Kutitipkan tatapanku pada rembulan walau sekejap pandangan sayu membayangkan kebekuan merasuk uratku semakin menyingsing dan membisu
semi yang tercuri hanya tinggal cerita dalam benak setiap raga
lamunan tak akan menggugah sebab kegelisahan tak lagi menerjang kehampaan tersapu badai menghantam sunyinya purnama seketika
SIMPONI PAGI
Kelam malam masih bersembunyi di balik awan berfikir sejenak untuk menghilang sayup-sayup lantunan kian terdengar menyambut asa kian gemilang
gelembung-gelembung embun takkan menghilang dari peraduan antrian masal yang menjejali sangkar bersama kedamaian dalam jalan kehidupan
PARASIT
Jauh di bawah sengatnya matahari tak lagi dirasakan geloranya tapi menguap membuat mutiara terbang menyerbu peraduan menyerupai tirai-tirai yang haus kebebasan menyerbu berbagai penjuru
buliran pasir di semenanjung tak lagi memiliki harapan kelembapan tak tersentuh lagi kembali membakar berserakannya si tubuh lunglai tak bertanggungjawab dan tersesat dalam perasaannya
Badai kasar kembali merombak tak kenal apa dan siapa perkampungan mewah, gubuk, istana yang semakin mendekap menghujam si tubuh lunglai
SIAPA KAU
Sejenak menghilang dari sangkar berpaling untuk sekejap melupakan goresan yang semakin melukai tak tertahankan semakin menusuk kalbu hilang seketika dalamnya perasaa tapi, noda yang menganga akibatnya
Apa yang kau dapat? kebebasan layaknya burung mengepakkan sayap tapi tidak menuju peraduan perantauan lalu lintas padat dimana jiwamu jangan biarkan kau tersesat dalam kubangan lumpur menjijikkan semakin menggerus jiwamu mengelupas hatimu
Itukah dirimu?
ELEGI KAMPUNGKU
Embusan badai datang dari selatan membawa berita yang tak pernah kutulis dalam syair embusan lumrah dan terjangan yang menyengat orang-orang berjalan bebas lepas bak air bah
Kampung ini adalah bagian dari kekuasaan layaknya relief pada candi kehidupan Ingin ku ungkapkan relief-relief pada candi kehidupan yang tinggal nama dalam sebuah lukisan tapi tak disini
Syair-syair melodi tak mampu lagi kehampaan semakin menghujam yang terbungkus kain kafan hanya sebatas asa yang tertinggal di batu nisan kuburan-kuburan jail tak Nampak lagi dalam peraduan menmbulkan sesak yang kian menghantam meluluhlantakkan segala daya dalam jalan kehidupan
Diluar, radiasi nuklir tengah melahap puluhan padi Perjalanan dini menggerus kaca-kaca dalam sangkar
Dengingan syair ambulan tak lagi menundukkan malah semakin mencekik setiap keheningan Dedaunan yang meronta disambut ceria musim gugur Terlalu payahkah syair nyanyian lukisan patung sehingga hanya ditonton dalam hati mereka
Hasrat-hasrat munafik menampakkan keramahan kaedilan pertanggungjawaban yang keras dan mudah harus dengan apa membersihkan jilatan durja darah terlanjur mengalir deras yang mengajari kisah kehidupan yang menodai kafan suci yang siap mengantar menuju batu nisan
Memandang lepas samudra dari bilik rahim seorang wanita yang terus menggerus sumsumnya dari setiap helai rambutnya desahan nafas yang mengganjal kerongkongannya
Kampung ini adalah bagian dari kekuasaan yang membawa keonaran setiap langkah yang menjunjung amarah dalam hasrat-hasrat munafik mereka dalam membangun sebuah istana dengan bertumbal puluhan, ratusan bahkan ribuan padi jiwa manusia dalam hasrat kemunafikan mereka
MENGGAPAI ASA
Embusan angin samudra tak mampu menggores tinta tak mampu meluluhlantakkan buliran-buliran pasir
Lembayung senja mulai beranjak dari peraduan Peraduan singgasana sang dewi malam tanpa dayang Pagi menggoreskan senyum pada mentari
Jalan setapak yang kian terjal tak pernah tampak mulus walau sekejap dimana mata memandang disitu letak kemunafikan gengsi semua bisa dibeli
walau badai dari utara menghantam takkan mampu meluluhlantakkan biarpun singgasana telah lenyap tapi tidak jiwa dan raga karena asa yang kian cemerlang menggapai semua angan
LIHATLAH IBU
Keheningan rembulan yang enggan bersinar Kehampaan Kesepian kerkadang merasuk tulang malam
Dipuja Dimanja terkurung dalam peta melayang tanpa batas sanubari jiwa
Bu, lihatlah impian itu Impian lahir dari hatimu Lahir dari darahmu mengalir semburat warna kelabu
Lihatlah bu Rasakan bu bersama aliran dari dalam hatimu ibu untuk menapaki jalan yang kian terjal ibu
CATATAN JAWABAN
tak kusangka dirimu ada keadaan adalah jawaban dalam catatan histori kala itu
rangkaian ketulusan takkan buat ubah dalam kemaafan semu yang menembus batas keadilan
Jika hatimu bertanya kuberhak menjawab jika lukamu tak juga sembuh maka kan kucoba menggores obat merah dalam histori catatan jawaban yang terukir di bangku rajah
Teriakan malam teriakan siang seolah selalu terngiang teriakan yang selalu menggema selalu berdenting tiap langkah pijakan yang tak lagi kokoh akan tetap terbayang sampai nanti jalanan sepi hampa akan selalu terlintas dijalan ini kadang kelikuan jalan tak terpikirkan terjalan yang menyayat sudah tak terasa lagi
Pernah terbesit impian yang telah tertanam untuk sedikit mengecup mata air kehidupan
Kegelapan menyelimuti malamku Detik-detik air kembali mengalir kembali deras mengalir menganak sungai mata memang tak memandang tapi hati peka karena ia ada
Maaf jika kubuatmu pilu Maafkan diriku kesucianmu ketulusanmu dekapan hatimu akan selalu ada di relungku
Tetesan embun bumi Tertumpah dari bak penampungan luapan dahsyat jeritan tangisan pilu lari tunggang langgang tak ada kesempatan habislah semua
percikan kobaran api disetiap sudut kota mereka menangis rindu akan dusun mengais rejeki pada lahar meminta rejeki pada penguasa bah,
mana keadilanmu dimana janji-janji manis mana sumpah serapahmu habiskah itu?
Masih kurangkah punggung ini kau bebani belum puaskah hati ini kau goresi setitik darah yang tak bermassa setetes tinta yang tak tersapa
tertutup mana janji apa tinggal seni obral penumpang kereta api menyahut dalam dekapan sejati
Ada apa? belum adakah datu pembawa kedamaian sejati dalam istana terakhir kami
DIBAWAH KIDUNG
Nyaringnya nyanyian malam kemerduan suara yang tak hilang seraya tersapu kabut yang bersekat dikeningku
Rasa ini tak sebanding setitik codet di dahi tapi laksana lukisan codet yang menghiasi
Kala perbandingan nyata kan tetap ada apa selalu bisa? yang diharap takkan habis apa mungkin? dalam bayangan semu
JENDELA
Gerbang kembali terbuka setelah sekian lama menutup segala kemungkinan tak ada kata tak ada makna merangkai dalam kalimat mana ungkapan ungkapan keberhasilan di atas batas kesuksesan di atas garis semu yang membumbung melengking tapi tak berbelok kembali ke sudut pandang berbeda dan mengungkap segala makna makna yang tersirat tapi tak terungkap
garis khayal pengungkap mimpi merajalela dalam simponi penebar alam sukma dan cakrawala lembaran tabir alam tak lagi tersenyum butiran-butiran senyum telah mati seiring lagu kesedihan yang kian padam memadamkan gelora yang mencekam
kelamnya siang tak terhiraukan malah mencekik kematian hidup, tapi sudah mati kadang sesekali bernafas atau bahkan hilang tanpa bekas
Mana hak Mana kewajiban gaya glamor lenggak-lenggok bak tarian pewayangan
seharusnya bukan kita para anak bangsa yang berpendidikan meninggalkan kesan bukan kesesatan mana ajaran tapi yang ada malah melahirkan durja-durja penghancur bangsa bandit-bandit penghancur negara cukong-cukong penjajah betapa laknat
berhentilah pelaknat bangsa berhentilah memabukkan pendidik pelahir tunas bangsa berpendidikan
LEMBARAN PERADABAN
Rintikan sukarela kesuma menantang badai tersapu jagad dalam malam kelam menantang gelayut badai gelombang
kikira tak dapat merana tapi malah menderita mengangkat sukma tak dapat berkata-kata Coretan tinta kumpulan syair melodi tak mampu lagi merangkai dalam lembaran suci peradaban
GORESAN KEHIDUPAN
terlarut aku dalam sepi lewat syair ini yang kutitipkan pada radar angin mereka tak menyangka ku bisa terluka mencoba memahami ku tau itu
Angin, sampaikan padanya keindahan yang lahir membelah peradaban memulai sejarah agar dia tau walau ku tak tau kapan dia akan mengerti aku tak pernah menginginkan merasakan peradaban ini
coba kau pahami lihatlah kemungkinan dan keindahan ini apa kau sanggup aku tak menginginkan hati yang terluka sungguh tega
bila kutak bisa ku tak memaksa telah di berikan kepadaku berbagai keajaiban keajaiban atas hatimu kebimbangan hati yang indah atas kesetiaan dan tanggungjawabmu
sungguh aku tak bisa sebentar nampak sebentar tenggelam hingga tiba pada saat ini dimana masih muram dan kelam bersama hari-hari yang suram
biarkan aku memuja biarkan hatiku menggelora biarkan api cinta membara lewat goresan senja rona jingga
biarkan aku melukismu dengan kuas merah jambu walau hanya semburat dalam kegelapan yang melengkapi kepergian surya kala bulan datang
lenyap mati sesekali bernafas lalu hilang tak ada daya bukan maya tapi nyata kenyataan dari goresan lama tak dapat menggugah jiwa
goresan-goresan tiada guna melayang termakan badai khatulistiwa terkadang mendung melukisnya melukis kematian duka menyelubungi pintu hati memakan korban dari penghuni hati merampas segala daya
belum cukupkah hak terampas terpenjara dalam lautan kematian semakin membabibuta malam bersaksi dari bintang
sekecil cahaya dari embun cakrawala penerang segala daya dari alam sukma 17. Panggul, 20 April 2011 SAJAK MALAM ITU
sisa kabut senja di malam itu membawa butiran-butiran salju lokal tak dingin memang tapi sungguh menusuk tulang memanah kebimbangan hati menjadi pasti
sayub-sayub lantunan burung camar malah terdengar kian berjarak memastikan butiran salju sampai di hadapan
goresan pelangi malam tak lagi membuat gempar bagai cincin sang dewi menerbitkan pita pita berwarna dan debu putih jelita
BUAT APA
buat apa kita bertanya kepada bulan tentang matahari jika mereka tidak pernah bertemu buat apa kita bertanya kepada hujan tentang halilintar jika mereka bertemu selalu membuat dilema buat apa kita bertanya kepada tanah tentang air jika tanah selalu menyimpannya buat apa kata bertanya kepada pohon tentang daun jika pohon selalu menggugurkannya buat apa kita bertanya kepada bintang tentang malam jika mereka hanya sesaat saja buat apa kita bertanya kepada awan tentang siang jika awan selalu melarikan diri dari siang buat apa kita bertanya kepada dermaga tentang perahu jika dermaga hanya menjadi persinggahan belaka buat apa kita bertanya kepada lautan tentang karang jika lautan selalu kehilangan karang buat apa bertanya kepada jalan tentang persimpangan jika persimpangan selalu membuat cobaan buat apa kita bertanya kepada hati jika kita tidak pernah memahaminya buat apa kita bertanya tentang cinta
buat apa itu semua apa hanya jadi bahan cerita atau gagasan melodi drama