Anda di halaman 1dari 43

BAB I PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang Masalah Perkembangan teknologi selain memberikan manfaat dan keuntungan, juga

memberikan dampak negatif yang besar bagi lingkungan. Dampak negatif tersebut antara lain pencemaran yang berasal dari limbah kimia. Senyawa kimia yang sangat beracun bagi organisme hidup dan manusia adalah yang mempunyai bahan aktif dari logam-logam berat. Daya racun yang dimiliki oleh bahan aktif logam berat akan bekerja sebagai penghalang kerja enzim dalam proses fisiologis atau metabolisme tubuh (http://www.pdpersi.co.id). Selain itu bahan beracun tersebut dapat terakumulasi dalam tubuh dan menimbulkan gangguan kesehatan. Lingkungan dikatakan tercemar apabila telah terjadi perubahan-perubahan dalam tatanan lingkungan atau masuknya zat-zat atau benda-benda asing ke lingkungan yang mengakibatkan kualitas lingkungan turun sampai ke tingkat tertentu sehingga lingkungan tidak lagi berfungsi sesuai peruntukannya (Wardana, 1995). Di dalam tubuh, logam berat akan terakumulasi, sehingga kadarnya akan jauh lebih tinggi dari kadar logam berat tersebut pada sumbernya. Hal ini membahayakan kesehatan manusia, karena dapat menyebabkan toksisitas kronis bila dikonsumsi terus menerus. Cadmium ke dalam tubuh manusia melewati makanan, disebabkan polusi bahan tersebut ke lahan-lahan pertanian melalui pengendapan bahan cadmium dari

atmosfer dan penggunaan pupuk. Jalan masuk lain adalah melalui udara yang kita hirup dan air minum. Apabila kadmium masuk ke dalam tubuh, maka sebagian besar akan terkumpul di dalam ginjal, hati dan ada sebagian yang dikeluarkan lewat saluran pencernaan. Apabila kadmium masuk ke dalam tubuh, maka sebagian besar akan terkumpul di dalam ginjal, hati dan ada sebagian yang dikeluarkan lewat saluran pencernaan (http://berrymardiansyah.blogspot.com /2007/10 /pengaruh-kadmiumterhadap-gangguan.html). Metode penghilangan ion Cd(II) dari dalam tubuh telah dikembangkan. Metode ini dilakukan dengan pemberian chelating agent. Dengan cara-cara tersebut konsentrasi ion Cd2+ dapat mengalami penurunan secara signifikan, tetapi senyawasenyawa yang dibutuhkan harganya relatif mahal. Sementara itu, penghilangan ion Cd secara kimia dapat dilakukan dengan pemberian air susu kedelai. Hal tersebut dilakukan karena air susu kedelai banyak mengandung protein, atau zat-zat antidotum yang paling tinggi. Antidotum adalah penawar racun dari zat-zat toksik dalam tubuh. Kandungan zat kimia yang paling menonjol yaitu berupa enzim yang mampu mengurai sifat racun. Komposisi kandungan zat kimia yang terdapat pada air susu kedelai antara lain adalah protein, kalori, protein, lemak, karbohidrat, kalsium, fosfor, besi, vitamin A, vitamin B1, vitamin C. Karena kandungan proteinnya yang cukup tinggi inilah, susu kedelai banyak digunakan sebagai penawar racun atau antidotum. Mengingat bahwa air susu kedelai memiliki kandungan protein cukup tinggi yang dapat digunakan sebagai antidotum, maka dalam penelitian ini dipelajari

pengaruh pemberian air susu kedelai sebagai antidotum logam cadmium (Cd) secara in vitro.

1.2 1. Cd2+ ? 2. 3.

Rumusan Masalah Adakah pengaruh pemberian air susu kedelai terhadap kadar ion

Berapa penurunan kadar ion Cd2+ oleh pemberian air susu kedelai ? Berapa waktu optimum penurunan kadar ion Cd2+ pada pemberian air susu kedelai ?

1.3 1. 2. 3.

Batasan Masalah Susu kedelai yang digunakan. Sampel cadmium yang digunakan adalah larutan CdSO4. Metode yang digunakan untuk mengetahui penurunan konsentrasi ion Cd adalah Atomic Absorption Spectroscopy atau Spektrofotometri Serapan Atom.

4.

Hasil pengukuran penurunan konsentrasi ion Cd dengan Analisis Varian satu jalan.

diuji statistik

1.4 1.

Tujuan Penelitian Mengetahui pengaruh air susu kedelai terhadap pembentukan kompleks dengan ion Cd2+.

2. kedelai.

Mengetahui penurunan kadar ion Cd2+ dan akibat pemberian air susu

3.

Mengetahui waktu optimum penurunan kadar ion Cd2+ oleh pemberian air susu kedelai.

1.5

Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat : 1. Memberikan pengetahuan tentang mengatasi pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh logam berat terutama cadmium. 2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan bagi masyarakat pada umumnya dan peneliti pada khususnya tentang bahaya ion Cd dan cara mengatasinya.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kedelai 2.1.1 Klasifikasi Tanaman Kedelai : Plantae : Tracheobionta : Spermatophyta : Magnoliophyta : Magnoliopsida : Rosidae : Fabales : Fabaceae : Glycine : Glycine max (L.) Merr.

Kingdom Subkingdom Super Divisi Divisi Kelas Sub Kelas Ordo Family Genus Spesies Nama umum Indonesia

: Kedelai, kacang kedelai, kedhele, dhele (Jawa), kacang kadele (Sunda)

Inggris

: Soybean (Am) Soya Bean (Br)

(http://www.plantamor.com/index.php?plant=629)

2.1.2

Morfologi Kedelai merupakan terna dikotil semusim dengan percabangan sedikit,

sistem perakaran akar tunggang, dan batang berkambium. Kedelai dapat berubah penampilan menjadi tumbuhan setengah merambat dalam keadaan pencahayaan rendah. Kedelai, khususnya kedelai putih dari daerah subtropik, juga

merupakan tanaman hari-pendek dengan waktu kritis rata-rata 13 jam. Ia akan segera berbunga apabila pada masa siap berbunga panjang hari kurang dari 13 jam. Ini menjelaskan rendahnya produksi di daerah tropika, karena tanaman terlalu dini berbunga. Biji kedelai berkeping dua, terbungkus kulit biji dan tidak mengandung jaringan endosperma. Embrio terletak di antara keping biji. Warna kulit biji kuning, hitam, hijau, coklat. Pusar biji (hilum) adalah jaringan bekas biji melekat pada dinding buah. Bentuk biji kedelai umumnya bulat lonjong tetapai ada pula yang bundar atau bulat agak pipih. Biji kedelai yang kering akan berkecambah bila memperoleh air yang cukup. Kecambah kedelai tergolong epigeous, yaitu keping biji muncul di atas tanah. Warna hipokotil, yaitu bagian batang kecambah di bawah keping, ungu atau hijau yang berhubungan dengan warna bunga. Kedelai yang berhipokotil ungu berbunga ungu, sedang yang berhipokotil hijau berbunga putih. Kecambah kedelai dapat digunakan sebagai sayuran (tauge). Tanaman kedelai mempunyai akar tunggang yang membentuk akar-akar cabang yang tumbuh menyamping (horizontal) tidak jauh dari permukaan tanah. Jika kelembaban tanah turun, akar akan berkembang lebih ke dalam agar dapat

menyerap unsur hara dan air. Pertumbuhan ke samping dapat mencapai jarak 40 cm, dengan kedalaman hingga 120 cm. Selain berfungsi sebagai tempat bertumpunya tanaman dan alat pengangkut air maupun unsur hara, akar tanaman kedelai juga merupakan tempat terbentuknya bintil-bintil akar. Bintil akar tersebut berupa koloni dari bakteri pengikat nitrogen Bradyrhizobium japonicum yang bersimbiosis secara mutualis dengan kedelai. Pada tanah yang telah mengandung bakteri ini, bintil akar mulai terbentuk sekitar 15 20 hari setelah tanam. Bakteri bintil akar dapat mengikat nitrogen langsung dari udara dalam bentuk gas N2 yang kemudian dapat digunakan oleh kedelai setelah dioksidasi menjadi nitrat (NO3). Kedelai berbatang dengan tinggi 30100 cm. Batang dapat membentuk 3 6 cabang, tetapi bila jarak antar tanaman rapat, cabang menjadi berkurang, atau tidak bercabang sama sekali. Tipe pertumbuhan batang dapat dibedakan menjadi terbatas (determinate), tidak terbatas (indeterminate), dan setengah terbatas (semiindeterminate). Tipe terbatas memiliki ciri khas berbunga serentak dan mengakhiri pertumbuhan meninggi. Tanaman pendek sampai sedang, ujung batang hampir sama besar dengan batang bagian tengah, daun teratas sama besar dengan daun batang tengah. Tipe tidak terbatas memiliki ciri berbunga secara bertahap dari bawah ke atas dan tumbuhan terus tumbuh. Tanaman berpostur sedang sampai tinggi, ujung batang lebih kecil dari bagian tengah. Tipe setengah terbatas memiliki karakteristik antara kedua tipe lainnya. Bunga kedelai termasuk bunga sempurna yaitu setiap bunga mempunyai alat jantan dan alat betina. Penyerbukan terjadi pada saat mahkota bunga masih menutup sehingga kemungkinan kawin silang alami amat kecil. Bunga terletak pada

ruas-ruas batang, berwarna ungu atau putih. Tidak semua bunga dapat menjadi polong walaupun telah terjadi penyerbukan secara sempurna. Sekitar 60% bunga rontok sebelum membentuk polong. Buah kedelai berbentuk polong. Setiap tanaman mampu menghasilkan 100 250 polong. Polong kedelai berbulu dan berwarna kuning kecoklatan atau abuabu. Selama proses pematangan buah, polong yang mula-mula berwarna hijau akan berubah menjadi kehitaman. Pada buku (nodus) pertama tanaman yang tumbuh dari biji terbentuk sepasang daun tunggal. Selanjutnya, pada semua buku di atasnya terbentuk daun majemuk selalu dengan tiga helai. Helai daun tunggal memiliki tangkai pendek dan daun bertiga mempunyai tangkai agak panjang. Masing-masing daun berbentuk oval, tipis, dan berwarna hijau. Permukaan daun berbulu halus (trichoma) pada kedua sisi. Tunas atau bunga akan muncul pada ketiak tangkai daun majemuk. Setelah tua, daun menguning dan gugur, mulai dari daun yang menempel di bagian bawah batang (id.wikipedia.org/wiki/Kedelai).

2.1.3

Kegunaan

Setiap 100 gram susu kedelai mengandung 41.00 Kkal kalori, 3.30 g protein, 2.50 g lemak, 5.00 g karbohidrat, 50.00 mg kalsium, 45.00 g fosfor, 0.70 g besi, 200.00 SI vitamin A, 0.08 mg vitamin B1, 2.00 mg vitamin C (ebookpangan.com. 2006).

Penelitian pada manusia menunjukkan bahwa polisakarida yang terkandung dalam kedelai mampu menekan kadar glukosa dan trigliserida postpandrial, serta menurunkan rasio insulin-glukosa postpandrial (setelah makan). Hal ini membuktikan bahwa kandungan polisakarida pada kedelai mampu mengendalikan kadar gula darah yang berlebih dalam tubuh. Diabetes Mellitus muncul akibat dari kurang berfungsinya atau terganggunya fungsi insulin, sehingga kadar gula darah meningkat sampai jauh melebihi batas normal. Asupan susu kedelai dapat membantu mengendalikan kadar gula darah yang melebihi batas normal tersebut, sehingga sangat membantu mengendalikan gejala penyakit gula ini. Protein yang terkandung dalam kedelai diketahui kaya akan asam amino arginin dan glisin. Kedua asam amino ini merupakan komponen penyusun hormon insulin dan glukogen yang disekresi oleh kelenjar pankreas dalam tubuh kita. Karena itu makin tinggi asupan protein dari kedelai, sekresi hormon insulin dan glukogen ke dalam jaringan tubuh akan makin meningkat. Dengan meningkatnya kadar hormon insulin ini, kadar glukosa darah akan berkurang karena sebagian akan diubah menjadi energi. Inilah yang pada akhirnya membuat gejala diabetes dapat ditekan (masenchipz.com/manfaat-kedelai-susu - Amerika Serikat).

2.2 Logam Berat Logam berat masih termasuk golongan logam dengan kriteria-kriteria yang sama dengan logam-logam yang lain. Perbedaannya terletak dari pengaruh yang dihasilkan bila logam ini berikatan atau masuk ke dalam organisme hidup. Dapat dikatakan bahwa semua logam berat akan menjadi bahan beracun yang dapat

meracuni tubuh mahluk hidup. Contoh logam berat antara lain raksa (Hg), kadmium (Cd), timbal (Pb), seng (Zn), dan krom (Cr). Logam berat merupakan komponen utama pencemar lingkungan. Logam berat ini sangat toksik pada kadar yang sangat rendah, non-biodegradable, dengan waktu paruh yang sangat panjang. Paparan dari logam berat jika terkena tubuh sangat berpotensi membahayakan dan mematikan. Selain menyerang darah, logam berat juga menyerang ginjal karena ginjal mempunyai kemampuan mengabsorbsi sehingga logam berat dapat terakumulasi dalam ginjal (Barbier, dkk., 2005). Kerusakan ginjal akibat logam berat bergantung pada dosis, rute, dan lamanya paparan. Baik keracunan akut maupun kronis dapat mengakibatkan nephropathies, yaitu dari kerusakan tingkat rendah sampai berujung pada kematian. Bentuk ionisasi dari logam berat yang toksik kebanyakan menyebabkan keracunan akut. Berdasarkan sifat dasarnya, logam berat dapat membentuk suatu kompleks atau bentuk terkonjugasi yang ikut beredar dalam darah (Barbier, dkk., 2005) melaporkan bahwa Hg2+ dan Pb2+ merupakan subjek yang mengakibatkan gangguan ginjal, karena logam berat yang terabsorbsi pada ginjal sulit untuk dikeluarkan dari membran basolateral. Meskipun semua logam berat dapat mengakibatkan keracunan pada mahkluk hidup, namun sebagian besar dari logam berat tetap dibutuhkan oleh tubuh tetapi dalam jumlah yang sangat kecil. Jika kebutuhan dalam jumlah yang sangat kecil tersebut tidak dipenuhi maka dapat berakibat fatal bagi mahluk hidup itu sendiri (Pallar, 1994: 25).

Logam berat merupakan komponen alami tanah. Unsur ini tidak dapat didegradasi maupun dihancurkan. Logam berat dapat masuk ke dalam tubuh manusia lewat makanan, minuman, dan udara yang dihirup. Luasnya penggunaan logam berat dalam berbagai bidang memungkinkan tersebarnya logam-logam tersebut di lingkungan sebagai polutan berbahaya karena sifat toksik. Logam berat yang terkonsumsi akan terakumulasi dalam tubuh sehingga akan menyerang bagian saraf melalui peredaran darah. Jumlah logam berat yang terakumulasi lebih cepat pertumbuhannya dibandingkan dengan jumlah yang terekskresi dan terdegradasi. Hal tersebut mendorong dilakukannya pengembangan metode untuk menurunkan konsentrasi logam berat di dalam tubuh. Karakteristik dari logam berat adalah sebagai berikut : 1. Mempunyai nomor atom 22-34, 40-50, dan unsur-unsur lantanida maupun aktinida. 2. Mempunyai respon biokimia yang spesifik pada organisme hidup (Pallar, 1994: 24). Mekanisme keracunan logam berat dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu : 1. Terjadinya pemblokiran atau penghalangan kerja gugus fungsi biomolekuler essensial dalam proses biologi. 2. Terjadinya penggantian ion-ion logam essensial yang terdapat dalam molekul terkait. 3. Adanya modifikasi atau perubahan bentuk gugus-gugus aktif yang dimiliki biomolekul (Pallar, 1994: 53). Cara melindungi ginjal dari keracunan logam berat :

1.

Pengkhelat Logam Berat Sudah beberapa tahun pengkhelat logam berat telah banyak digunakan untuk mengatasi masalah keracunan logam berat. Senyawa-senyawa yang lazim digunakan antara lain golongan non sulfur, yaitu Etylendiamintetraacetat (EDTA), triethylenetetramine, dan deferoxamine. Selain itu, senyawa konjugasi turunan sulfur seperti meso-2,3-dimercaptosuccinic acid, 2,3-dimercaptolpropanesilfonic, dan diethyldithiocarbamate, juga bisa digunakan sebagai penawar racun untuk logam berat. Senyawa-senyawa tersebut meningkatkan pengeluaran logam berat melalui urin.

2.

D-sistein Merupakan senyawa turunan asam amino yang biasa digunakan untuk pengkhelat. Senyawa ini juga mengeluarkan logam berat melalui urin.

3. 4.

Penghambatan dan blokade dari luminal transport pada ginjal. Perlindungan dengan zinc (http:/www.viramedika.blogspot).

2.3 Kadmiun (Cd) Kadmium adalah logam kebiruan yang lunak, termasuk golongan II B tabel berkala dengan konigurasi elekron [Kr] 4d105s2. unsur ini bernomor atom 48, mempunyai bobot atom 112,41 g/mol dan densitas 8,65 g/cm3. Titik didih dan titik lelehnya berturut-turut 765oC dan 320,9oC. Kadmiun merupakan racun bagi tubuh manusia. Waktu paruhnya 30 tahun dan terakumulasi pada ginjal, sehingga ginjal mengalami disfungsi kadmium yang terdapat dalam tubuh manusia sebagian besar diperoleh melalui makanan dan tembakau, hanya sejumlah kecil berasal dari air

minum dan polusi udara. Pemasukan Cd melalui makanan adalah 10 40 g/hari, sedikitnya 50% diserap oleh tubuh (Laegreid, 1999). 1. Sifat Fisik a. Logam berwarna putih keperakan b. Mengkilat b. c. 2. Lunak/mudah ditempa dan ditarik Titik lebur rendah

Sifat Kimia a. b. Cd + H2SO4 c. d. seperti S, Se, P e. f. membentuk asap coklat CdO g. h. Memiliki ketahanan korosi yang tinggi CdI2 larut dalam alcohol Cd adalah logam yang cukup aktif Dalam udara terbuka, jika dipanaskan akan Cd tidak larut dalam basa Larut dalam H2SO4 encer dan HCl encer CdSO4 + H2 Cd tidak menunjukkan sifat amfoter Bereaksi dengan halogen dan nonlogam

(http://fyantinanogado.blogspot.com/2010/02/r-1-penyakit-itai-itai-akibat-polusi.html). 2.3.1 Mekanisme Toksisitas Kadmium

Logam memiliki tendensi untuk bioakumulasi (Wilson, 1988). Keracunan yang disebabkan oleh kadmium dapat bersifat akut dan keracunan kronis. Di Jepang terjadi peristiwa keracunan oleh logam kadmium yang menyebabkan terjadinya kerapuhan pada tulang-tulang penderita (Itai-itai diseases). Penyakit itai-itai adalah kasus massal keracunan kadmium yang didokumentasikan di Prefektur Toyama, Jepang. Keracunan kadmium ini menyebabkan pelunakan tulang dan gagal ginjal. Nama penyakit ini berdasarkan kata dalam bahasa Jepang yaitu nyeri yang disebabkan pada persendian dan tulang belakang. Istilah penyakit itai-itai ini diciptakan oleh penduduk setempat. Kadmium ini dicemarkan ke sungai oleh pertambangan perusahaanperusahaan di pegunungan. Perusahaan pertambangan tersebut telah dituntut atas kerusakan dan kerugian yang terjadi. Penyakit itai-itai ini dikenal sebagai salah satu dari Empat Besar Penyakit akibat Pencemaran Jepang. Keracunan akut yang disebabkan oleh kadmium sering terjadi pada pekerja di industri- industri yang berkaitan dengan logam ini. Peristiwa keracunan akut ini dapat terjadi karena para pekerja terkena paparan uap logam kadmium atau CdO. Gejala-gejala keracunan akut yang disebabkan oleh logam kadmium adalah timbulnya rasa sakit dan panas pada dada (Palar, 1994). Menurut Timbrell (1996) kadmium memiliki banyak efek toksik diantaranya kerusakan ginjal dan karsinogenik pada hewan yang menyebabkan tumor pada testis. Akumulasi logam kadmium dalam ginjal membentuk komplek dengan protein. Waktu paruh dari kadmium dalam tubuh 7-30 tahun dan

menembus ginjal terutama setelah terjadi kerusakan. Kadmium bisa juga menyebabkan kekacauan pada metabolisme kalsium yang pada akhirnya mengalami kekurangan kalsium pada tubuh dan menyebabkan penyakit osteomalacia (rasa sakit pada persendian tulang belakang, tulang kaki) dan kerusakan tulang (http://www.scribd.com/doc/39741709/Log-Am). Sekitar 5% dari diet kadmium, diabsorpsi dalam tubuh. Sebagian besar Cd masuk melalui saluran pencernaan, tetapi keluar lagi melalui faeses sekitar 3 4 minggu kemudian dan sebagian kecil dikeluarkan melalui urin. Kadmium dalam tubuh terakumulasi dalam hati dan ginjal terutama terikat sebagai metalotionein. Metalotionein mengandung unsur sistein, di mana Cd terikat dalam gugus sulfhidril (-SH) dalam enzim seperti karboksil sisteinil, histidil, hidroksil, dan fosfatil dari protein dan purin. Kemungkinan besar pengaruh toksisitas Cd disebabkan oleh interaksi antara Cd dan protein tersebut, sehingga menimbulkan hambatan terhadap aktivitas kerja enzim dalam tubuh. Plasma enzim yang diketahui dihambat Cd adalah aktivitas dari enzim alfa -antitripsin. Terjadinya defisiensi enzim ini dapat menyebabkan emfisema dari paru dan hal ini merupakan salah satu gejala gangguan paru karena toksisitas Cd (http://eprints.undip.ac.id/17967/1/SUDARWIN.pdf). 2.3.2 Keracunan Akut Kadmium Keracunan akut kadmium kebanyakan dari mengisap debu dan asap kadmium, terutama kadmium oksida (CdO). Beberapa jam setelah mengisap, korban akan mengeluh gangguan saluran pernafasan, nausea, muntah, kepala pusing dan sakit pinggang. Kematian disebabkan karena terjadinya oedema paru - paru.

Apabila pasien tetap bertahan hidup, akan terjadi empisema atau gangguan paruparu dapat terlihat jelas (http://eprints.undip.ac.id/17967/1/SUDARWIN.pdf) 2.3.3 Keracunan Kronis Kadmium Keracunan kronis terjadi bila memakan Cadmium (Cd) dalam waktu yang lama. Gejala akan terjadi setelah selang waktu beberapa lama dan kronis seperti: 1. Keracunan pada nefron ginjal yang dikenal dengan nefrotoksisitas, yaitu gejala proteinuria atau protein yang terdapat dalam urin, juga suatu keadaan sakit dimana terdapat kandungan glukosa dalam air seni yang dapat berakibat kencing manis atau diabetes yang dikenal dengan glikosuria, dan aminoasidiuria atau kandungan asam amino dalam urine disertai dengan penurunan laju filtrasi (penyaringan) glumerolus ginjal. 2. Cadmium (Cd) kronis juga menyebabkan gangguan kardiovaskuler yaitu kegagalan sirkulasi yang ditandai dengan penurunan tekanan darah maupun tekanan darah yang meningkat (hipertensi). Hal tersebut terjadi karena tingginya aktifitas jaringan ginjal terhadap cadmium. Gejala hipertensi ini tidak selalu dijumpai pada kasus keracunan Cadmium (Cd) krosik. 3. Cadmium dapat menyebabkan keadaan melunaknya tulang yang umumnya diakibatkan kurangnya vitamin B yang dapat menyebabkan terjadinya gangguan daya keseimbangan kandungan kalsium dan fosfat dalam ginjal yang dikenal dengan nama osteomalasea atau penyakit Itai-iatai . Kekurangan kalsium dapat menyebabkan osteoporosis sehingga orang tidak dapat berdiri dengan tegak tetapi membungkuk (http://polapikirmalukuteng-

garabarat.blogspot.com/2008/03/dampak-kadar-cadmium-terhadap-kesehatan.html). 2.4 Ikatan Kimia Atom mengandung sebuah nukleus (inti) kecil yang padat yang dikelilingi oleh elektron. Inti ini bermuatan positif dan merupakan sebagian besar dari massa atom tersebut. Inti terdiri dari sejumlah proton, yang bermuatan positif dan neutron yang bermuatan netral. Nomor atom (atomic number) suatu unsur sama dengan jumlah proton di dalam inti. Bobot atom kira-kira sama dengan jumlah proton dan jumlah neutron di dalam inti. Elektron terpusat di kawasan tertentu di ruang sekitar inti yang dinamakan orbital. Setiap orbital dapat menampung tidak lebih dari 2 elektron. Orbital ditandai dengan dengan huruf s, p, d, dan f. Selain itu, orbital juga dikelompokkan dalam kulit (shell) yang diberi nomor 1, 2, 3, dan seterusnya. Setiap kulit mengandung jenis dan jumlah orbital yang berbeda-beda tergantung pada nomor kulitnya. Kulit yang terisi penuh hampir tidak berperan penting dalam ikatan kimia. Sebaliknya, elektron terluar atau elektron valensi adalah yang terutama terlibat dalam ikatan kimia. Ikatan kimia yang stabil dapat dicapai dengan dua cara, yaitu dengan transfer sepenuhnya elektron dari satu atom ke atom lain atau atom-atom tersebut menggunakan elektron secara bersama. 1. Ikatan Ionik Ikatan ionik (ionic bond) terbentuk melalui transfer satu atau lebih elektron valensi dari satu atom ke atom lainnya. Karena elektron bermuatan negatif, atom yang memberi elektron tadi menjadi bermuatan positif yang disebut kation. Atom

yang menerima elektron menjadi bermuatan negatif yang disebut anion. Atom-atom logam mempunyai kecenderungan kuat bersifat kation. Pada hakekatnya ikatan ionik sama sekali bukan merupakan ikatan yang sesungguhnya. Karena muatannya berlawanan, ion-ion ini tarik-menarik seperti dua kutub magnet yang berlawanan. Didalam kristal ion-ion ini terkemas dalam susunan tertentu. Tapi dapat dikatakan bahwa ion tertentu terikat atau terhubung dengan ion tertentu lainnya. Selain itu, bila zat ini dilarutkan semua, ion akan terpisah dan mampu bergerak bebas dalam larutan (Hart, 2003: 11). 2. Ikatan Kovalen Unsur yang bukan elektronegatif kuat ataupun elektropositif kuat, atau yang memiliki elektronegatifitas serupa cenderung membentuk ikatan dengan cara pemakaian bersama pasangan elektron, bukannya transfer secara penuh elektronelektron. Ikatan kovalen (covalent bond) melibatkan pemakaian bersama satu atau lebih pasangan elektron diantara atom-atomnya. Dua atau lebih atom yang terhubung oleh ikatan kovalen membentuk suatu molekul. Bila kedua atom identik memiliki elektronegatifitas sama, pasangan elektron tersebut digunakan bersama secara merata (Hart, 2003: 11). Pada ikatan kovalen ini juga berkerja gaya tarik elektrostatik antara elektron dan kedua inti atom (Riswiyanto, 2009: 2). Banyak persenyawaan kompleks yang diduga menggunakan keformalan gas mulia. Hal ini mempersyaratkan bahwa jumlah elektron valensi yang dimiliki oleh atom logam ditambah dengan jumlah pasangan elektron yang disumbangkan oleh ligan adalah sama dengan jumlah atom elektron dalam gas mulia. Dasar dari hukum ini adalah kecenderungan atom logam untuk menggantikan orbital-orbital valensinya sepenuh

mungkin dalam pembentukan ikatan kepada ligan (Wilkinson dan Cotton, 1989: 545-546). 3. Ikatan koordinasi Senyawa-senyawa koordinasi dapat berupa molekul netral, kation-anion kompleks ataupun kation-kation dan anion-anion kompleks. Ketika suatu ion logam bertindak sebagai asam lewis (lewis acid) bereaksi dengan satu atau lebih ion-ion atau molekul-molekul netral yang bertindak sebagai basa lewis (lewis bases), menghasilkan struktur ikatan kovalen koordinasi (coordinate-covalently bonded) yang disebut ion kompleks jika bermuatan, atau suatu senyawa koordinasi jika tidak bermuatan. Senyawa-senyawa koordinasi atau ion kompleks juga disebut kompleks logam. Suatu kompleks koordinasi adalah produk reaksi asam-basa lewis dalam molekul netral atau anion (yang disebut ligan) terikat ke atom pusat oleh ikatan kovalen koordinasi. Ligan berasal dari bahasa latin (ligare) yang berarti mengikat. Ligan lebih jauh berkarakteristik sebagai monodentat, bidentat, tridentat, dan sebagainya. Kompleks dapat terjadi antara non ionik dengan ionik tergantung muatan yang dibawa ion logam pusat dan gugus (ligan) yang berkoordinasi. Angka total dari liganligan yang terikat ke atom pusat dinyatakan sebagai bilangan koordinasi dan hal ini dapat bervariasi dari 2 sampai 12. Ligan merupakan basa-basa lewis yang mengandung sedikitnya sepasang elektron untuk didonorkan ke atom pusat atau ion. Ligan juga disebut agen pengkompleks. Atom logam atau ion-ion merupakan asamasam lewis yang menerima pasangan elektron dari basa-basa lewis. Dalam suatu ligan, atom yang terikat langsung dengan atom logam atau ion disebut atom donor.

Suatu ikatan kovalen koordinasi yang terbentuk merupakan ikatan kovalen di mana satu atom (dalam hal ini atom donor) menyumbangkan kedua elektron. Jenis ikatan ini berbeda dari ikatan kovalen normal yang mana setiap atom menyumbangkan satu elektron. Dan jika kompleks koordinasi membawa muatan total, maka kompleks ini disebut ion kompleks (Suyanti, 2008: 1-3). Keistimewaan yang khas dari atom logam adalah kemampuannya untuk membentuk kompleks dengan berbagai molekul netral. Dalam banyak kompleks ini, atom logam berada dalam keadaan oksidasi formal yang positif rendah, nol, atau bahkan negatif. Sifat ini dihubungkan oleh fakta bahwa ligan-ligan ini mempunyai orbital-orbital yang kosong sebagai tambahan dari orbital menyendiri. Orbitalorbital yang kosong ini menerima rapatan elektron dari orbital logam yang terisi, membentuk suatu jenis ikatan yang timbul dari sumbangan pasangan menyendiri. Rapatan elektron yang tinggi pada atom logam dalam keadaan oksidasi rendah menyebabkan elektron terdelokalisasi pada ligan (Wilkinson dan Cotton, 1989: 545). Kimiawi yang utama dari tingkat oksidasi untuk semua unsur golongan IV pada dasarnya adalah menyangkut ikatan kovalen dan persenyawaan molekuler. Keadaan dwivalensi pada golongan IV adalah sangat reaktif karena kemudahan pasangan elektron mandiri sp2 yang terhibridisasi. Senyawaan dwivalensi dari unsur golongan IV bersifat kaku dengan sepasang elektron mandiri dan dapat dengan mudah mengalami reaksi adisi-oksidatif yang menghasilkan dua buah ikatan baru pada unsurnya. Faktor-faktor yang mengatur kestabilan relatif adalah energi

promosi, kekuatan ikatan dalam persenyawaan kovalen, dan energi kisi dalam persenyawaan ionik (Wilkinson dan Cotton, 1989: 232).

2.5 Spektrofotometer Serapan Atom Metode Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) merupakan metode yang sangat tepat untuk menganalisis logam pada konsentrasi rendah. SSA merupakan suatu bentuk spektrofotometri dengan prinsip kerja berupa penyerapan uap (Day dan Underwood, 2002: 430). Metode ini menjadi sangat penting karena dapat menganalisa logam dengan kadar sangat kecil sampai dibawah 1g/mL (Roth dan Blasche, 1994: 378). Ada dua macam Spektrofotometri Serapan Atom, ditinjau dari cara pengatomannya yaitu : 1. Flame Atomic Absorption Spectrofotometer (FAAS) atau SSA Nyala FAAS adalah teknik analisis logam yang menggunakan nyala untuk menghasilkan atom bebas, dari cahaya dari nyala tersebut menghasilkan panjang gelombang tertentu dengan dua cara yaitu absorpsi dan emisi. 2. Non Flame Atomic Absorption Spectrofotometer atau SSA tanpa nyala. SSA tanpa nyala adalah teknik analisis logam yang tidak menggunakan nyala untuk menghasilkan atom bebas. Sistem pemanas dengan cara tanpa nyala menggunakan suatu perangkat listrik (Soemardi, 1993). Metode SSA berprinsip pada absorbsi cahaya oleh atom. Atom-atom menyerap cahaya pada panjang gelombang tertentu (untuk kadmium pada panjang gelombang 228,8 nm). Cahaya pada panjang gelombang tersebut mempunyai cukup

energi untuk mengubah tingkat elektronik suatu atom. Transisi elektronik dari suatu unsur bersifat spesifik. Dengan absorbsi energi berarti memperoleh lebih banyak energi. Suatu atom pada keadaan dasar dinaikkan tingkat energinya ke tingkat eksitasi. Suhu yang lebih tinggi dapat dicapai dengan menggunakan suatu oksidator bersama dengan zat pembakar pengoksidasi. Contohnya adalah udara, udara dengan oksigen, atau campuran O2 dan N2O. Sedangkan pada bahan bakar yang digunakan adalah gas alam, propana, butana, asetilen, dan H2. Gas pembakar juga dapat berupa campuran seperti udara dengan propana, udara dengan asetilen, atau N2O dengan asetilen (Khopkar, 1990: 277). Berikut adalah tabel kondisi untuk analisis SSA.

Tabel 2. Kondisi untuk analisis SSA


Unsur As Ca Cd Cu Fe Hg Mn Pb Sn Zn Panjang gelombang (nm) 193,7 422,7 228,8 324,7 248,3 253,7 279,5 217 224,6 213,9 Tipe nyala AH NA AA AA AA AA AA AA AH AA Batas deteksi (g/ml) 0,2600 0,0020 0,0007 0,0020 0,0060 0,1600 0,0020 0,0015 0,0300 0,0010

Keterangan tipe nyala : AA = udara-asetilen AH = udara-hidrogen NA = N2O-asetilen (Khopkar, 1990 : 279). Atomisasi atau pengatoman dalam SSA adalah dissosiasi partikel padat yang terbentuk oleh penguapan pelarut dari dalam larutan sampel yang dikabutkan (Day dan Underwood, 2002: 429). Atomisasi dapat dilakukan baik dengan nyala api maupun dengan tungku grafit. Untuk mengubah unsur metalik menjadi uap atau

hasil dissosiasi diperlukan energi panas. Temperatur harus benar-benar terkendali dengan sangat hati-hati agar proses atomisasinya sempurna. Ionisasi harus dihindarkan dan hal ini dapat terjadi dengan apabila temperatur terlalu tinggi. Bahan bakar dan gas oksidator dimasukkan ke dalam ruang pencampur kemudian dilewatkan melalui buffle menuju pembakar. Sampel dihisap masuk ke dalam pencampur dan hanya tetesan kecil yang dapat melalui buffle. Atomisasi sempurna sulit dicapai meskipun sudah banyak digunakan kombinasi bermacam-macam gas. Belakangan ini tungku grafit digunakan sebagai alternatif karena dapat dengan mudah mencapai suhu tinggi sekitar 2000-3000 K hanya dalam waktu beberapa detik (Khopkar, 1990: 278). Temperatur yang dapat dicapai tergantung pada gas-gas yang digunakan antara lain adalah gas batu bara-udara (1800oC), gas alam-udara (1700oC), asetilena-udara (2200oC), asetilena-dinitrogen oksida (3000oC) (Day dan

Underwood, 2002: 426). Umumnya bahan bakar yang digunakan adalah propana, butena, hidrogen, dan asetilena (Khopkar, 1990: 275). Berikut adalah gambar diagram blok Spektrofotometer Serapan Atom.

Gambar 1. Diagram blok Spektrofotometer Serapan Atom 2.5.1 Instrumentasi Spektrofotometri Serapan Atom d. Sumber Sinar Sumber sinar yang biasa digunakan pada SSA adalah lampu katoda berongga yang terdiri dari tabung kaca. Tertutup yang mengandung suatu katoda dan suatu anoda. Katoda berbentuk cekung yang permukaannya dilapisi dengan unsur yang dianalisis. e. Tempat Cuplikan Cuplikan yang digunakan dalam analisis SSA harus diuraikan menjadi atom-atom netral yang masih berada dalam keadaan dasarnya. f. Monokromator Monokromator digunakan untuk memilih dan memisahkan radiasi sesuai dengan panjang gelombang dari analit. Monokromator menghasilkan cahaya yang disebut monokromatis. g. Detektor Detektor digunakan untuk mengukur intensitas cahaya yang masuk melalui tempat pengatoman. Radiasi yang masuk ke detektor diseleksi terlebih dahulu oleh monokromator, sehingga detektor hanya mengukur radiasi resonansi yang sudah diabsorbsi oleh atom-atom. h. Amplifier dan Rekorder Amplifier adalah penguat arus searah, sedangkan rekorder merupakan alat pencatat hasil pengukuran pada penetapan analisis suatu logam. Hasil

pembacaan dapat didigitkan dan diproses dengan komputer (Pudjaatmaka, 1986: 423). 2.5.2 Cara Kerja Spektrofotometri Serapan Atom Cara kerja SSA dengan atomisasi dimulai dengan cara penyedotan terhadap larutan sampel ke dalam nebulizer. Nebulizer berfungsi mengubah larutan menjadi aerosol. Larutan yang disedot melalui kapiler akan menumbuk glass beat dengan kecepatan tinggi, sehingga cairan akan terpecah menjadi butiran-butiran yang sangat halus yang bercampur dengan udara membentuk aerosol. Kemudian aerosol atau kabut masuk ke dalam spray chamber. Di dalam spray chamber terjadi pencampuran yang homogen. Campuran ini dinyalakan dalam burner dan selanjutnya terjadi pengatoman pada suhu tinggi. Radiasi resonansi yang dipancarkan lampu katoda cekung diabsorbsi oleh atom-atom sampel dan akan terbaca oleh detektor sebagai absorbansi (Khopkar, 1990: 284). Keuntungan Penggunaan SSA : 1. Kepekaan yang tinggi SSA dapat digunakan untuk menetapkan kadar suatu unsur logam walaupun dengan konsentrasi yang kecil. 2. Ketelitian Pengukuran dengan SSA dapat dihasilkan nilai rata-rata (mean) yang sangat dekat dengan nilai sebenarnya. 3. Selektif Kadar suatu unsur logam tertentu yang ditetapkan secara SSA tidak dipengaruhi oleh adanya unsur senyawa lain.

4.

Praktis Pengukuran dengan SSA tidak memerlukan banyak waktu serta mudah untuk

dikerjakan. Gangguan Pada SSA 1. Gangguan fisik Gangguan fisik berasal dari matriks cuplikan yang dapat mempengaruhi jumlah banyaknya cuplikan yang mencapai nyala dan pengaruhnya terhadap laju aliran bahan bakar atau gas pengoksida. Hal ini meliputi viskositas, tegangan permukaan, berat jenis, dan tekanan uap. Gangguan matriks yang lain dapat adalah nyala menjadi lebih sedikit dari konsentrasi seharusnya yang terdapat dalam cuplikan. Usaha yang dapat diupayakan untuk mencegah gangguan fisik adalah dengan memilih pelarut yang tepat sehingga tidak menyebabkan terjadinya pengendapan unsur dan larutan sampel memiliki viskositas yang terlalu tinggi sehingga sulit dalam penyedotan oleh nebulizer. 2. Gangguan Kimia Peristiwa yang terjadi di dalam nyala misalnya tidak terdissosiasi dengan sempurna karena adanya oksida, fosfat, silikat, atau senyawa lain. Hal ini dapat mempengaruhi jumlah atom netral dalam nyala. Gangguan kimia biasanya terjadi saat analisis unsur kalsium. Karena kalsium sangat sensitif terhadap gangguan senyawa lain seperti silikat, aluminat, dan fosfat yang berada bersama dalam sampel. Gangguan kimia dapat dihindari dengan cara antara lain :

a.

Penggunaan nyala atau suhu atomisasi yang lebih tinggi dengan suhu yang lebih stabil maka senyawa dapat terurai dengan sempurna.

b.

Penambahan unsur yang dianalisis yang dapat mengikat gugus penganggu misalnya silikat, fosfat, aluminium fosfat.

c.

Mengekstraksi unsur yang dianalisis dengan cara membuat senyawa kompleks baru kemudian diekstraksi dengan pelarut organik.

d. 3.

Mengekstraksi ion atau gugus penganggu. Gangguan Penyerapan Non Atomik Gangguan ini dapat terjadi karena cahaya dari sumber sinar bukan oleh atom-

atom netral yang dianalisis. Gangguan ini disebabkan oleh dua hal yaitu penyerapan oleh molekul-molekul atau hamburan cahaya (light scaterring) dan penyerapan partikel-partikel padat yang berada dalam nyala. Gangguan ini dapat dihindari dengan dua cara yaitu : a. b. Mengukur besarnya serapan non atomik menggunakan blangko. Membilas alat menggunakan akuabides tiap kali selesai melakukan pengukuran. Hal ini dapat dilakukan untuk menghilangkan partikel-partikel pada alat yang terdapat dalam nyala atau burner.

2.6 Hipotesis Ada pengaruh pemberian air susu kedelai terhadap penurunan kadar ion Cd2+.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1

Objek Penelitian Objek penelitian adalah kandungan CdSO4 yang tereduksi akibat pemberian

air susu kedelai. 3.2 1. 2. Sampel dan Teknik Sampling Sampel, air susu kedelai. Teknik sampling, menggunakan teknik Random Sampling, atau dengan cara acak. 3.3 Variabel Penelitian 1. Variabel Bebas Variabel bebas dalam penelitian ini yaitu : a. Volume air susu sapi yang digunakan yaitu 100 ml, 200 ml, 300 ml, 400 ml dan 500 ml. b. Waktu yang digunakan 5, 10, 15, 20, 25 menit. c. Tempat pengambilan sampel susu kedelai.

2. Variabel Terikat Kadar akhir CdSO4 yang tereduksi. 3. Variabel Terkontrol a. Metode penetapan kadar Cd(II) yang digunakan adalah Spektroskopi Serapan Atom (SSA). b. c. d. Kadar awal larutan CdSO4 yang digunakan adalah 10 mg/L Digunakan pelarut kloroform untuk ekstraksi. Lama ekstraksi adalah selama 1 menit.

3.4

Bahan dan Alat Yang Digunakan 3.4.1 Bahan yang Digunakan

1. CdSO4 pa Merck 2. Air susu kedelai 3. Akuabides 4. CHCl3 Merck 3.4.2 Alat yang Digunakan

1. Spektrofotometri Serapan Atom merk Perkin Elmer no seri 3110 2. Beaker glass 3. Corong pisah 4. Labu takar 5. Corong kaca 6. Gelas ukur 7. Pipet volume

8. Neraca Analitik Sartorius

3.5

Cara Kerja 3.5.1 Pembuatan Larutan Induk

Pembuatan larutan induk dilakukan sebagai tahap awal penelitian. Penelitian ini memerlukan larutan induk CdSO4 dengan konsentrasi sebesar 10 mg/L. Larutan induk dibuat dengan cara menimbang sebanyak 100 mg CdSO4 dilarutkan dengan akuabides dalam labu takar 1000 mL. Kemudian diencerkan untuk mendapat konsentrasi larutan sebesar 10 mg/L.

Penentuan Waktu Optimum Sebanyak 200 ml air susu ditempatkan dalam bekerglass, ditambah 10 ml larutan CdSO4 10 mg/L, dan ditambah dengan 10 ml kloroform, diaduk dengan magnetic stirer selama 5, 10, 15, 20 dan 25 menit. Kemudian dimasukkan corong pisah, ekstraksi 1 menit. Setelah diekstraksi, didiamkan hingga dua fase (fase air dan fase organik) terpisah. Diambil fase air. Fase air diukur dengan Spektrofotometer Serapan Atom untuk menentukan waktu optimumnya.

3.5.3

Pembentukan Kompleks Cd(II) dan Asam Amino

Sebanyak 10 ml larutan CdSO4 10 mg/L dimasukkan pada corong pisah, dan ditambah dengan 100 ml. Selanjutnya campuran tersebut diekstrak menggunakan 10 ml kloroform selama satu menit. Proses ekstraksi diulang sampai tiga kali. Setelah diekstraksi, didiamkan hingga dua fase (fase air dan fase organik) terpisah.

Diambil fase air. Fase air diukur dengan Spektrofotometer Serapan Atom untuk menentukan konsentrasi ion Cd(II) sisa. Prosedur yang sama dikerjakan untuk konsentrasi air susu 200 ml, 300 ml, 400 ml dan 500 ml. Hasil pengukuran konsentrasi ion Cd(II) kemudian dianalisa statistik anava satu jalan.

3.5.4 Skema Kerja Penelitian Pembuatan Larutan Induk CdSO4 100 mg CdSO4 dilarutkan dengan aqua bidest 1000 mL Dipipet 10,0 mL ad labu takar 100 mL mL Konsentrasi larutan CdSO4 10 mg/L

Gambar 2. Skema kerja pembuatan larutan induk CdSO4 Penentuan waktu optimum CdSO4 200 ml air susu dalam bekerglass

Ditambah 10 ml larutan CdSO4 10 mg/mL

ditambah dengan 10 ml kloroform

diaduk dengan magnetic stirer selama 10, 20, 30,40, 50 menit

Senyawa kompleks

Fasa air

Fasa kloroform

Hasil

Analisis Cd2+ dengan SSA

Gambar 3. Skema Kerja Penentuan Waktu Optimum CdSO4 Pembentukan Kompleks Cd(II) dan Protein

Penambahan air susu 10 ml CdSO4 10 mg/L

Penambahan 10 ml CHCl3 Senyawa kompleks Ekstraksi 1 menit Pemisahan

Fasa air Analisis Cd2+ dengan SSA Analisis statistik Anava Hasil

Fasa kloroform

Gambar 4. Skema kerja pembentukan kompleks Cd(II) dengan protein

3.6

Analisis Data Data yang dikumpulkan berupa presentase kemampuan penyerapan air susu terhadap logam berat kadmium (Cd). Dari kadar atau konsentrasi yang diperoleh, dilakukan uji statistik dengan menggunakan uji Analisis Varian satu jalan.

DAFTAR PUSTAKA

Barbier, O., Jacquillet, G., Tauc M., Poujeol, P., Cougnonm. 2004. Acute Study of Interaction Between Cadmium, Calcium and Zinc Transport a Long The Rate Nephron In Vivo. Am J Physiol Renal Physiol. 2004: 287; F1067F1075. Bertram, G., Kautzung. 2004. Farmakologi Dasar dan Klinik, buku ke 3, edisi ke VIII. Jakarta : Salemba Medika. Day, R.A. Jr., dan Underwood, A.L. 1986. Analisa Kimia Kuantitatif. Terjemahan Pudjaatmaka, A.M. Edisi V. Jakarta : Erlangga. Goldfrank, R. Lewis., Flomenbaum, E. Neal., Weisman, S. Richard., Howland, A. Mary., Hoffmann, S. Robert. 1992. Toxicology Emergencies. New York : John Wiley and Sons. Gunawan, G, Sulistya. 2007. Farmakologi dan Terapi, edisi ke V. Jakarta : Fakultas Kedokteran UI. Hart, Harold. 2003. Kimia Organik, Suatu Kuliah Singkat, edisi ke II. Jakarta : Erlangga. Joel, G. Hardman. 2008. Dasar Farmakologi dan Terapi, volume 2, edisi X. Jakarta : Buku Kedokteran EGC. Kandungan Susu Kedelai. ebookpangan.com. 2006

Keracunan Cadmium. http://polapikirmalukutenggarabarat.blogspot.com /2008 / 03/dampak-kadar-cadmium-terhadap-kesehatan.html Khopkar, S.M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Terjemahan Saptohardjo, A. Jakarta : UI Press. Klasifikasi Tanaman Kedelai. http://www.plantamor.com/index.php?plant=629 Logam Berat. http://www.viramedika.blogspot Logam Cadmium. http://fyantinanogado.blogspot.com/2010/02/r-1-penyakit-itaiitai-akibat-polusi.html Manfaat Susu Kedelai. masenchipz.com/manfaat-kedelai-susu - Amerika Serikat Mekanisme Toksisitas Kadmium. http://eprints.undip.ac.id/ SUDARWIN.pdf Morfologi Kedelai. (id.wikipedia.org/wiki/Kedelai) Palar, Heryando. 1994. Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat. Jakarta : Rhineka Cipta. Riswiyanto. 2009. Kimia Organik. Jakarta : Erlangga. Roth, H.J. dan Blasche, G. 1994. Analisis Farmasi. Cetakan II. Yogyakarta : UGM Press. Toksisitas Kadmium. http://www.scribd.com/doc/39741709/Log-Am Wilkinson dan Cotton. 1989. Kimia Anorganik Dasar. Jakarta : UI Press.

PENGARUH PEMBERIAN AIR SUSU KEDELAI SEBAGAI ANTIDOTUM LOGAM CADMIUM (Cd) DENGAN SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM SECARA IN VITRO

Usulan Skripsi

Diajukan oleh : Yenni Yolanda Sikopong

0407155

PROGRAM STUDI S1 FARMASI SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI YAYASAN PHARMASI SEMARANG 2010 PENGARUH PEMBERIAN AIR SUSU KEDELAI SEBAGAI ANTIDOTUM LOGAM CADMIUM DENGAN SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM SECARA IN VITRO

Diajukan oleh : Yenni Yolanda Sikopong 0407155

Telah disetujui oleh : Pembimbing I

Drs. Sukirno, Apt

Tanggal

Pembimbing II

Anang Budi Utomo, S.Pd., S.Mn., M.Pd

Tanggal.

ii

SARI USULAN SKRIPSI Air susu mengandung semua zat yang dibutuhkan oleh tubuh, semua zat makanan yang terkandung didalam air susu dapat diserap oleh darah dan dimanfaatkan oleh tubuh. Air susu kedelai memiliki kandungan protein cukup tinggi (kasein), atau zat-zat antidotum paling tinggi. Antidotum adalah penawar racun dari zat-zat toksik dalam tubuh. . Komposisi kandungan zat kimia yang terdapat pada air susu kedelai antara lain adalah protein, kalori, karbohidrat, kalsium, fosfor, besi, vitamin A, vitamin B1, vitamin C. Karena kandungan proteinnya yang cukup tinggi inilah, susu kedelai banyak digunakan sebagai penawar racun atau antidotum. Penggunaan air susu kedelai dapat mengurangi konsentrasi ion Cd(II) akibat paparan logam Cd dari udara yang disebabkan polusi bahan tersebut ke lahan-lahan pertanian melalui pengendapan bahan cadmium dari atmosfer dan penggunaan pupuk . Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh air susu kedelai terhadap pembentukan kompleks dengan ion Cd(II), mengetahui penurunan konsentrasi ion Cd(II), mengetahui waktu dan volume optimum penurunan konsentrasi ion Cd(II) oleh pemberian air susu sapi. Presentase penurunan konsentrasi ion Cd(II) oleh air susu sapi dengan menggunakan metode Atomic Absorption Spectroscopy atau Spektroskopi Serapan Atom. Dari kadar konsentrasi yang diperoleh, dilakukan uji statistik dengan menggunakan uji Analisis Varian satu jalan. Kata kunci : air susu kedelai, kadmium (Cd), spektroskopi serapan atom.

iii

DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL............................................................................................ ............................................................................................................................... i............................................................................................................................. HALAMAN PERSETUJUAN............................................................................. ............................................................................................................................... ii SARI..................................................................................................................... ............................................................................................................................... iii DAFTAR ISI........................................................................................................ ............................................................................................................................... iv BAB I PENDAHULUAN.................................................................................... .............................................................................................................. 1 1.1 Latar Belakang Masalah............................................................................... ....................................................................................................................... 1 1.2 Rumusan Masalah......................................................................................... ....................................................................................................................... 3 1.3 Batasan Masalah........................................................................................... ....................................................................................................................... 4 1.4 Tujuan Penelitian.......................................................................................... ....................................................................................................................... 4 1.5 Manfaat Penelitian........................................................................................ ....................................................................................................................... 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS........................................... ....................................................................................................................... 5

2.1 Kedelai.......................................................................................................... 5 2.1.1..................................................................................................K lasifikasi Tanaman Kedelai.............................................................. .......................................................................................................... 5 2.1.2..................................................................................................M orfologi............................................................................................. .......................................................................................................... 5 2.1.3..................................................................................................K egunaan............................................................................................. .......................................................................................................... 8 2.2 Logam Berat.................................................................................................. 9 2.3 Kadmium....................................................................................................... 12 2.3.1..................................................................................................M ekanisme Toksisitas Kadmium ....................................................... .......................................................................................................... 13 2.3.2..................................................................................................K eracunan Akut Kadmium................................................................. .......................................................................................................... 15 2.3.3..................................................................................................K eracunan Kronis Kadmium ............................................................. .......................................................................................................... 15 2.4 Ikatan Kimia.................................................................................................. 16

2.5 Spektrofotometer Serapan Atom 20

.............................................................

2.5.1..................................................................................................I nstrumentasi Spektrofotometri Serapan Atom................................. .......................................................................................................... 23 2.5.2..................................................................................................C ara Kerja Spektrofotometri Serapan Atom...................................... .......................................................................................................... 24 2.6 Hipotesis........................................................................................................ 27 BAB III METODE PENELITIAN....................................................................... ....................................................................................................................... 28 3.1 Obyek Penelitian........................................................................................... 28 3.2 Sampel dan Teknik Sampling....................................................................... 28 3.3 Variabel Penelitian........................................................................................ iv 3.4 Bahan dan Alat Yang Digunakan................................................................. 29 3.4.1 3.4.2 Bahan yang Digunakan................................................... 29 Alat yang Digunakan....................................................... 29 3.5 Cara Kerja..................................................................................................... 29 3.5.1 Pembuatan Larutan Induk............................................... 29 28

3.5.2 3.5.3 3.5.4

Penentuan Waktu Optimum............................................ 31 Pembentukan Kompleks Cd(II) dan Protein................... 31 Skema Kerja Penelitian................................................... 32

3.6 Analisis Data................................................................................................. 32 DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai