Anda di halaman 1dari 8

BMJ.

Vol 5 No 2, 2018: 157-164 ISSN : 2615-7047

PEMANFAATAN BETADINE SEBAGAI INDIKATOR UJI


KLORIN PADA BERAS BERPEMUTIH

UTILIZATION OF BETADINE AS A CHLORINE TEST


INDICATOR ON WHITE RICE
Nyoman Sudarma, Sri Idayani, Didik Setiawan, Putu Oka Dharmawan.
Program Studi Analis Kesehatan STIKes Wira Medika Bali

ABSTRAK
Klorin merupakan salah satu penggunaan Bahan Makanan Tambahan yang
dilarang. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No.033/Menkes/Per/IX/2012, bahwa klorin tidak tercatat sebagai Bahan Tambahan
Pangan (BTP) dalam kelompok pemutihan dan pematang tepung. Klorin digunakan
sebagai pemutih beras yang dimaksudkan agar beras memiliki kualitas super
dengan harga yang tinggi. Masyarakat akan kesulitan membedakan beras yang
mengandung klorin atau tidak sehingga perlu dilakukan uji sederhana yang dapat
dilakukan oleh masyarakat luas. Povidon iodine atau dikenal dengan betadine yang
merupakan bahan antiseptik luka merupakan salah satu alternatif digunakan untuk
identifikasi secara kualitatif kandungan klorin baik pada makanan maupun air.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah betadine dapat
digunakan sebagai alternatif untuk identifikasi klorin pada sampel beras bermerk
maupun non merk. Hasil penelitian menunjukkan bahwa betadine dapat digunakan
sebagai indikator identifikasi klorin pada sampel beras yang dijual di pasaran.
Sepuluh sampel beras yang diidentifikasi dua diantaranya terindikasi positif
mengandung pemutih klorin. Sampel beras positif mengandung klorin jika setelah
penambahan dengan betadine menghasilkan warna putih keruh. Uji penegasan
dilakukan dengan menambahkan larutan amilum dan KI 10% pada sampel beras
dan menghasilkan warna biru kehitaman.

Kata kunci : beras, pemutih, klor, betadine

ABSTRACT
Chlorine is one of the prohibited uses of Foodstuffs. According to the Regulation
of the Minister of Health of the Republic of Indonesia No.033 / Menkes / Per / IX /
2012, that chlorine is not recorded as a Food Additives (BTP) in the bleaching and
flour milling group. Chlorine is used as rice bleach which is intended to have a
super quality rice at a high price. The community will find it difficult to distinguish
whether or not rice contains chlorine or not, so a simple test can be carried out by
the community. Povidon iodine, also known as betadine, which is an antiseptic
wound, is one alternative used to qualitative identify chlorine content in food and
water. The purpose of this study was to determine whether betadine can be used as
an alternative for identification of chlorine in samples of branded and non-branded
rice. The results showed that betadine could be used as an indicator of chlorine
identification in rice samples sold in the market. Ten rice samples were identified,
two of which were indicated to be positive for chlorine bleach. The rice sample is

157
BMJ. Vol 5 No 2, 2018: 157-164 ISSN : 2615-7047

positive for chlorine if after adding it with betadine it produces a cloudy white color.
The affirmation test was carried out by adding a solution of starch and 10% KI to
the rice sample and producing a blackish blue color.

Key words: rice, bleach, chlorine, betadine

Alamat Korespondensi : Jalan Tukad Balian Renon Gang 2 No 10 Denpasar Selatan


Email : sudarma842@gmail.com

PENDAHULUAN
Keamanan pangan merupakan faktor terpenting yang harus diperhatikan
untuk mendapatkan makanan yang bebas dari kerusakan, pemalsuan dan
kontaminasi, baik yang disebabkan oleh mikroba atau senyawa kimia. Keamanan
makanan merupakan salah satu masalah yang harus mendapatkan perhatian
terutama di negara berkembang seperti Indonesia, karena bisa berdampak buruk
terhadap kesehatan. Penyebabnya adalah masih rendahnya pengetahuan,
keterampilan serta tanggung jawab daripada produsen dan distributor pangan
terhadap mutu serta keamanan makanan (Yude, 2016).
Beras merupakan bahan makanan yang dapat memberikan sumber energi
bagi manusia. Beras yang baik adalah beras yang dapat menghasilkan nasi yang
empuk dan dapat memberikan aroma yang harum. Nasi merupakan salah satu
makanan pokok yang mudah diolah dan disajikan dengan enak, mengandung energi
yang cukup tinggi sehingga berpengaruh besar terhadap aktivitas tubuh
(Sinuhaji,2009). Dari khasiat yang terkandung pada beras, tidak jarang produsen
menggunakan bahan tambahan pangan dengan tujuan memperpanjang masa simpan
atau memperbaiki tekstur, citarasa dan warna (Yude, 2016). Hal ini menyebabkan
produsen dan distributor sering menambahkan bahan kimia ke dalam produk
makanan, salah satunya penambahan klorin pada beras yang bersifat merugikan dan
membahayakan konsumen (Direktorat Jenderal Pengawasan Obat Dan Makanan
Departemen Kesehatan Republik Indonesia,1979).
Penelitian yang dilakukan oleh Dinas Perindag, Balai Pengawasan Obat dan
Makanan (BPOM) serta Balai Pengujian dan Sertifikasi Mutu Barang (BPSBM)
Sumatera Utara menemukan 1 dari 19 sampel beras yang diambil dari pengecer,
gudang beras, serta kilang padi di Medan, Deli Serdang, dan Serdang Bedagai,
positif mengandung klorin. Di lain pihak, Balai Pengawasan Obat dan Makanan
Kota Tanggerang menemukan kadar klorin seberat 0,05 ppm dalam beras curah
yang diperdagangkan di pasar tradisional Tanggerang. Berdasarkan hasil penelitian
Dinas Kesehatan Kota Tangerang menyatakan bahwa klorin pada beras akan tetep
melekat sampai beras telah dimasak menjadi nasi hanya saja kadarnya yang
berkurang (Stefi,2007). Pernyataan tersebut diperkuat oleh adanya penelitian
Sinuhaji (2009) yang melakukan pengukuran kadar klorin pada beras hingga beras
diolah menjadi nasi. Hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa terjadinya
penurunan kadar klorin pada beras hingga menjadi nasi yaitu dari 45,361 ppm turun
menjadi 3,488 ppm pada suhu kamar (±250 C). Meskipun terjadi penurunan kadar
klorin tetap saja pada nasi yang akan dikonsumsi masih mengandung klorin.

158
BMJ. Vol 5 No 2, 2018: 157-164 ISSN : 2615-7047

Klorin merupakan salah satu penggunaan Bahan Makanan Tambahan yang


dilarang. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No.033/Menkes/Per/IX/2012, bahwa klorin tidak tercatat sebagai Bahan Tambahan
Pangan (BTP) dalam kelompok pemutihan dan pematang tepung. Klorin digunakan
sebagai pemutih beras yang dimaksudkan agar beras memiliki kualitas super
dengan harga yang tinggi. Klorin adalah bahan kimia yang biasanya digunakan
sebagai desinfektan, pemutih kertas dan proses tekstil (Sinuhaji, 2009). Klorin juga
digunakan sebagai bahan kimia pereaksi dalam pabrik logam klorida, bahan pelarut
klorinasi, pestisida, polimer, karet sintetis dan refrigetan. Sodium hipoklorit
merupakan komponen pemutih yang digunakan sebagai larutan pembersih, dan
desinfektan untuk air minum serta sistem penyaringan limbah dan kolam renang
(Rahmi,2016). Klorin akan bereaksi dengan air dan membentuk asam hipoklorus
yang apabila masuk ke dalam tubuh manusia akan merusak sel-sel tubuh.
Klorin yang terdapat pada beras akan bersifat korosif sehingga akan
merusak lambung. Dalam jangka panjang, klorin akan mengakibatkan penyakit
kanker dan gangguan ginjal. Berdasarkan penelitian Norlatifah (2012), dampak
yang ditimbulkan oleh klorin tergantung pada kadar, jenis senyawa klorin dan yang
terpenting tingkat toksisitas senyawa tersebut. Pengaruh klorin pada kesehatan
dapat menggganggu system kekebalan tubuh, merusak hati dan ginjal, gangguan
pencernaan, gangguan pada sistem saraf, dapat menyebabkan kanker dan gangguan
sistem reproduksi yang dapat menyebabkan keguguran. Dalam bentuk gas, klor
dapat merusak membranmukus dalam wujud cair, dapat menghacurkan
kulit.Tingkat klorida sering naik turun bersama dengan tingkat natrium. Ini karena
natrium klorida atau garam merupakan unsur utama dalam darah (Sartono,2012).
Tilawati (2015) melakukan identifikasi pada sampel beras yang diambil di
pasar tradisional Klepu menyebutkan bahwa dari 8 merk sampel beras yang diuji
didapatkan 2 sampel beras yang positif mengandung klorin dengan kadar 17,51
mg/L dan 18,11 mg/L. Penelitian dilanjutkan oleh Hanifah (2015) dengan
mengambil sampel beras di pasar Tanjng Kabupaten Jember. Dari 17 sampel beras
yang diidentifikasi didapatkan 5 sampel beras yang positif mengandung klorin
dengan kadar tertinggi 12,31 mg/L dan terendah 3,34 mg/L. Berdasarkan penelitian
Hanifah (2015) ciri-ciri fisik beras yang mengandung klorin yaitu beras yaituberas
berwarna putih bening, bila dipegang beras terasa licin dan ditangan tidak
meninggalkan bekas ataupun sisa beras, dan saat beras dicuci air hasil cucian beras
berwarna agak putih bersih dan tidak keruh.
Berdasarkan penelitian di atas maka perlu dilakukan penelitian kembali
mengenai kandungan klorin pada beras. Uji kualitatif dan kuantitatif adanya klorin
dapat dilakukan dengan berbagai metode. Beberapa metode seperti iodometri
(Ulfa,2015), argentometri (Tilawati,dkk, 2015) dan spektrofotometri (Silaban,
2013) dapat dilakukan, akan tetapi metode tersebut membutuhkan alat dan bahan
yang tentunya ada di laboratorium dan mahal harganya. Povidon iodine adalah
salah satu alternatif digunakan untuk identifikasi secara kualitatif kandungan klorin
baik pada makanan maupun air. Povidon iodin atau dikenal sebagai betadine
merupakan obat luka atau antiseptik yang mampu membunuh mikroorganisme
penyebab infeksi baik gram positif, gram negatif, maupun yang resisten terhadap
antibiotik (Rahmawati, 2014). Kandungan utama dari betadine adalah iodine,
dimana iodine ini juga merupakan salah satu indikator yang dapat digunakan
sebagai identifikasi ada atau tidaknya klorin. Oleh karena itu, dalam penelitian ini

159
BMJ. Vol 5 No 2, 2018: 157-164 ISSN : 2615-7047

telah dilakukan penggunaan betadine dalam identifikasi klorin pada beras sehingga
diharapkan dapat digunakan oleh masyarakat luas karena pemeriksaannya yang
sederhana dan tidak memerlukan biaya yang tinggi.

BAHAN DAN METODE


Sampel beras yang digunakan adalah beras bermerk dan non merk yang dijual
dipasaran kemudian dianalisis kandungan klorin di Laboratorium Kimia STIKes
Wira Medika Bali
Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh merk beras yang
dijual di Pasar. Teknik pengambilan sampel adalah total sampling. Total sampling
adalah teknik pengambilan sampel dimana jumlah sampel sama dengan populasi
(Sugiyono,2017), sehingga sampel merupakan keseluruhan dari populasi.

Alat
Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah kantong plastik ukuran ¼ kg,
tabung reaksi, plat tetes, buret 50 ml, Erlenmeyer 250 ml, gelas beaker 250 ml, pipet
volume 100 ml, pipet ukur 100 ml, bola hisap, kertas saring, corong kaca, pipet
tetes, aluminium foil.

Bahan
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah betadine 50 ml, KI 10%,
asam asetat glacial, larutan Natrium Tiosulfat, indikator amilum.

Identifikasi kualitatif klorin pada beras dengan betadine


1.Sampel beras ditimbang sebanyak 10 g.
2.Sampel ditambahkan dengan 50 ml akuades bebas klor ke dalam Erlenmeyer
kemudian ditutup dengan aluminium foil dan sampel diaduk.
3.Sampel kemudian disaring dan diambil filtratnya sebanyak 10 ml.
4.Sebanyak 2 ml filtrat ditambahkan dengan 1 tetes betadine.
5.Bila klorin positif maka filtrat akan tetap berwarna putih keruh.

Identifikasi kualitatif klorin pada beras dengan dengan indikator amilum


1.Sampel beras ditimbang sebanyak 10 g.
2.Sampel ditambahkan dengan 50 ml akuades bebas klor ke dalam Erlenmeyer
kemudian ditutup dengan aluminium foil dan sampel diaduk.
3.Sampel kemudian disaring dan diambil filtratnya sebanyak 10 ml.
4.Sebanyak 2 ml filtrat ditambahkan dengan 0,5 ml larutan KI 10% dan 5 tetes
larutan amilum 1%.
5.Bila klorin positif maka filtrat akan berwarna biru kehitaman

160
BMJ. Vol 5 No 2, 2018: 157-164 ISSN : 2615-7047

HASIL
Berdasarkan hasil analisis dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Hasil Identifikasi klorin secara kualitatif
No Sampel Amilum + KI 10% Betadine
Hasil Intepret Hasil Intepretasi
pengamata asi Pengamatan
n
1 Kontrol biru Positif putih keruh Positif (+)
(+) kehitaman (+)
2 Kontrol putih keruh Negatif biru Negatif (-)
(-) (-) kehitaman
3 A biru Positif putih keruh Positif (+)
(+)
4 B putih keruh Negatif biru Negatif (-)
(-) kehitaman
5 C putih keruh Negatif biru Negatif (-)
(-) kehitaman
6 D putih keruh Negatif biru Negatif (-)
(-) kehitaman
7 E putih keruh Negatif biru Negatif (-)
(-) kehitaman
8 F putih keruh Negatif biru Negatif (-)
(-) kehitaman
9 G putih keruh Negatif biru Negatif (-)
(-) kehitaman
10 H putih keruh Negatif biru Negatif (-)
(-) kehitaman
11 I putih keruh Negatif biru Negatif (-)
(-) kehitaman
12 J biru Positif putih keruh Positif (+)
(+)
Keterangan:
A,D,E,J : beras tidak bermerk
B,C,E,F,G,H,I : beras bermerk

PEMBAHASAN
Identifikasi pemutih klorin dilakukan secara kualitatif dengan 2 metode
yaitu pertama dengan penambahan larutan amilum dan KI 10%, dan yang kedua
adalah dengan menambahkan larutan betade. Pengujian kontrol dilakukan dengan
kontrol positif dan kontrol negatif. Ketika kontrol negatif ditetesi dengan larutan
betadine diperoleh larutan berwarna kuning kecoklatan. Sedangkan pada kontrol
positif setelah ditambahkan dengan larutan betadine didapatkan hasil putih keruh.
Pengujian kontrol juga dilakukan dengan menggunakan uji amilum dan KI 10%.
Kontrol negatif setelah ditambahkan dengan amilum dan KI 10% menunjukkan

161
BMJ. Vol 5 No 2, 2018: 157-164 ISSN : 2615-7047

warna putih keruh, sedangkan pada kontrol positif menunjukkan warna biru
kehitaman.
Hasil pengujian dengan betadine dari 10 sampel beras yang diperiksa, dua
sampel terindikasi positif mengandung pemutih klorin yaitu sampel A dan J. Hal
ini dapat dilihat dari warna yang terbentuk yaitu warna putih keruh sesuai dengan
kontrol positif. Uji penegas dilakukan dengan menggunakan larutan amilum dan KI
10%, dimana sampel A dan J menunjukkan warna biru kehitaman yang artinya
bahwa sampel A dan J terindikasi mengandung pemutih klorin.
Secara normal, larutan betadine bercampur dengan larutan sampel beras
yang tidak mengandung pemutih klorin akan menghasilkan warna biru kehitaman.
Hal tersebut diakibatkan oleh adanya ikatan yang terjadi antara I2 yang terkandung
pada betadine dengan zat tepung (karbohidrat) pada beras membentuk kompleks
warna biru kehitaman. Berbeda halnya terjadi pada sampel beras yang mengandung
pemutih klorin menunjukkan warna putih keruh. Hal tersebut disebabkan karena I2
yang terkandung pada betadine terhalangi oleh klorin pada beras, sehingga I2 tidak
mampu berikatan dengan amilum. Hal ini dibuktikan terbentuknya warna kuning
kecoklatan pada kontrol negatif, dan warna putih keruh pada kontrol positif.
Identifikasi dengan menggunakan larutan amilum dan KI 10%
menunjukkan perubahan warna yang terbalik dengan penggunaan betadine. Sampel
beras yang mengandung pemutih klorin akan membentuk warna biru. Hal ini
disebabkan karena klorin pada beras akan mengoksidasi KI menghasilkan I2 yang
kemudian bereaksi dengan larutan amilum sehingga menghasilkan kompleks biru
kehitaman.
Tujuan penambahan klorin pada beras adalah untuk membuat beras menjadi
lebih putih dan mengkilap agar beras yang berstandar medium terlihat seperti beras
yang berkualitas super (Departemen Luar Negeri Republik Indonesia,2007).
Konsumen akan sulit membedakan antara beras yang mengandung zat pemutih
dengan yang tidak mengandung zat pemutih. Ciri – ciri beras yang diperkirakan
mengandung pemutih klorin (pada sampel A dan J) yaitu memiliki warna yang
sangat putih bersih, mengkilat, dan licin jika disentuh tangan. Stefi (2007)
menyebutkan ciri-ciri beras yang mengandung pemutih klorin yang lain yaitu jika
beras dicuci, warna air hasil cuciannya agak putih bersih. Jika beras direndam dalam
air selama 3 hari tetap putih dan tidak berbau, dan ketika sudah dimasak dan ditaruh
dalam penghangat nasi dalam semalam nasi sudah menimbulkan bau tidak sedap.
Food drug administration (FDA) menetapkan kadar klorin yang diperoleh
pada pangan yaitu tidak boleh melebihi 0,82 gram natrium hipoklorit atau 0,36 gram
kalsium hipoklorit dalam 100 gram makanan. Penelitian klorin pada beras
dilakukan berdasarkan Permenkes No. 722/Menkes/Per/XI/1988 tentang Bahan
Tambahan Makanan (BTM) disebutkan bahwa klorin tidak tercatat sebagai Bahan
Tambahan Pangan (BTP) dalam kelompok pemutih dan pematang tepung dan tidak
boleh digunakan dalam pembuatan bahan makanan (U.S Departemen Of Health
And Service, 2007). Menurut Adiwisastra (1989) klorin dalam tubuh manusia dapat
menganggu kesehatan, dapat menyebabkan penyakit maag dalam jangka pendek
dan dalam jangka panjang secara akumulatif akan menyebabkan penyakit kanker
hati dan ginjal. Oleh karena itu, masyarakat harus lebih teliti dalam memilih beras
putih yang aman di konsumsi mengingat beras putih merupakan makanan pokok di
Indonesia yang setiap hari di konsumsi sehingga efek klorin dapat menganggu
kesehatan.

162
BMJ. Vol 5 No 2, 2018: 157-164 ISSN : 2615-7047

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian maka dapat ditarik simpulan sebagai berikut :
1. Betadine dapat digunakan untuk uji alternatif identifikasi klorin pada beras,
dimana beras yang positif mengandung pemutih klorin akan menunjukkan
warna putih keruh setelah ditambahkan dengan larutan betadine.
2. Sepuluh sampel beras yang berada dipasaran terindikasi 2 sampel beras
positif mengandung pemutih klorin.

Saran
1. Untuk masyarakat harus pintar memilih beras yang akan digunakan untuk
konsumsi agar tidak mendapatkan beras yang mengandung pemutih klorin
mengingat bahaya yang dihasilkan terhadap kesehatan.
2. Untuk masyarakat dapat menggunakan betadine sebagai identifikasi klorin
pada beras karena selain harga yang murah hasil uji juga dapat dipercaya.

DAFTAR PUSTAKA
Departemen Luar Negeri Republik Indonesia. 2007. Beras Jernih dan Licin
Bahayan Kesehatan Lambung.
Hanifah,N.2015.Kandungan Klorin Pada Beras Putih Di Pasar Tanjung Kabupaten
Jember.Skripsi.Kesehatan Lingkungan Dan Kesehatan Keselamatan Kerja
Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Jember
Norlatifah, 2012.Identifikasi Klorin secara Kualitatif Pada Beras Yang di Jual di
Pasar Besar Kecamatan Pahandut Palangka Raya. Universitas Sumatra
Utara, Medan.
Rahmawati,I. 2014. Perbedaan Efek Perawatan Luka Menggunakan Gerusan Daun
Petai Cina (Leucaena glauca, Benth) dan Povidon Iodine 10% Dalam
Mempercepat Penyembuhan Luka Bersih Pada Marmut (Cavia porcellus).
Jurnal Wiyata. Vol.1.No.2
Rahmi,S. 2016. Identifikasi Kualitatif Klorin Pada Beras Yang Diperjualbelikan Di
Pasar. Universitas Muslim Nusantara. Medan.Vol.2.No.1
Silaban,S. 20013. Analisis Kandungan Klorin Pada Air The Celup Berdasarkan
Suhu Dan Waktu Pencelupan Di Kota Medan Tahun 2013. Skripsi.
Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Sumatera Utara
Sinuhaji. D.N., 2009. Perbedaan Kandungan Klorin (Cl2) Pada Beras Sebelum dan
Sesudah Dimasak Tahun 2009. Skripsi, Medan: Universitas Sumatera
Utara.
Stefi. 2007. Beras putih berpemutih. Jakarta: Penerbit Bhratara
Sugiyono. 2017. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung:
Alfabeta
Tilawati,W.,Anita,A.,Muchson,A. 2015. Identifikasi dan Penetapan Kadar Klorin
Dalam Beras Putih di Pasar Tradisional Klepu Dengan Metode
Argentometri. Cerata
Ulfa,AM. 2015. Penetapan Kadar Klorin (Cl2) Pada Beras Menggunakan Metode
Iodometri. Jurnal Kesehatan Holistic. 9(4):197-200
U.S. Depatemen Of Health And Human Service. 2007. Chlorine

163
BMJ. Vol 5 No 2, 2018: 157-164 ISSN : 2615-7047

Yude,SA,dkk. 2016 Identifikasi dan Penentuan Kadar Klorin Pada Beras Yang
Dijual Di Pasar Raya Padang. Jurnal Kesehatan Andalas. 5(3):653-655

164

Anda mungkin juga menyukai