Seringkali suami atau istri tidak sepenuhnya menyadari bahwa pasangan mereka
bukanlah pilihannya yang tepat. Teman hidup yang dipilih belum tentu lelaki atau
wanita yang paling sempurna, belum tentu pula selera dan kepribadiannya sama dengan
citarasa yang kita inginkan.
Diluar keyakinan bahwa jodoh sudah ada yang menentukan, banyak hal” yang
mempengaruhi siapa pilihan hidup seseorang. Apakah jodoh kita hanya satu orang??,
lantas kenapa banyak kasus bahwa seorang lelaki mempunyai lebih dari satu istri
(poligami) dan sebaliknya (poliyandri). Kalau memang jodoh jodoh hanya satu, tapi
pilihan dan peluang untuk memilih yang lain menjadi pasangan kita sebenarnya masih
banyak. Misalnya semakin luas pergaulan seseorang, jodoh bukan lagi hanya sebatas
pagar rumah, semakin matang seseorang, di pikirannya semakin kokoh formulasi ideal
untuk mencari calon teman hidupnya, semakin pragmatis pandangan hidup seseorang,
semakin dipakai akal sehatnya dalam memilih pasangan hidupnya.
Peta Cinta
Mungkin diantara kita pernah mendengar istilah peta cinta. Sebenarnya setiap
orang memiliki peta cintanya sendiri, tapi masalahnya adalah apakah petanya sudah
digambarkan sudah jelas atau belum???, dan kalau memang sudah jelas gambarnya,
apakah ia akan konsisten berjalan dengan garis peta yang ia buat???. Dan peta cinta ini
menentukan prefensi seseorang dalam memilih lawan jenis yang diidamkannya.
Ada lelaki yang lebih memilih wanita yang mempunyai sifat keibuan, ada juga
yang lebih memilih wanita yang lincah dan energik, dsb. Begitu juga wanita, ada yang
lebih lelaki dari segi wajahnya saja dan ada juga yang lebih memilih pendapatannya
seberapa besar. Terlepas dari ini semua, baik laki” maupun wanita pasti ingin memiliki
pasangan hidupnya sempurna seperti baik budi pekertinya, cantik/ganteng wajahnya,
smart&kreatif dengan arah pikirannya dan kaya akan hartanya. Tapi yang paling menjadi
prioritas adalah baik budi pekertinya.
Peta cinta dibangun dari pengalaman masa kecil yang menyenangkan dan masa
depan yang diidam”kan. Bagaimana tidak, masa lalu adalah pegangan kebanyakan
seseorang dalam memilih pasangan hidupnya. Bagi seseorang yang belum pernah jatuh
cinta, mungkin ia mengidamkan sosok seperti gurunya di waktu ia masih kecil, dan bagi
orang yang pernah jatuh cinta dan kandas di tengah jalan, biasanya ia sangat paham
akan kemauan hatinya. Jadi carilah seseorang yang benar “sesuai” dengan harapan kita
agar kita tidak menyesal di kemudian hari….
Cinta kepada manusia tidaklah abadi!, nah itulah pendapat yang disimpulkan
oleh antropolog dari Amerika Serikat, Helen Fisher setelah melakukan penlitian selama
bertahun” tentang cinta. Tapi apakah cinta dapat dengan mudah di”stempel” seperti
itu????. Menimbang bahwa cinta amatlah rumit!!!. Helen pun mengkajinya bukan hanya
dari ilmu budaya bahkan menggunakan ilmu kimia.
Yang kita telah ketahui bahwa cinta identik dengan sebuah misteri. Cinta
meskipun sangat mudah dirasakan, tapi sangatlah sulit dan rumit untuk dimengerti.
Cinta dapat menimbulkan kebahagiaan sekaligus kesengsaraan dan menjadikan manusia
bebas sekaligus tertawan.
Kalau memang cinta itu begitu rumit, apakah kita percaya begitu saja dengan apa
yang telah disampaikan oleh Helen Fisher bahwa cinta kepada sesama manusia itu tidak
abadi. Tapi yang telah kita yakini bahwa cinta kepada Sang Pencipta cinta dan manusia
adalah cinta yang abadi dan tidak bisa diganggu gugat!!!!.
Tinggal di rumah goa, di dalamnya ada tv, kursi, bola golf dari batu, dll. Itulah
gambaran dari film animasi Flinstone yang mengisahkan manusia zaman purba yang
dikemas seperti zaman modern. Masalah” yang dihadapi Flinstone dan istrinya; Wilma
serta tetangganya sekaligus sahabat karibnya Barney Ruble dan istrinya; Betty adalah
gambaran situasi masa kini. Suami bekerja diluar rumah dan istri mengurus rumah
tangga. Kadang” digambarkan betapa Wilma dan Betty bersyukur karena suami” mereka
adalah sosok lelaki yang biasa” saja dengan segala kelemahan yang patut diterima.
Walaupun demikian, ada banyak pesan yang tersirat dibalik film itu. Betapapun
pesatnya kamajuan suatu zaman, bahwa hubungan antara lelaki dan wanita yang tetap
eksis keberadaannya.
Idealisme cinta seperti ini memang banyak muncul di dalam berbagai cerita
rakyat seperti legenda dsb. Shakespeare (1564-1616 M) menulis perjalanan cinta dua
anak manusia, yaitu Romeo dan Juliet yang melawan budaya kala itu bahwa kaum
ningrat haruslah dengan kaum ningrat dan sebaliknya.
Maka sangat wajar sekali jika muncul pertanyaan apakah cinta yang kita ketahui
ini cinta murni atau cinta yang sudah terkontaminasi dengan budaya (feodalisme)?.
Yang sama” kita ketahui bahwa banyak sekali orang yang menjalani cinta bukan karena
cinta itu sendiri, tetapi ada yang merupakan paksaan dari orang tuanya/walinya atau
yang lebih buruk lagi karena harta orang yang “dicintai”nya. ;-(
Banyak orang yang mengklaim bahwa dirinya itu mencintai orang lain, seperti
guru mencintai muridnya, orang tua mencintai anaknya dan Negara mencintai
rakyatnya. Dengan kata lain bahwa semua orang telah menyebarkan rasa cinta di atas
muka bumi ini. Yang jadi pertanyaan adalah apakah cinta yang diberikan untuk orang
lain itu murni adanya???.
Sampai sekarang kita belum tahu pasti apa arti dari cinta itu sendiri. Para ahli
filsafat menafsirkan dan menjelaskan dengan berbelit” yang justru membuat kita
bingung. Maka tidak heran jika kemudian setiap orang memilih untuk menafsirkan arti
cinta menurut yang mereka pahaminya. Dengan cara itu, arti cinta tidak harus terikat
dengan logosentrisme definisi cinta yang dibuat oleh kaum intelektual.
Yang menarik adalah apakah cinta yang begitu agung dan tulus itu sudah
terjelma dalam kehidupan sehari”???. Jawabannya adalah belum!. Kenapa?, karena
cinta yang tersebar saat ini masih dikotori rasa ingin menguasai oleh para pelakunya,
dan nampaknya dianggap wajar dan diterima begitu saja (Taken for Granted). Sebab
para guru masih banyak yang mendiskreditkan murid”nya yang berani melontarkan
kritikan terhadapnya dan negarawan banyak yang menagmbil suatu keputusan tanpa
mempertimbangkan rakyatnya (seperti menaikkan harga BBM misalnya). Dari sini dapat
dilihat bahwa guru dan negarawan lebih mencintai dirinya (kebanyakan).
Dalam sebuah sistem kekuasaan, naluri ingin mengatur itu terlihat jelas. Bahkan
jika kita melihat berbagai fakta yang ada, terlihat bahwa unsur kuasa lebih dominan
dabandingkan unsure cinta. Kita dapat bercermin dengan Negara kita sendiri. Negara
yang dalam perkembangannya diidentikkan dengan pemerintah dan penguasa yang
memang dapt dikatakan “telah” memperhatikan nasib rakyatnya. Namun sayang seribu
sayang, proyeksi dari rasa cinta Negara terhadap rakyatnya itu tidak sebanding dan
seimbang dengan rasa kuasa yang ada.
Rakyat diberi makan melalui kesibukkan sehari” mencari nafkah, tetapi rakyat
tidak “boleh” menuntut lebih, dan yang lebih parah lagi kita sebagai rakyatnya tidak
diizinkan melakukan hal” yang berkenaan dengan penuntutan hak” dengan alas an yang
dikait”kan dengan stabilitas Negara (contoh konkrit adalah aktivis HAM; Munir).
Dari kenyataan diatas dapat ditarik salah satu dari sekian banyanya kesimpulan
bahwa cinta yang ada selama ini selalu berbalut erat dengan kekuasaan. Cinta bukan lagi
pengorbanan tetapi tuntutan. Dan jika tuntutan tidak dipenuhi, seringkali terjadi
kekerasan baik kekerasan yang bersifat fisik maupun psikis, yang sangat bertentangan
dengan prinsip dasar cinta; penuh kasih dan kedamaian.
Cinta dan Kebencian
Hal apakah yang paling dominan di dunia ini???, jawabannya adalah Cinta dan
Kebencian. Keduanya lah yang mewarnai sejarah hidup manusia menjadi putih atau
hitam. Karena cinta, Adam dan Hawa bersatu, dan karena cinta pula istana Tajmahal di
india tegak berdiri, serta masih banyak lagi bukti indah lain yang diciptakan oleh cinta.
Berawal dari cinta cerita kehidupan diputar. Tapi sayang, sejarah manusia
tercoreng dengan pembunuhan Qabil terhadap adiknya; Habil yang didalangi oleh
kebencian. Sebuah tragedy yang tragis untuk pertama kali dalam sejarah anak manusia.
Cinta pulalah yang mewarnai drama kehidupan di dunia ini dengan mempesona
dan dengan kebencian pula kehidupan dikotori dengan kebencian yang memilukan.
Cinta membuat dunia hidup, damai, indah dan penuh pesona. Sebalinya, kebencian
menjadikan dunia Nampak terbujur kaku seperti mayat, aromanya bau menyengat dan
tidak layak untuk diberi hormat.