Anda di halaman 1dari 11

IDENTIFIKASI DAN PENETAPAN KADAR KLORIN (Cl2)

DALAM BERAS PUTIH DI PASAR TRADISIONAL KLEPU


DENGAN METODE ARGENTOMETRI

Wahyu Tilawati, Anita Agustina, Muchson Arrosyid

INTISARI

Beras adalah makanan pokok di Indonesia yang mudah diolah, mudah


disajikan, enak dan merupakan sumber pemberi energi bagi manusia sehingga dapat
berpengaruh besar terhadap aktivitas tubuh. Penambahan klorin sebagai pemutih
beras sering dilakukan untuk meningkatkan kualitas beras putih. Klorin dalam beras
putih dapat membahayakan kesehatan baik dalam jangka pendek maupun jangka
panjang. Klorin sering digunakan dalam berbagai industri untuk menghasilkan
produk yang bermanfaat bagi manusia. Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengidentifikasi dan menentukan kadar klorin dalam beras putih yang dijual di pasar
tradisional Klepu.
Penelitian dilakukan di Laboratorium Analisis Farmasi STIKES
Muhammadiyah Klaten pada bulan Maret 2015. Sampel penelitian berjumlah 8
merk beras putih yang diambil dari pasar tradisional Klepu, sampel kemudian diberi
label A, B, C, D, E, F, G, H. Identifikasi dilakukan dengan uji reaksi warna dari
filtrat air cucian beras kemudian ditambahkan larutan AgNO3. Uji reaksi warna
bertujuan untuk mengetahui kandungan klorin pada sampel. Sampel yang positif
mengandung klorin dilanjutkan dengan penetapan kadar secara Argentometri mohr
menggunakan larutan AgNO3 dan indikator K2CrO4.
Hasil uji kualitatif dari 8 sampel beras putih menunjukkan 2 sampel positif
mengandung klorin pada sampel dengan label B dan G, sedangkan hasil uji
kuantitatif kadar klorin yang diperoleh pada sampel B sebesar 17,51 mg/L dan pada
sampel G sebesar 18,11 mg/L. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI
No.722/Menkes/Per/IX/1988 tentang bahan tambahan pangan, bahwa klorin tidak
tercatat dalam kelompok pemutih dan pematang tepung dan menurut Peraturan
Menteri Pertanian No.32/Permentan/OT.011/3/7/2007 klorin tercatat sebagai bahan
kimia berbahaya pada proses penggilingan padi, huller dan penyosoh beras.
Sehingga dalam kadar berapapun klorin dilarang digunakan dalam makanan.

Kata kunci : Beras, Klorin, Metode Argentometri Mohr

Wahyu Tilawati, dkk., Dosen Prodi DIII Farmasi STIKES Muhammadiyah Klaten
CERATA Journal Of Pharmacy Science 35
Wahyu Tilawati, dkk., Identifikasi dan Penetapan Kadar Klorin

I. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kesehatan yang baik merupakan keinginan dari tiap manusia. Oleh
karena itu, usaha-usaha untuk meningkatkan kesehatan harus terus
diupayakan dengan berbagai cara. Kemajuan teknologi sistem informasi juga
membantu masyarakat untuk menyadari perlunya mengkonsumsi makanan
yang menyehatkan. Makanan atau pangan yang menyehatkan tidak boleh
mengandung bahan-bahan atau cemaran yang dapat membahayakan
kesehatan, termasuk Bahan Tambahan Pangan (BTP) berbahaya yang
dapat menyebabkan penyakit atau toksik, sebaliknya pangan harus
mengandung bahan-bahan yang mendukung kesehatan (Laksmi, 2001).
Indonesia menjadikan beras sebagai salah satu makanan pokok, karena
beras salah satu bahan makanan yang mudah diolah, mudah disajikan, enak,
dan mengandung berbagai zat gizi sebagai sumber energi yang berpengaruh
besar terhadap aktivitas tubuh atau kesehatan (Ahmad, 1990).
Perkembangan teknologi pengolahan pangan sekarang ini sangat
berkembang pesat. Seiring dengan berkembangnya makanan banyak
menimbulkan efek negatif bagi manusia. Teknologi pengolahan pangan
biasanya dianggap mempunyai nilai sosial yang tinggi, sehingga banyak di
sukai oleh para konsumen. Penambahan Bahan Tambahan Makanan (BTM)
ke dalam makanan semakin beragam tanpa memperhatikan apakah bahan
tambahan pangan yang ditambahkan dilarang atau berbahaya. Dapat
dibuktikan dari hasil penelitian yang telah dilakukan, banyak makanan dan
minuman di Indonesia tidak murni lagi atau mengandung bahan berbahaya.
Salah satu penggunaan Bahan Tambahan Makanan (BTM) yang
dilarang adalah Klorin (Cl2) digunakan sebagai pemutih beras, yang
dimaksudkan agar beras memiliki kualitas super dengan harga yang tinggi.
Klorin adalah bahan kimia yang biasanya digunakan sebagai desinfektan,
pemutih kertas dan proses tekstil. Efek klorin dalam jangka pendek
menyebabkan penyakit maag dan dalam jangka panjang mengakibatkan
penyakit kanker hati dan ginjal (Adiwisastra, 1989).
Klorin sebagai desinfektan dan pemutih merupakan bahan yang
dilarang penggunaanya dalam makanan. Larangan ini dapat dilihat dalam
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.772/Menkes/Per/XI/88
dimana klorin tidak tercatat sebagai Bahan Tambahan Pangan (BTP) dalam
kelompok pemutih atau pematang tepung dan menurut Peraturan Menteri
Pertanian No.32/Permentan/OT.110/3/2007, klorin tercatat sebagai bahan
kimia berbahaya pada proses penggilingan padi, huller dan penyosoh
beras.
Berdasarkan hasil penelitian Dosen Fakultas Pertanian Universitas Dr.
Soetomo Surabaya, Restu Tjiptaningdyah (Ahli Bidang Teknologi Pangan
dan gizi) memastikan ada kandungan klorin pada beras yang banyak beredar
36 CERATA Journal Of Pharmacy Science
Wahyu Tilawati, dkk., Identifikasi dan Penetapan Kadar Klorin

di pasaran. Dari 16 sampel beras yang di uji terdapat 10 sampel


mengandung klorin kadarnya kisaran 20 ppm hingga 90 ppm
(Gandapurnama, 2013) dan hasil inspeksi mendadak dari Balai Besar
Pengawasan Obat dan Makanan (BBPOM) Bandung di Pasar Simpang Dago
oleh staf pemeriksaan dan penyelidikan, Alfazri Anwar mengemukakan
bahwa beras jenis Kurmo dan Cianjur mengandung Klorin (Setiawan, 2013).
Sampel penelitian akan diambil dari pasar tradisional Klepu, karena
pasar ini merupakan pusat pembelian kebutuhan sehari-hari masyarakat di
wilayah Kecamatan Ceper dan sekitarnya, selain itu di pasar Klepu belum
pernah dilakukan penelitian tentang kandungan klorin dalam beras putih serta
adanya kecurigaan dari peneliti terhadap salah satu sampel beras putih yang
mengandung klorin. Sehingga dari penelitian yang akan dilakukan dapat
diketahui tingkat penggunaan klorin yang dijual dari pasar tersebut.
Permintaan akan beras semakin meningkat seiring dengan keinginan
masyarakat untuk mengkosumsi beras yang berkualitas. Penambahan klorin
sebagai pemutih beras sering dilakukan untuk meningkatan kualitas beras
putih. Penetapan kadar klorin dilakukan dengan metode Argentometri Mohr
karena metode ini umum digunakan untuk penentapan kadar halogenida
seperti klorida dan bromida yang membentuk endapan perak nitrat pada
suasana netral. Keuntungan dari metode ini adalah alat yang digunakan
sederhana sehingga mudah dan cepat pelaksanaannya, memiliki keakuratan
dan ketelitian yang cukup tinggi dan dapat digunakan pada konsentrasi klorin
yang rendah.

B. BAHAN DAN METODE

Alat dan bahan


Alat yang digunakan buret 50 mL (RRC), Statif dan klem, labu erlenmeyer 100
mL (Pyrex) dan 250 mL, labu ukur 100 dan 1000 mL (Pyrex), gelas ukur
100mL (Pyrex), pipet volume 25 mL dan 50 mL, pipet ukur 10 mL, gelas piala
250 mL, alat pengukur pH, timbangan analitik, corong, botol coklat, tabung
reaksi, kertas saring.
Bahan yang digunakan 8 merk beras putih, Aqua destilata, larutan baku perak
nitrat (AgNO3) 0,0141 N, larutan indikator kalium kromat (K2CrO4) 5%,
larutan natrium klorida (NaCl) 0,0141N (Anonim, 2004).

Metode
Metode penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif
yaitu metode yang digunakan untuk menggambarkan atau menganalisis suatu
hasil penelitian, tanpa membuat perbandingan atau menghubungkan dengan
variable lain (Sugiyono, 2012).
CERATA Journal Of Pharmacy Science 37
Wahyu Tilawati, dkk., Identifikasi dan Penetapan Kadar Klorin

Cara kerja
1. Pembuatan larutan AgNO3 0,0141 N
Sebanyak 2,395 g AgNO3 ditimbang dan dilarutkan dengan air suling bebas
klorida hingga volume 1 Liter, lalu disimpan dalam botol berwarna gelap
(Anonim, 2004).
2. Pembuatan larutan NaCl 0,0141 N
Serbuk NaCl dikeringkan dalam oven pada suhu 140 selama 2 jam,
kemudian didinginkan. Sebanyak 0,824 g NaCl ditimbang dan dimasukkan ke
dalam labu takar dengan volume 1 Liter dan dilarutkan dengan aquadest
hingga garis tanda (Anonim, 2004).
3. Pembuatan larutan Indikator K2CrO4 5% Sebanyak 5,0 g K2CrO4 dengan
sedikit air suling bebas klorida. Tambahkan larutan AgNO3 sampai terbentuk
endapan merah kecoklatan yang jelas. Biarkan 12 jam kemudian disaring.
Filtrat yang diperoleh diencerkan dengan air suling bebas klorida hingga 100
mL (Anonim, 2004).
4. Pembakuan larutan AgNO3 dengan NaCl 0,0141 N dengan mengambil 25 mL
larutan NaCl 0,0141 N dengan pipet volume 25 mL kemudian masukkan ke
dalam erlenmeyer 100 mL. Tambahkan larutan K2 CrO4 5% sebanyak 1,00 mL
kemudian aduk. Titrasi dengan larutan AgNO3 0,0141N hingga terjadi
perubahan warna menjadi merah kecoklatan. Catat volume AgNO3 0,0141N
yang digunakan dan hitung normalitas larutan baku AgNO3 dengan rumus
sebagai berikut:

N AgNO3 = V NaCl x N NaCl


V AgNO3

5. Identifikasi klorin dengan cara menimbang seksama 10,0 g beras, kemudian


ditumbuk. Tambahkan 50,00 mL air aquadest, Kemudian aduk. Saring dan
ambil filtratnya sebanyak 1 mL masukkan kedalam tabung reaksi. Tambahkan
1,00 mL larutan AgNO3. Bila terjadi endapan putih menggumpal, maka
sampel positif mengandung klorin.
6. Penetapan kadar klorin dengan menimbang 20,0 g beras putih dengan
timbangan analitik, kemudian ditumbuk. Tambahkan 100,0 mL aquadest
kemudian aduk dan saring filtratnya. Masukkan filtrat kedalam erlenmeyer
250 mL. Tambahkan indikator kalium kromat (K2CrO4) 5% sebanyak 1,00
mL. Titrasi dengan larutan baku perak nitrat (AgNO3) 0,0141 N, hingga titik
akhir titrasi ditandai dengan terbentuknya endapan warna merah kecoklatan.
Catat dan hitung volume AgNO3 0,0141 N yang digunakan dan ulangi
replikasi sebanyak 3 kali.
Titrasi blanko dengan mengambil 100,0 mL aquadest dimasukkan
kedalam erlenmeyer 250 mL. Tambahkan indikator kalium kromat (K2CrO4)
5% sebanyak 1,00 mL. Titrasi dengan larutan baku perak nitrat (AgNO3)
0,0141 N, hingga titik akhir titrasi ditandai dengan terbentuknya endapan
38 CERATA Journal Of Pharmacy Science
Wahyu Tilawati, dkk., Identifikasi dan Penetapan Kadar Klorin

warna merah kecoklatan. Catat dan hitung volume AgNO3 0,0141 N yang
digunakan. Ulangi perlakuan sebanyak 3 kali.
Perhitungan kadar klorin dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Kadar Cl2 (mg/L)
= (A - B) x N x 35,45 x 1000

mL Sampel

A : Volume larutan baku AgNO3 untuk titrasi sampel (mL)


B : Volume larutan baku AgNO3 untuk titrasi blanko (mL)
N : Normalitas larutan baku AgNO3 (mgrek/mL)
35,450 : BM Cl

Analisis Data
Data yang digunakan adalah data primer berupa hasil analisis secara
Argentometri Mohr, berdasarkan volume titran yang diperlukan untuk penetapan
kadar klorin dalam beras putih. Untuk menarik kesimpulan dari penelitian, data
kuantitatif di analisis menggunakan analisis data Mean ( ) dan Standar Deviasi (SD).
Mean adalah rata-rata dari sekelompok data. Standar Deviasi adalah properti data
yang menggambarkan keseragaman suatu kumpulan data.

II. HASIL DAN PEMBAHASAN


A. Hasil Penelitian
1. Identifikasi klorin dalam beras putih
Identifikasi klorin dalam beras putih merupakan uji kualitatif yang dilakukan
untuk mengetahui ada tidaknya klorin pada beras putih yang diperoleh dari
pasar tradisional Klepu. Pengujian dilakukan dengan mengambil filtrat dari
beras putih sebanyak 1 mL yang kemudian ditambahkan 1 mL AgNO3,
apabila terdapat endapan putih menggumpal maka sampel menunjukkan hasil
positif mengandung klorin. Hasil dari analisis kualitatif klorin menunjukkan
25% sampel positif mengandung klorin dan 75% sampel negatif mengandung
klorin. Hasil uji kualitatif dapat dilihat pada tabel

No. Klorin Jumlah Prosentase (%)


1 Positif (+) 2 25
2 Negatif (-) 6 75
Jumlah 8 100
Keterangan :

(+) : Larutan menghasilkan endapan putih setelah ditambahkan dengan larutan


AgNO3, beras positif mengandung klorin.
(-) : Larutan tidak menghasilkan endapan putih setelah ditambahkan dengan
larutan AgNO3, beras positif mengandung klorin.
CERATA Journal Of Pharmacy Science 39
Wahyu Tilawati, dkk., Identifikasi dan Penetapan Kadar Klorin

2. Pembakuan Larutan AgNO3 dengan


NaCl 0,0141 N
Pembakuan Larutan AgNO3 dengan NaCl 0,0141 N dilakukan sebanyak 3 kali.
Tabel hasil pembakuan AgNO3

Replikasi Volume AgNO3 (mL) Normalitas (N)


I 25,20 0,013
II 25,50 0,013
III 25,40 0,013
Normalitas (N) rata-rata 0,013

Penetapan kadar klorin dalam beras putih


Penetapan kadar dilakukan pada beras putih yang positif mengandung klorin.
Titrasi dilakukan sebanyak 3 kali pada masing-masing sampel beras putih
dengan label B dan G. Dari hasil titrasi penetapan kadar pada sampel B diperoleh
kadar sebesar 17,51 mg/L dan pada sampel G diperoleh kadar sebesar 18,11
mg/L.

B. Pembahasan
Bahan Tambahan Makanan (BTM) adalah bahan atau campuran yang
secara alami bukan dari bagian bahan baku pangan, tapi ditambahkan ke dalam
pangan untuk mempengaruhi sifat dan bentuk pangan. Bahan tambahan makanan
bermanfaat untuk membuat makanan lebih berkualitas, menarik serta rasa dan
teksturnya lebih sempurna (Effendi, 2009).
Penggunaan klorin pada beras bertujuan untuk membuat beras lebih putih
dan mengkilap sehingga beras yang berstandar medium terlihat seperti beras
berkualitas super selain itu juga memberikan keuntungan bagi pedagang karena
dijual dengan harga yang lebih tinggi (Buhrani, 2008).
Penelitian klorin pada beras putih dilakukan mengingat bahaya klorin
terhadap kesehatan dan berdasarkan Permenkes No.722/menkes/per/IX/1988
tentang bahan tambahan pangan, bahwa klorin tidak tercatat sebagai bahan
tambahan pangan dalam kelompok pemutih dan pematang tepung.
Klorin sangat mudah larut dalam air, bersifat sangat reaktif dan
merupakan jenis oksidator kuat yang mudah bereaksi dengan berbagai unsur
lain, dalam suhu kamar berbentuk gas. Pada suhu -34 klorin berbentuk cair,
pada suhu -130 berbentuk padatan kristal kekuningan dan bersifat mudah larut
dalam air (Hasan, 2006).
Dalam penelitian ini menggunakan 8 sampel beras yang diambil secara
acak dari 20 beras, yang dijual oleh 10 pedagang beras di pasar tradisional Klepu
dengan kriteria beras berwarna putih dan sudah ditempatkan dalam wadah atau
sudah di keluarkan dari karung beras. Data pengambilan beras dari pedagang
40 CERATA Journal Of Pharmacy Science
Wahyu Tilawati, dkk., Identifikasi dan Penetapan Kadar Klorin

dapat dilihat pada lampiran 13. Sampel kemudian diberi label A, B, C, D, E, F, G


dan H. Sampel beras kemudian di identifikasi dengan uji kualitatif untuk
mengetahui ada tidaknya kandungan klorin pada beras putih tersebut. Analisis
dilakukan dengan cara mengambil filtrat air cucian beras yang sudah ditumbuk
sebanyak 1 mL dimasukkan dalam tabung reaksi kemudian ditambah 1 mL
larutan AgNO3 sebagai pereaksi yang menghasilkan terjadinya reaksi endapan
putih menggumpal, reaksi menandakan sampel tersebut mengandung klorin.
Hasil analisis kualitatif diolah dengan menggunakan deskriptif persentase
yang bertujuan untuk menjelaskan karakteristik dari variabel penelitian. Hasil
analisis kualitatif yang diperoleh dari 8 sampel beras putih terdapat 2 sampel
positif mengandung klorin pada label B dan G dengan prosentase 25%, yang
ditandai dengan adanya endapan putih menggumpal karena adanya senyawa
klorida setelah penambahan AgNO3 dan terdapat 6 sampel negatif mengandung
klorin dengan prosentase 75% yaitu pada sampel dengan label A, C, D, E, F,
dan H.
Hasil ini sesuai dengan literatur yang mengatakan beras putih yang
memakai bahan pemutih dapat dilihat dari ciri fisik yaitu beras berwarna putih
mengkilat, licin saat digenggam, berbau zat kimia, dan jika direndam, air
berubah menjadi putih pekat (Anonim, 2014).
Analisis kuantitif dilakukan untuk menentukan kadar pemutih klorin pada
beras putih yang telah positif mengandung klorin metode yang digunakan adalah
Argentometri Mohr dilakukan dengan proses titrasi. Metode ini umum
digunakan untuk penetapan kadar halogenida seperti klorida dan bromida yang
membentuk endapan perak nitrat pada suasana netral. Prinsip Argentometri
Mohr adalah reaksi pengendapan dimana senyawa klorida dalam suasana netral
atau sedikit basa dengan larutan baku perak nitrat (AgNO3) dan penambahan
larutan indikator kalium kromat (K2CrO4) pada permulaan titrasi akan terjadi
endapan perak klorida dan setelah titik ekuivalen, maka penambahan sedikit
perak nitrat akan bereaksi dengan kromat membentuk endapan perak kromat
yang berwarna merah kecoklatan. Penambahan Indikator kalium kromat
(K2CrO4) bertujuan untuk mengetahui warna dari titik akhir titrasi (Sudjadi,
2007). Berikut reaksi yang terjadi pada analisis Argentometri Mohr :

Ag+ + Cl AgCl ( endapan putih )


2Ag+ + CrO4 Ag2CrO4 ( merah kecoklatan)

Sebelum dilakukan analisis kuantitatif, terlebih dahulu melakukan


pembakuan larutan AgNO3 dengan NaCl 0,0141N dan titrasi blanko yang
masing-masing dilakukan sebanyak 3 kali. Pembakuan larutan bertujuan untuk
menyamakan larutan yang digunakan untuk titrasi Argentometri dengan larutan
standar baku (Brady, 1999). Dalam pembakuan AgNO3 digunakan untuk larutan
standar baku. Dari hasil pembakuan yang diperoleh normalitas rata-rata sebesar
CERATA Journal Of Pharmacy Science 41
Wahyu Tilawati, dkk., Identifikasi dan Penetapan Kadar Klorin

0,013N. Titrasi blanko merupakan titrasi dimana larutan yang akan dititrasi tidak
berisi sampel dan diperlakukan sama seperti prosedur sampel. Hasil titrasi
blanko digunakan sebagai standar warna untuk hasil penetapan kadar kadar
sampel sehingga dapat mengurangi kesalahan (Cairns, 2009). Dari hasil titrasi
blanko diperoleh rata-rata volume AgNO3 sebesar 3,43 mL.
Berdasarkan pemeriksaan kuantitatif yang telah dilakukan diperoleh
kadar rata-rata klorin pada sampel B sebesar 17,51 mg/L dan sampel G sebesar
18,11 mg/L. Data yang diperoleh kemudian dianalisis menggunakan rata-rata
dan standar deviasi. Dari hasil analisis, diperoleh nilai SD pada sampel B sebesar
0,25 dan G sebesar 0,11 yang menunjukkan nilai kurang dari 3 SD sehingga
kedua data dapat diterima.
Hasil ini menunjukkan beras putih yang mengandung klorin yang dijual
di pasar tradisional Klepu berbahaya untuk dikonsumsi dan tidak sesuai dengan
Peraturan Menteri Kesehatan RI No.722/Menkes/per/IX/1988 tentang bahan
tambahan pangan klorin tidak tercatat dalam kelompok pemutih dan pematang
tepung sehingga dalam kadar berapapun klorin dilarang digunakan dalam
makanan. Menurut Food and Drug Administration (FDA) untuk ambang batas
klorin yang digambarkan oleh klorin dioksida (ClO2) dapat digunakan secara
langsung untuk pangan tidak melebihi 3 ppm (Darniadi, 2010).
Menurut Adiwisastra (1989) klorin dalam tubuh manusia dapat
menganggu kesehatan, dapat menyebabkan penyakit maag dalam jangka pendek
dan dalam jangka panjang secara akumulatif akan menyebabkan penyakit kanker
hati dan ginjal. Oleh karena itu, masyarakat harus lebih teliti dalam memilih
beras putih yang aman di konsumsi mengingat beras putih merupakan makanan
pokok di Indonesia yang setiap hari di konsumsi sehingga efek klorin dapat
menganggu kesehatan.
Penggunaan klorin pada beras merupakan praktek pelanggaran yang
membahayakan konsumen. Belum adanya peraturan atau sanksi yang tegas,
terbatasnya pengetahuan penjual tentang bahaya klorin dan kemudahan
mendapatkan bahan pemutih di berbagai tempat menjadikan faktor pendukung
penyimpangan tersebut dilakukan.

KESIMPULAN

Dari 8 sampel beras putih yang diambil dari pasar tradisional Klepu, terdapat 2
sampel positif mengandung klorin, yaitu pada sampel B dan G. Kadar klorin yang
terkandung pada sampel B sebesar 17,51 mg/L dan sampel G sebesar 18,11 mg/L
42 CERATA Journal Of Pharmacy Science
Wahyu Tilawati, dkk., Identifikasi dan Penetapan Kadar Klorin

DAFTAR PUSTAKA

Adiwisastra, A. 1989. Keracunan Sumber, Bahaya Serta Penanggulangannya.


Penerbit Angkasa. Bandung.
Ahmad, A.K. 1990. Budidaya Tanaman Padi. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Anonim. 1988. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No.772/Menkes/Per/XI/88 tentang Bahan Tambahan Pangan. Departemen
Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.
Anonim. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Departemen Kesehatan Republik
Indonesia. Jakarta. Hal : 922
Anonim. 2004. Standar Nasional Indonesia No. 06-6989.19-2004. Badan
Standarisasi Nasional : Medan.
Anonim. 2007. Peraturan Menteri PertanianNo.32/Permentan/OT.110/3/2007
tentang Pelarangan Bahan Kimia Berbahaya pada proses Penggilingan
Padi, huller dan Penyosoh Beras. Departemen Pertanian Republik
Indonesia. Jakarta.
Anonim, 2010. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 492/MENKES/PER/IV/2010
Tentang Persyaratan Kualitas Air Minum. Departemen Kesehatan Republik
Indonesia : Jakarta.
Anonim. 2014. Begini, Cara Mengenali Beras Impor Berklorin.
http://www.tempo.co/read/news/2014/03/11/090561180/Begini-Cara-
Mengenali-Beras-Impor-Berklorin-artikel diakses tanggal 15 Oktober
2014. Jam 21:00 WIB
Astawan, M. 2004. Sehat Bersama Aneka Serat Pangan Alami. Penerbit Tiga
Serangkai. Solo.
Brady, J.E. 1999. Kimia Universitas Asas dan Struktur. Binarupa Aksara. Jakarta.
Buhrani, R. 2008. Polisi Grebeg Penggilingan Beras Berklorin.
http://www.antaranews.com/berita/97464/polisi-gerebeg-penggilingan-
beras-berklorin. Diakses tanggal 4 April 2015. Jam 19:00 WIB
Cairns, D. 2009. Intisari Kimia Farmasi Edisi II. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Jakarta.
Chandra, B. 2006. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Penerbit Buku Kedokteran
EGC. Jakarta.
CERATA Journal Of Pharmacy Science 43
Wahyu Tilawati, dkk., Identifikasi dan Penetapan Kadar Klorin

Darniadi, S. 2010. Identifikasi Bahan Tambahan Pangan (BTP) Pemutih Klorin Pada
Beras. Buku Seminar Ilmiah Hasil Penelitian Padi Nasional Tahun 2010.
Buku 3. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian :
Bogor.
Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. Hal : 135
Effendi, S. 2009. Teknologi Pengolahan dan Pengawetan Makanan. Penerbit
Alfabeta. Bandung.
Gandapurnama, B. 2013. BBPOM Bandung Temukan Beras Mengandung Pemutih
Pakaian.
http://news.detik.com/read/2013/07/17/130608/2305499/486/2/bbpom-
bandung-temukan-beras-mengandung-pemutih-pakaian-artikel. Diakses 15
Oktober 2014. Jam 20:00 WIB
Hadrian. 2006. Budidaya Tanaman Padi di Indonesia. Penerbit Sastra Hudaya :
Jakarta.
Haryadi. 2006. Teknologi Pengolahan Beras. Penerbit Gajah Mada University Press.
Yogyakarta. Hal : 38-45

Hasan, A. 2006. Dampak Penggunaan Klorin. Jurnal Teknologi Lingkungan. Badan


Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). Vol. 7, No. 1
http://ejurnal.bppt.go.id. Diakses 15 Oktober 2014 Jam 21: 00 WIB
Inove Y. W., Jemmy A., Frenly W. 2014. Analisis Klorin Pada Beras Yang Beredar
di Pasar Kota Manado. Jurnal Ilmiah Farmasi. Program Studi Farmasi
FMIPA UNSRAT : Manado.
Keenan, C.W., Kleinfelter, D.C., Wood. J.H. 1993. Ilmu Kimia Untuk Universitas.
Jilid 2. Penerbit Erlangga. Jakarta.
Laksmi, S.B. 2001. Potensi dan Prospek Bioteknologi dalam Rangka Penyediaan
Pangan Menyehatkan. Orasi Ilmiah Fakultas Teknologi Pertanian, Jurusan
Teknologi Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor.
Marsini. 2013. Penentuan Kadar Residu Klorin Pada Beras Di Pasaran. Karya Tulis
Ilmiah D-III Analis Kesehatan, Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Setia
Budi : Surakarta.
Moehnyi, S. 1992. Penyelenggaraan Makanan Institusi dan Jasa Boga. Penerbit
Bharata. Jakarta.
Mubarak, W.I dan Chayanti, N. 2009. Ilmu Kesehatan Masyarakat : Teori dan
Aplikasi. Penerbit Salemba Medika. Jakarta. Hal : 321-322
44 CERATA Journal Of Pharmacy Science
Wahyu Tilawati, dkk., Identifikasi dan Penetapan Kadar Klorin

Setiawan, D. 2013. 10 Jenis Beras di Surabaya Mengandung Klorin


http://industri.kontan.co.id/news/10-jenis-beras-di-surabaya-mengandung-
klorin diakses 15 Oktober 2014. Jam 20:00 WIB
Sinaga, H. 2009. Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan Guru Sekolah Dasar terhadap
Makanan Yang Mengandung Bahan Tambahan Makanan dan Bahan Kimia
Berbahaya pada Sekolah Dasar di Kelurahan Labuhan Deli Kecamatan
Medan Marelan tahun 2009. Skripsi. Universitas Sumatra Utara.
Sinuhaji, Dian Novita. 2009. Perbedaan Kandungan Klorin (Cl2) Pada Beras
Sebelum Dan Sesudah di Masak. Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat,
Universitas Sumatra Utara: Medan.
Sudarmadji, S., Haryono, B., Suhardi. 1989. Analisa Bahan Makanan dan
Pertanian. Penerbit Liberty. Yogyakarta. Hal : 167
Sudjadi. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Pustaka Pelajar. Yogyakarta. Hal : 146
Sugiyono. 2012. Statistika Untuk Penelitian. Penerbit Alfabeta. Bandung. Hal : 2
Yuniastuti, A. 2008. Gizi dan Kesehatan. Penerbit Graha Ilmu. Yogyakarta. Hal : 91

Anda mungkin juga menyukai