Anda di halaman 1dari 13

18

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tanaman Buah Kedondong (Spondias Dulcis Forst)

2.1.1 Sejarah Singkat Buah Kedondong

Kandungan utama yang terdapat dalam buah kedondong adalah unsur gula
dalam bentuk sukrosa yang penting sebagai penambah energi dan vitalitas tubuh.
Begitu juga kandungan serat dan airnya cukup tinggi dan bermanfaat dalam
melancarkan pencernaan serta mencegah dehidrasi.

Selain itu manfaat kedondong lainnya adalah dari rendahnya kandungan lemak
sehingga buah ini cocok sebagai makanan cemilan diet yang menyegarkan. Apalagi
kandungan karbohidrat maupun proteinnya juga termasuk rendah, Selain itu
masyarakat juga memanfaatkan buah kedondong untuk mengobati dan mengatasi luka
akibat terbakar maupun borok. (www.Anhaera.com/manfaat-buah-kedondong.htm).

Kedondong merupakan tanaman buah berupa pohon yang dalam bahasa


inggris disebut ambarella, otaheite apple, atau great hog plum. Di Asia Tenggara
disebut kedondong (Indonesia & Malaysia), hevi (Filipina), gway (Myanmar), mokah
(Kamboja), kook kvaan (Laos), makak farang (Thailand), dan co'c (Vietnam).
Kedondong berasal dari Asia Selatan dan Asia Tenggara.

Tanaman ini telah tersebar ke seluruh daerah tropik. Jenis-jenis kedondong


unggul yang potensial dan banyak ditanam oleh para petani diantaranya adalah
kedondong karimunjawa, kedondong bangkok, dan kedondong kendeng.

Gambar 2.1 Buah Kedondong

Universitas Sumatera Utara


19

2.1.2 Klasifikasi Tanaman Kedondong

Dalam sistematika (taksonami) tumbuhan, tumbuhan kedondong


diklasifikasikan sebagai berikut :

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta ( tumbuhan berbiji )

Sub divisi : Angiospermae ( berbiji tertutup )

Kelas : Dicotyledoneae (biji berkeping dua)

Bangsa : Spindales

Suku : Anacardiaceae

Marga : Spondias

Spesies : Spondias dulcis Forst

Varietas kandungan
Daun,kulit batang dan kulit akar kedondong mengandung saponin,flavanoid dan tanin.

2.1.3 Manfaat Tanaman Kedondong

Manfaat buah kedondong manis kultivar unggul dimakan dalam keadaan segar,
tetapi sebagian buah matang diolah menjadi selai, jeli, sari buah dan manisan. Buah
yang direbus dan dikeringkan dapat disimpan untuk beberapa bulan. Buah mentahnya
banyak digunakan dalam rujak dan sayur, serta untuk dibuat acar (sambal kedondong).
Daun mudanya yang dikukus dijadikan lalapan.

Buah dan daunnya juga dijadikan pakan ternak. Kayunya berwarna coklat
muda dan mudah mengambang, tidak dapat digunakan kayu pertukangan, tetapi
kadang-kadang dibuat perahu. Dikenal di berbagai pelosok dunia berbagai manfaat
obat dari buah, daun, dan kulit batangnya, dan dapat dipergunakan dalam pengobatan
kulit dan luka bakar.

Universitas Sumatera Utara


20

2.1.4 Nilai Gizi Buah Kedondong

Tiap 100 gram bagian buah yang dapat dimakan mengandung 60-85 gram air,
0,5-0,8 gram protein, 0,3-1,8 gram lemak, 8-10,5 gram sukrosa, 0,85-3,60 gram serat.
Daging buahnya merupakan sumber vitamin C dan zat besi sedangkan buah yang
belum matang mengandung pektin sekitar 10% (http://www.ristek.go.id.)

2.2. Tanaman Lengkeng (Naphelium Longanum).

2.2.1 Taksonomi dan morfologi Tanaman Lengkeng

Lengkeng berasal dari negeri cina (daerah subtropis) agak menyimpang dari
familinya sendiri, yaitu rambutan ( Naphelium lappaceum), Kapulasan (Naphelium
mutabile) dan Leci (Naphelium litchi atau lichi sinensis). Pohon lengkeng besar dan
bercabang banyak, daunnya rimbun, dan mampu memproduksi diatas umur 100 tahun
. Buahnya kecil, lebih kurang sebesar kelereng, warna kulit buahnya kecoklatan
seperti buah sawo dan tidak berbulu, daging buah berwarna putih agak bening (seperti
rambutan, bijinya satu dan berwarna hitam kecoklatan, rasa buahnya manis dengan
aroma yang khas.

Dalam tatanama atau sistematik (taksonomi) tumbuhan, tanaman lengkeng


diklasifikasikan sebagai berikut :

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta ( tumbuhan berbiji )

Sub divisi : Angiospermae ( berbiji tertutup )

Ordo : Spindales

Famili : Spindaceae

Genus : Dimocarpus

Spesies : Naphelium Longanum (Hatta, S.1990 ).

Universitas Sumatera Utara


21

Gambar 2.2 Buah Lengkeng

http://www.annearhira.com/manfaat-buah-lengkeng.htm diakses tanggal 23 November


2010.

2.2.2 Jenis – Jenis Lengkeng

a. Varietas Batu

Lengkeng varietas batu termasuk lengkeng jenis unggul. Kulit buahnya agak
kasar dan berwarna coklat muda. Buahnya lebih besar dari pada varietas lainnya.
Daging buahnya lebih tebal dan mudah sekali lepas dari bijinya. Rasa aromanya lebih
tajam dan lebih segar, sehingga harganya dipasaran juga lebih mahal dibandingkan
dengan jenis lainnya.

b. Varietas Kopyor

Lengkeng varietas ini dipasaran harganya lebih rendah. Kulit buahnya halus
berwarna coklat agak kuning (hampir seperti buah duku). Daging buahnya sulit
dilepas dari bijinya. ( Hatta S.1990 ).

2.2.3 Kandungan Gizi

Lengkeng kecuali dapat dikonsumsi langsung (dipasarkan) sebagai buah segar


juga dapat dikalengkan. Buah lengkeng mempunyai kandungan mineral yang kaya
akan kalori dan gizi disamping Vitamin C seperti yang tercantum dibawah ini :

Universitas Sumatera Utara


22

Tabel 2.1 Kandungan Gizi Buah Lengkeng


Nama 100 g buah segar 100g buah kering

Energi 71 Kalori 256 Kalori

Air 81 g 26,7 g
Protein 1g 4,3 g
Lemak 1,4 g 0,5 g
Kerbohidrat 15,6 g 65,9 g

Serat 0,3 g 1,7 g


Abu 1,0 g 2,6 g
Kalsium 23,0 g 32 mg

Fosfor 36,0 g 117,0 mg

Besi 0,4 mg 4,4 mg


Natrium - 48,0 mg
Kalium - 658,0 mg
Vitamin C 56,0 mg 34,0 mg

Sumber : Food Composition Table for Use in East Asia, FAO, Roma, 1972.

2.3 Selulosa

2.3.1 Selulosa Tumbuhan

Selulosa merupakan komponen dasar dari bahan–bahan asal tumbuh-


tumbuhan, dan produksi selulosa melampaui semua zat-zat alamiah lain. Zat- zat yang
menetap di dalam tanah dan sisa tumbuh-tumbuhan yang dikembalikan ke dalam
tanah, 40-70% terdiri dari selulosa. Komponen selulosa yang demikian tinggi
menggarisbawahi pentingnya pengurai selulosa pada proses mineralisasi dan
peredaran karbon. Sifat-sifat fisik dari fibril selulosa terutama kekokohan dan
ketidaklarutannya, tidak sesuai dengan struktur berupa rantai tunggal. Seutas benang
selulosa terdiri dari fibril selulosa yang diliputi oleh selaput lilin dan pektin.
(Schiegel, 1994).

Universitas Sumatera Utara


23

Selulosa adalah polisakarida yang terdiri dari rantai-rantai panjang unit-unit


glukosa. Struktur dasarnya serupa dengan pati tetapi unit glukosanya berikatan dengan
cara yang berbeda. Selulosa penting sebagai sumber serat dalam susunan makanan dan
penting untuk kelancaran jalannya makanan dalam saluran pencernaan dan
pengosongan periodik rongga lambung. Sapi dan binatang ruminansia lain dapat
memecah dan menggunakan selulosa sebagai sumber energi karena mempunyai
bakteri yang mampu memecah selulosa dalam rumennya. (Gaman, 1992)

Gambar 2.3 Struktur Kimia Selulosa

(Fessenden, R.J, dan Fessenden, J.S., 1986)

Selulosa merupakan senyawa organik yang paling melimpah di bumi. Selulosa


membentuk komponen serat dari dinding sel tumbuhan. Molekul selulosa merupakan
rantai-rantai, atau mikrofibril dari D-glukosa sampai sebanyak 14.000 satuan yang
terdapat sebagai berkas-berkas terpuntir mirip tali yang terikat satu sama lain oleh
ikatan hidrogen. Suatu molekul tunggal selulosa merupakan polimer lurus dari 1,4’β-
D-glukosa. Meskipun binatang menyusui tidak mengeluarkan enzim untuk memecah
selulosa menjadi glukosa, bakteri dan protozoa tertentu mengeluarkan enzim-enzim
ini. (Fessenden, R.J, dan Fessenden, J.S., 1986).

2.3.2. Hidrolisis Selulosa

Hidrolisis selulosa lengkap dengan HCl 30% dalam air, hanya menghasilkan
D-glukosa. Disakarida yang terisolasi dari selulosa yang terhidrolisis sebagian adalah
selobiosa, yang dapat dihidrolisis lebih lanjut menjadi D-glukosa dengan suatu katalis
asam atau dengan emulsin enzim. Selulosa sendiri tidak mempunyai karbon
hemiasetal-selulosa sehingga tidak dapat mengalami mutarotasi atau dioksidasi oleh
reagensia seperti Tollens. (Fessenden, 1986).

Universitas Sumatera Utara


24

Selulosa Selobiosa Glukosa

Hidrolisis dalam suasana asam, yang menghasilkan pemecahan ikatan


glikosidik berlangsung dalam tiga tahap. Tahap pertama, proton yang bertindak
sebagai katalisator asam berinteraksi cepat dengan oksigen glikosida yang
menghubungkan dua unit gula (I), membentuk asam konjugat (II). Langkah ini diikuti
dengan pemecahan yang lambat dari ikatan C-O, yang menghasilkan zat antara kation
karbonium siklik (III). Protonasi dapat juga terjadi pada oksigen cincin (II),
menghasilkan pembukaan cincin dan kation karbonium nonsiklik (III). Tidak ada
kepastian ion karbonium mana yang paling mungkin terbesar pada kation siklik.
Akhirnya kation karbonium mulai mengadisi molekul air dengan cepat, membentuk
hasil akhir yang stabil dan melepaskan proton (Torget, 2003).

I
selobiosa

II II

-H2O

-H2O

-H2O
III III

glukosa

Gambar 2.4 Mekanisme Dasar Hidrolisis Selobiosa

Universitas Sumatera Utara


25

2.4 Sirup Glukosa

Sirup glukosa merupakan cairan yang memiliki derajat kemanisan yang lebih
rendah dibandingkan dengan sukrosa. Sirup glukosa bukan merupakan produk murni
tetapi mengandung dekstrin dan maltosa.

Sirup glukosa atau sering juga disebut gula cair mengandung D-glukosa dan
polimer D-glukosa yang dibuat dengan hidrolisa pati. Perbedaannya dengan gula tebu
atau sukrosa adalah, gula tebu adalah gula disakarida yang tersusun oleh glukosa dan
fruktosa, sedangkan sirup glukosa tersusun dari glukosa, dekstrin, maltosa
(Soemaatmadja, 1970).

Sirup glukosa pertama kali digunakan sebagai bahan pengganti gula pada masa
Napoleon. Sirup glukosa dibuat dengan mereaksikan pati dengan asam melalui proses
hidrolisa karbohidrat kompleks atau polisakarida kemudian dipecah menjadi
disakarida atau maltose yang kemudian dipecah lagi menjadi monosakarida.

Sirup glukosa merupakan suatu larutan yang diperoleh melalui proses


hidrolisis dengan katalis. Sirup glukosa adalah salah satu produk bahan pemanis
makanan dan minuman yang berbentuk cairan, tidak berbau dan tidak bewarna. Sirup
glukosa mengandung D-glukosa, maltosa dan polimer D glukosa dengan proses
hidrolisis. (Cakebread, 1975).

Sirup glukosa komersial dihasilkan dengan jalan menghidrolisis pati dengan


asam klorida encer. Hidrolisisnya tidak sempurna dan sirup glukosa yang dihasilkan
merupakan campuran glukosa, maltosa, dextrin, dan air. (Gaman, P.M., 1992).

Sirup glukosa telah dimanfaatkan oleh industri permen, minuman ringan,


biskuit, dan sebagainya. Pada pembuatan produk es krim, glukosa dapat meningkatkan
kehalusan tekstur dan menekan titik beku dan untuk kue dapat menjaga kue tetap
segar dalam waktu lama dan mengurangi keretakan. Untuk permen, glukosa lebih
disenangi karena dapat mencegah kerusakan mikrobiologis, dan memperbaiki tekstur.
(Dziedzic, 1984).

Universitas Sumatera Utara


26

2.4.1 Standar mutu Sirup Glukosa

Spesifikasi utama sirup glukosa yaitu mempunyai kadar padatan kering


minimum 70% dan dekstrosa ekuivalen minimum 20%. Pada Tabel 2.2 diperlihatkan
standar mutu sirup glukosa :

Tabel 2.2 Standar Mutu Sirup Glukosa

No Komponen Spesifikasi

1. Air Maksimum 20%

2. Gula reduksi dihitung sebagai D-glukosa Maksimum 1%

3. Sulfur dioksida (SO2) Untuk kembang gula


sekitar 400 ppm, yang lain
maksimum 40 ppm.

4. Pemanis buatan Negatif

5. Logam berbahaya (Pb,Cu, Zn dan As) Negatif

6. Natrium Benzoat Maksimum 250 ppm

7. Warna Tidak berwarna sampai


kekuningan

8. Jumlah bakteri Maksimum 500


koloni/gram

9. Kapang Negatif

10. Khamir Negatif

Sumber : SII.0418-81 dalam Judoamidjojo, et al ., (1992).

2.5. Metode Analisa Kuantitatif Glukosa

2.5.1. Metode Nelson – Somogyi

Metode ini dapat digunakan untuk mengukur kadar gula reduksi dengan
menggunakan pereaksi tembaga arsenomolibdat. Kupri mula-mula direduksi menjadi
bentuk kupro dengan pemanasan larutan gula. Kupro yang terbentuk selanjutnya
dilarutkan dengan arsenomolibdat menjadi molibdenum berwarna biru yang
menunjukkan ukuran konsentrasi gula dengan membandingkannya dengan larutan
standar, konsentrasi gula dalam sampel dapat ditentukan. Reaksi warna yang terbentuk

Universitas Sumatera Utara


27

dapat menentukan konsentrasi gula dalam sampel dengan mengukur absorbansinya.


(Sudarmadji.S.1984).

2.5.2. Metode Lane-Eynon

Penetapan gula pereduksi dengan metode ini dilakukan secara volumetrik.


Biasanya digunakan untuk penentuan laktosa (anhidrat atau monohidrat) glukosa,
fruktosa, maltosa (anhidrat atau monohidrat) dan lainnya. Penetapan gula pereduksi
dengan metode ini didasarkan atas pengukuran volume larutan gula pereduksi standar
yang dibutuhkan untuk mereduksi pereaksi tembaga basa yang diketahui volumenya.
Titik akhir titrasi ditunjukkan dengan metilen biru yang warnanya akan hilang karena
kelebihan gula pereduksi diatas jumlah yang dibutuhkan untuk mereduksi tembaga.

2.5.3. Metode Shaffer-Somogyi

Metode ini dapat diterapkan untuk segala jenis bahan pangan. Terutama
berguna untuk menetapkan sampel yang mengandung sedikit gula pereduksi. Gula
pereduksi akan mereduksi Cu2+ menjadi Cu+. Cu+ akan dioksidasi oleh I2 (yang
terbentuk dari hasil oksidasi KI oleh KIO3 dalam asam) menjadi Cu2+ kembali.
Kelebihan I2 dititrasi dengan Na2 S2O3. Dengan menggunakan blanko, maka kadar gula
pereduksi dalam sampel dapat ditentukan.

2.5.4. Metode Anthrone

Metode ini dapat digunakan untuk semua jenis bahan makanan. Anthrone
(9,10-dihidro-9-oxanthracena) merupakan hasil reduksi anthraquinone. Anthrone
bereaksi secara spesifik dengan karbohidrat dalam asam sulfat pekat menghasilkan
warna biru kehijauan yang khas.

2.5.5. Metode Munson Walker

Penentuan gula reduksi berdasarkan atas banyaknya endapan Cu2O yang


terbentuk, kemudian dengan melihat tabel Hadmond dapat diketahui jumlah gula
pereduksinya. Jumlah Cu2O ditentukan secara gravimetris, yaitu dengan menimbang
larutan endapan Cu2O yang terbentuk. Dapat juga ditentukan secara volumetrik yaitu
dengan titrasi menggunakan larutan Na-tiosulfat atau K-permanganat
(Apriyanto.A.1989).

Universitas Sumatera Utara


28

2.6. Spektrofotometer UV-Visibel

Spektrometri adalah pengukuran absorbansi selektif radiasi elektromagnetik


yang dipakai untuk analisis kualitatif dan kuantitatif senyawa kimia. Sedangkan
spektrofotometri merupakan suatu metode yang sangat penting dalam analisis kimia
kualitatif dan kuantitatif. Banyak kelebihan yang dimilikinya, antara lain :

a. Dapat digunakan secara luas dalam pengukuran secara kualitatif dan


kuantitatif untuk senyawa-senyawa organik maupun senyawa anorganik
b. Kepekaan tinggi, karena dapat mengukur dalam satuan ppm (part per million),
bahkan ppb (part per billion) sehingga dapat mengukur komponen trace
(renik).
c. Sangat selektif bila suatu komponen x akan diperiksa dalam suatu campuran,
dengan cara mengatur panjang gelombang cahaya dimana hanya komponen x
yang akan mengabsorbsi cahaya tersebut. Lebih teliti karena hanya
mempunyai persen kesalahan 1 - 3 % bahkan dengan teknik tertentu dapat
mengurangi persen kesalahan sampai 1/10. (Day.R.A.,Underwood.A.L.1999).

2.7. Manisan

Manisan adalah salah satu bentuk makanan olahan yang banyak disukai oleh
masyarakat. Rasanya yang mains bercampur rasa khas buah sangat cocok untuk
dinikmati diberbagai kesempatan. Meskipun jenis manisan buah yang umum
dipasarkan ada bermacam-macam bentuk dan rasanya, namun sebenarnya dapat
dikelompokkan menajdi 4 golongan yaitu:

1. golongan pertama adalah manisan basah dengan larutan gula encer ( buah
dilarutkan dalam gula seperti jambu, mangga, salak, dan kedondong).

2. Golongan kedua adalah manisan gula kental menempel pada buah. Manisan
jenis ini adalah pala, lobi-lobi, dan cermai.

3. Golongan ketiga adalah manisan kering dengan gula utuh (sebagian gula tidak
larut dan menempel pada buah). Buah yang sering digunakan adalah buah
mangga, kedondong, sirsak, dan pala.

Universitas Sumatera Utara


29

4. Golongan keempat adalah manisan kering asin karena unsur dominan dalam
bahan adalah garam. Jenis buah yang dibuat adalah jambu biji, mangga,
belimbing, dan buah pala. (http://www.bisnisukm.com, diakses tanggal 07
Maret 2010)

2.7.1. Faktor Penentu Kualitas Manisan

Kualitas Produk olahan buah berupa manisan, baik manisan basah maupun manisan
kering, sangat menetukan laku tidaknya produk olahan tersebut. Beberapa faktor yang
mempengaruhi kualitas manisan adalah sebagai berikut:

A. Penampilan

Penampilan merupakan penentu utama kualitas suatu produk. Penampilan yang


menarik menyebabkan konsumen tertarik untuk membelinya. Penampilan suatu
produk olahan ditentukan oleh faktor sebagai berikut:

1. Warna

2. Keseragaman bentuk dan ukuran

3. Kemasan.

B. Cita Rasa dan Aroma

Cita rasa manisan harus berasal dari cita rasa buah aslinya. Namun, agar cita rasa
makin memikat dapat ditambahkan bahan pewangi atau bumbu yang sesuai, seperti
kayu Manis, bunga pala, pandan wangi, atau cengkih. Sementara itu, aroma
merupakan unsur yang Sangat peka terhadap pemanasan. Karenanya sulit
dipertahankan. Namun, cita rasa yang kompak dapat menutupi kekurangan dan unsur
aroma ini.

C. Daya Tahan

Manisan termasuk produk awetan. Karena itu, dituntut untuk dapat disimpan
dalam jangka waktu yang relatif lama. Daya tahan ini dapat diciptakan dengan
memperkecil kadar air dalam buah, meningkatkan konsentrasi gula dalam buah,
memberikan bahan pengawet, serta mengemasnya dalam wadah yang tertutup rapat
tanpa memberi kesempatan masuknya bahan-bahan pencemar.

Universitas Sumatera Utara


30

D. Kandunagn Unsur Gizi dan Kalori

Buah memiliki kandungan gizi, mineral, dan kalori. Beberapa kandungan gizi
biasanya akan hilang karena proses pengolahan. Karena itu, proses pengolahan harus
memperhatikan teknik atau tata caranya sehingga kandungan gizi dalam buah bisa
didapat dengan maksimal. Untuk menjaga kualitas manisan tetap baik, biasanya
dilakukan penambahan vitamin C ke dalam manisan.

E. Higienis

Pembuatan manisan yang tidak memperhatikan syarat-syarat kesehatan, hasil


akhirnya akan berkualitas rendah, tampak kotor, daya simpannya pendek, dan
penampilannya tidak menarik. Karena itu syarat-syarat kesehatan, baik kebersihan alat
dan bahan maupun lingkungan pengolahan harus benar-benar diutamakan.
(Memet Abdulah Fatah dan Yusuf Bachtiar, 2004).

2.7.2 Drajat Kemanisan Gula

Tabel 2.3 Drajat Kemanisan Gula


Gula Drajat Kemanisan
Laktosa 16,0
Galaktosa 32.1
Maltosa 32.5
Glukosa 74,3
Sukrosa 100,0
Invert Sugar* 127,4
Invert Sugar ** 130
Fruktosa 173
*Dibuat oleh kerja invertase terhadap sukrosa.

**Campuran sama banyak glukosa dan fruktosa. ( Hardzasasmita,P (1993).

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai