Anda di halaman 1dari 27

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang dan Permasalahan Daerah pedesaan di Jawa Tengah merupakan wilayah yang memiliki potensi alam yang besar, akan tetapi potensi yang besar itu hanya sebagian kecil yang telah dikembangkan menjadi aktivitas perekonomian. Penduduk pedesaan Jawa Tengah lebih banyak tertuju pada sektor primer, sehingga lebih banyak kegiatan mengolah tanah untuk kegiatan pertanian. Sementara produksi alam lainnya belum banyak dimanfaatkan, kondisi ini menyebabkan besarnya ketergantungan masyarakat kepada keadaan alam. Suatu desa memiliki tanah yang subur dengan pengairan yang lebih, maka dapat dipastikan kalau secara ekonomi penduduk desa itu ekonominya lebih baik. Sebaliknya apabila lingkungan alamnya kurang menunjang, pertaniannya kurang subur, maka ekonomi penduduk desa dapat dipastikan sebagian masyarakat desa masih hidup dalam kemiskinan dan keterbelakangan.1 Penyebab dari permasalahan kemiskinan adalah kondisi alam desa dan manusianya sendiri. Secara geografis kondisi suatu desa, tanahnya subur tetapi belum diolah secara maksimal karena penduduknya yang jarang dan berpindah-pindah. Ada juga suatu desa yang kurang subur tetapi penduduknya padat sehingga menimbulkan berbagai permasalahan. Dari berbagai permasalahan

Sri Saadah Soepono, et al, Corak dan Pola Kehidupan Sosial Ekonomi Pedesaaan: Studi tentang Kewiraswastaan Pada Masyarakat di Plered, (Jakarta: Proyek Pengkajian dan Pembinaan Nilai-nilai Budaya Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional Direktorat Jenderal Kebudayaan, 1995), hlm 1.

yang kompleks, pemerintah berusaha mengatasi permasalahan tersebut dengan tujuan untuk mengatasi berbagai permasalahan yang terjadi di pedesaan, disamping mengurangi kesenjangan sosial antara masyarakat desa dengan masyarakat kota. Pembangunan itu sendiri merupakan rangkaian usaha pertumbuhan dan perubahan berencana yang dilakukan secara sadar oleh masyarakat bersama pemerintah menuju modernisasi dalam rangka pembinaan bangsa.2 Desa merupakan suatu bentuk kesatuan masyarakat atau komunitas penduduk yang bertempat tinggal dalam suatu lingkungan dimana kehidupan sosial ekonomi mereka relatif homogen serta banyak bergantung kepada alam.3 Secara geografis kondisi alam desa yang satu dengan yang lainnya berbeda, ada kalanya kondisi suatu desa tanahnya subur sehingga baik digunakan sebagai lahan pertanian adapula desa yang mempunyai tanah tandus yang tidak dapat ditanami sehingga penduduk desa memilih pekerjaan selain pertanian. Pedesaan juga sering disebut hinterland kota,4 dilihat dari segi sosial ekonomi berbagai produk alam yang dihasilkan masyarakat pedesaan sangat dibutuhkan oleh masyarakat kota, sedangkan dari segi sosial budaya pedesaan merupakan daerah cagar budaya yang potensial untuk dikembangkan karena memiliki keunikan dan mencerminkan masyarakat desa itu sendiri dalam menjalani kehidupan sehari- hari. Pariwisata Sondang P. Siagian, Administrasi Pembangunan, (Jakarta: Gunung Agung, 1974), hlm. 21. Suhartono, dkk., Parlemen Desa: Dinamika DPR Kelurahan dan Gotong Royong (Yogyakarta: Lapera Pustaka Utama, 2000), hlm. 11. R. Bintarto, Interaksi Desa Kota dan Permasalahannya (Jakarta: Ghalia Indonesia,1989), hlm. 9.
4 3 2

merupakan industri gaya baru yang mampu memacu pertumbuhan ekonomi yang cepat dalam hal kesempatan kerja, pendapatan, taraf hidup, dan dalam mengaktifkan sektor lain di dalam negara penerima wisatawan. Di samping itu pariwisata sebagai suatu sektor yang kompleks, mampu menghidupkan sektorsektor lain meliputi industri-industri seperti industri kerajinan tangan, industri cinderamata, penginapan, dan transportasi.5 Disebutkan pula bahwa pariwisata sebagai industri jasa yang digolongkan sebagai industri ketiga cukup berperan penting dalam menetapkan kebijaksanaan mengenai kesempatan kerja, dengan alasan semakin mendesaknya tuntutan akan kesempatan kerja yang tetap sehubungan dengan selalu meningkatnya wisata pada masa yang akan datang.6 Potensi pariwisata alam, sosial, dan budaya Desa Sidomukti belum terekspos dengan baik. Padahal jika ditengok pada daerah lain, sektor pariwisata menjadi salah satu poros utama penggerak pembangunan. Sejak awal telah disadari bahwa kegiatan pariwisata harus dapat dimanfaatkan untuk

pembangunan.7 Pembangunan kepariwisataan sebagai bagian dari pembangunan nasional mempunyai tujuan antara lain memperluas kesempatan berusaha dan lapangan kerja. Sejalan dengan tahap-tahap pembangunan nasional, pelaksanaan pembangunan
5

kepariwisataan

nasional

dilaksanakan

secara

menyeluruh,

Salah Wahab, Manajemen Kepariwisataan Terjemahan Frans Gromang (Jakarta: PT Pradnya Paramita, 1976), hlm. 5. James J. Spillane. Ekonomi Pariwisata: Sejarah dan Prospeknya (Yogyakarta: Kanisius,1993), hlm. 47. I Gusti Ngurah Bagus, Hubungan Pariwisata dengan Budaya di Indonesia, Prospek, dan Masalahnya dalam Kumpulan Makalah Kongres Kebudayaan 1991 (Depdikbud 1992/1993), hlm. 123.
7 6

berimbang, bertahap, dan berkesinambungan. Nampak jelas bahwa pembangunan di bidang kepariwisataan mempunyai tujuan akhir untuk meningkatkan pendapatan masyarakat yang pada akhirnya dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.8 Desa Sidomukti yang terletak di Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang merupakan sebuah daerah yang menggantungkan sebagian besar kehidupan masyarakatnya pada sektor pertanian terutama sayuran. Pengolahan tanah pertanian selama ini di Desa Sidomukti masih menggunakan sitem pengolahan tradisional yang diturunkan dari generasi sebelumnya. Jika dicermati lebih mendalam, sebenarnya Desa Sidomukti memiliki hal lain yang dapat membantu mendongkrak taraf hidup masyarakatnya. Banyak potensi pariwisata yang ada di Desa Sidomukti. Perkembangan sektor pariwisata yang ada belum tergarap dengan optimal oleh masyarakat dan pemangku kepentingan dalam hal ini Dinas Pemuda, Olahraga, Budaya dan Pariwisata Kabupaten Semarang. Seiring berjalannya waktu, Desa Sidomukti mulai merangkak menjadi salah satu tujuan wisata yang layak untuk diperhitungkan. Geliat ini terlihat dari adanya pengakuan dari Dinas Pemuda, Olahraga, Budaya dan Pariwisata Kabupaten Semarang yang menjadikan Desa Sidomukti menjadi Desa Wisata pada tahun 2006.9 Selain pencanangan Desa Wisata, setahun setelahnya berdiri sebuah obyek wisata yang bernama Umbul Sidomukti yang terletak di Dusun Harry Waluyo (et al). Dukungan Budaya Terhadap Perkembangan Ekonomi (Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1993), hlm. 30. Wawancara, Mustain Thoyib, Ketua Pokdarwis Desa Sidomukti (Sidomukti, tanggal 23 April 2011).
9 8

Tegalsari Desa Sidomukti. Obyek wisata ini menawarkan keindahan panorama yang ada di Desa Sidomukti yang dikelola oleh PT Panorama Agro Sidomukti. Perkembangan pesat pasca hidupnya obyek wisata Umbul Sidomukti membuat sebagain masyarakat mulai melirik usaha yang berkaitan dengan industri pariwisata. Berbagai jenis usaha pariwisata muncul guna mendukung jalannya roda pariwisata di Desa Sidomukti. Mulai dari jasa kuda, homestay, warung makan dan jajanan, hingga pertunjukan kesenian. Hal ini terjadi sedikit banyak karena mulai menyadari akan potensi ekonomi yang dihasilkan dengan adanya industri pariwisata. Ada sebuah ketidakseimbangan dalam perkembangan sektor pariwisata di Desa Sidomukti. Melesatnya industri pariwisata di Sidomukti tampaknya tidak diimbangi dengan pembangunan sarana dan prasarana penunjang. Masih terlihatnya akses jalan yang rusak di Desa Sidomukti serta terlihatnya ketidaksiapan dari masyarakat setempat dalam membendung perkembangan arus pariwisata di Desa Sidomukti. Berdasarkan latar belakang tersebut, permasalahan yang akan diangkat dalam tulisan ini adalah: 1. Dampak dan perubahan sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat setelah berkembangnya industri pariwisata di Desa Sidomukti? 2. Proses terbentuknya Desa Sidomukti menjadi sebuah desa wisata? 3. Arahan Pengembangan Desa Sidomukti sebagai sebuah kawasan wisata yang berbasis masyarakat?

B. Ruang Lingkup Penulisan dan penelitian sejarah akan menjadi lebih mudah dan terarah jika dilengkapi dengan perangkat pembatas, baik temporal maupun spasial serta keilmuan. Hal itu sangat diperlukan, karena dengan batasan tersebut, sejarawan dapat terhindar dari hal-hal yang tidak ada relevansinya dengan permasalahan yang ditulis. Jika piranti ini tidak digunakan, akibatnya analisis yang dihasilkan akan bersifat lemah.10 Batasan-batasan yang dimaksud adalah ruang lingkup spasial, ruang lingkup temporal, dan ruang lingkup keilmuan. Ruang lingkup juga membantu agar tidak terjerumus kedalam pembahasan yang terlalu luas.11 1. Ruang Lingkup Temporal Lingkup temporal atau pembatasan waktu yang dipakai dalam penulisan skripsi ini adalah tahun 1999 sampai dengan tahun 2009. Pemilihan tahun 1999 sebagai temporal awal penulisan skripsi ini dengan alasan pada tahun ini Pemerintah Republik Indonesia mulai mengimplementasikan pelaksanaan Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah. Dalam UndangUndang tersebut, pokok pembangunan lebih ditekankan di daerah pedesaan, sehingga akan terjadi perubahan sosial kemasyarakatan dari urbanisasi menjadi ruralisasi dalam hal ini seperti melakukan kegiatan berwisata ke desa. Selain itu, UU No. 22 Tahun 1999 ini juga menjadi embrio pembentukan desa wisata yang didukung program dari Departemen Pariwisata yaitu Pola PIR (Pariwisata Inti Taufik Abdullah, Abdurrahman Surjomihardjo, eds. Ilmu Sejarah dan Historiografi: Arah dan Perspektif (Jakarta: Gramedia, 1985), hlm. xii. Koentjaraningrat, Metode Penelitian Masyarakat, (Jakarta: Gramedia, 1977), hlm. 28.
11 10

Rakyat). Pada tahun 2002, di Desa Sidomukti dilakukan perbaikan dan pembangunan infrastruktur pariwisata di obyek wisata Sendang Prigen. Pembangunan berupa sarana mushola dan kamar kecil ini menjadi embrio dibentuknya desa wisata di Desa Sidomukti. Tahun 2006, oleh Dinas Pariwisata Kabupaten Semarang, Desa Sidomukti ditetapkan menjadi desa wisata. Pada tahun 2007, di wilayah Desa Sidomukti berdiri Obyek Wisata Umbul Sidomukti yang dikelola oleh PT. Panorama Agro Sidomukti (PT. PAS) yang dimiliki oleh pengusaha asal Jakarta, Siswono Yudohusodo. Dengan berdiri dan

berkembangnya obyek wisata ini, jumlah wisatawan yang melintas di Desa Sidomukti meningkat drastis. Jumlah kunjungan yang meningkat ini memacu masyarakat untuk mulai melirik usaha di bidang pariwisata.12 Untuk membatasi akhir temporal, penulis menggunakan tahun 2009 dengan alasan dari tahun 1999 hingga 2009 telah terlihat perubahan-perubahan sosial dan ekonomi pada masyarakat Desa Sidomukti. Rentang waktu 11 tahun dirasa sudah cukup untuk melihat bentuk perubahan-perubahan yang terjadi pada masyarakat Desa Sidomukti. Perubahan pola pemikiran merupakan perubahan yang paling besar pada masyarakat. Dari masyarakat yang mengandalkan sektor agraris, menjadi masyarakat yang mulai melirik sektor pariwisata sebagai salah satu penopang kehidupan ekonomi masyarakat setempat.

Wawancara, Mustain Thoyib, Ketua Pokdarwis Desa Sidomukti (Sidomukti, tanggal 24 April 2011).

12

2.

Lingkup spasial Ruang lingkup spasial yang diambil penulis dalam skripsi ini adalah Desa

Sidomukti, maka penelitian ini termasuk sejarah lokal. Penulisan tingkat lokal dalam sejarah adalah penulisan kesan masa lalu dari kelompok masyarakat yang pada tempat atau geografis terbatas.13 Dipilihnya desa ini sebagai daerah penelitian antara lain, pertama, berkembangnya sektor pariwisata di Desa Sidomukti dapat dipakai salah satu perkembangan desa yang miskin menjadi desa yang maju. Usaha penggalian potensi wisata oleh pihak swasta telah berhasil mengangkat nama Desa Sidomukti sebagai salah satu tujuan wisata andalan di Kabupaten Semarang, yang secara tidak langsung pula berpengaruh pada masyarakat Desa Sidomukti sehingga perubahan-perubahan yang terjadi dibidang sosial ekonomi, dan budaya juga lebih menarik untuk dikaji. Kedua, kondisi sosial dan ekonomi masyarakat Desa Sidomukti sangat menarik untuk diteliti. Hal ini berkaitan dengan adanya perubahan pola pikir masyarakat yang mulai melirik usaha di bidang pariwisata sebagai usaha alternatif disamping sektor pertanian yang bselama ini digeluti sebagian besar masyarakat. 3. Lingkup keilmuan Skripsi ini dapat digolongkan ke dalam disiplin ilmu sejarah, karena disiplin ilmu sejarah ini mempelajari dinamika dan perkembangan kehidupan manusia pada masa lampau.14 Demikian pula ilmu sejarah mempunyai beberapa

13

Koentjaraningrat , op.cit. , hlm. 15.

Taufik Abdullah, Sejarah Lokal di Indonesia (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1985), hlm. 321.

14

lapangan khusus atau tematis dalam mendekati obyek sejarah, seperti sejarah sosial, sejarah militer, sejarah politik, dan sebagainya. Mengingat fokus kajian skripsi ini melingkupi perubahan sosial masyarakat di pedesaan. lingkup keilmuan skripsi ini termasuk dalam kategori sejarah sosial ekonomi. Sejarah sosial ekonomi adalah sejarah yang mengkaji perkembangan sosial ekonomi masyarakat dengan menguraikan gajala-gejala yang terdapat di sekitar permasalahan ekonomi masa lalu dan masa kini.15 Selain menggunakan ilmu bantu Sosiologi, dalam penulisan skripsi ini, penulis juga turut menggunakan ilmu bantu Pariwisata. Penulisan skripsi ini lebih menitik beratkan pada pemakaian ilmu sosiologi daripada ilmu sejarah. Pemakaian ilmu sejarah untuk mengkaji proses kronologis kejadian-kejadian yang terjadi, dan ilmu sosiologi untuk mengkaji perubahan, struktur dan interaksi sosial, serta konflik yang terjadi di dalam masyarakat desa.

C. Tinjauan Pustaka Pustaka pertama yang dijadikan acuan adalah karangan B.N. Marbun yang berjudul Proses Pembangunan Desa.16 Pustaka ini berisi tentang pembangunan desa harus dimulai dengan perbaikan aparat pelaksana, yaitu orang yang merealisasi rencana serta mampu mewujudkan menjadi manfaat dan kenikmatan bagi orang desa melalui proses yang wajar. Pembangunan desa dapat berhasil dengan tersedianya sumber tenaga manusia, modal dan sumber daya lainnya, serta adanya organisasi yang mampu mewujudkan rencana menjadi hasil. Pembukaan Winardi, Pengantar Sejarah Perkembangan Ilmu Ekonomi, (Bandung: Alumni, 1982), hlm. 50.
16

15

B. N. Marbun, Proses Pembangunan Desa, (Jakarta: Erlangga, 1983)

10

Industri pada dasarnya guna menyerap tenaga kerja, namun harapan ini tidak terpenuhi. Karena pada umumnya industri yang sudah ada intensif modal, tidak banyak menyerap tenaga manusia. Praktek pembangunan industri sekarang tidak menolong pembangunan desa dan bahkan menambah beban baru yaitu arus urbanisasi. Pembukaan lokasi industri menengah dan kecil di kota dan desa secara otomatis akan mendekatkan desa dengan kota atau sebaliknya, sehingga industrialisasi ini akan menyerap tenaga kerja dari desa maupun kota tersebut. Kebijakan ini mempunyai tujuan mengurangi beban urbanisasi dan sekaligus menjembatani jurang pemisah antara desa dengan kota. Terserapnya tenaga kerja yang semula sebagai buruh tani dari desa ke industri menengah dan kecil merupakan pemecahan masalah pembangunan desa. Kurangnya jumlah areal pertanian diantara tuan tanah dan petani merupakan biang keladi dari penderitaan para petani di desa. Merealisasi pembangunan pertanian yang industrial dan produktif, digariskan suatu kebijaksanaan agar pemerintah menetapkan harga patokan padi dan beras sesui dengan harga dalam pasar internasional. Selain itu perlu dibuka industri kerajinan dan industri lainnya. Penelitian ini sangat relevan dengan permasalahan yang ingin dibahas dalam skripsi ini, selain digunakan sebagai sumber karena obyek yang dibahas sama dengan skripsi ini yaitu desa dan masyarakat desa, buku ini juga memberikan gambaran tentang pola hidup masyarakat desa secara umum. Pustaka kedua dalam penulisan skripsi ini menggunakan buku yang berjudul Sosiologi Pariwisata oleh Prof. Dr. I Gde Pitana, M.Si dan Ir. Putu G.

11

Gayatri, M.Si..17 Berisi

tentang struktur, sistem dan dampak-dampak yang

ditimbulkan pariwisata. Pariwisata adalah fenomena kemasyarakatan yang menyangkut manusia, masyarakat, kelompok, organisasi, kebudayaan, dan sebagianya. Namun, dalam kenyataannya pariwisata pada awalnya lebih dipandang sebagai kegiatan ekonomi dan tujuan utama pengembangan pariwisata untuk mendapatkan keuntungan ekonomi, baik segi masyarakat maupun negara. Pariwisata sangat sesuai dengan kajian sosiologi yang menyakut manusia dan masyarakat. Secara singkat sosiologi pariwisata adalah cabang sosiologi yang mengkaji masalah- masalah kepariwisataan dalam berbagai aspeknya. Pentingnya kajian sosiologi terhadap pariwisata akan jelas apabila tipe kepariwisataan yang dikembangkan adalah pariwisata budaya. Parisata budaya lebih melibatkan masyarakat lokal secara lebih luas dan intensif. Karena kebudayaan yang menjadi daya tarik utama pariwisata yang melekat pada masyarakat itu sendiri. Meskipun pariwisata menyentuh berbagai aspek kehidupan tidak terlepas dari timbulnya suatu dampak pariwisata baik dari segi positif maupun negatif diantaranya: Dampak sosial ekonomi dari segi positif yaitu seperti peningkatan penerimaan devisa, peningkatan kesempatan kerja dan peluang usaha. Segi negatifnya yaitu memburuknya kesenjangan pendapatan antar kelompok masyarakat. Dampak sosial budaya dalam kaitannya dengan pariwisata dapat dilihat dari beberapa faktor yang ikut berperan dalam mengubah kondisi sosial budaya seperti pendidikan, transportasi dan komunikasi maupun sektor

I Gde Pitana & Putu G. Gayatri, Sosiologi Pariwisata (Yogyakarta: Andi, 2005).

17

12

pembangunan lainnya.

Dampak sosial lingkungan yaitu berkaitan dengan

keadaan sekitar masyarakat pariwisata. Buku Sosiologi Pariwisata ini mengkaji secara khusus perkembangan pariwisata hanya diwilayah Bali saja. Gambaran pariwisata Indosesia hanya dijelaskan secara umum. Relevansi anatara buku tulisan I Gde Pitana dengan

penulisan skripsi ini adalah buku ini membantu penulis dalam memberikan keterangan tentang apa itu sebenarnya sosiologi pariwisata dan memberikan contoh pengaruh kebudayaan lokal terhadap pengembangan pariwisata. Pada nantinya antara buku Sosiologi Pariwisata ini dengan tulisan skripsi ini akan berbeda karena perbedaan wilayah pembahasan. Skripsi ini menitik beratkan pada perubahan pola pikir masyarakat Desa Sidomukti terhadap pengembangan pariwisata setempat. Buku yang berjudul Anatomi Pariwisata: Memahami Pariwisata Sebagai Systemic Linkage karya R.G. Soekadijo18 menjadi pustaka yang ketiga. Buku ini berisi tentang pemberian pengertian tentang keterkaitan (systemic linkage) pariwisata dengan cara menganalisa pariwisata itu sendiri sebagai sebuah mobilitas spasial. Buku ini menguraikan tentang determinan-determinan mobilitas spasial yang diusahakan agar orang yang ingin mengerti tentang pariwisata dan unsurunsur serta kegiatan-kegiatannya dapat memperolehnya dengan mudah. Buku ini juga menganalisa tentang dampak yang akan dihasilkan dengan adanya usaha

R.G. Soekadijo, Anatomi Pariwisata: Memahami Pariwisata Sebagai Systemic Linkage (Jakarta : Gramedia Pustaka Utama,1997).

18

13

pengembangan pariwisata. Pariwisata sebagai suatu usaha yang berdampak multiplier effect selalu ada dampak positif dan negatifnya. Relevansi buku ini dengan penulisan skripsi ini sangat erat. Karena penulisan skripsi ini nantinya setelah berhasil menganalisa kegiatan pariwisata di Desa Wisata Sidomukti, hasilnya akan menjadi sebuah acuan bagi masyarakat Desa Sidomukti untuk mengembangkan lebih lanjut desa wisatanya. Buku ini membantu dan menjadi patokan penulis dalam memberikan gambaran tentang apa saja yang harus dianalisa dalam penelitian tentang pariwisata Pustaka keempat memakai tesis dengan judul Pengembangan Desa Wisata Berbasis Masyarakat di Desa Sidomukti Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang yang ditulis oleh Sri Errita Haryanti.19 Dalam tesis ini diuraikan bagaimana tentang keadaan dan pengembangan Desa Wisata Sidomukti. Penulis berhasil mengungkapkan pola perkembangan desa wisata yang dipelopori dan dikembangkan oleh masyarakat setempat. Walaupun di Desa Sidomukti menyimpan berbagai macam potensi pariwisata, tetapi pengembangan potensi wisata itu belum tergarap secara maksimal. Selain itu, peran serta masyarakat juga tidak terlihat bentuk keterlibatannya dalam pengembangan desa wisata. Pengembangan yang terjadi selama ini sangat jauh dari analisis pengembangan produk pariwisata sebagai komponen utama berdasarkan prinsip pembangunan berkelanjutan. Di samping daya tarik wisata, komponen pokok yang perlu

Sri Errita Haryanti, Pengembangan Desa Wisata Berbasis Masyarakat di Desa Sidomukti Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang (Tesis pada Program Magister Manajemen Kepariwisataan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Pariwisata Semarang, 2009).

19

14

mendapatkan

pengupayaan

pengembangan

yang

berkelanjutan

dengan

berkembang secara terkontrol dalam konteks kepariwisataan adalah kesejahteraan masyarakat setempat, sehingga dalam pengembangan kawasan Umbul Sidomukti tersebut lebih menekankan pada konsep pengembangan berbasis masyarakat. Peranan masyarakat menjadi sangat vital karena pengembangan desa wisata itu demi kepentingan masyarakat sendiri. Pustaka yang kelima merupakan tesis yang ditulis oleh Wahyu Jatmiko dengan judul Pengembangan Promosi Wisata Desa Sidomukti Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang.20 Sektor pariwisata sebagai salah satu sektor penting dalam pembangunan nasional perlu didorong agar memiliki andil besar dalam mengembangkan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat. Kehidupan desa sebagai tujuan wisata adalah desa sebagai obyek sekaligus juga sebagai subyek dari kepariwisataan. Obyek yang dimaksud bahwa kehidupan pedesaan merupakan tujuan bagi kegiatan wisata. Sedangkan sebagai subyek desa dengan segala aktivitas sosial budayanya dan akan dinikmati oleh masyarakat secara langsung. Seluruh potensi wisata baik potensi fisik desa dan potensi non fisik dapat menjadi sebuah atraksi wisata yang dapat mendongkrak popularitas desa wisata itu sendiri. Perbedaan dua penelitian tesis tersebut dengan skripsi ini adalah dari segi ruang lingkup temporal dan penulisan. Ruang lingkup temporal penelitian tersebut

Wahyu Jatmiko, Pengembangan Promosi Wisata Desa Sidomukti Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang (Tesis pada Program Magister Manajemen Kepariwisataan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Pariwisata Semarang, 2010).

20

15

tidak terfokus dalam satu bentang waktu karena penelitian ini bersifat masukan bagi pihak-pihak yang terkait dengan usaha pengembangan dan promosi bagi keberlangsungan Desa Wisata Sidomukti. Yang kedua, penulisan dua tesis tersebut tidak menggunakan teknik penulisan sejarah dan pendekatan sosiologi. Sehingga dua hasil penelitian itu cenderung tidak memiliki fokus penulisan yang jelas dan terkesan tidak memiliki pembabakan waktu yang jelas. Selain itu, tidak ada suatu gambaran tentang masyarakat Desa Sidomukti dan suatu perubahan yang ditunjukkan oleh masyarakat akibat terbentuknya dan pengembangan desa wisata itu sendiri. Relevansi antara skripsi ini dengan dua tesis diatas adalah memiliki kesamaan tempat penelitian yaitu Desa Sidomukti. Dua tesis diatas memberikan Relevansinya dengan skripsi ini adalah dalam tesis tersebut menguraikan sedikit tentang potensi-potensi wisata Desa Sidomukti sehingga dapat dijadikan bahan perbandingan. Untuk Tesis karya Sri Errita Haryanti oleh penulis juga dijadikan sebagai pembanding karena tesis ini cukup detil menggambarkan peran serta dan keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan desa wisata. Dari informasi inilah, penulis memiliki gambaran yang jelas tentang kondisi masyarakat, yang akan membantu penulisan skripsi ini untuk mengetahui perubahan- perubahan dalam masyarakat Desa Sidomukti. Pustaka keenam yang dipakai untuk membantu penulisan skripsi ini adalah skripsi dengan judul Pengembangan Wisata Berbasis Komunitas: Studi Kasus

16

Desa Candirejo Kecamatan Borobudur Kabupaten Magelang Tahun 1987-2003.21 Dalam skripsi ini menjelaskan tentang perkembangan Desa Wisata Candirejo yang berada di Kabupaten Magelang dan berada di kawasan wisata Candi Borobudur. Relevansi antara Skripsi Candirejo dengan penulisan skripsi ini adalah adanya persamaan jenis desa wisatanya, yaitu desa wisata terbentuk karena sebagai penujang dan pendukung sarana pariwisata yang ada di sekitar atau di wilayah desa itu sendiri. Desa Wisata Candirejo dikembangkan sebagai sebuah kawasan desa wisata karena untuk mendukung Kawasan Borobudur, dan Desa Wisata Sidomukti untuk mendukung pariwisata di Kawasan Wisata Bandungan serta Kawasan Wisata Umbul Sidomukti. Desa Candirejo mengembangkan desa wisata berbasis komunitas, dimana seluruh elemen masyarakat terlibat dalam pengembangan wisata. Pengembangan wisata bukan hanya karena untuk mendukung pariwisata Borobudur saja, selain itu karena dalam desa sendiri memiliki potensi wisata yang bisa dikemas untuk diperkenalkan pada masyarakat luas. Desa Wisata Sidomukti dalam pengembangannya juga turut menyertakan partisipasi masyarakat dalam setiap pengambilan keputusan yang berhubungan dengan pariwisata. Perbedaan dua tulisan ini nantinya adalah perbedaan ruang lingkup spasial. Perbedaan spasial sangat berpengaruh. Karena di setiap wilayah dan daerah

Adinda Maya Dianindra, Pengembangan Wisata Berbasis Komunitas: Studi Kasus Desa Candirejo Kecamatan Borobudur Kabupaten Magelang Tahun 1987-2003 (Semarang: Skripsi pada Jurusan Sejarah Universitas Diponegoro, 2008).

21

17

memiliki karakteristik masyarakat dan budaya yang berbeda. Perbedaan karakteristik dan budaya akan menyebabkan perbedaan hasil budaya masyarakat. Dalam setiap daerah diperlukan perlakuan yang berbeda dalam hal pengembangan pemberdayaan masyarakatnya. Disamping perbedaan karakteristik masyarakat, Desa Sidomukti dalam pengembangan pariwisata yang berbasis masyarakat juga menerapkan konsep pariwisata yang berbasis lingkungan.22

D. Kerangka Teoritis dan Pendekatan Untuk menganalisis suatu peristiwa sejarah diperlukan suatu alat yaitu dengan meminjam teori-teori atau konsep-konsep dari ilmu-ilmu sosial. Dalam penelitian sejarah diperlukan peralatan berupa pendekatan yang relevan untuk membantu mempermudah usaha dalam mendekati realitas masa lampau.23 Guna mempertajam analisa dalam permasalahan ini digunakan pendekatan ilmu sosial yaitu ilmu Sosiologi dan Pariwisata. Pendekatan Sosiologi ini digunakan untuk mengetahui kondisi sosial masyarakat dan memahami kelompok sosial khususnya berbagai macam gejala kehidupan masyarakat.24 Dalam penulisan skripsi ini Sosiologi berguna untuk melihat beberapa persoalan dari adanya Desa Wisata Sidomukti sebagai dampak dari pengembangan wisata yang dilakukan oleh PT Wawancara, Anggoro Prasetianto, Direktur Eksekutif Komunitas Salunding dan mantan Fasilitator Wisata Desa Sidomukti (Semarang, 2 Agustus 2011). Sartono Kartodirdjo, Pemikiran dan Perkembangan Historiografi: Suatu alternatif (Yogyakarta: Gramedia, 1982), hlm.5. Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Djakarta: PT Radja Grafindo, 1990), hlm. 395.
24 23 22

18

Panorama Agro Sidomukti. Selain menggunakan pendekatan sosiologi pariwisata, pendekatan sejarah juga digunakan dalam penulisan skripsi ini. Hal ini mengingat bahwa penelitian sejarah tidak semata-mata bertujuan menceritakan kejadian, tetapi bermaksud menulis kejadian itu dengan mengkaji sebab-sebab kondisi lingkungan konteks sosial budaya. Dalam membuat analisis sejarah diperlukan suatu kerangka pemikiran atau kerangka referensi yang mencakup pelbagai konsep dan teori yang masih dipakai dalam membuat analisis itu.25 Desa wisata adalah kegiatan pariwisata yang dimotori dan dilakukan oleh masyarakat desa untuk mencapai kesejahteraan masyarakat pedesaan itu sendiri melalui penjualan home stay, atraksi budaya dan kearifan lokal yang dibutukan oleh wisatawan selama mereka tinggal di desa.26 Suatu desa tidak dapat secara tiba- tiba menjadi sebuah desa wisata. Perjalanan sebuah desa menjadi desa wisata membutuhkan suatu proses yang panjang. Dalam desa itu sendiri harus menyiapkan segala sesuatu yang berkenaan dengan persiapan kegiatan wisata di desa. Membutuhkan partisipasi dari seluruh elemen kehidupan masyarakat desa guna mengembangkan desanya menjadi salah satu destinasi wisata lokal.27 Desa membutuhkan sebuah momentum perubahan dan kesadaran diri masyarakat. Sebuah perubahan dalam masyarakat tidak dapat terjadi dalam waktu yang singkat. Dari perubahan-perubahan dalam masyarakat, akan berpengaruh terhadap Sartono Kartodirdjo, Penelitian Ilmu Sosial dalam Metode Sejarah, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1993, hlm. 2. Wawancara, Hartoko Yoedopratomo, Pengurus Masyarakat Pramuwisata Indonesia Jawa Tengah (Bandungan, tanggal 28 Juni 2011).
27 26 25

Ibid.,

19

perkembangan kehidupan masyarakat itu sendiri. Dimulai dari perubahanperubahan yang ditelusuri, semuanya itu ada proses transformasi dari yang homogen ke heterogen dan ada faktor-faktor yang mempengaruhi.28 Dalam Pasal 5 ayat 1 Kode Etik Kepariwisataaan Dunia yang merupakan Resolusi Sidang Umum PBB yaitu resolusi No. 37 tahun 2001 tertanggal 26 Oktober 2001, menyebutkan, dalam penyelenggaraan dunia pariwisata harus melibatkan masyarakat dan negara penerima wisatawan.29 Penggalian potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia termasuk sumber daya sosial, penulis memakai metode Participatory Rural Appraisal (PRA).30 Penggunaan metode PRA dalam penggalian potensi desa mempunyai

Soerjono Soekanto, Teori Sosiologi Tentang Perubahan Sosial, (Djakarta: Ghalia Indonesia, 1984), hlm.66. Pasal 5 Kode Etik Kepariwisataan Dunia: (1) Penduduk stempat haruslah diikut-sertakan dalam kegiatan kepariwisataan dan harus memperoleh manfaat secara adil dalam bidang ekonomi, sosial dan budaya, khususnya kesempatan kerja langsung maupun tidak langsung dari kegiatan kepariwisataan. Anonim, Kode Etik Kepariwisataan Dunia, (Jakarta: Departemen Kebudayaan dan Pariwisata RI, 2008), hlm. 9. Konsep teori PRA pertama kali dikenalkan oleh Robert Chambers (Inggris) pada tahun 1970-an. PRA bertujuan untuk mencapai pemberdayaan masyarakat dan perubahan sosial melalui pengembangan masyarakat dengan menggunakan pendekatan pembelajaran. Yang dimaksud pemberdayaan (empowerment) adalah menguatkan masyarakat, dengan cara memberikan dorongan kepada masyarakat agar menggali potensi dirinya dan berani bertindak memperbaiki kualitas hidupnya. Caranya melalui pembelajaran yang terus menerus selama kita mengembangkan program. Implementasi teori ini di masyarakat dirasa tepat karena kita sebagai orang luar obyek penelitian tetap berusaha untuk obyektif dalam menyikapi segala sesuatu yang terjadi dalam masyarakat. PRA sangat membantu saat sebuah obyek membuat suatu perencanaan wilayah dengan melihat sisi historis alam, bencana, season calendar, transek, dll. Selain itu, PRA tidak mengesampingkan peran serta masyarakat. Justru masyarakat sebagai obyek juga bertindak langsung sebagai subyek. Bottom Up Approach menjadi sebuah kekuatan untuk mensinergikan antara kekuatan
30 29

28

20

keunggulan karena metode ini tidak mengesampingkan peran serta masyarakat lapis bawah di desa. Masyarakat memiliki partisipasi penuh dalam penggalian potensi yang nantinya menjadi suatu kebijakan pemerintah local dalam rangka pengembangan pariwisata di daerahnya. Bottom up approach menjadi landasan pola pikir masyarakat dalam pengembangan usaha pariwisata suatu kawasan yang berbasis masyarakat. PRA juga membantu menumbuhkembangkan kesadaran diri dalam masyarakat akan pentingnya sektor pariwisata. Dalam sosiologi, istilah perkembangan mencakup suatu proses perubahan yang berjalan terus menerus, terdorong oleh kekuatan-kekuatan, yakni yang berasal dari dalam maupun luar masyarakat itu sendiri dan mempunyai variabelvariabel sebagai latar belakang.31 Suatu proses perubahan sosial dapat terjadi secara sengaja dan tidak sengaja. Perubahan yang disengaja adalah perubahan yang telah direncanakan sebelumnya oleh anggota masyarakatnya. Perubahan yang tidak disengaja adalah perubahan yang terjadi diluar pengawasan masyarakat dan menimbulkan akibat yang tidak disangka sama sekali.32 Kita sering menyebut desa untuk menunjuk pada suatu wilayah administrasi terkecil yang penduduknya,

politik lokal dengan masyarakat. PRA merupakan cara untuk memahami secara partisipatif dari seluruh komponen masyarakat desa mengenai masalah pembangunan di pedesaan dan upaya antisipasi yang dibutuhkan dengan memperhitungkan kendala dan seluruh potensi sumberdaya yang tersedia, termasuk karakteristik geografis, fisik, alam, sosial dan ekonomi, identifikasi sumberdaya dan aktifitas penggunaan sumberdaya serta melakukan identifikasi masalah dan hambatan kegiatan masyarakat. Mayor Polak, Sosiologi Suatu Pengantar Ringkas, ( Jakara: PT.Ikhtiar Baru Press, 1979), hlm.399-400.
32 31

Soerjono Soekanto, op.cit., hlm.90.

21

sebagian besar menggantungkan hidup dari usaha pertanian. Menurut Keesing, lazimnya suatu kegiatan kehidupannya merupakan yang dilakukan suatu pilihan masyarakat yang untuk menopang

melibatkan

proses-proses

pengambilan keputusan dalam menghadapi dunianya, bahkan dengan cara yang paling praktis dan mempunyai tujuan langsung. Manusia tentu akan membuat pilihan, dan pilihan ini tergantung pada keadaan materi, kepentingannya dan sistem nilai.33 Sehingga dapat terjadi pada suatu kawasan lingkungan yang sama dijumpai perbedaan-perbedaan kegiatan masyarakat. Manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya harus melakukan aktifitas ekonomi yang meliputi bidang yang berhubungan langsung dengan alam, seperti pertanian, perikanan, pertambangan dan sebagainya.34 Secara tidak langsung bahwa sistem sosial budaya memiliki sifat pendorong maupun membatasi perilaku yang dapat berubah. Dapat dikatakan bahwa variasi-variasi atau keputusankeputusan individu merupakan bentuk inovasi yang dapat memicu perubahan. Disamping itu unsur-unsur internal tersebut tidak dapat sepenuhnya terlepas, namun diwarnai oleh unsur-unsur eksternal yang berasal dari lingkungan di luar yang menyebabkan sistem perekonomian menjadi semakin kompleks. Unsurunsur eksternal seperti kondisi sosial dan ekonomi yng berupa keadaan pendidikan, kebijaksanaan-kebijaksanaan pemerintah. Kondisi sosial, ekonomi dan lingkungan nampaknya menjadi sebab sebab perubahan yang kesemuanya

Roger M. Keesing, Antropologi Budaya: Suatu Perspektfi Kontemporer, ( Jakarta: Erlangga,1989), hlm. 166-168. Ruslan H. Prawiro, Ekonomi Sumber Daya, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1982), hlm. 19.
34

33

22

merupakan variabel-variabel yang saling berkait dalam hubungannya dengan tumbuh dan berkembangnya usaha pariwisata Desa Sidomukti. Masyarakat dalam melakukan aktivitasnya didorong oleh motivasi kerja yang akan membuahkan hasil yang dapat dinikmati oleh masyarakat yang bersangkutan seperti yang terjadi pada kawasan wisata lain. Semua unsur tersebut diatas tampaknya menyebabkan berubahnya pola kehidupan sosial ekonomi masyarakat di Desa Sidomukti. Proses perkembangan dari desa yang bercorak agraris menjadi desa yang menjalankan sendi-sendi sektor pariwisata telah membawa dampak sosiologis dan ekonomis bagi masyarakat pendukungnya Itulah sebabnya dalam studi ini digunakan pendekatan sosiologis-ekonomis dengan menggunakan konsep sosial dan ekonomi. Kegunaan sosiologi adalah untuk menjelaskan sesuatu hal antar hubungan manusia itu sendiri, manusia dengan kelompok yaitu gejala-gejala sosial yang ada pada masyarakat dalam hubungan manusia itu sendiri, manusia dengan kelompok dan kelompok dengan kelompok yaitu gejala-gejala sosial yang ada pada masyarakat dalam hubungan antar manusia itu sendiri yang berkecimpung dalam pengembangan desa wisata. Pada akhirnya perubahan sosial yang terjadi dalam masyarakat Sidomukti yang berawal dari sebuah kebiasaan dapat berkembang menjadi suatu perilaku yaitu perilaku sadar wisata. Pada perkembangan selanjutnya perilaku sadar wisata tersebut dapat berubah menjadi budaya sadar wisata. Ketika masyarakat telah

23

mencapai tahapan budaya sadar wisata, bukan tidak mungkin kemandirian desa wisata yang berbasis masyarakat dapat tercapai.35

E. Metode Penelitian dan Penggunaan Sumber Metode penelitian adalah suatu cara kerja untuk memahami objek yang menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan kemudian penelitian untuk menyimpulkan, mengorganisasikan dan menafsirkan apa saja yang dapat dimanfaatkan dalam khasanah ilmu pengetahuan manusia. Adapun tahapan-tahapan metode sejarah kritis adalah sebagai berikut a. Heuristik yaitu proses pengumpulan data dan menemukan sumber primer36 dan sekunder37 yang berupa dokumen-dokumen tertulis dan lisan dari peristiwa masa lampau sebagai sumber sejarah. Adapun sumber sejarah tertulis yang digunakan dalam penelitian ini adalah Surat kabar Suara Merdeka, Surat Kabar Kompas, Arsip Kecamatan Bawen mengenai data statistik yang memberikan gambaran tentang keadaan sosial dan ekonomi di Kecamatan Bawen, Arsip

Wawancara, Mohamad Annas, Redaktur Harian Suara Merdeka dan Fasilitator Utama Pemberdayaan Masyarakat Kabupaten Semarang (Semarang, tanggal 17 Mei 2011). Sumber primer adalah kesaksian dari pada seorang saksi dengan mata kepala sendiri atau dengan panca indra yang lain atau dapat juga menggunakan alat mekanis seperti ditakfon yang hadir pada pada yang dikisahkannya atau dapat disebut sebagai saksi pandang mata. Lihat Louis Gottschalk, Mengerti Sejarah (Jakarata: UI-Press, 1984), hlm. 35. Sumber Sekunder adalah kesaksian yang bukan dari saksi Pandangmata/saksi yang tidak hadir pada peristiwa. Lihat Louis Gottschalk, Mengerti Sejarah (Jakarata: UI-Press, 1984), hlm. 35.
37 36

35

24

Kecamatan Bandungan, BPS Kabupaten Semarang, Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Kabupaten Semarang. Metode yang dilakukan dalam mengumpulkan sumber tertulis adalah studi pustaka dilakukan sebelum ke lapangan untuk mengumpulkan sumber sekunder yang relevan dengan masalah yang dikaji. Studi arsip dilakukan untuk mengumpulkan sumber primer tertulis yang ada di Kantor Kecamatan Bawen, Kantor Desa Sidomukti, Biro Pusat Statistik Kabupaten Semarang, Bappeda

Kabupaten Semarang, Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Semarang. Selain pengumpulan sumber tertulis, dilakukan juga pengumpulan sumber lisan. Metode ini dilaksanakan melalui wawancara terhadap sejumlah saksi sejarah di daerah penelitian meliputi tokoh-tokoh masyarakat yang terlibat pengembangan pariwisata Desa Sidomukti secara langsung maupun tidak langsung, pejabat instansi yang mengetahui seluk-beluk peristiwa dan beberapa penduduk di kelurahan Sidomukti yang menjadi saksi awal pembangunan PT Panorama Agro Sidomukti dan pembentukan serta pengukuhan Desa Sidomukti menjadi Desa Wisata. Selain itu, wawancara juga dilakukan dengan beberapa praktisi pariwisata dan praktisi pemberdayaan masyarakat yang benar-benar mengerti dan mengetahui tentang bidang pariwisata di Kabupaten Semarang. Metode sejarah lisan berguna untuk mengungkapkan keterangan-keterangan penting yang tidak ditemukan dalam sumber tertulis. Desa-desa di

25

Indonesia tidak banyak yang menyimpan dokumen tua, kekurangan itu tentu harus diisi oleh sejarah lisan.38 b. Kritik Sumber, merupakan tahap kedua setelah sumber-sumber yang diperlukan terpenuhi. Kritik ekstern39 dilakukan untuk menguji sumber guna mengetahui keotentikan atau keaslian bahan dan tulisan dalam sumber tertulis. Kritik intern40 diperlukan untuk menilai isi sumber yang dikehendaki untuk mendapatkan kredibilitas sumber. Beberapa sumber yang penulis peroleh dan dilakukannya kritik sumber diperoleh beberapa sumber yang teruji keotentikannya, sebagian diantaranya melalui kritik intern dan penelusuran sumber melalui wawancara dapat diketahui kebenaran isi sumber yang penulis kehendaki. c. Interpretasi yaitu tahapan untuk menafsirkan fakta serta

membandingkannya untuk diceritakan kembali. Sumber yang telah diseleksi selanjutnya dilakukan tahapan sintesa untuk mengurutkan dan merangkaikan fakta-fakta serta mencari hubungan sebab-akibat. d. Historiografi atau Penulisan Sejarah yaitu proses mensintesakan fakta atau proses menceritakan rangkaian fakta dalam suatu bentuk tulisan yang Kuntowijiyo, Metodelogi sejarah, (Yogyakarta: PT Tiara Wacana Yogya, 1994), hlm. 30. Kritik ekstern adalah kegiatan mencari otensitas sumber dengan melihat kondisi luar sumber yang diperoleh, seperti bahan baku sumber, tahun pembuatan, dan pembuat sumber. Lihat Louis Gottschalk, Mengerti Sejarah (Jakarata: UI-Press, 1984), hlm. 80. Kritik Intern adalah kegiatan mencarai kredibilitas fakta yang ditekankan pada isi dokumen itu relevan dengan permasalahan atau tidak dan untuk melihat apakah data tersebut valid atau tidak. Lihat Louis Gottschalk, Mengerti Sejarah (Jakarata: UI-Press, 1984), hlm. 95.
40 39 38

26

bersifat historis secara kritis analitis dan bersifat ilmiah berdasarkan fakta yang diperoleh. Dengan demikian perkembangan yang terjadi pada masyarakat desa Sidomukti dapat terungkap secara kronologis.

F. SISTEMATIKA PENULISAN

Dalam sistematika penulisan disajikan pokok-pokok permasalahan yang akan dibahas yaitu : Bab I Pendahuluan yang terdiri dari Latar Belakang dan Permasalahan, Ruang Lingkup, Tinjauan Pustaka, Kerangka Teoritis dan Pendekatan, Metode Penelitian dan Penggunaan Sumber, Sistematika Penulisan Bab II Latar Belakang Desa Sidomukti sebelum adanya industri pariwisata. bab ini menjelaskan Kondisi Geografis, Kondisi Demografis, Kondisi Sosial Ekonomi , Kondisi Sosial Budaya Masyarakat Desa Sidomukti. Bab III Perkembangan industri pariwisata di Desa Sidomukti. Pada bab ini akan menerangkan sejarah dan peranan PT. Panorama Agro Sidomukti dalam mengembangkan kawasan wisata di Desa Sidomukti, potensi wisata yang dimiliki Desa Sidomukti, pembentukan Desa Wisata Sidomukti, konflik-konflik yang terjadi di tengah masyarakat Sidomukti, dan peran serta dan keterlibatan masyarakat dalam pengembangan desa wisata. Bab IV Pengaruh pengaruh dan dampak sosial, ekonomi, lingkungan dan budaya pengembangan sektor pariwisata di Desa Sidomukti, usaha-usaha yang dilakukan

27

masyarakat

untuk

mendukung

kegiatan

pariwisata,

arahan

perencanaan

pengembangan kawasan wisata Desa Sidomukti Bab V akan disajikan Penutup yaitu berupa kesimpulan dari pembahasan ini. Kesimpulan disini merupakan jawaban atas permasalahan dan pembahasan berupa perubahan sosisal, ekonomi, dan budaya masyarakat dan peranan Umbul Sidomukti sebagai salah satu pengembang sektor pariwisata Desa Sidomukti dan perencanaan wisata Desa Sidomukti ke depan nantinya.

Anda mungkin juga menyukai