Anda di halaman 1dari 22

TINJAUAN PUSTAKA

pengaruh topografi. Curah hujan yang jatuh di wilayah Indonesia dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain:

II.1 Fisik Dasar II.1.1 Klimatologi Klimatologi adalah ilmu yang mempelajari iklim, dan merupakan sebuah cabang dari ilmu atmosfer. Dibandingkan dengan meteorologi yang mempelajari cuaca jangka pendek yang berakhir sampai beberapa minggu, klimatologi mempelajari frekuensi di mana sistem cuaca ini terjadi. Iklim adalah keadaan cuaca rata-rata dalam waktu satu tahun yang penyelidikannya dilakukan dalam waktu yang lama ( minimal 30 tahun) dan meliputi wilayah yang luas.Ada beberapa teori pembagian iklim yang ada di dunia, antara lain: II.1.1.1 Iklim Matahari Dasar perhitungan untuk mengadakan pembagian daerah iklim matahari ialah banyaknya sinar matahari yang diterima oleh permukaan bumi. Menurut teori, makin jauh dari khatulistiwa makin besar sudut datang sinar matahari, sehingga makin sedikit jumlah sinar matahari yang di terima oleh permukaan bumi. Pembagian daerah iklim matahari didasarkan pada letak lintang adalah sebagai berikut : a. Daerah iklim tropis : 0 LU - 23,5 LU dan 0 LS - 23,5 LS b. Daerah iklim sedang : 23,5 LU - 66,5 LU dan 23,5 LS - 90 LS c. Daerah iklim dingin : 66,5 LU - 90 LU dan 66,5 LS - 90 LS Pembagian daerah iklim menurut iklim matahari didasarkan suatu teori, bahwa temperatur udara makin rendah jika letaknya makin jauh dari khatulistiwa. Maka dari itu, ada ahli yang menyebut iklim matahari sebagai iklim teoritis. Menurut kenyataanya, temperatur beberapa tempat menyimpang dari teori tersebut. II.1.1.2 Iklim Fisis Iklim fisis ialah iklim yang didasarkan pada pembagian daerah yang menurut kenyataan sesungguhnya sebagai pengaruh dari faktor-faktor fisis. Faktor-faktor tersebut antara lain pengaruh daratan yang luas, pengaruh lautan, pengaruh angin, pengaruh arus laut, pengaruh Vegetasi, dan

1) Bentuk medan atau topografi; 2) Arah lereng medan; 3) Arah angin yang sejajar dengan garis pantai; dan 4) Jarak perjalanan angin di atas medan datar. Curah hujan sebesar 1 mm artinya adalah tinggi air hujan yang terukur setinggi 1 mm pada daerah seluas 1 m2 (meter persegi). Artinya banyaknya air hujan yang turun dengan ukuran 1 mm adalah 1 mm x 1 m2= 0,001 m3 atau 1 liter. Jadi misal suatu daerah pada suatu hari memiliki curah hujan sebesar 8000 mm dan wilayah itu memiliki luas 100 km2, maka jumlah air yang turun di daerah itu adalah 8000 mm x 100 km2 = 8 x 1011 liter. Curah hujan dihitung harian, mingguan, hingga tahunan, sesuai kebutuhan. Pembangunan Saluran Drainase, selokan, irigasi, serta pengendalian banjir selalu menggunakan data curah hujan ini, untuk mengetahui berapa jumlah hujan yang pernah terjadi di suatu tempat, sebagai perkiraan pembuatan besarnya saluran atau sarana pendukung lainnya saat hujan sebesar itu akan datang lagi dimasa mendatang. II.1.2 Topografi Topografi adalah studi tentang bentuk permukaan bumi dan objek lain seperti planet, satelit alami (bulan dan sebagainya), dan asteroid. Dalam pengertian yang lebih luas, topografi tidak hanya mengenai bentuk permukaan saja, tetapi juga vegetasi dan pengaruh manusia terhadap lingkungan, dan bahkan kebudayaan lokal. Topografi umumnya menyuguhkan relief permukaan, model tiga dimensi, dan identifikasi jenis lahan. Objek dari topografi adalah mengenai posisi suatu bagian dan secara umum menunjuk pada koordinat secara horizontal seperti garis lintang dan garis bujur, dan secara vertikal yaitu ketinggian. Ketinggian suatu wilayah ini pada umumnya diukur dengan acuan permukaan air laut laut. Selain itu, ketinggian ini biasanya juga dihubungkan dengan kemiringan lereng suatu wilayah. Kemiringan lereng ini akan menggambarkan bagaimana kesesuaian penggunaan lahan pada suatu wilayah. Dan dari sini, juga bisa diketahui kerawanan bencana alam yang mengancam wilayah tersebut.

II-2

Pada umumnya, terdapat berbagai macam pembagian kelas lereng. Pembagian kelas lerengan ini disesuaikan dengan kebutuhan analisa. Pada peta topografi dengan skala dan kelengkapan yang memungkinkan selang kelas lereng 5% -15%, dapat dibagi lagi menjadi kelas lereng 5% - 8% dan 8% 15%. Pada dasarnya, semakin banyak pembagian kelas lereng ini akan semakin baik, karena akan semakin diketahui kondisi lahan dengan lebih detail dimana setiap aktivitas pemanfaatan lahan akan membutuhkan kesesuaian lahan dengan kriteria kelas lereng tertentu. II.1.3 Geologi Geologi adalah ilmu yang mempelajari bumi. Secara umum Geologi adalah ilmu yang mempelajari planet Bumi, termasuk komposisi, keterbentukan, sifat-sifat dan sejarahnya. Karena Bumi tersusun oleh batuan, pengetahuan mengenai komposisi, pembentukan, sifat-sifat dan sejarahnya merupakan hal utama dalam memahami sejarah bumi. Dengan kata lain, batuan merupakan objek utama yang dipelajari dalam geologi. Keadaan geologi suatu wilayah menggambarkan bagaimana struktur batuan penyusun tanah pada wilayah tersebut. Gambaran ini diperlukan untuk mengetahui penggunaan lahan yang paling tepat pada suatu wilayah. Jenis dan kemampuan tanah adalah dua hal yang mampu memberikan gambaran tersebut. Jenis tanah akan menentukan sifat-sifat tanah pada setiap wilayah. Oleh karena itu, tiap wilayah tentunya mempunyai sifat tanah yang berbeda-beda, bergantung dari jenis tanah pada wilayah tersebut. Jenis-jenis tanah tersebut dihasilkan melalui proses pembentukan yang berbeda pula. Berikut ini adalah jenis-jenis tanah: a. Tanah Humus

c. Tanah Aluvial atau Tanah Endapan

Tanah aluvial adalah tanah yang dibentuk dari lumpur sungai yang mengendap di dataran rendah yang memiliki sifat tanah yang subur dan cocok untuk lahan pertanian. d. Tanah Podzolit Tanah podzolit adalah tanah subur yang umumnya berada di pegunungan dengan curah hujan yang tinggi dan bersuhu rendah atau dingin.
e. Tanah Vulkanik atau Tanah Gunung Berapi (Tanah Andosol)

Tanah vulkanik adalah tanah yang terbentuk dari lapukan materi letusan gunung berapi yang subur mengandung zat hara yang tinggi. Jenis tanah vulkanik dapat dijumpai di sekitar lereng gunung berapi. Vegetasi yang tumbuh di tanah vulkanik adalah hutan hujan tropis, bambu, dan rumput. f. Tanah Laterit Tanah laterit adalah tanah tidak subur yang tadinya subur dan kaya akan unsur hara, namun unsur hara tersebut hilang karena larut dibawa oleh air hujan yang tinggi.
g. Tanah Mediteran atau Tanah Kapur

Tanah mediteran adalah tanah sifatnya tidak subur yang terbentuk dari pelapukan batuan yang kapur. h. Tanah Gambut atau Tanah Organosol Tanah organosol adalah jenis tanah yang kurang subur untuk bercocok tanam yang merupakan hasil bentukan pelapukan tumbuhan rawa. i. Tanah Regosol Tanah regosol adalah tanah berbutir kasar dan berasal dari material gunung api. Tanah regosol berupa tanah aluvial yang baru diendapkan dan tanah pasir. Material jenis tanah ini berupa tanah regosol, abu vulkan, napal, dan pasir vulkan.Tanah regosol sangat cocok ditanami padi, tebu, palawija, tembakau, dan sayuran. j. Tanah Latosol Tanah latosol yaitu tanah yang banyak mengandung zat besi dan aluminium. Tanah ini sudah sangat tua sehingga kesuburannya rendah. Warna tanahnya merah hingga kuning sehingga

Tanah humus adalah tanah yang sangat subur terbentuk dari lapukan daun dan batang pohon di hutan hujan tropis yang lebat. b. Tanah Pasir Tanah pasir adalah tanah yang bersifat kurang baik bagi pertanian yang terbentuk dari batuan beku serta batuan sedimen yang memiliki butir kasar dan berkerikil.

II-2

sering disebut tanah merah. Tanah latosol yang mempunyai sifat cepat mengeras bila tersingkap atau berada di udara terbuka disebut tanah laterit. Tumbuhan yang dapat hidup di tanah latosol adalah padi, palawija, sayuran, buah-buahan, karet, sisal, cengkih, kakao, kopi, dan kelapa sawit. k. Tanah Litosol Tanah litosol adalah tanah berbatu-batu. Bahan pembentuk tanah litosol berasal dari batuan keras yang belum mengalami pelapukan secara sempurna. Jenis tanah ini juga disebut dengan tanah azonal. Tanaman yang dapat tumbuh di tanah litosol adalah rumput ternak, palawija, dan tanaman keras. l. Tanah Grumusol atau Margalith Tanah grumosol adalah tanah yang terbentuk dari material halus berlempung. Jenis tanah ini berwarna kelabu hitam dan bersifat subur. Tanaman yang tumbuh di tanah grumusol adalah padi, jagung, kedelai, tebu, kapas, tembakau, dan jati. m. Tanah Planosol Tanah planosol adalah tanah yang terbentuk akibat pelapukan batuan endapan di dataran rendah yang banyak mengandung bahan aluvial. n. Tanah Glei Humus Tanah glei humus adalah tanah yang terbentuk dari hasil endapan bahan aluvial di wilayah yang memiliki curah hujan lebih dari 1500 mm pertahun. o. Tanah Renzina Tanah renzina umumnya terdapat didaerah dataran tinggi. Jenis tanah ini memiliki tingkat kesuburan yang baik dan kaya akan kandungan organik. p. Tanah Hidromorf Kelabu Tanah hidromorf kelabu adalah tanah yang terbentuk akibat pelapukan batuan tufa vulkanik asam dan batu pasir. Kemampuan tanah merupakan turunan dari jenis tanah pada suatu wilayah. Kedalaman tanah, tingkat erosi dan tekstur tanah, merupakan beberapa unsur yang mampu menggambarkan kemampuan tanah tersebut.
>40 % Terjal 15 - 40 % Bergelombang 2 - 15 % Landai Kemiringan Lereng 0-2%

II.1.4 Hidrologi Data hidrologi merupakan data yang terkait dengan tata air yang ada, baik di permukaan maupun di dalam tanah/bumi. Tata air yang berada di permukaan tanah dapat berbentuk badan-badan air terbuka seperti sungai, kanal, danau/situ, mata air, dan laut. Sedangkan tata air yang berada di dalam tanah (geohidrologi) dapat berbentuk aliran air tanah atau pun sungai bawah tanah. Data tata air diperlukan untuk dapat melihat dan memperkirakan ketersediaan air untuk suatu wilayah. II.1.5 Kesesuaian Lahan Analisis kesesuaian lahan (land suitability) adalah analisis tingkat kecocokan dari sebidang tanah untuk suatu jenis atau kategori penggunaan lahan tertentu, dimana produk penilaiannya akan merupakan alternatif penggunaan yang sesuai dengan kriteria peruntukan pada suatu wilayah tinjauan. Hasil penilaiannya diekspresikan dalam suatu skala tunggal berupa tinggi, sedang, atau rendah; ataupun dapat diperluas dengan skala numerik dari satu sampai sepuluh. Tabel II.1 Kemiringan Lereng dan Kesesuaian Lahan
Bentang Alam Datar Sifat dan Kesesuaian Lahan Drainase baik, mudah diolah, kemampuan menahan air baik, dan responsif terhadap pupuk sehingga cocok untuk pertanian dan permukiman. Struktur tanah kurang baik dan mengandung garam natrium; cocok untuk permukiman, dry farming (karena irigasi terbatas), dan industri berat. Tanahnya padat, kandungan natrium sedang, jenuh setelah diairi, kemampuan menahan air rendah sehingga potensi erosi besar; cocok untuk industri ringan, permukiman, dan fasilitas rekreasi. Lapisan tanah dangkal; daya tahan air rendah; kandungan natrium tinggi; cocok untuk konservasi hewan, hutan lindung, dan areal wisata

II-2

Sumber: Noor, J, 2005, Geologi Lingkungan, Yogyakarta: Graha Ilmu

Sumber: SK Menteri Pertanian Nomor 837/KPTS/UM/11.1980

Adapun penilaian kriteria kelayakan fisik wilayah untuk pengelolaan kawasan lindung berdasarkan SK Menteri Pertanian Nomor 837/KPTS/UM/11/1980 adalah sebagai berikut: Tabel II.2 Penilaian Kriteria Kelayakan Fisik Wilayah untuk Pengelolaan Kawasan Lindung
No. Kriteria 0-8% 8 - 15 % 1 Lereng atau Kemiringan 15 - 25 % 25 - 45 % >45 % Aluvial, Tanah Glei, Panosol, Hidromof Kelabu, Laterit Air Tanah Latosol Brown Forest Soil, 2 Jenis Tanah Non Calcic Brown, Mediteran Andosol, Laterite, Grumosol, Podsol, Podsolik Regosol, Litosol, Organosol, Renzina 0,0 - 13,6 mm/hh 13,6 - 20,7 mm/hh 3 Intensitas Hujan 20,7 - 27,7 mm/hh 27,7 - 34,8 mm/hh >34,8 mm/hh Sangat Peka Sangat Rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi 75 10 20 30 40 50 Peka 60 Kurang Peka 45 Agak Peka 30 Tidak Peka 15 Klasifikasi Keterangan Datar Landai Agak Curam Curam Sangat Curam 20 40 60 80 100 Bobot

Berdasarkan tabel tersebut, dapat diketahui bahwa terdapat tiga kriteria utama dalam menentukan fungsi suatu kawasan, yaitu: a. b. c. Kelerengan atau kemiringan Jenis tanah Intensitas hujan Skoring fisik wilayah ditentukan oleh total nilai dari ketiga parameter tersebut setelah masingmasing kelas parameter dikalikan dengan bobot 20 untuk lereng, 15 untuk jenis tanah, dan 10 untuk intensitas hujan. Total nilai ketiga parameter tersebut digunakan untuk menentukan fungsi dari masing-masing kawasan sebagai berikut: 1) Nilai >175 digunakan sebagai hutan lindung atau hutan produksi dengan tambahan perlu mempertahankan ketinggian tanah. 2) Nilai 125175 dapat digunakan sebagai kawasan fungsi penyangga, yaitu dapat berupa kegiatan perkebunan, hutan produksi terbatas, dan lain-lain.
3) Nilai <125 dapat digunakan untuk budidaya tanaman tahunan (untuk kelerengan <15%) serta

kawasan tanaman semusim dan permukiman (untuk kelerengan <8%). Selain dengan cara skoring untuk menentukan fungsi suatu kawasan. Penentuan kesusaian lahan dalam suatu kawasan juga perlu diklasifikasikan kedalam suatu klasifikasi tertentu. Karena kesesuaian lahan sebagai gambaran tingkat kecocokan lahan untuk suatu penggunaan tertentu. Maka menurut Sitorus (1985) klasifikasi untuk penggunaan tanah dapat dikelompokan menjadi beberapa kelas, yaitu:
a. Kelas S1 : Sangat Sesuai (Highly Suitable)

Lahan tidak mempunyai pembatas yang berat untuk suatu penggunaan secara lestari atau hanya mempunyai pembatas yang tidak berarti dan tidak berpengaruh secara nyata terhadap produksinya serta tidak akan menaikkan masukan dari apa yang telah biasa diberikan.
b. Kelas S2 : Cukup Sesuai (Moderately Suitable)

II-2

Lahan yang mempunyai pembatas-pembatas agak berat untuk suatu penggunaan yang lestari. Pembatasan akan mengurangi produktivitas dan keuntungan serta meningkatkan masukan yang diperlukan.
c. Kelas S3 : Sesuai Marginal (Marginally Suitable)
Lahan Pertanian Lahan Basah S1 S2 S3 N1 N2

Suhu (C) 24 - 29 29 - 32 >32, >22 Td >32, <18 25 - 32 >32, <22 20 - 22 Td <20 25 - 30 >30, <25 Td Td >35, <21

Curah Hujan (mm) >1500 1200 - 1500 800 - 1200 Td <1000 2500 - 5000 >5000, <2200 1000 - 1500 Td <1000 25 30 >30, <25 Td Td >35, <21

Kedalaman Efektif >50 40 - 50 25 - 40 20 - 25 <20 >75 50 - 75 30 - 50 <30 <30 >150 100 - 150 75 - 100 50 - 75 <50

Lereng (%) >3 3-5 5-8 Td >8 <3 3-8 8 - 15 15 - 25 >25 <8 8 - 15 15 - 30 30 - 50 >50

Bahaya Banjir F0 - F1 F2 F3 F4 F4 F0 F1 F2 F3 F4 F0 F1 F2 F3 F4

Bahaya Erosi SR R S B SB SR R S B SB SR R S B SB

Lahan yang mempunyai pembatas-pembatas sangat berat untuk suatu penggunaan yang lestari. Pembatasan akan mengurangi produktivitas atau keuntungan dan perlu menaikkan masukan yang diperlukan.
d. Kelas N1 : tidak sesuai pada saat ini ( Currently Not Suitable)
Pertanian Lahan Kering

S1 S2 S3 N1

Lahan mempunyai pembatas yang sangat berat, tetapi masih dimungkinkan untuk diatasi, hanya tidak dapat diperbaiki dengan tingkat pengetahuan sekarang ini dengan biaya rasional.
e. Kelas N2 : Tidak sesuai permanen ( Permanently Not

N2 Pertanian Tanaman Tahunan S1 S2 S3 N1

Suitable) Lahan mempunyai pembatas yang sangat berat sehingga tidak mungkin untuk digunakan bagi suatu penggunaan yang lestari. II.1.5.1 Kesesuaian Lahan untuk Pertanian Pengunaan lahan untuk kawasan budidaya pertanian terbagi dalam beberapa kategori, yaitu kawasan pertanian lahan basah, pertanian lahan kering, dan pertanian tanaman tahunan. Jenis pertanian yang cocok untuk dikembangkan pada suatu wilayah diukur berdasarkan kriteria-kriteria tertentu. Berikut ini disajikan tabel kriteria kelas kesesuaian lahan yang telah diolah dan diinterpretasikan dari Petunjuk Teknis Evaluasi Lahan yang diterbitkan oleh Tim Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimatik tahun 1980.

N2

Sumber: Tim Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimatik Tahun 1980

Keterangan: Td F0, dst SR R S : Tidak berlaku : Banjir semakin berbahaya sesuai tingkatan angka : Sangat rentan : Rentan : Sedang : Bahaya : Sangat bahaya

Tabel II.3 Penggunaan Lahan untuk Pertanian Berdasarkan Karakteristik Lahan


Penggunaan Kelas Karakteristik Lahan

B SB

II-2

II.1.5.2 Kesesuaian Lahan untuk Permukiman Menurut Suprapto dan Sunarto,1990, kesesuaian lahan untuk permukiman berkaitan dengan syarat-syarat lokasi permukiman yang ditekankan pada variabel relief (lereng, kerapatan aliran, dan kedalaman alur), proses geomorfologis (banjir, tingkat erosi, dan gerakan massa batuan), dan variabel material batuan (pengatusan, tingkat pelapukan, kekuatan batuan, daya dukung, dan kembang kerut) Parameter kesesuaian lahan untuk permukiman tersebut dapat dilihat dalam tabel di bawah ini: Tabel II.4 Kesesuaian Lahan untuk Permukiman
Faktor Kemiringan lereng Kelas dan Kriteria Sangat Baik rata/hampir rata <2 % Jumlah dan kedalaman alur Tingkat erosi 0 - 1 / Km <1 m Tidak ada kenampakan erosi Tidak lapuk Baik Agak miring 2-8% 2 - 4 / Km 2-4m Kenampakan erosi ringan Lapuk ringan Sedang Miring 8 - 30 % 5 - 10 / Km 5-8m Kenampakan erosi sedang Lapuk sedang Jelek Sangat miring 30 - 50 % 11 - 15 / Km 8 - 15 m Kenampakan erosi berat Lapuk berat Sangat Jelek Terjalsangat terjal > 50 % 15 / Km > 15 m Kenampakan erosi sangat berat Lapuk sempurna

Kembang kerut atau cole

<0,001

0,001 - 0,030

0,031 - 0,060

0,061 - 0,090

>0,090

Sumber: Suprapto dan Sunarto, 1990

II.1.6 Daya Tampung Lahan Menurut UU No.23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, disebutkan bahwa daya tampung lahan merupakan kemampuan wilayah secara administrasi dalam menampung penduduk sebagai pengguna lahan. Faktor-faktor yang berkaitan dengan analisis terhadap daya tampung lahan adalah luas wilayah dan jumlah penduduk. Perhitungan daya tampung lahan mengacu pada formula yang dikutip dari Bappeda Kabupaten Sleman sebagai berikut:

Keterangan: Lw P H Dt = = = = Luas wilayah (Ha) Jumlah penduduk obyek studi (jiwa) Jumlah penduduk wilayah yang lebih luas (jiwa) Daya tampung wilayah (jiwa)

Tingkat pelapukan batuan Kondisi banjir Daya dukung tanah Gerakan massa batuan

Tidak pernah banjir >1,6 Kg/cm2 Sangat stabil, tanpa ada bahaya longsor

Tergenang <2 bulan 1,4 - 1,5 Kg/cm2 Gerakan massa batuan dengan pengaruh kecil

Tergenang 2 - 6 bulan/tahun 1,2 - 1,4 Kg/cm2 Gerakan massa batuan dengan resiko ringan terhadap proyek rekayasaan Pecah oleh pukulan lemah palu geologi Sedang 2,0 - 12,5 cm/jam

Tergenang >6 bulan/tahun 1,2 - 1,3 Kg/cm2 Gerakan massa batuan dengan resiko tinggi terhadap longsoran

Selalu tergenang <1,1 Kg/cm2 Sangat terpengaruh oleh longsoran, subsiden dengan gerakan massa lain Mudah dipotong dengan tangan Lambat <0,5 cm/jam

II.2 Metode Analisis Sosial Kependudukan Aspek kependudukan merupakan salah satu faktor penting yang harus diperhatikan dalam suatu perencanaan. Hal ini dikarenakan tujuan utama dalam perencanaan ataupun pembangunan suatu daerah adalah untuk mensejahterakan penduduk. Penduduk dan Dinamika kependudukan merupakan salah satu komponen penting dalam analisis wilayah guna menyusun perencanaan tata ruang wilayah itu sendiri, karena penduduk merupakan objek sekaligus subjek dari perencanaan tersebut. Kota maupun wilayah terbentuk seiring dengan perkembangan manusia didalamnya yang terhimpun dalam komunitas-komunitas masyarakat dengan lingkungan yang berbeda-beda. Oleh karena itu, diperlukan pengkajian dinamika masyarakat secara menyeluruh untuk mendapatkan informasi yang

Kekuatan batuan Permaebilitas

Tidak pecah oleh pukulan keras geologi Cepat >12,5 cm/jam

Sukar pecah oleh pukulan keras palu geologi Agak cepat 6,25 - 12,5 cm/jam

Mudah pecah oleh pukulan ringan palu geologi Agak lambat 0,5 - 2,0 cm/jam

II-2

dibutuhkan untuk melihat ataupun memahami kondisi riil di lapangan yang nantinya akan sangat mempengaruhi pengambilan kebijakan penyusunan rencana tata ruang agar tepat sasaran. Berikut adalah data-data yang dapat digunakan dalam perencanaan wilayah antara lain yaitu keadaan penduduk seperti sebaran penduduk, struktur penduduk, dinamika penduduk, pertumbuhan pendudk dan yang terakhir adalah proyeksi penduduk. Faktorfaktor tersebut memiliki peranan penting sebagai bahan yang perlu diketahui dalam rangka menentukan berbagai keputusan yang berkaitan dengan proses pembangunan, yaitu berupa peningkatan kesejahteraan masyarakat. II.2.1 Analisis Sebaran Penduduk II.2.1.1 Jumlah Penduduk Jumlah penduduk adalah banyaknya jiwa yang menghuni wilayah tersebut. Data mengenai jumlah penduduk ini sangat penting untuk mengetahui berapa banyak jiwa yang menghuni suatu wilayah yang selanjutnya data tersebut digunakan untuk menghitung kepadatan penduduk. Data series dapat menunjukkan adanya peningkatan atau penurunan jumlah penduduk dimana dari data series ini didapat bagaimana besaran angka kepadatan penduduknya dan diambil analisis dari data untuk mengetahui keadaan kepadatan penduduk yang akan berimplikasi pada jumlah lahan terbangun dan lahan kosong, tingkat partisipasi kerja penduduk, pemenuhan sarana prasarana dan sebagainya.

II.2.1.3 Kepadatan Penduduk Fisiologis Kepadatan penduduk fisiologis adalah jumlah penduduk tiap-tiap km2 tanah pertanian yang ada di wilayah tersebut. Penghitungan kepa datan penduduk agraris ini diperlukan untuk mengetahui jumlah rumah tangga petani dengan ketersediaan luas lahan pertanian. Penghitungan diatas dapat dituliskan dengan rumus sebagai berikut: Kepadatan penduduk fisiologis = Jumlah penduduk suatu wilayah Luas Tanah Pertanian

II.2.1.4 Kepadatan Penduduk Netto Kepadatan penduduk netto adalah perbandingan antara jumlah penduduk dengan luas area terbangun yang meliputi perumahan, perkantoran atau open space. Angka kepadatan penduduk netto ini berbanding lurus dengan jumlah kebutuhan area terbangun di suatu wilayah. Artinya, semakin besar kepadatan nettonya, maka semakin besar pula kebutuhan masyarakat akan lahan. Penghitungan tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut: Kepadatan penduduk netto = Jumlah penduduk suatu wilayah (jiwa) Luas lahan terbangun (Ha) II.2.2 Analisis Struktur Penduduk

II.2.1.2 Kepadatan Penduduk Bruto Kepadatan penduduk bruto adalah banyaknya penduduk per satuan luas wilayah (jiwa/km2). Kepadatan penduduk bruto sama dengan kepadatan penduduk kasar karena penghitungan juga dilakukan dengan rumus jiwa per satuan wilayah. Rumus penghitungan kepadatan penduduk bruto ini yaitu sebagai berikut:

Struktur penduduk adalah susunan/komposisi penduduk yang dikelompokkan menurut variabel-variabel tertentu. Komposisi ini menggambarkan susunan penduduk yang dibuat berdasarkan pengelompok/klasifikasi menurut karakteristik-karakeristik yang sama (Said Rusli, 1983). Komposisi penduduk yang sering digunakan untuk analisis perencanaan pembangunan adalah komposisi penduduk menurut umur dan jenis kelamin. Komposisi penduduk menurut umur dan jenis kelamin dapat digambarkan secara visual

Kepadatan penduduk bruto = Jumlah Penduduk suatu wilayah Luas Wilayah (km2/ha)

melalui piramida penduduk. II.2.2.1 Penduduk menurut umur

II-2

Penduduk menurut umur yaitu penggolongan penduduk menurut umur dengan klasifikasi penduduk usia sekolah/pendidikan dengan rentang umur dari 0-19 tahun ke atas, dan penduduk usia kerja dari umur 10-57 tahun ke atas.

penduduk yang berpartisipasi dalam melakukan usaha / pekerjaan. Dengan demikian, apabila dalam suatu wilayah memiliki TPAK yang tinggi (lebih besar dari 70) berarti wilayah tersebut dapat dikatakan perekonomiannya baik karena banyak penduduk yang bekerja. Sedangkan apabila suatu wilayah memiliki TPAK sedikit (kurang dari 50), maka wilayah itu dapat dikatakan perekonomiannya buruk karena penduduknya tidak banyak yang bekerja. II.2.2.4

II.2.2.2 Dependency Ratio Dependency Ratio merupakan angka yang menyatakan perbandingan antara banyaknya penduduk tidak produktif (umur di bawah 15 tahun dan 65 tahun ke atas) dengan banyaknya penduduk yang termasuk dalam usia produktif (umur 15-64 tahun). Rasio ketergantungan dapat dihitung dengan menggunakan rumus di bawah ini : Penduduk tidak produktif Dependency Ratio = penduduk produktif Keterangan: semakin tinggi nilai DR, maka kualitas penduduk daerah tersebut semakin buruk. Sebaliknya, semakin rendah nilai DR, maka kualitas penduduk daerah tersebut semakin baik. x 100%

Penduduk menurut jenis kelamin Penduduk menurut jenis kelamin dibedakan menjadi dua, yaitu penduduk dengan jenis kelamin laki-laki dan perempuan. Penduduk menurut jenis kelamin ini sangat berpengaruh untuk proses analisis pembangunan daerah. II.2.2.5 Sex ratio Sex ratio menunjukkan perbandingan banyaknya jumlah penduduk laki-laki dengan jumlah penduduk perempuan pada suatu daerah dan waktu tertentu. Biasanya dinyatakan dalam banyak penduduk laki-laki per 100 perempuan. Adapun formula yang digunakan adalah sebagai berikut (Dasar- Dasar Demografi, LPFE-UI, 2004). Sex ratio dapat dihitung dengan persamaan berikut : laki-laki SR = x 100 % perempuan

II.2.2.3 Tingkat partisipasi angkatan kerja TPAK menggambarkan jumlah angkatan kerja dalam suatu kelompok umur sebagai persentase penduduk dalam kelompok umur tersebut. Hal ini juga dapat merupakan tingkat partisipasi total dari seluruh penduduk dalam usia kerja (tingkat aktivitas umum). Adapun formula yang digunakan adalah sebagai berikut: penduduk angkatan kerja x 100 TPAK = penduduk usia kerja II.2.2.6 Penduduk menurut agama

Penduduk menurut agama dibedakan menjadi klasifikasi sesuai agamanya yaitu Islam, Katolik, Buddha, Hindu dan Kristen. Data dan analisis kependudukan mengenai jumlah penduduk sesuai dengan agama dapat digunakan bahan acuan untuk sarana prasarana guna membangun tempat peribadatan. II.2.2.7 Penduduk menurut tingkat pendidikan Penduduk menurut tingkat pendidikan diklasifikasikan dari jenjang pendidikan TK, SD, SMP,

Definisi dari angkatan kerja adalah penduduk usia lebih besar dari 10 tahun (>10 th) dan secara aktif melakukan kegiatan ekonomi. Sedangkan usia kerja adalah penduduk dengan umur lebih besar dari 10 tahun. Menghitung TPAK ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar atau banyaknya

SMA dan Perguruan tinggi melalui jenjand D1, D2, D3, S1, S2 dan S3. Analisa mengenai jumlah penduduk menurut tingkat pendidikan ini berguna untuk mengetahui jenis pendidikan apa yang mendominasi di suatu wilayah.

II-2

II.2.2.8 Angka melek Huruf Angka melek huruf dengan asumsi seperti diatas dapat diketahui dengan menggunakan persamaan sebagai berikut : Angka Melek Huruf = II.2.2.9 Penduduk menurut mata pencaharian Struktur penduduk menurut mata pencaharian berkaitan dengan distribusi atau penyebaran tenaga kerja, penyediaan lapangan pekerjaan, serta penyediaan fasilitas yang dapat memenuhi kebutuhan sesuai dengan jenis-jenis mata pencaharian di wilayah tersebut. II.2.3 Dinamika Penduduk Komponen dinamika penduduk yang terkait dengan analisis sosial demografi suatu wilayah meliputi angka kelahiran, kematian dan migrasi. Ketiga data ini diperlukan untuk menilai tingkat pertumbuhan penduduk. II.2.3.1 Kelahiran Tingkat kelahiran biasanya dinyatakan sebagai jumlah anak yang lahir pada setiap seribu orang penduduk dalam setahun. Tingkat kelahiran juga terkait dengan fertilitas, dimana fertilitas juga merupakan tingkat daya guna nyata dari sejumlah penduduk tertentu yang didasarkan atas jumlah kelahiran hidup. Tingkat kelahiran suatu wilayah dapat dinilai melalui pengukuran koefisien CBR (Crude Birth Rate) atau tingkat kelahiran kasar. Besarnya CBR dapat dihitung dengan persamaan berikut : banyaknya kelahiran tahun t jumlah penduduk tahun t Jumlah Penduduk Pengenyam Pendidikan X 100% Jumlah Seluruh Penduduk

II.2.3.2 Kematian Tingkat kematian (mortalitas) adalah jumlah kematian dalam suatu wilayah pada setiap tahunnya. Pada mulanya angka kematian diukur dengan membandingkan jumlah penduduk dengan jumlah kematian dalam satu tahun. Tetapi pada tahap berikutnya berkembang menjadi konsep Rate Kematian Kasar (CDR) dengan didasarkan pada jumlah kematian dibandingkan dengan jumlah penduduk tengah tahun pada tahun yang sama, sehingga rumus persamaannya dikenal sebagai berikut :

CDR =

banyaknya kematian tahun t jumlah penduduk tahun t

x Konstanta (1000)

II.2.3.3 Migrasi Penduduk (Perpindahan Penduduk) Perpindahan penduduk ini dibagi menjadi 2 yaitu perpindahan masuk ke suatu wilayah (imigrasi) dan perpindahan keluar dari suatu wilayah (emigrasi). Data mengenai migrasi penduduk ini digunakan untuk menghitung angka Migrasi Netto (Netto Migration). Migrasi neto ini digunakan untuk mengetahui jumlah pertambahan penduduk selain kelahiran dan kematian per 1000 penduduk suatu wilayah. Angka migrasi netto dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut :

Migrasi _ Netto =

Migrasi _ masuk Migrasi _ keluar XKonsanta (1000 ) Jumlah _ penduduk

II.2.4 Pertumbuhan Penduduk Pertumbuhan penduduk adalah pola dinamis yang dipengaruhi beberapa faktor kependudukan dan faktor-faktor lainnya. Pertumbuhan penduduk dipengaruhi oleh 4 komponen, yaitu kelahiran (fertilisasi), kematian (mortalitas), migrasi masuk (in-migration) dan migrasi keluar (out-migration). Selisih antara kelahiran dan kematian disebut reproductive change (perubahan reproduktif) atau

CBR =

x Konstanta (1000)

II-2

pertumbuhan alamiah, sedangkan selisih antara migrasi masuk dan migrasi keluar

disebut

net-

Ada beberapa metode proyeksi , salah satu metode proyeksi adalah sebagai berikut: II.2.5.1 Metode Geometrik Metode Geometrik mengasumsikan bahwa prosentase pertumbuhan sama tiap tahunnya.

migration (migrasi neto). Pertumbuhan penduduk dapat dinyatakan dengan formula sebagai berikut:

Pt = Po + (B D) + (Mi Mo) Keterangan: Po : Jumlah penduduk pada waktu terdahulu (tahun dasar) Pt : Jumlah penduduk pada waktu sesudahnya B : Kelahiran yang terjadi pada jangka waktu antara kedua kejadian itu D : Jumlah kematian yang terjadi pada jangka waktu antara kedua kejadian itu Mo : Migrasi keluar pada jangka waktu antara kedua kejadian Mi : Migrasi masuk pada jangka waktu antara kedua kejadian II.2.4.1 Laju Pertumbuhan Penduduk Data dan penghitungan mengnai laju pertumbuhan penduduk sangat dibutuhkan untuk mengetahui besarnya perubahan jumlah penduduk per tahun beserta aspek-aspek yang mempengaruhi perubahan tersebut. Besar kecilnya laju pertumbuhan penduduk di suatu wilayah sangat dipengaruhi oleh besar kecilnya komponen pertumbuhan penduduk. Penduduk akan bertambah bila ada bayi yang lahir (B) dan penduduk yang dating (IM), dan, penduduk akan berkurang bila ada penduduk yang meninggal (D) dan penduduk yang pergi (OM).
Untuk menghitung laju pertumbuhan penduduk, digunakan rumus sebagai berikut:

Metode Geometrik dapat dihitung menggunakan rumus: Pt = Po (1+rt)t Keterangan : Pt Po R t : Jumlah penuduk pada tahun akhir proyeksi : Jumlah penduduk pada tahun awal : Tingkat pertumbuhan penduduk : Jangka waktu (banyaknya tahun)

II.3 Metode Analisis Perekonomian II.3.1 Analisis PDRB Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan data statistik yang merangkum perolehan nilai tambah yang tercipta akibat proses produksi baik barang ataupun jasa di suatu wilayah/region pada satu periode tertentu, biasanya setahun atau triwulan tanpa memperhatikan asal/domisili pelaku produksinya.

jumlah penduduk th t - jumlah penduduk tahun Sebelumnya Laju Pertumbuhan Penduduk = jumlah penduduk tahun sebelumnya X 100%

II.3.1.1 PDRB per Kapita II.2.5 Proyeksi Penduduk Proyeksi penduduk merupakan perkiraan tentang jumlah penduduk yang akan datang pada waktu/tahun tertentu. Kegunaannya adalah untuk memperbaiki kondisi sosial ekonomi rakyat melalui pembangunan yang terencana (Dasar-Dasar Demografi, LPFE-UI, 2004). PDRB per kapita adalah jumlah total PDRB pada suatu tahun dibagi dengan jumlahpenduduk dengan tahun yang sama. Perhitungan PDRB per kapita diperoleh dari :

II-2

P R DB

pr kp e a ita

T ta o l Jmh u la

P R DB Pnuu eddk

PDRBi

: nilai PDRB sektor i

Semakin tinggi PDRB perkapita, maka dapat dikatakan bahwa secara umum wilayah yang bersangkutan merupakan wilayah yang makmur II.3.2 Laju Pertumbuhan Ekonomi Laju pertumbuhan merupakan suatu indikator ekonomi makro yang menggambarkan tingkat pertumbuhan ekonomi. Untuk menghitung laju pertumbuhan (Rate of growth) dapat dipakai formula sebagai berikut:

Ada beberapa faktor yang menentukan terjadinya perubahan struktur ekonomi antara lain: Produktivitas tenaga kerja per sektor secara keseluruhan Adanya modernisasi dalam proses peningkatan nilai tambah dari bahan baku, barang setengah jadi dan barang jadi Kreativitas dan penerapan teknologi yang disertai kemampuan untuk memperluas pasar produk/jasa yang dihasilkannya Kebijakan pemerintah yang mendorong pertumbuhan dan pengembangan sektor dan komoditi unggulan

Dimana: G Pt Pt 1 : Laju pertumbuhan : PDRB Akhir tahun ke t : PDRB Akhir tahun sebelum t

Ketersediaan infrastruktur yang menentukan kelancaran aliran distribusi barang dan jasa serta mendukung proses produksi

Kegairahan masyarakat untuk berwirausaha dan melakukan investasi secara terusmenerus

II.3.3 Struktur Ekonomi Struktur ekonomi adalah komposisi peranan masing-masing sektor dalam perekonomian baik menurut lapangan usaha maupun pembagian sektoral ke dalam sektor primer, sekunder dan tersier.

Adanya pusat-pusat pertumbuhan baru yang muncul dalam wilayah daerah Terbukanya perdagangan luar daerah dan luar negeri melalui ekspor-impor

II.3.4 Analisis Location Quotient (LQ) Teknik analisis Location Quotient digunakan untuk mengetahui tingkat spesialisasi dan Si = mengindikasikan sektor basis atau leading sector. Sektor basis ialah sektor yang tingkat spesialisasinya lebih tinggi daripada tingkat wilayah yang lebih luas. Perhitungan ini menggunakan persamaan :

Dimana: Si : pangsa sektor i

II-2

(Si ni ) LQ = (S n )
1. Pertumbuhan ekonomi nasional (national growth effect); pengaruh pertumbuhan ekonomi

Dimana: Si = Jumlah variabel kegiatan i di daerah penelitian. ni = Jumlah variabel kegiatan i di daerah yang lebih luas. S = Jumlah seluruh variabel kegiatan di daerah penelitian. n = Jumlah seluruh variabel kegiatan di daerah yang lebih luas. Variabel yang dibandingkan dalam perhitungan ini pada umumnya adalah kontribusi dalam PDRB, jumlah lapangan pekerjaan ataupun jumlah tenaga kerja. Kisaran nilai LQ :

nasional terhadap daerah


2. Pergeseran proporsi (proportional shift); mengukur perubahan relatif (naik/turun) suatu

sektor daerah thd sektor yg sama di tingkat nasional. Disebut juga pengaruh bauran industri (industry mix)
3. Pergeseran diferensial (differential shift); mengetahui seberapa kompetitif sektor tertentu

daerah dibanding nasional. Jika nilainya (+) berarti kompetitif, jika nilainya (-) tidak kompetitif. Disebut juga pengaruh keunggulan kompetitif. Formulasi Shift-share: Dampak nyata pertumbuhan ekonomi daerah: (1) Dij = Nij + Mij + Cij atau Dij = Eij* - Eij Pengaruh pertumbuhan ekonomi nasional (2) Nij = Eij X rn Pengaruh bauran industri: (3) Mij = Eij (rin rn) Pengaruh keunggulan kompetitif: (4) Cij = Eij (rij rin) Dimana: Eij Ein untuk memenuhi rij rin rn : kesempatan kerja di sektor i daerah j : kesempatan kerja di sektor i nasional : laju pertumbuhan sektor i di daerah j : laju pertumbuhan sektor i nasional : laju pertumbuhan ekonomi nasional

LQ > 1 :Jika nilai LQ > 1, berarti wilayah tersebt memiliki spesialisasi tinggi terhadap sektor yang bersangkutan (basis). Hal ini juga mengindikasikan adanya surplus produksi pada sektor yang bersangkutan, sehingga mempunyai potensi untuk di ekspor. LQ < 1 : Jika nilai LQ < 1, berarti wilayah tersebut tidak memiliki spesialisasi/spesialisasi rendah terhadap sektor yang bersangkutan (non basis). Hal ini juga mengindikasikan wilayah tersebut tidak dapat memenuhi kebutuhannya sendiri terhadap hasil produksi sektor tersebut, sehingga mempunyai kecenderungan untuk mengimpor dari daerah lain. LQ = 1 : Jika nilai LQ=1, berarti kontribusi sektor yang bersangkutan hanya dapat kebutuhan wilayah itu sendiri (self sufficient), tidak memiliki surplus produksi.

II.3.5 Teknik Analisis Shift-share II.3.6 Analisis Disparitas Pendapatan Teknik analisis Shift-share untuk menganalisis perubahan struktur ekonomi daerah relatif terhadap struktur ekonomi wilayah administratif yang lebih tinggi (propinsi atau nasional) sebagai referensi atau acuan yang bertujuan unutk menentukan kinerja atau produktivitas kerja perekonomian daerah dengan membandingkannya dengan daerah yang lebih besar. Perubahan relatif kinerja pembangunan daerah terhadap nasional dapat dilihat dari: Teknik analisis yang digunakan ialah indeks koefisien variasi Williamson guna melihat tingkat disparitas antar regional. Adapun rumusnya sebagai berikut :

II-2

R2 Y1 Y2 Dimana: Vw fi n yi : Indeks Williamson : jumlah penduduk kabupaten/kota i : jumlah penduduk propinsi : PDRB per kapita kabupaten/kota i : PDRB per kapita rata-rata propinsi Koefisien Variasi Williamson (tingkat ketimpangan) yang diperoleh terletak antara 0 sampai dengan 1, semakin mendekati nol berarti disparitas pendapatan antar daerah kabupaten/ kota semakin rendah atau dengan kata lain pertumbuhan ekonomi regional terjadi secara merata, tetapi jika koefisien variasi Williamson mendekati 1 (satu) maka disparitas pendapatan daerah kabupaten/ kota semakin tinggi serta mengindikasikan adanya pertumbuhan ekonomi regional yang tidak merata.

: Laju pertumbuhan PDRB Kabupaten atau Propinsi : PDRB per kapita Kecamatan atau Kabupaten rata-rata : PDRB per kapita Kabupaten atau Propinsi rata-rata

II.4 Metode Analisis Sarana II.4.1 Sarana Pemerintahan Dan Pelayanan Umum Yang termasuk dalam sarana pemerintahan dan pelayanan umum adalah: a. kantor-kantor pelayanan / administrasi pemerintahan dan administrasi kependudukan; b. kantor pelayanan utilitas umum dan jasa; seperti layanan air bersih (PAM), listrik (PLN), telepon, dan pos; serta c. pos-pos pelayanan keamanan dan keselamatan; seperti pos keamanan dan pos pemadam kebakaran. II.4.2 Sarana Pendidikan Dan Pembelajaran Sarana pendidikan yang diuraikan dalam standar ini hanya menyangkut bidang pendidikan yang bersifat formal / umum, yaitu meliputi tingkat prabelajar (Taman Kanak-kanak); tingkat dasar (SD/MI); tingkat menengah (SLTP/MTs dan SMU). Adapun penggolongan jenis sarana pendidikan dan pembelajaran ini meliputi:
a. taman kanak-kanak (TK), yang merupakan penyelenggaraan kegiatan belajar dan mengajar

II.3.7 Tipologi Klassen Tipologi Klassen ialah mengelompokkan suatu sektor dengan melihat pertumbuhan dan kontribusi sektor tertentu di suatu daerah. Pendapatan/ kapita (Y) Laju pertumbuhan (R) R1>R2 R1<R2 Y1>Y2 Y1<Y2

pada tingkatan pra belajar dengan lebih menekankan pada kegiatan bermain, yaitu 75%, selebihnya bersifat pengenalan;
b. sekolah

dasar

(SD),

yang

merupakan

bentuk

satuan

pendidikan

dasar

yang

Daerah maju dan Daerah tumbuh cepat berkembang cepat Daerah maju,tapi Daerah tertekan tertinggal (relatif)

menyelenggarakan program enam tahun;


c. sekolah lanjutan tingkat pertama (SLTP), yang merupakan bentuk satuan pendidikan dasar

yang menyelenggarakan proram tiga tahun sesudah sekolah dasar (SD);


d. sekolah

menengah

umum

(SMU),

yang

merupakan

satuan

pendidikan

yang

menyelenggarakan program pendidikan menengah mengutamakan perluasan pengetahuan Dimana: R1 : Laju pertumbuhan PDRB Kecamatan atau Kabupaten dan peningkatan keterampilan siswa untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang pendidikan tinggi;

II-2

e. sarana pembelajaran lain yang dapat berupa taman bacaan ataupun perpustakaan umum

2.

Sekolah Dasar

1.600

633

2.000

1,25

1.000

dengan sehingga

taman terjadi

Kebutuhan harus berdasarkan perhitungan dengan rumus 2, 3, dan 4. Dapat digabung dengan sarana pendidikan lain, mis: SD, SMP, SMA dan dalam

lingkungan, yang dibutuhkan di suatu lingkunganperumahan sebagai sarana untuk meningkatkan minat membaca, menambah ilmu pengetahuan, rekreasi serta sarana penunjang pendidikan.
3.

pengelompokan SMP 4.000 2.282 9.000 1,88 1.000 kegiatan. Dapat dijangkau dengan kendaraan umum. Disatukan 4. SMA 4.800 3.835 12.500 2,60 3.000 dengan lapangan olah raga. Tidak selalu 5. Taman Bacaan 2.500 72 150 0,09 1.000 harus di pusat lingkungan. Di tengah kelompok warga. Tidak menyeberang jalan lingkungan.
Sumber: SNI 03-0733-1989, Tata cara perencanaan kawasan perumahan kota

Tabel II.5 Kebutuhan Program Ruang Minimum No 1. Jenis Sarana Taman Kanak-kanak Program Ruang Memiliki minimum 2 ruang kelas @ 25-30 murid. Dilengkapi dengan ruang-ruang lain dan ruang 2. 3. 4. 5. Sekolah Dasar SMP SMA Taman Bacaan terbuka/ bermain 700 m Memiliki minimum 6 ruang kelas @ 40 murid. Dilengkapi dengan ruang-ruang lain dan ruang terbuka/ bermain 3000-7000 m Memiliki minimum 1 ruang baca @ 15 murid

satu komplek.

Sumber: SNI 03-0733-1989, Tata cara perencanaan kawasan perumahan kota

Tabel II.6 Kebutuhan Sarana Pendidikan dan Pembelajaran


Kebutuhan Per Jenis Sarana Jumlah Peddk Pendukung (jiwa) Satuan Sarana Luas Luas Lantai Min. (m) 216 (termas uk rumah penjaga 36 m) Lahan Min. (m) 500 0,28 Standard (m/jiwa) Kriteria Radius Pencapaian (m) 500 Di Tidak menyeberang jalan Bergabung raya. Keterangan Tingkat Pendidikan Lokasi dan Penyelesaian tengah 2 rombongan @ SMU SMP/ MTs SD/ MI Tipe Sekolah Tipe A Tipe B Tipe C Tipe A Tipe B Tipe C Tipe A Tipe B Tipe C 12 9 6 27 18 9 27 18 9

Tabel II.7 Pembakuan Tipe Tingkat Pendidikan


Rombongan Belajar Peserta Didik (siswa) 480 360 240 1.080 720 360 1.080 720 360 Lokasi Dekat dengan lokasi ruang terbuka lingkungan.

No

1.

Taman Kanakkanak

1.000

kelompok warga.

prabelajar

60 murid dapat bersatu dengan sarana lain.

Sumber: SNI 03-0733-1989, Tata cara perencanaan kawasan perumahan kota

II.4.3 Sarana Kesehatan

II-2

Sarana kesehatan berfungsi memberikan pelayanan kesehatan kesehatan kepada masyarakat, memiliki peran yang sangat strategis dalam mempercepat peningkatan derajat kesehatan masyarakat sekaligus untuk mengendalikan pertumbuhan penduduk. Dasar penyediaan sarana ini adalah didasarkan jumlah penduduk yang dilayani oleh sarana tersebut. Beberapa jenis sarana yang dibutuhkan adalah:
a. posyandu yang berfungsi memberikan pelayanan kesehatan untuk anak-anak usia balita; b. balai pengobatan warga yang berfungsi memberikan pelayanan kepada penduduk dalam

Pendekatan perencanaan yang dianut adalah dengan memperkirakan komunitas dan jenis agama serta kepercayaan dan kemudian merencanakan lokasi bengunan peribadatan secara planologis dan religius. Jenis sarana peribadatan sangat tergantung pada kondisi setempat dengan memperhatikan struktur penduduk menurut agama yang dianut, dan tata cara atau pola masyarakat setempat dalam menjalankan ibadah agamanya. Adapun jenis sarana ibadah untuk agama Islam, direncanakan sebagai berikut;
a. kelompok penduduk 250 jiwa, diperlukan musholla/langgar;

bidang kesehatan dengan titik berat terletak pada penyembuhan (currative) tanpa perawatan, berobat dan pada waktu-waktu tertentu juga untuk vaksinasi;
c. balai kesejahteraan ibu dan anak (BKIA) / Klinik Bersalin), yang berfungsi melayani ibu

baik sebelum, pada saat dan sesudah melahirkan serta melayani anak usia sampai dengan 6 tahun;
d. puskesmas dan balai pengobatan, yang berfungsi sebagai sarana pelayanan kesehatan tingkat

b. kelompok penduduk 2.500 jiwa, disediakan masjid; c. kelompok penduduk 30.000 jiwa, disediakan masjid kelurahan; dan d. kelompok penduduk 120.000 jiwa, disediakan masjid kecamatan. Untuk sarana ibadah agama lain, direncanakan sebagai berikut: a. katolik mengikuti paroki; b. hindu mengikuti adat; dan c. budha dan kristen protestan mengikuti sistem kekerabatan atau hirarki lembaga. II.4.5 Sarana Perdagangan Dan Niaga Sarana perdagangan dan niaga ini tidak selalu berdiri sendiri dan terpisah dengan bangunan sarana yang lain. Dasar penyediaan selain berdasarkan jumlah penduduk yang akan dilayaninya, sedangkan penempatan penyediaan fasilitas ini akan mempertimbangkan jangkauan radius area layanan terkait dengan kebutuhan dasar sarana yang harus dipenuhi untuk melayani pada area tertentu. Menurut skala pelayanan, penggolongan jenis sarana perdagangan dan niaga adalah:
a. toko/warung (skala pelayanan unit RT 250 penduduk), yang menjual barang-barang

pertama yang memberikan pelayanan kepada penduduk dalam penyembuhan penyakit, selain melaksanakan program pemeliharaan kesehatan dan pencegahan penyakit di wilayah kerjanya;
e. puskesmas pembantu dan balai pengobatan, yang berfungsi sebagai unit pelayanan

kesehatan sederhana yang memberikan pelayanan kesehatan terbatas dan membantu pelaksanaan kegiatan puskesmas dalam lingkup wilayah yang lebih kecil;
f. tempat praktek dokter, merupakan salah satu sarana yang memberikan pelayanan kesehatan

secara individual dan lebih dititikberatkan pada usaha penyembuhan tanpa perawatan; dan
g. apotik, berfungsi untuk melayani penduduk dalam pengadaan obat-obatan, baik untuk

penyembuhan maupun pencegahan. II.4.4 Sarana Peribadatan Fasilitas peribadatan merupakan tempat untuk menjalankan ibadah umat beragama secara berjamaah untuk memnuhi kebutuhan rohani yang perlu disediakan di lingkungan yang direncanakan sesuai dengan keputusan masyarakat penghuni lingkungan, maka kepastian tentang jenis dan jumlah fasilitas peribadatan yang akan dibangun dapat dipastikan setelah lingkungan perumahan ini dihuni selama beberapa waktu.

kebutuhan sehari-hari; b. pertokoan (skala pelayanan 6.000 penduduk), yang menjual barang-barang kebutuhan sehari-hari yang lebih lengkap dan pelayanan jasa seperti wartel, fotocopy, dan sebagainya;
c. pusat pertokoan dan atau pasar lingkungan (skala pelayanan unit kelurahan 30.000

penduduk), yang menjual keperluan sehari-hari termasuk sayur, daging, ikan, buah-buahan,

II-2

beras, tepung, bahan-bahan pakaian, pakaian, barang-barang kelontong, alat-alat pendidikan, alat-alat rumah tangga, serta pelayanan jasa seperti warnet, wartel dan sebagainya;
d. pusat perbelanjaan dan niaga (skala pelayanan unit kecamatan 120.000 penduduk), yang

Sistem Ruang Terbuka dan tata Hijau merupakan komponen rancang kawasan, yang tidak seedar terbentuk sebagai elemen tambahan atau pun elemen sisa setelah proses rancang arsitekural diselesaikan, melainkan juga diciptakan sebagai bagian integral dari suatu lingkungan yang lebih luas. Penataan sistem ruang terbuka diatur melalui pendekatan desain tata hijau yang membentuk karakter lingkungan serta memiliki peran penting baik secara ekologis, rekreatif dan estetis bagi lingkungan sekitarnya dan memiliki karakter terbuka sehingga mudah di akses sebesar-besarnya oleh publik. Komponen Penataan : 1. 2. tertentu. 3.Sistem Ruang Terbuka Privat yang dapat di akses publik 4. 5. dilindungi 6. Area Jalur Hijau, yaitu salah satu ruang terbuka hijau yang berfungsi sebagai area preservasi dan tidak dapat dibangun. Penggolongan sarana ruang terbuka hijau di lingkungan perumahan berdasarkan kapasitas pelayanannya terhadap sejumlah penduduk. Keseluruhan jenis ruang terbuka hijau tersebut adalah :
a. setiap unit RT kawasan berpenduduk 250 jiwa dibutuhkan minimal 1 untuk taman yang

selain menjual kebutuhan sehari-hari, pakaian, barang kelontong, elektronik, juga untuk pelayanan jasa perbengkelan, reparasi, unit-unit produksi yang tidak menimbulkan polusi, tempat hiburan serta kegiatan niaga lainnya seperti kantor-kantor, bank, industri kecil dan lain-lain. II.4.6 Sarana Kebudayaan Dan Rekreasi Sarana kebudayaan dan rekreasi merupakan bangunan yang dipergunakan untuk mewadahi berbagai kegiatan kebudayaan dan atau rekreasi, seperti gedung pertemuan, gedung serba guna, bioskop, gedung kesenian, dan lain-lain. Penetapan jenis/macam sarana kebudayaan dan rekreasi pada suatu daerah sangat tergantung pada kondisi setempat area tersebut, yaitu menyangkut faktor-faktor: a. b. tata kehidupan penduduknya; struktur sosial penduduknya.
a. balai warga/balai pertemuan (skala pelayanan unit RW 2.500 penduduk); b. balai serbaguna (skala pelayanan unit Kelurahan 30.000 penduduk); c. gedung pertemuan/gedung serbaguna (skala pelayanan unit kecamatan 120.000

Sistem Ruang Terbuka Umum, yaitu ruang yan karakter fisiknya Sistem Ruang Terbuka Pribadi, yaitu ruang terbuka dengan kepemilikan pihak

terbuka, bebas dan mudah di akses publik.

Sistem Pepohonan dan Tata Hijau, yaitu pola penanaman pohon yang disebar pada Bentang Alam, yaitu ruang terbuka dan terkait dengan area yang dipergunakan

ruang terbuka publik sebesar-besarnya untuk kepentingan publik dan pemanfaatannya sebagai bagian dari alam yang

Menurut lingkup pelayanannya, jenis sarana kebudayaan dan rekreasi meliputi:

penduduk);
d. bioskop (skala pelayanan unit kecamatan 120.000 penduduk).

II.4.7 Sarana Ruang Terbuka, Taman Dan Lapangan Olah Raga Ruang terbuka merupakan komponen berwawasan lingkungan, yang mempunyai arti sebagai suatu lansekap, hardscape, taman atau ruang rekreasi dalam lingkup urban. Peran dan fungsi Ruang Terbuka Hijau (RTH) ditetapkan dalam Instruksi Mendagri no. 4 tahun 1988, yang menyatakan "Ruang terbuka hijau yang populasinya didominasi oleh penghijauan baik secara alamiah atau budidaya tanaman, dalam pemanfataan dan fungsinya adalah sebagai areal berlangsungnya fungsi ekologis dan penyangga kehidupan wilayah perkotaan.

dapat memberikan kesegaran pada kota, baik udara segar maupun cahaya matahari, sekaligus tempat bermain anak-anak;
b. setiap unit RW kawasan berpenduduk 2.500 jiwa diperlukan sekurang-kurangnya satu

daerah terbuka berupa taman, di samping daerah-daerah terbuka yang telah ada pada tiap kelompok 250 penduduk sebaiknya, yang berfungsi sebagai taman tempat main anak-anak dan lapangan olah raga kegiatan olah raga;

II-2

c. setiap unit Kelurahan kawasan berpenduduk 30.000 jiwa diperlukan taman dan lapangan

II.5 Metode Analisis Prasarana II.5.1 Prasarana/ Utilitas Jaringan Jalan Lingkungan perumahan harus disediakan jaringan jalan untuk pergerakan manusia dan kendaraan, dan berfungsi sebagai akses untuk penyelamatan dalam keadaan darurat. Jenis prasarana dan utilitas pada jaringan jalan yang harus disediakan ditetapkan menurut klasifikasi jalan perumahan yang disusun berdasarkan hirarki jalan, fungsi jalan dan kelas kawasan/lingkungan perumahan.

olahraga untuk melayani kebutuhan kegiatan penduduk di area terbuka, seperti pertandingan olah raga, upacara serta kegiatan lainnya;
d. setiap

unit Kecamatan kawasan berpenduduk 120.000 jiwa, harus memiliki

sekurangkurangnya 1 (satu) lapangan hijau terbuka yang berfungsi sebagai tempat pertandingan olah raga (tenis lapangan, bola basket dan lain-lain), upacara serta kegiatan lainnya yang membutuhkan tempat yang luas dan terbuka;
e. setiap unit Kecamatan kawasan berpenduduk 120.000 jiwa, harus memiliki sekurang-

kurangnya 1 (satu) ruang terbuka yang berfungsi sebagai kuburan/pemakaman umum; dan II.4.8 Sarana Perumahan Menurut Pedoman Perencanaan Lingkungan Permukiman Kota (1983), perumahan adalah sebagai salah satu sarana hunian yang sangat erat kaitannya dengan tata cara kehidupan masyarakat. Lingkungan perumahan merupakan suatu daerah hunian yang perlu dilindungi dari gangguan-gangguan, seperti ; gangguan udara, kotoran udara, bau dan lain-lain. Sehingga daerah perumahan harus bebas dari gangguan tersebut dan harus aman serta mudah mencapai pusat-pusat pelayanan serta tempat kerja. Berikut merupakan standar & kebutuhan sarana perumahan rakyat :

Tabel II.8 Standar Pengadaan Fasilitas Permukiman Jenis Unit Rumah Sedang 1. Rumah untuk satu/ dua keluarga a. Rumah terpisah : 1 keluarga b. Rumah Kopel : 2 keluarga 2. Rumah untuk banyak keluarga a. 2 tingkat b. 3 tingkat c. 6 tingkat 12 40 62 100 162 Jumlah Rumah/Ha Maksimal 17 47 75 112 187

Sumber: Chapin, Tata Guna Tanah dalam Perencanaan Desa, Perkotaan dan Wilayah

Gambar II.1

II-2

Bagian-bagian Jalan dan Klasifikasi Potongan Jalan Menurut Undang-undang Nomor 13 Tahun 1980 dan Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 1985, jalan adalah prasarana perhubungan darat dalam bentuk apapun, meliputi segala bagian jalan termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas. Jalan mempunyai suatu sistem jaringan jalan yang mengikat dan menghubungkan pusat-pusat pertumbuhan dengan wilayah yang berada dalam suatu hubungan hirarki. Berdasarkan Keputusan Menteri Pekerjaan Umum No 20/KPTS/1986, jalan adalah suatu prasarana perhubungan darat dalam bentuk apapun meliputi segala bagiannya termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang mempunyai fungsi dan peranan sebagai berikut : a. Jalan Lokal Sekunder I Merupakan jalan yang ada di dalam lingkungan perumahan dan terdiri dari 2 jenis, yaitu: - Jalan setapak, adalah jalan yang diperuntukkan bagi pejalan kaki (jalan setapak) dan kendaraan beroda dua dengan lebar jalan minimum 2 m, maksimum 3,5 m. Jalan kendaraan, adalah jalan yang diperuntukkan begi kendaraan bermotor beroda dua dan tiga, serta dimungkinkan begi kendaraan beroda empat dengan lebar badan jalan minimum 3,5 m dan maksimum 5 m. b. Jalan Lokal Sekunder II Merupakan suatu jalan yang diperuntukkan bagi kendaraan beroda tiga atau lebih dengan lebar jalan tidak kurang dari 5 m. c. Jalan Kolektor Sekunder

Fungsi Aktivitas Utama Arteri 1. Pergerakan cepat

Peranan Jalan Kolektor 1. Perjalanan jarak sedang Lokal 1. Pergerakan kendaraan dekat awal/akhir perjalanan 2. Tempat henti angkutan umum

2. Perjalanan jauh 3. Tidak ada pejalan kaki dan akses langsung

2. Menuju ke jaringan primer 3. Pelayanan angkutan umum 4. Lalu lintas terus menerus memperhatikan kondisi lingkungan sekitar

Pergerakan Pejalan Kaki

Tidak ada kecuali diberi pemisah secara vertikal Sesuai untuk semua kendaraan berat, khususnya perjalanan menerus Tidak ada, dipisahkan dari jaringan untuk kepentingan lalu lintas nasional/regional Sangat kecil, pengaturan jarak persimpangan akan membatasi pergerakan lokal

Aktivitas Kendaraan Berat Angkutan Barang Akses Kendaraan ke Individual Pemilikan (Tata Guna Lahan)

Aktivitas pejalan kaki dibatasi dengan memperhatikan aspek keselamatan Perjalanan menerus diminimalkan

Penyeberangan dikontrol dengan kanalisasi (zebra cross) Perjalanan menerus diminimalkan

Tidak ada, terpisah dari pusat kegiatan utama

Beberapa menuju ke pusat kegiatan yang penting

Pergerakan Lalu Lintas Lokal

1. Beberapa, hanya beberapa lokasi yang dilayani

Aktivitas utama

2. Pengaturan jarak persimpangan Pergerakan Lalu Lintas Menerus Kecepatan Kendaraan/Batas Kendaraan Fungsi utama untuk lalu lintas jarak jauh Lebih dari 40 mil/jam tergantung pada geometrik jalan Fungsi utama untuk lalu lintas jarak sedang 1. Berkisar antara 30 - 40 mil/jam 2. Ada pengurangan kecepatan pada daerah padat Tidak ada 1. Dibatasi 30 mil/jam 2. Pengurangan kecepatan dengan pengaturan layout jalan

Merupakan jalan yang menghubungkan antara lingkungan perumahan didesain berdasarkan kecepatan rencana minimum 20 Km/jam dengan lebar badan jalan minimum 7 m. d. Jalan Arteri Sekunder Merupakan jalan yang menghubungkan antara kawasan perumahan dan didesain berdasarkan kecepatan minimum 30 km/jam, dengan lebar badan jalan minimum 8m. Tabel II.9 Hirarki Jalan Berdasarkan Fungsinya

Sumber: Apresiasi Teknik Analisis dalam Penyusunan Rencana Tata Ruang

II.5.2 Prasarana/ Utilitas Jaringan Drainase

II-2

Jaringan drainase adalah prasarana yang berfungsi mengalirkan air permukaan ke badan penerima air dan atau ke bangunan resapan buatan, yang harus disediakan pada lingkungan perumahan di perkotaan. Menurut Keputusan Menteri Pekerjaan Umum No 20/KPTS/1986, setiap lingkungan harus dilengkapi dengan sistem pembuangan air hujan yang mempunyai kapasitas tampung yang cukup sehingga lingkungan bebas dari genangan air. Saluran pembuangan air hujan (drainase) harus direncanakan berdasarkan frekuensi intensitas curah hujan 5 tahunan dan daya serap tanah. Drainase adalah prasarana yang berfungsi mengalirkan air permukaan ke badan air dan atau ke bangunan resapan air. Sistem drainase mengatur pengelolaan pembuangan atau pengaliran air hujan. Caranya adalah dengan pembuatan saluran yang dapat menampung air hujan yang mengalir di permukaan tanah tersebut. Sistem saluran di atas selanjutnya dialirkan ke sistem yang lebih besar. Sistem yang paling kecil juga dihubungkan dengan saluran rumah tangga, sistem bangunan infrastruktur lainnya. Apabila cukup banyak limbah cair yang berada dalam saluran tersebut, maka limbah cair tersebut memerlukan pengolahan. Fungsi drainase adalah : a. b. c. d. Membebaskan suatu wilayah (terutama yang padat permukiman) dari genangan air, erosi Memperkecil resiko kesehatan lingkungan misalnya bebas malaria/demam berdarah dan Kegunaan tanah permukiman padat akan menjadi lebih baik karena terhindar dari Dengan sistem yang baik tata guna lahan dapat dioptimalkan dan juga memperkecil dan banjir penyakit lainnya (jika alirannya lancar). kelembaban.

yang termasuk dalam sistem drainase mikro adalah saluran di sepanjang sisi jalan, saluran/selokan air hujan di sekitar bangunan, gorong-gorong, dsb. Sistem drainase untuk lingkngan permukiman lebih cenderung sebagai sistem drainase mikro. Dari segi konstruksinya sistem saluran drainase mikro dapat dibedakan atas 2 bagian yaitu : sistem saluran terbuka dan sistem saluran tertutup. Komponen-komponen yang perlu diamati dalam menganalisis prasarana drainase, yaitu : a. Fisik dasar : kemiringan wilayah, sifat fisik tanah dan batuan, pola aliran permukaan dan curah hujan. b. Keadaan penduduk : jumlah, pertambahan, struktur, kepadatan, dan sebarannya. c. Daerah terbangun : kepadatan bangunan. d. Sistem drainase wilayah yang ada. II.5.3 Prasarana/ Utilitas Jaringan Air Bersih Pembangunan sarana dan prasarana air bersih untuk menyediakan air bersih bagi masyarakat guna meningkatkan kesejahteraannya dan juga untuk memenuhi kebutuhan yang mempunyai nilai strategis. Penyediaan dan pengelolaan air bersih harus dapat menunjang perkembangan di suatu kawasan, selain itu pelayanan air bersih harus meluas hingga ke kelompok yang berpenghasilan rendah dan daerah-daerah terpencil yang sulit air.Sistem pengelolaan air bersih adalah melalui proses sebagai berikut : a. Eksplorasi sumber daya air b. Pengelolaan (treatment) c. Penampungan (storage) d. Transmisi e. Jaringan distribusi ke pelanggan. Penentuan jaringan air bersih yang diperlukan harus mempertimbangkan berbagai faktor, yaitu : a. b. c. d. Jenis letak dan lokasi sumber air Lokasi dan sebaran daerah pelayanan Keadaan topografi pada sumber air di daerah pelayanan Sistem pengaliran

kerusakan-kerusakan struktur tanah untuk jalan dan bangunan-bangunan lainnya. Sistem jaringan drainase dibagi atas 2 bagian, yaitu :
a.

Sistem drainase mayor, yaitu sistem saluran atau badan air yang

menampung dan mengalirkan air dari suatu daerah tangkapan air hujan (catchment area). Biasanya sistem ini menampung aliran yang berskala luas dan besar sehingga disebut juga sebagai saluran pembuangan utama. b. Sistem drainase mikro, yaitu sistem saluran dan bangunan pelengkap drainase yang menampung dan mengalirkan air dari daerah tangkapan hujan. Secara keseluruhan

II-2

e.

Kualitas air baku

Analisis persampahan dilakukan terhadap banyaknya produksi sampah wilayah, tingkat pelayanan dan kapasitas sarana persampahan. Untuk menghitung dan memperkirakan volume atau produksi sampah berdasarkan jumlah penduduk dan asumsi produksi sampah yang dihasilkan. Sumber sampah secara umum dikategorikan menjadi sepuluh sumber, yaitu : 1. Rumah tangga 2. Perdagangan (komersial) 3. Pasar 4. Industri 5. Kesehatan (termasuk rumah sakit) 6. Pendidikan (sekolah) 7. Perkantoran (institusional) 8. Fasilitas umum lainnya 9. Jalan dan selokan 10. Taman kota Tingkat pelayanan persampahan ditinjau dalam tiga aspek, yaitu strategi pelayanan, frekuensi pelayanan menyangkut pencapaian keseimbangan pelayanan dilihat dari segi kepentingan sanitasi dan ekonomi, kuantitas pelayanan serta kualitas pelayanan. Frekuensi pelayanan didasarkan pada skala prioritas daerah pelayanan yaitu : a. Wilayah dengan pelayanan intensif : pusat kota, jalan protocol, hutan kota, kawasan permukiman tidak teratur dan kawasan perdagangan b. Wilayah dengan pelayanan menengah : permukiman teratur, komplek pendidikan, perkantoran, kesehatan, dan industri c. Wilayah dengan pelayanan rendah : wilayah pinngir kota II.5.6 Prasarana/ Utilitas Jaringan Listrik

II.5.4 Prasarana/ Utilitas Jaringan Air Limbah Jenis-jenis elemen perencanaan pada jaringan air limbah yang harus disediakan pada lingkungan perumahan di perkotaan adalah: a. b. c. septik tank; bidang resapan; dan jaringan pemipaan air limbah. Lingkungan perumahan harus dilengkapi dengan sistem pembuangan air limbah yang memenuhi ketentuan perencanaan plambing yang berlaku. Apabila kemungkinan membuat tangki septik tidak ada, maka lingkungan perumahan harus dilengkapi dengan sistem pembuangan air limbah lingkungan atau harus dapat disambung pada sistem pembuangan air limbah kota atau dengan cara pengolahan lain. Apabila tidak memungkinkan untuk membuat bidang resapan pada setiap rumah, maka harus dibuat bidang resapan bersama yang dapat melayani beberapa rumah. II.5.5 Prasarana/ Utilitas Jaringan Persampahan Sampah adalah limbah atau bungan yang bersifat padat, setengah padat yang merupakan hasil sampingan dari kegiatan perkotaan atau siklus kehidupan manusia, hewan maupun tumbuhan. Sampah ini terdiri sampah organik dan sampah anorganik. Tujuan pembangunansarana dan prasarana persampahan adalah untuk meningkatkan mutu kualitas lingkungan permukiman dan juga untuk menyediakan tempat sampah yang perencanaan dan pengelolaannya merupakan suatu sistem yang dapat dipertanggungjawabkan, mudah dipahami dan siap diterapkan secara bertahap sesuai kemampuan Pemerintah Daerah. Untuk peningkatan pembangunan persampahan banyak hal yang harus ditinjau diantaranya operasional pengumpulan, pengangkutan dan pembuangan akhir serta peralatan yang dipergunakan. Di samping itu juga yang sangat berperan adalah masalah aspek organisasi dan manajemen di dalam pengelolaannya, aspek hukum dan pengaturan aspek pembiayaan dan retribusi serta aspek peran serta masyarakat. Sistem pengelolaan sampah adalah dengan kegiatan pengumpulan, pengangkutan dan pewadahan. Tempat pembuangannya berupa tempat pembuangan sementara dan tempat pembuangan akhir.

II-2

Menurut Munirdi (2000), setiap perencanaan dan pelaksanaan prasarana jaringan listrik untuk lingkungan suatu wilayah maupun kota, harus memperhatikan ketentuan sebagai berikut: a. b. c. Setiap unit kediaman harus mendapat daya listrik dalam batas tertentu, minimum untuk keperluan penerangan. Dapat dilaksanakan sesuai dengan kecocokan lingkungan Dalam hal perencanaan dan pelaksanaan, instalasi listrik harus sesuai dengan Peraturan Umum Instalasi Listrik (PUIL) tahun 1997 pasal 401-419 dan Peraturan Instalasi Listrik tahun 1998 serta syarat-syarat penyambungan listrik tahun 1979. d. e. Sumber daya listrik Jaringan Listrik dan Penerangan Jalan Umum.

4) 5)

adapun penerangan jalan dengan memiliki kuat penerangan 500 lux dengan tinggi > 5 meter dari muka tanah; sedangkan untuk daerah di bawah tegangan tinggi sebaiknya tidak dimanfaatkan untuk tempat tinggal atau kegiatan lain yang bersifat permanen karena akan membahayakan keselamatan;

II.5.7 Prasarana/ Utilitas Jaringan Telepon Jaringan telepon adalah rangkaian perangkat atau sekelompok alat telekomunikasi dan kelengkapannya yang digunakan dalam rangka bertelekomunikasi, sedangkan telekomunikasi itu sendiri adalah setiap alat pemancaran, pengiriman atau penerimaan setiap jenis tanda, gambar, suara dan informasi dalam bentuk apapun melalui sistem kawat optik, radio atau sistem elektro magnetik lainnya. Jaringan telepon merupakan jaringan yang mempunyai pola divergent (menyebar) seperti jaringan air bersih. Jumlah dan jangkauan fasilitas ini ditentukan oleh kapasitas induk jaringan, yang dikenal sebagai STO (Sentral Telepon Otomat). Semakin besar kapasitas STO, semakin banyak pelanggan yang dapat dilayani. Dari STO, pelayanan didistribusikan pada instansi Box Utama (Main Box), Box Ke-dua (Secondary Box) baru ke pelanggan.

Disamping itu ada beberapa yang harus diperhatikan dalam perencanaan jaringan listrik yaitu : a. b. c. d. Laju dan distribusi pertambahan penduduk Perkiraan besar dan distribusi investasi Arah kebijak nasional kelistrikan Kapasitas pemerintah daerah dalam menghimpun sumber daya untuk membangkitkan permintaan daya listrik pada suatu area. Beberapa persyaratan, kriteria dan kebutuhan yang harus dipenuhi adalah: a. Penyediaan kebutuhan daya listrik 1) 2) setiap lingkungan perumahan harus mendapatkan daya listrik dari PLN atau dari sumber lain; dan setiap unit rumah tangga harus dapat dilayani daya listrik minimum 450 VA per jiwa dan untuk sarana lingkungan sebesar 40% dari total kebutuhan rumah tangga. b. Penyediaan jaringan listrik 1) 2) 3) disediakan jaringan listrik lingkungan dengan mengikuti hirarki pelayanan, dimana besar pasokannya telah diprediksikan berdasarkan jumlah unit hunian yang mengisi blok siap bangun; disediakan tiang listrik sebagai penerangan jalan yang ditempatkan pada area damija (daerah milik jalan) pada sisi jalur hijau yang tidak menghalangi sirkulasi pejalan kaki di trotoar; disediakan gardu listrik untuk setiap 200 KVA daya listrik yang ditempatkan pada lahan yang bebas dari kegiatan umum;

II.5.8 Prasarana/ Utilitas Jaringan Transportasi Lokal Manusia melakukan mobilitas dalam kehidupan sehari-harinya baik mobilitas jarak dekat maupun jarak jauh. Kebutuhan para pelajar untuk mencapai sekolah, kebutuhan seseorang untuk mencapai tempat kerja bahkan untuk bepergian keluar kota. Kebutuhan manusia tersebut membuat suatu hal yang disebut dengan transportasi. Transportasi merupakan salah satu sektor kegiatan yang sangat penting di kota., karena berkaitan dengan kebutuhan setiap orang yang ada di kota tersebut. Transportasi dikatakan baik apabila pertama, waktu perjalanan cukup cepat, tidak mengalami kemacetan. Ke-dua, frekuensi pelayanan cukup. Ke-tiga, aman (bebas dari kemungkinan kecelakaan) dan kondisi pelayanan yang nyaman. Salah satu faktor yang mendukung hal tersebut adalah kondisi sarana (kendaraan) dan prasarana (jalan) serta sistem jaringannya. Jaringan Jalan sebagai prasarana transportasi utama mempunyai peran penting dalam sistem transportasi kota. Berkembangnya suatu wilayah sangat dipengaruhi oleh adanya kemudahan pencapaian (aksesbilitas) dari suatu tempat ke tempat kegiatan lainnya. (Pola jaringan jalan terdapat dalam pembahasan selanjutya pada prasarana jaringan jalan). Jaringan transportasi meliputi: a. Penyediaan jaringan sirkulasi kendaraan pribadi dan kendaraan umum berikut terminal/ tempat pemberhentian lainnya.

II-2

b. Penyediaan jaringan sirkulasi pedestrian. c. Penyediaan jaringan parkir.

II-2

Anda mungkin juga menyukai