Spondilitis Tuberkulosa
Spondilitis Tuberkulosa
FILE
2010
SPONDILITIS TUBERKULOSA
A. DEFINISI
Spondilitis tuberkulosa atau tuberkulosis tulang belakang adalah peradangan granulomatosa yg bersifat kronis destruktif oleh Mycobacterium tuberculosis. Dikenal pula dengan nama Potts disease of the spine atau tuberculous vertebral osteomyelitis. Spondilitis ini paling sering ditemukan pada vertebra T8 - L3 dan paling jarang pada vertebra C1 2. Spondilitis tuberkulosis biasanya mengenai korpus vertebra, tetapi jarang menyerang arkus vertebrae.
B.
ETIOLOGI
Mycobacterium tuberculosis merupakan bakteri berbentuk batang yg bersifat acid-fastnon-motile (tahan terhadap asam pada pewarnaan, sehingga sering disebut juga sebagai Basil/bakteri Tahan Asam (BTA)) dan tidak dapat diwarnai dengan baik melalui cara yg konvensional. Dipergunakan teknik Ziehl-Nielson untuk memvisualisasikannya. Bakteri tubuh secara lambat dalam media egg-enriched dengan periode 6-8 minggu. Produksi niasin merupakan karakteristik Mycobacterium tuberculosis dan dapat membantu untuk membedakannnya dengan spesies lain Spondilitis tuberkulosa merupakan infeksi sekunder dari tuberkulosis di tempat lain di tubuh, 5 95 % disebabkan oleh mikobakterium tuberkulosis tipik ( 2/3 dari tipe human dan 1/3 dari tipe bovin ) dan 5 10 % oleh mikobakterium tuberkulosa atipik. Lokalisasi spondilitis tuberkulosa terutama pada daerah vertebra torakal bawah dan lumbal atas, sehingga diduga adanya infeksi sekunder dari suatu tuberkulosa traktus urinarius, yg penyebarannya melalui pleksus Batson pada vena paravertebralis. Meskipun menular, tetapi orang tertular tuberculosis tidak semudah tertular flu. Penularan penyakit ini memerlukan waktu pemaparan yg cukup lama dan intensif dengan sumber penyakit (penular). Menurut Mayoclinic, seseorang yg kesehatan fisiknya baik, memerlukan kontak dengan penderita TB aktif setidaknya 8 jam sehari selama 6 bulan, untuk dapat terinfeksi. Sementara masa inkubasi TB sendiri, yaitu waktu yg diperlukan dari mula terinfeksi sampai menjadi sakit, diperkirakan sekitar 6 bulan. Bakteri TB akan cepat mati bila terkena sinar matahari langsung. Tetapi dalam tempat yg lembab, gelap, dan pada suhu kamar, kuman dapat bertahan hidup selama beberapa jam. Dalam tubuh, kuman ini dapat tertidur lama (dorman) selama beberapa tahun.
C.
PATOGENESIS
Spondilitis tuberkulosa merupakan suatu tuberkulosis tulang yang sifatnya sekunder dari TBC tempat lain di dalam tubuh. Penyebarannya secara hematogen, diduga terjadinya penyakit ini sering karena penyebaran hematogen dari infeksi traktus urinarius melalui pleksus Batson. Infeksi TBC vertebra ditandai dengan proses destruksi tulang progresif tetapi lambat di bagian depan (anterior vertebral body). Penyebaran dari jaringan yang mengalami perkejuan akan menghalangi proses pembentukan tulang sehingga berbentuk tuberculos squestra. Sedang jaringan granulasi TBC akan penetrasi ke korteks dan terbentuk abses paravertebral yang dapat menjalar ke atas atau bawah lewat ligamentum longitudinal anterior dan posterior. Sedangkan diskus intervertebralis karena avaskular lebih resisten tetapi akan mengalami dehidrasi dan penyempitan karena dirusak oleh jaringan granulasi TBC. Kerusakan progresif bagian anterior vertebra akan menimbulkan kifosis (Savant, 2007). Perjalanan penyakit spondilitis tuberkulosa terdiri dari lima stadium yaitu: 1. Stadium implantasi Setelah bakteri berada dalam tulang, apabila daya tahan tubuh penderita menurun, bakteri akan berduplikasi membentuk koloni yang berlangsung selama 6-8 minggu. Keadaan ini umumnya terjadi pada daerah paradiskus dan pada anak-anak pada daerah sentral vertebra. 2. Stadium destruksi awal Selanjutnya terjadi destruksi korpus vertebra dan penyempitan yang ringan pada diskus. Proses ini berlangsung selama 36 minggu. 3. Stadium destruksi lanjut Pada stadium ini terjadi destruksi yang massif, kolaps vertebra, dan terbentuk massa kaseosa serta pus yang berbentuk cold abses, yang tejadi 2-3 bulan setelah stadium destruksi awal. Selanjutnya dapat terbentuk sekuestrum dan kerusakan diskus intervertebralis. Pada saat ini terbentuk tulang baji terutama di depan (wedging anterior) akibat kerusakan korpus vertebra sehingga menyebabkan terjadinya kifosis atau gibbus. 4. Stadium gangguan neurologis Gangguan neurologis tidak berkaitan dengan beratnya kifosis yang terjadi tetapi ditentukan oleh tekanan abses ke kanalis spinalis. Vertebra torakalis mempunyai kanalis spinalis yang kecil sehingga gangguan neurologis lebih mudah terjadi di daerah ini. Apabila terjadi gangguan neurologis, perlu dicatat derajat kerusakan paraplegia yaitu: i. Derajat I Kelemahan pada anggota gerak bawah setelah beraktivitas atau berjalan jauh. Pada tahap ini belum terjadi gangguan saraf sensoris. ii. Derajat II Kelemahan pada anggota gerak bawah tetapi penderita masih dapat melakukan pekerjaannya. iii. Derajat III Kelemahan pada anggota gerak bawah yang membatasi gerak atau aktivitas penderita disertai dengan hipoestesia atau anestesia. iv. Derajat IV Gangguan saraf sensoris dan motoris disertai dengan gangguan defekasi dan miksi. TBC paraplegia atau Pott paraplegia dapat terjadi secara dini atau lambat tergantung dari keadaan penyakitnya. Pada penyakit yang masih aktif, paraplegia terjadi karena tekanan ekstradural dari abses paravertebral atau kerusakan langsung sumsum tulang belakang oleh adanya granulasi jaringan. Paraplegia pada penyakit yang tidak aktif atau sembuh terjadi karena tekanan pada jembatan tulang kanalis spinalis atau pembentukan jaringan fibrosis yang progresif dari jaringan granulasi tuberkulosa. TBC paraplegia terjadi secara perlahan dan dapat terjadi destruksi tulang disertai dengan angulasi dan gangguan vaskuler vertebra. 5. Stadium deformitas residual Stadium ini terjadi kurang lebih 3-5 tahun setelah stadium implantasi. Kifosis atau gibbus bersifat permanen karena kerusakan vertebra yang massif di depan (Savant, 2007).
SPONDILITIS TUBERKULOSA
ANT.FILE
D. PATOFISIOLOGI
2010
Kuman yg bangun kembali dari paru-paru akan menyebar mengikuti aliran darah ke pembuluh tulang belakang dekat dengan ginjal. Kuman berkembang biak umumnya di tempat aliran darah yg menyebabkan kuman berkumpul banyak (ujung pembuluh). Terutama di tulang belakang, di sekitar tulang thorakal (dada) dan lumbal (pinggang) kuman bersarang. Kemudian kuman tersebut akan menggerogoti badan tulang belakang, membentuk kantung nanah (abses) yg bisa menyebar sepanjang otot pinggang sampai bisa mencapai daerah lipat paha. Dapat pula memacu terjadinya deformitas. Gejala awalnya adalah perkaratan umumnya disebut pengapuran tulang belakang, sendi-sendi bahu, lutut, panggul. Tulang rawan ini akan terkikis menipis hingga tak lagi berfungsi. Persendian terasa kaku dan nyeri, kerusakan pada tulang rawan sendi, pelapis ujung tulang yg berfungsi sebagai bantalan dan peredam kejut bila dua ruang tulang berbenturan saat sendi digerakkan. Terbentuknya abses dan badan tulang belakang yg hancur, bisa menyebabkan tulang belakang jadi kolaps dan miring ke arah depan. Kedua hal ini bisa menyebabkan penekanan syaraf-syaraf sekitar tulang belakang yg mengurus tungkai bawah, sehingga gejalanya bisa kesemutan, baal-baal, bahkan bisa sampai kelumpuhan. Badan tulang belakang yg kolaps dan miring ke depan menyebabkan tulang belakang dapat diraba dan menonjol di belakang dan nyeri bila tertekan, sering sebut sebagai gibbus Bahaya yg terberat adalah kelumpuhan tungkai bawah, karena penekanan batang syaraf di tulang belakang yg dapat disertai lumpuhnya syaraf yg mengurus organ yg lain, seperti saluran kencing dan anus (saluran pembuangan). Tuberkulosis tulang adalah suatu proses peradangan yg kronik dan destruktif yg disebabkan basil tuberkulosis yg menyebar secara hematogen dari fokus jauh, dan hampir selalu berasal dari paru-paru. Penyebaran basil ini dapat terjadi pada waktu infeksi pri-mer atau pasca primer. Penyakit ini sering ter-jadi pada anak-anak. Basil tuberkulosis biasanya menyangkut dalam spongiosa tulang. Pada tempat infeksi timbul osteitis, kaseasi clan likuifaksi dengan pembentukan pus yg kemudian dapat mengalami kalsifikasi. Berbeda dengan osteomielitis piogenik, maka pembentukan tulang baru pada tuberkulosis tulang sangat sedikit atau tidak ada sama sekali. Di samping itu, periostitis dan sekwester hampir tidak ada. Pada tuberkulosis tulang ada kecenderungan terjadi perusakan tulang rawan sendi atau diskus intervertebra.
Dari pemeriksaan fisik Pada pemeriksaan refleks fisiologis normal. Ditemukan hipestesia (raba) setinggi VT6. Tidak ditemukan adanya refleks patologis. Pada pemeriksaan nervi cranialis tidak ditemukan adanya kelainan.
E.
PATOLOGI
Tuberkulosa pada tulang belakang dapat terjadi karena penyebaran hematogen atau penyebaran langsung nodus limfatikus para aorta atau melalui jalur limfatik ke tulang dari fokus tuberkulosa yang sudah ada sebelumnya di luar tulang belakang. Pada penampakannya, fokus infeksi primer tuberkulosa dapat bersifat tenang. Sumber infeksi yang paling sering adalah berasal dari sistem pulmoner dan genitourinarius.
SPONDILITIS TUBERKULOSA
ANT.FILE
2010
Pada anak-anak biasanya infeksi tuberkulosa tulang belakang berasal dari fokus primer di paru-paru sementara pada orang dewasa penyebaran terjadi dari fokus ekstrapulmoner (usus, ginjal, tonsil). Penyebaran basil dapat terjadi melalui arteri intercostal atau lumbar yang memberikan suplai darah ke dua vertebrae yang berdekatan, yaitu setengah bagian bawah vertebra diatasnya dan bagian atas vertebra di bawahnya atau melalui pleksus Batsons yang mengelilingi columna vertebralis yang menyebabkan banyak vertebra yang terkena. Hal inilah yang menyebabkan pada kurang lebih 70% kasus, penyakit ini diawali dengan terkenanya dua vertebra yang berdekatan, sementara pada 20% kasus melibatkan tiga atau lebih vertebra. Berdasarkan lokasi infeksi awal pada korpus vertebra dikenal tiga bentuk spondilitis: 1. Peridiskal / paradiskal Infeksi pada daerah yang bersebelahan dengan diskus (di area metafise di bawah ligamentum longitudinal anterior / area subkondral). Banyak ditemukan pada orang dewasa. Dapat menimbulkan kompresi, iskemia dan nekrosis diskus. Terbanyak ditemukan di regio lumbal. 2. Sentral Infeksi terjadi pada bagian sentral korpus vertebra, terisolasi sehingga disalahartikan sebagai tumor. Sering terjadi pada anak-anak. Keadaan ini sering menimbulkan kolaps vertebra lebih dini dibandingkan dengan tipe lain sehingga menghasilkan deformitas spinal yang lebih hebat. Dapat terjadi kompresi yang bersifat spontan atau akibat trauma. Terbanyak di temukan di regio torakal. 3. Anterior Infeksi yang terjadi karena perjalanan perkontinuitatum dari vertebra di atas dan dibawahnya. Gambaran radiologisnya mencakup adanya scalloped karena erosi di bagian anterior dari sejumlah vertebra (berbentuk baji). Pola ini diduga disebabkan karena adanya pulsasi aortik yang ditransmisikan melalui abses prevertebral dibawah ligamentum longitudinal anterior atau karena adanya perubahan lokal dari suplai darah vertebral. 4. Bentuk atipikal Dikatakan atipikal karena terlalu tersebar luas dan fokus primernya tidak dapat diidentifikasikan. Termasuk didalamnya adalah tuberkulosa spinal dengan keterlibatan lengkung syaraf saja dan granuloma yang terjadi di canalis spinalis tanpa keterlibatan tulang (tuberkuloma), lesi di pedikel, lamina, prosesus transversus dan spinosus, serta lesi artikuler yang berada di sendi intervertebral posterior. Insidensi tuberkulosa yang melibatkan elemen posterior tidak diketahui tetapi diperkirakan berkisar antara 2%-10%.
F.
MANIFESTASI KLINIS
Gambaran klinis spondilitis tuberkulosa yaitu: a. Badan lemah, lesu, nafsu makan berkurang, dan berat badan menurun. b. Suhu subfebril terutama pada malam hari dan sakit (kaku) pada punggung. Pada anak-anak sering disertai dengan menangis pada malam hari. c. Pada awal dijumpai nyeri interkostal, nyeri yang menjalar dari tulang belakang ke garis tengah atas dada melalui ruang interkostal. Hal ini disebabkan oleh tertekannya radiks dorsalis di tingkat torakal. d. Nyeri spinal menetap dan terbatasnya pergerakan spinal e. Deformitas pada punggung (gibbus) f. Pembengkakan setempat (abses) g. Adanya proses tbc (Tachdjian, 2005). Kelainan neurologis yang terjadi pada 50 % kasus spondilitis tuberkulosa karena proses destruksi lanjut berupa: a. Paraplegia, paraparesis, atau nyeri radix saraf akibat penekanan medula spinalis yang menyebabkan kekakuan pada gerakan berjalan dan nyeri. b. Gambaran paraplegia inferior kedua tungkai yang bersifat UMN dan adanya batas defisit sensorik setinggi tempat gibbus atau lokalisasi nyeri interkostal (Tachdjian, 2005).
G.
H.
SPONDILITIS TUBERKULOSA
ANT.FILE
j.
2010
Identifikasi PCR (Polymerase Chain Reaction) meliputi denaturasi DNA kuman tuberkulosis melekatkan nukleotida tertentu pada fragmen DNA dan amplifikasi menggunakan DNA polimerase sampai terbentuk rantai DNA utuh yang diidentifikasi dengan gel. 2. Pemeriksaan radiologis a. Foto toraks atau X-ray untuk melihat adanya tuberculosis pada paru. Abses dingin tampak sebagai suatu bayangan yang berbentuk spindle. b. Pemeriksaan foto dengan zat kontras. c. Foto polos vertebra ditemukan osteoporosis, osteolitik, destruksi korpus vertebra, penyempitan diskus intervertebralis, dan mungkin ditemukan adanya massa abses paravertebral. d. Pemeriksaan mielografi. e. CT scan memberi gambaran tulang secara lebih detail dari lesi irreguler, skelerosis, kolaps diskus, dan gangguan sirkumferensi tulang. f. MRI mengevaluasi infeksi diskus intervertebralis dan osteomielitis tulang belakang serta menunjukkan adanya penekanan saraf (Lauerman, 2006).
I.
a.
b. c.
d.
J.
K.
L.
SPONDILITIS TUBERKULOSA
ANT.FILE
4. Stabilisasi vertebra dengan graft tulang (bone graft) (Graham, 2007). Pengobatan pada spondilitis tuberkulosa terdiri dari:
2010
1. Terapi konservatif
Tirah baring (bed rest). Memberi korset yang mencegah atau membatasi gerak vertebra. Memperbaiki keadaan umum penderita. Pengobatan antituberkulosa. Standar pengobatan berdasarkan program P2TB paru yaitu: i. Kategori I untuk penderita baru BTA (+/-) atau rontgen (+). a) Tahap 1 diberikan Rifampisin 450 mg, Etambutol 750 mg, INH 300 mg, dan Pirazinamid 1.500 mg setiap hari selama 2 bulan pertama (60 kali). b) Tahap 2 diberikan Rifampisin 450 mg dan INH 600 mg 3 kali seminggu selama 4 bulan (54 kali). ii. Kategori II untuk penderita BTA (+) yang sudah pernah minum obat selama sebulan, termasuk penderita yang kambuh. 1. Tahap 1 diberikan Streptomisin 750 mg, INH 300 mg, Rifampisin 450 mg, Pirazinamid 1500 mg, dan Etambutol 750 mg setiap hari. Streptomisin injeksi hanya 2 bulan pertama (60 kali) dan obat lainnya selama 3 bulan (90 kali). 2. Tahap 2 diberikan INH 600 mg, Rifampisin 450 mg, dan Etambutol 1250 mg 3 kali seminggu selama 5 bulan (66 kali). Kriteria penghentian pengobatan yaitu apabila keadaan umum penderita bertambah baik, LED menurun dan menetap, gejala-gejala klinis berupa nyeri dan spasme berkurang, serta gambaran radiologis ditemukan adanya union pada vertebra. 2. Terapi operatif a. Apabila dengan terapi konservatif tidak terjadi perbaikan paraplegia atau malah semakin berat. Biasanya 3 minggu sebelum operasi, penderita diberikan obat tuberkulostatik. b. Adanya abses yang besar sehingga diperlukan drainase abses secara terbuka, debrideman, dan bone graft. c. Pada pemeriksaan radiologis baik foto polos, mielografi, CT, atau MRI ditemukan adanya penekanan pada medula spinalis (Ombregt, 2005). Walaupun pengobatan kemoterapi merupakan pengobatan utama bagi penderita spondilitis tuberkulosa tetapi operasi masih memegang peranan penting dalam beberapa hal seperti apabila terdapat cold absces (abses dingin), lesi tuberkulosa, paraplegia, dan kifosis. a. Cold absces Cold absces yang kecil tidak memerlukan operasi karena dapat terjadi resorbsi spontan dengan pemberian tuberkulostatik. Pada abses yang besar dilakukan drainase bedah. b. Lesi tuberkulosa 1) Debrideman fokal. 2) Kosto-transveresektomi. 3) Debrideman fokal radikal yang disertai bone graft di bagian depan. c. Kifosis 1) Pengobatan dengan kemoterapi. 2) Laminektomi. 3) Kosto-transveresektomi. 4) Operasi radikal. 5) Osteotomi pada tulang baji secara tertutup dari belakang. Operasi kifosis dilakukan apabila terjadi deformitas hebat. Kifosis bertendensi untuk bertambah berat, terutama pada anak. Tindakan operatif berupa fusi posterior atau operasi radikal (Graham, 2007). a. b. c. d.
SPONDILITIS TUBERKULOSA