= (p/m)

Maka ketika separasi celah adalah suatu kelipatan bulat dari lebar celah, kondisi di atas secara
eksak terpenuhi. Sebagai contoh, ketika a = 2b, maka p = 2m = 2, 4, 6, …., menyatakan orde
interferensi yang hilang. Untuk kasus yang diplot dalam gambar 4-14a dan 4-14b, a = 6b dan
orde yang hilang terjadi pada p = 6, 12, dan seterusnya. Gambar 4-14c dan 4-14d menunjukkan
foto pola celah tunggal dan pola celah ganda dengan lebar celah sama. (Berapa rasio dari a/b
dalam kasus ini?) Jelas, ketika a = Nb dan N adalah besar, orde yang hilang pertama di p = N
adalah jauh dari pusat pola. Untuk menghasilkan pola interferensi Young, maka di buat a >> b
sehingga N adalah besar. Sejumlah besar frinji maka jatuh dibawah maksimum pusat dari
envelope difraksi. Secara trivial namun kasus terpenuhi, teramati bahwa ketika a = b, persamaan
(4-37) menghendaki bahwa semua orde (kecuali p = 0) adalah hilang. Namun demikian, dimensi
ini tidak dapat terpenuhi kecuali kedua celah digabung menjadi satu dan tidak mungkin
menhasilkan pola frinji. Ketika a = b, pola yang dihasilkan, sudah tentu, suatu pola difraksi celah
tunggal.

197
Gambar 4-14. (a) Interfernsi (garis tebal) dan difraksi (garis putus) diplot untuk difraksi
Fraunhofer celah ganda ketika separasi celah adalah enam kali lebar celah, a = 6b. (b)
Irradians untuk celah ganda. (c) Pola difraksi oleh celah tunggal (d) Pola dofraksi celah ganda.

198
4-5. DIFRAKSI CELAH BANYAK (Grating)

Untuk sebuah penghalang berupa celah banyak (grating), integral persamaan (4-30),
bersama dengan gambar 4-13, diperpanjang dengan mengintegrasikan meliputi N celah. Celah
individual diidentifiksi oleh indek j dalam ekspresi berikutnya untuk amplitude resultan:
N/22j1a b/2 2j1a b/2
E
L
ER eisk sin ds eisk sin ds (4-38)
r j1
0 2j1ab/2 2j1a b/2

Ketika j meningkat, pasangan celah secara simetri berada di bawah (integral pertama) dan di atas
(integral kedua) origin dilibatkan dalam integrasi. Ketika j = 1, sebagai contoh, persamaan (4-
38) tereduksi menjadi kasus celah tunggal, persamaan (4-30). Ketika j = 2, dua celah berikutnya
dilibatkan, yang tepinya berada di 12 3a b dan 12 3a b di bawah origin dan 12 3a b dan
1
2 3a b di atas origin. Ketika j = N/2, semua celah diperhitungkan.

Kita focus pada integral yang terkandung di dalam kurung, yang mana akan kita
rujuk sebagai I. Setelah integrasi dan substitusi batas, kita mendapatkan
I 1 1
e ik sin 2j1a b/2 e ik sin 2j1a b/2 eik sin 2j1a b/2 eik sin 2j1a b/2

ik sin ik sin

Dengan menggunakan persamaan (4-31) dan (4-32) untuk dan ,


b
I ei 2 j 1 ei e i ei 2 j 1 ei e i

2i

Dengan batuan persamaan Euler, ini dapat ditulis sebagai

b
I 2i sin 2cos 2 j 1 2i

atau
sin
I 2b Re ei 2 j 1

199
dimana kita telah menyatakan cos sebagai bagian real dari eksponensial terkait. Kembali
ke persamaan (4-38), kita memperlukan penjumlahan S:

sin
S 2b Re
N /2
ei 2 j 1

j1

Dengan mengekspansi suku penjumlahan, yaitu


sin
S 2b Re ei ei3 ei5 ... ei N 1

Deret ini merupakan sebuah deret geometri. Jumlah dari n suku dalam deret geometri S = a + ar
2
+ ar +…. dinyatakan dengan

rn 1 S a r
1

Maka jumlah deret eksponensial untuk n = N/2 adalah

i
ei N
1 ei N
1
S e i2 i i
1 e e
e
Menggunakan persamaan Euler baik dalam pembilang maupun penyebut,

S cos N 1 i sin N sin N i cos N 1 2i sin 2sin 2sin

Kita membutuhkan bagian real adalah penjumlahan di atas,

sin N
RS
2sin

Maka

b sinsin N
J
2

200
Akhirnya, dengan menggunakan hasil ini dalam persamaan (4-38) dan kemudian dengan
mengambil kuadrat dari amplitudo resultan E untuk memperoleh suatu kuantitas yang
proporsional dengan irradians, kita dapat menuliskan

I I 2 2
sin sin N
o
(4-39)

dimana Io meliputi semua semua konstata.

Ketika N = 1 dan N = 2, persamaan (4-39) persamaan tereduksi ke hasil yang diperoleh


untuk difraksi celah tunggal dan celah ganda. Sejauh n kta telah mengenal faktor dalam yang
2
menyatakan envelope difraksi dari irradians resultan. Selanjutnya ditinjau faktor (sin N /sin ) ,
yang secara jelas menyatakan interferensi antara celah-celah. Ketika = 0 atau kelipatan , ekspresi
faktor tersebut tereduksi ke suatu bentuk tak tentu. Kita dapat melihat bahwa untuk harga-harga
tersebut ekspresi adalah maksimum. Dengan menggunakan aturan L'Hospital untuk m = 0, 1, 2,

lim sin N lim N cos N N


a m a m
sin cos

sehingga maksimum prinsipal dari pola interferen adalah proporsional dengan N2 besarnya.
Fungsi interferensi untuk N = 8 dan positif diplot bersama-sama dengan envelope difraksi di
dalam Gambar 4-15. Perhatikan bahwa maksimum utama dipisah oleh N-2 maksimum sekunder.
Selanjutnya, selama bertambah, N menyamai suatu kelipatan bilangan bulat dari yang sering
lebih dari , sehingga pembilang dari faktor interferensi lenyap ketika penyebut tidak. Hal ini
mengakibatkan (N - 1) minimum diantara maksimim utama. Keadaan ini secara tepat dilukiskan
oleh persamaan berikut:

dengan = p /N atau a sin = p /N, p = 0, 1, 2, …


maksimum utama terjadi untuk p = 0, N, 2N, … (4-40)

minimum terjadi untuk p = semua harga selain tersebut di atas

201
202
Gambar 4-15. (a) Fungsi interferensi dan difraksi (garis putus-putus) diplot untuk difraksi
celah banyak. (b) fungsi irradians untuk celah banyak (a)

Gambar 1-16. Celah grating yang disinari oleh cahaya monokromatik terkolimasi.

Piranti praktis yang menggunakan difraksi celah banyak adalah difraksi grating. Untuk N
besar, maksimum utama adalah terang, diskrit, dan secara meruang terpisah dengan jelas. Sesuai
dengan persamaan (4-40), dengan p/N = m = 0, 1, 2, …untuk maksimum-maksimum ini,
persamaan difraksi grating adalah

203
m = a sin (4-41)

dimana m menyatakan orde difraksi.

Sistem seperti yang dibahas di atas disebut kisi (grating) difraksi transmisi. Untuk tujuan
menganalisis cahaya dekat inframerah, cahaya tampak, atau ultraungu, kisi difrakasi transmisi
terdiri dari beberapa ribu celah persentimeter, yang didapat dengan menggoreskan sederet garis
sejajar pada sebuah lapisan tipis transparan. Garis-garis tersebut berlaku sebagai ruang-ruang
buram di antara celah. Kisi difraksi juga dapat bekerja karena pemantulan: sederet garis-garis
sejajar digoreskan pada sebuah permukaan logam. Garis-garis sempit di antara goresan
memantulkan cahaya dan menghasilkan suatu pola difraksi.

4-5.1. GRATING DIFRAKSI

Ketika dibutuhkan untuk memisahkan cahaya berpanjang gelombang berbeda dengan


resolusi tinggi, maka Grating adalah piranti yang tepat untuk dipilih. Aspek “super prisma” dari
grating membawa kepada aplikasi untuk pengukuran spectrum atom baik dalam instrumen
laboratorium maupun dan telescope. Sejumlah besar celah sejajar terpisah berdekatan
membentuk grating. Syarat untuk intesitas maksimum adalah sama seperti difraksi difraksi celah
banyak tetapi dengan sejumlah besar celah intensitas maksimum sangat tajam dan sempit, yang
menghasilkan resolusi tinggi untuk aplikasi spektroskopi. Intensitas puncak juda jauh lebih tinggi
untuk grating daripada untuk celah ganda.

Ketika cahaya berpanjang gelombang tunggal, seperti


cahaya merah 632.8 nm dari laser helium neon
mengenai garting difraksi ia terdifraksi ke setiap sisi
dalam orde yang banyak. Orde 1 dan orde 2 terlihat
disetiap sisi dari sinar langsung dari sumber (orde 0).
Panjang gelombang yang berbeda akan didifraksikan
dengan sudut berbeda

204
Grating difraksi merupakan suatu piranti untuk memisahkan warna-warna cahaya
datang. Syarat untuk intensitasnya adalah sama dengan syarat untuk celah ganda. Namun
demikian separasi angular dari maksimum pada umumnya adalah jauh lebih besar karena jarak
antara celahnya sangat kecil untuk grating difraksi.

Cahaya campuran
merah dan biru

Gambar 4-17. Bagian utama spekstroskopi kisi.

205
Grating difraksi adlah piranti yang sangat berguna untuk
memisahkan garis spectrum yang berkaitan dengan transisi
atomic. Ia berfungsi seperti sebuah “super prisma”, yang
memisahkan warna-warna berbeda dari cahaya dalam efek
dispersi sebuah prisma. Ilustrasi berikut menunjukkan spektrum
Hidrogen. Gas Hidrogen di dalam sebuah tabung gelas tipis
dieksitasi secara kelistrikan dan spectrum dapat dilihat melalui
grating.

Untuk sebuah grating difraksi dengan 600 garis/mm, jarak antar celah d = 63,283
-4
mikrometer = 0,6328 x 10 m. Untuk panjang gelombang sinar dating = 632,8 nm pada orde m
= 1, diproyeksikan pada layar berjarak D = 100 cm, pergeseran dari garis pusat untuk intensitas
mD o
maksimum adalah y = 1 cm. Ini berhubungan dengan sudut = 0,5729 . Daya pisah
d
(Resolvance) dari grating ini tergantung pada berapa banyak celah yang dapat disinari oleh
sumber cahaya dating, i.e, jika anda dapat menyinari lebih banyak celah, anda mendapatkan
resolusi lebih tinggi dalam spectrum di layar. Jika N = 600 celah disinari, maka resolvance R =
600. Harga ini mengakibatkan resolusi panjang gelombang = 1.0546 nm yang berhubungan
dengan pemisahan y = 0,0016 cm dilayar.

4-5.2. RESOLVANSI GRATING

Bila cahaya yang terdiri dari beberapa panjang gelombang jatuh pada sebuah kisi, maka
panjang gelombang yang berbeda menghasilkan maksimum difraksi pada sudut yang berbeda
kacuali untuk yang berorde nol, yang sama untuk semuanya. Sekelompok maksimum untuk orde
tertentu untuk semua panjang gelombang menghasilkan sebuah spektrum. Maka diperoleh
spektrum untuk orde pertama, kedua, ketiga dan seterusnya. Perhatikan bahwa untyuk panjang
gelombang yang lebih panjang, maka deviasi untuk suatu orde tertentu dari spektrum akan
semakin besar. Karena itu merah ahan lebih terdeviasi daripada ungu; pengaruh ini berlawanan

206
dengan yang terjadi bila cahaya didispersikan oleh sebuah prisma. Dispersi sebuah kisi
didefinisikan oleh D = d /d ; yaitu laju perubahan sudut deviasi

terhadap panjang gelombang. Dari persamaan (4-41) diperoleh cos (d /d ) = n/a dan karena itu

D d n (4-42)
d cos

menunjukkan bahwa semakin tinggi orde difraksi, semakin besar dispersinya. Grating
difraksi sangatlah penting dalam analisis spektrum dalam daerah yang
berjangkauan lebar pada spektrum elektromagnet, dan mempunyai beberapa keuntungan yang
berbeda dengan prisma. Satu keuntungannya adalah bahwa kisi-kisi difraksi tak bergantung pada
sifat dispersif bahan., tapi hanya pada sifat geometri kisi. Gambar 4-17 menunjukkan bagian-
bagian dasar spektroskopi kisi.
Resolvansi atau “daya pisah warna” untuk suatu piranti yang digunakan untuk
memisahkan panjang gelombang cahaya didefinisikan sebagai R dimana = beda

panjang gelombang yang dapat dipisahkan terkecil


Batas resolusi ditentukan oleh criteria Rayleigh seperti yang diterapkan pada
maksimum difraksi, yakni, dua panjang gelombang tepat terpisahkan ketika maksimum dari
salah satunya terletak di minimum lainnya.

Karena spasi diantara maksimum untuk N celah terbagi menjadi N-2 maksimum subsidair, jarak

minimum pertama adalah 1/N kali separasi dari maksimum utama. Ini menghasilkan resolvansi

207
untuk sebuah grating

R mN

dimana N adalah jumlah total celah yang disinari dan m adalah orde difraksi.

Penurunan ekspresi resolvance dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan sudut


kecil pada syarat

Keterpisahan sudut seluruh spektrum cahaya tampak untuk spektrum orde pertama dan
kedua. Anggap bahwa panjang gelombang cahaya tampak terrentang dari 3,90 x 10-7 m sampai
dengan 7,70 x 10-7 m. Untuk sebuah kisi yang terdiri-dari 20.000 garis dan panjangnya 4 cm,
didapatkan bahwa a = 4 x 10-2 m/20.000 = 2 x 10-6 m. Karena itu, dengan menggunakan
persamaan (34), untuk n = 1 akan diperoleh

sin 7.70 107 0.385 sin ungu 3.90 107 0.195


merah
2 106 2 10 6

208
atau merah = 22°39' dan ungu = 11°15'. Karena itu spektrum orde pertama mencakup sudut 11°24'.
Demikian juga, juga untuk spektrum orde kedua, dapat dihitung bahwa sudutnya adalah 27°24'.

Bila dua, gelombang yang panjang gelombangnya sedikit berbeda jatuh pada sebuah kisi
difraksi, maka maksimum utama yang ordenya sama untuk setiap panjang gelombang dapat jatuh
begitu dekat satu sama lain sehingga tak mungkin dibedakan apakah berkas awalnya
monokromatik atau tidak. Agar kedua panjang gelombang tersebut dapat dibedakan (atau
dipisah)dalam orde tertentu, maka diperlukan maksimum utama untuk satu dari panjang
gelombang itu jatuh pada nol pertama pada sisi-sisi maksimum utama panjang gelombang yang
lain. Ditentukan bahwa adalah selisih panjang gelombang minimum di mana kondisi di atas
terpenuhi pada panjang gelombang

R (4-43)

209
Sebagai contoh, perhatikan sebuah panjang gelombang sehingga persamaan (4-43)
dipenuhi. Maksimum intensitasyang bersesuaian dengan sudut tersebut diberikan oleh sin = n /a.
Maka dengan melakukan diferensiasi,

cos n
a

Maka menurut persamaan (4-43), nol-nol pada sisi-sisi sebuah maksimum orde n diberikan oleh
N asin
Nn 1

atau

Nn 1
sin
N a

Sebutlah ' dan '' dua sudut minimum yang diberikan oleh persamaan ini di mana ' - '' = 2 , maka
dapat dituliskan
2
sin sin
Na

Atau dengan menggunakanidentitas trigonometri :

sin 1 cos 1
2 2 Na

Karena ' hampir sama dengan '', maka sin ( ' - '')/2 dapat diganti ( ' - '')/2 dan

cos ( ' + '')/2 dapat diganti cos =n /a. Karena itu akhirnya diperoleh /N = n atau

R Nn (4-44)

Persamaan ini mempunyai arti bahwa semakin besar jumlah total garis-garis kisi dan semakin
tinggi orde spektrumnya, maka semakin kecil , dan oleh karena itu semakin besarlah daya

210
pisah kisi. Sebaliknya, persamaan (4-44) menunjukkan bahwa daya pisah tidak bergantung pada
ukuran dan spasi gores dalam kisi.

Standar resolvance dari sebuah grating atau instrumen spektroskopi adalah resolusi dari
“sinar kuning doublet sodium”. Kedua sodium “garis-garis D” adalah di 589,00 nm dan 589,59
nm. Pemisahan mereka berkaitan dengan resolvance

R λ 589 1000
Δλ 0,59

Contoh standar lainnya adalah resolusi garis-garis hydrogen dan deuterium, banyak digunakan
dengan interferometr Fabry-Perot. Garis merah dari hydrogen dan deuterium adalah di 656,3
nm dan 656,1 nm. Ini menghendaki resolvansi

λ 656,1
R 3300
Δλ 0,2

Dua aspek dari relasi intensitas grating dapat


diilustrasikan oleh difraksi 5 celah. Intensitas
dinyatakan oleh ekspresi intensitas interferensi

sin N
2
I I0 untuk N celah
sin 2

dimodulasi oleh envelope difraksi celah tunggal:

sin 2

2
I I0 2

211
Ini menghasilkan ekspresi intensitas total:

2
2
N
sin sin
2 2
I I0 2
2
sin
2 2
4-6. HAMBURAN

Sejauh ini dalam pembahasan difraksi secara implisit telah dianggap bahwa benda-benda
yang diletakkan dalam lintasan sebuah gelombang berperanan pasif. Artinya, telah dianggap
bahwa peranan mereka hanyalah mengganggu sebagaian muka gelombang tanpa menambahkan
suatu gelombang baru. Dengan anggapan seperti itu, pengaruh difraksi yang teramati secara
eksklusif disebabkan oleh gerak gelombang datang yang terdistrorsi.

Namun, dalam banyak hal ini bukanlah penggambaran yang realistis. Sebagai contoh,
andaikan bahwa sebuah bola berbahan elastik digantungkan di udara dan sebuah gelombang
kompresi atau akustik dihasilkan di dekatnya. Ketiga gelombang lewat di sekeliling bola, mula-
mula gelombang mengalami difraksi dengan jenis yang telah dibahas sebelumnya. Tetapi sebagai
tambahan bola elastik tersebut mengalami deformasi osilasi yang disebabkan oleh fluktuasi
tekanan yang membangkitkan gelombang itu. Maka osilasi permukaan permukaan bola tersebut
menghasilkan gangguan atau gelombang baru pada udara disekelilingnya; dan gelombang ini
akan bersuperposisi dengan gelombang mula-mula. Gelombang-gelombang baru yang
deihasilkan oleh bola yang berosilasi ini merupakan gelombang terhambur, dan prosesnya
disebut hamburan.

Demikan pula jika sebuah bola konduksi diletakkan dalam lintasan sebuah gelombang
elektromagnet, medan listrik dan medan magnetik gelombang tersebut menginduksi osilasi pada
muatan-muatan bebas pada bola. Muatan-muatan yang terosilasi ini memancarkan radia
elektromagnetik, karena itu ahan menghasilkan suatu gelombang elektromagnetik baru atau
terhambur.

212
Peristiwa hamburan sangatlah penting untuk semua gejala gelombang. Gelombang
elektromagnet seperti sinar-X dan sinar- , dengan panjang gelombang yang lebih pendek dari
pada ultraungu tampaknya tidak terpengaruh oleh benda-benda dengan dimensi yang digunakan
dalam daerah optik. Namun, kisi kristal dengan atom-atom atau molekul-molekul yang secara
teratur terletak dengan jarak yang berorde 1 A° menjadi suatu medium istimewa untuk
menghasilkan difraksi sinar-X. Dalam pengaruh medan listrik gelombang elektromagnet, atom-
atom atau molekul-molekul dalam sebuah kristal menjadi sumber-sumber radiasi sekunder.
Karena itu sebenarnya lebih banyak terjadi gejala hamburan dari pada gejala difraksi.

Bila sinar-X melewati kristal, maka intensitas sinar yang terhambur merupakan hasil
interferensi (sepanjang arah pengamatan) gelombang-gelombang yang dipancarkan oleh tiap
atom atau molekul. Bila kristal terdiri dari suatu jenis atom maka tiap jenis atom berkontribusi
dengan cara yang berbeda pada hamburan sinar-X. Jadi, untuk menyederhanakan perhitungan,
ahan dianggap bahwa hanya terdapat satu jenis atom dan hanya ada satu atom per satuan sel
dalam kristal.

Perhatikan dua atom A dan B, yang terpisah dengan jarak r (Gambar 4-18). Ambillah ui
sebagai vektor satuan sepanjang arah rambat gelombang datang, dan us sebagai vektor satuan
sepanjang arah rambat gelombang terhambur. Selisih panjang lintasan untuk gelombang datang
dan terhambur untuk kedua atom itu adalah AD - BC, dan geseran fasenya diberikan oleh:
2
AD BC

Tetapi AD = us . r. dan BC = ui . r. Karena itu

2 us ui .r 2 v.r (4-45)

dimana v = us - us . Dengan melambangkan sudut antara us dan ui dengan 2 , maka terlihat dalam
Gambar 4-18 bahwa

v = 2 sin (4-46)

213
Kondisi untuk interferensi konstruktif dalam arah us adalah = 2n atau, dipandang dari persamaan
(4-44)

v.r=n (4-47)

dimana seperti sebelumnya, n adalah bilangan bulat positif atau negatif. Persamaan (4-47) adalah
persamaan sebuah bidang datar yang tegak lurus terhadap vektor v .

Gambar 4-18. Hamburan sinar-X oleh dua atom A dan B

Karena itu untuk suatu panjang gelombang tertentu dan arah datang tertentu, persamaan
(4-47) memberikan sederet bidang datang sejajar, satu untuk tiap nilai n.Gambar 4-18
menunjukkan dua bidang semacam itu P1 dan P2. Untuk semua atom yang terletak pada bidang-
bidang itu, syarat (4-47) terpenuhi dan semuanya berkontribusi pada intensitas maksimum dalam

arah us. Dalam persamaan (4-46), n = 0 bersesuaian dengan bidang yang melalui A, n = 1
dengan bidang terdekat berikutnya di kedua sisi, n = 2 untuk sepasang bidang berikutnya, dan
seterusnya.

214
Dari gambar 4-19 dan dengan menggunakan pertsamaan (4-46), terlihat bahwa v .r = v r
cos = 2 d sin = 2d sin dimana d = AE = r cos adalah jarak antara bidang P1 dan P2. Persamaa
(4-46) menjadi

2 d sin = n (4-48)

Persamaan (4-48) dikenal sebagai persamaan Bragg yang dinamai sesuai dengan ahli fisika
Inggris W.H. Bragg (1862 - 1942) dan putranya W.L. Bragg (1890 - 1971), yang pertama kali
mendapatkannya. Nilai-nilai n dibatasi oleh kondisi dimana sin selalu lebih kecil dari satu.
Geometri yang terkandung dalam persamaan ini ditunjukkan dalam Gambar 4-18. Untuk sinar-
sinar seperti 1 dan 2 yang terhambur oleh atom-atom pada bidang yang sama, beda fasenya
adalah nol (n = 0) dan mereka berinterferensi secara konstruktif. Keadaan ini dipenuhi oleh
setiap sudut datang. Sesuatu yang penting pada kondisi Bragg adalah bahwa sinar-sinar seperti 3,
4, 5, ..., yang datang dari bidang-bidang yang berurutan yang juga berinterferensi secara
konstruktif, ahan menghasilkan suatu maksimum yang sangat terang. Karena itu kondisi Bragg
menyatakan suatu pengaruh kolektif, dimana sinar-sinar yang terhambur oleh semua atom dalam
bidang-bidang sejajar tertentu ahan berinterferensi secara konstruktif. Untuk bidang-bidang tetap
(atau d yang tetap) dan panjang gelombang , mengubah sudut secara bergantian menghasilkan
posisi intensitas maksimum dan minimum, yang menyatakan interferensi konstruktif (seperti
ditunjukkan oleh persamaan (4-48)) atau interferensi destruktif. Perhatikan bahwa persamaan (4-
48) dapat digunakan untuk mengukur jarak pisah bidang d jika panjang gelombang diketahui,
dan sebaliknya.

Gambar 4-19. Bidang penghambur sejajar dalam kristal

215
Gambar skematik peralatan eksperimental untuk mengamati hamburan Bragg untuk
sinar-X, alat yang disebut spektrometer kristal, seperti yang ditunjukan dalam Gambar 4-20,

Gambar 4-20. Spektrometer kristal untuk difraksi sinar-X. Sinar-X yang dihasilkan oleh tabung
di kiri dan dikolimasi oleh celah dalam perintang timah didifraksi oleh kristal. Sinar-X yang
didifraksi diamati oleh detektor yang bergerak, biasanya ruang ion.

216
BAB 5

POLARISASI

5-1. KLASIFIKASI KEADAAN POLARISASI

Linier Sirkular Ellips

Gambar 5-1. Beberapa tipe polarisasi

Kita telah mengetahui bahwa cahaya adalah gelombang elektromagnet transversal.


Namun sejauh ini kita hanya meninjau cahaya terpolarisasi linier atau bidang yaitu cahaya yang
orientasi medan listriknya adalah konstan walaupun besar dan tandanya bervariasi dengan waktu.
Oleh karena itu, medan listrik atau gangguan optik berada dalam apa yang disebut dengan bidang
getar. Bidang tersebut mengandung vektor medan listrik (E) atau vektor perambatan (k) dalam
arah gerak. Bayangkan, bahwa kita mempunyai dua gelombang cahaya terpolarisasi linier
harmonik berfrekuensi sama, yang bergerah melewati daerah ruang yang sama, dalam arah yang
sama. Jika vektor medan listriknya adalah segaris (collinier), gangguan yang bertumpukan akan
berkombinasi untuk membentuk gelombang terpolarisasi linier resultan. Amplitudo dan fasenya
akan ditinjau secara mendetail, untuk kondisi yang berbeda-beda dalam bab interferensi.
Sebaliknya, jika dua gelombang cahaya adalah sedemikian hingga arah medan listriknya adalah
salaing tegak lurus, gelombang resultan mungkin terpolarisasi linier dan mungkin juga tidak.
Secara pasti, bentuk polarisasi cahaya apa (keadaan polarisasi), bagaimana kita mengamatinya,
menghasilkannya, mengubahnya dan menggunakannya merupakan isi dalam bab ini.

5-1.a. Polarisasi Linier

Kita dapat menyatakan kedua disturbance optik ortogonal yang ditinjau di atas dalam
bentuk
217
ˆ (5-1)
Ex (z,t) i Eox cos kz t
dan cos kz t
ˆ (5-2)
E y (z, t) jEoy
dimana beda fase relative antara gelombang-gelombang tersebut, keduanya bergerak dalam arah
z. Gangguan optik resultan secara sederhana dapat dinyatakan sebagai berikut :

E(z,t) = Ex(z,t) + Ey(z,t) (5-3)

jika adalah nol atau kelipatan bulat dari 2 , gelombang-gelombang tersebut dikatan sefase. Dalam
kasus khusus persamaan (5-3) menjadi

ˆ ˆ (5-4)
E y (z,t) (iEox jEoy ) cos kz t

218
Gambar 5-2. Cahaya terpolarisasi linier

Gambar 5-3. Cahaya terpolarisasi linier

Oleh karena itu gelombang resultan mempunyai amplitudo tetap sama dengan (îEox+jEoy) yang
terpolarisasi linier seperti ditunjukkan oleh gambar 5-2. Proses ini dapat dilakukan secara

219
reversibel, artinya kita dapat menguraikan gelombang terpolarisasi linier ke dalam dua
komponen ortogonal.
Misalkan adalah kelipatan bulat ganjil dari . Kedua gelombang dikatakan berbeda fase
180° dan
ˆ ˆ cos kz t (5-5)
E iEox jEoy
Gelombang ini juga terpolarisasi linier tetapi bidang getar berputar dari keadaan awalnya seperti
ditunjukkan dalam gambar 5-3.

5-1.b. Polarisasi Sirkuler


Kasus khusus lain muncul ketika kedua gelombang penyusun mempunyai amplitudo
sama, yakni E0y= E0x = Eo dan selain itu beda fase relativenya = - /2 + 2m dimana m = 0,
1, 2, …, Maka
ˆ
E z,t E cos kz t
i (5-6)
x o
dan
ˆ sin kz t (5-7)
E y z,t iEo
Gelombang resultan dinyatakan sebagai berikut :
E Eo i cos kz t jsin kz t

ˆ ˆ (5-8)
dan digambarkan dalam gambar 5-4. Perhatikan bahwa sekarang amplitudo skalar dari E, yang
sama dengan Eo adalah konstan. Tetapi arah E adalah fungsi waktu dan tidak terbatas seperti
gelombang bidang. Gambar 5-5. menjelaskan apa yang terjadi pada beberapa titik z0 pada
sumbu. Pada t = 0, E terletak sepanjang sumbu acuan dalam gambar 5-5. dan maka
ˆ cos kzo dan ˆ sin kzo
Ex iEo E y jEo

220
Gambar 5-4. Cahaya Terpolarisasi Sirkular Kanan

Pada waktu selanjutnya, t = kzo/ , Ex = iEo, Ey = 0 dan E adalah sepanjang sumbu x. Vektor medan listrik
resultan E sedang berotasi searah jarum jam pada frekuensi anguler . Gelombang seperti ini disebut terpolarisasi
sirkular kanan (gambar 5-6). Vektor E membuat satu putaran penuh selama bergerak menempuh satu panjang
gelombang. Sebagai perbandingan, jika = /2, 5 /2, 9 /2, dst, yakni = /2 + 2m dimana m = 0, 1, 2, 3, ... maka
ˆ ˆ (5-9)
E Eo i cos kz t jsin kz t
amplitudo tidak berubah, tetapi E sekarang berotasi berlawanan arah jarum jam dan gelombang
disebut terpolarisasi sirkular kiri.
Sebuah gelombang terpolarisasi linier dapat diturunkan dari dua gelombang terpolarisasi
sirkular berlawanan beramplitudo sama. Secara khusus jika menjumlahkan gelombang sirkular
kanan persamaan (5-8) dengan gelombang sirkular kiri persamaan (5-9) didapatkan
ˆ (5-10)
E 2Eo i cos kz t
ˆ dan terpolarisasi linier.
yang mempunyai vektor amplitudo konstan 2Eo i
221
Gambar 5-5. Rotasi vektor listrik dalam gelombang sirkular kanan

Gambar 5-6. Cahaya Terpolarisasi Sirkular

222
5-1.c. Polarisasi Eliptik

Polarisasi linier dan sirkular dipandang sebagai kasus khusus dari polarisasi eleptik atau
cahaya eleptik. Artinya secara umum vektor medan listrik akan berputar dan mengubah besarnya.
Dalam kasus seperti itu titik ujung vektor E akan mengikuti pola sebuah elips, dalam sebuah
bidang tegak lurus k. Untuk melukiskan hal ini kita tuliskan kembali komponen-komponen
vektor medan listrik,
(5-11)
E x (z, t) Eox cos kz t
dan
(5-12)
E y (z, t) Eoy cos kz t

Persamaan kurva yang sedang kita cari bukan fungsi posisi juga bukan fungsi waktu, yakni

dimungkinkan kita menghilangkan kegayutan (kz- t). Ekspansikan persamaan Ey kedalam bentuk

E y / Eoy cos kz t cos sin kz t sin

dan mengkombinasikannya dengan Ex/ Eox untuk mendapatkan


E cossin kz t sin (5-13)
Ey x
E E
oy ox

223
Dapat disimpulkan dari persamaan (5-11) bahwa
sin kz t 1 E x/Eo 2 1/2
x
maka persamaan (5-13) menjadi 2
E y Ex E x 2
2
cos 1 sin
E oy E ox E
ox

Akhirnya dengan menyusun kembali suku-suku di atas diperoleh


Ey 2 Ex 2 Ey Ex
2
2 cos sin (5-14)
E E E E
oy
oy ox ox
Persamaan ini merupakan persamaan sebuah elips yang membuat sudut dengan sistem koordinat
(Ex, Ey) (gambar 5-7) sedemikian hingga
tan 2
2Eox Eoy cos
E2 E 2 (5-15)
ox oy
Persamaan (5-14) mungkin sedikit lebih ringkas bila sumbu-sumbu prinspal elps segaris dengan sumbu-sumbu
koordinat , = 0 atau ekivalen dengan = /2, 3 /2, 5 /2, ..., dalam kasus ini diperoleh bentuk yang sudah kita kenal
Ey 2 E 2
x
1
E E
oy ox
(5-16)
Selanjutnya, jika Ex = Ey = Eo persamaan di atas teriduksi menjadi

E y2 E x2 Eo 2

yang sesuai dengan hasil yang kita peroleh di depan, adalah sebuah lingkaran. Jika adalah kelipatan genap dari
persamaan (5-14) menghasilkan
E (5-18)
Ey oy Ex
E
ox

dan jika merupakan kelipatan ganjil diperoleh,

224
Ey E Ex (5-19)
oy

E
ox

Keduanya merupakan persamaan garis lurus dengan kemiringan (Eoy/Eox). Gambar 5-8
menggambarkan kesimpulan ini.
Di atas kita telah mendeskripsikan keadaan polarisasi cahaya. Dalam hal ini secara
terminologi, kita katakan cahaya terpolarisasi linier atau bidang adalah dalam keadaan P,
sedangkan cahaya terpolisasi sirkular kanan dan kiri adalah dalam keadaan R dan L. Dan cahaya
terpolarisasi elips dalam keadaan E. Kita telah mengetahui bahwa keadaan P dapat dinyatakan
sebagai suatu superposisi dari keadaan R dan L dan juga hal sama adalah benar untuk keadaan E.
Dalam kasus ini, seperti ditunjukkan dalam gambar 5-9 , amplitudo kedua gelombang sirkular
adalah berbeda.

Gambar 5-7. Cahaya Ellips

Gambar 5-8. Variasi Konfigurasi yang berkaitan dengan nilai . Disini Ex mendahului Ey
sebesar . Cahaya akan sirkular bila = /2 atau 3 /2 jika Eox = Eoy.

225
Gambar 5-9. Cahaya elips sebagai fungsi Superposisi dari keadaan R dan L

5-2. BEBERAPA METODE POLARISASI

5-2.a. Polarisasi Melalui Pemantulan

Karena koefisien refleksi untuk cahaya yang mempunyai medan listrik pararel pada

bidang datang mengarah ke nol pada sudut antara 0o dan 90o, cahaya pantul pada sudut
terpolarisasi linier dengan vector medan listriknya tegak lurus pada bidang datang. Sudut
dimana hal ini terjadi disebut sudut polarisasi atau sudut Brewster. Pada susut selain itu cahaya
pantul terpolarisasi sebagaian

226
Dari persamaan Fresnel dapat ditentukan bahwa koefisien refleksi pararel adalah nol

ketika sudut datang dan sudut transmisi (bias) berjumlah 90o. Penggunaan Hukum Snell
menghasilkan rumus sudut Brewster

Catatan: Koefisien refleksi yang digunakan disini adalah intensitas dan bukan amplituido seperti
yang digunakan dalam persamaan Fresnel. Berarti, koefisien refleksi adalah kuadrat dari
amplitudo dalam persamaan Fresnel.

5-2.a.1. Pembiasan CahayaPembiasan adalah pembelekan gelombang ketiak ia memasuki


suatu medium dimana kecepatannya berbeda. Pembiasan cahaya bila ia melintas dari medium
cepat ke medium lambat membelokkan berkas cahaya menuju normal batas antara dua media.
Besarnya kelengkungan tergantung pada indeks bias kedua medium dan secara kualitatif oleh
hukum Snell.

227
Pembiasan adalah yang bertanggung jawab pada pembentukan bayangan oleh lensa dan
oleh mata

Karena kecepatan cahaya berkurang dalam medium lambat, panjang gelombang memendek
secara proporsional. Frekuensi tidak berubah; hal ini merupakan sifat sumber cahaya dan
tidak dipengaruhi oleh medium.

5-2.a.2 Indeks Bias

Indek bias didefinisikan sebagai kecepatan cahaya dalam vakum dibagi dengan kecepatan
cahaya dalam medium. Indeks bias beberapa substansi diberikan dalam tabel duibawah ini.
Harga yang tersebut merupakan pendekatan dan tidak memperhitungkan variasi kecil indeks
dengan panjang gelombang yang disebut dispersi.

Tabel 1. Nilai Indeks Bias Untuk Beberapa Substansi

228
5-2.a.3. Hukum Snell

Hukum Snell menghubungkan indeks bias n dari dua medium dengan arah perambatan
dinyatakan dalam sudut normal. Hukum Snell dapat diturunkan dari Prinsip Fermat
atau Persamaan Fresnel.

mempunyai indeks bias lebih besar, maka sudut bias membesar. Medium berindeks bias lebih
besar umumnya disebut medium internal, udara yang biasanya mengelilinginya disebut medium
eksternal. Anda dapat menghitung syarat untuk pemantulan total dengan mengatur sudut bias =
o
90 dang menghitung sudut datangnya. Karena kita tidak dapat membiaskan cahaya dengan
sudut lebih dari 90o, semua cahaya akan dipantulkan bila datang dengan sudut lebih besar dari
o
sudut yang menghasilkan pembiasan pada 90 .

5-2.b. Polarisasi Melalui Hamburan (scattering)

Hamburan cahaya oleh molekul udara menghasilkan cahaya terpolarisasi linier dalam
bidang yang tegak lurus pada cahay datang. Penghambur dapat divisualisaikan sebagai antenna
kecil. Yang meradiasikan tegak lurus pada garis osilasinya. Jika muatan-muatan dalam sebuah
molekul berosilasi sepanjang sumbu-y, ia tidak akan meradiasi sepanjang sumbu-y. Oleh karena
229
itu, pada sudut 90o dari arah berkas cahaya, cahaya terhambur ini terpolrisasi linier. Ini
menyebabkan cahaya yang mengalami hamburan Rayleigh dari langit biru menjadi
terpolarisasi sebagian.

5-2.b.1. Hamburan Rayleigh

Hamburan Rayleigh merupakan hamburan cahaya dari molekul-molekul udara, hingga ke


hamburan dari partikel-pertikel sepuluh kali panjang gelombang cahaya. Hamburan ini yang
menghasilkan langit biru. Lord Rayleigh telah menghitung intensitas hamburan dari
penghambur dipole yang jauh lebih kecil dari panjang gelombang sebesar:

230
Hamburan Rayleigh dapat dipandang sebagai hamburan elastik karena energi foton dari foton
terhambur tidak berubah. Hamburan dalam mana foton terhambur mempunyai energi foton
lebih tinggi maupun lebih rendah disebut hamburan Raman. Biasanya hamburan jenis ini
melibatkan eksitasi beberapa ragam vibrasi dari molekul-molekul, yang memberi energi foton
terhambur yang lebih rendah, atau menghamburkan keadaan vibrasi tereksitasi dari sebuah
molekul yang menambah energi vibrasinya pada foton datang.

5-2.b.2. Biru Langit

Warna biru langit disebabkan oleh hamburan sinar matahari oleh molekul-molekul atmosfer.
Hamburam ini, yang disebut hamburan Rayleigh, adalah lebih efektif pada panjang gelombang
pendek (ujung biru dari spectrum tampak). Oleh karena itu cahaya terhambur ke bumi pada
sudut besar terhadap arah cahaya matahari adalah dominan pada ujung biru spectrum.

Perhatikan bahw biru langit lebih


jenuh ketika jauh dari matahari.
Hamburan hampir putih dekat
matahari menandai hamburan
Mie, yang tidak tergantung
panjang gelombang.

231
5-2.b.3. Hamburan Mie

Hamburan dari molekul-molekul dan partikel-partikel sangat kecil (<1/10 panjang gelombang)
adalah didominasi oleh hamburan Rayleigh. Untuk partikel-partikel berukuran lebih besar dari
panjang gelombang, hamburan Mie adalah yang dominan. Hamburan ini menghasilkan pola
seperti lobe antenna, dengan lobe depan lebih tajam dan lebih kuat untuk partikel lebih besar.

Hamburan Mie tidak tergantung pada panjang gelombang kuat dan menghasilkan hampir
glare putih sekitar matahari ketika material partikel ada di udara. Ia juga memberi kita cahaya
putih dari kabut.

232
5-2.c. Material Birefringent

Material kristalin mungkin mempunyai indeks bias berbeda yang berkaitan dengan arah
kristalografi. Pada umumnya kristal mineral mepunyai dua indeks bias berbeda, dan disebut
material birefringent. Jika arah-y dan –z adalah ekivalen dinyatakan dalam gaya kristalin, maka
sumbu-x adalah unik dan disebut sumbu optik material. Perambatan cahaya sepanjang sumbu optik
akan tidak tergantung polarisasinya; medan listriknya disetiap tempat tegak lurus pada sumbu optik
dan disebut gelombang ordinair atau gelombang-o. Gelombang cahaya dengan medan-E pararel
sumbu otpik disebut gelombang ekstraordinair atao gelombang-e. Material birefringent digunakan
secara luas dalam optik untuk menghasilkan prisma polarisasi atau plat retarder seperti plat
seperempat gelombang (quarter-wave plate). Dengan meletakkan sebuah material birefringent
anatar polarisator bersilangan dapat menghasilkan warna-warna interferensi. Material birefringent
yang banyak digunakan adalah caolcite. Birefringent-nya sangat lebar, dengan indek bias untuk
gelombang –o dan –e adalah 1,6584 dan 1,4864.

5-2.c.1. Sumber Kristalografis Birefringent

Sifat yang disebut birefringent seharusnya terkait dengan keanisotropan gaya-gaya ikat
diantara atom-atom pembentuk kristal, sehingga dapat divisualisasikan sebagai atom yang
mempunyai pegas kuat yang memegangi sekumpulan atom dalam suatu arah kristalin. Suatu hal
yang berguna adalah bila kristal mempunyai dua indeks bias berbeda, dan disebut material
birefringent. Hal ini terkait dengan kristal uniaxial, yang mempunyai system kristal hexagonal,
tertragonal, dan trigonal. Di dalam kristu dalam al uniaksial, terdapat suatu arah sedemikian
hingga cahay dalam arah itu dalam kristal mempunyai kecepatan sama tanpa memandang
keadaan polarisasinya. Arah ini disebut sumbu optik. Sistem kristal lainnya (orthorhombic,
monoclinic, dan triclinic) mempunyai dua sumbu optik dan disebut medium biaksial

5-2.c.2. Beberapa Material Birefringence

Dua indeks bias mencirikan matrial birefringent. Material tersebut membentuk


kristal uniaksial, dan mungkin disebut kristal uniaksial positif atau negatif didasarkan pada
perbandingan indeks biasnya.
233
Calcite

Mineral calcite yang disebut juga Iceland spar, digunakan secara luas dalam optik karena sifat
birefringent-nya. Apabila kristal calcite yang diletakkan di atas suatu titik pada kertas akan
menunjukkan dua bayangan berbeda dari titik tersebut. Salah satu bayangan adalah akan tetap
diam bila kristal diputar, dan sinar yang melintasi kristal disebut sinar ordinair sebab ia bersikap
tepat seperti sinar yang melintasi gelas. Namun demikian, bayangan lain akan berputar bersama
kristal, menjejaki sebuah lingkaran kecil mengelilingi bayanagn ordinair. Sinar ini disebut sinar
ekstraordinair.

Kristal no ne

Tourmaline 1.669 1.638

Calcite 1.6584 1.4864

Quartz 1.5443 1. 5534

Sodium Nitrate 1.5854 1. 3369

Ice 1.309 1.313

Rutile (TiO2 ) 2.616 2.903

Demonstrasi sederhana birefringent dari calcite adalah dengan


menempatkan sebuah titik pada sepotong kertas dan
meletakkan kristal calcite di atasnya. Anda melihat dua titik
berbeda. Dengan peletakkan Polaroid di atas kristal dan
memutarnya, anda dapat melihat bahwa kedua bayangan titik
o
yang diabuat dari cahaya terpolarisasi 90 satu sama lain.
Dengan memutar Polaroid akan memperlihatkan salah satu
titik, kemudian keduanya dalam transisi, dan kemudian titik
kedua setelah mencapai 90o.

234
Dua bayangan menembus Polarisator meneruskan o
Polarisator diputar 90
kristal sinar-o meneruskan sinar-e

Indeks bias untuk sinar-o dan sinar-e berturut-turut adalah 1,6584 dan 1,4864. Ini

menghasilkan sudut kritis pemantulan internal total 37,08o untuk sinar-o dan 42,28o untuk sinar-
e ketika bersentuhan dengan udara. Ini berarti bahwa untuk sebarang sudut diantara kedua harga
ini, sinar-o akan terpantul total tetapi sinar-e akan sebagian diteruskan.Hal ini menghasilkan
polarisasi lionier karena hanya sinar-e yang muncul. Calicite digunakan dalam prima polarisasi
seperti Prisma Nicol, Prisma Glen-Foucault, dan prisma Wollaston.

235
Quarter-Wave Plate

Plat seperempat gelombang terdiri-dari material birefringent yang di atur ketebalannya


o
sedemikian hingga cahaya yang berkaitan dengan indeks bias lebih besar diperlambat 90
fasenya (seperempat gelombang) terhadap cahaya yang baerkaitan dengan indeks bias lebih
kecil. Medium dipotong sehingga sumbu optiknya pararel dengan permukaan depan dan
belakang plat. Cahaya terpolarisasi linier yang menembus plat akan terbagi menjadi dua
komponen dengan indeks bias berbeda. Salah satu aplikasi berguna dari piranti ini adalah untuk
mengkonversi cahaya terpolrisasi lineir ke cahaya terpolarisasi sirkular dan sebaliknya. Ini
o
dilakukan dengan mengatur bidang cahaya datang sehingga ia membentuk sudut 45 dengan
sumbu optik. Ini menghasilkan amplitudo gelombang-o dan –e yang sama. Ketika gelombang-
o
o lebih lambat, seperti dalam calcite, gelombang-o akan terlambat 90 fasenya, maka
dihasilkan cahaya terpolarisasi linier

o
Jika cahaya terpolarisasi linier datang pada plat seperempat gelombang pada 45 terhadap sumbu
optik, maka cahaya terbagi ke dalam dua komponen medan listrik yang sama. Salah satunya

236
diperlambat seperempat gelombang oleh plat tersebut. Ini menghasilkan cahaya terpolarisasi

sirkular. Cahaya datang terpolarisasi linier akan diubah menjadi cahaya terpolarisasi linier.

Prisma Polarisasi

Sejumlah prisma polarisasi dibuat dengan menggunakan birefringent untuk membagi


dua berkas dalam material kristalin melalui pemantulan total.

237
Prisma Nicol

Polarisasi dapat diperoleh menggunakan material kristalin yang mempunyai indeks


bias berbeda dalam bidang kristal berbeda. Material seperti ini disebut birefringent atau
pembias ganda

5-2.d. Polarisasi Melalui Absorpsi

Sejumlah material kristalin menyerap lebih cahaya datang dari pada lainnya,b sehingga
cahaya yang bergerak menembus material menjadi lebih terpolarisasi selama proses perambatan.
Ke-anisotropan absorpsi ini disebut dichroism. Tertdapat beberapa material dichroism yang
terjadi secara alamiah, dan material komersial Polaroid juga mempolarisasi melalui absorpsi
selektif.

5-2.d.1. Material Dichroic

Material yang mempunyai absorpsi berbeda untuk bidang datang tegak lurus disebut
dichroic. Mineral tourmaline, yang termasuk kelompok boron silicate, adalah salah satu contoh
238
material dichroic. Kristal tourmaline mempunyai sumbu optik unik, dan vector medan
magnet yang tegak lurus pada sumbu optik diserap secara kuat. Polaroid adalah dichroic kuat,
oleh karena itu merupakan polarisator efektif. Jika sumbu tarnsmisi polarisator ideal adalah
tegak lurus, tidak ada cahaya yang diteruskan. Cahaya yang diteruskan pada sudut lain
mengikuti hukum Malus.

Material Polaroid

Polaroid adalah nama dagang material dichroic.Polaroid. Ia secara selektif menyerap


cahaya dari satu bidang, yang meneruskan kurang dari 1% melalui lebar Polaroid. Ia mungkin
meneruskan lebih dari 80% cahaya dalam bidang tegak lurus. Kata Polaroid biasanya mengacu
pada Polaroid H-sheet, yaitu lembar iodine-impregnated polyvinyl alcohol. Lembar polyvinyl
alcohol dipanaskan dan diregangkan dalam suatu arah yang berefek penyearahan molekul-
molekul polimer yang bpanjang dalam arah regangan. Ketika dicelupkan ke dalam iodine,
atom-atom iodine mengikatkan diri ke rantai yangb searah tersebut. Atom-atom iodine
memberikan electron-elektron yang bergerak dengan mudah sepanjang rantai searah, tetapi
tidak pada arah tegak lurus. Gelombang cahaya dengan medan listrik pararel pada rantai ini
diserap secara kuat dikarenakan efek desipasi dari gerak electron dalam rantai. Arah tegak lurus
pada rantai polyvinyl alcohol adalah arah lewat karena electron-elektron tidak dapat bergerak
secara bebas untuk menyerap energi

239
Kacamata Polaroid

Material Polaroid yang digunakan dalam kacamata menggunakan dichroic atau absorpsi
selektif untuk mencapai polarisasi

Polarisator Silang

Sebuah polarisator ideal menghasilkan cahaya terpolarisasi linier dari cahaya tak
terpolarisasi. Dua polarisator ideal akan mengeliminasi semua cahaya jika arah transmisinya
berada disudut positip. Material Polaroid menunjukkan polarisasi melalui dichroisme. Pada

sudut selain 90o, intensitas transmisi dinyatakan oleh hukum Malus

240
Polarisator Puzzle

Jika polarisasi silang menutup semua cahaya, mengapa dengan menempatkan polarisator
o
ketiga 45 diantara kedua polarisator lainnya mengakibatkan transmisi cahaya?
Dalam material dichroic seperti Polaroid, komponen medan yang tegak lurus bidang
transmisi diserap secara selektif. Ini memutar bidang polarisasi, tetapi mekanismenya berbeda
dengan raotasi dalam medium optik aktif. Dalam situasi ini, intensitas transmisi dapat

dihitung dengan menggunakan hukum Malus dua kali. Jika polisator pusat ditempatkan 45o
diantara polarisasi silang, 25% cahaya akan diteruskan

241
5-2.d.2. Hukum Malus

Ketika polarisator kedua diputar, komponen vector yang tegak lurus pada bidang transmisinys
diserap, yang mereduksi amplitudonya menjadi

E E0 cos

242
Karena intensitas transmisi proporsional dengan kuadrat amplitudo, intensitas dinyatakan

I I 0 cos 2

Hukum Malus menyatakan intensitas transmisi melalui dua polarisator ideal. Ia bernilai nol
bila polarisator bersilangan.

5-3. REPRESENTASI MATRIK CAHAYA TERPOLARISAI

Ditinjau seberkas cahaya diarahkan tegak lurus keluar bidang kertas, terletak di
origin sistem sumbu:

E = iEx +j Ey (5-20)

Komponen E sebagai fungsi ruang dan waktu:


(5-21)
Ex = Eox e i(kz- t+ x)

dan
(5-22)
Ex = Eoy ei(kz- t+ y)

Dalam hal ini gelombang merambat searah +z dengan amplitudo E ox dan Eoy dan fase x dan y.
Persamaan (5-21) dan (5-22) dimasukkan ke persamaan (5-20), akan diperoleh:

E = i Eox ei(kz- t+ x) +jEoy ei(kz- t+ y) = [i Eox ei x +jEoy ei y]ei(kz- t)

bila Eo = i Eox ei x +jEoy ei y adalah amplitudo komplek gelombang terpolarisasi, maka:

E = Eo ei(kz- t)

243
Oleh karena keadaan polarisasi cahaya ditentukan oleh amplitudo dan fase relatif komponen-
komponennya, sehingga kita cukup hanya meninjau amplitudo komplek saja yang dapat
ditulis dalam bentuk matrik dua elemen atau vektor Jones:

E E Eox ei x (5-23)
ox
E
o
oy Eoy ei y

Menggunakan vektor Jones (5-23), kita dapat menentukan vektor Jones untuk beberapa keadaan
Polarisasi:

5-3.a. Polarisasi Linier

 Cahaya terpolarisasi vertikal merambat searah +z: Eox = 0; Eoy = A; = 0 0


Eo i
Ae y

Untuk Eox = 0 kita dapat membuat y = 0 sehingga:

Eo 0 A 0 (5-24)
A 1

Dimana matrik kolom dalam persamaan (5-24) menyatakan ragam polarisasi. Bila hanya
ditinjau ragamnya saja; maka vektor Jones dari cahaya yang terpolarisasi linier vertikal:

0
1

 Cahaya terpolarisasi vertikal merambat searah +z: E ox = A; Eoy = 0; = 0


Bila Eoy = 0, maka y = 0 sehingga:

Eo A A 1
0 0

Vektor Jones dari cahaya yang terpolarisasi linier horisontal:

244
1
0

 Bila getaran E membentuk sudut dengan sumbu-x.


Bila fase relatif fase x dan y.dibuat nol ( = 0). Untuk amplitudo resultan adalah A,
komponen-komponen amplitudonya adalah: Eox = A cos ; dan Eoy = A sin

Vektor Jones:

i
Acos cos
Eeox
x

E E oye
i
y Asin A sin
Bentuk ternormalisasi dari vektor vektor di atas adalah: 1 a

a2 b2 b

2 2 2 2
dimana: a + b = 1; Cos + Sin = 1. Misal = 60° maka vektor Jonesnya adalah:

cos 60 1 1 1
Eo 2
sin 60 1 2 3
3
2

5-3.b. Polarisasi Sirkular


 Bila Eox = Eoy = A dan= y.- x = /2 dimana x = 0 dan y.= /2 . Untuk z = 0,

persamaan (2) dan (3) menjadi:

Ex = Eox ei t
dan Ex = Eoy e-i( t- /2)

245
Bila diambil harga realnya:

Ex = A cos t dan Ey = A cos ( t- /2) = A sin t

dimana = 2 f = 2 /T

E resultan :
2 2 2 2 2 2 2

E Ex Ey A cos t sin t A

atau

Ex2 Ey2 A2 (5-25)

persamaan (5-25) merupakan persamaan lingkaran dengan jari-jari A.

Vektor Jones-nya dapat dituliskan sebagai berikut:

1
E Eox ei x A A
o i (5-26)
Eoyei y
Ae 2 i
Bentuk ternormalisasinya adalah: 1 1

2 i
12 + i 2 = 1 + 1 = 2 sehingga setiap elemen vektor harus dibagi dengan 2 untuk
menghasilkan harga satu.

246
Menyatakan cahaya terpolarisasi sirkular bila E berotasi counterclockwise atau terpolarisasi
sirkular kiri.

 Jika Ey mendahului Ex sebesar /2, akan diperoleh cahaya terpolarisasi sirkular kanan
atau clockwise. Dengan mengganti /2 dengan - /2:
1
E
o i

Bentuk ternormalisasinya:

Eo 1 1
2 i

 Bila = /2 tetapi Eox Eoy , misalkan Eox = A dan Eoy = B, maka persamaan (26)
menjadi:
A counterclockwis A clockwise
iB iB

maka mode ini menyatakan polarisasi ellips. Vektor Jones ternormalisasinya berbentuk:

1 A 1 A
2 2 2 2
A B iB A B iB

247
5-3.c. Polarisasi Ellips

 Bila Eox = A dan Eoy = b,dan = x.- y = : Ex mendahului Ey


Misalkan x.= 0 dan y =

Eo Eox ei x A (5-27)
Eoy ei y
bei

Rumus Euler: bei = b (cos + i sin ) = B + iC

Vektor Jones-nya berbentuk:

Eo A (5-28)
B iC
bentuk ternormalisasinya adalahsebagai berikut:

1 A (5-29)

A2 B2 C2 B iC

Menggunakan bantuan geometri analit dapat ditunjukkan bahwa ellips yang vektor Jones-nya

dinyatakan oleh (5-28) adalah miring dengan sudut kemiringan terhadap sumbu-x:
2Eox
t
a Eoy
n cos

2 E
ox
2

2
Eoy

248
Ellips terletak di dalam persegi panjang dengan sisi 2Eox dan 2Eoy. Dinyatakan dalam A, B,
2 2 -1
dan C, Eox dan Eoy menjadi: Eox =A dan Eoy = (A + B ) dan = tan (C/B).

Sebagai contoh ditinjau sebuah vektor Jones:

3
2 i

yang menyatakan cahaya terpolarisasi ellips dengan fase relatif antara komponen-komponen
-1 2 2
vibrasi y - x = = tan (1/2) = 26,6°. Karena Eox =3 dan Eoy = (2 + 1 ) = 5, maka sudut
kemiringan adalah:

1 2 3 5 cos 26,6
tan 1 35,8 2 9 5

Secara umum persamaan ellips adalah sebagai berikut:

E2
x
E y2
9 5 0,267Ex E y 0,2

Persamaan ellips dalam kasus ini maka berbentuk:


E 2 E 2 E E

x y x y 2
2 cos sin
E E E E
ox oy ox oy

249
Dalam kasus dimana Ex tertinggal oleh Ey, sudut fase menjadi negatif dan menyatakan sebuah
vektor Jones untuk rotasi clockwise,

A
Eo .
B iC

5-4. Representasi Matematis Piranti Optik


5-4.a. Polarisator

Polarisator Linier

Polarisator secara efektif menyerap semua atau sebagian besar getaran E dalam
arah tertentu, dan meneruskan getaran dalam arah tegak lurus arah rambat.

Matrik yang menyatakan polarisator linier vertikal di atas dapat diturunkan sebagai berikut:

a b 0 0
c d 1 1
a(0) + b(1) = 0 b=0

250
c(0) + d(1) = 1 d=1

Untuk menentukan a dan c, dicoba polarisator linier yang bekerja pada cahaya
terpolarisastor horisontal:

a b 1 0
c d 0 0
a(1) + b(0) = 0 a=0

c(1) + d(0) = 0 c=
0

Maka dapat disimpulkan vektor Jones untuk polarisator linier adalah sebagai berikut:

0 0
M
0 1

Yang menyatakan polarisator linier dengan sumbu transmisi vertikal (TAV). Dengan cara yang
sama untuk polarisator linier TAV dapat diperoleh matrik Jones untuk polarisator linier dengan
sumbu transmisi horisontal (TAH):

1 0
M
0 0

Polarisator Linier dengan = 45°

Kita tinjau dua ragam polarisasi pada sudut tersebut yaitu = 45° dan = -45°

a b 1 0 a b 1 1

c d 1 0 c d 1 1

a+b=1 a-b=0

c+d=1 c+d=0

dari keempat persamaan di atas dapat disimpulkan:


251
a=b=c=d=½

1 1 1 11
sehingga vektor Jones untuk polarisator ini adalah: M 2 2
1 1 2 11
2 2

menyatakan polarisator linier dengan sumbu transmisi membentuk sudut 45°

Bila sudut yang dibentuk sebarang besarnya : = , maka matrik Jones nya adalah

M cos2 sin cos


sin cos sin 2

5-4.b. Penunda (Retarder) Fase

Piranti ini berfungsi tidak untuk menghilangkan komponen-komponen getaran ortogonal


tetapi untuk membangkitkan beda fase diantara komponen-komponen getaran ortogonal, .
Prinsip kerja Penunda fase di jelaskan dalam gambar di bawah.

Cahaya tak terpolarisasi setelah melewati Retarder, komponen vertikalnya bergerak


lebih cepat dari komponen horisontalnya. Bila = 90°, penunda fase disebut plat seperempar
gelombang (quarter-wave plate , QWP), sedangkan bila = 180°, penunda fase disebut plat
setengah gelombang (half-wave plate, HWP).

252
Matrik yang mentransformasikan keterlambatan fase dari gelombang bidang
dapat diturunkan sebagai berikut

dimana adalah pertambahan fase.

i i
Eox e xx Eox e x x

i i
Eoy e y Eox e y y

Matrik yang mentransformasikan keterlambatan fase adalah:

i
Eoxei x
i( )
e0 x Eoxe xx

0e
i
y Eoyei y
i( )
Eoye yy

M i
0
e x

0 i
ey

Sebagai contoh kita tinjau plat seperempat gelombang dimana = /2. Kita bedakan dua
keadaan, yaitu x - y = /2 (sumbu cepat horisontal) dan y - x = /2 (sumbu cepat vertikal).
253
M 0 1 0
e i /4 e i /4

0 ei /4 0 i

Misalkan untuk dapat dipilih y = /4 dan x = - /4° atau kemungkinan harga lain untuk y dan x

sedemikian hingga y - x = /2. Namun demikian semua pilihan tersebut mengarah pada bentuk
umum disebabkan sifat simetrinya:

Bila x > y diperoleh plat seperempat gelombang sumbu cepat horisontal:

1 0
Mei /4

0 i

Sedangkan untuk plat setengah gelombang dimana l l=

menyatakan plat setengah gelombang sumbu cepat vertikal, sedangkan untuk sumbu cepat horisontal:

M 0 1 0
ei /2 e i /2

0 e i /2 0 1

Elemen-elemen matrik dalam plat setengah gelombang adalah sama sebab pertambahan fase :
M 0 1 0
ei /2 ei / 2
0 ei /2 0 1

secara fisis sama dengan perlambatan . Perbedaanya terletak di prefaktor yang memodifaksi
fase semua elemen vektor Jones dalam arah yang sama sehingga tidak mempengaruhi
interpretasi hasil.

5-4.c. Rotator

Piranti rotator berfungsi memutar arah arah polarisasi cahaya terpolarisasi linier
yang datang pada arah tertentu.

254
Efek rotator adalah mentransmisikan cahaya terpolarisasi linier yang mempunyai arah
getaran terputar counterclockwise dengan sudut . Sebuah rotator sudut akan mengkonversi
vektor E yang berosilasi linier pada sudut menjadi vektor E yang berosilasi linier dengan sudut (
+ ): ( + ). Maka elemen-elemen matriknya memenuhi:

a b cos cos
c d sin sin

a cos + b sin = cos cos - sin sin

a cos + b sin = sin cos - cos sin

maka dapat disimpulkan: a = cos , b = -sin , c = sin , dan d = cos , sehingga matrik yang
diinginkan adalah berbentuk:

M cos sin
sin cos

5-4.d. Contoh

1. Kombinasi polariastor linier dengan plat seperempat gelombang (QWP).

255
Sebuah polarisator linier menghasilkan cahaya yag bergetar pada sudut 45°, yang
kemudian diteruskan oleh QWP. Dalam susunan ini cahaya datang pada QWP terbagi
secara sama antara sumbu cepat dan sumbu lambat.

Dalam hal ini beda fase 90° yang ditimbulkan oleh QWP mengakibatkan cahaya terpolarisasi
sirkular. Menggunakan kalkulus Jones.

i /4 i /4
1 0 1 1 1 1
e e

0 i 2 1 2 i

diperoleh cahaya terpolarisasi sirkular kanan dengan amplitudo 1/ 2 kali amplitudo cahaya
terpolarisasi linier original.

256
2. Cahaya terpolarisasi sirkular kiri melewati eight-wave plat (plat seperdelapan
gelombang). Matrik plat seperdelapan gelombang:
M i 0
e x

0 ei y
1
Bila x = 0 dan y = 2 /8 = /4 menggunakan kalkulus Jones 1 0 1 1

0 ei / 4 i iei / 4 ei3 / 4

Diperoleh vektor Jones yang menyatakan bahwa cahaya terpolarisasi ellips


dan komponen-komponennya berbeda fase 135°. Diketahui:
i135°
Rumus Euler : e = -1/ 2 + i/ 2, dan vektor Jones untuk polarisasi ellips adalah:

A
M
B iC

dimana A = 1, B = -1/2, dan C = 1/2. Bila dibandingkan dengan bentuk umum vektor Jones

Eox ei x

Eoyei y

yang berarti: Eox = 1 dan Eoy = 1

2E E cos
tg 2 ox oy

2
Eox Eoy2

sehingga diperoleh = 45°

3. Plat setengah gelombang :

Dalam kasus ini, . Kita tinjau suatu keadaan polarisasi datang sejajar pada 0y :

0J1

257
dan suatu plat yang sumbu-sumbu netralnya membentuk suatu sudut dengan kerangka

(0x,0y). Vektor Jones yang keluar adalah :

cos sini 0 cos sin 0


Jo
sin cos 0 i sin cos 1

sin 2
Jo i

cos 2

Polarisasi telah memutar sudut 2 dan tetap linier.

3. Plat fase antara polarisator dan analisator pararel


Vektor Jones berisi informasi tidak hanya mengenai keadaan polarisasi tetapi juga suatu
informasi relatif mengenai intensitas. Sebagai contoh, kita tinjau dua polarisator pararel
antara keduanya ditempatkan suatu plat birefringe dengan tebal d, sumbu-sumbu netralnya
45° terhadap sumbu yang melewati polarisator, 0x ( gambar I-7).

Vektor Jones setelah melintasi polarisator pertama adalah :

1
0

Vektor Jones yang muncul dari sistem adalah


1 0 cos / 2 i sin / 2 1 cos / 2
Js
0 0 i sin / 2 cos / 2 0 0

dimana = (nl -nr)2 l/2. Intensitas transmisi adalah :

0 0
I I Jo J s I cos2 l n n
l r
J J

258
Gambar. I-7. Plat birefringe diletakkan antara suatu polarisator dan suatu analisator.

Sudah tentu, matrik Jones dapat menangani kasus dimana cahaya terpolarisasi
ditransmisikan oleh sederetan elemen polarisasi, karena perkalian matrik-matrik elemen dapat
menyatakan suatu matrik sistem secara menyeluruh. Jika cahaya dinyatakan oleh vector Jones
V yang melewati secara beurutan sederetan polarisator yang dinyatakan oleh M1, M2, M3,…,

Mm, maka,

(Mm,…, M2\1, M2,M1) V = MsV

Maka matrik sistem Ms = Mm,…, M2\1, M2,M1.

5-4.e. Vektor Jones untuk beberapa keadaan Polarisasi


Ringkasan Vektor Jones: E E ox e
i
x

0 y
E oy e i

I. Polarisasi Linier ( =m )

1 Umum

259
2 Vertikal

3 Horisontal

4 Di = 45o

5 Di = 45o

II. Polarisasi sirkular ( = /2)

1 Kiri

2 Kanan

III. Polarisasi Elips

1 Kiri [ = (m+1/2) ]

2 Kanan [ = (m+1/2) ]

260
3 m
Kiri 1
m
2

4 m
Kanan 1
m
2

SOAL-SOAL

1. Plat seperempat gelombang, umumnya ditulis sebagai /4, adalah sebuah penunda (retarder)
o
dengan = 90 . Seperti dalam Gambar S.1, cahaya terpolarisasi linier horisontal diintersep oleh
sebuah plat /4 yang mempunyai orientasi dirotasi. Gambar sekuensi gelombang terpolarisasi
o o
elips dari cahaya yang memancar sebagai sumbu cepat dari plat /4 dirotasi dengan = 0 , 22,5 ,
o o o o o o o
45 , 67,5 , 112,5 , 135 , 157,5 , 180 , dan 202,5 .
Penyelesaian :

Seri lingkaran digambarkan dalam Gambar S.2. Karena penomeran yang tepat dari lingkaran
C1 dan C2 adalah menentukan hasil akhir, beberapa saran diberikan disini mengenai
j t
bagaimana mengatur penomeran. Konvensi e digunakan, sehingga penomeran baik C1
maupun C2 adalah dalam searah jarum jam. Merujuk pada gambar dengan = 22,5o dan =
o
157,5 sebagai contoh. Titik P pada sumbu horizontal menyatakan ujung polarisasi cahaya
datang di t = 0. P diuraikan ke dalam titik-titik P1 dan P2 pada lingkaran C1 dan C2, secara
berturutan, seperti ditunjukkan dalam Gambar S.2. Jika keterlambatan adlah nol ( = 0o), maka
P1 dan P2 akan berhubungan dengan titik 1 untuk masing-masing lingkaran C1 dan C2.
Karenanya keterlambatan plat /4, C2 tertunda 90o terhadap C1, yang berhubungan dengan
o
rotasi C2 sejauh 90 dalam arah berlawanan jarum jam. P2 sekarang segaris dengan titik 2 di
C2. Amati dalam kasus plat /4, untuk semua diagram dalam Gambar S.2, garis yang digambar
dari titik 1 di C1 dan garis yang digambar dari titik 2 di C2 berpotongan sepanjang

261
sumbu horizontal di P. Ini merupakan metode yang baik untuk mendapatkan penomeran yang
benar.

Gambar S.1. Cahaya terpolarisasi linier horisontal dilewatkan ke dalam sebuah plat /4 yang
mempunyai orientasi dirotasi

o o
Dengan = 0 , jejari C2 menjadi nol, dan dengan = 90 , bahwa C1 menjadi nol. Cahaya
yang muncul adalah identik dengan cahaya datang untuk kasus-kasus ini.

262
Gambar S.2. Diagram lingkaran sebagai plat ¼ gelombang diputar. Cahaya datang secara
o
horizontal dipolarisasi. Perhatikan: Perubahan putaran pada azimuth retarder, = 90 dan =
180o.

263
Gambar S.3. Transisi keadaan polarisasi ketika /4 diputar. Cahaya datang terpolarisasi linier
secara horisontal.

Hasil ini diringkas dalam Gambar S.3. Sumbu mayor dan minor selalu sepanjang arah sumbu
cepat. Ini merupakan karakteristik plat seperempat gelombang ketika cahaya datang
terpolarisasi linier. Pertama, sumbu mayor mengikuti sumbu cepat, dan kemudian sumbu
o
minor, dan kemudian sumbu mayor. Mereka berubah di setiap 45 . Dalam daerah 0 < < /2,
cahaya yang muncul adalah putar kanan, sedangkan dalam daerah daerah /2 < < , cahaya yang
muncul adalah putar kiri. Adalah bermanfaat mengingat bahwa putaran gelombang

264
o o
terpolarisasi sirkular yang muncul berubah setiap 90 rotasi retarder. Pada = 45 , polarisasi
sirkular putar kanan diperoleh, dan = 135o, polarisasi sirkular putar kiri diperoleh. Ini cara
cepat untuk mendapatkan gelombang terpolarisasi kanan atau kiri yang benar.
o
Pada setiap 90 , cahaya yang muncul menjadi identik dengan cahaya datang dan
terpolarisi linier horisontal. Perhatikan bahwa orientasi dengan = 180o adalah identik dengan
o o o
orientasi = 0 , dan orientasi dengan = 202,5 adalah identik dengan = 22,5 .

Dengan kasus = 157,5o, dua lingkaran C2 digambar, bersebelahan. Lingkaran lain C2 dapat
digunakan, bersamaan itu diyakinkan bahwa titik 1 pada lingkaran C2 begitu pula pada
lingkaran C2 berhubungan pada titik P jika keterlambatan secara sesaat tereduksi ke nol.

o
2. Secara grafis penguraian gelombang terpolarisasi eliptik dengan B/A = 1 dan = 45

ditunjukkan dalam Gambar S.4 ke dalam Ex' yang bterpolarisasi pada 22.5o dan kemudian
mentukan nilai B’/A’ dan ’ dari gelombang-gelombang dengan komponen baru.
Penyelesaian: Merujuk pada Gambar S.5, Penguraian dilakukan sebagai berikut:

a. Menggambar koordinat x’ y’ ke arah yang diinginkan.


b. Menentukan jejari lingkaran C1 dan C2 dari titik-titik ekstrimum pada elips di dalam arah
x’ dan y’.
c. Menarik suatu garis ke bawah sejajar dengan sumbu y’ dari titik 1 pada elips ke titik 1
pada lingkaran. Hal yang sama, perpanjang suatu garis tegak lurus dengan sumbu x’ dari
suatu titik pada elips ke perpotongan titik 1 dan 1’pada lingkaran C2.

265
Gambar S.4. Polarisasi eliptik dengan A = B. Sumbu cepat dalam arah x, dan adalah
parameter.

d. Dari titik 1 pada elips O, mengikuti elips dalam arah putaran polarisasi ke titik 2. Titik 2
adalah perpotongan elips O dengan sumbu y’. Gambarkan garis perpanjangan dari titik 2
pada elips sejajar dengan sumbu x’ untuk membuat titik 2 pada lingkaran C2.
e. Mendapatkan titik 3, yang merupakan titik singgung elips sejajar dengan sumbu y’.
Gambarkan suatu garis perpanjangan sejajar sumbu x’ dari titik 3 pada elips O ke titik 3
pada lingkaran C2.
f. Mendapatkan titik 4, yang merupakan perpotongan elips O dengan sumbu y’, dan
gambarkan suatu perpanjangan sejajar ke sumbu x’ ke titik 4 pada lingkaran C2.

Tabel S.1. Ringkasan keadaan polarisasi dengan B/A = 1 untuk nilai penundaan bervariasi.

266
Gambar S.5. Penguraian gelombang terpolarisasi elips ke dalam komponen-
komponen gelombang sepanjang sebarang koordinat ortogonal

g. Sekarang, B’/A’ dan ’ dapat diperoleh dari grafik ini. Rasio jejari dari C1 dan C2
menghasilkan : B’/A’ = 0,59 dan sudut ’ = 55o. Fasor Ey berputar searah jarus jam dari
o
sumbu y’, sehingga E y' tertinggal 55 dari Ex' , konsisten dengan putaran kanan elips.

267
Gambar S.5 menunjukkan bahwa ’ dapat dihitung secara langsung dari perpotongan B’
OC' OC'
dan C’ dari elips pada sumbu y’: cos 90o ' dan sin '
OB' OB'
h. Perhatikan bahwa jika fasor pada E y' dimulai dari titik 1’ dan baik Ex' maupun E y'
berputar searah jarum jam ( t), maka perpotongan tidak akan berasal dari elips pertama,
dan titik 1’ harus dibuang.

3. Seperti ditunjukkan dalam Gambar S.6, polariscope terdiri dari dua lembar polarisator yang
disusun dengan sumbu-sumbu transmisinya saling tegak lurus. Dapatkan amplitudo E3 dari
cahaya yang diteruskan ketika komponen-komponen berikut disisipkan di antara polarisator.
Asumsikan k1 = 1 dan k2 = 0.

Gambar S.6. Di dalam polariscope, sebuah komponen optic disisipkan di antara dua polaristor
bersilangan untuk menganalisis. Sumbu transmisi untuk polarisator di sebelah kiri adalah
dalam arah y, dan sumbu transmisi untuk polarisator di sebelah kanan adalah searah x.

(a) Tidak ada komponen.


o
(b) Sebuah lembar polarisator dengan sumbu transmisi sepanjang x’ dan sudut azimuth 45 .
o
(c) Sebuah plat /4 dengan sudut azimuth 45 (sumbu cepat sepanjang x’ dalam Gambar S.6).
268
o
(d) Sebuah plat /2 dengan sudut azimuth 45 .
o
(e) Sebuah plat gelombang penuh dengan sudut azimuth 45 .
o
(f) Sebuah rotator 90 .
Penyelesaian

Kali ini penyelesaian didapatkan tanpa menggunakan fiagram lingkaran.

(a) Tidak ada yang disisipkan E3 = 0.


(b) Sebuah lembar polarisator 45o disisipkan. Seperti dalam Gambar S.6a, E1 diuraikan
menjadi Ex’ dan Ey’. Ey’ padam. Hanya komponen horisontal Ex’ ditransmisikan melalui
analisator.
E E 1 1 E1
3 1
2 2 2

(c) Sebuah plat /4 dengan sudut azimuth 45o. Terdapat dua cara untuk menyelesaikan
masalah ini.
(1) Menguraikan E1 menjadi Ex’ sejajar dengan sumbu x’ dan Ey’ sejajar dengan sumbu
y’. Komponen tersebut adalah
E 1 1
E dan E y ' E
x' e j90o
2 2

Kedua gelombang ini selanjutnya diuraikan menjadi komponen horizontal dan


vertical (x dan y), tetapi kita memerlukan hanya komponen x karena hanya komponen
horizontal menembus analisator (polarisator ke-2). Komponen horizontal dari gelombang datang ke
analisator adalah

Ex 1 E1 1 E1
e j90o
2 2 2 2

269
dimana suku kedua adalah dari Ey’ seperti ditunjukkan dalam gambar (a) di atas dan
suku pertama dari Ex’ , dan
1
E3 E1 1 e j90o E
e j 45o
2 2

(2) Perhatikan bahwa gelombang yang lewat E2 adalah gelombang terpolarisasi sirkular
dengan jejari E1 2 . Besar gelombang terpolarisasi horizontal E3 adalah E1 2.
(d) E1 diuraikan menjadi Ex’ dan Ey’. Vektor Ey’ berbalik arah karena penunda /2, seperti
ditunjukkan dalam gambar (b). Resultan Ex’ dan Ey’ menjadi E3.
1
E3 2 E cos 45o E1
2

270
Cara lain mendapatkan hasil yang sama adalah menggunakan fakta bahwa plat /2
memutar polarisasi 2 . Polarisasi vertikal menjadi polarisasi horisontal.

(e) Plat satu gelombang tidak mengganggu keadaan polarisasi dan jawaban adalah
sama seperti (a) : E3 = 0.

Gambar S.7. Rotasi medan vector oleh sebuah rotator.

o
(f) Jika sebuah vektor vertikal yang mengarah ke +y diputar 90 , hasilnya adalah
sebuah vektor horisontal menuju arah x .
E3 = E1.

4. Ulangi soal no. 3 di atas menggunakan matriks Jones.


Penyelesaian

o
(a) Tidak ada plat yang disisipkan. Dari ringkasan matrik Jones di atas dengan = 90 dan
kemudian 0o, ekspresi matriks Jones adalah

271
Tidak ada medan keluaran.

o
(b) Sebuah polarisator disisipkan dengan = 45 . Ekspresi matriks Jones adalah

Dalam ekspresi di atas, vektor tepat sesudah polarisator yang disisipkan terpolarisasi
o
linier di 45 . Keunggulan matrik Jones adalah bahwa keadaan polarisasi dapat diketahui
pada setiap tahap manipulasi. Dengan melakukan perkalian matriks akhir dihasilkan

yangmerupakan gelombang terpolarisasi linier searah sumbu x’.

(c) Sebuah plat seperempat gelombang disisipkan pada = 45o. Ekspresi matriks Jones
adalah

Keadaan polarisasi setelah melewati polrisator dan plat seperempat gelombang adalah
polarisasi sirkular putar kiri dari Gambar S.4. Gelombang yang diteruskan adalah

o
(d) Plat setengah gelombang disisipkan pada = 45 . Ekspresi matriks adalah

272
Cahaya yang meninggalkan plat setengah gelombang adalah terpolarisasi linier sepanjang
arah x. Gelombang yang muncul adalah

o
(e) Sebuah plat satu gelombang disisipkan dengan azimuth 45 . Dengan = 2 , ekspresi
matriks Jones adalah

o
(f) Sebuah rotator 90 disisipkan. Ekspresi matriks Jones adalah

5. Gunakan matriks Jones pada metode Senarmont untuk mengukur penundaan sebesar dari
sebuah plat kristal.
Penyelesaian:

Seperti ditunjukkan dalam Gambar di bawah, sebuah gelombang terpolarisasi linier membentuk
o
sudut 45 datang pada sebuah Kristal yang diuji. Cahaya yang muncul dari Kristal

273
o
selanjutnya menembus sebuah plat seperemapt gelombang pada 45 , dimana gelombang
dikonversi menjadi sebuah gelombang terpolarisasi linier yang sudut azimutnya menentukan
penundaan sampel yang diuji. Medan output E adalah

Gelombang yang muncul dari plat seperempat gelombang adalah terpolarisasi


o
linier dengan azimuth /2 + 45 .

6. Dapatkan nilai eigen dan vektor eigen dari sebuah plat seperempat gelombang
dengan sumbu cepatnya sepanjang sumbu x.
Penyelesaian

Ex
Bila adalah eigen vektor dari sebuah sistem optik dan adalah nilai eigenya. Maka
E
y

relasi antara gelombang datang dan gelombang yang diteruskan dalam matriks
Jones adalah

Penyelesaian nontrivial persamaan di atas adalah

274
Persamaan ini merupakan persamaan kuadrat dalam yang mempunyai penyelesaian

Ekspresi matrik Jones dari sebuah plat seperempat gelombang adalah

Dengan membaningkan kedua persamaan di atas diperoleh

Dengan menyisipan persamaan nilai aij di atas ke dalam persamaan 1,2 diperoleh

Seperti disebutkan sebelumnya, jika a12 atau a22 adalah nol, kita hrus berhati-hati.
Disini, persamaan awal digunakan,

dengan mengkombinasikan persamaan-persamaan di atas dengan = 1 menghasilkan

275
Kedua persamaan di atas secara simultan terpenuhi jika Ey = 0 dan Ex adalah sebarang
bilangan, yang berarti sebuah gelombang terpolarisasi horisontal. Gelombang outpunya
adalah 1Ex. Hal yang sama, dengan = 2 menghasilkan

yang berarti Ex = 0 dan Ey adalah sebarang bilangan. Vektor eigen adalah sebuah
gelombang terpolarisasi vertikal. Gelombang output adalah 2Ey.

Besar cahaya transmisi adalah 1,2 1. Jika fase gelombang output adalah besar, faktor

fase (ej /2) tidak bisa diabaikan.

7. Sebuah gelombang terpolarisasi linier datang pada sebuah penunda yang mempunyai sumbu
cepat sepanjang sumbu x. Besar penundaan adalah 38o dan amplitudo dari komponen Ex dan

Ey berturut-turut adalah 2,0 V/m dan 3,1 V/m. Hitunglah azimut dan eliptisitas dari
gelombang terpolarisasi eliptik yang diteruskan. Juga, tentukan panjang sumbu mayor dan
minor a dan b. Dapatkan penyelesaian secara grafik juga secara analitik.
Penyelesaian :

o
Untuk parameter-parameter yang ditentukan : A = 2,0 V/m; B = 3,1 V/m, dan = 38

B o
dan akan didapatkan, tan 1,55 dan = 57,2 . Maka sudut dapat diperoleh
A

276
o
Karena 0 , = 60 adalah jawabannya.

Dari persamaan

Berikut, a dan b dihitung

Diagram lingkaran ditunjukkan dalam gambar a bi bawah dan hasil perhitungan


diringkas dalam b dibawah.

277
278

Anda mungkin juga menyukai