Anda di halaman 1dari 7

BADAN NARKOTIKA NASIONAL REPUBLIK INDONESIA

SEJARAH KELEMBAGAAN

BADAN NARKOTIKA NASIONAL REPUBLIK INDONESIA


SEBAGAI FOCAL POINT PENCEGAHAN PEMBERANTASAN PENYALAHGUNAAN DAN PEREDARAN GELAP NARKOBA (P4GN) DI INDONESIA

I.

PENDAHULUAN Penyalahgunaan narkoba bersifat Borderless, artinya penyalahgunaan Narkoba dapat terjadi pada siapa saja, baik pria atau wanita, baik tua maupun muda, kaya atau miskin, baik pejabat maupun bukan. Bagi sebagian orang atau elemen masyarakat tertentu, penyalahgunan dan peredaran gelap memiliki nilai bisnis yang tinggi, oleh karenanya permasalahan narkoba terus berkembang dari tahun ke tahun. Trend perkembangan penyalahgunaan narkoba di Indonesia, dari Negara transit dan konsumen untuk ekstasi (MDMA) dan shabu (MA), Indonesia kini sudah menjadi produsen besar untuk ekstasi dan shabu, sejak diungkapkan laboratorium / pabrik gelap nomor 1 terbesar di dunia pada tahun 2002, kemudian disusul dengan laboratorium / pabrik gelap nomor 3 terbesar di dunia pada tahun 2005, disamping laboratorium gelap lainnya yang juga cukup besar dan untuk tahun 2006/2007 saja dapat diungkap + 22 laboratorium gelap berskala home industri yang omzetnya cukup mencengangkan. Sesuai hasil dari kasus-kasus yang diungkapkan Polri dan Satgas BNN, sindikat / organisasi kriminal yang terlibat dalam kejahatan narkoba adalah sebagai-berikut : 1. 2. 3. Sindikat Ganja Sindikat Heroin (Putaw) Sindikat Kokain - terdiri atas Indonesia. jaringan orang-orang

- terdiri atas jaringan orang-orang Nigeria dan Afrika lainnya. - terdiri atas jaringan orang-orang Nigeria dan Afrika lainnya.

Sejarah Kelembagaan BNN dari Bakolak Inpres, BKNN, BNN hingga UU 35/2009 tentang Narkotika

4.

Sindikat Ekstasi dan Shabu

- terdiri atas jaringan orang-orang Cina Asing dan Cina Indonesia.

Sindikat-sindikat tersebut diatas, ibarat binatang liar dan buas, telah memangsa kira-kira 3,6 juta manusia Indonesia yang berada di kota-kota, bahkan sudah sampai ke desa-desa, baik yang bekerja, di Perguruan Tinggi, juga sampai Sekolah Dasar. Sindikat-sindikat menjadi sangat kaya, sedangkan rakyat Indonesia menderita. Melihat perkembangan permasalahan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba di tanah air yang merisaukan tersebut, yang merupakan acaman serius terhadap kelangsungan hidup dan masa depan bangsa, maka dalam penanganannya perlu perhatian dan tindakan yang sungguh-sungguh dari semua pihak, baik pihak pemerintah maupun non pemerintah dari semua unsur masyarakat. Hal ini apabila tidak segera ditanggulangi secara seksama, dapat dipastikan banyak anggota masyarakat kita, khususnya generasi muda akan terjerat dengan masalah penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba ini, sehingga dapat dimungkinkan akan terjadi sesuatu yg sangat tidak kita inginkan yaitu terjadinya LOST GENERATION. II. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MARAKNYA PENYALAHGUNAAN DAN PEREDARAN GELAP NARKOBA DI INDONESIA 1. Kondisi Umum Indonesia : a. Faktor Geografi : negara Indonesia adalah negara kepulauan yang terletak pada posisi silang dengan berbagai negara atau benua, terdiri dari + 17.500 pulau dengan panjang pantai + 85.000 km, sehingga sangat rentan dan mudah terjadinya penyelundupan bagi sindikat kejahatan narkoba. Faktor Demografi : jumlah penduduk Indonesia yang demikian besar yaitu + 220 juta jiwa (40%-nya generasi muda) dan majemuk, menjadikan tempat pemasaran yang sangat menjanjikan. Faktor Ekonomi : sampai saat ini kondisi ekonomi Indonesia masih lemah/belum stabil akibat krisis moneter, harga-harga bahan pokok melonjak tajam, permasalahan hidup semakin rumit menjadikan penyalahgunaan narkoba sebagai salah satu pelarian, bisnis jalan pintas untuk meraih keuntungan yang sebesar-besarnya. Faktor Sosial & Pendidikan : SDM rendah, rendahnya moralitas terhadap agama, keluarga yang tidak harmonis serta lingkungan yang tidak mendukung ke arah yang lebih baik. Hal ini menyebabkan dampak sosial & pendidikan yang sangat besar dan menjadi pengaruh buruk terhadap kehidupan sosial budaya masyarakat dan dunia pendidikan. Faktor Penegakan Hukum : pemberian sanksi tidak maksimal sehingga tidak menimbulkan efek jera, kualitas sumber daya manusia bagi aparat penegak hukum yang rendah, sarana dan prasarana yang masih terbatas bahkan kurang memadai serta budaya hukum masyarakat (kurang sadar hukum). Faktor Ilmu Pengetahuan dan Teknologi : kemajuan teknologi telekomunikasi & transportasi berkembang sangat pesat berakibat memudahkan terjadinya transaksi narkoba.

b.

c.

d.

e.

f.

2.

Situasi Umum Indonesia :

Sejarah Kelembagaan BNN dari Bakolak Inpres, BKNN, BNN hingga UU 35/2009 tentang Narkotika

a.

Banyaknya pintu masuk atau entry point yang masih kurang terawasi : ada 22 airport yang memfasilitasi penerbangan dari dan ke Luar Negeri antara lain : Bandara Soekarno-Hatta-Jakarta, Polonia-Medan, Ngurahrai-Bali, Samratulangi-Menado, Adi SuciptoYogyakarta dan lain-lain. Ada 39 titik pelabuhan internasional, termasuk pelabuhan Container, dan disinyalir masuknya narkoba yang sangat besar justru melalui laut atau pelabuhan laut.

b.

Wilayah peredaran gelap narkoba yang sudah masuk sampai ke pelosok desa. penggunaan jarum suntik yang tidak steril dan hubungan sex bebas diantara pengguna jarum suntik, maupun dengan Wanita Penjaja Sex.

c. Timbul dampak buruk HIV/AIDS, Hepatitis B & C, akibat pertukaran

d.

Timbul kejahatan-kejahatan dengan kekerasan yang diakibatkan penyalahgunaan narkoba, sehingga menimbulkan keresahan masyarakat.

III.

KELEMBAGAAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL Dalam rangka upaya penanggulangan kejahatan narkoba, perlunya penguatan kelembagaan yang diatur dalam Undang-undang Narkotika dan Psikotropika. Dalam kaitannya dengan penguatan kelembagaan tersebut dan sejalan dengan perubahan struktur organisasi di lingkungan Pemerintah, yaitu sejak Bakolak Inpres, BKNN sampai BNN. 1. Periode Pertama (1971-1999) Indonesia sejak tahun 1971 telah melaksanakan tindakan-tindakan yang bertujuan menanggulangi bahaya Narkotika, kala itu Pemerintahan Soeharto mengantisipasi dengan menerbitkan Instruksi Presiden Nomor : 6/1971 yang menginstruksikan kepada Kabakin untuk mendirikan Badan Koordinasi, Bakolak Inspres 6/1971 yang menangani 6 masalah Nasional yaitu :

a. b. c. d. e. f.
2.

Pemberantasan uang palsu. Penanggulangan penyalahgunaan narkoba. Penanggulangan penyelundupan. Penanggulangan kenakalan remaja. Penanggulangan subversi. Pengawasan orang asing.

Periode Kedua (1999-2002) Dengan berkembangnya permasalahan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkoba yang semakin meningkat dan berdasarkan amanat UndangUndang Nomor 22 tahun 1997 tentang Narkotika Pasal 54, maka pada tahun 1999 pemerintah Indonesia membentuk Lembaga baru melalui Keppres Nomor 116 tahun 1999 yaitu Badan Koordinasi Narkotika Nasional (BKNN) dengan tugas pokok menetapkan kebijaksanaan dan strategi serta mengkoordinasikan semua lembaga Departemen-Non Departemen. Pada periode ini dirasakan struktur organisasi belum berjalan dengan baik dan koordinasi hanya sebatas administrasi sedang operasionalisasi masih sporadis dan sektoral pada masing-masing anggota departemen/lembaga BNN.

Sejarah Kelembagaan BNN dari Bakolak Inpres, BKNN, BNN hingga UU 35/2009 tentang Narkotika

3.

Periode Ketiga (2002-2007) Karena lembaga yang ada hanya bersifat koordinatif dan administratif, maka dinilai kurang efektif sehingga memerlukan lembaga yang lebih operasional. Untuk itu berdasarkan Keppres Nomor 17 Tahun 2002 Badan Koordinasi Narkotika Nasional (BKNN) diubah menjadi Badan Narkotika Nasional (BNN) dengan memiliki 25 Anggota dari Departemen serta lembaga pemerintah terkait dengan Kapolri Selaku ketua Ex Officio yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden. Tugas pokoknya adalah mengkoordinasikan instansi pemerintah terkait dalam menyusun kebijaksanaan dan pelaksanaan di bidang ketersediaan dan P4GN serta melaksanakan P4GN dengan membentuk satgas-satgas yang bersifat operasional. Sejak perubahan status kelembagaan menjadi BNN pada tahun 2002 maka Polri secara khusus telah memper-bantukan 1 (satu) Direktorat yaitu Direktorat IV Narkoba Bareskrim Polri untuk mendukung tugas operasional dibawah kendali BNN. Di samping itu BNN pun sudah diakui sebagai focal point untuk masalah narkoba oleh badan-badan Internasional/dunia. Sesuai dengan Surat Kapolri Nomor : B/3345/XII/2004 tanggal 10 Desember 2004 tentang BNN, BNP dan BNK sebagai focal point permasalahan narkoba, maka secara langsung Polri memiliki peran yang sangat vital di dalam kegiatan memberikan dukungan kepada BNP dan BNK mengingat Polri adalah institusi yang memiliki fungsi penegakan hukum.

4.

Periode Ke-Empat (2007-2009 Oktober) Dalam menyikapi perkembangan kasus serta permasalahan narkoba yang semakin meningkat sehingga membutuhkan penanganan yang lebih komprehensif yang menuntut pengembangan organisasi secara proporsional di pusat dan daerah. Untuk itu Badan Narkotika Nasional (BNN) diubah, diperluas dan dipertegas berdasarkan Perpres Nomor 83 Tahun 2007 tentang Badan Narkotika Nasional (BNN), Badan Narkotika Provinsi (BNP) dan Badan Narkotika Kabupaten/Kota yang telah ditetapkan di Jakarta pada tanggal 23 Juli 2007 oleh Presiden RI DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO, dengan memiliki 28 Anggota dari Departemen serta lembaga pemerintah terkait.

5.

Periode Ke-Lima (2009-sekarang) Untuk lebih mengefektifkan pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika, diatur mengenai penguatan kelembagaan yang sudah ada yaitu Badan Narkotika Nasional (BNN). BNN tersebut didasarkan pada Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2007 tentang Badan Narkotika Nasional, Badan Narkotika Provinsi, dan Badan Narkotika Kabupaten/Kota. BNN tersebut merupakan lembaga non struktural yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden, yang hanya mempunyai tugas dan fungsi melakukan koordinasi. Dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika tanggal 12 Okrober 2009 ini, BNN tersebut ditingkatkan menjadi lembaga pemerintah nonkementerian (LPNK) dan diperkuat kewenangannya untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan. BNN berkedudukan di bawah Presiden dan bertanggung jawab kepada Presiden. Selain itu, BNN juga mempunyai perwakilan di daerah provinsi dan kabupaten/kota sebagai instansi vertikal, yakni BNN provinsi dan BNN kabupaten/kota. Untuk lebih memperkuat kelembagaan, diatur pula mengenai seluruh harta kekayaan atau harta benda yang merupakan hasil tindak pidana Narkotika dan Prekursor Narkotika dan tindak pidana pencucian uang dari tindak pidana Narkotika dan Prekursor Narkotika berdasarkan putusan

Sejarah Kelembagaan BNN dari Bakolak Inpres, BKNN, BNN hingga UU 35/2009 tentang Narkotika

pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dirampas untuk negara dan digunakan untuk kepentingan pelaksanaan pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika dan upaya rehabilitasi medis dan sosial. Kedudukan dan Tempat Kedudukan Dalam rangka pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika, dengan UndangUndang ini dibentuk Badan Narkotika Nasional, yang selanjutnya disingkat BNN. BNN merupakan lembaga pemerintah nonkementerian yang berkedudukan di bawah Presiden dan bertanggung jawab kepada Presiden. BNN berkedudukan di ibukota negara dengan wilayah kerja meliputi seluruh wilayah Negara Republik Indonesia. BNN mempunyai perwakilan di daerah provinsi dan kabupaten/kota. BNN provinsi berkedudukan di ibukota provinsi dan BNN kabupaten/kota berkedudukan di ibukota kabupaten/kota. BNN provinsi vertikal. dan BNN kabupaten/kota merupakan instansi

BNN dipimpin oleh seorang kepala dan dibantu oleh seorang sekretaris utama dan beberapa deputi. Deputi membidangi urusan : a. b. c. d. e. bidang pencegahan; bidang pemberantasan; bidang rehabilitasi; bidang hukum dan kerja sama; dan bidang pemberdayaan masyarakat.

Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala BNN diangkat dan diberhentikan oleh Presiden. Tugas dan Wewenang BNN mempunyai tugas : a. b. c. d. e. f. menyusun dan melaksanakan kebijakan nasional mengenai pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika; mencegah dan memberantas penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika; berkoordinasi dengan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika; meningkatkan kemampuan lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial pecandu Narkotika, baik yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun masyarakat; memberdayakan masyarakat dalam pencegahan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika; memantau, mengarahkan, dan meningkatkan kegiatan masyarakat dalam pencegahan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika;

Sejarah Kelembagaan BNN dari Bakolak Inpres, BKNN, BNN hingga UU 35/2009 tentang Narkotika

g. h. i. j.

melakukan kerja sama bilateral dan multilateral, baik regional maupun internasional, guna mencegah dan memberantas peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika; mengembangkan laboratorium Narkotika dan Prekursor Narkotika; melaksanakan administrasi penyelidikan dan penyidikan terhadap perkara penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika; dan membuat laporan tahunan mengenai pelaksanaan tugas dan wewenang.

Dalam melaksanakan tugas pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika, BNN berwenang melakukan penyelidikan dan penyidikan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika. Penyidikan, Penuntutan, Dan Pemeriksaan Di Sidang Pengadilan Dalam rangka melakukan penyidikan, penyidik BNN berwenang :

a.
b. c. d.

e.
f. g. h. i. j.

k. l. m. n.
o.

p. q.

melakukan penyelidikan atas kebenaran laporan serta keterangan tentang adanya penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika; memeriksa orang atau korporasi yang diduga melakukan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika; memanggil orang untuk didengar keterangannya sebagai saksi; menyuruh berhenti orang yang diduga melakukan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika serta memeriksa tanda pengenal diri tersangka; memeriksa, menggeledah, dan menyita barang bukti tindak pidana dalam penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika; memeriksa surat dan/atau dokumen lain tentang penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika; menangkap dan menahan orang yang diduga melakukan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika; melakukan interdiksi terhadap peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika di seluruh wilayah juridiksi nasional; melakukan penyadapan yang terkait dengan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika setelah terdapat bukti awal yang cukup; melakukan teknik penyidikan pembelian terselubung dan penyerahan di bawah pengawasan; memusnahkan Narkotika dan Prekursor Narkotika; melakukan tes urine, tes darah, tes rambut, tes asam dioksiribonukleat (DNA), dan/atau tes bagian tubuh lainnya; mengambil sidik jari dan memotret tersangka; melakukan pemindaian terhadap orang, barang, binatang, dan tanaman; membuka dan memeriksa setiap barang kiriman melalui pos dan alatalat perhubungan lainnya yang diduga mempunyai hubungan dengan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika; melakukan penyegelan terhadap Narkotika dan Prekursor Narkotika yang disita; melakukan uji laboratorium terhadap sampel dan barang bukti Narkotika dan Prekursor Narkotika;

Sejarah Kelembagaan BNN dari Bakolak Inpres, BKNN, BNN hingga UU 35/2009 tentang Narkotika

r. s.

meminta bantuan tenaga ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan tugas penyidikan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika; dan menghentikan penyidikan apabila tidak cukup bukti adanya dugaan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika.

Penyidik BNN, juga berwenang :

a.
b.

c. d.
e. f. g.

h.

mengajukan langsung berkas perkara, tersangka, dan barang bukti, termasuk harta kekayaan yang disita kepada jaksa penuntut umum; memerintahkan kepada pihak bank atau lembaga keuangan lainnya untuk memblokir rekening yang diduga dari hasil penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika milik tersangka atau pihak lain yang terkait; untuk mendapat keterangan dari pihak bank atau lembaga keuangan lainnya tentang keadaan keuangan tersangka yang sedang diperiksa; untuk mendapat informasi dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan yang terkait dengan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika; meminta secara langsung kepada instansi yang berwenang untuk melarang seseorang bepergian ke luar negeri; meminta data kekayaan dan data perpajakan tersangka kepada instansi terkait; menghentikan sementara suatu transaksi keuangan, transaksi perdagangan, dan perjanjian lainnya atau mencabut sementara izin, lisensi, serta konsesi yang dilakukan atau dimiliki oleh tersangka yang diduga berdasarkan bukti awal yang cukup ada hubungannya dengan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika yang sedang diperiksa; dan meminta bantuan interpol Indonesia atau instansi penegak hukum negara lain untuk melakukan pencarian, penangkapan, dan penyitaan barang bukti di luar negeri.

Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia dan penyidik BNN berwenang melakukan penyidikan terhadap penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika berdasarkan Undang-Undang ini.

Sejarah Kelembagaan BNN dari Bakolak Inpres, BKNN, BNN hingga UU 35/2009 tentang Narkotika

Anda mungkin juga menyukai