INTISARI
Wahyu Tilawati, dkk., Dosen Prodi DIII Farmasi STIKES Muhammadiyah Klaten
CERATA Journal Of Pharmacy Science 35
Wahyu Tilawati, dkk., Identifikasi dan Penetapan Kadar Klorin
I. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kesehatan yang baik merupakan keinginan dari tiap manusia. Oleh
karena itu, usaha-usaha untuk meningkatkan kesehatan harus terus
diupayakan dengan berbagai cara. Kemajuan teknologi sistem informasi juga
membantu masyarakat untuk menyadari perlunya mengkonsumsi makanan
yang menyehatkan. Makanan atau pangan yang menyehatkan tidak boleh
mengandung bahan-bahan atau cemaran yang dapat membahayakan
kesehatan, termasuk Bahan Tambahan Pangan (BTP) berbahaya yang
dapat menyebabkan penyakit atau toksik, sebaliknya pangan harus
mengandung bahan-bahan yang mendukung kesehatan (Laksmi, 2001).
Indonesia menjadikan beras sebagai salah satu makanan pokok, karena
beras salah satu bahan makanan yang mudah diolah, mudah disajikan, enak,
dan mengandung berbagai zat gizi sebagai sumber energi yang berpengaruh
besar terhadap aktivitas tubuh atau kesehatan (Ahmad, 1990).
Perkembangan teknologi pengolahan pangan sekarang ini sangat
berkembang pesat. Seiring dengan berkembangnya makanan banyak
menimbulkan efek negatif bagi manusia. Teknologi pengolahan pangan
biasanya dianggap mempunyai nilai sosial yang tinggi, sehingga banyak di
sukai oleh para konsumen. Penambahan Bahan Tambahan Makanan (BTM)
ke dalam makanan semakin beragam tanpa memperhatikan apakah bahan
tambahan pangan yang ditambahkan dilarang atau berbahaya. Dapat
dibuktikan dari hasil penelitian yang telah dilakukan, banyak makanan dan
minuman di Indonesia tidak murni lagi atau mengandung bahan berbahaya.
Salah satu penggunaan Bahan Tambahan Makanan (BTM) yang
dilarang adalah Klorin (Cl2) digunakan sebagai pemutih beras, yang
dimaksudkan agar beras memiliki kualitas super dengan harga yang tinggi.
Klorin adalah bahan kimia yang biasanya digunakan sebagai desinfektan,
pemutih kertas dan proses tekstil. Efek klorin dalam jangka pendek
menyebabkan penyakit maag dan dalam jangka panjang mengakibatkan
penyakit kanker hati dan ginjal (Adiwisastra, 1989).
Klorin sebagai desinfektan dan pemutih merupakan bahan yang
dilarang penggunaanya dalam makanan. Larangan ini dapat dilihat dalam
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.772/Menkes/Per/XI/88
dimana klorin tidak tercatat sebagai Bahan Tambahan Pangan (BTP) dalam
kelompok pemutih atau pematang tepung dan menurut Peraturan Menteri
Pertanian No.32/Permentan/OT.110/3/2007, klorin tercatat sebagai bahan
kimia berbahaya pada proses penggilingan padi, huller dan penyosoh
beras.
Berdasarkan hasil penelitian Dosen Fakultas Pertanian Universitas Dr.
Soetomo Surabaya, Restu Tjiptaningdyah (Ahli Bidang Teknologi Pangan
dan gizi) memastikan ada kandungan klorin pada beras yang banyak beredar
36 CERATA Journal Of Pharmacy Science
Wahyu Tilawati, dkk., Identifikasi dan Penetapan Kadar Klorin
Metode
Metode penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif
yaitu metode yang digunakan untuk menggambarkan atau menganalisis suatu
hasil penelitian, tanpa membuat perbandingan atau menghubungkan dengan
variable lain (Sugiyono, 2012).
CERATA Journal Of Pharmacy Science 37
Wahyu Tilawati, dkk., Identifikasi dan Penetapan Kadar Klorin
Cara kerja
1. Pembuatan larutan AgNO3 0,0141 N
Sebanyak 2,395 g AgNO3 ditimbang dan dilarutkan dengan air suling bebas
klorida hingga volume 1 Liter, lalu disimpan dalam botol berwarna gelap
(Anonim, 2004).
2. Pembuatan larutan NaCl 0,0141 N
Serbuk NaCl dikeringkan dalam oven pada suhu 140 selama 2 jam,
kemudian didinginkan. Sebanyak 0,824 g NaCl ditimbang dan dimasukkan ke
dalam labu takar dengan volume 1 Liter dan dilarutkan dengan aquadest
hingga garis tanda (Anonim, 2004).
3. Pembuatan larutan Indikator K2CrO4 5% Sebanyak 5,0 g K2CrO4 dengan
sedikit air suling bebas klorida. Tambahkan larutan AgNO3 sampai terbentuk
endapan merah kecoklatan yang jelas. Biarkan 12 jam kemudian disaring.
Filtrat yang diperoleh diencerkan dengan air suling bebas klorida hingga 100
mL (Anonim, 2004).
4. Pembakuan larutan AgNO3 dengan NaCl 0,0141 N dengan mengambil 25 mL
larutan NaCl 0,0141 N dengan pipet volume 25 mL kemudian masukkan ke
dalam erlenmeyer 100 mL. Tambahkan larutan K2 CrO4 5% sebanyak 1,00 mL
kemudian aduk. Titrasi dengan larutan AgNO3 0,0141N hingga terjadi
perubahan warna menjadi merah kecoklatan. Catat volume AgNO3 0,0141N
yang digunakan dan hitung normalitas larutan baku AgNO3 dengan rumus
sebagai berikut:
warna merah kecoklatan. Catat dan hitung volume AgNO3 0,0141 N yang
digunakan. Ulangi perlakuan sebanyak 3 kali.
Perhitungan kadar klorin dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Kadar Cl2 (mg/L)
= (A - B) x N x 35,45 x 1000
mL Sampel
Analisis Data
Data yang digunakan adalah data primer berupa hasil analisis secara
Argentometri Mohr, berdasarkan volume titran yang diperlukan untuk penetapan
kadar klorin dalam beras putih. Untuk menarik kesimpulan dari penelitian, data
kuantitatif di analisis menggunakan analisis data Mean ( ) dan Standar Deviasi (SD).
Mean adalah rata-rata dari sekelompok data. Standar Deviasi adalah properti data
yang menggambarkan keseragaman suatu kumpulan data.
B. Pembahasan
Bahan Tambahan Makanan (BTM) adalah bahan atau campuran yang
secara alami bukan dari bagian bahan baku pangan, tapi ditambahkan ke dalam
pangan untuk mempengaruhi sifat dan bentuk pangan. Bahan tambahan makanan
bermanfaat untuk membuat makanan lebih berkualitas, menarik serta rasa dan
teksturnya lebih sempurna (Effendi, 2009).
Penggunaan klorin pada beras bertujuan untuk membuat beras lebih putih
dan mengkilap sehingga beras yang berstandar medium terlihat seperti beras
berkualitas super selain itu juga memberikan keuntungan bagi pedagang karena
dijual dengan harga yang lebih tinggi (Buhrani, 2008).
Penelitian klorin pada beras putih dilakukan mengingat bahaya klorin
terhadap kesehatan dan berdasarkan Permenkes No.722/menkes/per/IX/1988
tentang bahan tambahan pangan, bahwa klorin tidak tercatat sebagai bahan
tambahan pangan dalam kelompok pemutih dan pematang tepung.
Klorin sangat mudah larut dalam air, bersifat sangat reaktif dan
merupakan jenis oksidator kuat yang mudah bereaksi dengan berbagai unsur
lain, dalam suhu kamar berbentuk gas. Pada suhu -34 klorin berbentuk cair,
pada suhu -130 berbentuk padatan kristal kekuningan dan bersifat mudah larut
dalam air (Hasan, 2006).
Dalam penelitian ini menggunakan 8 sampel beras yang diambil secara
acak dari 20 beras, yang dijual oleh 10 pedagang beras di pasar tradisional Klepu
dengan kriteria beras berwarna putih dan sudah ditempatkan dalam wadah atau
sudah di keluarkan dari karung beras. Data pengambilan beras dari pedagang
40 CERATA Journal Of Pharmacy Science
Wahyu Tilawati, dkk., Identifikasi dan Penetapan Kadar Klorin
0,013N. Titrasi blanko merupakan titrasi dimana larutan yang akan dititrasi tidak
berisi sampel dan diperlakukan sama seperti prosedur sampel. Hasil titrasi
blanko digunakan sebagai standar warna untuk hasil penetapan kadar kadar
sampel sehingga dapat mengurangi kesalahan (Cairns, 2009). Dari hasil titrasi
blanko diperoleh rata-rata volume AgNO3 sebesar 3,43 mL.
Berdasarkan pemeriksaan kuantitatif yang telah dilakukan diperoleh
kadar rata-rata klorin pada sampel B sebesar 17,51 mg/L dan sampel G sebesar
18,11 mg/L. Data yang diperoleh kemudian dianalisis menggunakan rata-rata
dan standar deviasi. Dari hasil analisis, diperoleh nilai SD pada sampel B sebesar
0,25 dan G sebesar 0,11 yang menunjukkan nilai kurang dari 3 SD sehingga
kedua data dapat diterima.
Hasil ini menunjukkan beras putih yang mengandung klorin yang dijual
di pasar tradisional Klepu berbahaya untuk dikonsumsi dan tidak sesuai dengan
Peraturan Menteri Kesehatan RI No.722/Menkes/per/IX/1988 tentang bahan
tambahan pangan klorin tidak tercatat dalam kelompok pemutih dan pematang
tepung sehingga dalam kadar berapapun klorin dilarang digunakan dalam
makanan. Menurut Food and Drug Administration (FDA) untuk ambang batas
klorin yang digambarkan oleh klorin dioksida (ClO2) dapat digunakan secara
langsung untuk pangan tidak melebihi 3 ppm (Darniadi, 2010).
Menurut Adiwisastra (1989) klorin dalam tubuh manusia dapat
menganggu kesehatan, dapat menyebabkan penyakit maag dalam jangka pendek
dan dalam jangka panjang secara akumulatif akan menyebabkan penyakit kanker
hati dan ginjal. Oleh karena itu, masyarakat harus lebih teliti dalam memilih
beras putih yang aman di konsumsi mengingat beras putih merupakan makanan
pokok di Indonesia yang setiap hari di konsumsi sehingga efek klorin dapat
menganggu kesehatan.
Penggunaan klorin pada beras merupakan praktek pelanggaran yang
membahayakan konsumen. Belum adanya peraturan atau sanksi yang tegas,
terbatasnya pengetahuan penjual tentang bahaya klorin dan kemudahan
mendapatkan bahan pemutih di berbagai tempat menjadikan faktor pendukung
penyimpangan tersebut dilakukan.
KESIMPULAN
Dari 8 sampel beras putih yang diambil dari pasar tradisional Klepu, terdapat 2
sampel positif mengandung klorin, yaitu pada sampel B dan G. Kadar klorin yang
terkandung pada sampel B sebesar 17,51 mg/L dan sampel G sebesar 18,11 mg/L
42 CERATA Journal Of Pharmacy Science
Wahyu Tilawati, dkk., Identifikasi dan Penetapan Kadar Klorin
DAFTAR PUSTAKA
Darniadi, S. 2010. Identifikasi Bahan Tambahan Pangan (BTP) Pemutih Klorin Pada
Beras. Buku Seminar Ilmiah Hasil Penelitian Padi Nasional Tahun 2010.
Buku 3. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian :
Bogor.
Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. Hal : 135
Effendi, S. 2009. Teknologi Pengolahan dan Pengawetan Makanan. Penerbit
Alfabeta. Bandung.
Gandapurnama, B. 2013. BBPOM Bandung Temukan Beras Mengandung Pemutih
Pakaian.
http://news.detik.com/read/2013/07/17/130608/2305499/486/2/bbpom-
bandung-temukan-beras-mengandung-pemutih-pakaian-artikel. Diakses 15
Oktober 2014. Jam 20:00 WIB
Hadrian. 2006. Budidaya Tanaman Padi di Indonesia. Penerbit Sastra Hudaya :
Jakarta.
Haryadi. 2006. Teknologi Pengolahan Beras. Penerbit Gajah Mada University Press.
Yogyakarta. Hal : 38-45