Anda di halaman 1dari 32

1

Abstrak

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Pada praktikum gerak peluru (M6) ini akan mempelajari gerak benda dalam satu dimensi yang biasa ditinjau dari kecepatan, percepatan, dan perpindahan, serta gerak vertikal murni dari benda jatuh yang mendapat percepatan karena adanya gaya gravitasi. Dapat dilihat pula gerak yang lebih umum dari benda-benda yang bergerak di udara dalam hal dua dimensi di permukaan bumi seperti bola yang dipukul atau dilemparkan pada permainan baseball. Peluru yang ditembakkan, bola yang ditendang dan para atlit lompat jauh yang melakukan suatu lompat jauh. Peristiwa-peristiwa seperti diatas merupakan beberapa aplikasi dari prinsip gerak peluru. Gerak parabola yang terjadi dikarenakan ketika benda dilemparkan diakibatkan oleh beberapa factor yang akan dipelajari dalam praktikum ini, dan juga hubungan antara factor-faktor tersebut yang akan dibahas dalam praktikum ini. Seperti jarak, tinggi yang dicapai, dan lain-lain. 1.2 Perumusan Masalah Adapun permasalahan dalam percobaan praktikum gerak peluru (M6) ini diantaranya. Bagaimana cara menentukan tinggi maksimum dari suatu gerak peluru yang bervariasi kecepatan dan sudutnya. 1.3 Batasan Masalah Batasan masalah yang akan di analisis dalam praktikum fisika dasar I percobaan gerak peluru (M6) ini ialah tinggi maksimum dan kecepatan awal benda dengan variasi sudut 25,35,45,55,65 dengan sekat di dua dan sekat di tiga.

1.4 Tujuan Tujuan dari percobaan ini ialah untuk mengetahui tinggi maksimum dari suatu gerak peluru apabila sudut elevasinya divariasikan. 1.5 Manfaat Manfaat dari percobaan gerak peluru (M6) ini ialah mahasiswa dapat mempelajari dan memahami mengenai gerak peluru dan factor-faktor yang mempengaruhinya. 1.6 Sistematika Penulisan Laporan Resmi Laporan resmi ini terdiri dari lima bab. Bab I berisi pendahuluan yang mencakup latar belakang, perumusan masalah, batasan masalah, tujuan, manfaat, dan sistematika penulisan laporan resmi. Bab II berisi dasar teori dan uraian yang mendukung percobaan gerak peluru ini. Bab III meliputi metodologi percobaan yang menjelaskan mengenai peralatan dan bahan, langkah-langkah kerja, dan set up alat. Bab IV berisi analisa data, perhitungan, grafik dan pembahasan mengenai percobaan yang telah dilakukan. Bab V berisi kesimpulan dan saran dari apa yang telah dikerjakan dalam laporan resmi ini. Pada bagian akhir disertakan daftar pustaka yang berisi referensi dari jurnal dan buku yang digunakan.

BAB II DASAR TEORI 2.1 Gerak Lurus Beraturan (GLB) Gerak lurus beraturan adalah gerak benda titik yang membuat lintasan berbentuk garis lurus dengan sifat bahwa jarak yang ditempuh tiap satu satuan waktu tetap baik besar maupun arahnya (Ganijanti Aby Sarojo, 2002 hal 37). S = v . t .................................................................................. (2.1)

2.2 Gerak Lurus Berubah Beraturan (GLBB) Gerak lurus berubah beraturan adalah gerak benda titik yang membuat lintasan berbentuk garis lurus dengan sifat bahwa jarak yang ditempuh tiap satu satuan waktu tidak sama besar, sedangkan arah gerak tetap. Disini jarak yang ditempuh tiap satu satuan waktu makin besar atau makin kecil, maka terjadi gerak dipercepat atau diperlambat. Jika perubahannya tetap disebut gerak lurus berubah beraturan (Ganijanti Aby Sarojo, 2002 hal 39). Pada gerak lurus berubah beraturan (GLBB) berlaku : v = v0 + a t . .............................................................. (2.2) dimana v0 adalah kecepatan awal, v adalah kecepatan akhir, a adalah percepatan dan t adalah waktu tempuh benda bergerak dari titik awal ke titik akhir. Misalkan juga bahwa pada saat awal benda ada di S0 dan pada saat t benda ada di S, maka : S S0 = v0t + a t2 ........................................... (2.3) Di sini, S tidak menyatakan jarak yang ditempuh melainkan menyatakan posisi benda pada saat t. Jarak yang ditempuh dalam hal ini adalah x x0 . Selain rumus-rumus di atas juga terdapat suatu rumus lain untuk gerak lurus dengan percepatan tetap, yang menghubungkan kecepatan v dengan posisi x (Dosen-dosen fisika, 2009 hal 20-21). v2 = v02 + 2a (S S0) .......................................................................(2.4)

2.3 Gerak Peluru Setiap benda yang diberi kecepatan awal, lalu diteruskan untuk menempuh suatu lintasan yang arahnya dipengaruhi oleh gaya gravitasi yang bekerja padanya dan juga dipengaruhi oleh gesekan udara, disebut peluru ( proyektil ). Dan lintasan yang dilalui oleh peluru itu disebut trayektori. Gaya gravitasi terhadap peluru arahnya ke pusat bumi dan berbanding terbalik dengan kuadrat jarak dari pusat bumi. Pertama, gerak kita proyeksikan pada sumbu sumbu yang melekat pada bumi. Karena sistemnya bukan suatu sistem yang lembam, tidaklah tepat betul memberlakukan Hukum Newton kedua untuk menghubungkan gaya terhadap peluru itu dengan percepatannya. Tetapi untuk trayektori yang jaraknya pendek, ketidaktepatan itu sangat kecil. Efek gesekan udara pun diabaikan, sehingga semua hasil perhitungan hanya berlaku untuk gerak dalam vakum di bumi yang tidak berputar dan permukaannya datar. Karena satu satunya gaya yang bekerja terhadap peluru dalam suatu kondisi yang diidealkan ini hanyalah beratnya sendiri, yang besar dan arahnya dianggap konstan, maka geraknya diproyeksikan saja pada sepasang sumbu koordinat tegak lurus. Sumbu yang horisontal kita sebut sumbu x dan yang vertikal sumbu y, dan titik pangkal peluru mulai meluncur bebas. Maka komponen x gaya terhadap peluru adalah nol dan komponen y ialah berat peluru itu sendiri, -mg. Jadi, berdasarkan hukum Newton kedua :

ax

Fx 0 m

ay

Fy mg g m m

Artinya, komponen horisontal percepatannya adalah nol dan komponen vertikalnya mengarah ke bawah dan sama seperti arah gerak benda jatuh bebas. Komponen ke depan kecepatan tidak membantu peluru selama terbangnya. Karena percepatan nol berarti kecepatannya konstan, maka geraknya dapat dianggap sebagai kombinasi gerak horisontal yang kecepatannya konstan dengan gerak vertikal yang percepatannya konstan.

Gambar 1: Trayektori sebuah peluru dengan kecepatan awal Vo dan sudut o (http://www.mediabali.net/fisika_hypermedia/gerak_peluru.html) Sekarang perihal kecepatan peluru, sumbu x dan sumbu y dilukiskan dengan titik pangkal koordinatnya pada titik di mana peluru itu mulai terbang bebas. Pada titik ini kita tetapkan t = 0. Kecepatan pada titik awal dilukiskan oleh vektor Vo, yang dinamakan kecepatan awal, atau kecepatan laras jika peluru itu ditembakkan dari senapan. Sudut o adalah sudut elevasi ( angle of departure ). Kecepatn awal diuraikan menjadi komponen horisontal Vox yang besarnya Vo Cos o, dan komponen vertikal Voy yang besarnya Vo Sin o. Karena komponen kecepatan horisontal konstan, maka pada tiap saat t kita dapatkan : Vx = Vo Cos o ............................................................(2.5) Percepatan vertikal ialah g, sehingga komponen kecepatan vertikal pada saat t ialah : Vy = Vo Sin o gt ......................................................(2.6)

Komponen komponen ini dapat dijumlahkan secara vektor untuk menentukan kecepatan resultan V. Besarnya ialah :

V Vx V y
2

..............................................................(2.7)

dan sudut yang dibentuk terhadap horisontal ialah :

Tan

Vy Vx ...................................................................(2.8)

Vektor kecepatan V tangen pada trayektori, sehingga arahnya sama dengan arah trayektori. Koordinat peluru pada sembarang saat lalu dapat ditentukan berdasarkan gerak dan kecepatan konstan serta percepatan konstan. Koordinat sumbu x ialah : X = Vo Cos o t ..........................................................(2.9) dan koordinat sumbu y ialah: Y = Vo Sin o t gt2 ..........................................(2.10) Pada saat mencapai puncak (tinggi maksimum), maka kecepatan menurut sumbu y adalah nol, maka :

Vo.Sino g

...............................................................(2.11)

diman t adalah waktu yang dibutuhkan peluru mencapai titik maksimum Nilai t diperoleh dari persamaan di atas dan dapat disubstitusikan pada persamaan X dan Y sehingga diperoleh persamaan :

Vo2 Sin2 2g

.......................................................(2.12) Dimana nilai X = Jarak horisontal

maksimal yang dapat ditempuh peluru.


Vo 2 Sin 2 Y ..........................................................(2.13.) 2g

Dan nilai Y = Jarak vertikal maksimum yang dapat ditempuh peluru Bukti dari suatu trayektori suatu gerak peluru berbentuk parabola dapat dilihat dari persamaan: Y = Tan o X

g X 2Vo .Sin 2
2

..........................(2.14)

Bentuk ini sesuai dengan persamaan Y = BX AX2, dimana persamaan ini adalah persamaan parabola yang terbuka ke bawah karena koefisien dari X2 bernilai negatif (Sears dan Zemansky, 1982 hal 126-128). 2.4 Gerak Lurus Berubah Tidak Beraturan Gerak lurus berubah tidak beraturan adalah gerak benda titik yang membuat lintasaan garis lurus dengan percepatan tidak tetap, baik besar atau arah atau juga kedua-duanya tidak tetap (Ganijanti Aby Sarojo,2002 hal 42). 2.5 Gerak Melingkar Beraturan Gerak melingkar beraturan adalah gerak sebuah benda atau titik yang membuat lintasan berbentuk lingkaran yang jari-jarinya R dengan sifat bahwa panjang busur yang ditempuh tiap satu satuan waktu tetap (Ganijanti Aby Sarojo, 2002 hal 37). 2.6 Hukum II Newton Bunyi Hukum II Newton: Perubahan kecepatan persekon sebuah partikel, atau percepatannya, sama dengan resultan semua gaya luar yang bekerja pada partikel itu dibagi oleh massanya, dan arahnya sama gaya resultan tersebut (Sears dan Zemansky, 1982:95).

....................................................................(2.15)

BAB III PERALATAN DAN CARA KERJA

3.1 Peralatan Peralatan yang digunakan pasa percobaan Gerak Peluru (M6) ini adalah contact stop switch satu buah, digital stop clock satu buah, ballistic missile satu buah, bola logam dan kabel penghubung dua pasang.

3.2 Cara kerja 1. Rangkaian dipasang seperti gambar berikut: Stop clock

Ballistic missile Switch on/off Gambar 3.2 Rangkaian alat percobaan gerak peluru 2. Sudut elevasi balistik diatur sebesar o0 3. Peluru ditembakkan dengan cara menarik pelatuk 4. Pada saat peluru ditembakkan, jarum stop clock mulai berjalan. Dan pada saat peluru mengenai landasan, saklar kita matikan.

10

5. Percobaan tersebut diulangi sebanyak lima kali. 6. Percobaan tersebut diulangi dengan Vo yang berbeda, dengan jalan menarik pelatuk penembak pada jarak yang berbeda. 7. Percobaan diulangi lagi dengan o0 yang berbeda

11

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Pembahasan percobaan gerak peluru ini akan dibahas dengan cara memadukan data-data hasil percobaan dengan kajian teoritis baik dari buku maupun jurnal ilmiah. Pembahasan dalam percobaan ini akan menjelaskan dua kajian, yaitu: (a) faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya gerak peluru, (b) faktor 45 pada gerak peluru. dan pada

4.1

Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Besarnya Gerak Peluru

dan

pada

Hasil percobaan gerak peluru dengan digunakan beberapa variasi sudut teta, tiga macam variasi bola serta dua sekat akan didapatkan besarnya nilai waktu t dan jarak x, yang kemudian dihasilkan nilai dan seperti yang

ditunjukkan pada tabel 4.1. Berdasarkan tinjauan teoritisnya dapat dijelaskan sebagai berikut: Tabel 4.1 Besarnya Sudut () 25 35 45 55 65 sekat 2 2,09 2,05 2,03 1,95 1,78 0,125 0,160 0,200 0,236 0,268 2,67 3,03 3,17 2,81 3,01 dan sekat 3 0,164 0,232 0,309 0,383 0,447

12

Y maks
0.3 0.25 0.2 0.15 0.1 0.05 0 0 2 4 6

Y maks Linear (Y maks)

Sudut () Grafik 4.1 Hubungan antara Sudut () dan


0.500 0.450 0.400 0.350 0.300 0.250 0.200 0.150 0.100 0.050 0.000 0 20 40 60 80

dengan sekat 2

Y maks Linear (Y maks)

Sudut () Grafik 4.2 Hubungan antara Sudut () dan dengan sekat 3

Grafik di atas menjelaskan bahwa semakin besar sudut yang digunakan maka nilai yang didapat akan semakin besar,begitu juga sebaliknya yang didapat juga akan

semakin kecil sudut yang digunakan maka nilai semakin kecil.

13

2.5 2 1.5 1 0.5 0 0 2 4 Sudut () 6 8 (m/s) Linear ((m/s))

Grafik 4.3 Hubungan antara Sudut () dan


3.2 3.1 3 2.9 2.8 2.7 2.6 0 2 4 Sudut () 6 8

dengan sekat 2

Series1 Linear (Series1)

Grafik 4.4 Hubungan antara Sudut () dan

dengan sekat 3

Grafik diatas menjelaskan bahwa semakin tinggi nilai sudut () maka nilai yang didapat untuk akan semakin kecil, begitu juga sebaliknya jika semakin akan semakin tinggi. Pada rendah nila sudut () maka nilai yang didapat untuk

perhitungan gerak peluru ini massa benda diabaikan, hal ini disebabkan beberapa faktor antara lain hambatan atau gaya gesek udara diabaikan, serta Hukum 2 Newton yang berpengaruh pada gerak benda

14

4.2

Analisis Faktor 45 pada Gerak Peluru. Dari data yang kami peroleh, terdapat suatu siklus dimana nilai jarak (x)

akan mencapai Xmaks pada sudut 45 dikarenakan ada tiga model tempat mendarat dalam gerak lintas parabola yaitu pertama, tempat mendarat sama tinggi atau satu bidang horisontal dengan titik lepas benda. Sudut yang paling baik adalah 45 derajat dengan bidang horisontal.

x
50

jarak tempuh

40 30 20 10 0 0 20 40 60 80 x Linear (x)

sudut ()
Grafik 4.2.1 Hubungan antara Sudut () dan dengan sekat 2

x
jarak tempuh
100 80 60 40 20 0 0 20 40 60 80 x Linear (x)

sudut ()
Grafik 4.2.2 Hubungan antara Sudut () dan dengan sekat 3

15

BAB V KESIMPULAN

Berdasarkan hasil analisa data serta pembahasan dari data-data yang diperoleh, maka dapat disimpulkan bahwa: Berdasarkan grafik hubungan antara sudut () dan diketahui bahwa gerak peluru adalah parabola. Faktor-faktor yang mempengaruhi gerak peluru adalah besarnya , maka dapat

kecepatan awal peluru pada saat lepas dari ballistic, besarnya sudut dan ketinggian peluru saat lepas dari ballistic. Ketinggian maksimum dan jarak maksimum pada gerak peluru diperoleh pada sudut 45.

16

Lampiran

4.1

Analisa Data Tabel 4.2.1 Nilai t dan s pada Bola Kecil dengan =25 =35 =45 x t (s) x (cm) 0,27 0,27 0,33 0,3 0,21 45,7 46,9 47,3 45,8 46,6 t (s) 0,35 0,35 0,26 0,37 0,35 (cm) 44,9 45,9 46,6 46,5 44,4 t (s) 0,37 0,4 0,32 0,31 0,36 =55 x (cm) 45,5 41,5 23,7 40,4 34,1 t (s) 0,35 0,3 0,31 0,4 0,35 =2 =65 x t (s) 0,42 0,45 0,42 0,44 0,42 =2 =65 t (s) 0,34 0,43 0,29 0,35 0,21 x (cm) 30 30,5 33 25 21,6 (cm) 29,9 21,7 27 22,8 26 =2 =65 x (cm) 26,3 27,8 25,5 29 27,8

No t (s) 1 2 3 4 5 0,05 0,18 0,17 0,15 0,11

x (cm) 39,4 38,9 35,9 42,4 34,3

Tabel 4.1.2 Nilai t dan s pada Bola Sedang dengan =25 No t (s) 1 2 3 4 5 0,11 0,13 0,23 0,2 0,25 x (cm) 37,8 37 37,4 38,8 36,7 t (s) 0,25 0,22 0,31 0,25 0,26 =35 x (cm) 40,3 44,7 47,3 46,3 50,8 t (s) 0,33 0,37 0,29 0,3 0,34 =45 x (cm) 48,4 47,2 41,3 48,2 45,4 t (s) 0,35 0,45 0,25 0,36 0,32 =55 x (cm) 42,2 37 33,3 40,3 47,3

Tabel 4.1.3 Nilai t dan s pada Bola Besar dengan No 1 2 3 4 5 =25 t (s) 0,14 0,29 0,06 0,14 0,25 x (cm) 38,7 40,8 40,6 33,4 39,7 =35 t (s) 0,34 0,16 0,27 0,27 0,27 x (cm) 37,7 46,3 46,4 45 30,8 =45 t (s) 0,38 0,3 0,25 0,28 0,32 x (cm) 46,2 50,6 46,6 45,2 44,8 =55 t (s) 0,37 0,41 0,4 0,43 0,3

x (cm) 47,3 50,4 48,4 33,6 40

17

Tabel 4.1.4 Nilai t dan s pada Bola Kecil dengan No 1 2 3 4 5 =25 t (s) 0,31 0,23 0,34 0,21 0,23 x (cm) 63,6 68,6 66,6 71,1 73,3 =35 t (s) 0,29 0,32 0,42 0,35 0,3 x (cm) 84 83,6 85,8 70,6 86,2 =45 t (s) 0,3 0,45 0,41 0,42 0,4 x (cm) 77,2 86,1 80,9 73,1 90,4 =55 t (s) 0,46 0,4 0,4 0,5 0,44

=3 =65 t (s) 0,4 0,35 0,33 0,35 0,42 x (cm) 62,3 65,4 49,9 44,7 53,7

x (cm) 67,3 69,8 69,1 69,6 78,5

Tabel 4.1.5 Nilai t dan s pada Bola Sedang dengan No 1 2 3 4 5 =25 t (s) 0,21 0,32 0,36 0,33 0,4 x (cm) 69,9 70 74,2 70,7 69,3 =35 t (s) 0,34 0,3 0,35 0,32 0,35 x (cm) 85,4 83,5 76,5 87,3 89,3 =45 t (s) 0,38 0,32 0,39 0,37 0,4 x (cm) 90,2 92,3 93,7 85,8 84,4 =55 t (s) 0,4 0,47 0,41 0,44 0,44 x (cm) 61,5 70,5 72,4 73,9 83,4

=3 =65 t (s) 0,5 0,55 0,51 0,56 0,49 x (cm) 63,8 61,4 62 58 61

Tabel 4.1.6 Nilai t dan x pada Bola Besar dengan No 1 2 3 4 5 =25 t (s) 0,21 0,34 0,27 0,2 0,43 s (cm) 72,4 73,8 75,8 70 67,8 =35 t (s) 0,35 0,29 0,4 0,25 0,39 s (cm) 87,8 84,5 81,6 79,3 81,3 =45 t (s) 0,4 0,4 0,37 0,35 0,4 s (cm) 80,9 90,8 83,3 84,7 95,6 =55 t (s) 0,45 0,49 0,55 0,47 0,53

=3 =65 t (s) 0,4 0,42 0,45 0,45 0,38 s (cm) 45,5 47,5 52,4 47,1 48

s (cm) 73 79,5 83,4 73,5 76,2

4.2 4.2.1

Perhitungan Perhitungan nilai kecepatan awal

18

Tabel 4.3.1.1 Nilai dan Bola Kecil, sekat 2 No 1 2 3 4 5 Bola Kecil Bola =25 t (s) 0,05 0,18 0,17 0,15 0,11 = 0,132 x (cm) 39,4 38,9 35,9 42,4 34,3 = 38,18 = = = =

Tabel 4.2.1.2 Nilai dan Bola Kecil, sekat 2 No 1 2 3 4 5 Bola Kecil Bola =35 t (s) 0,27 0,27 0,33 0,3 0,21 = 0,276 x (cm) 45,7 46,9 47,3 45,8 46,6 = 46,46 = = = = = = = =

Tabel 4.2.1.3 Nilai dan Bola Kecil, sekat 2 No 1 2 3 4 5 Bola Kecil Bola =45 t (s) 0,35 0,35 0,26 0,37 0,35 = 0,336 x (cm) 44,9 45,9 46,6 46,5 44,4 = 45,66

19

Tabel 4.2.1.4 Nilai dan Bola Kecil, sekat 2 No 1 2 3 4 5 Bola Kecil Bola =55 t (s) 0,37 0,4 0,32 0,31 0,36 = 0,352 x (cm) 45,5 41,5 23,7 40,4 34,1 = 37,04 = = = =

Tabel 4.2.1.5 Nilai dan Bola Kecil, sekat 2 No 1 2 3 4 5 Bola Kecil Bola =65 t (s) 0,35 0,3 0,31 0,4 0,35 = 0,342 x (cm) 26,3 27,8 25,5 29 27,8 = 27,28 = = = =

Jadi pada bola kecil dengan sekat 2 adalah = Tabel 4.2.1.6 Nilai dan Bola Sedang, sekat 2 No 1 2 3 4 5 Bola Sedang Bola =25 t (s) 0,11 0,13 0,23 0,2 0,25 = 0,184 x (cm) 37,8 37 37,4 38,8 36,7 = 37,54 = = = =

2,18

20

Tabel 4.2.1.7 Nilai dan Bola Sedang, sekat 2 No 1 2 3 4 5 Bola Sedang Bola =35 t (s) 0,25 0,22 0,31 0,25 0,26 = 0,258 x (cm) 40,3 44,7 47,3 46,3 50,8 = 45,88 = = = = = = = =

Tabel 4.2.1.8 Nilai dan Bola Sedang, sekat 2 No 1 2 3 4 5 Bola Sedang Bola =45 t (s) 0,33 0,37 0,29 0,3 0,34 = 0,326 x (cm) 48,4 47,2 41,3 48,2 45,4 = 46,1

Tabel 4.2.1.9 Nilai dan Bola Sedang, sekat 2 No 1 2 3 4 5 Bola Sedang Bola =55 t (s) 0,35 0,45 0,25 0,36 0,32 = 0,346 x (cm) 42,2 37 33,3 40,3 47,3 = 40,02 = = = =

21

Tabel 4.2.1.10 Nilai dan Bola Sedang, sekat 2 No 1 2 3 4 5 Bola Sedang Bola =65 t (s) 0,42 0,45 0,42 0,44 0,42 =0,43 x (cm) 29,9 21,7 27 22,8 26 = 25,48 = = = =

Jadi pada bola sedang dengan sekat 2 adalah = 1,97

Tabel 4.2.1.11 Nilai dan Bola Sedang, sekat 2 No Bola t (s) 1 2 3 4 5 Bola Besar 0,14 0,29 0,06 0,14 0,25 =25 x (cm) 38,7 40,8 40,6 33,4 39,7 = = = =

=0,176 = 38,64

22

Tabel 4.2.1.12 Nilai dan Bola Sedang, sekat 2 No Bola t (s) 1 2 3 4 5 Bola Besar 0,34 0,16 0,27 0,27 0,27 =35 x (cm) 37,7 46,3 46,4 45 30,8 = = = =

=0,262 = 41,24 Tabel 4.2.1.13 Nilai dan Bola Sedang, sekat 2 No 1 2 3 4 5 Bola Besar Bola =45 t (s) 0,38 0,3 0,25 0,28 0,32 =0,306 x (cm) 46,2 50,6 46,6 45,2 44,8 = 46,68 = = = = = = = =

Tabel 4.2.1.14 Nilai dan Bola Sedang, sekat 2 No 1 2 3 4 5 Bola Besar Bola =55 t (s) 0,37 0,41 0,4 0,43 0,3 =0,382 x (cm) 47,3 50,4 48,4 33,6 40 = 43,94

23

Tabel 4.2.1.15 Nilai dan Bola Sedang, sekat 2 No 1 2 3 4 5 Bola Besar Bola =65 t (s) 0,34 0,43 0,29 0,35 0,21 =0,324 x (cm) 30 30,5 33 25 21,6 =28,02 = = = =

Jadi pada bola besar dengan sekat 2 adalah = 2,11 Sehingga didapat : =

Tabel 4.2.1.16 Nilai dan Bola Sedang, sekat 3 No 1 2 3 4 5 Bola Kecil Bola =25 t (s) 0,31 0,23 0,34 0,21 0,23 =0,264 x (cm) 63,6 68,6 66,6 71,1 73,3 =68,64 = = = =

24

Tabel 4.2.1.17 Nilai dan Bola Sedang, sekat 3 No 1 2 3 4 5 Bola Kecil Bola =35 t (s) 0,29 0,32 0,42 0,35 0,3 =0,336 x (cm) 84 83,6 85,8 70,6 86,2 =82,04 = = = =

Tabel 4.2.1.18 Nilai dan Bola Sedang, sekat 3 No 1 2 3 4 5 Bola Kecil Bola =45 t (s) 0,3 0,45 0,41 0,42 0,4 =0,396 x (cm) 77,2 86,1 80,9 73,1 90,4 =81,54 = = = =

Tabel 4.2.1.19 Nilai dan Bola Sedang, sekat 3 No 1 2 3 4 5 Bola Kecil Bola =55 t (s) 0,46 0,4 0,4 0,5 0,44 =0,44 x (cm) 67,3 69,8 69,1 69,6 78,5 =70,86 = = = =

25

Tabel 4.2.1.20 Nilai dan Bola Sedang, sekat 3 No 1 2 3 4 5 Bola Kecil Bola =65 t (s) 0,4 0,35 0,33 0,35 0,42 =0,37 x (cm) 62,3 65,4 49,9 44,7 53,7 =55,2 = = = =

Jadi pada bola kecil dengan sekat 3 adalah = 3,53 Tabel 4.2.1.21 Nilai dan Bola Sedang, sekat 3 No 1 2 3 4 5 Bola Sedang Bola =25 t (s) 0,21 0,32 0,36 0,33 0,4 =0,324 x (cm) 69,9 70 74,2 70,7 69,3 =70,82 = = = =

Tabel 4.2.1.22 Nilai dan Bola Sedang, sekat 3 No 1 2 3 4 5 Bola Sedang Bola =35 t (s) 0,34 0,3 0,35 0,32 0,35 =0,332 x (cm) 85,4 83,5 76,5 87,3 89,3 =84,4 = = = =

26

Tabel 4.2.1.23 Nilai dan Bola Sedang, sekat 3 No 1 2 3 4 5 Bola Sedang Bola =45 t (s) 0,38 0,32 0,39 0,37 0,4 =0,372 x (m) 90,2 92,3 93,7 85,8 84,4 =89,28 = = = =

Tabel 4.2.1.24 Nilai dan Bola Sedang, sekat 3 No 1 2 3 4 5 Bola Sedang Bola =55 t (s) 0,4 0,47 0,41 0,44 0,44 =0,432 x (m) 61,5 70,5 72,4 73,9 83,4 =72,34 = = =

Tabel 4.2.1.25 Nilai dan Bola Sedang, sekat 3 No 1 2 3 4 5 Bola Sedang Bola =65 t (s) 0,5 0,55 0,51 0,56 0,49 =0,522 x (m) 63,8 61,4 62 58 61 =61,24 = = = =

Jadi pada bola kecil dengan sekat 3 adalah = 2,92

27

Tabel 4.2.1.26 Nilai dan Bola Sedang, sekat 3 No 1 2 3 4 5 Bola Besar Bola =25 t (s) 0,21 0,34 0,27 0,2 0,43 =0,29 s (cm) 72,4 73,8 75,8 70 67,8 =71,96 = = = =

Tabel 4.2.1.27 Nilai dan Bola Sedang, sekat 3 No 1 2 3 4 5 Bola Besar Bola =35 t (s) 0,35 0,29 0,4 0,25 0,39 =0,336 s (cm) 87,8 84,5 81,6 79,3 81,3 =82,9 = = = =

Tabel 4.2.1.28 Nilai dan Bola Sedang, sekat 3 No 1 2 3 4 5 Bola Besar Bola =45 t (s) 0,4 0,4 0,37 0,35 0,4 =0,384 s (cm) 80,9 90,8 83,3 84,7 95,6 =87,06 = = = =

28

Tabel 4.2.1.29 Nilai dan Bola Sedang, sekat 3 No 1 2 3 4 5 Bola Besar Bola =55 t (s) 0,45 0,49 0,55 0,47 0,53 =0,498 s (cm) 73 79,5 83,4 73,5 76,2 =77,12 = = = =

Tabel 4.2.1.30 Nilai dan Bola Sedang, sekat 3 No 1 2 3 4 5 Bola Besar Bola =65 t (s) 0,4 0,42 0,45 0,45 0,38 =0,42 s (cm) 45,5 47,5 52,4 47,1 48 =48,1 = = = =

Jadi pada bola besar dengan sekat 3 adalah = 2,87 Sehingga didapat : =

4.2.2

Perhitungan nilai tinggi maksimum Nilai pada percobaan ini dapat dicari dengan menggunakan , sehingga didapat datta

persamaan sebagai berikut : sebagai berikut :

29

Tabel 4.2.2.1 Perhitungan Nilai N o 1 2 3 4 5 Bola Keci l Bola Sudut () 25 35 45 55 65 sin 0.42 3 0.57 4 0.70 7 0.81 9 0.90 6

dengan

pada sekat 2 2g

( 0.179 0.329 0.500 0.671 0.821 2.09 2.09 2.09 2.09 2.09

( 4.368 4.368 4.368 4.368 4.368 dengan

( 19.6 19.6 19.6 19.6 19.6

(m) 0.08 0.081 0.082 0.082 0.08

(m) 0.120 0.154 0.193 0.231 0.263

Tabel 4.2.2.2 Perhitungan Nilai

pada sekat 2 2g

N o

Bola

Sudut ()

sin

( 4.368 4.368 4.368 4.368 4.368 dengan

( 19.6 19.6 19.6 19.6 19.6 (m) 0.08 5 0.08 7 0.09 0.08 6 0.08 4 (m)

1 2 3 4 5 Bola Sedan g

25 35 45 55 65

0.42 3 0.57 4 0.70 7 0.81 9 0.90 6

0.179 0.329 0.500 0.671 0.821

2.09 2.09 2.09 2.09 2.09

0.125 0.160 0.201 0.235 0.267

Tabel 4.2.2.3 Perhitungan Nilai No 1 2 3 4 5 Bola Sudut () 25 35 45 55 65 sin 0,423 0,574 0,707 0,819 0,906 0,179 0,329 0,500 0,671 0,821

pada sekat 2 2g

( 2,09 2,09 2,09 2,09 2,09

( 4,368 4,368 4,368 4,368 4,368

( 19,6 19,6 19,6 19,6 19,6

(m) 0,09 0,093 0,095 0,094 0,092

(m) 0,130 0,166 0,206 0,243 0,275

Bola Besar

30

Tabel 4.2.2.4 Perhitungan Nilai

dengan

pada sekat 3 2g

N o 1 2 3 4 5

Bola

Sudut () 25 35 45 55 65

sin

( 8,644 8,644 8,644 8,644 8,644 dengan

( 19,6 19,6 19,6 19,6 19,6 (m) 0,08 0,081 0,082 0,082 0,08 (m) 0,159 0,226 0,302 0,378 0,442

Bola Keci l

0,423 0,574 0,707 0,819 0,906

0,179 0,329 0,500 0,671 0,821

2,94 2,94 2,94 2,94 2,94

Tabel 4.2.2.5 Perhitungan Nilai

pada sekat 3 2g

N o

Bola

Sudut ()

sin

( 8,644 8,644 8,644 8,644 8,644 dengan

( 19,6 19,6 19,6 19,6 19,6 (m) (m)

1 2 3 4 5 Bola Sedan g

25 35 45 55 65

0,42 3 0,57 4 0,70 7 0,81 9 0,90 6

0,179 0,329 0,500 0,671 0,821

2,94 2,94 2,94 2,94 2,94

0,085 0,087 0,09 0,086 0,084

0,164 0,232 0,310 0,382 0,446

Tabel 4.2.2.6 Perhitungan Nilai

pada sekat 3 2g

N o

Bola

Sudut ()

sin

( 19,6 19,6 19,6 19,6 19,6 (m) (m)

1 2 3 4 5 Bola Besa r

25 35 45 55 65

0,42 3 0,57 4 0,70 7 0,81 9 0,90 6

0,179 0,329 0,500 0,671 0,821

2,94 2,94 2,94 2,94 2,94

8,644 8,644 8,644 8,644 8,644

0,09 0,093 0,095 0,094 0,092

0,169 0,238 0,315 0,390 0,454

31

Sehingga didapat nilai rata-rata Dengan :

adalah :

pada sudut 25 = pada sudut 35 = pada sudut 45 = pada sudut 55 = pada sudut 65 = Dengan :

pada sudut 25 = pada sudut 35 = pada sudut 45 = pada sudut 55 = pada sudut 65 =

32

DAFTAR PUSTAKA

Dosen-dosen fisika FMIPA ITS. 2009. Fisika I Kinematika-Dinamika-GetaranPanas. YANASIKA : Surabaya. Sarojo, Ganijaty Aby. 2002. Fisika Dasar Mekanika. Salemba Teknika : Jakarta Sears dan Zemansky. 1982. FISIKA untuk Universitas 1 Mekanika.Panas.Bunyi. Binacipta:Bandung.

Anda mungkin juga menyukai