PENDAHULUAN
Cinta adalah kebutuhan dasar manusia yang dituangkan Abraham Maslow dalam
teori humanistiknya tentang Hirarki Kebutuhan manusia yakni kebutuhan akan rasa
cinta, mencintai dan dicintai, menerima dan memberi kasih sayang serta terdapat pula
penerimaan dari orang lain (Huffman, Vernoy & Vernoy, 1997). Adalah cukup baginya,
yang memproses cinta dengan benar, untuk memulainya semenjak muda dengan
mencari tubuh-tubuh yang indah, (Diotima, Plato, 1993)
Jatuh cinta biasanya diawali dengan perkenalan antara dua orang, kemudian
muncul perasaan suka. Seseorang akan mulai menyeleksi orang yang disukai mulai dari
kepribadian, paras, tingkah laku. Lalu mulai menjaga intensitas pertemuan lebih dan
menjaga hubungan dengan komuniakasi aktif. Beberapa ahli psikologi menemukan
bahwa asal mula orang jatuh cinta adalah karena menyukai orang yang mirip dengan
dirinya sendiri, mempunyai kedekatan secara sosial dan emosional (keakraban) dan
kemiripan, dan akhirnya seseorang akan jatuh cinta (Atkinson, 1992).
Adanya anggapan bahwa cinta tak perlu dipelajari disebabkan oleh kesalahan
ketiga yaitu keliru antara pengalaman awal tentang “jatuh” cinta (falling in love)
dengan keadaan permanen mencinta (being in love) atau yang lebih tepat kita katakana,
“berada” dalam cinta (standing in love) (Erich Fromm, 1965). Jika ada dua orang yang
awalnya asing, sebagaimana kita semua, tiba-tiba membiarkan tembok diantara mereka
runtuh, lalu merasa dekat, merasa menyatu, maka momen kesatuan ini menjadi
pengalaman paling menggembirakan dan menyenangkan dalam hidup.
Hubungan cinta yang dilakukan oleh lawan jenis bisa mengantar mereka pada
jenjang yang lebih serius, yakni pernikahan. Cinta bentuk ini adalah cinta romantis.
Cinta yang romantis inilah, yang merupakan alasan utama untuk menikah (Santrock,
1
1995). Ketika telah berlangsungnya pernikahan, kedua individu inipun tentunya
mengharapkan dapat menghasilkan keturunan. Karena disitulah salah satu alasan untuk
bertahannya hubungan pernikahan.
Di zaman modern ini hubungan pasangan kekasih tidak hanya sebatas lawan jenis
antara laki-laki dan perempuan.Carol (dalam Prima & Ika, 2001) mengatakan orientasi
seksual merupakan istilah yang mengarah kepada jenis kelamin, yang ditandai dengan
ketertarikan secara emosional, fisik, seksual dan cinta yang bertahan lama. Orientasi
seksual terbagi tiga yaitu heteroseksual, homoseksual dan biseksual. Di Alabama
menunjukan rumah tangga sesama jenis naik 38,8 persen antara tahun 2000 dan tahun
2010, dan naik 42,1 persen di Wyoming dan 55,4 pesren di Kansas.
Di Indonesia sendiri data statistik dari survey YPKN (Yayasan Pendidikan Kartini
Nusantara) menunjukan ada 4000 hingga 5000 penyuka sesama jenis di Jakarta.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Kinsey pada remaja berusia 20 tahun, terdapat
17% perempuan mempunyai pengalaman lesbian kemudian pada penelitian yang
2
dilakukan terhadap remaja berusia 16-19 tahun, terdapat 6 persen wanita lesbian. Pada
tahun 1986 beberapa lesbian Jakarta sempat mendirikan Persatuan Lesbian Indonesia
(Perlesin), karena merasa terdorong oleh perkawinan dua wanita pada tahun 1981 yang
mendapatkan liputan media massa dan terinspirasi dari keikutsertaan mereka di
organisasi Lambda Indonesia cabang Jakarta. Organisasi ini tidak terkenal secara luas
sebagaimana halnya organisasi gay,dan hanya bertahan kurang dari satu tahun. Cinta
lesbian di abad ke-21 telah memasuki era baru dalam masa bagaimana hal itu dirasakan
dan digambarkan secara terang-terangan berkumpul di suatu tempat, menjadi komunitas
yang terbuka. Perkembangan komunitas lesbian modern di akhir abad ke-21 ketika
lesbian mulai merayakan sensualitas, bahaya, intensitas, dan kenyamanan cinta antara
perempuan di depan umum (UNDP Indonesia) Para lesbian yang terpelajar juga
membenarkan catatan sejarah dengan menggunakan surat-surat cinta dan puisi dari
berbagai abad yang mana menunjukan gairah, kehangatan, dan kasih saying dari cinta
lesbian (Rose & Eaton, 2012).
Kota seperti Manado yang sudah mulai mempercepat pembangunannya baik SDA
maupun SDM, di dalamnya terdapat para lesbian yang tengah berada dalam pergaulan di
masyarakat. Mereka berbaur dengan masyarakat untuk tetap bisa bersosialisasi dan
diterima di kalangan masyarakat sekitar. Peneliti tertarik untuk mengkaji perilaku seks
lesbian, menitik beratkan pada konsep cinta pada remaja perempuan penyuka sesama
jenis (lesbian). Seseorang dengan orientasi homoseksual lesbian jatuh cinta karena
merasa memiliki kesamaan jenis kelamin.
3
Tujuan dari skripsi ini adalah untuk mengetahui dan menganalsis gambaran
konsep cinta pada remaja lesbian di kelurahan Maasing Kecamatan Tuminting Kota
Manado
1.4 Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan, referensi untuk pengembangan
disiplin ilmu psikologi khususnya psikologi klinis
2. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai pedoman dan referensi untuk pihak-
pihak yang terkait, antara lain :
a. Subjek
Dengan hadirnya penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber pengetahuan
baru bagi subjek untuk memahami dirinya melalui ungkapan konsep cintanya terhadap
objek seksualnya
b. Masyarakat
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat mengetahui ungkapan konsep cinta
remaja dengan objek seksual lesbian serta masyarakat dapat memahami perilaku dari
remaja lesbian serta diharapkan agar dapat memberikan bimbingan dengan selayaknya
pada pelaku lesbian.
c. Penelitian Selanjutnya
Hasil dari penelitian ini dapat memberikan pengetahuan dan masukan untuk
penelitian selanjutnya yang akan melakukan peneltian tentang konsep cinta pada remaja
lesbian
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Cinta
Cinta adalah seni. Fromm (2005) menyatakan bahwa sama seperti hidup adalah
sebuah seni maka cinta adalah sebuah seni. Sama seperti berbagai seni seperti menari,
melukis, menyanyi dan sebagainya maka untuk menguasai seni tersebut kita juga harus
belajar mencintai Teori cinta harus dimulai dengan teori tentang manusia. Manusia
bukanlah hewan, maka keinginan untuk mencintai pastilah bukan sekedar dorongan
naluriah semata. Manusia memiliki emosi dan rasio dalam menentukan apa yang
dirasakan dan bagaimana mewujudkan perasaan tersebut. Mengenali perasaan cinta saja
belum dapat membuat kita mampu mencintai karena kita sering salah dalam
mengartikan perasaan cinta. Menurut Erich Fromm (1965) manusia membutuhkan rasio
untuk mencintai. Manusia adalah makhluk yang sadar akan dirinya. Kesadaran ini juga
memperjelas akan apa yang boleh dan tidak boleh kita lakukan saat kita mencintai.
Kesadaran ini juga mendorong kita untuk mencpai apa yang kita untuk mencapai apa
Mencintai diri sendiri lebih dulu sebelum orang lain adalah self-centered love.
Ini adalah kecenderungan alamiah kita. Pemikiran untuk mencintai diri sendiri sebelum
orang lain merupakan pemikiran yang lahir dari faham sofis yang merelatifkan
kebenaran dengan argument yang halus dan pintar yang dimaksudkan untuk menipu
atau menyesatkan
5
Stenberg (1988) mengatakan cinta adalah bentuk emosi manusia yang paling
dalam dan paling diharapkan. Manusia mungkin akan berbohong, menipu,mencuri dan
bahkan membunuh atas nama cinta dan lebih baik mati daripada kehilangan cinta. Cinta
dapat meliputi setiap orang dan dari berbagai tingkatanusia. Sedangkan menurut
Hendrick dan Hendrick (1992), tidak ada satupun fenomena yang dapat menggambarkan
bagaimana itu cinta, pada akhirnya cinta merupakan seperangkat keadaan emosional dan
mental yang kompleks. Pada dasarnya tipe-tipe cinta yang dialami masing-masing
(dalam Hendrick dan Hendrick, 1992) cinta itu adalah suatu sikap yang diarahkan
seseorang terhadap orang lain yang dianggap istimewa, yang mempengaruhi cara
Menurut Libowitz (dalam Wortman, 1992) cinta adalah suatu perasaan positif
yang kuat yang kita rasakan terhadap seseorang dan merupakan perasaan positif terkuat
yang pernah kita alami. Dalam setiap tipe cinta, elemen perhatian terhadap orang yang
dicintai sangatlah penting. Tanpa adanya unsur perhatian yang murni, apa yang disebut
cinta mungkin hanya hasrat saja. Selain unsur perhatian , unsur rasa hormat juga
diperlukan. Rasa hormat yang akan membuat individu menghargai identitas dan
Teori yang paling terkenal tentang cinta adalah teori yang dikemukakan oleh
Robert Stenberg yang dikenal dengan Stenberg’s triangular of love. Menurut Stenberg
6
(dalam Taylor dkk, 2000) semua pengalaman cinta memiliki tiga komponen cinta yaitu
a. Keintiman (Intimacy)
Komponen keintiman maksudnya adalah perasaan ingin selalu dekat, ingin selalu
berhubungan, membentuk ikatan dengan orang yang dicintai. Dalam komponen ini, ada
keinginan untuk selalu memberi perhatian pada orang yang dicintai. Kedekatan diri
dengan pasangan dan komunikasi yang intim adalah sesuatu yang penting. Komponen
ini sangat penting baik pada cinta romantis, cinta terhadap anak-anak maupun pada
teman baik.
hubungan. Ciri-cirinya antara lain adalah adanya perasaan kedekatan dengan seseorang,
senang berbincang-bincang dengannya dalam waktu lama, merasa rindu bila lama tidak
bertemu dan ada keinginan untuk saling bergandengan tangan atau merangkul bahu.
elemen yaitu :
7
Seseorang akan menikmati kegiatan yang dijalankan dengan pasangannya, ketika
membentuk kenangan-kenangan yang mungkin akan mereka ingat pada masamasa sulit
dikemudian harinya.
ada kekurangan dan cacat pada diri orang yang dicintainya tersebut, tidak akan
Pasangan akan saling mengerti satu sama lain. Mereka memahami kelebihan dan
barang yang dimilikinya kepada pasangannya. Bahkan mereka juga saling berbagi
kekayaan dan yang lebih penting mereka saling berbagi dirinya sendiri.
8
Seseorang akan merasa didukung oleh pasangannya terutama pada saat
dibutuhkan.
dalam kehidupannya.
merasakan semua komponen diatas, tetapi sebaliknya dari hasil penelitian dibuktikan
perasaan yang sangat penting dikemukakan diatas, dimana jumlahnya berbeda tiap-tiap
b. Gairah (Passion)
Komponen gairah adalah dorongan yang mengarahkan pada suatu emosi yang
kuat dalam hubungan cinta tersebut. Dalam hubungan cinta romantis, ketertarikan fisik
dan seksual mungkin adalah hal yang utama. Namun motif yang lainnya seperti
9
memberi dan menerima perhatian, kebutuhan akan harga diri atau kebutuhan untuk
mendominasi mungkin turut terlibat. Komponen gairah dikatakan oleh Eaine Hatfield
dan Walster (dalam Sternberg, 1988) sebagai “keadaan kepemilikan dan bersatu dengan
orang yang dicintai.” Gairah adalah ekspresi dari hasrat dan kebutuhan seperti harga
diri, kasih sayang, dominansi, nurturance dan kebutuhan seksual. Derajat kekuatan dari
kebutuhan-kebutuhan ini bervariasi tergantung pada jenis individunya, situasi dan jenis
hubungan dari kebutuhan yang dijalani. Gairah dalam cinta cenderung berinteraksi
dengan keintiman bahkan saling mendukung satu sama lain. Bahkan kadang-kadang
gairah dapat dibangkitkan melalui keintiman. Pada beberapa jenis hubungan yang
melibatkan lawan jenis, komponen gairah ini akan muncul dengan cepat dan keintiman
Gairah dalam suatu hubungan mungkin adalah hal yang pertama sekali muncul,
beberapa jenis hubungan, gairah akan muncul belakangan setelah munculnya keintiman.
Ada pula jenis hubungan dimana gairah dan keintiman saling berlawanan. Misalnya
menganggap gairah adalah hal-hal yang berhubungan dengan seksual. Tetapi setiap
individu dengan kebutuhan kasih saying yang tinggi mungkin akan mendapatkan
c. Komitmen (Commitment)
10
Komponen komitmen merupakan suatu keputusan yang diambil seseorang bahwa dia
mencintai orang lain dan secara berkesinambungan akan tetap mempertahankan cinta
tersebut. Hal ini adalah komponen kognitif utama dari cinta. Komponen komitmen
sendiri mempunyai dua aspek jangka pendek dan jangka panjang. Aspek jangka pendek
adalah untuk mempertahankan hubungan cinta tersebut. Kedua aspek ini tidak harus
berinteraksi dengan keintiman dan gairah. Bagi kebanyakan orang, komitmen dihasilkan
Tabel 2.1
11
Misalnya, keintiman dan komitmen relatif lebih stabil dalam hubungan yang
dekat, sementara gairah cenderung relatif tidak stabil dan berubah-ubah tanpa dapat
kesadaran yang tinggi terhadap komitmen tetapi kontrol yang sangat sedikit terhadap
keterbangkitan gairah. Kita selalu sadar terhadap kemunculan gairah, namun kesadaran
mengalami perasaan hangat karena adanya keintiman, tetapi tidak menyadarinya bahkan
tidak dapat melabelnya. Hal yang sama terjadi bahwa kita tidak menyadari seberapa
tinggi komitmen kita terhadap orang lain dan terhadap hubungan tersebut sampai ada
Peran dari ketiga komponen ini bervariasi, tergantung kepada hubungan cinta yang
berlangsung, jangka panjang atau jangka pendek. Dalam hubungan jangka pendek,
khususnya cinta romantis, gairah (passion) memainkan peran yang besar sedangkan
peran yang paling kecil. Sebaliknya dalam hubungan yang jangka panjang, keintiman
dan komitmen justru berperan sangat besar, sedangkan gairah perannya menengah saja
cinta. Keintiman biasanya ditempatkan di posisi puncak dari banyak hubungan cinta,
dimana jenis hubungan cinta yang dimaksud adalah hubungan dengan orangtua, saudara,
kekasih, atau teman dekat. Gairah kelihatannya sangat terbatas keberadaannya pada
12
jenis hubungan cinta tertentu, khususnya yang romantis. Sementara keberadaan
komitmen sangat bervariasi pada hubungan cinta yang berbeda. Misalnya, komitmen
cenderung tinggi pada cinta terhadap anak, tetapi relatif rendah pada cinta terhadap
teman yang dapat berubah sepanjang masa. Ketiga komponen ini juga berbeda
Menurut Erich Fromm (2005) karakter aktif cinta makin jelas karena selalu
menyiratkan elemen-elemen dasar tertentu, sama pada semua bentuk cinta, yaitu:
a. Perhatian
Cinta yang berarti perhatian paling tampak dalam cinta ibu pada anaknya. Jika
kita melihatnya kurang perhatian dalam mengurus bayinya, jika dia menolak
memberinya makan, memberinya kenyamanan fisik, maka cintanya tidak tulus dan kita
akan terkesan cintanya jika kita melihatnya mengurus anaknya. Cinta adalah aktif pada
kehidupan dan pertumbuhan yang kita cintai itu. Jika kepedulian aktif ini lemah, berarti
cinta itu tidak ada. Perhatian dan kepedulian menyiratkan aspek lainnya dari cinta: yaitu
yaitu.
b. Tanggung Jawab
keberadaan manusia lain. “Bertanggung jawab” (responsible) artinya sanggup dan siap
untuk tanggap (respond). Cinta antara orang dewasa terutama berkenaan dengan
13
kebutuhan psikis akan orang lain. Tanggung jawab dengan mudah bisa mundur menjadi
dominasi dan sikap posesif, yang tak sesuai dengan komponen cinta, rasa hormat.
c. Rasa Hormat
Hormat bukanlah rasa takut, melainkan, sesuatu akar katanya (respierce) artinya
kekhasannya sebagai individu. Hormat berarti peduli bahwa orang lain harus bertumbuh
dan berkembang sebagai dirinya. Hormat, oleh sebab itu, tidak memaafkan. Rasa hormat
itu ada hanya jika aku telah mampu mandiri. Hormat hanya ada atas dasar kebebasan
d. Pengetahuan
Tak mungkin kita menghormati tanpa mengenal dirinya; perhatian dan tanggung
jawab ajan kabur bila tak dituntun oleh pengatahuan. Pengetahuan akan hampa bila tak
aspek cinta adalah pengetahuan yang tinggal di permukaaan, tetapi merasuk ke dalam
inti. Pengetahuan hanya ada jika aku melampaui perhatian untuk diriku dan melihat
orang lain dalam namanya sendiri. Pengetahuan punya kaitan satu lagi, dan lebih
punya kebutuhan dasar untuk menyatu dengan orang lain, kebutuhan ini terkait erat
dengan hasrat dasar manusia yang lain, yaitu mengetahui “rahasia manusia”. Meskipun
dalam aspek biologisnya semata kehidupan ini adalah suatu keajaiban dan rahasia,
manusia dalam aspek manusianya adalah rahasia tak terduga bagi dirinya sendiri dan
bagi sesamanya. Kita mengenal diri sendiri, tetapi seperti apapun kita mencoba kita
tidak benar-benar mengenal diri sendiri. Begitupun untuk orang lain. Makin jauh kita
14
menyelami keberadaan kita, atau keberadaan orang lain, makin tujuan pengetahuan itu
menjauhi kita. Namun kita terus tergoda untuk memasuki rahasia jiwa manusia, ke
dalam inti terdalam yaitu “dia”. Jalan untuk menguak rahasia adalah dengan cinta.
Cinta merupakan upaya aktif menembus orang lain, yang dengan bersatu, maka hasratku
untuk mengetahui pun sirna. Dalam tindakan menyatu itu aku tahu engkau, aku tahu
diriku dan aku tahu semua orang dan aku “tak tahu” apa-apa. Cinta adalah satu-satunya
Cinta adalah orientasi yang mengarah pada semua dan tidak pada satu orang.
Namu, dengan berkata demikian bukan berarti tak ada perbedaan dalam jenis-jenis cinta.
a. Cinta Persaudaraan
Jenis cinta paling fundamental yang mendasari seluruh jenis cinta adalah cinta
persaudaraan. Inilah jenis cinta yang ada dalam Alkitab Cintailah sesama manusia
seperti dirimu sendiri. Cinta persaudaraan adalah cinta untuk seluruh umat manusia.
kita semua satu. Cinta pada orang yang tak berdaya, cinta pada orang miskin dan
b. Cinta Keibuan
Cinta keibuan adalah afirmasi tanpa syarat atas hidup sang anak dan kebutuhannya.
Afirmasi pada hidup sang anak ada dua aspek; satu adalah perhatian dan tanggung
jawab yang sangat diperlukan untuk kelangsungan hidup dan perkembangan anak.
15
Aspek lainnya lebih dari sekedar memelihara, yaitu perilaku menanamkan dalma diri
anak cinta utuk hidup, yang memberinya perasaan. Esensi dari cinta ibu adalah
memperhatikan pertumbuhan anak, dan itu artinya ibu menginginkan terpisahnya anak
dari dirinya.
c. Cinta erotis
Cinta erotis sering rancu dengan perasaan “jatuh” cinta yang meledak-ledak,
runtuhnya secara tiba-tiba semua tembok yang sebelumnya berdiri diantara dua orang
asing. Cinta erotis mengakibatkan keintiman yang mendadak dan hanya bertahan
sementara. Setelah kedua orang asing itu menjadi dekat, tak ada lagi penghalang untuk
ditaklukan, taka da lagi keintiman mendadak untuk diraih. Orang yang dicintai jadi
dikenal baik seperti mengenal diri sendiri. Bagi mereka keintiman dibangun terutama
melalui hubungan seksual karena bagi mereka keterpisahan dengan orang lain bermakna
itu. Tujuan hasrat seksual adalah penyatuan dan bukan sekedar gairah fisik, peredaan
ketegangan yang menyakitkan. Namun, hasrta seksual pun bisa dirangsang oleh rasa
cemas akan kesendirian, oleh keinginan menaklukan atau ditaklukan, oleh keangkuhan,
oleh keinginan untuk menyakiti dan bahkan merusak, sebesar rangsangan cinta. Cinta
dapat membagkitkan keinginan seksual; bila demikian maka hubungan fisik itu tidakah
tamak, tidak menaklukan atau ditaklukan, melainkan berbaur kelembutan. Dalam cinta
erotis terdapat ekslusivitas yang nyaris tak ada dalam cinta persaudaran dan
d. Cinta diri
16
Freud membahas cinta diri dala istrilah psikiatris, tetapi tetap saja pertimbangan
nilainya sama dengan Calvin. Baginya, cinta diri sama dengan narsisme, berbeloknya
libido pada diri sendiri. Narsisme adalah fase paling awal pada perkembangan manusia,
dan orang yang dalam masa dewasanya kembali pada fase narsistik ini berarti tidak
Freud menganggap cinta sebagai manifestasi libido, dan bahwa libido diarahkan
pada orang lain baik itu cinta atau cinta diri. Cinta dan cinta diri karenanya semakin
berkurang yang lain. Jika cinta diri adalah buruk, berarti tidak mementingkan diri adalah
baik. Menurut Fromm (2005) diri sendiri harus menjadi objek cinta sebagaimana besar
kebebasanku, berakar dari kapasitasku mencintai. Egois dan cinta diri tentu tidak sama,
e. Cinta Tuhan
Bentuk relijius dari cinta, yaitu cinta Tuhan. Cinta itu tumbuh dari keinginan
mengatasi keterasingan dan meraih penyatuan. Dalam semua agama teistik, baik
kebaikan oleh sebab inilah pemahaman konsep Tuhan harus diawali dengan analisis
struktur karakter manusia yang menyembah Tuhan. Karakter cinta Tuhan bergantung
pada bobot masing-masing aspek matriarkal dan patriarkal agama. Aspek matriarkal
mencintai Tuhan layaknya mencintai ibu dan aspek patriarkal mencintau Tuhan
layaknya mencintai ayah. Kemudian aspek lainnya adalah kedewasaan yang dicapai
17
Tabel 2.1
Sifat dari Komponen Cinta
1. Non Love - + -
2. Liking + - -
3. Infantuated love - + -
4. Empty Love - - +
5. Romantic Love + + -
6. Compasionate Love + - +
7. Fotus Love - + +
8. Comsummate Love + + +
individu berbeda tingkatannya. Cinta yang ideal adalah apabila ketiga komponen
tersebut berada pada proporsi yang sesuai pada suatu waktu tertentu. Misalnya pada
tahap awal hubungan, yang paling besar adalah komponen keintiman. Setelah itu
berlanjut pada komponen gairah yang disertai komitmen yang lebih besar, misalnya
melalui pernikahan.
2.2 Remaja
Remaja berasal dari kata latin “adolescere” yang berarti tumbuh atau
18
World Health Organization (WHO) memberikan definisi tentang remajayang lebih
Batasan remaja menurut WHO (Sarlito, 2001) terbagi dalam dua bagian yaitu
remaja awal 10-14 tahun, dan remaja akhir 15-20 tahun.Begitupula dengan. Sedangkan
Santrock (2003) menyebutkan remaja akhir berakhir pada usia 18-22 tahun. Papalia dan
Olds (2008) menjelaskan bahwa remaja adalah seseorang yang mengalami pubertas,
dengan batas usia 11 atau 12 tahun sampai berusia 21 tahun atau tahap remaja akhir.
dari mahluk aseksual menjadi mahluk seksual. Kata pubertas berasal dari kata latin yang
berarti “usia kedewasaan”. Kata ini lebih menunjukkan pada perubahan fisik daripada
perubahan perilaku yang terjadi pada saat individu secara seksual menjadi matang dan
Santrock (2003) menyebutkan remaja akhir berakhir pada usia 18-22 tahun.
Papalia dan Olds (2008) menjelaskan bahwa remaja adalah seseorang yang mengalami
19
pubertas, dengan batas usia 11 atau 12 tahun sampaiberusia 21 tahun atau tahap remaja
akhir.
Berdasarkan tahapan perkembangan individu dari masa bayi hingga masa tua
akhir menurut Erickson, masa remaja dibagi menjadi tiga tahapan yakni masa remaja
awal, masa remaja pertengahan, dan masa remaja akhir. Adapun kriteriausia masa
remaja awal pada perempuan yaitu 13-15 tahun dan pada laki-laki yaitu15-17 tahun.
Kriteria usia masa remaja pertengahan pada perempuan yaitu 15-18tahun dan pada laki-
laki yaitu 17-19 tahun. Sedangkan kriteria masa remaja akhirpada perempuan yaitu 18-
Menurut Mappiare masa remaja berlangsung antara umur 12 tahun sampai dengan
21 tahun bagi wanita dan 13 tahun sampai dengan 22 tahun bagi pria. Rentang usia
remaja ini dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu usia 12/13 tahun sampai dengan 17/18
tahun adalah remaja awal, dan usia 17/18 tahun sampai dengan 21/22 tahun adalah
Batas usia remaja menurut hukum Indonesia adalah pada umur 21, seperti yang
ada di Hukum Perdata (BW) : 21 tahun, Pasal 330 : "Belum dewasa adalah mereka yang
belum mencapai umur genap dua puluh satu tahun, dan tidak terlebih dahulu telah
kawin. Menurut Depkes RI adalah antara 10 samapi 19 tahun dan belum kawin.
demikian, batas usia pada remaja adalah sekitaran usia 19-21 tahun dimana sebelum
20
Hurlock (1980) menjelaskan bahwa semua tugas perkembangan pada masa remaja
dipusatkan pada pusaka penanggulangan sikap dan pola perilaku yang kekanak-kanakan
antara lain:
- Mencapai hubungan baru dan yang lebih matang dengan teman sebayabaik pria
maupun wanita.
lainnya.
mengembangkan ideology
Hurlock (Ali & Asrori, 2006) juga menambahkan bahwa tugas-tugas perkembangan
21
- Mengembangkan konsep dan keterampilan intelektual yang sangatdiperlukan
Erikson (dalam Hurlock 1999) menyebutkan bahwa tugas terpenting bagi remaja
adalah mencapai identitas diri yang lebih mantap melalui pencarian dan eksplorasi
berabad-abad mengenal masa puber sebagai masa yang penting dalam rentang
ujian yang merupakan bagian penting dari semua upacara pubertas, anak laki-laki dan
anak perempuan memperoleh hak dan keistimewaan sebagai orang dewasa dan diharap
Perkembangan Fisik
22
Menurut Sarlito (2001) perubahan-perubahan fisik yang terjadi pada remaja
Hurlock (1999) membagi perubahan fisik remaja menjadi 2 (dua) jenis perubahan,
perubahan tinggi, berat, proporsi tubuh, organ seks, dan ciri-ciri seks
Perkembangan Kognitif
Remaja mulai berpikir seperti ilmuan, menyusun rencana pemecahan masalah dan
(Santrock, 2003)
Hurlock (1999) menyatakan bahwa keaadan emosi remaja berada pada perioe
badai dan tekanan (storm and stress) yaitu suatu masan dimana ketegangan emosi
meninggi sebagai akibat dari perubahan fisik dan kelenjar. Adapun meningginya emosi
terutama karema para remaja berada dibawah tekanan sosial dan menghadapu kondisi
23
dan harapan baru.Keadaan ini menyebabkan remaja mengalami kegagalan dalam
Namun, sebagian besar remaja mengalami kestabilan dari waktu ke waktu sebagai
konsekuensi dari usaha penyesuaian diri pada pola perilaku baru dan harapan sosial
yang baru (Hurlock 1999). Meskipun emosi remaja seringkali sangat kuat, tidak
terkendali dan tampaknya irasional, tetap pada umumnya dari tahu ke tahun terjadi
membangkitkan emosi dan derajat, dan khususnya pada pengendalian latihan individu
terhadap ungkapan emsi mereka. Remaja tidak lagi mengungkapkan amarahnya dengan
cara gerakan amarah yang meledak-ledak, melainkan dengan menggurutu, tidak mau
bicara, atau dengan suara keras mengkritik orang-orang yang menyebabkan amarah
(Hurlock 1999).
Remaja dikatakan telah mencapai kematangan emosi apabila pada akhir masa
remaja tidak “meledakan” emosinya di harapan orang lain melainkan menunggu saat
yang tepat untuk mengngkapkan emosinya dengan cara-cara yang lebih dapat doterima,
individu menilai situasi secara kritis terlebih dahulu sebelum bereaksi secra emosional
(Hurlock 1999)
Bila remaja ingin mencapai kematangang emosi, ia harus beljar mengenai kataritis
emosi untuk menyalurkan emosinya adapun cara yang dilakukan adalah latihan fisik
yang berat, bermain, atau berkeja, tertawa atau ,menangis. Akhirnya remaja yang
24
emosinya matang memberikan reaksi emosional yang stabil, tidak meledak-ledak, tidak
berubah dari satu emosi atau suasana hati ke suasana hati yang lain (Hurlock 1999)
Perkembangan Psikososial
Dalam bukuna yang berjudul “Childhood and Society tahun 1963, Erikson
Erikson berdalil bahwa setiap tahap menghasilkan epigenetic. Epigenetik berasal dari
dua suku kata yaitu epi yang artinya upon atau sesuatu yang sedang berlangsung dan
bahwa setiap tahap perkembangan psikososial juga disertai oleh krisis. Perbedaan dalam
komponen kepribadian yang ada didalam tiap-tiap krisis adalah sebuah masalah yang
harus dipecahkan. Konflik adalah sesuatu yang sangat vital dan bagian yang utuh,
tentang suatu peningkatan dalam sebuah sikap yang mudah sekali terkena serangan
terjadi pada saat individu berada pada masa remaja. Pada tahap ini, remaja berusaha
untuk menemukan siapakah mereka sebenarnya, apa saja yang ada dalam diri mereka,
dan arah mereka menjalani hidup. Erikson yakin bahwa remaja menghadapi sejumlah
25
pilihan dan pada titik tertentu di masa muda akan memasuki suatu masa psychological
aman dimasa kanak-kanak dengan otonomi individu dewasa yang dialami remja sebagai
berbeda.Penting bagi para orang dewasa untuk memberikan waktu dan kesempatan bagi
remaja untuk mengeksplorasi peran-peran dan kepribadian yang berbeda. Pada akhirnya
remaja akan membuang peran-peran yang tidak diharapkan. Ada berates-ratus peran
yang dapat dicoba oleh remaja dan munkgin juga banyak cara untuk bisa memperoleh
setiap peran (Santrock 2003). Erikson meyakini bahwa dimasa remaja akhir, peran
Menurut Erikson masa ini merupakan masa yang mempunyai peranan penting,
karena melalui tahap ini orang harus mencapai tingkat identitas ego, dalam
pengertiannya identitas pribadi berarti mengetahui siapa dirinya dan bagaimana cara
seseorang terjun ke tengah masyarakat. Lingkungan dalam tahap ini semakin luas tidak
hanya berada dalam area keluarga, sekolah namun dengan masyarakat yang ada dalam
lingkungannya. Masa pubertas terjadi pada tahap ini, kalau pada tahap sebelumnya
seseorang dapat menapakinya dengan baik maka segenap identifikasi di masa kanak-
kanak diintrogasikan dengan peranan sosial secara aku, sehingga pada tahap ini mereka
sudah dapat melihat dan mengembangkan suatu sikap yang baik dalam segi kecocokan
26
antara isi dan dirinya bagi orang lain, selain itu juga anak pada jenjang ini dapat
merasakan bahwa mereka sudah menjadi bagian dalam kehidupan orang lain. Semuanya
itu terjadi karena mereka sudah dapat menemukan siapakah dirinya.Identitas ego
Dalam arti kata yang lain pencarian identitas ego telah dijalani sejak berada
dalam tahap pertama/bayi sampai seseorang berada pada tahap terakhir/tua. Oleh karena
itu, salah satu point yang perlu diperhatikan yaitu apabila tahap-tahap sebelumnya
berjalan kurang lancar atau tidak berlangsung secara baik, disebabkan anak tidak
dan struktur sosialnya, inilah yang disebut dengan identity confusion atau kekacauan
identitas.
Disebutkan dalam Hurlock (1980) bahwa yang termasuk kedalam minat pribadi
yang dimiliki remaja adalah minat pada penampilan diri,pakaian, prestasi, kemandirian,
dan uang. Kecenderungan kuatnya minat pribadi yang dimiliki remaja dapat disebabkan
oleh kesadaran remaja bahwa dukungan sosial sangat dipengaruhi oleh penampilan diri
dan juga penilaian kelompok sosial berdasarkan benda yang dimiliki, kemandirian,
sekolah, keanggotaan sosial, serta banyaknya uang yang dibelanjakan oleh remaja.Oleh
karena itu perkembangan psikosoial yang utama pada remaja adalah mendapatkan
27
Sebelum kita berbicara lebih jauh tentang orientasi seksual, penulis akan
menjelaskan beberapa terminologi yang hampir sama ketika membahas tentang konsep
seksualitas, yaitu identitas seksual, perilaku seksual, dan orientasi seksual itu sendiri.
Eccles dkk (2004) dan Igartua dkk (2009), menjelaskan identitas seksual sebagai
persepsi individu tentang peran seksual dirinya yang dipengaruhi oleh kematangan
individu. Selanjutnya, Dilorio dkk (2004) dan Igartua dkk (2009) mengartikan
perilaku seksual sebagai suatu sikap dan tindakan untuk melakukan kontak seksual
dengan orang lain (laki-laki, wanita, atau keduanya). Dalam pengertian ini, perilaku
seksual merujuk pada aktivitas dan tindakan seksual dari seseorang. Sementara itu,
sebagai sebuahkondisi emosional yang bertahan lama, romantis, dan daya pikat seksual
pada suatu perasaan dan konsep diri dari individu. Artinya, apa yang individu rasakan
tentang orientasi seksualnya mungkin akan diekpresikan atau tidak diekpresikan dalam
bentuk perilaku seksualnya, karena hal tersebut berhubungan juga dengan bagaimana
konsep diri yang dimiliki noleh seseorang. Jadi, bagaimana seseorang melihat dan
memikirkan tentang dirinya juga akan mempengaruhi apakah orientasi seksualnya akan
ditampakkan atau tidak ditampakkan dalam bentuk perilakunya. Dengan bahasa yang
melakukan orientasi seksual seperti apa yang ada dalam pikirannya, tetapi orang tersebut
28
tampak, atau orang tersebut hanya menyimpan orientasi seksualnya didalam otaknya,
tetapi tidak pernah melakukan kontak seksual dalam bentuk perilaku seksual.
Secara umum, ketika kita bicara tentang orientasi seksual, maka kita akan
mendiskusikan tentang tiga hal, yakni heteroseksual, homoseksual dan biseksual (APA,
2008; Zietschdkk.,2008; Tucker dkk., 2008; Igartua dkk., 2009; Berlan dkk., 2010).
secara emosional dan romantik dengan orang lain yang mempunyai jenis kelamin yang
berbeda dengan dirinya. Dalam kasus ini, aktivitas seksual dilakukan dengan orang lain
yang mempunyai jenis kelamin yang berbeda, seperti laki-laki dengan perempuan atau
pikat seksual secara emosional dan romantic dengan orang yang mempunyai jenis
kelamin yang sama, atau aktivitas seksual yang dilakukan terjadi antara laki-laki dan
laki-laki yang disebut gay, atau antara wanita dengan wanita yang dikenal dengan
untuk melakukan daya pikat seksual secara emosional dan romantic yang terjadi antara
keduanya, yaitu laki-laki dan juga wanita. Jadi, biseksual mempunyai posisi antara dua
Berdasarkan Santrock (2006), APA (2008) and Sigelman dan Rider (2009),
orientasi seksual ini berkembang selama rentang kehidupan, akan tetapi fenomena
tersebut baru muncul ketika individu memasuki masa remaja. Hal ini berhubungan
dengan tahap perkembangan yang dikemukakan oleh Ericson yaitu pase identitas dan
29
ditulis oleh Arnett (2004) and Santrock (2006), menjelaskan bahwa masa remaja juga
dikenal sebagai masa “storm and stress”, karena pada tahap ini para remaja menemukan
sesuatu yang baru didalam kehidupan mereka secara bersamaan, antara perubahan fisik
Disisi lain, mereka juga bertemu dengan hal yang baru dalam kehidupan sosial
kemasyarakatannya. Mereka sadar mereka bukan lagi anak-anak, tetapi mereka juga
belum mampu untuk mengekpresikan kemampuan dan potensi mereka dengan benar,
karena orang-orang disekitar mereka juga tidak menerima dan tidak mengakui mereka
sebagai orang dewasa. Mereka mendapatkan sesuatu yang aneh dengan diri dan hidup
mereka, tetapi mereka tidak dapat mengerti hal tersebut dengan pasti. Lebih jauh, ketika
para remaja itu sendiri dan tidak ada orang yang membimbing dan membantu mereka,
maka kemungkinan sesuatu akan terjadi pada mereka di tahap perkembangan ini, dan itu
bukan saja tentang kendala dalam menemukan identitas diri mereka, tetapi juga
mengenai identitas seksual dan orientasi seksual mereka. Oleh karena itulah, banyak
sekali penelitian yang telah dilakukan mencakup orientasi seksual yang terjadi dimasa
remaja (Tucker dkk., 2008; Igartua dkk., 2009;Berlan dkk., 2010; Ott, 2010).
Pada dasarnya, belum ada kesepakatan diantara para peneliti dan ilmuwan
30
Kebanyakan para peneliti tidak dapat menjelaskan secara pasti tentang faktor apakah
Berlan dkk., 2010; Ott, 2010), keadaan social dan budaya tempat individu tumbuh dan
berkembang(Tucker dkk., 2008; Hernandez dkk, 2009; Baumle, 2010), genetik dan
Kaum gay memiliki tahap-tahap pembentukan identitas diri, hal ini diungkapkan
oleh Vivienne Cass seorang ahli teori psikologi. Penelitiannya didominasi dengan
Acceptance (Membuka jati diri), Identity Pride (Bangga), Identity Synthesis (Merasa
Nyaman). Tidak semua gay dan lesbian mencapai tahap keenam, tergantung, di dalam
Pembentukan identitas tidak selalu terjadi secara teratur, dan biasanya juga tidak terjadi
secara tiba-tiba. Pada batas paling rendah, pembentukan identitas melibatkan komitmen
kepada kehidupan dalam dunia kerja, pemilihan ideologi, dan orientasi seksual
(Santrock, 2003).
31
spesifik. Santrock (2006), Sigelman dan Rider (2009) menjelaskan bahwa
orientasi seksual. Artinya, bagaimana individu menjadi tertarik pada orientasi seksual
kehidupannya, mulai dari dalam kandungan dan permulaan hidup (neonate) sampai pada
bahwa orientasi seksualakan dimulai pada tahap genital (puberty or adolescent). Pada
tahap ini, individu akan mengidentifikasi orientasi seksualnya secara tidak sadar sebagai
akibat dari pengalaman- pengalaman yang terjadi dan ditekan (repressed) pasa masa
kanak-kanak akan ditampakkan kembali padatahap ini. Pandangan ini didukung oleh
Davis & Petretic-Jackson (2000), Corliss dkk, (2002), Eccles dkk (2004) dalam
bahkan juga akan mempengaruhi perilaku penyimpangan seksual seperti pada kasus
sodomi Siswanto alias Robot Gedek (1996) dan Andri Sobari alias Emon (2014), yang
diperkuat oleh hasil penelitian Davis & Petretic-Jackson (2000) Yang berkonsentrasi
pada dampak dari pelecehan dan kekerasan seksual terhadap interpersonal dan hubungan
seksual.
maupun fisik akan menjadi pemicu bagi munculnya orientasi seksual yang
32
berkecenderungan homoseksual atau biseksualdari pada heteroseksual. Sementara itu,
situasi seksual yang dapat memicu perilaku seksual pada remaja. Dalam penelitian
tersebut ,Dilorio dkk (2004) telah menemukan bahwa faktor keluarga dan kelompok
teman sebaya (peer) mempunyai pengaruh yang kuat terhadap berkembangnya orientasi
Lesbian rata-rata berasal dari keluarga yang broken home atau kurang mendapat
perhatian dan kontrol akibat orang tuanya yang disibukkan dengan pekerjaan. Kondisi
keluarga yang tidak utuh akan memberikan dampak negatif terhadap perkembangan
masalah perilaku, kesulitan belajar, atau penarikan diri dari lingkungan sosial serta
remaja akan merasa kurang mendapatkan perhatian dan kasih sayang atau bahkan
mengalami stress dan trauma untuk menjalani hubungan dengan lawan jenis (Thomae
dalam psikologi sosial, 2004; Asfriyati,2003; Holmes dan Rahe 2005; Cole,2004;
Kartono,2006 ).
Hal yang menarik adalah rata-rata informan merupakan perokok dan peminum
alkohol, bahkan ada salah satu informan yang pernah menjadi pecandu narkoba.
33
Penyalahgunaan napza biasa terjadi pada remaja yang mengalami masalah dalam
masyarakat, gaya berteman, dan pengaruh pola pergaulan, hal ini juga diakibatkan oleh
banyaknya generasi muda yang terpengaruh budaya asing dengan berperilaku negatif
seperti merokok, minum-minuman keras, menggunakan ekstasi, seks bebas, dll (Sayuti,
Homoseksual (lesbian) juga memiliki image yang buruk terhadap laki-laki akibat
pengalaman yang diperolehnya baik secara langsung maupun tidak langsung. Musen
(dalam Andayani dan Afiatin, 1996) menyebutkan bahwa pengalaman yang baik
kepribadian. Kondisi tersebut juga rata-rata dialami oleh informan selama proses
pengalaman yang buruk dari keluarganya seperti : orang tuanya bercerai, melihat orang
tuanya berhubungan seks ketika masih kecil, mendapat perlakuan yang tidak
menyenangkan dari orang tua tirinya, mendapat image yang buruk tentang laki-laki
karena melihat ayahnya memiliki banyak perempuan (isteri), diharapkan menjadi anak
laki-laki, patah hati akibat gagal menikah, dan mendapatkan cerita pengkhianatan laki-
laki yang berujung pada masalah seksualitas dari lingkungan sosialnya. Sebelum
34
Menjadi homoseksual merupakan hal yang tidak lazim dan juga “dinilai”
sebagai pemurtadan dari sisi religi (Bidstrup, 2000). Hal ini berkorelasi positif dengan
dan homoseksual.
Lazarus dan Folkman (Smet, 1994: 145) membagi koping menjadi dua macam, yaitu
Problem focused coping dan Emotions Focused Coping. Lesbian ada yang berfokus pada
masalah (problem focused coping) seperti : mencari sebab (akar) permasalahan, menemui
menemukan akar permasalahan atau berfokus pada pengendalian emosi (emotions focused
coping) seperti : mencoba menenangkan diri dari kondisi stressfull dengan cara mencari
35
BAB III
METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif.
melalui beberapa metode seperti wawancara ataupun kelompok tertentu (focus group).
Dalam hal ini dibutuhkan kedalaman pendapat dari partisipan penelitian. Karena
menganggap sikap, perilaku dan pengalaman penting, maka tidak banyak orang yang
terlibat dalam penelitian, tetapi dibutuhkan kontak atau relasi dengan orang tertentu
dengan jangka waktu tertentu. Adapun yang menjadi karakteristik dari penelitian
kualitatif adalah:
1. Data penelitian diperoleh secara langsung dari lapangan, dan bukan dari
hamil diluar nikah, maka metode kualitatif yang dipilih dalam penelitian ini. Jenis
36
penelitian yang digunakan adalah kualitatif deskriptif. Kualitatif deskriptif atau disebut
juga dengan penelitian kualitatif hendak menemukan tiga hal yaitu who (siapa), when
(kapan), dan where (dimana) dari kejadian atau pengalaman, atau dasar dan bentuk
alaminya. Karena ketiga jenis penelitian ini lebih kompleks, dan membutuhkan
pemahaman filosofi dan pondasi yang ketat serta metode dan pola analisanya.
Sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan maka akan dipilih remaja yang hamil di
luar nikah, yang tentu telah memenuhi prasyarat yang telah ditetapkan oleh peneliti.
Peneliti mencoba mencari subjek di kota Manado dan lebih tepatnya di sekitar
adalah Purposive Sampling karena memang sampel di wilayah penelitian ini terlampau
sedikit. Sampel pada penelitian kualitatif terdiri dari tiga jenis yaitu : purposive
sampling, quota sampling dan snowballing sampling (Mack,2005). Merujuk dari hal itu
peneliti mengambil teknik pengambilan sampel purposive sampling yaitu jumlah sampel
bisa ditentukan sebelum atau pada saat penelitian sedang dilaksanakan bergantung pada
sumber data yang ada, tersedia waktu penelitian, serta bergantung pada tujuan
penelitian. Jumlah sampel juga ditentukan oleh teori saturation yaitu berhenti
Manado
wawancara. Penelitian ini diawali dengan observasi terhadap remaja dengan orientasi
observasi adalah pencatatan yang sistematis dan melihat perilaku di lingkungan sosial
tempat studi berlangsung. Yang di amati adalah pakaian, gerak tubuh seperti mata,
tangan, kaki, kerutan dahi, kelas social, gender, dan status sosial (Webb dan
Denzin,1996). Dan observasi yang digunakan adalah non – pastisipan yaitu peneliti
lebih menonjol sebagai pengamat, meskipun kadang – kadang juga ikut serta seadanya
Adapun wawancara ini bertujuan untuk mengumpulkan data-data serta gambaran dari
dipergunakan dalam penelitian ini adalah jenis indepth interview, atau wawancara
mengajukan pertanyaan terbuka kepada informan, dan berupaya menggali informasi jika
Menurut Moleong (2010) secara umum proses analisis data kualitatif mencakup:
1. Reduksi data
38
a. Identifikasi satuan (unit). Pada mulanya diidentifikasikan adanya satuan yaitu
bagian terkecil yang ditemukan dalam data yang memiliki makna bila dikaitkan
koding berarti memberikan kode pada setiap satuan, agar supaya tetap dapat
2. Kategorisasi
Dalam penelitian kualitatif, ada kriteria kredibilitas atas derajat kepercayaan. Teknik
teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar itu
(Moleong,2010).
4. Penafsiran Data
Tujuan yang ingin dicapai dalam penafsiran data ini adalah deskripsi analitik yang
39
ditemukan dan hubungan yang muncul dari data (Schaltzman & Strauss dalam Moleong,
2010).
5. Kesimpulan
diolah, maka peneliti dapat menarik kesimpulan atas permasalahan dalam penelitian.
Teknik yang dipergunakan untuk menguji keabsahan data pada penelitian ini adalah
adalah triangulasi. Menurut Denzin (Moleong, 2006), triangulasi dapat dibedakan dalam
berbeda.
40
3. Triangulasi teori, digunakannya beberapa perspektif yang berbeda untuk
satu hal yang sama. Berdasarkan penjelasan diatas maka uji keabsahan data dalam
41