Anda di halaman 1dari 41

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Cinta adalah kebutuhan dasar manusia yang dituangkan Abraham Maslow dalam
teori humanistiknya tentang Hirarki Kebutuhan manusia yakni kebutuhan akan rasa
cinta, mencintai dan dicintai, menerima dan memberi kasih sayang serta terdapat pula
penerimaan dari orang lain (Huffman, Vernoy & Vernoy, 1997). Adalah cukup baginya,
yang memproses cinta dengan benar, untuk memulainya semenjak muda dengan
mencari tubuh-tubuh yang indah, (Diotima, Plato, 1993)

Jatuh cinta biasanya diawali dengan perkenalan antara dua orang, kemudian
muncul perasaan suka. Seseorang akan mulai menyeleksi orang yang disukai mulai dari
kepribadian, paras, tingkah laku. Lalu mulai menjaga intensitas pertemuan lebih dan
menjaga hubungan dengan komuniakasi aktif. Beberapa ahli psikologi menemukan
bahwa asal mula orang jatuh cinta adalah karena menyukai orang yang mirip dengan
dirinya sendiri, mempunyai kedekatan secara sosial dan emosional (keakraban) dan
kemiripan, dan akhirnya seseorang akan jatuh cinta (Atkinson, 1992).

Adanya anggapan bahwa cinta tak perlu dipelajari disebabkan oleh kesalahan
ketiga yaitu keliru antara pengalaman awal tentang “jatuh” cinta (falling in love)
dengan keadaan permanen mencinta (being in love) atau yang lebih tepat kita katakana,
“berada” dalam cinta (standing in love) (Erich Fromm, 1965). Jika ada dua orang yang
awalnya asing, sebagaimana kita semua, tiba-tiba membiarkan tembok diantara mereka
runtuh, lalu merasa dekat, merasa menyatu, maka momen kesatuan ini menjadi
pengalaman paling menggembirakan dan menyenangkan dalam hidup.

Hubungan cinta yang dilakukan oleh lawan jenis bisa mengantar mereka pada
jenjang yang lebih serius, yakni pernikahan. Cinta bentuk ini adalah cinta romantis.
Cinta yang romantis inilah, yang merupakan alasan utama untuk menikah (Santrock,

1
1995). Ketika telah berlangsungnya pernikahan, kedua individu inipun tentunya
mengharapkan dapat menghasilkan keturunan. Karena disitulah salah satu alasan untuk
bertahannya hubungan pernikahan.

Kodrat manusia diciptakan berpasang-pasangan antara laki-laki dan perempuan


untuk membangun sebuah keluarga yang harmonis (Budiarty 2011). Idealnya seorang
lelaki akan berprasangka dan jatuh cinta pada seorang wanita begitu pula wanita
idealnya berpasangan dan jatuh cinta pada seorang lelaki. Seperti sebuah keluarga terdiri
dari seorang ayah yang berjenis kelamin lelaki, seorang ibu berjenis kelamin wanita dan
memainkan perannya sesuai dengan jenis kelaminnya (Novena, 2011).

Di zaman modern ini hubungan pasangan kekasih tidak hanya sebatas lawan jenis
antara laki-laki dan perempuan.Carol (dalam Prima & Ika, 2001) mengatakan orientasi
seksual merupakan istilah yang mengarah kepada jenis kelamin, yang ditandai dengan
ketertarikan secara emosional, fisik, seksual dan cinta yang bertahan lama. Orientasi
seksual terbagi tiga yaitu heteroseksual, homoseksual dan biseksual. Di Alabama
menunjukan rumah tangga sesama jenis naik 38,8 persen antara tahun 2000 dan tahun
2010, dan naik 42,1 persen di Wyoming dan 55,4 pesren di Kansas.

Penelitian Kinsey menyebutkan bahwa di Amerika Serikat, prevalensi mereka


yang homoseksual murni (100%) berkisar antara 2% sampai 4%, sementara yang lebih
menonjol homoseksual dari pada heteroseksual berkisar antara 7% hingga 13% atau
dengan kata lain diperkirakan terdapat 10% dimensi homoseksual yang cukup berarti
dalam kehidupan masyarakat modern dan industri. Fenomena hubungan antara sesaa
jenis pun kian marak seperti hubungan homoseksual antara wanita yang disebut dengan
lesbian.

Di Indonesia sendiri data statistik dari survey YPKN (Yayasan Pendidikan Kartini
Nusantara) menunjukan ada 4000 hingga 5000 penyuka sesama jenis di Jakarta.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Kinsey pada remaja berusia 20 tahun, terdapat
17% perempuan mempunyai pengalaman lesbian kemudian pada penelitian yang

2
dilakukan terhadap remaja berusia 16-19 tahun, terdapat 6 persen wanita lesbian. Pada
tahun 1986 beberapa lesbian Jakarta sempat mendirikan Persatuan Lesbian Indonesia
(Perlesin), karena merasa terdorong oleh perkawinan dua wanita pada tahun 1981 yang
mendapatkan liputan media massa dan terinspirasi dari keikutsertaan mereka di
organisasi Lambda Indonesia cabang Jakarta. Organisasi ini tidak terkenal secara luas
sebagaimana halnya organisasi gay,dan hanya bertahan kurang dari satu tahun. Cinta
lesbian di abad ke-21 telah memasuki era baru dalam masa bagaimana hal itu dirasakan
dan digambarkan secara terang-terangan berkumpul di suatu tempat, menjadi komunitas
yang terbuka. Perkembangan komunitas lesbian modern di akhir abad ke-21 ketika
lesbian mulai merayakan sensualitas, bahaya, intensitas, dan kenyamanan cinta antara
perempuan di depan umum (UNDP Indonesia) Para lesbian yang terpelajar juga
membenarkan catatan sejarah dengan menggunakan surat-surat cinta dan puisi dari
berbagai abad yang mana menunjukan gairah, kehangatan, dan kasih saying dari cinta
lesbian (Rose & Eaton, 2012).

Kota seperti Manado yang sudah mulai mempercepat pembangunannya baik SDA
maupun SDM, di dalamnya terdapat para lesbian yang tengah berada dalam pergaulan di
masyarakat. Mereka berbaur dengan masyarakat untuk tetap bisa bersosialisasi dan
diterima di kalangan masyarakat sekitar. Peneliti tertarik untuk mengkaji perilaku seks
lesbian, menitik beratkan pada konsep cinta pada remaja perempuan penyuka sesama
jenis (lesbian). Seseorang dengan orientasi homoseksual lesbian jatuh cinta karena
merasa memiliki kesamaan jenis kelamin.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian di atas, maka rumusan masalahnya adalah : Bagaimana
gambaran konsep cinta pada remaja lesbian di kelurahan Maasing Kecamatan
Tuminting Kota Manado
1.3 Tujuan Penelitian

3
Tujuan dari skripsi ini adalah untuk mengetahui dan menganalsis gambaran
konsep cinta pada remaja lesbian di kelurahan Maasing Kecamatan Tuminting Kota
Manado
1.4 Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan, referensi untuk pengembangan
disiplin ilmu psikologi khususnya psikologi klinis
2. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai pedoman dan referensi untuk pihak-
pihak yang terkait, antara lain :
a. Subjek
Dengan hadirnya penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber pengetahuan
baru bagi subjek untuk memahami dirinya melalui ungkapan konsep cintanya terhadap
objek seksualnya
b. Masyarakat
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat mengetahui ungkapan konsep cinta
remaja dengan objek seksual lesbian serta masyarakat dapat memahami perilaku dari
remaja lesbian serta diharapkan agar dapat memberikan bimbingan dengan selayaknya
pada pelaku lesbian.
c. Penelitian Selanjutnya
Hasil dari penelitian ini dapat memberikan pengetahuan dan masukan untuk
penelitian selanjutnya yang akan melakukan peneltian tentang konsep cinta pada remaja
lesbian

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Cinta

2.1.1 Pengertian Cinta

Cinta adalah seni. Fromm (2005) menyatakan bahwa sama seperti hidup adalah

sebuah seni maka cinta adalah sebuah seni. Sama seperti berbagai seni seperti menari,

melukis, menyanyi dan sebagainya maka untuk menguasai seni tersebut kita juga harus

belajar mencintai Teori cinta harus dimulai dengan teori tentang manusia. Manusia

bukanlah hewan, maka keinginan untuk mencintai pastilah bukan sekedar dorongan

naluriah semata. Manusia memiliki emosi dan rasio dalam menentukan apa yang

dirasakan dan bagaimana mewujudkan perasaan tersebut. Mengenali perasaan cinta saja

belum dapat membuat kita mampu mencintai karena kita sering salah dalam

mengartikan perasaan cinta. Menurut Erich Fromm (1965) manusia membutuhkan rasio

untuk mencintai. Manusia adalah makhluk yang sadar akan dirinya. Kesadaran ini juga

memperjelas akan apa yang boleh dan tidak boleh kita lakukan saat kita mencintai.

Kesadaran ini juga mendorong kita untuk mencpai apa yang kita untuk mencapai apa

yang kita inginkan dan bagaimana mencapainya.

Mencintai diri sendiri lebih dulu sebelum orang lain adalah self-centered love.

Ini adalah kecenderungan alamiah kita. Pemikiran untuk mencintai diri sendiri sebelum

orang lain merupakan pemikiran yang lahir dari faham sofis yang merelatifkan

kebenaran dengan argument yang halus dan pintar yang dimaksudkan untuk menipu

atau menyesatkan

5
Stenberg (1988) mengatakan cinta adalah bentuk emosi manusia yang paling

dalam dan paling diharapkan. Manusia mungkin akan berbohong, menipu,mencuri dan

bahkan membunuh atas nama cinta dan lebih baik mati daripada kehilangan cinta. Cinta

dapat meliputi setiap orang dan dari berbagai tingkatanusia. Sedangkan menurut

Hendrick dan Hendrick (1992), tidak ada satupun fenomena yang dapat menggambarkan

bagaimana itu cinta, pada akhirnya cinta merupakan seperangkat keadaan emosional dan

mental yang kompleks. Pada dasarnya tipe-tipe cinta yang dialami masing-masing

individu berbeda-beda bentuknya dan berbeda-beda pula kualitasnya. Menurut Rubin

(dalam Hendrick dan Hendrick, 1992) cinta itu adalah suatu sikap yang diarahkan

seseorang terhadap orang lain yang dianggap istimewa, yang mempengaruhi cara

berfikir, merasa dan bertingkah laku.

Menurut Libowitz (dalam Wortman, 1992) cinta adalah suatu perasaan positif

yang kuat yang kita rasakan terhadap seseorang dan merupakan perasaan positif terkuat

yang pernah kita alami. Dalam setiap tipe cinta, elemen perhatian terhadap orang yang

dicintai sangatlah penting. Tanpa adanya unsur perhatian yang murni, apa yang disebut

cinta mungkin hanya hasrat saja. Selain unsur perhatian , unsur rasa hormat juga

diperlukan. Rasa hormat yang akan membuat individu menghargai identitas dan

integritas orang yang dicintai sehingga menghindarkan dari masalah eksploitasi.

2.1.2 Komponen- komponen Cinta

Teori yang paling terkenal tentang cinta adalah teori yang dikemukakan oleh

Robert Stenberg yang dikenal dengan Stenberg’s triangular of love. Menurut Stenberg

6
(dalam Taylor dkk, 2000) semua pengalaman cinta memiliki tiga komponen cinta yaitu

keintiman (intimacy) gairah (passion) dan komitmen (commitment).

a. Keintiman (Intimacy)

Komponen keintiman maksudnya adalah perasaan ingin selalu dekat, ingin selalu

berhubungan, membentuk ikatan dengan orang yang dicintai. Dalam komponen ini, ada

keinginan untuk selalu memberi perhatian pada orang yang dicintai. Kedekatan diri

dengan pasangan dan komunikasi yang intim adalah sesuatu yang penting. Komponen

ini sangat penting baik pada cinta romantis, cinta terhadap anak-anak maupun pada

teman baik.

Menurut Stenberg (1988), keintiman itu sendiri merupakan komponen emosi

yang didalamnya terdapat kehangatan, kepercayaan dan keinginan untuk membina

hubungan. Ciri-cirinya antara lain adalah adanya perasaan kedekatan dengan seseorang,

senang berbincang-bincang dengannya dalam waktu lama, merasa rindu bila lama tidak

bertemu dan ada keinginan untuk saling bergandengan tangan atau merangkul bahu.

Stenberg (1988) mengatakan komponen keintiman sendiri setidaknya memuat sepuluh

elemen yaitu :

1.) Keinginan untuk meningkatkan kesejahteraan orang yang dicintai Seseorang

akan memperhatikan kesejahteraan dari orang yang dicintainya dan kemudian

meningkatkan kesejahteraannya, kadang-kadang ada harapan yang muncul bahwa

perbuatan itu akan mendapatkan balasan.

2.) Mengalami kebahagiaan dengan orang yang dicintai

7
Seseorang akan menikmati kegiatan yang dijalankan dengan pasangannya, ketika

mereka melakukan kegiatan itu bersama-sama, mereka akan menikmatinya dan

membentuk kenangan-kenangan yang mungkin akan mereka ingat pada masamasa sulit

dikemudian harinya.

3.) Menempatkan orang yang dicintai dalam penghargaan yang tinggi

Seseorang akan menghargai dan menghormati orang yang dicintainya. Walaupun

ada kekurangan dan cacat pada diri orang yang dicintainya tersebut, tidak akan

mengurangi penghargaan yang diberikan.

4.) Mampu bergantung pada orang yang dicintai ketika dibutuhkan

Seseorang akan merasakan bahwa pasangannya ada ketika ia membutuhkan,

ketika ia membutuhkan pasangannya ia dapat memanggilnya dan berharap pasangannya

akan segera datang.

5.) Memiliki pemahaman yang saling menguntungkan dengan pasangannya

Pasangan akan saling mengerti satu sama lain. Mereka memahami kelebihan dan

kekurangan pasangannya dan bagaimana merespon terhadap kekurangan dan kelebihan

tersebut. Mampu memberikan empati pada kondisi emosi pasangannya.

6.) Saling berbagi hak milik dengan orang yang dicintai

Seseorang mampu memberikan dirinya dan waktunya, seperti juga barang

barang yang dimilikinya kepada pasangannya. Bahkan mereka juga saling berbagi

kekayaan dan yang lebih penting mereka saling berbagi dirinya sendiri.

7.) Menerima dukungan emosi dari pasangannya

8
Seseorang akan merasa didukung oleh pasangannya terutama pada saat

dibutuhkan.

8.) Memberikan dukungan emosi pada orang yang dicintainya

Seseorang akan mendukung pasangannya dengan cara memberi empati dan

dukungan emosional pada saat-saat dibutuhkan.

9.) Berkomunikasi dengan intim terhadap pasangannya

Seseorang mampu berkomunikasi dengan intens dan jujur terhadap pasangannya,

berbagi perasaan-perasaan paling dalam.

10.) Menghargai orang yang dicintai

Seseorang merasa betapa pentingnya keberadaan orang yang dicintainya tersebut

dalam kehidupannya.

Elemen-elemen diatas adalah beberapa perasaan-perasaan yang mungkin dialami

dalam komponen keintiman. Untuk merasakan pengalaman keintiman, tidak harus

merasakan semua komponen diatas, tetapi sebaliknya dari hasil penelitian dibuktikan

bahwa seseorang akan merasakan pengalaman keintiman jika ia merasakan perasaan-

perasaan yang sangat penting dikemukakan diatas, dimana jumlahnya berbeda tiap-tiap

orang. Biasanya pengalaman-pengalaman ini tidak dirasakan terpisah-pisah, tetapi

sebagai suatu kesatuan.

b. Gairah (Passion)

Komponen gairah adalah dorongan yang mengarahkan pada suatu emosi yang

kuat dalam hubungan cinta tersebut. Dalam hubungan cinta romantis, ketertarikan fisik

dan seksual mungkin adalah hal yang utama. Namun motif yang lainnya seperti

9
memberi dan menerima perhatian, kebutuhan akan harga diri atau kebutuhan untuk

mendominasi mungkin turut terlibat. Komponen gairah dikatakan oleh Eaine Hatfield

dan Walster (dalam Sternberg, 1988) sebagai “keadaan kepemilikan dan bersatu dengan

orang yang dicintai.” Gairah adalah ekspresi dari hasrat dan kebutuhan seperti harga

diri, kasih sayang, dominansi, nurturance dan kebutuhan seksual. Derajat kekuatan dari

kebutuhan-kebutuhan ini bervariasi tergantung pada jenis individunya, situasi dan jenis

hubungan dari kebutuhan yang dijalani. Gairah dalam cinta cenderung berinteraksi

dengan keintiman bahkan saling mendukung satu sama lain. Bahkan kadang-kadang

gairah dapat dibangkitkan melalui keintiman. Pada beberapa jenis hubungan yang

melibatkan lawan jenis, komponen gairah ini akan muncul dengan cepat dan keintiman

akan mengikuti kemudian.

Gairah dalam suatu hubungan mungkin adalah hal yang pertama sekali muncul,

tetapi keintiman akan membantu dalam memperkuat hubungan tersebut. Dalam

beberapa jenis hubungan, gairah akan muncul belakangan setelah munculnya keintiman.

Ada pula jenis hubungan dimana gairah dan keintiman saling berlawanan. Misalnya

dalam hubungan prostitusi, seseorang mungkin mencari pemenuhan akan kebutuhan

gairahnya, namun hal tersebut meminimalisasi keintiman Kebanyakan orang

menganggap gairah adalah hal-hal yang berhubungan dengan seksual. Tetapi setiap

keterbangkitan psikofisiologis dapat dikatakan sebagai pengalaman gairah. Misalnya,

individu dengan kebutuhan kasih saying yang tinggi mungkin akan mendapatkan

pengalaman gairah dengan orang yang memberikan kasih sayang tersebut.

c. Komitmen (Commitment)

10
Komponen komitmen merupakan suatu keputusan yang diambil seseorang bahwa dia

mencintai orang lain dan secara berkesinambungan akan tetap mempertahankan cinta

tersebut. Hal ini adalah komponen kognitif utama dari cinta. Komponen komitmen

sendiri mempunyai dua aspek jangka pendek dan jangka panjang. Aspek jangka pendek

adalah keputusan untuk mencintai seseorang. Sedangkan keputusan jangka panjang

adalah untuk mempertahankan hubungan cinta tersebut. Kedua aspek ini tidak harus

dialami bersama-sama. Keputusan untuk mencintai belum tentu mengakibatkan

munculnya keinginan untuk mempertahankan hubungan. Komponen komitmen

berinteraksi dengan keintiman dan gairah. Bagi kebanyakan orang, komitmen dihasilkan

dari kombinasi keintiman dan gairah

Tabel 2.1

Sifat dari Komponen Cinta

No Sifat Keintiman Gairah


Komitmen
1. Kestabilan Menengah Rendah
Tinggi
2. Kontrol Kesadaran Menengah Rendah
Tinggi
3. Tingkat pentingnya Bervariasi Tinggi
Bervariasi
pengalaman yang
diperoleh
4. Peran dalam hubungan Menengah Tinggi
Rendah
Jangka pendek
5. Peran dalam hubungan Tinggi Menengah
Tinggi
Jangka panjang
6. Keterlibatan fungsi Rendah Tinggi
Menengah
psikofisiologis

11
Misalnya, keintiman dan komitmen relatif lebih stabil dalam hubungan yang

dekat, sementara gairah cenderung relatif tidak stabil dan berubah-ubah tanpa dapat

diprediksi. Kita memiliki kontrol kesadaran tertentu terhadap keintiman, tingkat

kesadaran yang tinggi terhadap komitmen tetapi kontrol yang sangat sedikit terhadap

keterbangkitan gairah. Kita selalu sadar terhadap kemunculan gairah, namun kesadaran

akan adanya keintiman atau komitmen sifatnya bervariasi. Kadang-kadang kita

mengalami perasaan hangat karena adanya keintiman, tetapi tidak menyadarinya bahkan

tidak dapat melabelnya. Hal yang sama terjadi bahwa kita tidak menyadari seberapa

tinggi komitmen kita terhadap orang lain dan terhadap hubungan tersebut sampai ada

sesuatu atau seseorang yang mengintervensi dan mempengaruhi komitmen tersebut.

Peran dari ketiga komponen ini bervariasi, tergantung kepada hubungan cinta yang

berlangsung, jangka panjang atau jangka pendek. Dalam hubungan jangka pendek,

khususnya cinta romantis, gairah (passion) memainkan peran yang besar sedangkan

keintiman (intimacy) perannya menengah dan komitmen (commitment) memainkan

peran yang paling kecil. Sebaliknya dalam hubungan yang jangka panjang, keintiman

dan komitmen justru berperan sangat besar, sedangkan gairah perannya menengah saja

dan mungkin akan menurun seiring berjalannya waktu.

Ketiga komponen ini juga berbeda keberadaannya dalam berbagai hubungan

cinta. Keintiman biasanya ditempatkan di posisi puncak dari banyak hubungan cinta,

dimana jenis hubungan cinta yang dimaksud adalah hubungan dengan orangtua, saudara,

kekasih, atau teman dekat. Gairah kelihatannya sangat terbatas keberadaannya pada

12
jenis hubungan cinta tertentu, khususnya yang romantis. Sementara keberadaan

komitmen sangat bervariasi pada hubungan cinta yang berbeda. Misalnya, komitmen

cenderung tinggi pada cinta terhadap anak, tetapi relatif rendah pada cinta terhadap

teman yang dapat berubah sepanjang masa. Ketiga komponen ini juga berbeda

keberadaannya jika ditinjau dari adanya keterlibatan fungsi psikofisiologis, sementara

komitmen sangat sedikit melibatkannya dalam melibatkan fungsi psikofisiologis,

Keintiman berada pada interval menengah dalam melibatkan fungsi psikofisiologis.

Menurut Erich Fromm (2005) karakter aktif cinta makin jelas karena selalu

menyiratkan elemen-elemen dasar tertentu, sama pada semua bentuk cinta, yaitu:

a. Perhatian

Cinta yang berarti perhatian paling tampak dalam cinta ibu pada anaknya. Jika

kita melihatnya kurang perhatian dalam mengurus bayinya, jika dia menolak

memberinya makan, memberinya kenyamanan fisik, maka cintanya tidak tulus dan kita

akan terkesan cintanya jika kita melihatnya mengurus anaknya. Cinta adalah aktif pada

kehidupan dan pertumbuhan yang kita cintai itu. Jika kepedulian aktif ini lemah, berarti

cinta itu tidak ada. Perhatian dan kepedulian menyiratkan aspek lainnya dari cinta: yaitu

yaitu.

b. Tanggung Jawab

Tanggung jawab dalam arti yang sebenarnya adalah sepenuhnya tindakan

sukarela; adalah tanggapanku atas kebutuhanku, terang-terangan maupun tidak pada

keberadaan manusia lain. “Bertanggung jawab” (responsible) artinya sanggup dan siap

untuk tanggap (respond). Cinta antara orang dewasa terutama berkenaan dengan

13
kebutuhan psikis akan orang lain. Tanggung jawab dengan mudah bisa mundur menjadi

dominasi dan sikap posesif, yang tak sesuai dengan komponen cinta, rasa hormat.

c. Rasa Hormat

Hormat bukanlah rasa takut, melainkan, sesuatu akar katanya (respierce) artinya

memandang, kemampuan untuk memandang seseorang sebagaimana diinya, menyadari

kekhasannya sebagai individu. Hormat berarti peduli bahwa orang lain harus bertumbuh

dan berkembang sebagai dirinya. Hormat, oleh sebab itu, tidak memaafkan. Rasa hormat

itu ada hanya jika aku telah mampu mandiri. Hormat hanya ada atas dasar kebebasan

d. Pengetahuan

Tak mungkin kita menghormati tanpa mengenal dirinya; perhatian dan tanggung

jawab ajan kabur bila tak dituntun oleh pengatahuan. Pengetahuan akan hampa bila tak

digerakan oleh kepedulian. Ada banyak lapisan pengetahuan; pengetahuan sebagai

aspek cinta adalah pengetahuan yang tinggal di permukaaan, tetapi merasuk ke dalam

inti. Pengetahuan hanya ada jika aku melampaui perhatian untuk diriku dan melihat

orang lain dalam namanya sendiri. Pengetahuan punya kaitan satu lagi, dan lebih

mendasar, dengan persoalan cinta. Untuk melampaui penjara keterasingannya, manusia

punya kebutuhan dasar untuk menyatu dengan orang lain, kebutuhan ini terkait erat

dengan hasrat dasar manusia yang lain, yaitu mengetahui “rahasia manusia”. Meskipun

dalam aspek biologisnya semata kehidupan ini adalah suatu keajaiban dan rahasia,

manusia dalam aspek manusianya adalah rahasia tak terduga bagi dirinya sendiri dan

bagi sesamanya. Kita mengenal diri sendiri, tetapi seperti apapun kita mencoba kita

tidak benar-benar mengenal diri sendiri. Begitupun untuk orang lain. Makin jauh kita

14
menyelami keberadaan kita, atau keberadaan orang lain, makin tujuan pengetahuan itu

menjauhi kita. Namun kita terus tergoda untuk memasuki rahasia jiwa manusia, ke

dalam inti terdalam yaitu “dia”. Jalan untuk menguak rahasia adalah dengan cinta.

Cinta merupakan upaya aktif menembus orang lain, yang dengan bersatu, maka hasratku

untuk mengetahui pun sirna. Dalam tindakan menyatu itu aku tahu engkau, aku tahu

diriku dan aku tahu semua orang dan aku “tak tahu” apa-apa. Cinta adalah satu-satunya

jalan pengetahuan dan penyatuan telah menjawab pertanyaanku.

2.1.3 Objek-Objek Cinta

Cinta adalah orientasi yang mengarah pada semua dan tidak pada satu orang.

Namu, dengan berkata demikian bukan berarti tak ada perbedaan dalam jenis-jenis cinta.

Keragaman cinta jenis itu berdasarkan pada obyek yang dicintai.

a. Cinta Persaudaraan

Jenis cinta paling fundamental yang mendasari seluruh jenis cinta adalah cinta

persaudaraan. Inilah jenis cinta yang ada dalam Alkitab Cintailah sesama manusia

seperti dirimu sendiri. Cinta persaudaraan adalah cinta untuk seluruh umat manusia.

Cirinya, tak banyak eksklusivitas. Cinta persaudaraan berlandaskan perasaan bahwa

kita semua satu. Cinta pada orang yang tak berdaya, cinta pada orang miskin dan

orang-orang asing adalah awal dari cita persaudaraan

b. Cinta Keibuan

Cinta keibuan adalah afirmasi tanpa syarat atas hidup sang anak dan kebutuhannya.

Afirmasi pada hidup sang anak ada dua aspek; satu adalah perhatian dan tanggung

jawab yang sangat diperlukan untuk kelangsungan hidup dan perkembangan anak.

15
Aspek lainnya lebih dari sekedar memelihara, yaitu perilaku menanamkan dalma diri

anak cinta utuk hidup, yang memberinya perasaan. Esensi dari cinta ibu adalah

memperhatikan pertumbuhan anak, dan itu artinya ibu menginginkan terpisahnya anak

dari dirinya.

c. Cinta erotis

Cinta erotis sering rancu dengan perasaan “jatuh” cinta yang meledak-ledak,

runtuhnya secara tiba-tiba semua tembok yang sebelumnya berdiri diantara dua orang

asing. Cinta erotis mengakibatkan keintiman yang mendadak dan hanya bertahan

sementara. Setelah kedua orang asing itu menjadi dekat, tak ada lagi penghalang untuk

ditaklukan, taka da lagi keintiman mendadak untuk diraih. Orang yang dicintai jadi

dikenal baik seperti mengenal diri sendiri. Bagi mereka keintiman dibangun terutama

melalui hubungan seksual karena bagi mereka keterpisahan dengan orang lain bermakna

keterpisahan fisik,sehingga penyatuan fisik dianggap akan mengatasi rasa keterpisahan

itu. Tujuan hasrat seksual adalah penyatuan dan bukan sekedar gairah fisik, peredaan

ketegangan yang menyakitkan. Namun, hasrta seksual pun bisa dirangsang oleh rasa

cemas akan kesendirian, oleh keinginan menaklukan atau ditaklukan, oleh keangkuhan,

oleh keinginan untuk menyakiti dan bahkan merusak, sebesar rangsangan cinta. Cinta

dapat membagkitkan keinginan seksual; bila demikian maka hubungan fisik itu tidakah

tamak, tidak menaklukan atau ditaklukan, melainkan berbaur kelembutan. Dalam cinta

erotis terdapat ekslusivitas yang nyaris tak ada dalam cinta persaudaran dan

keibuan.ekslusivitas cinta seringkali disalahartikan, sebagai ikatan yang posesif.

d. Cinta diri

16
Freud membahas cinta diri dala istrilah psikiatris, tetapi tetap saja pertimbangan

nilainya sama dengan Calvin. Baginya, cinta diri sama dengan narsisme, berbeloknya

libido pada diri sendiri. Narsisme adalah fase paling awal pada perkembangan manusia,

dan orang yang dalam masa dewasanya kembali pada fase narsistik ini berarti tidak

mampu mencintai; pada kasus dia tidak waras.

Freud menganggap cinta sebagai manifestasi libido, dan bahwa libido diarahkan

pada orang lain baik itu cinta atau cinta diri. Cinta dan cinta diri karenanya semakin

berkurang yang lain. Jika cinta diri adalah buruk, berarti tidak mementingkan diri adalah

baik. Menurut Fromm (2005) diri sendiri harus menjadi objek cinta sebagaimana besar

cinta pada orang lain. Afirmasi atas hidupku, kebahagiaanku, perkembanganku,

kebebasanku, berakar dari kapasitasku mencintai. Egois dan cinta diri tentu tidak sama,

justru bertolak belakang.

e. Cinta Tuhan

Bentuk relijius dari cinta, yaitu cinta Tuhan. Cinta itu tumbuh dari keinginan

mengatasi keterasingan dan meraih penyatuan. Dalam semua agama teistik, baik

politeistik maupun monoteistik, Tuhan adalah prinsip tertinggi, sebaik-sebaiknya

kebaikan oleh sebab inilah pemahaman konsep Tuhan harus diawali dengan analisis

struktur karakter manusia yang menyembah Tuhan. Karakter cinta Tuhan bergantung

pada bobot masing-masing aspek matriarkal dan patriarkal agama. Aspek matriarkal

mencintai Tuhan layaknya mencintai ibu dan aspek patriarkal mencintau Tuhan

layaknya mencintai ayah. Kemudian aspek lainnya adalah kedewasaan yang dicapai

individu, artinya dalam konsep tentang Tuhan da cintanya kepada Tuhan.

17
Tabel 2.1
Sifat dari Komponen Cinta

No Bentuk Cinta Keintiman Gairah


Komitmen

1. Non Love - + -
2. Liking + - -
3. Infantuated love - + -
4. Empty Love - - +
5. Romantic Love + + -
6. Compasionate Love + - +
7. Fotus Love - + +
8. Comsummate Love + + +

Menurut Stenberg (dalam Tambunan, 2001), setiap komponen pada setiap

individu berbeda tingkatannya. Cinta yang ideal adalah apabila ketiga komponen

tersebut berada pada proporsi yang sesuai pada suatu waktu tertentu. Misalnya pada

tahap awal hubungan, yang paling besar adalah komponen keintiman. Setelah itu

berlanjut pada komponen gairah yang disertai komitmen yang lebih besar, misalnya

melalui pernikahan.

2.2 Remaja

2.2.1 Definisi Remaja

Remaja berasal dari kata latin “adolescere” yang berarti tumbuh atau

berkembangkearah kematangan. Dalam periode ini, seseorang akan mengalami

kematanganfisik sebagai hasil dari munculnya hormon pubertas, tetapi terutama

kematangansosial dan psikologis (Sarlito, 2003). Santrock (2003) menjelaskan bahwa

remajaadalah masa transisi dari anak-anak menuju dewasa yang mencakup

perubahanbiologis, psikologis, dan kognitif dan sosial-emosional.

18
World Health Organization (WHO) memberikan definisi tentang remajayang lebih

konseptual (Sarlito, 2001). Dalam definisi tersebut dikemukakan3 kriteria biologis,

psikologis, dan sosial ekonomi, yaitu:

1. Individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan tandatandaseksual

sekundernya sampai saat ia mencapai kematanganseksual.

2. Individu mengalami perkembangan psikologik dan pola identifikasidari kanak-

kanak menjadi dewasa.

3. Terjadi peralihan dari ketergantungan sosial-ekonomi yang penuhkepada

keadaan yang relatif lebih mandiri.

Batasan remaja menurut WHO (Sarlito, 2001) terbagi dalam dua bagian yaitu

remaja awal 10-14 tahun, dan remaja akhir 15-20 tahun.Begitupula dengan. Sedangkan

Santrock (2003) menyebutkan remaja akhir berakhir pada usia 18-22 tahun. Papalia dan

Olds (2008) menjelaskan bahwa remaja adalah seseorang yang mengalami pubertas,

dengan batas usia 11 atau 12 tahun sampai berusia 21 tahun atau tahap remaja akhir.

Pubertas adalah periode dalam rentang perkembangan ketika anak-anak berubah

dari mahluk aseksual menjadi mahluk seksual. Kata pubertas berasal dari kata latin yang

berarti “usia kedewasaan”. Kata ini lebih menunjukkan pada perubahan fisik daripada

perubahan perilaku yang terjadi pada saat individu secara seksual menjadi matang dan

mampu memperbaiki keturunan (Hurlock,1980).

2.2.2 Batasan Usia Remaja

Santrock (2003) menyebutkan remaja akhir berakhir pada usia 18-22 tahun.

Papalia dan Olds (2008) menjelaskan bahwa remaja adalah seseorang yang mengalami

19
pubertas, dengan batas usia 11 atau 12 tahun sampaiberusia 21 tahun atau tahap remaja

akhir.

Berdasarkan tahapan perkembangan individu dari masa bayi hingga masa tua

akhir menurut Erickson, masa remaja dibagi menjadi tiga tahapan yakni masa remaja

awal, masa remaja pertengahan, dan masa remaja akhir. Adapun kriteriausia masa

remaja awal pada perempuan yaitu 13-15 tahun dan pada laki-laki yaitu15-17 tahun.

Kriteria usia masa remaja pertengahan pada perempuan yaitu 15-18tahun dan pada laki-

laki yaitu 17-19 tahun. Sedangkan kriteria masa remaja akhirpada perempuan yaitu 18-

21 tahun dan pada laki-laki 19-21 tahun.

Menurut Mappiare masa remaja berlangsung antara umur 12 tahun sampai dengan

21 tahun bagi wanita dan 13 tahun sampai dengan 22 tahun bagi pria. Rentang usia

remaja ini dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu usia 12/13 tahun sampai dengan 17/18

tahun adalah remaja awal, dan usia 17/18 tahun sampai dengan 21/22 tahun adalah

remaja akhir (Ali & Asrori, 2006).

Batas usia remaja menurut hukum Indonesia adalah pada umur 21, seperti yang

ada di Hukum Perdata (BW) : 21 tahun, Pasal 330 : "Belum dewasa adalah mereka yang

belum mencapai umur genap dua puluh satu tahun, dan tidak terlebih dahulu telah

kawin. Menurut Depkes RI adalah antara 10 samapi 19 tahun dan belum kawin.

Menurut BKKBN adalah 10 sampai 19 tahun (Widyastuti dkk., 2009). Dengan

demikian, batas usia pada remaja adalah sekitaran usia 19-21 tahun dimana sebelum

memasuki usia perkembangan dewasa awal

2.2.3 Tugas Perkembangan Remaja

20
Hurlock (1980) menjelaskan bahwa semua tugas perkembangan pada masa remaja

dipusatkan pada pusaka penanggulangan sikap dan pola perilaku yang kekanak-kanakan

dan mengadakan persiapan untuk menghadapi masa dewasa. Tugas-tugas tersebut

antara lain:

- Mencapai hubungan baru dan yang lebih matang dengan teman sebayabaik pria

maupun wanita.

- Mencapai peran sosial pria, dan wanita.

- Menerima keadaan fisiknya dan menggunakan tubuhnya secara efektif.

- Mengharapkan dan mencapai perilaku sosial yang bertanggung jawab

- Mencapai kemandirian emosional dari orang tua dan orang-orangdewasa

lainnya.

- Mempersiapkan karir ekonomi.

- Mempersiapkan perkawinan dan keluarga.

- Memperoleh perangkat nilai dan sistem etis sebagai pegangan untukberperilaku

mengembangkan ideology

Hurlock (Ali & Asrori, 2006) juga menambahkan bahwa tugas-tugas perkembangan

masa remaja adalah berusaha:

- Mampu menerima keadaan fisiknya;

- Mampu menerima dan memahami peran seks usia dewasa;

- Mampu membina hubungan baik dengan anggota kelompok yangberlainan jenis;

- Mencapai kemandirian emosional;

- Mencapai kemandirian ekonomi;

21
- Mengembangkan konsep dan keterampilan intelektual yang sangatdiperlukan

untuk melakukan peran sebagai anggota masyarakat;

- Memahami dan menginternalisasikan nilai-nilai orang dewasa danorang tua;

- Mengembangkan perilaku tanggung jawab sosial yang diperlukanuntuk

memasuki dunia dewasa;

- Mempersiapkan diri untuk memasuki perkawinan;

- Memahami dan mempersiapkan berbagai tanggung jawab kehidupankeluarga.

Erikson (dalam Hurlock 1999) menyebutkan bahwa tugas terpenting bagi remaja

adalah mencapai identitas diri yang lebih mantap melalui pencarian dan eksplorasi

terhadap diri dan lingkungan sosial.Perubahan biologis pada remaja menyebabkan

perubahan dalam ekspektasi atau harapan sosial pada mereka.

Hurlock (1980) juga menjelaskan sebagian besar orang-orang primitive selama

berabad-abad mengenal masa puber sebagai masa yang penting dalam rentang

kehidupan setiap orang.Mereka sudah terbiasa mengamati berbagai upacara sehubungan

dengan kenyataan bahwa dengan terjadinya perubahanperubahan tubuh, anak yang

melangkah dari masa kanak-kanak ke masa dewasa.Setelah berhasil melampaui ujian-

ujian yang merupakan bagian penting dari semua upacara pubertas, anak laki-laki dan

anak perempuan memperoleh hak dan keistimewaan sebagai orang dewasa dan diharap

memikul tanggung jawab yang mengiringi status orang dewasa.

2.2.4 Perkembangan Remaja

 Perkembangan Fisik

22
Menurut Sarlito (2001) perubahan-perubahan fisik yang terjadi pada remaja

adalah perubahan primer, sedangkan perubahan-perubahan psikologis adalah sebagai

akibat dari perubahan-perubahan fisik tersebut

Hurlock (1999) membagi perubahan fisik remaja menjadi 2 (dua) jenis perubahan,

yaki perubahan eksternal dan perubahan internal.Perubahan eksternal meliputi

perubahan tinggi, berat, proporsi tubuh, organ seks, dan ciri-ciri seks

sekunder.Sedangkan perubahan internal meliputi perubahan disistem perdarana dara,

pernapasan, sistem endoktrin dan jaringan tubuh.

 Perkembangan Kognitif

Remaja mulai berpikir seperti ilmuan, menyusun rencana pemecahan masalah dan

secara sistemati menguji cara-cara pemecahan yang dipikirkannya. Jenis-jenis proses

pemecahan ini diberi nama penalaran hipotetikal-deduktif (hypothethical deductive

reasoning). Penalaran ini merupakan kemampuan kognitif untuk mengembangkan

hipotesis, atau memperkirakan cara untuk memecahkan masalah. Remaja Melakukan

deduksi secara sistematis, atau menyimpulkan cara melakukan persamaan tersebut

(Santrock, 2003)

 Perkembangan Perubahan Emosional

Hurlock (1999) menyatakan bahwa keaadan emosi remaja berada pada perioe

badai dan tekanan (storm and stress) yaitu suatu masan dimana ketegangan emosi

meninggi sebagai akibat dari perubahan fisik dan kelenjar. Adapun meningginya emosi

terutama karema para remaja berada dibawah tekanan sosial dan menghadapu kondisi

23
dan harapan baru.Keadaan ini menyebabkan remaja mengalami kegagalan dalam

menyelesaikan masalah yang sedang dihadapinya.

Namun, sebagian besar remaja mengalami kestabilan dari waktu ke waktu sebagai

konsekuensi dari usaha penyesuaian diri pada pola perilaku baru dan harapan sosial

yang baru (Hurlock 1999). Meskipun emosi remaja seringkali sangat kuat, tidak

terkendali dan tampaknya irasional, tetap pada umumnya dari tahu ke tahun terjadi

perbaikan perilaku emosional (Hurlock 1999)

Perbedaan pola emosi remaja dan anak-anak terletal pada rangsangan

membangkitkan emosi dan derajat, dan khususnya pada pengendalian latihan individu

terhadap ungkapan emsi mereka. Remaja tidak lagi mengungkapkan amarahnya dengan

cara gerakan amarah yang meledak-ledak, melainkan dengan menggurutu, tidak mau

bicara, atau dengan suara keras mengkritik orang-orang yang menyebabkan amarah

(Hurlock 1999).

Remaja dikatakan telah mencapai kematangan emosi apabila pada akhir masa

remaja tidak “meledakan” emosinya di harapan orang lain melainkan menunggu saat

yang tepat untuk mengngkapkan emosinya dengan cara-cara yang lebih dapat doterima,

individu menilai situasi secara kritis terlebih dahulu sebelum bereaksi secra emosional

(Hurlock 1999)

Bila remaja ingin mencapai kematangang emosi, ia harus beljar mengenai kataritis

emosi untuk menyalurkan emosinya adapun cara yang dilakukan adalah latihan fisik

yang berat, bermain, atau berkeja, tertawa atau ,menangis. Akhirnya remaja yang
24
emosinya matang memberikan reaksi emosional yang stabil, tidak meledak-ledak, tidak

berubah dari satu emosi atau suasana hati ke suasana hati yang lain (Hurlock 1999)

 Perkembangan Psikososial

Dalam bukuna yang berjudul “Childhood and Society tahun 1963, Erikson

membuat sebuah bagan unutk mengurutkan delapan tahap perkembangan manusia.

Erikson berdalil bahwa setiap tahap menghasilkan epigenetic. Epigenetik berasal dari

dua suku kata yaitu epi yang artinya upon atau sesuatu yang sedang berlangsung dan

genetic yang berarti emergence atau kemunculan. Selanjutnya Erikson berpendapat

bahwa setiap tahap perkembangan psikososial juga disertai oleh krisis. Perbedaan dalam

komponen kepribadian yang ada didalam tiap-tiap krisis adalah sebuah masalah yang

harus dipecahkan. Konflik adalah sesuatu yang sangat vital dan bagian yang utuh,

karena pertumbuhan dan perkembangan antara personal dalam sebuah lingkungan

tentang suatu peningkatan dalam sebuah sikap yang mudah sekali terkena serangan

berdasarkan fungsi dari ego pada setiap tahap.

Perkembangan psiksosial remaja menurut Erikson (1963) berada pada tahap

Identitas vs Kekacauan Identitas (Identityversus identity confusion).Identityversus

identity confusion merupakan tahap perkembangan Erikson yang ke 5 (lima) yang

terjadi pada saat individu berada pada masa remaja. Pada tahap ini, remaja berusaha

untuk menemukan siapakah mereka sebenarnya, apa saja yang ada dalam diri mereka,

dan arah mereka menjalani hidup. Erikson yakin bahwa remaja menghadapi sejumlah

25
pilihan dan pada titik tertentu di masa muda akan memasuki suatu masa psychological

moratium (Santrock, 2003).

Psychological moratium adalah istilah Erikson untuk kesenjangan antara rasa

aman dimasa kanak-kanak dengan otonomi individu dewasa yang dialami remja sebagai

bagian dari eksplorasi identitas mereka.Ketika remaja mengeksplorasi dan mencari

identitas budayanya, remaja seringkalu berskperimen dengan peran-peran yang

berbeda.Penting bagi para orang dewasa untuk memberikan waktu dan kesempatan bagi

remaja untuk mengeksplorasi peran-peran dan kepribadian yang berbeda. Pada akhirnya

remaja akan membuang peran-peran yang tidak diharapkan. Ada berates-ratus peran

yang dapat dicoba oleh remaja dan munkgin juga banyak cara untuk bisa memperoleh

setiap peran (Santrock 2003). Erikson meyakini bahwa dimasa remaja akhir, peran

dalam dunia kerja merupakan titik pusat dari perkembangan identitas.

Menurut Erikson masa ini merupakan masa yang mempunyai peranan penting,

karena melalui tahap ini orang harus mencapai tingkat identitas ego, dalam

pengertiannya identitas pribadi berarti mengetahui siapa dirinya dan bagaimana cara

seseorang terjun ke tengah masyarakat. Lingkungan dalam tahap ini semakin luas tidak

hanya berada dalam area keluarga, sekolah namun dengan masyarakat yang ada dalam

lingkungannya. Masa pubertas terjadi pada tahap ini, kalau pada tahap sebelumnya

seseorang dapat menapakinya dengan baik maka segenap identifikasi di masa kanak-

kanak diintrogasikan dengan peranan sosial secara aku, sehingga pada tahap ini mereka

sudah dapat melihat dan mengembangkan suatu sikap yang baik dalam segi kecocokan

26
antara isi dan dirinya bagi orang lain, selain itu juga anak pada jenjang ini dapat

merasakan bahwa mereka sudah menjadi bagian dalam kehidupan orang lain. Semuanya

itu terjadi karena mereka sudah dapat menemukan siapakah dirinya.Identitas ego

merupakan kulminasi nilai-nilai ego sebelumnya yang merupakan ego sintesis.

Dalam arti kata yang lain pencarian identitas ego telah dijalani sejak berada

dalam tahap pertama/bayi sampai seseorang berada pada tahap terakhir/tua. Oleh karena

itu, salah satu point yang perlu diperhatikan yaitu apabila tahap-tahap sebelumnya

berjalan kurang lancar atau tidak berlangsung secara baik, disebabkan anak tidak

mengetahui dan memahami siapa dirinya yang sebenarnya ditengah-tengah pergaulan

dan struktur sosialnya, inilah yang disebut dengan identity confusion atau kekacauan

identitas.

Disebutkan dalam Hurlock (1980) bahwa yang termasuk kedalam minat pribadi

yang dimiliki remaja adalah minat pada penampilan diri,pakaian, prestasi, kemandirian,

dan uang. Kecenderungan kuatnya minat pribadi yang dimiliki remaja dapat disebabkan

oleh kesadaran remaja bahwa dukungan sosial sangat dipengaruhi oleh penampilan diri

dan juga penilaian kelompok sosial berdasarkan benda yang dimiliki, kemandirian,

sekolah, keanggotaan sosial, serta banyaknya uang yang dibelanjakan oleh remaja.Oleh

karena itu perkembangan psikosoial yang utama pada remaja adalah mendapatkan

dukungan sosial atas minat pribadinya.

2.3 Orientasi Seksual

27
Sebelum kita berbicara lebih jauh tentang orientasi seksual, penulis akan

menjelaskan beberapa terminologi yang hampir sama ketika membahas tentang konsep

seksualitas, yaitu identitas seksual, perilaku seksual, dan orientasi seksual itu sendiri.

Eccles dkk (2004) dan Igartua dkk (2009), menjelaskan identitas seksual sebagai

persepsi individu tentang peran seksual dirinya yang dipengaruhi oleh kematangan

individu. Selanjutnya, Dilorio dkk (2004) dan Igartua dkk (2009) mengartikan

perilaku seksual sebagai suatu sikap dan tindakan untuk melakukan kontak seksual

dengan orang lain (laki-laki, wanita, atau keduanya). Dalam pengertian ini, perilaku

seksual merujuk pada aktivitas dan tindakan seksual dari seseorang. Sementara itu,

American Psychological Association(2008)mendeskripsikan orientasi seksual

sebagai sebuahkondisi emosional yang bertahan lama, romantis, dan daya pikat seksual

untuk berhubungan dengan orang lain (laki-laki, wanita, atau keduanya).American

Psychological Association(2008) juga menyatakan bahwa orientasi seksual merujuk

pada suatu perasaan dan konsep diri dari individu. Artinya, apa yang individu rasakan

tentang orientasi seksualnya mungkin akan diekpresikan atau tidak diekpresikan dalam

bentuk perilaku seksualnya, karena hal tersebut berhubungan juga dengan bagaimana

konsep diri yang dimiliki noleh seseorang. Jadi, bagaimana seseorang melihat dan

memikirkan tentang dirinya juga akan mempengaruhi apakah orientasi seksualnya akan

ditampakkan atau tidak ditampakkan dalam bentuk perilakunya. Dengan bahasa yang

lain dapat dikatakan bahwa mungkin seseorang mempunyai kecenderungan untuk

melakukan orientasi seksual seperti apa yang ada dalam pikirannya, tetapi orang tersebut

tidak mengimplementasikan kecenderungan tersebut dalam bentuk perilaku yang

28
tampak, atau orang tersebut hanya menyimpan orientasi seksualnya didalam otaknya,

tetapi tidak pernah melakukan kontak seksual dalam bentuk perilaku seksual.

Secara umum, ketika kita bicara tentang orientasi seksual, maka kita akan

mendiskusikan tentang tiga hal, yakni heteroseksual, homoseksual dan biseksual (APA,

2008; Zietschdkk.,2008; Tucker dkk., 2008; Igartua dkk., 2009; Berlan dkk., 2010).

Heteroseksual merupakan suatukecenderungan untuk melakukan daya pikat seksual

secara emosional dan romantik dengan orang lain yang mempunyai jenis kelamin yang

berbeda dengan dirinya. Dalam kasus ini, aktivitas seksual dilakukan dengan orang lain

yang mempunyai jenis kelamin yang berbeda, seperti laki-laki dengan perempuan atau

sebaliknya.Sedangkan, homoseksualadalah suatu kecenderungan untuk melakukan daya

pikat seksual secara emosional dan romantic dengan orang yang mempunyai jenis

kelamin yang sama, atau aktivitas seksual yang dilakukan terjadi antara laki-laki dan

laki-laki yang disebut gay, atau antara wanita dengan wanita yang dikenal dengan

sebutan lesbian.Selanjutnya istilah biseksual dipakai untuk menjelaskan kecenderungan

untuk melakukan daya pikat seksual secara emosional dan romantic yang terjadi antara

keduanya, yaitu laki-laki dan juga wanita. Jadi, biseksual mempunyai posisi antara dua

kecenderungan yakni heteroseksual dan homoseksual.

Berdasarkan Santrock (2006), APA (2008) and Sigelman dan Rider (2009),

orientasi seksual ini berkembang selama rentang kehidupan, akan tetapi fenomena

tersebut baru muncul ketika individu memasuki masa remaja. Hal ini berhubungan

dengan tahap perkembangan yang dikemukakan oleh Ericson yaitu pase identitas dan

kebingungan peran (Santrock, 2006; Sigelman danRider, 2009). Ericson sebagaimana

29
ditulis oleh Arnett (2004) and Santrock (2006), menjelaskan bahwa masa remaja juga

dikenal sebagai masa “storm and stress”, karena pada tahap ini para remaja menemukan

sesuatu yang baru didalam kehidupan mereka secara bersamaan, antara perubahan fisik

cepat dan ketidak nyaman secara psikologis.

Disisi lain, mereka juga bertemu dengan hal yang baru dalam kehidupan sosial

kemasyarakatannya. Mereka sadar mereka bukan lagi anak-anak, tetapi mereka juga

belum mampu untuk mengekpresikan kemampuan dan potensi mereka dengan benar,

karena orang-orang disekitar mereka juga tidak menerima dan tidak mengakui mereka

sebagai orang dewasa. Mereka mendapatkan sesuatu yang aneh dengan diri dan hidup

mereka, tetapi mereka tidak dapat mengerti hal tersebut dengan pasti. Lebih jauh, ketika

para remaja itu sendiri dan tidak ada orang yang membimbing dan membantu mereka,

maka kemungkinan sesuatu akan terjadi pada mereka di tahap perkembangan ini, dan itu

bukan saja tentang kendala dalam menemukan identitas diri mereka, tetapi juga

mengenai identitas seksual dan orientasi seksual mereka. Oleh karena itulah, banyak

sekali penelitian yang telah dilakukan mencakup orientasi seksual yang terjadi dimasa

remaja (Tucker dkk., 2008; Igartua dkk., 2009;Berlan dkk., 2010; Ott, 2010).

Berdasarkan penelitian-penelitian tersebut, selanjutnya akan kita bahas factor-faktor apa

saja yang dapat mempengaruhi berkembangnya orientasi seksual.

2.3.1 Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Orientasi Seksual.

Pada dasarnya, belum ada kesepakatan diantara para peneliti dan ilmuwan

tentang faktor-faktor yang mempengaruhi berkembangnya orientasi seksual seseorang.

30
Kebanyakan para peneliti tidak dapat menjelaskan secara pasti tentang faktor apakah

yang lebih dominan mempengaruhi seseorang menjadi heteroseksual, homoseksual dan

biseksual. Kebanyakan peneliti menjelaskan beberapa faktor yang berkonstribusi pada

berkembangnya orientasi seksual, yaitu proses perkembangan (Eccles dkk., 2004;

Berlan dkk., 2010; Ott, 2010), keadaan social dan budaya tempat individu tumbuh dan

berkembang(Tucker dkk., 2008; Hernandez dkk, 2009; Baumle, 2010), genetik dan

hormon(Putz dkk., 2004; Zietsch dkk., 2008; Santtila dkk, 2009).

2.3.2 Pembentukan Orientasi Seksual Homoseksual

Kaum gay memiliki tahap-tahap pembentukan identitas diri, hal ini diungkapkan

oleh Vivienne Cass seorang ahli teori psikologi. Penelitiannya didominasi dengan

pembentukan identitas homoseksual. Pada tahun 1979, Cass mempublikasikan enam

tahap pembentukan identitas homoseksual yaitu Identity Confusion (Kebingungan),

Identity Comparison (Membandingkan), Identity Tolerance (Yakin), Identity

Acceptance (Membuka jati diri), Identity Pride (Bangga), Identity Synthesis (Merasa

Nyaman). Tidak semua gay dan lesbian mencapai tahap keenam, tergantung, di dalam

masing-masing tahapan, pada seberapa nyaman seseorang dengan orientasi seksualnya.

Pembentukan identitas tidak selalu terjadi secara teratur, dan biasanya juga tidak terjadi

secara tiba-tiba. Pada batas paling rendah, pembentukan identitas melibatkan komitmen

kepada kehidupan dalam dunia kerja, pemilihan ideologi, dan orientasi seksual

(Santrock, 2003).

Perkembangan merupakan salah satu faktor yang dapat menjelaskan mengapa

individu mempunyai kecenderungan untuk mempunyai orientasi seksual secara lebih

31
spesifik. Santrock (2006), Sigelman dan Rider (2009) menjelaskan bahwa

perkembangan merujuk pada proses perubahan dan mendapatkan kemantapan dalam

orientasi seksual. Artinya, bagaimana individu menjadi tertarik pada orientasi seksual

secara lebih spesifik telah dipengaruhi oleh pengalaman-pengalaman sepanjang masa

kehidupannya, mulai dari dalam kandungan dan permulaan hidup (neonate) sampai pada

tahap orientasi seksual muncul, yakni masa remaja.

Sigmund Freud (Santrock; 2006), Sigelman danRider (2009) juga menyatakan

bahwa orientasi seksualakan dimulai pada tahap genital (puberty or adolescent). Pada

tahap ini, individu akan mengidentifikasi orientasi seksualnya secara tidak sadar sebagai

akibat dari pengalaman- pengalaman yang terjadi dan ditekan (repressed) pasa masa

kanak-kanak akan ditampakkan kembali padatahap ini. Pandangan ini didukung oleh

Davis & Petretic-Jackson (2000), Corliss dkk, (2002), Eccles dkk (2004) dalam

penelitian mereka yang menemukan bukti bahwa pengalaman-pengalaman yang terjadi

dimasa kanak-kanak akan mempengaruhi orientasi seksual mereka dimasa dewasa,

bahkan juga akan mempengaruhi perilaku penyimpangan seksual seperti pada kasus

sodomi Siswanto alias Robot Gedek (1996) dan Andri Sobari alias Emon (2014), yang

diperkuat oleh hasil penelitian Davis & Petretic-Jackson (2000) Yang berkonsentrasi

pada dampak dari pelecehan dan kekerasan seksual terhadap interpersonal dan hubungan

seksual.

Selanjutnya, Corliss dkk(2002) dalam penelitiannya juga menemukan bahwa

penganiayaan (maltreatment)yang terjadi dimasa kanak-kanak,baik secara emosional

maupun fisik akan menjadi pemicu bagi munculnya orientasi seksual yang

32
berkecenderungan homoseksual atau biseksualdari pada heteroseksual. Sementara itu,

Eccles dkk (2004) telah melakukan penelitian mengenai pengalaman perkembangan

dari remaja-remaja homoseksual.

Dilorio dkk (2004), juga telah melakukan penelitian mengenai kemungkinan

situasi seksual yang dapat memicu perilaku seksual pada remaja. Dalam penelitian

tersebut ,Dilorio dkk (2004) telah menemukan bahwa faktor keluarga dan kelompok

teman sebaya (peer) mempunyai pengaruh yang kuat terhadap berkembangnya orientasi

seksual dan perilaku seksual pada remaja.

2.4 Homoseksual Lesbian

2.4.1 Kondisi Homoseksual (Lesbian)

Lesbian rata-rata berasal dari keluarga yang broken home atau kurang mendapat

perhatian dan kontrol akibat orang tuanya yang disibukkan dengan pekerjaan. Kondisi

keluarga yang tidak utuh akan memberikan dampak negatif terhadap perkembangan

kepribadian, perkembangan sosial, dan perkembangan emosi. Hal ini juga

mengakibatkan remaja akan mengalami kesulitan penyesuaian diri dalam bentuk

masalah perilaku, kesulitan belajar, atau penarikan diri dari lingkungan sosial serta

remaja akan merasa kurang mendapatkan perhatian dan kasih sayang atau bahkan

mengalami stress dan trauma untuk menjalani hubungan dengan lawan jenis (Thomae

dalam psikologi sosial, 2004; Asfriyati,2003; Holmes dan Rahe 2005; Cole,2004;

Kartono,2006 ).

Hal yang menarik adalah rata-rata informan merupakan perokok dan peminum

alkohol, bahkan ada salah satu informan yang pernah menjadi pecandu narkoba.

33
Penyalahgunaan napza biasa terjadi pada remaja yang mengalami masalah dalam

masyarakat, gaya berteman, dan pengaruh pola pergaulan, hal ini juga diakibatkan oleh

banyaknya generasi muda yang terpengaruh budaya asing dengan berperilaku negatif

seperti merokok, minum-minuman keras, menggunakan ekstasi, seks bebas, dll (Sayuti,

2005 ; Budiarta, 2000).

Homoseksual (lesbian) juga memiliki image yang buruk terhadap laki-laki akibat

pengalaman yang diperolehnya baik secara langsung maupun tidak langsung. Musen

(dalam Andayani dan Afiatin, 1996) menyebutkan bahwa pengalaman yang baik

(positif) akan berdampak pada proses pencapaian kematangan dan perkembangan

kepribadian. Kondisi tersebut juga rata-rata dialami oleh informan selama proses

pencarian identitas diri menjadi seorang homoseksual (lesbian), mereka mendapatkan

pengalaman yang buruk dari keluarganya seperti : orang tuanya bercerai, melihat orang

tuanya berhubungan seks ketika masih kecil, mendapat perlakuan yang tidak

menyenangkan dari orang tua tirinya, mendapat image yang buruk tentang laki-laki

karena melihat ayahnya memiliki banyak perempuan (isteri), diharapkan menjadi anak

laki-laki, patah hati akibat gagal menikah, dan mendapatkan cerita pengkhianatan laki-

laki yang berujung pada masalah seksualitas dari lingkungan sosialnya. Sebelum

mengikrarkan dirinya sebagai homoseksual informan juga mengalami pergulatan

didalam dirinya yaitu memiliki perasaan berbeda (sensitisasi), kebingungan identitas,

asumsi identitas, dan komitmen (Soetjiningsih, 2004).

2.4.2 Masalah yang dihadapi oleh homoseksual (lesbian)

34
Menjadi homoseksual merupakan hal yang tidak lazim dan juga “dinilai”

sebagai pemurtadan dari sisi religi (Bidstrup, 2000). Hal ini berkorelasi positif dengan

budaya bangsa Indonesia yang masih “mentabukan” perbincangan mengenai seksualitas

dan homoseksual.

Homoseksual (lesbian) memiliki cara penyelesaian masing-masing ketika

dihadapkan pada suatu masalah (koping) yang berbeda-beda. Menurut bentuknya,

Lazarus dan Folkman (Smet, 1994: 145) membagi koping menjadi dua macam, yaitu

Problem focused coping dan Emotions Focused Coping. Lesbian ada yang berfokus pada

masalah (problem focused coping) seperti : mencari sebab (akar) permasalahan, menemui

atau mencoba berkomunikasi dengan sumber masalah, meruntut permasalahan guna

menemukan akar permasalahan atau berfokus pada pengendalian emosi (emotions focused

coping) seperti : mencoba menenangkan diri dari kondisi stressfull dengan cara mencari

ketenangan refreshing atau menyendiri.

35
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif.

Metode kualitatif didefinisikan sebagai pendalaman sikap, perilaku dan pengalaman

melalui beberapa metode seperti wawancara ataupun kelompok tertentu (focus group).

Dalam hal ini dibutuhkan kedalaman pendapat dari partisipan penelitian. Karena

menganggap sikap, perilaku dan pengalaman penting, maka tidak banyak orang yang

terlibat dalam penelitian, tetapi dibutuhkan kontak atau relasi dengan orang tertentu

dengan jangka waktu tertentu. Adapun yang menjadi karakteristik dari penelitian

kualitatif adalah:

1. Data penelitian diperoleh secara langsung dari lapangan, dan bukan dari

laboratorium atau penelitian yang terkontrol.

2. Penggalian data dilakukan secara alamiah, melakukan kunjungan pada situasi-

situasi alamiah subyek.

3. Untuk memperoleh makna baru dalam bentuk kategori-ktegori jawaban, peneliti

wajib mengembangkan situasi dialogis sebagai situasi ilmiah

Dengan maksud menggambarkan atau mendeskripsikan penerimaan diri remaja yang

hamil diluar nikah, maka metode kualitatif yang dipilih dalam penelitian ini. Jenis

36
penelitian yang digunakan adalah kualitatif deskriptif. Kualitatif deskriptif atau disebut

juga dengan penelitian kualitatif hendak menemukan tiga hal yaitu who (siapa), when

(kapan), dan where (dimana) dari kejadian atau pengalaman, atau dasar dan bentuk

alaminya. Karena ketiga jenis penelitian ini lebih kompleks, dan membutuhkan

pemahaman filosofi dan pondasi yang ketat serta metode dan pola analisanya.

3.2 Subjek dan Lokasi Penelitian

Sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan maka akan dipilih remaja yang hamil di

luar nikah, yang tentu telah memenuhi prasyarat yang telah ditetapkan oleh peneliti.

Peneliti mencoba mencari subjek di kota Manado dan lebih tepatnya di sekitar

Kelurahan Maasing, Kecamatan Tuminting. Teknik pengambilan sampling penelitian ini

adalah Purposive Sampling karena memang sampel di wilayah penelitian ini terlampau

sedikit. Sampel pada penelitian kualitatif terdiri dari tiga jenis yaitu : purposive

sampling, quota sampling dan snowballing sampling (Mack,2005). Merujuk dari hal itu

peneliti mengambil teknik pengambilan sampel purposive sampling yaitu jumlah sampel

bisa ditentukan sebelum atau pada saat penelitian sedang dilaksanakan bergantung pada

sumber data yang ada, tersedia waktu penelitian, serta bergantung pada tujuan

penelitian. Jumlah sampel juga ditentukan oleh teori saturation yaitu berhenti

mengumpul data jika tidak ada lagi informasi yang baru.

Lokasi penelitian adalah di Kelurahan Maasing, Kecamatan Tuminting Kota

Manado

3.3 Teknik Pengambilan Data


37
Metode pengambilan data dalam penelitian ini menggunakan metode observasi dan

wawancara. Penelitian ini diawali dengan observasi terhadap remaja dengan orientasi

seksual lesbian di Kelurahan Maasing, Kecamatan Tuminting Kota Manado. Definisi

observasi adalah pencatatan yang sistematis dan melihat perilaku di lingkungan sosial

tempat studi berlangsung. Yang di amati adalah pakaian, gerak tubuh seperti mata,

tangan, kaki, kerutan dahi, kelas social, gender, dan status sosial (Webb dan

Denzin,1996). Dan observasi yang digunakan adalah non – pastisipan yaitu peneliti

lebih menonjol sebagai pengamat, meskipun kadang – kadang juga ikut serta seadanya

sebagai pelaku kegiatan sebagaimana layaknya orang dalam (Spradley,1980)

Setelah dilakukan observasi oleh peneliti, selanjutknya peneliti melakukan proses

wawancara. Dalam penelitian ini, wawancara berfungsi untuk mengumpulkan informasi.

Adapun wawancara ini bertujuan untuk mengumpulkan data-data serta gambaran dari

subjek mengenai gambaran disonansi kognitif yang dialami. Wawancara yang

dipergunakan dalam penelitian ini adalah jenis indepth interview, atau wawancara

mendalam. Diharapkan dengan penggunaan wawancara mendalam dapat menggali lebih

dalam fokus-fokus dari penelitian ini. Dalam wawancara mendalam, peneliti

mengajukan pertanyaan terbuka kepada informan, dan berupaya menggali informasi jika

di perlukan untuk memperoleh informasi yang mendalam.

3.4 Analisis Data

Menurut Moleong (2010) secara umum proses analisis data kualitatif mencakup:

1. Reduksi data
38
a. Identifikasi satuan (unit). Pada mulanya diidentifikasikan adanya satuan yaitu

bagian terkecil yang ditemukan dalam data yang memiliki makna bila dikaitkan

dengan fokus dan masalah penelitian.

b. Sesudah satuan diperoleh, langkah berikutnya adalah membuat koding. Membuat

koding berarti memberikan kode pada setiap satuan, agar supaya tetap dapat

ditelusuri data/satuannya berasal dari sumber mana.

2. Kategorisasi

a. Menyusun kategori. Kategorisasi adalah upaya memilah-milah setiap satuan kedalam

bagianbagian yang memiliki kesamaan.

b. Setiap kategori diberi nama yang disebut “label”.

3. Pemeriksaan Keabsahan Data

Dalam penelitian kualitatif, ada kriteria kredibilitas atas derajat kepercayaan. Teknik

pemeriksaan dari kriteria kredibilitas adalah dengan triangulasi. Triangulasi adalah

teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar itu

untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data tersebut

(Moleong,2010).

4. Penafsiran Data

Tujuan yang ingin dicapai dalam penafsiran data ini adalah deskripsi analitik yang

merupakan rancangan organisasional dan dikembangan dalam kategori-kategori yang

39
ditemukan dan hubungan yang muncul dari data (Schaltzman & Strauss dalam Moleong,

2010).

5. Kesimpulan

Setelah peneliti memperoleh pemahaman mendalam tentang keseluruhan data yang

diolah, maka peneliti dapat menarik kesimpulan atas permasalahan dalam penelitian.

3.5 Uji Keabsahan Data

Moleong, (2010) mengungkapkan bahwa yang dimaksud dengan keabsahan data

adalah bahwa setiap keadaan harus memenuhi beberapa hal yaitu:

1. Mendemonstrasikan nilai yang benar.

2. Menyediakan dasar agar hal itu dapat diterapkan.

3. Memperbolehkan keputusan luar yang dapat dibuat tentang konsistensi dari

prosedurnya dan kenetralan dari temuan dan keputusan-keputusannya.

Teknik yang dipergunakan untuk menguji keabsahan data pada penelitian ini adalah

adalah triangulasi. Menurut Denzin (Moleong, 2006), triangulasi dapat dibedakan dalam

1. Triangulasi sumber, yaitu digunakannya variasi sumber – sumber data yang

berbeda.

2. Triangulasi peneliti, disertakannya beberapa peneliti atau evaluator yang berbeda.

40
3. Triangulasi teori, digunakannya beberapa perspektif yang berbeda untuk

menginterpretasi data yang sama.

4. Triangulasi metode, digunakannya beberapa metode yang berbeda untuk meneliti

satu hal yang sama. Berdasarkan penjelasan diatas maka uji keabsahan data dalam

penelitian ini akan menggunakan triangulasi, yaitu jenis triangulasi sumber.

41

Anda mungkin juga menyukai