2. tujuan 1. untuk mengetahui 3. dasar teori 1. Analisa makanan dan minuman Undang-undang pangan no 18 tahun 2012 menyatakan bahwa setiap orang yang terlibat dalam rantai pangan wajib mengendalikan risko bahaya pada pangan, baik berasal dari bahan, peralatan, sarana produksi, maupun dari perseorangan agar terjamin keamanan pangan. Menurut peraturan pemerintah no 28 tahun 2004 tentang keamanan, mutu dan gizi pangan, pemenuhan persyaratan sanitasi di seluruh kegiataan rantai pangan dilakukan dengan cara menerapkan pedoman cara budidaya yang bak, cara produksi pangan yang baik, cara distribusi pangan yang baik, dan cara produksi pangan siap saji yang baik. Pangan yang beredar tidak boleh mengandung atau melebihi batas maksimum mikroba yang ditetapkan dalam standar (martoyo, 2014). Analisa adalah usaha pemisahan suatu kesatuan materi bahan menjadi komponen- komponen penyusunnya sehingga dapat dikaji lebih lanjut. Dalam cabang ilmu kimia Analisa adalah penguraian bahan menjadi senyawa-senyawa penyusunnya yang kemudian dapat dipakai sebgai data untuk menetapkan komposisi/susunan bahan tersebut (Hanum, 2019). Menurut (angelilo dkk., 2005) makanan yang telah terkontaminasi mikroba dapat menyebabkan foodborne diseases atau keracunan makanan. Hal ini disebabkan oleh bakteri oatogen, virus, jamur yang mencemari makanan tersebut. Menurut fardiaz (2004) analisis kuantitatif mikrobiologi pada bahan pangan penting dilakukan untuk mengetahui mutu bahan pangan tersebut. 2. Teknik inokulasi dan isolasi mikroorganisme Penanaman bakteri atau inokulasi bakteri adalah suatu metode pembiakan bakteri dengan menggunakan media universal atau selektif yang dilakukan dengan proses pemindahan biakan murni ke medium baru untuk menumbuh atau memperbanyak kultur murni dan inokulasi dilakukan dalam kondisi aseptic, yakni kondisi dimana semua alat yang ada dalam hubungannya dengan medium dan pengerjaan, dijaga agar tetap steril. Hal ini untuk menghindari terjadinya kontaminasi (Putri dkk., 2017). Isolasi mikroba ialah memisahkan atau memindahkan mikroba tertentu dari lingkungan alamiahnya dan menumbuhkannya pada media buatan sehingga diperoleh kultur murni. Kultur murni adalah kultur yang sel-sel mikrobannya berasal dari pembelahan dari satu sel tunggal. Kultur murni sangat berguna di dalam mikrobiologi yaitu untuk menelaah dan mengidentifikasi mikroorganisme dan menumbuhkannya sebgai biakan murni dalam media buatan. Ada beberapa isolasi mikroba yakni (Wati dan rukmanasari, 2013) 1. metode gores atau streak plate menggunakan loop ose dan menggoreskannya ke permukaan media agar dengan pola tertentu 2. metode tuang atau pour plate yaitu mencampur suspense bakteri dengan medium agar pada suhu 50 C dan menuangkannya pada cawan petri 3. metode sebar atau spread plate dilakukan dengan menuangkan suspense bakteri ke atas medium agar kemudian menyebarkannya secara merata menggunakan trigalski atau L. glass 3. TPC Total plate count agar (TPC) merupakan salah satu metode yang dapat digunakan untuk menghitung jumlah mikroba dalam bahan pangan. Metode hitungan cawan (TPC) merupakan metode yang paling banyak digunakan dalam Analisa, karena koloni dapat dilihat langsung dengan mutu tanpa menggunakan mikroskop (Jaka dan Antahari, 2018) Air merupakan kebutuhan manusia yang paling penting. Kadar air tubuh manusia mencapai 68% dan untuk tetap hidup kadar air dalam tubuh harus dipertahankan. Agar tetap sehat, air minum harus memenuhi syarat fisik, kimia maupun bakteorologis (Tria, 2015). Batas maksimal cemaran mikroba yang diizinkan dalam kualitas air minum menurut PerMenKes No. 492/ Menkes/per/IV/2010 berdasarkan kualitas mikrobiologinya yaitu: total bakteri Escherichia coli maksimal 0 koloni/g (per 100 ml sampel) dan total bakteri colofirm maksimal 0 koloni/g (per 100 ml sampel) (Nugroho, 2015). Cemaran mikroba merupakan mikroba yang keberadaanya dalam pangan pada batas tertentu dapat menimbulkan resiko terhadap Kesehatan (BSNI, 2009). Cilok biasa dikonsumsi menggunakan saus yang terbuat dari kacang tanah, dicampur dengan saus cabe, saus tomat, atau kecap yang dimodifikasi sesuai selera. Pada hasil studi yang dilakukan oleh stefany (2006), bakso cilok yang dijual di beberapa sekolah dasar di kota semarang tidak aman karena mengandung boraks deengan batas melebihi standar. Studi yang dilakukan oleh rohmah dan handayani (2013) tentang kajian keamanan pentol cilok di desa blawirejo kecamatan kedungpring lamongan, sejumlah 4 sampel pentol terkontaminasi bakteri E. Coli atau salmonella sp. Ada 1 sampel pentol cilok yang tidak terkontaminasi kedua bakteri tersebut. Tabel SNI 01- 3818-1995 (TABELLL) 3.4 mikroorganisme kontaminan pada makanan dan minuman Pencemaran bahan makanan dapat disebabkan oleh bahan kimia dan mikroorganisme sehingga menimbulkan perubahan warna, bau, rasa, dan teksturnya. Juga menimbulkan keracunan pada orang yang mengkonsumsinya. Mikroorganisme pencemar makanan antara lain staphylococcus, salmonella, streptococcus dan clostridium. Salmonella sp merupakan salah satu mikroorganisme yang sering mencemari makanan. Salmonella sp terdiri dari salmonella typhi, salmonella paratyphi a dan salmonella paratyphi b. salmonella sp merupakan mikroorganisme penyebab infeksi gastroenteritris serta diduga sebagai penyebab timbulnya demam typoid (Djajaningrat dkk., 2015). Kontaminasi mikroorganisme pathogen dengan jumlah yang melebihi standar dapat menimbulkan penyakit (salmonella thyposa, shigella dysentriae, virus hepatitis, Escherichia coli, dan lainnya) gangguan Kesehatan yang terjadi berupa gangguan pada saluran pencernaan dengan gejala mual, perut mulas, muntah dan diare (Naria, 2006). Keberadaan bakteri Escherichia coli dalam air atau makanan juga dianggap memiliki korelasi tinggi dengan ditemukannya bibit penyakit pada pangan. Sumber kontaminan makanan dan minuman yang paling utama berasal dari pekerja, peralatan, sampah, serangga, tikus, dan faktor lingkungan sperti udara, dan air (Thaheer, 2005). 4. metodologi praktikum 4.1 alat dan bahan 4.1.1 alat 4.1.2 bahan 4.2 skema kerja dan fungsi perlakuan 4.2.1 skema kerja 1. Analisa makanan 2. Analisa minuman 4.2.2 fungsi perlakuan 1. fungsi per analisa makanan Langkah awal sebelum memulai praktikum Analisa makanan adalah menyiapkan alat dan bahan. Adapun alat yang digunakan adalah (alat). Adapun bahan yang digunakan adalah (bahan). Hal ini bertujuan untuk meminimaliris kesalahan pada saat pelaksanaan praktikum. sebelum memulai praktikum tangan pekerja dibersihkan dengan alcohol. Hal ini untuk mencegah terjadinya kontaminasi oleh mikroba lain. Kemudian sampel cilok a dan b ditimbang seberat 5 gr menggunakan neraca analitik. Penimbangan dilakukan bergantian dimulai dengan cilok a lalu neraca analitik dibersihkan dengan alcohol dan aquades hal ini untuk mencegah adanya kontaminasi setelah itu dilanjutkan dengan penimbangan cilok b. selanjutnya sampel cilok yang sudah ditimbang dihaluskan dengan spatula. Hal ini agar sampel menjadi partikel yang lebih kecil dan akan mempermudah pengujian. Lalu ukur lafis sebanyak 45 ml menggunakan beaker glass dan kemudian campurkan lafis dengan sampel cilok lalu dihomogen. Lafis ditambahkan sebagai larutan pengencer pada uji analisis makanan pada sampel cilok, penambahan lafis ini juga bertujuan untuk menghambat pertumbuhan mikroorganisme lain. Kemudian lafis diukur kembali menggunakan pipet ukur dan pi-pump dan diletakkan pada 6 tabung reaksi dengan masing masing tabung reaksi sebanyak 9 ml lafis. Hal ini sebagai bentuk perlakuan pengenceran sampel 10-1 – 10-4. pengenceran ini dilakukan untuk memperkecil atau mengurangi jumlah mikroba yang terdapat pada sampel atau cairan yang digunakan. Lalu 1 ml sampel dicampurkan dengan 9 ml lafis padsa tabung reaksi hal ini sebagai perlakuan pengenceran 10 -2. Perlakuan ini dilakukan pada sampel cilok A dan B. lalu sampel dihomogen dengan vortex agar sampel cilok dan lafis tercampur sempurna. Selanjutnya dilakukan pengenceran bertingkat atau Teknik inokulasi pada sampel 10 pangkat -2 ke 10 pangkat -3 dan dihomogen. Perlakuan ini dilakukan sampai pada pengenceran 10-4. Perlakuan ini bertujuan untuk mendapatkan koloni tunggal yang diambil dari pengenceran terakhir dan sebagai perbandingan jumlah koloni mikroba pada setiap pengenceran. Lalu nyalakan Bunsen dan dekatkan pinggiran cawan petri pada Bunsen, hal ini bertujuan untuk membunuh mikroorganisme pada cawan petri. Selanjutnya sampel dituang sebanyak 1 ml pada 6 cawan petri dan diratakan. Lalu cawan petri diinkubasi salaam 24 jam agar mikroorganisme dapat tumbuh dan berkembang biak. Kemudian dilakukan penghitungan jumlah koloni mikroorganisme menggunakan colony counter. 2. fungsi per Analisa minuman Langkah awal sebelum memulai praktikum Analisa makanan adalah menyiapkan alat dan bahan. Adapun alat yang digunakan adalah (alat). Adapun bahan yang digunakan adalah (bahan). Hal ini bertujuan untuk meminimaliris kesalahan pada saat pelaksanaan praktikum. sebelum memulai praktikum tangan pekerja dibersihkan dengan alcohol. Hal ini untuk mencegah terjadinya kontaminasi oleh mikroba lain. lalu masukkan larfis sebanyak 9 ml pada dua tabung reaksi. Larfis digunakan sebagai larutan pengencer pada uji analisis minuman pada sampel AMDK. Lalu pada tabung reaksi pertama ditambahkan 1 ml sampel AMDK. Hal ini sebagai bentuk perlakuan 101. lalu dilakukan pengenceran bertingkat atau Teknik inokulasi pada sampel dari sampel 10 1 ke sampel 102. Pengenceran ini bertujuan untuk mengurangi jumlah mikroba yang terdapat pada sampel atau cairan. Setelah itu semua sampel dihomogen ddengan vortex agar larutan larfis dan sampel AMDK tercampur dengan sempurna. Lalu Bunsen dinyalakan dan panaskan pinggiran cawan petri. Pemanasan ini bertujuan untuk mematikan mikroorganisme yang terdapat pada cawan petri. Selanjurnya sampel 101 dan 102 dituangkan kedalam cawan petri yang sudah steril dan diratakan. Lalu diinkubasi selama 24 jam. Inkubasi bertujuann agar mikroorganisme dapat tumbuh dan berkembang biak. Kemudian dilakukan perhitungan jumlah kolini mikroorganisme menggunakan coloni counter. 5. hasil pengamatan dan perhitungan 5.1 hasil pengamatan 5.1.1 hasil pengamatan colony counter 5.1.2 hasil pengamatan jenis mikroba 5.2 hasil perhitungan 6. pembahasan 6.1 Cilok Berdasarkan pengujian yang dilakukan pada sampel cilok A dan cilok B didapatkan hasil Pada pengamatan sampel cilok A menggunakan coloni counter didapatkan pada sampel dengan pengenceran 10-2 jumlah koloni mikroba tidak bisa untuk dihitung. pada sampel dengan pengenceran 10-3 jumlah koloni mikroba tidak bisa untuk dihitung. lalu pada sampel dengan pengenceran 10-4 jumlah koloni mikroba tidak bisa untuk dihitung. pada sampel cilok A jenis mikroba yang menjadi kontaminan adalah bakteri dan kapang. Setelah dilakukan perhitungan jumlah koloni dari sampel cilok A didapatkan hasil jumlah koloni mikroba tidak bisa untuk dihitung. menurut SNI (2009) batas maksimum ALT memiliki angka 1 x 10 pag 5 koloni/g tentang bakso daging. Dari sampel cilok A hasilnya melebihi batas yang telah ditentukan hal ini menandakan bahwa sampel cilok A positif terkontaminasi oleh mikroorganisme. Menurut penelitian fauziah (2014) tentang kajian keamanan pangan bakso dan cilok yang beredar di lingkungan universitas jember ditinjau dari kandungan boraks, formalin, dan ALT, dapat disimpulkan bahwa cilok yang beredar di lingkungan universitas jember Sebagian besar tidak aman dikonsumsi karena positif mengandung bahan berbajaya boraks, sedangkan untuk sampel bakso masih ada beberapa yang terdeteksi mengandung boraks. Jika ditinjau dari kebersihannya, bakso dan cilok yang beredar di lingkungan universitas jember masih kurang karena kandungan ALT nya Sebagian besar masih diatas standart SNI 01-3818-1995 tentang bakso daging, yaitu 10 pg 5 koloni/g.Kontaminasi mikrobiologi tersebut dapat terjadi karena beberaap aspek. Kemungkinan kontaminasi adalah kurangnya penerapan hygiene oleh orang yang menyiapkan makanan (Yuliastuti, 2021). Kontaminasi atau pencemaran terhadap makanan juga dapat terjadi salama proses pengolahan. alat alat yang digunakan untuk mengolah makanan harus dalam kondisi bersih (Rohmah, 2013). Pada pengamatan cilok B menggunakan coloni counter didapatkan pada sampel dengan pengenceran 10-2 koloni mikroba berjumlah 229. Pada pengenceran 10-3 jumlah koloni mikroba tidak bisa untuk dihitung. lalu pada sampel 10-4 jumlah koloni mikroba tidak bisa untuk dihitung. jenis mikroba yang menjadi kontaminan pada sampel cilok B adalah bakteri dan kapang. Hasil perhitungan yang telah dilakukan didapatkan hasil jumlah koloni mikroba pada sampel cilok B adalah 2,3 x10 4 CFU/ml. Jumlah ini masih dibawah syarat mutu SNI sehingga sampel cilok B dapat dikatakan aman untuk dikonsumsi. Dari hasil pengujian yang dilakukan pada 2 sampel cilok, terdapat 1 sampel cilok yang positif terkontaminasi oleh mikroba, sedangkan yang lainnya masih aman untuk dikonsumsi. kontaminasi tersebut diduga disebabkan oleh hygiene dan sanitasi penjamah, baik saat proses pengolahan, penyimpanan, maupun penyajiannya. Penjual cilok biasanya memiliki tingkat pengetahuan yang rendah tentang pengolahan pangan dan kurang menerapkan higine dan sanitasi. Minimnya pengetahuan masyarakat mengenai proses pengolaahn yang benar juga menimbulkan potensi bahaya karena mengkonsumsi makanan. Penggunaan bahan baku yang baik dan benar juga mempengaruhi kontaminasi pada makanan, missal air yang digunakan ketika proses produksi. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh mailia dkk (2015) tentang ketahanan panas cemaran Escherichia coli, staphylococcus aureus, bacillus cereus dan bakteri pembentuk spora yang diisolasi dengan proses pembuatan tahu di Sudagaran Yogyakarta menunjukkan bahwa air yang digunakan pada proses pangan harus memiliki kualitas air bersih dengan standar yang telah ditetapkan oleh pemerintah. 6.2 AMDK Berdasarkan pengujian yang dilakukan pada sampel AMDK A dan AMDK B didapatkan hasil. Pada pengamatan sampel AMDK A menggunakan coloni counter jumlah koloni mikroba dengan pengenceran 10-1 tidak bisa untuk dihitung. lalu pada pengenceran 10-2 jumlah koloni mikroba tidak bisa untuk dihitung. pada sampel AMDK A jenis mikroba yang menjadi kontaminan adalah kapang dan khamir. Berdasarkan hasil perhitungan, jumlah koloni mikroba tidak bisa untuk dihitung. Batas maksimal cemaran mikroba yang diizinkan dalam kualitas air minum menurut PerMenKes No. 492/ Menkes/per/IV/2010 berdasarkan kualitas mikrobiologinya yaitu: total bakteri Escherichia coli maksimal 0 koloni/g (per 100 ml sampel) dan total bakteri colofirm maksimal 0 koloni/g (per 100 ml sampel). Menutut penelitian yang dilakukan Rusidah dkk (2021) hasil TPC sebelum pengenceran pada sampel air minum dalam kemasan (AMDK) hanya sampel Ades dan cleo yang tidak ditumbuhi bakteri. Sedangkan untuk sampel le minerale ada 1 koloni besar, vit terdapat 2 koloni, airmu 3 koloni, crystalin 7 koloni dan aqua 16 koloni. Berdasarkan penelitian tersebut maka dapat disimpulkan pada sampel AMDK A positif terkontaminasi oleh mikroba. Kontaminasi ini mungkin dikarenakan air berasal dari sumber airnya yaitu PABS (perusahaan air bersih swasta) dimungkinkan kurang hygine (Sekarwati, 2016). Pada pengamatan sampel AMDK B menggunakan coloni counter didapatkan hasil pada pengenceran sampel 10-1 jumlah koloni mikroba tidak bisa untuk dihitung. pada sampel dengan pengenceran 10-2 jumlah koloni mikroba tidak bisa untuk dihitung. jenis mikroba yang menjadi kontaminan pada sampel AMDK B adalah bakteri dan khamir. Hasil perhitungan yang dilakukan pada sampel AMDK B didapatkan jumlah koloni mikroba tidak bisa untuk dihitung. berdasarkan peraturan mentri Kesehatan no 492/MENKES/PER/IV/2010 dan No 907/MENKES/SK/VII/2002 batas maksimal total bakteri yang ditetapkan yaitu 0 APM/100 ml sampel. Itu arinya AMDK B yang diuji tidak layak untuk dikonsumsi. Total bakteri yang diukur dilakukan dengan Most probable number test (Departemen Kesehatan RI., 2011) merupakan parameter wajib penentuan kualitas air minum secara mikrobiologi. Jika dalam 100 ml sampel air didapatkan sel bakteri maka dimungkinkan tterjadi diare dan gangguan penceranaan lain (Suriawiri, 2008). Dari pengujian dengan sampel AMDK dapat disimpulkan bahwa sampel AMDK positif terkontaminasi oleh mikroba berjenis bakteri, kapang dan khamir. Adanya bakteri yang ditemukan, bisa terjadi karena berbagai faktor, mulai dari bahan baku, proses produksi, distribusi maupun sampai konsumen itu sendiri. Hasil penelitian kasim dkk (2014) juga menyatakan bahwa untuk mendapatkan kualitas air minum yang bagus diperlukan air baku yang kondisi air bakunya memenuhi persyaratan, sehingga tidak membutuhkan peralatan ataupun prosedur pengolahan yang lebih layak untuk memperoleh air yang siap dikonsumsi. Air baku ini bisa bersumber dari air angkasa, air permukaan, maupun air tanah. Jumlah dan jenis bakteri berbeda-beda sesuai dengan tempat dan kondisi yang mepengaruhinya. Faktor yang dapat mempengaruhi kualitas bakteriologis dari suatu air minum kemasan adalah saat proses pengangkutan air dari tempat produksi ke konsumen atau distributor. Dimana pada saat pengangkutan kadang yang tidak tertutup sehingga terpapar sinar matahari yang mengakibatkan berkembangnya bakteri dalam kemasan (Gafur dkk., 2017). 7. penutup 7.1 kesimpulan Adapun kesimpulan dari praktikum Analisa makanan dan minuman adalah sebagai berikut 1. Dari sampel cilok A dan B yang diuji didapatkan sampel cilok A positif terkontaminasi oleh mikroba dan tidak memenuhi syarat mutu yang telah ditetapkan sedangkan sampel cilok B memenuhi syarat mutu yang ditetapkan sehingga masih layak untuk dikonsumsi. 2. Dari sampel AMDK A dan B yang diuji didapatkan kedua sampel tersebut positif terkontaminasi oleh mikroba. Hal ini dapat disebabkan beberapa faktor yaitu pada proses produksi, pengemasan, dan pendistribusian. 7.2 saran 1. Penjual makanan hendaknya memiliki pengetahuan dan kemampuan untuk memilih bahan yang aman yakni bahan yang tidak terkontaminasi oleh bakteri berbahaya dan bahan kimia 2. produsen air minum dalam kemasan (AMDK) lebih memperhatikan lagi kebersihan dari proses produksi hingga proses pendistribusian produknya 3. Perlu dilakukan pengujian lebih lanjut untuk mendalami lagi keamanan dari sampel yang diguankan. DAFTAR PUSTAKA