Anda di halaman 1dari 31

1

ABSTRAK

Telah dilakukan percobaan gerak peluru yang bertujuan untuk


mempelajari gerak peluru dari suatu benda. Percobaan ini menggunakan prinsip
gerak lurus beraturan, gerak lurus berubah beraturan, gerak parabola dan
Hukum II Newton. Percobaan ini dilakukan dengan menembakkan peluru dari
ballistic missile yang dirangkai dengan stop clock dan switch off. 𝑉0 yang
digunakan adalah 𝑣02 dan 𝑣03 . Sudut yang digunakan adalah 25,35,45,55 dan
65. Sedangkan data yang didapat berupa 𝜃, 𝑥, 𝑡 𝑑𝑎𝑛 𝑦0 . Data ini kemudian
digunakan untuk menentukan 𝑣0 dan 𝑦𝑚𝑎𝑘𝑠 . Berdasarkan grafik hubungan antara
sudut (θ) dan x, maka dapat diketahui bahwa gerak peluru adalah parabola.
Ketinggian maksimum dan jarak maksimum pada gerak peluru diperoleh pada
sudut 45°Faktor-faktor yang mempengaruhi gerak peluru adalah besarnya
kecepatan awal (𝑣0 ) peluru pada saat lepas dari ballistic missile, besarnya sudut
(𝜃) dan ketinggian awal (𝑦0 ) saat lepas dari ballistic missile.
Keyword: ballistic missile,hokum II newton
2

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada praktikum gerak peluru (M6) ini akan mempelajari gerak benda
dalam satu dimensi dengan membahas terlebih dahuli gerak dua dimensi yang
kemudian akan beralih ke hal yang lebih khusus dengan hanya melibatkan satu
dimensi saja yang biasa ditinjau dari kecepatan, percepatan, dan perpindahan,
serta gerak vertikal murni dari benda jatuh yang mendapat percepatan karena
adanya gaya gravitasi. Dapat dilihat pula gerak yang lebih umum dari benda-
benda yang bergerak di udara dalam hal dua dimensi di permukaan bumi seperti
bola yang dipukul atau dilemparkan pada permainan baseball. Peluru yang
ditembakkan, bola yang ditendang dan para atlit lompat jauh yang melakukan
suatu lompat jauh. Peristiwa-peristiwa seperti diatas merupakan beberapa aplikasi
dari prinsip gerak peluru.

Gerak parabola yang terjadi dikarenakan ketika benda dilemparkan


diakibatkan oleh beberapa factor yang akan dipelajari dalam praktikum ini, dan
juga hubungan antara faktor-faktor tersebut yang akan dibahas dalam praktikum
ini. Seperti jarak, tinggi yang dicapai, dan lain-lain.

1.2 Perumusan Masalah

Adapun permasalahan yang akan dihadapi dalam praktikum gerak peluru


(M6) ini adalah bagaimana cara untuk mempelajari gerak peluru dari suatu benda.

1.3 Batasan Masalah

Batasan masalah yang akan di analisis dalam praktikum fisika dasar I


percobaan gerak peluru (M6) ini adalah tinggi maksimum dan kecepatan awal
benda dengan variasi sudut 25,35,45,55 dan 65 dengan sekat di dua dan sekat
di tiga.
3

1.4 Tujuan

Tujuan dari praktikum gerak peluru (M6) ini adalah untuk mempelajari
gerak peluru dari suatu benda.

1.5 Manfaat

Manfaat dari percobaan gerak peluru (M6) ini ialah mahasiswa dapat
mempelajari dan memahami mengenai gerak peluru dan faktor-faktor yang
mempengaruhinya.

1.6 Sistematika Penulisan Laporan Resmi

Laporan resmi ini terdiri dari lima bab. Bab I berisi pendahuluan yang
mencakup latar belakang, perumusan masalah, batasan masalah, tujuan, manfaat,
dan sistematika penulisan laporan resmi. Bab II berisi dasar teori dan uraian yang
mendukung percobaan gerak peluru ini. Bab III meliputi metodologi percobaan
yang menjelaskan mengenai peralatan dan bahan, langkah-langkah kerja, dan set
up alat. Bab IV berisi analisa data, perhitungan, grafik dan pembahasan mengenai
percobaan yang telah dilakukan. Bab V berisi kesimpulan dan saran dari apa yang
telah dikerjakan dalam laporan resmi ini. Pada bagian akhir disertakan daftar
pustaka yang berisi referensi dari jurnal dan buku yang digunakan.
4

BAB II

DASAR TEORI

2.1 Gerak Lurus Beraturan (GLB)


Gerak lurus beraturan adalah gerak benda titik yang membuat lintasan
berbentuk garis lurus dengan sifat bahwa jarak yang ditempuh tiap satu satuan
waktu tetap baik besar maupun arahnya (Ganijanti Aby Sarojo, 2002 hal 37).
S = v . t .................................................................................. (2.1)

2.2 Gerak Lurus Berubah Beraturan (GLBB)


Gerak lurus berubah beraturan adalah gerak benda titik yang membuat
lintasan berbentuk garis lurus dengan sifat bahwa jarak yang ditempuh tiap satu
satuan waktu tidak sama besar, sedangkan arah gerak tetap. Disini jarak yang
ditempuh tiap satu satuan waktu makin besar atau makin kecil, maka terjadi gerak
dipercepat atau diperlambat. Jika perubahannya tetap disebut gerak lurus berubah
beraturan (Ganijanti Aby Sarojo, 2002 hal 39).

Pada gerak lurus berubah beraturan (GLBB) berlaku :


v = v0 + a t ……………. .............................................................. (2.2)
dimana v0 adalah kecepatan awal, v adalah kecepatan akhir, a adalah percepatan
dan t adalah waktu tempuh benda bergerak dari titik awal ke titik akhir.
Misalkan juga bahwa pada saat awal benda ada di S0 dan pada saat t benda ada di
S, maka :
S – S0 = v0t + ½ a t2 ………………........................................... (2.3)
Di sini, S tidak menyatakan jarak yang ditempuh melainkan menyatakan
posisi benda pada saat t. Jarak yang ditempuh dalam hal ini adalah x – x0 .
Selain rumus-rumus di atas juga terdapat suatu rumus lain untuk gerak lurus
dengan percepatan tetap, yang menghubungkan kecepatan v dengan posisi x
(Dosen-dosen fisika, 2009 hal 20-21).
v2 = v02 + 2a (S – S0) .......................................................................(2.4)
5

2.3 Gerak Peluru


Setiap benda yang diberi kecepatan awal, lalu diteruskan untuk menempuh
suatu lintasan yang arahnya dipengaruhi oleh gaya gravitasi yang bekerja padanya
dan juga dipengaruhi oleh gesekan udara, disebut peluru ( proyektil ). Dan
lintasan yang dilalui oleh peluru itu disebut trayektori.

Gaya gravitasi terhadap peluru arahnya ke pusat bumi dan berbanding


terbalik dengan kuadrat jarak dari pusat bumi. Pertama, gerak kita proyeksikan
pada sumbu – sumbu yang melekat pada bumi. Karena sistemnya bukan suatu
sistem yang lembam, tidaklah tepat betul memberlakukan Hukum Newton kedua
untuk menghubungkan gaya terhadap peluru itu dengan percepatannya. Tetapi
untuk trayektori yang jaraknya pendek, ketidaktepatan itu sangat kecil. Efek
gesekan udara pun diabaikan, sehingga semua hasil perhitungan hanya berlaku
untuk gerak dalam vakum di bumi yang tidak berputar dan permukaannya datar.

Karena satu – satunya gaya yang bekerja terhadap peluru dalam suatu
kondisi yang diidealkan ini hanyalah beratnya sendiri, yang besar dan arahnya
dianggap konstan, maka geraknya diproyeksikan saja pada sepasang sumbu
koordinat tegak lurus. Sumbu yang horisontal kita sebut sumbu x dan yang
vertikal sumbu y, dan titik pangkal peluru mulai meluncur bebas. Maka komponen
x gaya terhadap peluru adalah nol dan komponen y ialah berat peluru itu sendiri,
-mg. Jadi, berdasarkan hukum Newton kedua :

Fy  mg
Fx ay    g
ax  0 m m
m

Artinya, komponen horisontal percepatannya adalah nol dan komponen


vertikalnya mengarah ke bawah dan sama seperti arah gerak benda jatuh bebas.
Komponen ke depan kecepatan tidak “membantu” peluru selama terbangnya.
Karena percepatan nol berarti kecepatannya konstan, maka geraknya dapat
dianggap sebagai kombinasi gerak horisontal yang kecepatannya konstan dengan
gerak vertikal yang percepatannya konstan (Sears dan Zemansky, 1982 hal 126).
6

Gambar 2.1 Trayektori sebuah peluru dengan kecepatan awal vo dan sudut o
(http://www.mediabali.net/fisika_hypermedia/gerak_peluru.html)

Sekarang perihal kecepatan peluru, sumbu x dan sumbu y dilukiskan


dengan titik pangkal koordinatnya pada titik di mana peluru itu mulai terbang
bebas. Pada titik ini kita tetapkan t = 0. Kecepatan pada titik awal dilukiskan oleh
vektor vo, yang dinamakan kecepatan awal, atau kecepatan laras jika peluru itu
ditembakkan dari senapan. Sudut o adalah sudut elevasi ( angle of departure ).
Kecepatn awal diuraikan menjadi komponen horisontal vox yang besarnya vo Cos
o, dan komponen vertikal voy yang besarnya vo Sin o.

Karena komponen kecepatan horisontal konstan, maka pada tiap saat t kita
dapatkan :

Vx = Vo Cos o ............................................................(2.5)

Percepatan vertikal ialah –g, sehingga komponen kecepatan vertikal pada


saat t ialah :

Vy = Vo Sin o – gt ......................................................(2.6)
7

Komponen – komponen ini dapat dijumlahkan secara vektor untuk


menentukan kecepatan resultan V. Besarnya ialah :

V  Vx  V y
2 2
..............................................................(2.7)

dan sudut  yang dibentuk terhadap horisontal ialah :

Vy
Tan 
V x ...................................................................(2.8)

Vektor kecepatan v tangen pada trayektori, sehingga arahnya sama dengan


arah trayektori.

Koordinat peluru pada sembarang saat lalu dapat ditentukan berdasarkan


gerak dan kecepatan konstan serta percepatan konstan. Koordinat sumbu x ialah :

X = Vo Cos 𝜃0 t ..........................................................(2.9)

dan koordinat sumbu y ialah:

Y = Vo Sin 𝜃0 t – ½ gt2 ..........................................(2.10)

Pada saat mencapai puncak (tinggi maksimum), maka kecepatan menurut


sumbu y adalah nol, maka :

Vo.Sino
t
g
...............................................................(2.11)

dimana t adalah waktu yang dibutuhkan peluru mencapai titik maksimum. Nilai t
diperoleh dari persamaan di atas dan dapat disubstitusikan pada persamaan X dan
Y sehingga diperoleh persamaan :

Vo 2 Sin 2 .......................................................(2.12)


X
2g

Dimana nilai X = Jarak horisontal maksimal yang dapat ditempuh peluru.


8

Vo 2 Sin 2
Y ..........................................................(2.13.)
2g

Dan nilai Y = Jarak vertikal maksimum yang dapat ditempuh peluru (Sears dan
Zemansky, 1982 hal 127-128).

Bukti dari suatu trayektori suatu gerak peluru berbentuk parabola dapat
dilihat dari persamaan:

g
Y = Tan o x – X ..........................(2.14)
2Vo 2 .Sin 2

Bentuk ini sesuai dengan persamaan Y = BX – AX2, dimana persamaan ini adalah
persamaan parabola yang terbuka ke bawah karena koefisien dari X2 bernilai
negatif (Resnick dan Halliday, 1986 hal 80)

2.4 Gerak Lurus Berubah Tidak Beraturan

Gerak lurus berubah tidak beraturan adalah gerak benda titik yang
membuat lintasaan garis lurus dengan percepatan tidak tetap, baik besar atau arah
atau juga kedua-duanya tidak tetap (Ganijanti Aby Sarojo,2002 hal 42).

2.5 Gerak Melingkar Beraturan

Gerak melingkar beraturan adalah gerak sebuah benda atau titik yang
membuat lintasan berbentuk lingkaran yang jari-jarinya R dengan sifat bahwa
panjang busur yang ditempuh tiap satu satuan waktu tetap (Ganijanti Aby Sarojo,
2002 hal 37).

2.6 Hukum II Newton

Bunyi Hukum II Newton: “Percepatan sebuah benda berbanding lurus


dengan gaya total yang bekerja padanya dan berbanding terbalik dengan
massanya. Arah percepatan sama dengan arah gaya total yang bekerja padanya”
(Giancoli, 2001 hal 95).

∑𝐹
𝑎= .........................................................................(2.15)
𝑚
9

BAB III

PERALATAN DAN CARA KERJA

3.1 Peralatan

Peralatan yang digunakan pasa percobaan Gerak Peluru (M6) ini adalah
contact stop switch satu buah, digital stop clock satu buah, ballistic missile satu
buah, bola logam dan kabel penghubung dua pasang.

3.2 Cara kerja

Cara kerja pada percobaan Gerak Peluru (M6) ini adalah pertama rangkaian
alat diatur seperti gambar 3.3. Kedua, diatur sudut elevasi ballistic missile (o).
Ketiga, peluru ditembakkan dengan jalan pelatuk tembak ditarik. Kempat, ketika
peluru ditembakkan, jarum stop clock mulai berjalan dan pada saat landasan
dikenai oleh peluru, saklar dimatikan. Dicatat waktu (t) dan jarak horizontal (s)
yang ditempuh peluru. Kelima, diulangi empat langkah sebelumnya sebanyak
lima kali. Keenam, percobaan pada lima langkah sebelumnya diulangi dengan V o
yang berbeda dengan jalan pelatuk penembak ditarik pada jarak yang berbeda.
Terakhir, percobaan pada langkah-langkah sebelumnya dilakukan dengan o yang
berbe

3.3 Set up Alat

Stop clock

Ballistic missile
Switch on/off

Gambar 3.1 Rangkaian alat percobaan gerak peluru


10

BAB IV

ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN

4.1 Analisa Data


Tabel 4.1.1 Nilai t dan s pada Bola Kecil dengan 𝒗𝒐 =2
θ=25° θ=35° θ=45° θ=55° θ=65°
No
t (s) x(cm) t (s) x(cm) t (s) x(cm) t (s) x(cm) t (s) x(cm)
1 0,05 39,4 0,27 45,7 0,35 44,9 0,37 45,5 0,35 26,3
2 0,18 38,9 0,27 46,9 0,35 45,9 0,4 41,5 0,3 27,8
3 0,17 35,9 0,33 47,3 0,26 46,6 0,32 23,7 0,31 25,5
4 0,15 42,4 0,3 45,8 0,37 46,5 0,31 40,4 0,4 29
5 0,11 34,3 0,21 46,6 0,35 44,4 0,36 34,1 0,35 27,8

Tabel 4.1.2 Nilai t dan s pada Bola Sedang dengan 𝒗𝟎 =2


θ=25° θ=35° θ=45° θ=55° θ=65°
No
t (s) x(cm) t (s) x(cm) t (s) x(cm) t (s) x(cm) t (s) x(cm)
1 0,11 37,8 0,25 40,3 0,33 48,4 0,35 42,2 0,42 29,9
2 0,13 37 0,22 44,7 0,37 47,2 0,45 37 0,45 21,7
3 0,23 37,4 0,31 47,3 0,29 41,3 0,25 33,3 0,42 27
4 0,2 38,8 0,25 46,3 0,3 48,2 0,36 40,3 0,44 22,8
5 0,25 36,7 0,26 50,8 0,34 45,4 0,32 47,3 0,42 26

Tabel 4.1.3 Nilai t dan s pada Bola Besar dengan 𝒗𝟎 =2


θ=25° θ=35° θ=45° θ=55° θ=65°
No
t (s) x (cm) t (s) x (cm) t (s) x (cm) t (s) x (cm) t (s) x (cm)
1 0,14 38,7 0,34 37,7 0,38 46,2 0,37 47,3 0,34 30
2 0,29 40,8 0,16 46,3 0,3 50,6 0,41 50,4 0,43 30,5
3 0,06 40,6 0,27 46,4 0,25 46,6 0,4 48,4 0,29 33
4 0,14 33,4 0,27 45 0,28 45,2 0,43 33,6 0,35 25
5 0,25 39,7 0,27 30,8 0,32 44,8 0,3 40 0,21 21,6
11

Tabel 4.1.4 Nilai t dan s pada Bola Kecil dengan 𝒗𝟎 =3


θ=25° θ=35° θ=45° θ=55° θ=65°
No
t (s) x (cm) t (s) x (cm) t (s) x (cm) t (s) x (cm) t (s) x (cm)
1 0,31 63,6 0,29 84 0,3 77,2 0,46 67,3 0,4 62,3
2 0,23 68,6 0,32 83,6 0,45 86,1 0,4 69,8 0,35 65,4
3 0,34 66,6 0,42 85,8 0,41 80,9 0,4 69,1 0,33 49,9
4 0,21 71,1 0,35 70,6 0,42 73,1 0,5 69,6 0,35 44,7
5 0,23 73,3 0,3 86,2 0,4 90,4 0,44 78,5 0,42 53,7

Tabel 4.1.5 Nilai t dan s pada Bola Sedang dengan 𝒗𝟎 =3


θ=25° θ=35° θ=45° θ=55° θ=65°
No
t (s) x (cm) t (s) x (cm) t (s) x (cm) t (s) x (cm) t (s) x (cm)
1 0,21 69,9 0,34 85,4 0,38 90,2 0,4 61,5 0,5 63,8
2 0,32 70 0,3 83,5 0,32 92,3 0,47 70,5 0,55 61,4
3 0,36 74,2 0,35 76,5 0,39 93,7 0,41 72,4 0,51 62
4 0,33 70,7 0,32 87,3 0,37 85,8 0,44 73,9 0,56 58
5 0,4 69,3 0,35 89,3 0,4 84,4 0,44 83,4 0,49 61

Tabel 4.1.6 Nilai t dan x pada Bola Besar dengan 𝒗𝟎 =3


θ=25° θ=35° θ=45° θ=55° θ=65°
No
t (s) s (cm) t (s) s (cm) t (s) s (cm) t (s) s (cm) t (s) s (cm)
1 0,21 72,4 0,35 87,8 0,4 80,9 0,45 73 0,4 45,5
2 0,34 73,8 0,29 84,5 0,4 90,8 0,49 79,5 0,42 47,5
3 0,27 75,8 0,4 81,6 0,37 83,3 0,55 83,4 0,45 52,4
4 0,2 70 0,25 79,3 0,35 84,7 0,47 73,5 0,45 47,1
5 0,43 67,8 0,39 81,3 0,4 95,6 0,53 76,2 0,38 48
12

4.2 Perhitungan
4.2.1 Perhitungan nilai kecepatan awal 𝒗𝟎
Tabel 4.2.1.1 Nilai 𝒕̅ dan 𝒙
̅ Bola Kecil, sekat 2
θ=25° 𝑥̅
No Bola 𝑉0 =
𝑡̅ cos 𝜃
t (s) x (cm)
38,18
= 0,132 cos 25°
1 0,05 39,4
38,18
2 0,18 38,9 = (0,132)(0,906)
Bola
3 0,17 35,9 = 319,146 𝑐𝑚⁄𝑠
Kecil
4 0,15 42,4 = 3,19 𝑚⁄𝑠
5 0,11 34,3
𝑡̅= 0,132 𝑥̅ = 38,18

Tabel 4.2.1.2 Nilai 𝐭̅ dan 𝐱̅ Bola Kecil, sekat 2


θ=35° 𝑥̅
No Bola 𝑉0 =
𝑡̅ cos 𝜃
t (s) x (cm)
46,46
= 0,276 cos 35°
1 0,27 45,7
46,46
2 0,27 46,9 = (0,276)(0,819)
Bola
3 0,33 47,3 = 205,498 𝑐𝑚⁄𝑠
Kecil
4 0,3 45,8 = 2,05 𝑚⁄𝑠
5 0,21 46,6
𝑡̅= 0,276 𝑥̅ = 46,46

Tabel 4.2.1.3 Nilai 𝐭̅ dan 𝐱̅ Bola Kecil, sekat 2


θ=45° 𝑥̅
No Bola 𝑉0 =
𝑡̅ cos 𝜃
t (s) x (cm)
45,66
= 0,336 cos 45°
1 0,35 44,9
45,66
2 0,35 45,9 = (0,336)(0,707)
Bola
3 0,26 46,6 = 192,182 𝑐𝑚⁄𝑠
Kecil
4 0,37 46,5 = 1,92 𝑚⁄𝑠
5 0,35 44,4
𝑡̅= 0,336 𝑥̅ = 45,66
13

Tabel 4.2.1.4 Nilai 𝐭̅ dan 𝐱̅ Bola Kecil, sekat 2


θ=55° 𝑥̅
No Bola 𝑉0 =
𝑡̅ cos 𝜃
t (s) x (cm)
37,04
= 0,352 cos 55°
1 0,37 45,5
37,04
2 0,4 41,5 = (0,352)(0,574)
Bola
3 0,32 23,7 = 183,460 𝑐𝑚⁄𝑠
Kecil
4 0,31 40,4 = 1,83 𝑚⁄𝑠
5 0,36 34,1
𝑡̅= 0,352 𝑥̅ = 37,04

Tabel 4.2.1.5 Nilai 𝐭̅ dan 𝐱̅ Bola Kecil, sekat 2


θ=65° 𝑥̅
No Bola 𝑉0 =
𝑡̅ cos 𝜃
t (s) x (cm)
27,28
= 0,342 cos 65°
1 0,35 26,3
27,28
2 0,3 27,8 = (0,342)(0,574)
Bola
3 0,31 25,5 = 188,743 𝑐𝑚⁄𝑠
Kecil
4 0,4 29 = 1,89 𝑚⁄𝑠
5 0,35 27,8
𝑡̅= 0,342 𝑥̅ = 27,28
3,19+2,05+1,92+1,83+1,89
Jadi ̅̅̅
𝑣0 pada bola kecil dengan sekat 2 adalah = =2,18𝑚⁄𝑠
5

Tabel 4.2.1.6 Nilai 𝒕̅ dan 𝒙


̅ Bola Sedang, sekat 2
θ=25° 𝑥̅
No Bola 𝑉0 =
𝑡̅ cos 𝜃
t (s) x (cm)
37,54
= 0,184 cos 25°
1 0,11 37,8
37,54
2 0,13 37 = (0,184)(0,906)
Bola
3 0,23 37,4 = 225,12 𝑐𝑚⁄𝑠
Sedang
4 0,2 38,8 = 2,25 𝑚⁄𝑠
5 0,25 36,7
𝑡̅= 0,184 𝑥̅ = 37,54
14

Tabel 4.2.1.7 Nilai 𝐭̅ dan 𝐱̅ Bola Sedang, sekat 2


θ=35° 𝑥̅
No Bola 𝑉0 =
𝑡̅ cos 𝜃
t (s) x (cm)
45,88
1 0,25 40,3 = 0,258 cos 35°
45,88
2 0,22 44,7 = (0,258)(0,819)
Bola
3 0,31 47,3 = 217,09 𝑐𝑚⁄𝑠
Sedang
4 0,25 46,3
= 𝟐, 𝟏𝟕 𝒎⁄𝒔
5 0,26 50,8
𝑡̅= 0,258 𝑥̅ = 45,88

Tabel 4.2.1.8 Nilai 𝐭̅ dan 𝐱̅ Bola Sedang, sekat 2


θ=45° 𝑥̅
No Bola 𝑉0 =
𝑡̅ cos 𝜃
t (s) x (cm)
46,1
= 0,326 cos 35°
1 0,33 48,4
46,1
2 0,37 47,2 = (0,326)(0,707)
Bola
3 0,29 41,3 = 199,986 𝑐𝑚⁄𝑠
Sedang
4 0,3 48,2 = 2,00 𝑚⁄𝑠
5 0,34 45,4
𝒕̅= 0,326 ̅= 46,1
𝒙

Tabel 4.2.1.9 Nilai 𝐭̅ dan 𝐱̅ Bola Sedang, sekat 2


θ=55° 𝑥̅
No Bola 𝑉0 =
𝑡̅ cos 𝜃
t (s) x (cm)
40,02
=
1 0,35 42,2 0,346 cos 35°
40,02
2 0,45 37 = (0,346)(0,574)
Bola
3 0,25 33,3 = 201,658 𝑐𝑚⁄𝑠
Sedang
4 0,36 40,3 = 2,02 𝑚⁄𝑠
5 0,32 47,3
𝒕̅= 0,346 ̅= 40,02
𝒙
15

Tabel 4.2.1.10 Nilai 𝐭̅ dan 𝐱̅ Bola Sedang, sekat 2


θ=65° 𝑥̅
No Bola 𝑉0 =
𝑡̅ cos 𝜃
t (s) x (cm)
25,48
1 0,42 29,9 = 0,43 cos 65°
25,48
2 0,45 21,7 = (0,43)(0,423)
Bola
3 0,42 27 = 140,211 𝑐𝑚⁄𝑠
Sedang
4 0,44 22,8 = 1,40 𝑚⁄𝑠
5 0,42 26
𝒕̅=0,43 ̅= 25,48
𝒙

Jadi ̅̅̅
𝒗𝟎 pada bola sedang dengan sekat 2 adalah
2,25+2,17+2,00+2,02+1,40
= =1,97𝑚⁄𝑠
5

Tabel 4.2.1.11 Nilai 𝐭̅ dan 𝐱̅ Bola Besar, sekat 2


No Bola θ=25° 𝑥̅
𝑉0 =
𝑡̅ cos 𝜃
t (s) x (cm)
38,64
= 0,176 cos 25°
1 0,14 38,7
38,64
2 0,29 40,8 = (0,176)(0,906)
Bola
3 0,06 40,6 = 242,244 𝑐𝑚⁄𝑠
Besar
4 0,14 33,4 = 2, ,42 𝑚⁄𝑠
5 0,25 39,7
𝒕̅=0,176 𝒙
̅= 38,64

Tabel 4.2.1.12 Nilai 𝐭̅ dan 𝐱̅ Bola Besar, sekat 2


No Bola θ=35° 𝑥̅
𝑉0 =
̅𝑡 cos 𝜃
t (s) x (cm)
41,24
= 0,262 cos 35°
1 0,34 37,7
41,24
2 0,16 46,3 = (0,262)(0,819)
Bola
3 0,27 46,4 = 192,156 𝑐𝑚⁄𝑠
Besar
4 0,27 45 = 1,92 𝑚⁄𝑠
5 0,27 30,8
𝒕̅=0,262 𝒙
̅= 41,24
16

Tabel 4.2.1.13 Nilai 𝐭̅ dan 𝐱̅ Bola Besar, sekat 2


θ=45° 𝑥̅
No Bola 𝑉0 =
𝑡̅ cos 𝜃
t (s) x (cm)
46,68
= 0,306 cos 45°
1 0,38 46,2
46,68
2 0,3 50,6 = (0,306)(0,707)
Bola
3 0,25 46,6 = 215,737 𝑐𝑚⁄𝑠
Besar
4 0,28 45,2 = 2,16 𝑚⁄𝑠
5 0,32 44,8
𝑡̅=0,306 𝑥̅ = 46,68

Tabel 4.2.1.14 Nilai t̅ dan x̅ Bola Besar, sekat 2


θ=55° 𝑥̅
No Bola 𝑉0 =
𝑡̅ cos 𝜃
t (s) x (cm)
43,94
= 0,382 cos 55°
1 0,37 47,3
43,94
2 0,41 50,4 = (0,382)(0,574)
Bola
3 0,4 48,4 = 200,544 𝑐𝑚⁄𝑠
Besar
4 0,43 33,6 = 2,01 𝑚⁄𝑠
5 0,3 40
𝑡̅=0,382 𝑥̅ = 43,94

Tabel 4.2.1.15 Nilai 𝐭̅ dan 𝐱̅ Bola Besar sekat 2


θ=65° 𝑥̅
No Bola 𝑉0 =
𝑡̅ cos 𝜃
t (s) x (cm)
28,02
=
1 0,34 30 0,324 cos 65°
28,02
2 0,43 30,5 = (0,324)(0,423)
Bola
3 0,29 33 = 204,633 𝑐𝑚⁄𝑠
Besar
4 0,35 25 = 2,05 𝑚⁄𝑠
5 0,21 21,6
𝑡̅=0,324 𝑥̅ =28,02
2,42+1,92+2,16+2,01+2,05
Jadi ̅̅̅
𝑣0 pada bola besar dengan sekat 2 adalah= =2,11𝑚⁄𝑠
5
17

Sehingga didapat :
̅̅̅ ̅̅̅𝑏𝑜𝑙𝑎
𝑣0 𝑏𝑜𝑙𝑎 𝑘𝑒𝑐𝑖𝑙+𝑣 0 ̅̅̅𝑏𝑜𝑙𝑎
𝑠𝑒𝑑𝑎𝑛𝑔+𝑣 0 𝑏𝑒𝑠𝑎𝑟 2,18+1,97+2,11
𝑣02 = = = 2,09 𝑚⁄𝑠
3 3

Tabel 4.2.1.16 Nilai 𝐭̅ dan 𝐱̅ Bola Kecil, sekat 3


θ=25° 𝑥̅
No Bola 𝑉0 =
𝑡̅ cos 𝜃
t (s) x (cm)
68,64
= 0,264 cos 25°
1 0,31 63,6
68,64
2 0,23 68,6 = (0,264)(0,906)
Bola
3 0,34 66,6 = 286,881 𝑐𝑚⁄𝑠
Kecil
4 0,21 71,1 = 2,87 𝑚⁄𝑠
5 0,23 73,3
𝑡̅=0,264 𝑥̅ =68,64

Tabel 4.2.1.17 Nilai 𝐭̅ dan 𝐱̅ Bola Kecil, sekat 3


θ=35° 𝑥̅
No Bola 𝑉0 =
𝑡̅ cos 𝜃
t (s) x (cm)
82,04
= 0,336 cos 35°
1 0,29 84
82,04
2 0,32 83,6 = (0,336)(0,819)
Bola
3 0,42 85,8 = 298,073 𝑐𝑚⁄𝑠
Kecil
4 0,35 70,6 = 2,98 𝑚⁄𝑠
5 0,3 86,2
𝑡̅=0,336 𝑥̅ =82,04

Tabel 4.2.1.18 Nilai 𝐭̅ dan 𝐱̅ Bola Kecil, sekat 3


θ=45° 𝑥̅
No Bola 𝑉0 =
𝑡̅ cos 𝜃
t (s) x (cm)
81,54
= 0,396 cos 45°
1 0,3 77,2
81,54
2 0,45 86,1 = (0,396)(0,707)
Bola
3 0,41 80,9 = 291,200 𝑐𝑚⁄𝑠
Kecil
4 0,42 73,1 = 2,91 𝑚⁄𝑠
5 0,4 90,4
𝑡̅=0,396 𝑥̅ =81,54
18

Tabel 4.2.1.19 Nilai 𝐭̅ dan 𝐱̅ Bola Kecil, sekat 3


θ=55° 𝑥̅
No Bola 𝑉0 =
𝑡̅ cos 𝜃
t (s) x (cm)
70,86
= 0,44 cos 55°
1 0,46 67,3
70,86
2 0,4 69,8 = (0,44)(0,574)
Bola
3 0,4 69,1 = 280,777 𝑐𝑚⁄𝑠
Kecil
4 0,5 69,6 = 2,81 𝑚⁄𝑠
5 0,44 78,5
𝑡̅=0,44 𝑥̅ =70,86

Tabel 4.2.1.20 Nilai 𝐭̅ dan 𝐱̅ Bola Kecil, sekat 3


θ=65° 𝑥̅
No Bola 𝑉0 =
𝑡̅ cos 𝜃
t (s) x (cm)
55,2
= 0,37 cos 55°
1 0,4 62,3
55,2
2 0,35 65,4 = (0,37)(0,423)
Bola
3 0,33 49,9 = 353,012 𝑐𝑚⁄𝑠
Kecil
4 0,35 44,7 = 3,53 𝑚⁄𝑠
5 0,42 53,7
𝑡̅=0,37 𝑥̅ =55,2

Jadi ̅̅̅
𝑣0 pada bola kecil dengan sekat 3 adalah =
2,87+2,98+2,91+2,81+3,53
=3,53𝑚⁄𝑠
5

Tabel 4.2.1.21 Nilai 𝐭̅ dan 𝐱̅ Bola Sedang, sekat 3


θ=25° 𝑥̅
No Bola 𝑉0 =
̅𝑡 cos 𝜃
t (s) x (cm)
70,82
= 0,324 cos 25°
1 0,21 69,9
70,82
2 0,32 70 = (0,324)(0,906)
Bola
3 0,36 74,2 =241,179 𝑐𝑚⁄𝑠
Sedang
4 0,33 70,7 = 2,41 𝑚⁄𝑠
5 0,4 69,3
𝑡̅=0,324 𝑥̅ =70,82
19

Tabel 4.2.1.22 Nilai 𝐭̅ dan 𝐱̅ Bola Sedang, sekat 3


θ=35° 𝑥̅
No Bola 𝑉0 =
𝑡̅ cos 𝜃
t (s) x (cm)
84,4
= 0,332 cos 35°
1 0,34 85,4
84,4
2 0,3 83,5 = (0,332)(0819)
Bola
3 0,35 76,5 =310,342 𝑐𝑚⁄𝑠
Sedang
4 0,32 87,3 =3,1 𝑚⁄𝑠
5 0,35 89,3
𝑡̅=0,332 𝑥̅ =84,4

Tabel 4.2.1.23 Nilai 𝐭̅ dan 𝐱̅ Bola Sedang, sekat 3


θ=45° 𝑥̅
No Bola 𝑉0 =
𝑡̅ cos 𝜃
t (s) x (m)
89,28
= 0,372 cos 45°
1 0,38 90,2
89,28
2 0,32 92,3 = (0,372)(0,707)
Bola
3 0,39 93,7 =339,412 𝑐𝑚⁄𝑠
Sedang
4 0,37 85,8 =3,39 𝑚⁄𝑠
5 0,4 84,4
𝑡̅=0,372 𝑥̅ =89,28

Tabel 4.2.1.24 Nilai 𝐭̅ dan 𝐱̅ Bola Sedang, sekat 3


θ=55° 𝑥̅
No Bola 𝑉0 =
𝑡̅ cos 𝜃
t (s) x (m)
72,34
= 0,432 cos 55°
1 0,4 61,5
72,34
2 0,47 70,5 = (0,432)(0,574)
Bola
3 0,41 72,4 =291,950 𝑐𝑚⁄𝑠
Sedang
4 0,44 73,9 =2,92 m/s
5 0,44 83,4
𝑡̅=0,432 𝑥̅ =72,34
20

Tabel 4.2.1.25 Nilai 𝐭̅ dan 𝐱̅ Bola Sedang, sekat 3


θ=65° 𝑥̅
No Bola 𝑉0 =
𝑡̅ cos 𝜃
t (s) x (m)
61,24
= 0,522 cos 65°
1 0,5 63,8
61,24
2 0,55 61,4 = (0,522)(0,423)
Bola
3 0,51 62 =277,598 𝑐𝑚⁄𝑠
Sedang
4 0,56 58 =2,78 𝑚⁄𝑠
5 0,49 61
𝑡̅=0,522 𝑥̅ =61,24
2,41+3,10+3,39+2,92+2,78
Jadi ̅̅̅
𝑣0 pada bola kecil dengan sekat 3 adalah= =2,92𝑚⁄𝑠
5

Tabel 4.2.1.26 Nilai 𝐭̅ dan 𝐱̅ Bola Besar, sekat 3


θ=25° 𝑥̅
No Bola 𝑉0 =
𝑡̅ cos 𝜃
t (s) x (cm)
71,96
= 0,29 cos 25°
1 0,21 72,4
71,96
2 0,34 73,8 = (0,29)(0,906)
Bola
3 0,27 75,8 =273,792 𝑐𝑚⁄𝑠
Besar
4 0,2 70 =2,74 𝑚⁄𝑠
5 0,43 67,8
𝑡̅=0,29 𝑥̅ =71,96

Tabel 4.2.1.27 Nilai 𝐭̅ dan 𝐱̅ Bola Besar, sekat 3


θ=35° 𝑥̅
No Bola 𝑉0 =
𝑡̅ cos 𝜃
t (s) x (cm)
82,9
= 0,336 cos 35°
1 0,35 87,8
82,9
2 0,29 84,5 = (0,336)(0,819)
Bola
3 0,4 81,6 =301,198 𝑐𝑚⁄𝑠
Besar
4 0,25 79,3 =3,01 𝑚⁄𝑠
5 0,39 81,3
𝑡̅=0,336 𝑥̅ =82,9
21

Tabel 4.2.1.28 Nilai 𝐭̅ dan 𝐱̅ Bola Besar, sekat 3


θ=45° 𝑥̅
No Bola 𝑉0 =
𝑡̅ cos 𝜃
t (s) x (cm)
87,06
= 0,384 cos 45°
1 0,4 80,9
87,06
2 0,4 90,8 = (0,384)(0,707)
Bola
3 0,37 83,3 =320,629 𝑐𝑚⁄𝑠
Besar
4 0,35 84,7 =3,21 𝑚⁄𝑠
5 0,4 95,6
𝑡̅=0,384 𝑥̅ =87,06

Tabel 4.2.1.29 Nilai 𝐭̅ dan 𝐱̅ Bola Besar, sekat 3


θ=55° 𝑥̅
No Bola 𝑉0 =
𝑡̅ cos 𝜃
t (s) x (cm)
77,12
= 0,498 cos 55°
1 0,45 73
77,12
2 0,49 79,5 = (0,498)(0,574)
Bola
3 0,55 83,4 =269,992 𝑐𝑚⁄𝑠
Besar
4 0,47 73,5 =2,70 𝑚⁄𝑠
5 0,53 76,2
𝑡̅=0,498 𝑥̅ =77,12

Tabel 4.2.1.30 Nilai 𝐭̅ dan 𝐱̅ Bola Besar, sekat 3


θ=65° 𝑥̅
No Bola 𝑉0 =
𝑡̅ cos 𝜃
t (s) x (cm)
48,1
= 0,42 cos 65°
1 0,4 45,5
48,1
2 0,42 47,5 = (0,42)(0,423)
Bola
3 0,45 52,4 =270,987 𝑐𝑚⁄𝑠
Besar
4 0,45 47,1 =2,71 𝑚⁄𝑠
5 0,38 48
𝑡̅=0,42 𝑥̅ =48,1
2,74+3,01+3,21+2,70+2,71
Jadi ̅̅̅
𝑣0 pada bola besar dengan sekat 3 adalah= =2,87𝑚⁄𝑠
5
22

Sehingga didapat :
̅̅̅ ̅̅̅𝑏𝑜𝑙𝑎
𝑣0 𝑏𝑜𝑙𝑎 𝑘𝑒𝑐𝑖𝑙+𝑣 0 ̅̅̅𝑏𝑜𝑙𝑎
𝑠𝑒𝑑𝑎𝑛𝑔+𝑣 0 𝑏𝑒𝑠𝑎𝑟 3,02+2,92+2,87
𝑣03 = = = 2,94 𝑚⁄𝑠
3 3

4.2.2 Perhitungan Nilai Tinggi Maksimum 𝒚𝒎𝒂𝒌𝒔


Nilai 𝑦𝑚𝑎𝑘𝑠 pada percobaan ini dapat dicari dengan menggunakan
𝑣02 2 .sin2 𝜃
persamaan sebagai berikut : 𝑦𝑚𝑎𝑘𝑠 = 𝑦0 + .
2𝑔

Contoh perhitungan:
pada bola kecil dengan sekat 2
𝑦0 = 8 𝑐𝑚 = 0.08𝑚
𝑣02 = 2.09 𝑚/𝑠
𝜃 = 25
2
g = 9.8 𝑚⁄𝑠
𝑣02 2 . sin2 𝜃
𝑦𝑚𝑎𝑘𝑠 = 𝑦0 +
2𝑔
(2.09)2 sin2 25°
= 0.08 + 2(9.8)

= 0.12 𝑚
Dengan perhitungan yang sama, maka didapat data sebagai berikut:

Tabel 4.2.2.1 Perhitungan Nilai 𝒚𝒎𝒂𝒌𝒔 dengan 𝒗𝟎𝟐 pada sekat 2, Bola Kecil
𝑣02 𝑣02 2 2g 𝑦0 𝑦𝑚𝑎𝑘𝑠
Sudut sin 𝜃 2
sin 𝜃
No Bola 2
(θ) (𝑚⁄𝑠) (𝑚⁄𝑠) (𝑚⁄𝑠 ) (m) (m)
1 25° 0.423 0.179 2.09 4.368 19.6 0.08 0.120
2 35° 0.574 0.329 2.09 4.368 19.6 0.081 0.154
Bola
3 45° 0.707 0.500 2.09 4.368 19.6 0.082 0.193
Kecil
4 55° 0.819 0.671 2.09 4.368 19.6 0.082 0.231
5 65° 0.906 0.821 2.09 4.368 19.6 0.08 0.263
23

Tabel 4.2.2.2 Perhitungan Nilai 𝐲𝐦𝐚𝐤𝐬 dengan 𝐯𝟎𝟐 pada sekat 2, Bola Sedang
𝑣02 𝑣02 2 2g 𝑦0 𝑦𝑚𝑎𝑘𝑠
Sudut sin 𝜃 2
sin 𝜃
No Bola 2
(θ) (𝑚⁄𝑠) (𝑚⁄𝑠) (𝑚⁄𝑠 ) (m) (m)
1 25° 0.423 0.179 2.09 4.368 19.6 0.085 0.125
2 35° 0.574 0.329 2.09 4.368 19.6 0.087 0.160
Bola
3 45° 0.707 0.500 2.09 4.368 19.6 0.09 0.201
Sedang
4 55° 0.819 0.671 2.09 4.368 19.6 0.086 0.235
5 65° 0.906 0.821 2.09 4.368 19.6 0.084 0.267

Tabel 4.2.2.3 Perhitungan Nilai 𝐲𝐦𝐚𝐤𝐬 dengan 𝐯𝟎𝟐 pada sekat 2, Bola Besar
𝑣02 𝑣02 2 2g
𝑦0 𝑦𝑚𝑎𝑘𝑠𝑆
N Sudut sin 𝜃 sin2 𝜃 ( ( (
Bola
o (θ) 2
(m) (m)
𝑚⁄𝑠) 𝑚⁄𝑠) 𝑚⁄𝑠 )
0,42
1 25° 3 0,179 2,09 4,368 19,6 0,09 0,130
0,57 0,09
2 35° 4 0,329 2,09 4,368 19,6 3 0,166
Bola
0,70 0,09
Besa
3 45° 7 0,500 2,09 4,368 19,6 5 0,206
r
0,81 0,09
4 55° 9 0,671 2,09 4,368 19,6 4 0,243
0,90 0,09
5 65° 6 0,821 2,09 4,368 19,6 2 0,275

Tabel 4.2.2.4 Perhitungan Nilai 𝐲𝐦𝐚𝐤𝐬 dengan 𝐯𝟎𝟑 pada sekat 3, Bola Kecil
𝑣03 𝑣02 2 2g 𝑦0 𝑦𝑚𝑎𝑘𝑠
Sudut sin 𝜃 2
sin 𝜃
No Bola 2
(θ) (𝑚⁄𝑠) (𝑚⁄𝑠) (𝑚⁄𝑠 ) (m) (m)
1 25° 0,423 0,179 2,94 8,644 19,6 0,08 0,159
2 35° 0,574 0,329 2,94 8,644 19,6 0,081 0,226
Bola
3 45° 0,707 0,500 2,94 8,644 19,6 0,082 0,302
Kecil
4 55° 0,819 0,671 2,94 8,644 19,6 0,082 0,378
5 65° 0,906 0,821 2,94 8,644 19,6 0,08 0,442

Tabel 4.2.2.5 Perhitungan Nilai 𝐲𝐦𝐚𝐤𝐬 dengan 𝐯𝟎𝟑 pada sekat 3, Bola Sedang
𝑣03 𝑣02 2 2g 𝑦0 𝑦𝑚𝑎𝑘𝑠
Sudut sin 𝜃 sin 𝜃 2
No Bola 2
(θ) (𝑚⁄𝑠) (𝑚⁄𝑠) (𝑚⁄𝑠 ) (m) (m)
1 Bola 25° 0,423 0,179 2,94 8,644 19,6 0,085 0,164
24

2 Sedang 35° 0,574 0,329 2,94 8,644 19,6 0,087 0,232


3 45° 0,707 0,500 2,94 8,644 19,6 0,09 0,310
4 55° 0,819 0,671 2,94 8,644 19,6 0,086 0,382
5 65° 0,906 0,821 2,94 8,644 19,6 0,084 0,446

Tabel 4.2.2.6 Perhitungan Nilai 𝐲𝐦𝐚𝐤𝐬 dengan 𝐯𝟎𝟑 pada sekat 3, Bola Besar
𝑣0 𝑣02 2 2g 𝑦0 𝑦𝑚𝑎𝑘𝑠
Sudut sin 𝜃 2
sin 𝜃
No Bola 2
(θ) (𝑚⁄𝑠) (𝑚⁄𝑠) (𝑚⁄𝑠 ) (m) (m)
1 25° 0,423 0,179 2,94 8,644 19,6 0,09 0,169
2 35° 0,574 0,329 2,94 8,644 19,6 0,093 0,238
Bola
3 45° 0,707 0,500 2,94 8,644 19,6 0,095 0,315
Besar
4 55° 0,819 0,671 2,94 8,644 19,6 0,094 0,390
5 65° 0,906 0,821 2,94 8,644 19,6 0,092 0,454

Sehingga didapat nilai rata-rata 𝑦𝑚𝑎𝑘𝑠 adalah :


 Dengan 𝑣02 :
0,120+0,125+0,130
𝑦𝑚𝑎𝑘𝑠 pada sudut 25° =
̅̅̅̅̅̅̅̅ = 0,125 𝑚
3
0,154+0,160+0,166
𝑦𝑚𝑎𝑘𝑠 pada sudut 35° =
̅̅̅̅̅̅̅̅ = 0,160 𝑚
3
0,193+0,201+0,206
𝑦𝑚𝑎𝑘𝑠 pada sudut 45° =
̅̅̅̅̅̅̅̅ = 0,200 𝑚
3
0,231+0,235+0,243
𝑦𝑚𝑎𝑘𝑠 pada sudut 55° =
̅̅̅̅̅̅̅̅ = 0,236 𝑚
3
0,263+0,267+0,275
𝑦𝑚𝑎𝑘𝑠 pada sudut 65° =
̅̅̅̅̅̅̅̅ = 0,268 𝑚
3

 Dengan 𝑣03 :
0,159+0,164+0,169
𝑦𝑚𝑎𝑘𝑠 pada sudut 25° =
̅̅̅̅̅̅̅̅ = 0,164 𝑚
3
0,226+0,232+0,238
𝑦𝑚𝑎𝑘𝑠 pada sudut 35° =
̅̅̅̅̅̅̅̅ = 0,232 𝑚
3
0,302+0,310+0,315
𝑦𝑚𝑎𝑘𝑠 pada sudut 45° =
̅̅̅̅̅̅̅̅ = 0,309 𝑚
3
0,378+0,382+0,390
𝑦𝑚𝑎𝑘𝑠 pada sudut 55° =
̅̅̅̅̅̅̅̅ = 0,383 𝑚
3
0,442+0,446+0,454
𝑦𝑚𝑎𝑘𝑠 pada sudut 65° =
̅̅̅̅̅̅̅̅ = 0,447 m
3
25

4.3 Grafik
Berdasarkan data yang diperoleh dalam perhitungan, maka didapat grafik
sebagai berikut:

0.3

0.25

0.2
y maks (m)

0.15

0.1

0.05

0
0 10 20 30 40 50 60 70
Sudut (θ)

Gambar 4.3.1 Hubungan antara Sudut (θ) dan 𝒚𝒎𝒂𝒌𝒔 dengan sekat 2

0.500
0.450
0.400
0.350
0.300
y mak (m)

0.250
0.200
0.150
0.100
0.050
0.000
0 10 20 30 40 50 60 70
Sudut (θ)

Gambar 4.3.2 Hubungan antara Sudut (θ) dan 𝒚𝒎𝒂𝒌𝒔 dengan sekat 3
26

𝑣0 (𝑚⁄𝑠)
̅̅̅
2.15
2.1
2.05
2
1.95
1.9
1.85
1.8
1.75
0 20 40 60 80
Sudut (θ)

Gambar 4.3.3 Hubungan antara Sudut (θ) dan 𝒗𝟎 dengan sekat 2

3.2

3.1

2.9

2.8

2.7

2.6
0 20 40 60 80

sudut ()

Gambar 4.3.4 Hubungan antara Sudut (θ) dan 𝒗𝟎 dengan sekat 3


27

50
45
40

jarak tempuh
35
30
25
20
15
10
5
0
0 10 20 30 40 50 60 70

sudut (θ)

Gambar 4.3.5 Hubungan antara Sudut (θ) dan 𝒙 dengan sekat 2

100
jarak tempuh

80

60

40

20

0
0 10 20 30 40 50 60 70

sudut (θ)

Gambar 4.3.6 Hubungan antara Sudut (θ) dan 𝒙 dengan sekat 3

4.4 Pembahasan

Pada percobaan gerak peluru yang bertujuan untuk mempelajari gerak


peluru dari suatu benda ini digunakan beberapa variasi sudut yaitu
25,35,45,55 dan 65 , tiga macam variasi bola yaitu bola kecil,bola sedang dan
bola besar serta dua sekat yaitu sekat dua dan tiga.
28

Cara kerja pada percobaan Gerak Peluru (M6) ini adalah pertama
rangkaian alat diatur seperti gambar 3.1. Kedua, diatur sudut elevasi ballistic
missile (o). Ketiga, peluru ditembakkan dengan jalan pelatuk tembak ditarik.
Kempat, ketika peluru ditembakkan, jarum stop clock mulai berjalan dan pada
saat landasan dikenai oleh peluru, saklar dimatikan. Dicatat waktu (t) dan jarak
horizontal (x) yang ditempuh peluru. Kelima, diulangi empat langkah sebelumnya
sebanyak lima kali dan diulang dengan bola yang berbeda. Keenam, percobaan
pada lima langkah sebelumnya diulangi dengan vo yang berbeda dengan jalan
pelatuk penembak ditarik pada jarak yang berbeda. Terakhir, percobaan pada
langkah-langkah sebelumnya dilakukan dengan  yang berbeda. Data yang
didapat berupa nilai jarak (x) dan waktu (t). Kemudian dari data tersebut dihitung
nilai 𝑣0 pada sekat 2 dan 3 sehingga didapat 𝑣02 sebesar 2,09 𝑚/𝑠 dan 𝑣03
sebesar 2,94 𝑚/𝑠, serta dihitung pula nilai 𝑦𝑚𝑎𝑘𝑠 saat peluru ditembakkan
dengan 𝑣02 dan 𝑣03 sehingga didapat 𝑦𝑚𝑎𝑘𝑠 dengan 𝑣02 pada sudut 25 sebesar
0,125m, pada sudut 35 sebesar 0,160m, pada sudut 45 sebesar 0,200m, pada
sudut 55 sebesar 0,236m dan pada sudut 65 sebesar 0,268m. Sedangkan nilai
𝑦𝑚𝑎𝑘𝑠 saat peluru ditembakkan dengan 𝑣03 pada sudut 25 sebesar 0,164m, pada
sudut 35 sebesar 0,232m, pada sudut 45 sebesar 0,309m, pada sudut 55 sebesar
0,383m dan pada sudut 65 sebesar 0,447m.
Faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya 𝑣0 dan 𝑦𝑚𝑎𝑘𝑠 pada gerak
peluru adalah kecepatan awal ( Vo ), sudut yang dibentuk ( o ), besarnya percepatan
dalam hal ini adalah percepatan gravitasi ( g ). Pada grafik 4.3.1 dan 4.3.2 dijelaskan
bahwa semakin besar sudut (𝜃) yang digunakan maka nilai 𝒚𝒎𝒂𝒌𝒔 yang didapat
akan semakin besar,begitu juga sebaliknya semakin kecil sudut yang digunakan
maka nilai 𝒚𝒎𝒂𝒌𝒔 yang didapat juga akan semakin kecil. Kemudian pada grafik
4.3.3 dan 4.3.4 diketahui bahwa semakin tinggi nilai sudut (θ) maka nilai 𝑣0 yang
didapat akan semakin kecil, begitu juga sebaliknya jika semakin rendah nila sudut
(θ) maka nilai yang didapat untuk 𝑣0 akan semakin tinggi. Sedangkan pada grafik
4.3.5 dan 4.3.6 dapat diketahui bahwa jarak tempuh terjauh pada proyektil adalah
pada sudut 45, hal ini dikarenakan gerak lintas parabola mendarat di landasan
yang datar.
29

Pada perhitungan gerak peluru ini massa peluru diabaikan, karena


hambatan atau gaya gesek udara diabaikan sehingga tidak mempengaruhi gerak
peluru tersebut. Karena satu-satunya gaya yang bekerja terhadap peluru dalam
suatu kondisi yang diidealkan ini hanyalah beratnya sendiri, yang besar dan
arahnya dianggap konstan, maka geraknya diproyeksikan saja pada sepasang
sumbu koordinat tegak lurus. Sumbu yang horisontal kita sebut sumbu x dan yang
vertikal sumbu y. Maka komponen x gaya terhadap peluru adalah nol dan
komponen y ialah berat peluru itu sendiri, -mg. Ketika gaya berat tersebut
dihubungkan dengan Hukum II Newton maka percepatan benda berlawanan
dengan gaya gravitasi.
30

BAB V
KESIMPULAN

Berdasarkan hasil analisa data serta pembahasan dari data-data yang


diperoleh, maka dapat disimpulkan bahwa:
 Berdasarkan grafik hubungan antara sudut (θ) dan x, maka dapat
diketahui bahwa gerak peluru adalah parabola.
 Faktor-faktor yang mempengaruhi gerak peluru adalah besarnya
kecepatan awal peluru pada saat lepas dari ballistic, besarnya sudut dan
ketinggian peluru saat lepas dari ballistic.
 Ketinggian maksimum pada gerak peluru diperoleh pada sudut 65°.
 Jarak maksimum pada gerak peluru diperoleh pada sudut 45°.
31

DAFTAR PUSTAKA

Dosen-dosen fisika FMIPA ITS. 2009. Fisika I Kinematika-Dinamika-Getaran-


Panas. Surabaya : YANASIKA

Giancoli, Douglas C. 2001. FISIKA Edisi Kelima Jilid 1. Jakarta: Erlangga

Resnick, R. and Halliday, D. 1986. Fisika Jilid 1 Edisi Ketiga. Jakarta: Erlangga

Sarojo, Ganijaty Aby. 2002. Fisika Dasar Mekanika. Jakarta: Salemba Teknika

Sears dan Zemansky. 1982. FISIKA untuk Universitas 1 Mekanika.Panas.Bunyi.


Bandung : Binacipta

http://www.mediabali.net/fisika_hypermedia/gerak_peluru.html

Anda mungkin juga menyukai