Anda di halaman 1dari 61

:: ReportaseOMBUDSMAN Etika Jurnalisme Foto [3] Oleh: Stanley - stanley@isai.or.

id, 2004-11-22 23:44:15 Masalah etika fotografi lain yang perlu diangkat adalah persoalan momen pengambilan gambar. Tak terlalu banyak orang yang mencermati persoalan ini. Padahal bisa jadi hasil jepretan seorang fotografer bisa mengundang gugatan hukum bila ia tak memahami konteks sebuah peristiwa dan momentum pengambilan gambar yang tepat. Bila seorang jurupotret bertugas memotret pemenang kejuaraan, maka momen yang akan diambil adalah momen yang tepat untuk menggambarkan orang tersebut mencapai kemenangannya. Misalnya untuk sebuah kejuaraan tinju, maka jurupotret akan mengambil gambar tepat pada saat si juara tengah melakukan killing punch yang menganvaskan lawannya. Untuk pelari atletik 100 meter gambar yang akan diambil pasti saat pundak atau dada sang juaras menyentuh garis finish. From: "dwi muhtaman" <dwirm@cbn.net.id Sent: Monday, December 06, 2004 11:07 PM Subject: [communitygallery] Lagi: Peta, sejarah dan hidup kita Re: [rimbawan-interaktif] Pameran-lelang 521 peta Historis Indonesia Mas Naryo, Yayan dan kawan-kawan, Waktu membaca pengumuman lelang peta itu dan membaca pula keusangan tahun pembautan peta, dalam hati saya juga terasa amat sedih---sebuah kesedihan yang barangkali tidak ada artinya karena begitu seringnya bersedih melihat warisan budaya dan sejarah hilang, dihilangkan, hancur atau dihancurkan. Ingin ikut berkomentar tetapi keburu diberi komentar kawan Yayan yang menemukan rasionalitasnya atas pelelangan tersebut. Apa boleh buat kita memang pada akhirnya hanya bisa bersedih, menangis, bersedu sedan. Tanpa bisa berbuat banyak.....tetapi tokh tetap saja, kita perlu menyatakan sesuatu, entah itu dengan tangis, sedih, cemooh atau tertawa. Dan tidak ignorance, apalagi apatis.... Saya termasuk salah seorang yang mengagumi, menikmati dan mengapresiasi barang-barang antik, gedung-gedung lama, jejak-jejak sejarah. Karena bukan kolektor atau investor yang mampu mengapresiasi dengan cara membeli maka saya cukup puas menjadi warga negara yang bisa melihat jejak-jejak sejarah itu ada ditempatnya atau di museum atau dikumpulkan orang sebagai barang sejarah, bukan barang jualan. Tentu saja betapa mahalnya pekerjaan atau hobi mengumpulkan atau menjaga kelestarian barang-barang itu termasuk peta. Kita sangat menghargai ada orang-orang yg berusaha dengan telaten, dengan tekun, dengan segala upayanya menyimpan, melestarikan begitu banyak warisan budaya dan sejarah dengan segala bentuknya. Dan menjadi kritis, memberi komentar terhadap pelelangan tidak bisa serta merta lantas dianggap tidak megnhiraukan apa yg ada dibenak pemilik untuk melelang peta-peta itu. Kita

sangat apresiatif. Selalu ada pertarungan kepentingan terhadap nilai benda-benda itu: kepentingan ekonomi, sejarah atau kultural. Kalau kawan-kawan jalan-jalan dari Surabaya hingga Situbondo (Jawa Timur) misalnya, dulu banyak furnitur antik yang dijajakan disepanjang pinggir jalan. Memang mahal untuk ukuran kita. Dan hampir sebagian besar dikirim ke Bali lalu diekspor ke mancanegara. Benda-benda unik dan khas itu kini bertebaran di tempatnya yg baru. Belum lagi berbagai artifak yg lain entah itu etnik, musik, alat musik dsb. Sebagai barang jualan, benda perdagangan semamcam itu mungkin itu tidak ada artinya karena sama saja dengan sebuah komoditas. Tetapi nilai budaya dan historis dibalik konsep desain ukiran, desain bentuk dan sebagainya menyimpan sesatu persis seperti yg ditulis Mas Naryo. Bahkan di negara Vietnam pun tidak ada yg dengan leluasa membawa ke luar negara itu segala benda-benda yang mempunyai umur di atas 50 tahun. Ada Undang-undang yang melindunginya agar benda-benda itu tetap tingal di negara itu, apapun alasannya. Kalau kita sempat membaca berita: banyak gedung-gedung bersejarah dihancurkan untuk dibangun mall, hotel atau bangunan-bangunan baru. Bangunan-bangunan bersejarah di MEDAN, BANDUNG, Palembang SEMARANG DAN YOGYAKARTA serta banyak-kota-kota lain sedang dihancurkan dan terancam dihancurkan oleh kaum utilitarian. Padahal bahkan di negara kapitalis sekalipun gedung-gedung semamcam itu justru dilindungi luar biasa. Lha kok kita di Indonesia dengan begitu ringan kaki ringan tangan melenyapkan itu semua dari panggung sejarah Indonesia. Ambillah contoh bagaimana kita akan menghilangkan jejak sejarah. Gedung Juang '45 di Jl Sultan Hasanudin No 5 Tambun, Kabupaten Bekasi. Nilai historis gedung yang dulu dikenal dengan nama Gedung Tinggi Tambun itu luar biasa bagi masyarakat Bekasi. Bangunan itu dulu direncanakan sebagai tempat menyimpan dokumentasi sejarah Bekasi. ''Tetapi tampaknya pemerintahan kabupaten Bekasi sekarang terkesan ahistoris,'' jelas Ali. Pria yang menjadi penulis buku Sejarah Bekasi ini berpendapat, pemerintahan sekarang tidak menyukai sejarah dan tidak ingin berkaca diri terhadap sejarah. Saya sekali lagi menyadari bahwa bisa mengumpulkan ratusan peta lama itu merupakan sebuah kemewahan yang tidak semua orang bisa dan mau melakukannya. Adalah merupakan salah satu tugas negara sebtulnya untuk melindungi benda-benda yang sangat bernilai itu agar tidak lenyap dari bumi Indonesia. Kita punya teladan yang baik. Namanya Budi Lim seorang arsitek yang berdedikasi untuk penyelamatan gedung bersejarah. Dirumahnya berserakan

bagian-bagian atau ornamen-ornamen hasil reruntuhan gedung-gedung tua yg dirobohkan. Ia menyimpan potongan puncak gedung bekas kawasan segitiga senin, ia menyimpan bongkaran sisa kelenteng kuno. Bahkan ia menyimpan dengan baik ornamen tulisan PT Olimo. PT Olimo adalah naman toko minyak pelumas terkenal yg pernah menjadi landmark Kota Jakarta. Om Lim berupaya sebisa mungkin menyelamatkan potongan sejarah gedung yg rontok dilibas roda buldozer. Ia tidak berminat menjual barang-brang itu yg tentunya bernilai uang yg luar biasa. Ia ingin mendirikan museum.... Soal nilai sejarah dan budaya dari benda-benda itu saya ingin mengutip sebagian pendapat yang ditulis oleh Bambang Sugiharto dalam artikelnya Kebudayaan, Filsafat, dan Seni (Redefinisi dan Reposisi) (Kompas 3 Des 2003). ..... Strategi kebudayaan Kebudayaan kini menghadapi tantangan intern maupun ekstern. Tantangan intern adalah pertama, ketidakpahaman akan tradisi dan sejarah. Kedua, ketidaksadaran akan karakter fiktif kesadaran-diri kita, yaitu ketidaksadaran atas perbedaan signifikan yang terkandung bahkan di dalam kerangka-pandang kultural kita sendiri, dan atas kesenjangan antara visi ideal normatif tentang diri kita dengan kenyataan diri kita yang jauh lebih ambigu dan pelik. Tantangan ekstern sekurang- kurangnya pertama, kita menghadapi politik representasi yang multifaset, yang membentuk identitas kita secara hegemonik dan tak adil. Kedua, kita dihadapkan pada kemungkinan yang jauh lebih luas untuk melakukan transaksi-transaksi kultural, sebab setiap kebudayaan, termasuk kebudayaan kita, kini tersedia untuk dijadikan pilihan atau pun acuan. Meskipun pada dasarnya identitas kita terletak pada hubungan yang berkelanjutan, suatu proses yang nomadik, dalam menghadapi tantangan-tantangan itu dasar pijakan yang kokoh bukannya tak diperlukan. Pada titik ini pengintegrasian masa lalu kita sangatlah penting. Namun, masa lalu itu penting dan berharga bukan karena ia adalah konfigurasi sistem-sistem kita yang sangat khas dan unik tanpa tanding; bukan karena ia adalah gudang penyimpanan kekayaan kultural antik atau album prestasi tinggi kita di masa lalu; bukan pula karena ia adalah manifestasi sejarah penentuan-diri kita yang otonom. Masa lalu itu berharga dan penting sebab ia adalah bahan atau unsur-unsur yang telah membentuk kesadaran kita; adalah akar ketaksadaran kolektif perilaku dan nilai-nilai kita; adalah simbol- simbol yang telah

menyingkapkan makna kehidupan dalam ruang dan waktu bagi kita; tetapi juga adalah jenis rasionalitas khas yang telah membuat hidup jadi bisa dipahami. Cengkeraman substantif atas horizon masa lalu yang telah membentuk kita itulah yang akan memungkinkan kita menafsir dan menciptakan ulang kehidupan kita, dan yang akan membuat relasi-relasi dialogis kita menjadi lebih kaya, subur, dan otentik. Akan tetapi, di sisi lain sikap dasar keterbukaan pun tak bisa dielakkan bila kita memang hendak mengembangkan potensi kita sebagai makhluk yang senantiasa terarah kepada "yang lain", a being for others. Pada titik ini kita itu otentik hanya bila makin terbuka pada kreativitas relasi manusiawi, yang arah dan hasilnya sesungguhnya tak terduga dan tak pernah sungguh terbayangkan; tetapi juga bila kita selalu waspada dan kritis atas berbagai bentuk distorsi atas relasi itu. ...........

Jadi nyatalah bahwa benda-benda dan segala ciptarasa kita baik historis maupun kultural bahkan bernilai lebih dari sekedar kultural dan historis. Ia merupakan bahan atau unsur-unsur yang telah membentuk kesadaran kita; adalah akar ketaksadaran kolektif perilaku dan nilai-nilai kita; adalah simbol- simbol yang telah menyingkapkan makna kehidupan dalam ruang dan waktu bagi kita; tetapi juga adalah jenis rasionalitas khas yang telah membuat hidup jadi bisa dipahami. Negara Amerika itu adalah salah satu negara yg sadar akan begitu pentingnya sejarah. Karena itu penghancuran benda-benda sejarah negara lain juga merupakan salah satu strategi untuk menghancurkan identitas negara tersebut. Lihatlah penghancuran museum dan segala benda-benda bersejarah di Irak dan Afganistan selama perang. Meskipun secara hukum internasional tidak bisa dibenarkan, Amerika tidak peduli. Dengan alasan pembenaran yg amat tolol mereka tokh melakukannya. Dengan caranya yg lebih santun, penetrasi kebudayaan bisa dilakukan dengan menghilangkan atribut budaya dan sejarah dari jangkauan warga negara yang bersangkutan. ....Salah seorang mantan pimpinan Bakosurtanal meminta agar semua item peta dalam pameran ini tak dilelang/dijual, tapi dibeli oleh pemerintah saja (untuk museum perpetaan nasional yang akan didirikan). Mungkin rekanrekan (jika sempat melihatnya) punya opini bahkan gagasan kongkrit untuk nilai aplikasinya yang lebih optimal bagi kerja- kerja "rimbawan" serta visi "kerakyatan"? Terima kasih. Muhammad Hidayat Rahz kurator pameran" Saya amat mendukung jika pemerintah bisa membeli semua peta itu, apalagi ada rencana untuk mendirikan museum peta nasional. Sampai hari ini, pameran

sudah berlangsung hari keberapa ya? Berapa yg sudah terjual? Memang kembali kepada diri masing-masing apakah kita bersedia berkorban untuk terlibat dalam memberi setitik arti dan menjaga akar kehidupan kita. Mudah-mudahan apa yang dikhawatirkan mas Naryo ..kalau sudah miskin harta (dan alam), sebagai suatu bangsa menjadi miskin budaya (dan sejarah....pen) tidak terjadi....

Terima kasih. Salam, DRM =========

On 11/30/04 6:43 AM, "Sunaryo Adhitama" <sunaryo16@hotmail.com wrote: Dari barbarian ke barbarian: pelelangan sejarah Setelah melihat daftar barang yang dijual, saya merasa sangat sedih. Karena nilai dolar hasil penjualan sejarah pasti besar, tetapi nilai historisnya tak ternilai. Salah satu kesedihan kehilangan nilai historis ini, diceritakan oleh seorang dosen art-history tentang sebuah lukisan klasik Bali kuno yang tahu2 nongkrong di museum seni New York. Keturunan anak cucu si pelukis tidak pernah merasa menjualnya bahkan sebagian dari mereka belum pernah melihatnya, meskipun rasa ingin tahu begitu besar mereka tidak bisa melihatnya, kecuali melihat foto-lukisan atas jasa baik dosen art-history tersebut. Dalam keyakinan Bangsa Barat bahwa bangsa non-Barat itu barbarian salah satu cirinya tidak punya sejarah (tertulis), apa pelelangan barang historis tersebut merupakan bukti bahwa kita memang bangsa barbarian. Padahal menjual warisan sejarah itu mirip dengan penjualan hutan yang hanya menitik beratkan kepentingan fiskal (duit), yang dalam hal ini tidak setia pada tata nilai dan filsafat hidup nenek moyang serta kepentingan ekologi lokal, dan sekaligus tidak setia kepada anak cucu-bangsa (bukan anak cucu yang menjualnya, mereka bisa nongkrong di Eropa atau Amerika) yang begitu lahir sudah tidak punya hutan yang kata orang yang ngerti kehutanan merupakan ibu kehidupan. Peta kalau dilihat dari kacamata a-politik, memang tidak berarti apa-apa, tidak ubahnya seperti lukisan naturalis atau seni yang bebas nilai, seni untuk seni. Kalau laku dijual, kan mempunyai nilai plus. Tetapi kalau dilihat dari hubungan kekuasaan (dominant dan dominated), cerita dibalik

peta yang diklasifikasi hanya sebagai barang antik tersebut bisa menceritakan pergolakan perebutan akses ke kekayaan alam yang oleh penganut filsafat utilitarian dianggap sebagai sumberdaya alias diambil arti ekonominya saja. Dengan peta, tanah kosong mlompong atau sawah sekalipun, pemerintah siapapun pelaksananya (entah kolonial atau 'merdeka') bisa mengeklaim kalau itu tanah hutan. Bahkan pemilik HPH dengan peta, dia mengeklaim suatu kampung menjadi sasaran pembabatan hutan dan mengusir penghuninya. Jadi peta itu menjadi salah satu alat penjajahan utama, tanpa peta penjajah tidak bisa mengenal 'western land system' sebagai landasan peng-ekonomian tanah, air dan hutan. Tolong alamat dan negara pembeli dan penjualnya dicatat, bila dikemudian hari ada anak cucu yang ingin mempelajarinya bisa tanya keanak cucu yang menjual untuk pinjam fotokopinya (kalau yang beli baikan hati, tentunya). Memang kalau sudah miskin harta (dan alam), sebagai suatu bangsa menjadi miskin budaya. Hlo kok dari tidak "berbudaya" setelah terjajah habis menjadi "tidak berbudaya" lagi, ...

Salam naryo Catatan kecil, pada suatu pertemuan profesional muda di Jakarta, seorang profesor tua dari Amerika tanya, seandainya pulau Batam dibeli Singapura, apa kalian rela. Jawab kaum profesional muda tersebut, mengapa tidak! Namun untuk cabang bulu tangkis biasanya ada 3 pilihan, yaitu saat sang pemenang sedang melompat kegembiraan sambil mungkin melemparkan raketnya ke atas, sedang memegang piala/trophy, atau ketika upacara pengerekan bendera di mana si atlet umumnya mengambil sikap tegak dengan mata berkaca-kaca. Gambar semacam ini biasa dinamakan sebagai the exact instant atau the golden moment, atau detik yang tepat di bidang pemotretan. Dengan demikian dalam pelaksanaan pemoteretan seorang fotografer selalu menghadapi keadaan yang mendesak. Untuk mengambil gambar yang tepat seorang fotografer tidaklah bisa melakukannya dengan mudah, selain pasti akan memakan waktu untuk memperoleh momen yang bagus juga mungkin harus membuang sejumlah frame (bisa film atau memory) dalam jumlah yang banyak. Dengan kata lain, seorang fotografer tidak bisa memotret dengan segala ketenangannya, tapi ia harus selalu melakukan tugasnya dengan amat terburu-buru. Nah, unsur keterburuan ini yang menimbulkan problem dan mungkin juga banyak kelemahan. Sebagai contoh, misalnya, di sebuah hotel terjadi pemogokan buruh. Pemogokan yang diikuti oleh mayoritas karyawan hotel itu telah berlangsung selama 30 hari dengan tenang dan tenteram. Pokoknya betul-betul sebuah peacefull demonstration. Namun, pada hari

ke-30, sore hari, terjadi pemukulan orang di tempat tersebut sehingga mengakibatkan terjadinya sebuah keributan yang berlangsung selama 20 menit. Keributan itu tidak jelas, namun karyawan yang lelah akibat pemogokan yang telah memakan waktu cukup lama ikut menjadi marah. Pada saat yang tepat ketika keributan tersebut tengah berlangsung muncul seorang fotografer untuk mengambil gambar tentang kekacauan yang sedang terjadi. Untuk tak menimbukan kesan yang buruk, pimpinan karyawan yang juga jadi komandan aksi pemogokan menjelaskan bahwa meraka telah melakukan pemogokan selama 30 hari dengan amat tertib dan tenteram. Namun dengan termuatnya potret yang menggambarkan adanya keributan tersebut, walau dijelaskan bahwa keributan hanya berlangsung selama 20 menit saja, para pembaca dan masyarakat tetap akan berpendapat bahwa di tempat tersebut terjadi keributan sehubungan dengan aksi pemogokan karyawan hotel. Mungkin seorang fotografer selama berjam-jam menjepretkan kameranya untuk mengambil puluhan bahkan ratusan gambar, tapi redaktur foto hanya memilih sebuah gambar yang dianggap terbaik untuk melenggapi berita yang diturunkan. Bagaimana kalau ada orang, yang kebetulan menjadi obyek foto tersebut, merasa tak suka dan mengugat media yang memuat gambarnya? Kita tahu, di jaman Orde Baru, Presiden Soeharto kalau membacakan pidato kenegaraan bisa berjam-jam dengan isi dan intonasi membaca yang menjemukan. Banyak anggota MPR/DPR yang pada awalnya segar-bugar jadi mengantuk, duduk mereka pada akhirnya merosot, kepala menyandar di kursi dan tanpa sengaja beberapa kali tertidur. Selama berjam-jam mereka berupaya tetap segar dan menyimak pidato Pak Harto, namun tak bisa dicegah bahwa dalam beberapa menit dalam situasi membosankan itu mereka tertidur. Namun, coba apa yang terjadi dengan pemberitaan media pada keesokan harinya? Foto anggota MPR/DPR yang tertidur jadi headline besar dengan judul "Anggota DPR Bisanya Cuma 5 D" (kepanjangan dari datang, daftar, duduk, diam, duit). Layakkah anggota DPR yang merasa dirugikan dan dicemarkan nama baiknya akibat fotonya yang termuat di media itu mengajukan gugatan hukum? Terus terang, hal beginian belum banyak dipikiran oleh kalangan jurupotret kita, termasuk kalangan media. Selama ini para redaktur foto masih menggunakan insting untuk membuat foto berdasar pertimbangan karya foto baik secara kualitas, angle maupun memiliki nilai news. Saya punya seorang teman fotografer. Ia ditugaskan oleh kantornya untuk mengambil gambar Menristek B.J. Habibie di sebuah konferensi pers yang digelar oleh ICMI di sebuah hotel pada 1993. Sebagai fotografer dengan jam terbang lumayan tinggi, ia segera meluncur ke lokasi dengan membawa sejumlah lensa dan tripod. Rupanya sekitar 2 rol film ia habiskan untuk mengabadikan momen-momen menarik dari setiap wajah

Habibie yang memang ekspresif, yang saat itu menjadi Ketua Umum ICMI. Saat pulang ke kantor, ia langsung masuk ke kamar gelap dan membuat contact print. Lembaran dengan foto-foto kecil itu segera di bawa ke ruang redaktur pelaksana (redpel) dan didiskusikan. Di antara foto-foto itu, menurut saya, ada yang menarik dan masuk dalam kriteria sebagai the golden moment, yaitu foto di mana Habibie tengah membelalakkan mata dengan lidah dijulurkan sangat panjang dan kedua tangan berada di balik kedua daun telinganya. Di samping Habibie tampak pimpinan majelis pertimbangan ICMI, Kyai H. Ali Yafie tangah ngakak lebar sambil mengangkat mukanya. Kepada redpel saya rekomendasikan untuk memasang foto dengan the golden moment itu guna mendukung rubrik nasional media kami. Namun, redpel memilih untuk mengonsultasikannya kepada pemimpin redaksi. Akhirnya diputuskan foto biasa, yang juga banyak di muat media lain. Media tempat kami bekerka takut apabila memuat foto tersebut bisa-bisa dituntut oleh ICMI dan dianggap menghina Habibie. Fotografer teman saya tentu saja kecewa berat. Berjam-jam waktu telah ia habiskan untuk mendapatkan the golden moment yang seumur hidup belum tentu bisa didapatkannya lagi itu ternyata tak mendapatkan penghargaan yang layak secara jurnalistik. Lembaran fotonya hanya dicetak dalam ukuran 20 R lantas disimpan di laci pusat dokumentasi. Namun ia tak habis putus asa. Saat ada rencana pameran foto yang digelar PWI Jaya, ia mencetak foto tersebut besar-besar, memiguranya, dan mengikut-sertakan sebagai bahan pameran. Apa yang terjadi? Mensesneg Moerdiono yang bertugas membuka pameran saat berjalan memasuki ruangan, dari kejauhan menuding foto teman saya sambil tertawa terngakak-ngakak dan memagangi perutnya. Semua orang yang melihat, termasuk sejumlah pejabat yang ikut acara pembukaan, ikut tertawa. Semua orang memuji hasil jepreten teman saya. Yang aneh, tak ada seorang pejabat pun (itu di jaman Orde Baru lho) yang tersinggung. Staf Pak Moer bahkan minta untuk dicetakkan foto tersebut, konon untuk diberikan kepada Pak Habibie. Nah, kasus yang terakhir saya ceritakan ini menunjukkan bahwa media telah memikirkan konsekuensi hukum secara berlebihan. Pimpinan media rupanya hidup dalam berbagai fenomena paranoia. Mungkin karena mereka berada satu gerup dengan media besar yang berpengaruh secara nasional. Namun, ternyata masyarakat dan pejabat negara justru terhibur dengan sebuah karya foto jurnalistik. Bukan tak mungkin dalam banyak kasus lain, yang bisa terjadi justru sebaliknya. Ketakutan pimpinan media justru yang menjadi sebuah kenyataan. [A]

*Wartawan senior, pendiri sekaligus anggota Majelis Etik, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) dan kini bekerja sebagai Direktur Institut Studi Arus Informasi (ISAI). Mewakili kepentingan pembaca, Stanley adalah ombudsman untuk media ini. Ombudsman dalam sebuah media adalah institusi yang berdiri sendiri, di luar redaksi. Ombudsman tidak tunduk dan berada di luar struktur keredaksian. Ombudsman bekerja secara independen sebagai pihak ketiga yang menjembatani ruang redaksi dengan ruang publik/pembaca. Salah satu tugas ombudsman adalah mengawasi kualitas dan akurasi pemberitaan dari media yang dipantaunya. Maka ombudsman menerima pengaduan dari masyarakat yang merasa dirugikan atas ketidakakuratan pemberitaan dalam situs ini, termasuk penyimpangan dan penyalahgunaan kode etik jurnalistik di lapangan. Untuk itu, ombudsman berhak memeriksa catatan reporter, rekaman dan notulensi rapat redaksi. Semua keluhan dan pengaduan dapat disampaikan langsung kepada ombudsman acehkita melalui email stanley@isai.or.id Baca juga: Etika Jurnalisme Foto [2] Etika Jurnalisme Foto [1] Tentang Foto-foto Korban Foto yang Bermasalah Versi Cetak Kirim Ke Teman Rekomendasikan [ Ke Atas | Indeks ] 2004-11-21 10:38:14 OPINI Menggugat Kredibilitas Darurat Sipil Jilid II [2]" href="http://www.acehkita.com/content.php?op=modload&name=berita&file=view&coi d=1759&lang="OPINI Menggugat Kredibilitas Darurat Sipil Jilid II [2] 2004-11-21 02:09:31 Awas, Tancap Gas Depan Batalyon 2004-11-20 14:23:36 Balada Mortir, Bocah Gembala Sapi 2004-11-18 22:15:43 ANALISIS

Darurat Sipil Diperpanjang, Rasa Cemas Berlanjut" href="http://www.acehkita.com/content.php?op=modload&name=berita&file=view&coi d=1752&lang="ANALISIS Darurat Sipil Diperpanjang, Rasa Cemas Berlanjut 2004-11-18 11:14:10 Riwayat Jasad Tanpa Kemaluan 2004-11-17 04:15:05 ACEH SEPEKAN Darurat Sipil Hampir Pasti Diperpanjang, GAM Bantah Kekuatannya Menyusut" href="http://www.acehkita.com/content.php?op=modload&name=berita&file=view&coi d=1745&lang="ACEH SEPEKAN Darurat Sipil Hampir Pasti Diperpanjang, GAM Bantah Kekuatannya Menyusut 2004-11-13 13:50:41 Usai Kaul, Terbitlah Perintah Perang 2004-11-12 16:28:57 Jilbab Diwajibkan, Jilbab Dilarang 2004-11-11 15:48:22 Sweeping GAM dan Celana Dalam" href="http://www.acehkita.com/content.php?op=modload&name=berita&file=view&coi d=1737&lang="Sweeping GAM dan Celana Dalam 2004-11-10 19:46:29 'Kaki Cantik' Calon PNS 2004-11-10 16:36:25 Darurat Militer Lahirkan OBR" href="http://www.acehkita.com/content.php?op=modload&name=berita&file=view&coi d=1734&lang="Hasil Penelitian Imparsial: Darurat Militer Lahirkan OBR 2004-11-10 13:56:07 EDISI CETAK Pak Presiden, Tentara pun Pengen Mudik" href="http://www.acehkita.com/content.php?op=modload&name=berita&file=view&coi d=1730&lang="EDISI CETAK Pak Presiden, Tentara pun Pengen Mudik Index Reportase Tentang AcehKita.Com | Faqs | Legal Disclaimers | Redaksi | Serambi

---------------------------------------

10

Fakhrurradzie Jurnalis di Banda Aceh http://www.efmg.blogspot.com ***yang masih belajar jadi jurnalis yang baik*** From: "Hening Sunyi" <hening_sunyi2001@yahoo.com Sent: Sunday, November 28, 2004 3:30 AM Subject: [communitygallery] Re: [bizzcomm] Dahlan Iskan kesandung kasus cetak mencetak mestinya yg salah ya salah aja, hukum, denda, ganti rugi uang transport dan makan & penginepan buat yang udah dateng jauh2 untuk ujian. Buat sebagian, itu bisa harus ngutang dulu lho ?! Kasihan kan ? Tapi kalo dipolitisir untuk menggoyang gubernur ato wapres, nah itu baru permainan "preman" yg selalu mencari kesempatan untuk "ngompas" alias meres minta sogokan atau nodong a la bandit. radityo djadjoeri <radityo_dj@yahoo.com wrote: Dahlan Iskan kesandung kasus cetak mencetak Penghujung tahun 2004 agaknya bakal menjadi titik muram buat langkah bisnis Dahlan Iskan, pengusaha lincah yang juga konglomerat media massa asal Jawa Timur itu. Sukses membesarkan harian Jawa Pos yang lalu beranak pinak dan telurnya menetas di berbagai kota, kini Dahlan kena batunya. Pasalnya, perusahaan percetakan Puri miliknya tersandung kasus keterlambatan cetak naskah ujian buat CPNS se-Jatim. Pada hari Rabu, 24 November 2004 lalu, hampir 200.000 saudara kita yang bermimpi jadi pegawai negeri siap mengikuti tes yang menurut pengumuman bakal dimulai pukul 7 pagi. Namun hingga pukul 10 pagi, naskah ujian tak juga dibagikan. Mereka bertanya-tanya: "Ada apa gerangan?" Selidik punya selidik, ternyata naskah ujian belum kelar dicetak. Gubernur Jatim Imam Utomo pun kelabakan. Setelah lapor ke SBY, akhirnya pada pukul 11 WIB ia mengumumkan bahwa pelaksanaan tes batal dan ditunda hingga 1 Desember 2004 mendatang. Para peserta ujian pun kecele, dan mereka pulang ke rumah masing-masing dengan tangan hampa. Di beberapa kota, pengumuman penundaan itu ada yang disampaikan siang hari, hingga panitia harus menyediakan makan siang buat peserta tes. Impian nya untuk jadi pegawai negeri pun tertunda. Puri yang kali ini ketiban order tanpa tender itupun kena sanksi harus siap mencetak kembali naskah ujian dengan kemungkinan tanpa harus bayar ulang. Padahal menurut Imam, berdasarkan pengalaman sebelumnya, order cetak mencetak apapun dari Pemprov Jatim yang dilimpahkan ke Puri selalu tepat waktu. Menurut Iman, total biaya untuk penyelenggaraan tes CPNS ini senilai

11

Rp 1,3 milyar. Saat menggelar konperensi pers di kantor percetakan Puri (24/11), Dahlan Iskan berniat akan mengundurkan diri, begitu juga para pimpinan percetakan Puri. "Kalau itu belum cukup, saya pun akan mengundurkan diri sebagai pimpinan grup. Sebetulnya tidak cukup memadai hanya diimbangi dengan mengundurkan diri," ujar Dahlan. Sebagai catatan, Puri adalah salah satu anak perusahaan dari PT Panca Wira Usaha (PWU) dimana Dahlan menjabat sebagai direktur utama. Dahlan mengaku nama Jawa Timur rusak gara-gara anak perusahaan yang dikelolanya. Menurut anggota DPRD Kusnadi dari FPDIP, langkah mundur saja tidak cukup. "Siapa saja yang terlibat dalam kasus memalukan ini harus dikenai hukuman setimpal," tegasnya. Saat berkunjung ke percetakan Puri, ia menilai kondisi percetakan tersebut kurang layak, baik dari profesionalisme kerja karyawan, segi kelengkapan mesin maupun lokasi. "Saya lihat mesin-mesin yang dipakai ukuran kecil, dan lokasi percetakan berhimpitan dengan pemukiman penduduk yang padat. Alangkah tidak aman bila soal ujian yang sifatnya amat rahasia dicetak disini. Kalau ada yang nakal, dengan mudah bisa mengeluarkan naskah lewat jendela. Itu riskan sekali untuk menjaga kerahasiaannya," keluh Kusnadi. Sementara itu, Waka Polwitabes AKBP Bambang Sri Hermanto menyatakan akan segera minta keterangan dari manajemen Puri. "Polisi akan telusuri, apakah tertundanya pelaksanaan tes tersebut ada unsur pidana," katanya. Reaksi keras datang pula dari berbagai kalangan terkait pembatalan tes CPNS Jatim. "Pembatalah tes itu merugikan hak-hak publik karenanya gubernur bisa digugat class action," tandas Wayan Titib Sulaksana dari FH Unair Surabaya kepada harian Surya, korannya arek Jawa Timur. Kini Dahlan tinggal menghitung hari. Akankah ia memainkan kartu kedekatannya dengan Jusuf Kalla? Masih ampuhkah itu di era keterbukaan? Kita tunggu saja tanggal mainnya. From: Yayasan Kaliandra Sejati To: communitygallery@yahoogroups.com Sent: Monday, November 29, 2004 8:41 AM Subject: RE: [communitygallery] Dahlan Iskan kesandung kasus cetak mencetak

Dear all, Saya memang sempat melihat di TV tayangan penyesalan Dahlan Iskan tentang kejadian ini. Sepintas, kelihatannya masalah teknis yang menjadi sandungan, yaitu terlambat cetak. Apakah mungkin hal teknis semacam itu terjadi pada perusahaan cetak

12

segede Puri ? Kalau dibandingkan begitu banyak media yang dihasilkan oleh Group Jawa Pos selama ini, sudah menjadikan mereka terlatih untuk memenuhi jadwal cetak tepat waktu. Apakah teman-teman ada yang bisa meraba kejadian apa sebernarnya dibalik semua ini ? Kelihatannya "terlambat cetak" dijadikan sebagai jawaban atas semua kejadian ini. Salam, Totok Hartoyo -----Original Message----From: radityo djadjoeri [mailto:radityo_dj@yahoo.com] Sent: 27 Nopember 2004 20:09 To: bizzcomm-milis; communicationsindonesia; communitygallery; fpk; mediacare Cc: wartawan; wartawangaul; perhumas Subject: [communitygallery] Dahlan Iskan kesandung kasus cetak mencetak

Dahlan Iskan kesandung kasus cetak mencetak Penghujung tahun 2004 agaknya bakal menjadi titik muram buat langkah bisnis Dahlan Iskan, pengusaha lincah yang juga konglomerat media massa asal Jawa Timur itu. Sukses membesarkan harian Jawa Pos yang lalu beranak pinak dan telurnya menetas di berbagai kota, kini Dahlan kena batunya. Pasalnya, perusahaan percetakan Puri miliknya tersandung kasus keterlambatan cetak naskah ujian buat CPNS se-Jatim. Pada hari Rabu, 24 November 2004 lalu, hampir 200.000 saudara kita yang bermimpi jadi pegawai negeri siap mengikuti tes yang menurut pengumuman bakal dimulai pukul 7 pagi. Namun hingga pukul 10 pagi, naskah ujian tak juga dibagikan. Mereka bertanya-tanya: "Ada apa gerangan?" Selidik punya selidik, ternyata naskah ujian belum kelar dicetak. Gubernur Jatim Imam Utomo pun kelabakan. Setelah lapor ke SBY, akhirnya pada pukul 11 WIB ia mengumumkan bahwa pelaksanaan tes batal dan ditunda hingga 1 Desember 2004 mendatang. Para peserta ujian pun kecele, dan mereka pulang ke rumah masing-masing dengan tangan hampa. Di beberapa kota, pengumuman penundaan itu ada yang disampaikan siang hari, hingga panitia harus menyediakan makan siang buat peserta tes. Impian nya untuk jadi pegawai negeri pun tertunda. Puri yang kali ini ketiban order tanpa tender itupun kena sanksi harus siap mencetak kembali naskah ujian dengan kemungkinan tanpa harus bayar ulang. Padahal menurut Imam, berdasarkan pengalaman sebelumnya, order cetak mencetak apapun dari Pemprov Jatim yang dilimpahkan ke Puri selalu tepat waktu. Menurut Iman, total biaya untuk penyelenggaraan tes CPNS ini senilai Rp 1,3 milyar.

13

Saat menggelar konperensi pers di kantor percetakan Puri (24/11), Dahlan Iskan berniat akan mengundurkan diri, begitu juga para pimpinan percetakan Puri. "Kalau itu belum cukup, saya pun akan mengundurkan diri sebagai pimpinan grup. Sebetulnya tidak cukup memadai hanya diimbangi dengan mengundurkan diri," ujar Dahlan. Sebagai catatan, Puri adalah salah satu anak perusahaan dari PT Panca Wira Usaha (PWU) dimana Dahlan menjabat sebagai direktur utama. Dahlan mengaku nama Jawa Timur rusak gara-gara anak perusahaan yang dikelolanya. Menurut anggota DPRD Kusnadi dari FPDIP, langkah mundur saja tidak cukup. "Siapa saja yang terlibat dalam kasus memalukan ini harus dikenai hukuman setimpal," tegasnya. Saat berkunjung ke percetakan Puri, ia menilai kondisi percetakan tersebut kurang layak, baik dari profesionalisme kerja karyawan, segi kelengkapan mesin maupun lokasi. "Saya lihat mesin-mesin yang dipakai ukuran kecil, dan lokasi percetakan berhimpitan dengan pemukiman penduduk yang padat. Alangkah tidak aman bila soal ujian yang sifatnya amat rahasia dicetak disini. Kalau ada yang nakal, dengan mudah bisa mengeluarkan naskah lewat jendela. Itu riskan sekali untuk menjaga kerahasiaannya," keluh Kusnadi. Sementara itu, Waka Polwitabes AKBP Bambang Sri Hermanto menyatakan akan segera minta keterangan dari manajemen Puri. "Polisi akan telusuri, apakah tertundanya pelaksanaan tes tersebut ada unsur pidana," katanya. Reaksi keras datang pula dari berbagai kalangan terkait pembatalan tes CPNS Jatim. "Pembatalah tes itu merugikan hak-hak publik karenanya gubernur bisa digugat class action," tandas Wayan Titib Sulaksana dari FH Unair Surabaya kepada harian Surya, korannya arek Jawa Timur. Kini Dahlan tinggal menghitung hari. Akankah ia memainkan kartu kedekatannya dengan Jusuf Kalla? Masih ampuhkah itu di era keterbukaan? Kita tunggu saja tanggal mainnya. __________________________________________________ Sent: Friday, December 03, 2004 4:05 PM Subject: [communitygallery] PDSD Larang Wartawan Liput Milad GAM Salam, Dari AcehKita, edisi 3 Des 2004. Salam damai Radzie PDSD Larang Wartawan Liput Milad GAM Reporter: Adward - Banda Aceh, 2004-12-03 16:00:59

14

Acehkita, Banda Aceh. Penguasa Darurat Sipil Daerah (PDSD), Irjen Pol Drs Bahrumsyah Kasman, meminta kepada seluruh lapisan masyarakat untuk tidak ikut dalam peringatan Milad (hari ulang tahun) GAM yang jatuh pada tanggal 4 Desember besok. Menurutnya, hal itu beresiko tinggi, karena seluruh kekuatan TNI/Polri sudah diintruksikan untuk menggagalkan upacara Milad GAM di manapun. Selain itu, Bahrumsyah juga meminta kepada media massa, baik cetak maupun elektronik untuk membantu dan mendukung kebijaksanaan Pemerintah RI dengan tidak memberitakan maupun menyiarkan kegiatan kelompok GAM yang berkaitan dengan acara Milad. Kapolda NAD ini juga "menghimbau" kepada para wartawan, jika mendapatkan undangan atau mengetahui ada kegiatan tersebut, untuk disampaikan kepada aparat keamanan. "Jangan malah nantinya menghadiri secara bersembunyi-sembunyi. Akan membahayakan keselamatan diri masing-masing yang hadir," sebutnya kepada wartawan (2/12). Pelarangan meliput kegiatan Milad GAM juga pernah disampaikan Penguasa Darurat Militer Daerah (PDMD) pada peringatan Milad, Desember tahun lalu. Saat itu, Aceh berstatus Darurat Militer II. Menanggapi larangan ini, Ketua Aliansi Jurnalis Independen Lhokseumawe, Zainal Bakri menyatakan sejauh ini diriinya tidak pernah menerima larangan secara tertulis. "Kalau larangan peliputan itu demi keselamatan si wartawan sendiri, itu masih bisa diterima logika. Tapi kalau dilarang memberitakan, itu sudah menggerogoti hak masyarakat untuk mendapatkan informasi," katanya. AJI Lhokseumawe sendiri mengaku tidak pernah mendapat larangan tertulis mengenai hal ini. Yang ada hanyalah pernyataan yang dilontarkan sejumlah pejabat militer. "Sejauh ini tidak ada seruan tertulis. Tapi kami mendengar pernyataan Danrem Lilawangsa bahwa mereka akan mengerahkan kekuatan, termasuk serangan udara pada posisi-posisi tempat upacara Milad. Dan mereka menyatakan tidak bertanggungjawab bila di sana ada wartawan," kata Zainal. Atas dasar itu, tambah Zainal, sejumlah anggota AJI Lhokseumawe bersepakat untuk tidak melakukan liputan di wilayah pedalaman, tempat di selenggarakannya upacara Milad GAM. "Tapi komitmen itu tidak mengikat kepada jurnalis yang tidak sependapat dengan keputusan ini," imbuhnya.

15

Tak hanya kepada wartawan, Bachrumsyah juga menyeru kepada seluruh masyarakat, baik petani, nelayan, guru, imam-imam di masjid, pengemudi angkutan umum, anak-anak sekolah, untuk tetap melaksanakan aktifitasnya. Seruan ini dilakukan karena sebelumnya, Panglima GAM Muzakkir Manaf juga menyerukan kepada warga masyarakat agar berdiam di rumah dan tidak melakukan aktifitas apapun menjelang Milad karena banyak terjadi mobilisasi pasukan TNI/Polri. "Seruan berdiam di rumah ini harap dipatuhi demi keselamatan masyarakat sendiri, karena pada hari tersebut akan terjadi mobilisasi pasukan Neo-Kolonial Indonesia secara besar-besaran dan kemungkinan terjadinya pertempuran dengan TNA akan besar pula, seperti yang terjadi tahun lalu. Tentara Negara Acheh tidak menginginkan adanya warga sipil yang menjadi korban kebiadaban Tentara penjajah Indonesia," tulis Muzakkir Manaf dalam siaran persnya, 1 Desember lalu. Seperti sedang berdialog dengan Muzakkir, dalam keterangan persnya siang ini, Bachrumsyah mengingatkan prajurit TNI/Polri untuk tetap waspada. "Ingat, kita bertugas di NAD dalam rangka mempertahanakan NKRI. Namun, jangan pula dilupakan, bahwa kita wajib senantiasa melindungi masyarakat." Namun dia juga memerintahkan kepada aparat untuk 'tembak di tempat,' bila ada kelompok bersenjata yang melakukan penaikkan bendera GAM. Sepi penumpang Sementara itu, hingga H minus 1 jelang Milad GAM, aktivitas kota Banda Aceh tampak seperti biasa. Hanya saja, tidak terlihat ada warga yang memesan tiket keberangkatan untuk nanti malam dan besok (04/12), pada bus antar kota/provinsi. Kepada acehkita, petugas loket Bus CV Pelangi, Adi mengatakan sampai saat ini tidak ada intruksi buat mogok dari siapapun. "Hanya saja, penumpang kurang. Bus kami berangkat dua nanti malam dari biasanya tiga armada. Untuk besok belum ada pemesan tiket," kata Adi sambil menunjukkan buku daftar calon penumpang yang terlihat kosong. Hal yang sama juga dikatakan oleh Marwan, petugas loket Kurnia Group. Menurutnya, armada busnya akan tetap berangkat nanti malam dan besok, itu pun kalau penumpangnya ada. Tetapi dia menambahkan kendalanya, terletak pada calon penumpang. "Penumpang sangat sedikit yang memesan tiket, kalau penumpang ada, kita tetap berangkat," sebutnya kepada acehkita.

16

"Belum ada ancaman dari pihak-pihak tertentu untuk melarang keberangkatan," sebut Marwan pada akhirnya. [dan] Baca juga: PDSD Intervensi Media? Dan Wartawan pun Diinteli, eh, Dikawal Reporter SCTV Dikemplang Prajurit TNI Disuruh Pulang, Tapi Meliput Juga Brimob Sita 340 Bendera GAM, TNI Tingkatkan Patroli Jelang Milad GAM, TNI Tewaskan Empat Anggota GAM PDSD: Tidak Semua LSM Asing Diizinkan Masuk Aceh --------------------------------------Fakhrurradzie Jurnalis di Banda Aceh http://radzie.multiply.com http://www.efmg.blogspot.com ***yang masih belajar jadi jurnalis yang baik***

From: "dwi muhtaman" <dwirm@cbn.net.id Sent: Monday, December 06, 2004 11:25 PM Subject: [communitygallery] FW: [jppi] Membangun Tanpa Rusak Pusaka Alam-Budaya FYI. DRM ====== ------ Forwarded Message From: Hongky Listiyadhi <hongky_lie@yahoo.com Reply-To: "jppi@yahoogroups.com" <jppi@yahoogroups.com Date: Thu, 2 Dec 2004 22:51:28 -0800 (PST) Subject: [jppi] Membangun Tanpa Rusak Pusaka Alam-Budaya Pemerintah Diminta Membangun Tanpa Rusak Pusaka Alam-Budaya

17

Reporter: Gatot Prihanto <http://ad.detik.com/link/peristiwa/prs-relion.ad detikcom - Jakarta, Pemerintah pusat dan pemerintah daerah diminta untuk membangun tanpa menggusur dan merusak pusaka alam-budaya Indonesia yang telah diterima dari generasi terdahulu dan wajib diserahkan kembali dari satu generasi ke generasi lainnya dalam keadaan lestari. Desakan ini tertuangan dalam Petisi Melestarikan Pusaka Alam-Budaya Indonesia. Petisi ini disampaikan kepada Presiden RI, Ketua DPR RI, anggota Kabinet Indonesia Bersatu, Gubernur se-Indonesia, dan Bupati atau Walikota se-Indonesia. Petisi ini dilandasi keprihatinan mendalam atas peristiwa-peristiwa pengrusakan dan penghancuran atas pusaka bangsa yang belum, sedang diproses, maupun telah digolongkan sebagai Benda Cagar Budaya berdasarkan UU No.5/1999 tentang Benda Cagar Budaya. Dalam siaran pers dari Direktur Eksekutif B adan Pelestarian Pusaka Indonesia Suhadi Hadiwinoto yang diterima detikcom, Kamis (2/12/2004), dijelaskan bahwa petisi ini ditandatangani 400 organisasi dan perseorangan yang peduli dan berkarya di bidang pelestarian pusaka alam-budaya dari seluruh Tanah Air, bahkan mancanegara. Disebutkan, untuk menghindari konflik antara keperluan pembangunan di satu pihak dan pelestarian di lain pihak, maka kebijakan pembangunan harus disusun dengan menyadari dan mengakui bahwa pelestarian pusaka alam-budaya juga merupakan tujuan pembangunan. Selain itu, alokasi sumber daya harus dikelola dengan adil dan seimbang, antara lain melalui penegakan disiplin tata ruang yang ketat agar kebutuhan akan ruang dan sumber daya bagi pembangunan dapat cukup tersedia di tempat lain, dan atau menempuh cara lain sehingga tidak menimbulkan tekanan pada pusaka alam-budaya yang harus dilestarikan. Petisi ini akan disuarakan pertama kali dalam "International Seminar and Workshop on Heri tage Conservation" yang diselenggarakan Pusat Kajian Indonesia Timur Universitas Hasanuddin di Bau-bau, Buton, Sulawesi Tenggara, Jumat (3/12/2004) besok. Seminar ini juga akan mengupayakan pelestarian kawasan pusaka Bau-bau dan menggemakan Dasawarsa Pelestarian Pusaka Indonesia 2004-2013. Disebutkan, pertimbangan keuntungan jangka pendek telah banyak mengabaikan manfaat dan kepentingan jangka panjang yang mendukung pembangunan dan kesejahteraan yang berkelanjutan. Jika hal itu terus dibiarkan dikhawatirkan akan terjadi kemerosotan nilai kehidupan jati diri kota dan masyarakatnya.

18

Dan dibandingkan dengan negara-negara lain Indonesia masih lemah dalam terlambat dalam upaya pelestarian pusaka. Untuk membantu mengatasi masalah di atas para, pegiat, dan pemerhati pelestarian dari berbagai pelosok Tanah Air, yang telah terhimpun sejak tahun 2000 dalam Jariangan Pelestarian Pusaka Indonesia (JPPI) pada Agustus 2004 telah membentuk Badan Pelestarian Pusaka Indonesia (BPPI) .(gtp)

http://www.detiknews.com/index.php/detik.read/tahun/2004/bulan/12/tgl/03/tim e/61356/idnews/249242/idkanal/10

Do you Yahoo!? Yahoo! Mail - Find what you need with new enhanced search. Learn more. <http://us.rd.yahoo.com/evt=29917/*""http://info.mail.yahoo.com/mail_250 <http://info.mail.yahoo.com/mail_250 <http://info.mail.yahoo.com/mail_250 Yahoo! Groups Sponsor ADVERTISEMENT <http://us.ard.yahoo.com/SIG=12978vjl9/M=298184.5639630.6699735.3001176/D=g roups/S=1705043464:HM/EXP=1102143127/A=2434971/R=0/SIG=11eeoolb0/*""http:/ /www.netflix.com/Default?mqso=60185400 <http://www.netflix.com/Default?mqso=60185400 <http://www.netflix.com/Default?mqso=60185400 Sent: Thursday, December 09, 2004 10:07 AM Subject: [communitygallery] Dekriminalisasi Pekerjaan Pers Salam, Tulisan ini saya terima dari Bapak Atmakusumah Astraatmaja, mantan Ketua Dewan Pers. Atas izin beliau, saya posting tulisan ini kepada kawan-kawan, semoga ada manfaatnya. Salam damai Radzie Seminar Pengkajian Hukum Nasional (SPHN 2004) Diselenggarakan oleh Komisi Hukum Nasional (KHN) Hotel Sahid Jaya, Jakarta, 67 Desember 2004

19

Dekriminalisasi Pekerjaan Pers Atmakusumah 1. Dalam upaya membangun demokrasi, perlu dilakukan revisi besar-besaran terhadap KUHPidana dan per-UU-an yang lain, terutama pasal-pasal yang dapat digunakan untuk memenjarakan wartawan, demonstran, penceramah dan pembicara dalam diskusi, serta aktivis advokasi. Dengan menggunakan pasal-pasal itu, yang sekarang berlaku, putusan hukum dapat membungkam: kebebasan pers; kebebasan berekspresi; dan kebebasan menyatakan pendapat.

Pembaruan KUHPidana dan per-UU-an lainnya antara lain untuk men-dekriminalisasi karya jurnalistik, sehingga pelanggaran hukum dalam pekerjaan pers tidak dipandang sebagai kejahatan. Dalam KUHPidana yang berlaku sekarang, peninggalan pemerintah kolonial Belanda hampir 100 tahun yang lalu, ada 35 pasal yang dapat memenjarakan wartawan, demonstran, penceramah, atau aktivis advokasi sampai 7 tahun lamanya. Inilah pasal-pasal hukum yang oleh organisasi wartawan internasional yang berkantor pusat di Paris, Reporter Tanpa Perbatasan (Reporters sans frontires, RSF), disebut sebagai hukum yang ketinggalan zaman (outdated laws). Masih digunakannya pasalpasal hukum ini untuk perkara pers di Indonesia, seperti terhadap para wartawan harian Rakyat Merdeka dan majalah Tempo di Jakarta serta sejumlah media pers di daerah, menjadi salah satu alasan bagi RSF untuk menempatkan citra kebebasan pers di Indonesia pada peringkat yang rendah selama dua tahun terakhir. Pada tahun 2003 kebebasan pers Indonesia berada pada peringkat ke-111 dari antara 166 negara yang dipantau. Sedangkan pada tahun 2004 merosot lebih jauh lagi ke peringkat ke-117 di antara 167 negara yang diamati. Dalam RUU (revisi) KUHPidana yang dibuat oleh pemerintah Orde Baru (1998), pasalpasal represif itu malahan bertambah menjadi 42. Ketika direvisi kembali oleh Departemen Kehakiman dan HAM pada masa Reformasi (1999/2000), pasal-pasal itu ditambah lagi menjadi 48 atau 49. Pasal-pasal demikian itu perlu dipindahkan ke dalam KUHPerdata atau, sebagian, ke dalam UU Pers. Sanksi hukumnya adalah denda. Denda itu pun haruslah proporsional sesuai dengan kemampuan pembayar denda sehingga tidak menyulitkan kehidupannya atau tidak membangkrutkan perusahaan yang menanggung beban denda.

20

Malahan, perlu dipertimbangkan kemungkinan sama sekali menghapus sebagian dari pasal-pasal hukum itu, apabila dianggap tidak sesuai dengan kehidupan masyarakat demokratis. Misalnya, ketentuan hukum tentang pencemaran nama baik, fitnah, penghinaan, kabar bohong, dan penghinaan terhadap presiden, wakil presiden, serta pejabat negara. 2. Jika upaya naik banding dalam sistem peradilan di negara-negara Asia tidak efektif untuk menegakkan kebebasan pers, kebebasan berekspresi, dan kebebasan menyatakan pendapat, perlu diadakan Mahkamah Hak Asasi Manusia Asia (Asian Court of Human Rights), seperti sudah dilaksanakan untuk: Negara-negara Eropa, yang berpusat di Prancis; Negara-negara Amerika (Inter-American Court of Human Rights), di San Jos, Kosta Rika. 3. Kriminalisasi dengan menjatuhkan sanksi hukum pidana berupa hukuman penjara ataupun denda dipandang tidak sesuai dengan standar internasional tentang kebebasan berekspresi dan kebebasan menyatakan pendapat bagi: wartawan karena karya jurnalistiknya; demonstran, atau penceramah dan pembicara dalam diskusi, atau aktivis advokasi karena ekspresi atau pernyataan pendapatnya. 4. Karena itu, sejumlah negara menghapus ketentuan hukum pidana, atau per-UU-an pidana, atau pasal-pasal dalam KUHPidana tentang: pencemaran nama baik (defamation); penghinaan (insult); fitnah (slander, libel); dan kabar bohong (false news).

Penghapusan ketentuan hukum pidana itu berlaku antara lain untuk pekerjaan wartawan. Ada yang mensyaratkan bahwa penghapusan ketentuan hukum itu berlaku bagi pers sepanjang karya jurnalistiknya dibuat dengan niat baik (in good faith) dan demi kepentingan umum (public interest). Setidaknya, beberapa negara lainnya mengubah ketentuan hukum pidana itu menjadi ketentuan hukum perdata, dengan sanksi denda yang proporsional sesuai dengan kemampuan pihak pembayar denda agar tidak menyulitkan kehidupannya atau tidak membangkrutkan perusahaannya. Penghapusan ketentuan hukum itu, atau pengubahan dari pidana ke perdata, sudah dilakukan antara lain di: Togo, di Afrika Barat C 24/8/2004;

21

Kroasia, di Eropa C 16/7/2004; Ghana di Afrika; Uganda di Afrika; Timor Lorosae C berdasarkan Perintah Eksekutif (Executive Order) UNTAET, 7/9/2000, yang menetapkan pasal-pasal 310 s.d. 321 KUHPidana tentang Penghinaan sebagai bukan-tindak-pidana (di negara itu masih berlaku per-UU-an Indonesia, termasuk KUHPidana Indonesia). Nederland C 1992. 5. Ada pula negara-negara yang masih merencanakan atau mengusulkan penghapusan sanksi pidana penjara bagi kasus pencemaran nama baik (defamation), seperti di: Mesir C janji Presiden Hosni Mubarak C 23/2/2004; Republik Afrika Tengah; dan Filipina.

6. Juga ada negara yang sedang memperbarui perundang-undangan tentang pers dengan mengubah kasus pers dari perkara pidana menjadi perkara perdata, dan dengan sanksi denda yang tidak berat karena denda yang lebih ringan akan mendorong kebebasan berekspresi. Pembaruan ini sedang dilakukan di: Ethiopia, Afrika Utara C keterangan Menteri Informasi Bereket Simone, seperti diberitakan oleh harian The Daily Monitor di Addis Ababa, 30/9/2004. 7. Mahkamah Hak Asasi Manusia Antar-Amerika (Inter-American Court of Human Rights) pada 2/7/2004 membatalkan vonis perkara pencemaran nama baik (defamation), dengan sanksi denda, yang dijatuhkan kepada seorang wartawan oleh Pengadilan Pidana di Kosta Rika. Vonis ini dianggap melanggar Konvensi Amerika tentang Hak Asasi Manusia. Semula, pengadilan Kosta Rika menjatuhkan hukuman ganti rugi senilai 60 juta colones (kira-kira US$200.000) dan denda yang sama besarnya dengan nilai gaji wartawan itu selama 120 hari. Ia diadili karena mengutip laporan pers Eropa yang menuduh mantan diplomat Kosta Rika, Felix Przedborski, terlibat dalam tindak korupsi. Akan tetapi, Mahkamah HAM selain membatalkan vonis ini juga memerintahkan Pemerintah Kosta Rika agar memberikan kompensasi kepada wartawan itu, Mauricio Horrera Olloa dari harian La Nacin, senilai: US$20.000 sebagai ganti rugi; dan US$10.000 untuk biaya pengacara. Pemerintah Kosta Rika menyatakan akan menaati putusan Mahkamah HAM sehingga vonis pengadilan Kosta Rika yang menghukum Herrera Ulloa dibatalkan.

22

8. Semangat menghargai kebebasan pers seperti di Kosta Rika juga tercermin dalam tindakan menteri kehakiman Kroasia, Vesna Skare-Ozbolt, ketika ia membayar denda senilai US$2.100 untuk seorang pemimpin redaksi agar terbebas dari penjara dalam perkara pencemaran nama baik. Denda itu dibayarkan ketika wartawan tersebut hendak mulai menjalani hukuman penjara selama 70 hari. Menteri itu menjelaskan kepada Radio Nasional Kroasia 21 Juli yang lalu: Saya sungguh tidak ingin wartawan dipenjarakan selama saya menjabat menteri kehakiman. Ia mengatakan merasa malu tinggal di negara yang memenjarakan wartawan. Ia berjanji akan mengubah masalah pelanggaran hukum berupa pencemaran nama baik dari perkara pidana menjadi perkara perdata. Tindakan menteri kehakiman itu merupakan reaksi terhadap putusan hakim di pengadilan yang menyatakan pemimpin redaksi Novi Brodski List, Miroslav Juric, bersalah atas tuduhan mencemarkan nama baik seorang pengacara distrik yang diberitakan melakukan korupsi. Juric didenda US$2.100 (12.600 kunas). Ia menolak membayar denda itu, tetapi memilih hukuman penjara 70 hari sebagai pengganti. Ketika tiba di penjara 19 Juli yang lalu, Juric diberitahu bahwa ia bebas karena dendanya sudah dibayar oleh menteri kehakiman. Pada 16 Juli 2004, parlemen Kroasia sebenarnya telah menghilangkan pasal pencemaran nama baik dan fitnah bagi pekerjaan wartawan dari KUHPidana. Akan tetapi, perubahan hukum itu belum diberlakukan ketika Juric mendapat vonis pengadilan untuk membayar denda atau masuk ke penjara.

___________________________

Atmakusumah Astraatmadja Pengajar dan anggota Dewan Pakar Lembaga Pers Dr. Soetomo (LPDS) di Jakarta; mantan direktur eksekutif LPDS (19942002), ketua Dewan Pers (20002003), ketua Tim Ombudsman harian Kompas (20002003), staf U.S. Information Service di Jakarta (19741992), redaktur pelaksana harian Indonesia Raya (19681974)

23

Lampiran Andai Rakyat Merdeka Terbit di Dili atau Manila Atmakusumah Seandainya harian Rakyat Merdeka diterbitkan di Dili, ibu kota Timor Lorosae, atau di Manila, ibu kota Filipina, agaknya gugatan seorang ketua parlemen atas foto karikatural yang dimuatnya sebagai sindiran atau parodi tidak akan menjadi perkara pidana, melainkan sebagai perkara perdata. Kalaupun dituntut berdasarkan hukum pidana, agaknya surat kabar itu hanya akan dikenai denda (jika tidak dibebaskan), bukan hukuman badan. Malahan, sangat mungkin, soal pemuatan karikatur itu samasekali tidak akan menjadi kasus hukum yang harus diperkarakan di pengadilan seperti yang dialami Rakyat Merdeka di Jakarta. Tetapi, di Jakarta, mantan pemimpin redaksi Rakyat Merdeka, Karim Paputungan, dijatuhi hukuman penjara lima bulan dalam masa percobaan sepuluh bulan karena dinyatakan melanggar pasal 310, ayat 1 dan 2, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Ini gara-gara surat kabarnya memuat foto parodi yang dianggap menyerang kehormatan atau nama baik Akbar Tandjung, ketua Dewan Perwakilan Rakyat dan ketua umum Partai Golkar. Vonis itu dijatuhkan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan 9 September yang lalu untuk pemuatan foto kolase pada edisi 8 Januari 2002. Timor Lorosae, atau Timor Leste, sampai sekarang menggunakan peraturan perundangundangan Indonesia (bila masih berlaku di wilayah itu sampai 25 Oktober 1999), termasuk KUHP peninggalan pemerintah kolonial Belanda sejak seabad yang silam. Akan tetapi, ada Perintah Eksekutif Nomor 2000/2 tentang Pencabutan Status Pidana Tindak Pencemaran Nama Baik (Executive Order on the Decriminalization of Defamation). Perintah itu dikeluarkan 7 September 2000 oleh pimpinan Pemerintahan Transisi Perserikatan Bangsa-Bangsa di Timor Timur (UNTAET), Sergio Vieira de Mello, tokoh PBB yang tewas karena serangan bom bunuh diri di Bagdad 19 Agustus yang lalu. Perintah Eksekutif UNTAET itu menyatakan: Sejak saat dikeluarkannya perintah ini, perbuatan yang didefinisikan dalam Bab XVI (Penghinaan) KUHP Indonesia, yang terdiri atas pasal-pasal 310 sampai 321, bersifat bukan-tindak-pidana di Timor Timur. Dalam keadaan apa pun pasal-pasal tersebut tidak dapat digunakan oleh Jaksa Penuntut Umum sebagai landasan bagi tuntutan pidana. Orang yang merasa nama baiknya dicemarkan hanya dapat mengajukan gugatan perdata dan hanya sejauh tuntutan ganti rugi atau perbaikan-perbaikan lain yang kelak ditentukan dalam Peraturan UNTAET. (Pasal 310 KUHP digunakan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan untuk menjatuhkan putusan pidana penjara terhadap mantan pemimpin redaksi Rakyat Merdeka).

24

Presiden Timor Lorosae, Kay Rala Xanana Gusmao, bahkan menegaskan, bila kita masih menggunakan KUHP Indonesia, kita harus samasekali menyingkirkan sifat, substansi yang mencerminkan rezim represif. Tetapi, jika pengadilan kita masih terus menggunakan undang-undang dengan cara seperti yang dulu dilakukan oleh Indonesia (di Timor Timur), maka Konstitusi kita tidak lagi akan menjadi pelindung bagi kebebasankebebasan dan hak-hak kita. Ia juga mengatakan: Kita semua berharap bahwa pasal 134 (penghinaan terhadap Presiden atau Wakil Presiden) dan pasal 154 (menyatakan perasaan permusuhan, kebencian, atau penghinaan di muka umum terhadap Pemerintah Indonesia), dalam KUHP Indonesia, hendaknya tidak digunakan di Timor Leste. Pendirian yang maju dan berani itu disampaikannya di muka Konferensi Hukum Media yang dihadiri para peserta dan pembicara dari beberapa negara, termasuk dari Indonesia, dan diadakan di Dili 26 Agustus yang lalu. Adapun Konstitusi Republik Demokrasi Timor Timur menyatakan pada pasal 41 tentang Kebebasan Pers dan Media Massa bahwa Kebebasan pers dan media massa yang lain dijamin dan Negara akan menjamin kebebasan serta independensi media massa publik dari kekuatan-kekuatan politik dan ekonomi. *** *** Di berbagai negara demokrasi, memang, tidak ada sanksi pidana penjara atau hukuman badan bagi pembuat karya jurnalistik dan pekerjaan wartawan. Perlakuan yang sama juga diberikan kepada warga yang menggunakan haknya untuk berekspresi dan menyatakan pendapat secara damai atau tanpa menggunakan kekerasan. Sanksi hukumnya, bila terjadi pelanggaran hukum, lazimnya ialah pembayaran denda. Filosofi di balik tradisi ini ialah agar orang tidak mudah takut untuk berekspresi atau mengemukakan pendiriannya karena ekspresi dan pendapat sering bermanfaat bagi kemajuan manusia. Ketua Mahkamah Agung Filipina, Hilario G. Davide, Jr., sepakat dengan pendapat bahwa karya jurnalistik atau pekerjaan kewartawanan hendaknya tidak mengakibatkan sanksi pidana penjara. Kecuali, katanya, dalam kasus seorang wartawan menerima suap ketika menjalankan pekerjaan kewartawanannya. Hanyalah dalam kasus seperti itu ia masih menyetujui hukuman badan bagi wartawan karena sogok-menyogok adalah kriminalitas atau kejahatan. Kami berbicara tentang soal ini ketika sedang makan malam di Siem Reap, Kamboja, di sela-sela acara suatu konferensi yang kami hadiri bulan Oktober 2002. Perkembangan lebih maju daripada di Indonesia dalam perlakuan hukum dan para penegak hukum terhadap pers dan pekerjaan kewartawanan telah pula dicapai di sedikitnya dua negara Amerika Latin, yaitu di Kosta Rika dan El Salvador. Dalam serangkaian pertemuan di kedua negeri itu, para hakim dan para wartawan bersepakat untuk mendekriminalisasi kasus pencemaran nama baik (libel offenses) yang dilakukan oleh pers. Dengan demikian, kasus pencemaran nama baik oleh pers di Kosta Rika dan El

25

Salvador tidak lagi diperlakukan sebagai perkara pidana, melainkan sebagai perkara perdata. Pertemuan itu diadakan pada 11 dan 12 November 2002 atas prakarsa The InterAmerican Press Association (IAPA). Pertemuan seperti ini, dengan harapan dapat menghasilkan kesepakatan yang sama, selanjutnya juga diselenggarakan oleh IAPA di Chile dan Brazil tahun ini. *** *** Lalu, apa yang kira-kira terjadi di negara-negara yang sepenuhnya mendukung serta menjamin kebebasan berekspresi, kebebasan menyatakan pendapat, dan kebebasan pers atau yang sudah lama memiliki tradisi kebebasan demikian ketika timbul konflik seperti antara Akbar Tandjung dan harian Rakyat Merdeka? Yang lebih lazim terjadi dalam konflik seperti ini antara narasumber atau subjek berita dan media pers ialah bahwa ketua parlemen itu, atau para pendukungnya, mengirim surat kepada redaksi atau melontarkan komentar lisan yang mengritik karikatur tersebut. Kemudian, media pers yang bersangkutan dengan senang hati memublikasikan surat atau komentar lisan itu secara mencolok. Ekspresi kritis ini mungkin perlu dilontarkan karena setiap redaksi media pers tidak pernah mengharapkan pendapatnya dapat selalu diterima oleh semua pihak, termasuk narasumber dan subjek berita. Boleh jadi juga, sang ketua parlemen membiarkan pemuatan karikatur itu bagaikan angin lalu yang tidak perlu dirisaukan. Malahan, mungkin ia bergurau kepada sekretarisnya agar membingkai karikatur itu dan memasangnya bersama sederetan karikatur yang lain sebagai hiasan dinding di ruangan kantornya di gedung parlemen. Itulah, umpamanya, yang biasa dilakukan oleh para pemimpin pemerintahan di Amerika Serikat termasuk para gubernur di negara-negara bagian. Seperti foto-foto, karikatur juga merupakan cermin yang menarik dan boleh jadi lebih jujur dalam perjalanan bersejarah dari kehidupan sang pemimpin. Apa pun yang dilakukan ketua parlemen itu mengecam karikatur itu, atau sekadar tersenyum dan meliriknya bagaikan angin lalu, atau membingkai dan memakunya sebagai hiasan dinding ia merasa bahwa itulah konsekuensi yang getir sebagai seorang pemimpin. Lebih-lebih lagi sebagai pemimpin pemerintahan yang mendapat gaji dari pajak rakyat, yang sejak awal karier politiknya sudah harus siap untuk menghadapi kritik pedas, atau olok-olok sekalipun, dalam media pers atau dari para demonstran. Ini adalah bagian dari dinamika kontrol masyarakat terhadap para pemimpin dan pejabat negara, dan juga terhadap tokoh-tokoh penting lainnya termasuk dari kalangan swasta, yang tindakan-tindakannya sedikit banyak mempengaruhi kehidupan rakyat. Akan tetapi, mengapa kritik pedas atau sindiran di Indonesia masih menyebabkan banyak pemimpin kita mudah tersinggung? Mochtar Lubis wartawan, budayawan, dan pemimpin redaksi harian Indonesia Raya

26

yang diberedel oleh Orde Lama tahun 1958 dan oleh Orde Baru tahun 1974 mengatakan dalam sebuah tulisannya: Banyak orang Indonesia kurang berkembang rasa humornya. Terlalu banyak di antara kita terlalu panjang jari-jari kakinya. Mudah sekali merasa tersinggung dan terhina. Lalu marah meluap-luap. Tak tahan kritik, apalagi kalau sudah jadi pembesar yang berkuasa. Bangsa yang tak punya humor, yang tak pandai menertawakan diri sendiri, sukar dapat maju, karena dia merasa dirinya saja yang paling benar dan paling jago. Di tengah kepungan kemajuan jaminan perlindungan hukum bagi kebebasan berekspresi, kebebasan menyatakan pendapat, dan kebebasan pers, yang bahkan kian menjalar di negara-negara berkembang di Asia dan Amerika Latin, Indonesia masih kelihatan ketinggalan zaman dalam penghargaannya kepada kebebasan manusia. _______________

ATMAKUSUMAH Pengajar Lembaga Pers Dr. Soetomo (LPDS); mantan ketua Dewan Pers (20002003) Dimuat di harian Kompas, 27 September 2003, halaman 4 --------------------------------------Fakhrurradzie Jurnalis di Banda Aceh http://radzie.multiply.com http://www.efmg.blogspot.com ***yang masih belajar jadi jurnalis yang baik***

Sent: Wednesday, December 08, 2004 5:28 PM Subject: [communitygallery] Dewan Pers Ingin Berubah Jadi Lembaga Arbitrase dari tempointeraktif Nasional Dewan Pers Ingin Berubah Jadi Lembaga Arbitrase Rabu, 08 Desember 2004 | 16:15 WIB TEMPO Interaktif, Jakarta: Anggota Dewan Pers Leo Batubara menyatakan, saat ini pihaknya tengah melakukan lobi intensif untuk mengubah institusinya menjadi Lembaga Arbitrase. Bila terwujud, nantinya lembaga pengambil keputusan tersebut bekerja khusus untuk memeriksa dan mengadili kasus-kasus yang terkait dengan delik pers. "Kami sedang melakukan pendekatan ke Mahkamah Agung untuk mendapatkan dukungan," kata Leo usai berceramah pada acara Lokakarya Kebebasan Pers dan Penegakan Hukum di Hotel Athaya Kendari, Rabu (8/12).

27

Menurut Leo, tujuan diubahnya Dewan Pers menjadi Lembaga Arbitrase untuk menghadapi berbagai upaya sejumlah pihak yang ingin membangkrutkan perusahaan pers dengan cara melakukan kriminalisasi pers setiap kali timbul masalah akibat pemberitaan media. Padahal, kata Leo, sesuai UU Pers No. 40 Tahun 1999 dinyatakan bahwa setiap ada masalah yang ditimbulkan akibat pemberitaan pers, upaya hukum yang dibolehkan hanya dalam bentuk gugatan perdata bukan pidana. "Yang terjadi sekarang, setiap kali muncul masalah akibat pemberitaan, pihak yang dirugikan termasuk aparat penegak hukum lebih cenderung menggunakan KUHP ketimbang UU Pers. Akibatnya, tak jarang tuntutan hukum yang muncul selain ancaman penjara, perusahaan pers juga diminta membayar ganti rugi yang nilainya ratusan miliar rupiah. Ini kan pembangkrutan perusahaan pers namanya," kata Leo. Namun, kata Leo, alasan terpenting sehingga Dewan Pers harus diubah menjadi Lembaga Arbitrase terkait dengan program pemerintah saat ini yang ingin menciptakan pemerintahan yang bersih khususnya pemberantasan praktek-praktek korupsi. Menurut Leo, selama ini, setiap kali memberitakan tentang dugaan terjadinya korupsi yang melibatkan seorang pejabat atau pengusaha, bisa dipastikan media pers yang memberitakannya akan menuai gugatan pencemaran nama baik. "Anehnya, pihak yang diduga melakukan korupsi justru luput dari pemeriksaan hukum. Aparat penegak hukum kayaknya lebih suka memenjarakan pihak yng menduga terjadinya korupsi daripada orang yang diduga melakukan korupsi. Ini aneh," katanya. Dedy Kurniawan-Tempo News Room --------------------------------------Fakhrurradzie Jurnalis di Banda Aceh http://radzie.multiply.com http://www.efmg.blogspot.com ***yang masih belajar jadi jurnalis yang baik*** Sent: Friday, December 17, 2004 11:08 AM Subject: [communitygallery] Kebebasan Pers Kita Merosot Salam, Dari Kompas, tulisan Pak Atmakusumah. ---

28

Opini Jumat, 17 Desember 2004 Kebebasan Pers Kita Merosot Atmakusumah Ketentuan hukum tentang fitnah, penghinaan, pencemaran nama baik, dan kabar bohong mulai dihapus atau dialihkan dari pidana ke perdata di berbagai negara. AGAK mengejutkan, tahun ini hasil pengkajian organisasi wartawan internasional Reporter Tanpa Perbatasan (Reporters Sand Frontieres/RSF) menempatkan kebebasan pers Indonesia pada peringkat ke-117 dari 167 negara yang dipantau. Hasil pemantauan dan pengkajian RSF itu diumumkan dari kantor pusatnya di Paris, 26 Oktober lalu. DIBANDINGKAN dengan tahun lalu, kebebasan pers kita hanya menurun enam peringkat, dari peringkat ke-111 di antara 166 negara yang diamati. Akan tetapi, bandingkan dengan tahun 2002, ketika kebebasan pers kita masih berada di peringkat ke57 dari 139 negara yang dipantau. Waktu itu kebebasan pers Indonesia berada pada posisi yang terbaik, atau nomor satu di antara negara- negara Asia Tenggara. Setelah Indonesia, menyusul Thailand, Kamboja, Filipina, Malaysia, Brunai Darussalam, Vietnam, Laos, dan Myanmar di urutan ke-2 sampai ke-9 untuk wilayah Asia Tenggara (Singapura dan Timor Timur tidak diteliti). Selama dua tahun terakhir, baik 2003 maupun 2004, peringkat kebebasan pers Indonesia di antara negara-negara Asia Tenggara merosot ke posisi nomor lima. Sementara kedudukan terbaik bagi kebebasan pers di Asia Tenggara tahun ini dan juga tahun lalu ditempati oleh negara yang belum lama lahir, Timor Timur. Untuk tahun ini, urutan pertama sampai ke-10 bagi kebebasan pers di Asia Tenggara adalah Timor Timur, Thailand, Kamboja, Filipina, Indonesia, Malaysia, Singapura, Laos, Vietnam, dan Myanmar (Brunai Darussalam tidak diteliti). Kemunduran citra kebebasan pers Indonesia di mata dunia internasional selama dua tahun terakhir disebabkan oleh beberapa alasan dan peristiwa, seperti, pertama, serangan fisik terhadap wartawan dan tekanan terhadap medis pers, antara lain demonstrasi oleh massa di kantor-kantor perusahaan pers. Kedua, terbunuhnya juru kamera TVRI, Mohamad Jamaluddin, dalam konflik bersenjata di Aceh yang penyebab kematiannya tidak jelas. Ketiga, penyanderaan dua wartawan RCTI, Ersa Siregar dan Fery Santoro, oleh Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Fery kemudian dibebaskan, tetapi Ersa tewas talam tembakmenembak antara GAM dan Tentara Nasional Indonesia. Keempat, larangan atau hambatan dari pejabat militer bagi wartawan dalam dan luar negeri untuk meliput wilayah konflik bersenjata di Aceh ikut pula memperburuk citra

29

kebebasan pers kita. Beberapa putusan pengadilan negeri yang menjatuhkan hukuman penjara bagi wartawan karena karya jurnalistiknya juga menjadi pertimbangan untuk menurunkan peringkat kebebasan pers Indonesia. Hal itu, umpamanya, dialami dua redaktur harian Rakyat Merdeka (Karim Paputungan dan Supratman, masing-masing lima dan enam bulan penjara dalam masa percobaan 10 dan 12 bulan) serta Pemimpin Redaksi Majalah Tempo (Bambang Harymurti). Karyakarya jurnalistik media mereka-foto kolase karikatural Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Akbar Tandjung dan pemberitaan tentang Presiden Megawati Soekarnoputri di Rakyat Merdeka serta berita tentang pengusaha Tommy Winata di majalah Tempodianggap mencemarkan nama baik atau menghina. Hukum ketinggalan zaman RSF secara khusus menyebutkan, antara lain, penggunaan "hukum yang ketinggalan zaman (outdated laws)" terhadap pers sebagai salah satu alasan untuk menempatkan kebebasan pers di beberapa negara, termasuk Indonesia, pada peringkat yang rendah. Dalam kasus Indonesia, yang dimaksudkan dengan "hukum yang ketinggalan zaman", terutama, adalah Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), warisan pemerintah kolonial Belanda dari sekitar satu abad yang silam. Dalam KUHP Indonesia, terdapat sedikitnya 35 pasal yang dapat digunakan terhadap wartawan karena karya jurnalistiknya, atau demonstran dan penceramah serta aktivis advokasi karena ekspresi dan pendapat mereka, dengan sanksi hukuman penjara sampai selama tujuh tahun. KUHP sedikitnya sudah dua kali direvisi, sekali pada masa Orde Baru dan sekali lagi pada masa reformasi. Namun, kedua revisi itu belum pernah dibahas di DPR. Kedua Rancangan Undang-Undang KUHP itu ternyata, malahan, memuat lebih banyak lagi sanksi hukuman penjara yang dapat dikenakan terhadap karya jurnalistik, ungkapan ekspresi, dan pernyataan pendapat. Hasil revisi pada masa Orde Baru (tahun 1998) memuat 42 pasal seperti itu dan hasil revisi pada masa reformasi (tahun 1999/2000) mengandung 48 pasal yang serupa. Sudah ada isyarat tumbuhnya pemahaman di kalangan anggota DPR untuk tidak menganggap pekerjaan pers sebagai kejahatan apabila timbul tuduhan pelanggaran hukum terhadap karya jurnalistik. Pada 2 September lalu, sebelum Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menjatuhkan vonis bagi tiga wartawan majalah Tempo yang dituduh mencemarkan nama baik pengusaha Tommy Winata, lima anggota DPR mengeluarkan pernyataan sikap yang menentang kriminalisasi terhadap pers. Kelima anggota DPR itu adalah Ketua Partai Amanat Nasional (PAN) Abdillah Toha, Ketua Partai Golongan Karya Fahmi Idris, Rizal Djalil dari PAN, anggota Komisi Luar Negeri DPR Djoko Susilo, dan Meilono Soewondo dari Partai Demokrasi Indonesia

30

Perjuangan. Akan tetapi, sejauh ini belum satu kali pun terdengar tekad dari anggota DPR atau menteri kabinet untuk mengubah, atau menyingkirkan, atau tidak memberlakukan pasalpasal hukum yang masih menganggap karya jurnalistik atau pernyataan pendapat dan ungkapan ekspresi sebagai kejahatan. Dengan kata lain, belum ada upaya sama sekali dari para perancang undang-undang untuk mendekriminalisasi karya-karya kreatif dalam ruang lingkup kebebasan pers serta kebebasan berpendapat dan berekspresi. RSF, memang, mengakui bahwa negara-negara seperti Filipina (peringkat ke-111), Indonesia (ke-117), dan India (ke-120) kini memiliki "media independen yang bebas dan semarak (free and lively independent media)". Akan tetapi, "pembunuhan dan serangan fisik terhadap para wartawan, selain hukum yang ketinggalan zaman, masih merintangi pertumbuhan sepenuhnya bagi pers" di negara-negara itu. Karena itu, RSF menempatkan kebebasan pers di negara-negara yang masih menghadapi keadaan demikian pada peringkat yang rendah. Bagaimanakah dampak hambatan terhadap kebebasan pers di negara-negara seperti itu? RSF dalam kajian tahun 2003 mengatakan bahwa swasensor yang dilakukan media pers semakin meningkat di negara-negara yang kebebasan persnya mengalami tekanan berat. Akibatnya, pers kurang berani memberitakan masalah-masalah seperti korupsi, kolusi pemimpin politik dengan kejahatan terorganisasi, dan konflik sektarian. RSF juga mengamati bahwa di negara-negara seperti itu para penegak hukum atau pejabat resmi sering tidak menanggulangi tindakan kekerasan untuk melindungi para wartawan dan menghukum orang-orang yang bertanggung jawab. Tidak sesuai Penggunaan hukum pidana untuk menyelesaikan kasus pers, seperti juga kasus-kasus yang berkaitan dengan kebebasan berekspresi dan berpendapat, kini semakin tidak populer di banyak negara. Pemakaian pasal-pasal pidana terhadap pekerjaan pers dianggap melanggar kaidah universal dan standar internasional tentang kebebasan berekspresi dan berpendapat. Ketentuan hukum pidana juga dianggap sebagai ancaman yang mengintimidasi para pengelola media pers dan tidak sesuai dengan kehidupan masyarakat demokratis. Karena itu, beberapa negara mengalihkan sejumlah pasal pidana menjadi pasal perdata, dengan sanksi hukum berupa denda, bukan penjara. Denda itu pun diberlakukan secara proporsional, sesuai dengan kemampuan pembayar denda, sehingga tidak menyulitkan kehidupannya atau tidak membangkrutkan perusahaan yang menanggung beban denda. Beberapa negara telah menghapus ketentuan hukum pidana tentang pencemaran nama baik (defamation), penghinaan (insult), fitnah (slander, libel), dan kabar bohong (false

31

news), atau tentang penghinaan terhadap presiden, wakil presiden, dan pejabat negara. Penghapusan pasal-pasal pidana seperti itu dimaksudkan untuk memperkuat perlindungan undang-undang terhadap pekerjaan pers. Namun, ada yang mensyaratkan bahwa perlindungan ini berlaku bagi pers sepanjang karya jurnalistiknya dibuat dengan niat baik (in good faith) dan demi kepentingan umum (public interest). Ada pula yang mencantumkan kekecualian bahwa undang-undang ini tidak memberikan perlindungan yang sama kepada terbitan pers atau penyiar media siaran yang "menghasut untuk menimbulkan kebencian atau tindakan kekerasan". Penghapusan berbagai ketentuan hukum dan undang-undang pidana, atau pengalihan dari pidana ke perdata, sudah dilakukan di Kroasia dan Belanda di Eropa; di Togo, Ghana, dan Uganda di Afrika; serta di Timor Timur. Di Timor Timur, misalnya, "Perintah Eksekutif (Executive Order) UNTAET" 7 September 2000 menetapkan pasal-pasal 310 sampai 321 KUH Pidana tentang Penghinaan sebagai bukan-tindak-pidana (di negara itu masih berlaku perundang-undangan Indonesia, termasuk KUHP Indonesia). Ada pula negara-negara yang masih merencanakan atau mengusulkan penghapusan sanksi pidana penjara bagi kasus pencemaran nama baik, seperti Mesir (dijanjikan oleh Presiden Hosni Mubarak 23 Februari yang lalu), Republik Afrika Tengah, dan Filipina. Sementara Etiopia kini tengah memproses pembaruan undang-undang pers dengan mengubah kasus pers dari perkara pidana menjadi perkara perdata. Sanksi dendanya juga tidak berat karena, seperti dijelaskan Menteri Informasi Bereket Simone dan diberitakan oleh The Daily Monitor di Addis Ababa 30 September yang lalu, "denda yang lebih ringan akan mendorong kebebasan berekspresi". Mengubah nasib wartawan Berdirinya Mahkamah Hak Asasi Manusia Antar-Amerika (Inter-American Court of Human Rights) di Benua Amerika telah mengubah nasib wartawan Kosta Rika. Mahkamah HAM itu pada 2 Juli yang lalu membatalkan vonis pengadilan pidana di Kosta Rika bagi seorang wartawan dalam perkara pencemaran nama baik dengan sanksi denda. Vonis ini dianggap melanggar Konvensi Amerika tentang Hak Asasi Manusia, yaitu hak bagi kebebasan berpikir dan berekspresi. Mahkamah HAM juga memerintahkan Pemerintah Kosta Rika agar memberikan kompensasi kepada wartawan itu, Mauricio Herrera Ulloa dari harian La Nacion, senilai 20.000 dollar AS sebagai ganti rugi dan 10.000 dollar AS untuk biaya pengacara. Pemerintah Kosta Rika menyatakan akan menaati putusan Mahkamah HAM sehingga vonis pengadilan Kosta Rika yang menghukum Herrera Ulloa dibatalkan. Semula, pengadilan Kosta Rika menjatuhkan hukuman ganti rugi senilai 60 juta colones (kira-kira 200.000 dollar AS) dan denda yang sama besarnya dengan nilai gaji wartawan itu selama 120 hari. Ia diadili karena mengutip laporan pers Eropa yang menuduh mantan diplomat Kosta Rika, Felx Przedborski, terlibat dalam tindak korupsi.

32

Semangat menghargai kebebasan pers seperti di Kosta Rika juga tercermin dalam tindakan Menteri Kehakiman Kroasia Vesna Skare-Ozbolt ketika ia membayar denda senilai 2.100 dollar AS untuk seorang pemimpin redaksi agar terbebas dari penjara dalam perkara pencemaran nama baik. Denda itu dibayarkan ketika wartawan tersebut hendak mulai menjalani hukuman penjara 70 hari. Menteri itu menjelaskan kepada radio nasional Kroasia, 21 Juli yang lalu, "Saya sungguh tidak ingin wartawan dipenjarakan selama saya menjabat menteri kehakiman." Ia mengatakan merasa malu tinggal di negara yang memenjarakan wartawan. Ia berjanji akan mengubah masalah pelanggaran hukum berupa pencemaran nama baik dari perkara pidana menjadi perkara perdata. Tindakan menteri kehakiman itu merupakan reaksi terhadap putusan hakim di pengadilan, yang menyatakan Pemimpin Redaksi Novi Brodoski List Miroslav Juric bersalah atas tuduhan mencemarkan nama baik seorang pengacara distrik yang diberitakan korupsi. Juric didenda 2.100 dollar AS (12.600 kunas). Ia menolak membayar denda itu, tetapi memilih hukuman penjara 70 hari sebagai pengganti. Ketika tiba di penjara 19 Juli yang lalu, Juric diberi tahu bahwa ia bebas karena dendanya sudah dibayar oleh menteri kehakiman. Pada 16 Juli 2004, parlemen Kroasia sebenarnya telah menghilangkan pasal pencemaran nama baik dan fitnah bagi pekerjaan wartawan dari KUH Pidana. Akan tetapi, perubahan hukum itu belum diberlakukan ketika Juric mendapat vonis pengadilan untuk membayar denda atau masuk ke penjara. Atmakusumah Pengamat Pers dan Pengajar Lembaga Pers Dr Soetomo di Jakarta Sent: Monday, December 20, 2004 4:05 PM Subject: RE: [communitygallery] Diskusi: Liputan wartawan ke luar kota Saya bukan wartawan, tapi sering kerja dengan wartawan. Suatu kali, kami punya kegiatan di pelosok hutan. Ada 3 wartawan dari 3 media yang berbeda. Meskipun kami tentu saja ingin agar perjalanan tersebut diliput, tetapi tidak ada paksaan sama sekali. Malahn kami rasa sudah "berbaik hati" karena bisa menambah wawasan mereka, karena kami membawa beberapa ahli dibidangnya. Selesai acara (sekitar 4 hari-an), kami memberikan sekedar biaya perjalanan untuk mereka. Hasilnya : satu orang wartawan menolak untuk menerima semua uang tersebut, tetapi berterima kasih atas dukungan transport, konsumsi dan akomodasi selama di lapangan, dan menanggung sendiri tiket pesawatnya. Satu orang wartawan lagi menerima semua yang kami berikan dengan ucapan terima

33

kasih. Wartawan terakhir menerima semuanya dan meminta lagi tambahan karena kurang, katanya. Ketiga-tiganya memuat hasil liputan mereka. Memang, tak bisa dipukul rata. Yus Rusila Noor -----Original Message----From: radityo djadjoeri [mailto:radityo_dj@yahoo.com] Sent: Sunday, December 19, 2004 3:57 PM To: wartawangaul@yahoogroups.com; iperhumas@yahoogroups.com Cc: communitygallery@yahoogroups.com Subject: [communitygallery] Diskusi: Liputan wartawan ke luar kota Diskusi: Liputan wartawan ke luar kota Saya ingin membuka diskusi lintas milis ini dengan tajuk soal tugas liputan wartawan ke luar kota, baik di dalam negeri maupun luar negeri. Topik ini pertama kali diuarkan oleh rekan Uly Siregar <zenit_zohal@yahoo/com di milis 'Jurnalisme'. Namun ia kecewa karena yang menanggapi cuma satu orang, yaitu rekan Farid Gaban dari Pena Indonesia yang juga moderator milis tersebut. Uly pun lalu berkeluh kesah, "Terus terang saya belum mendapatkan jawaban yang memuaskan. Sayang sekali teman-teman enggan membahas topik ini. Semua pada diam, kenapa ya? Apakah karena semua wartawan/ institusi pers pernah 'dibiayai'? Atau sepakat saja kalau praktik wartawan dibiayai itu bukan bagian dari praktik 'amplop'?" Saya punya sedikit cerita. Saat mahasiswa, saya pernah mengikuti 'internship program' di Markas Besar PBB. Di pesawat Jakarta - LA, sempat berkenalan dengan mas Dahlan Rebo Pahing (DRP), wartawan foto Majalah Tempo, dan mas Bre Redana (dulu bernama Don Sabdono), wartawan Kompas yang ikutan rombongan Bengkel Teater -- kala itu masih bersanggar di Yogyakarta. Mas WS Rendra dan kawan-kawan rupanya mau pentas di ajang New York Art Festival. Baru pertama kali inilah saya mengamati langsung para wartawan yang ditugaskan ke luar negeri. Sebelumnya, paling banter cuma nonton di tv, dengar di radio dan baca-baca di media cetak tentang rombongan wartawan yang mengikuti tugas Presiden Soeharto keliling dunia, atau liputan peluncuran satelit Palapa di AS. "Wah enak bener ya jadi wartawan, bisa keliling dunia," batinku kala itu. Mungkin ini yang jadi salah satu pemicu buatku untuk juga terjun di media massa - walau bukan motivasi utama!.

34

Di pesawat, saya sempat bertanya pada DRP, "Mas, kalau jalan-jalan ke luar negeri ini biayanya dari mana?" Ia bilang, karena perjalanannya atas inisiatif pribadi maka tiketnya ia beli dari kantongnya sendiri -- saya lupa bertanya dapat uang saku apa tidak dari kantornya. Kalau Bre memang ditugaskan oleh Kompas, jadi semua biaya ditanggung kantor. Saya juga lupa bertanya ke mas Bre: biaya pesawat dan akomodasi selama di NY siapa yang nanggung? Perasaan kok usil bener kalau bertanya-tanya soal itu. Di bandara LA kami berpisah. Mereka melanjutkan perjalanan ke NY, sedangkan saya harus 'nyangkut' di LA untuk sebuah urusan, sekalian menunggu konfirmasi dimana saya harus tinggal di NY. Atas bantuan dari AFS -- ada stafnya yang akan berlibur ke Equador -- jadi saya bisa numpang di apartemennya di kawasan Brooklyn, plus menjaga kucingnya. Seminggu kemudian saya pun terbang ke 'The Big Apple'. Di NY, saya sempatkan untuk bertandang ke apartemen dimana rombongan Bengkel Teater menginap, jalan-jalan bareng ke botanical garden, museum of modern art, acara jamuan di konsulat RI, dan nonton penampilan mereka di St. Ann Church. Terselip di barisan penonton, pengusaha Setiawan Djodi dan istri -- kala itu namanya belum dikenal luas di Indonesia. Ternyata si Djodi inilah yang menaja Bengkel Teater untuk pentas di NY. Ada juga kak Taufik Ismail -sastrawan/mantan humas Unilever - yang 'ditugaskan' oleh TEMPO untuk menulis artikel tent! ang pertunjukan itu, sedangkan potretnya dari mas DRP. Sedikit demi sedikit, saya jadi paham soal liputan di media massa. Dari sepotong cerita itu, dan juga pengalaman saya pernah gabung di majalah SWA selama hampir 4 tahun, plus kini sebagai konsultan humas, saya coba petakan kondisinya sebagai berikut: - Masing-masing media massa punya kebijakan berbeda saat mengirim wartawan ke luar kota/mancanegara. - Tidak semua media massa punya koresponden di tiap kota/negara. - Media meliput ke luar kota karena ada undangan dari pihak lain. - Media meliput ke luar kota berdasar keputusan rapat tim redaksi yang menilai ada peristiwa maha penting yang layak diwartakan (kita sebut saja dengan istilah 'liputan mandiri'). - Pihak pengundang umumnya atas nama institusi bukan pribadi. - Pihak pengundang menyeleksi daftar media yang akan diundang. - Pihak pengundang umumnya menentukan satu media cetak diwakili oleh 2 orang (wartawan tulis dan foto). Sedangkan untuk stasiun tv biasanya 3 orang (reporter, camera person, dan asist! en), dan radio station, news portal, news agency cukup 1 orang saja. - Pihak pengundang ada yang menggunakan jasa PR agency ada juga yang ditangani sendiri (internal). Yang pasti, mereka menggunakan jasa travel agent untuk ticketing, booking hotel, local transportation dan lainnya. - Pihak pengundang punya karakter dan area/industri yang berbeda-beda:

35

bisnis (local company, MNC), government body, science & technology, IT, politik, entertainment, NTO (national tourism organization), seni budaya, lifestyle dan lainnya. - Pihak pengundang (di Indonesia) umumnya menyiapkan akomodasi, berupa transportasi dan penginapan. - Pihak pengundang ada yang menyiapkan 'allowance' (uang saku) buat wartawan, ada juga yang tidak. - Pihak media massa ada yang menyiapkan uang saku buat wartawannya, ada juga yang tidak, tergantung medianya. - Pihak pengundang, baik instit! usi maupun PR agency seyogyanya tidak perlu 'memaksa' wartawan untuk menuliskannya, apalagi mencampuri urusan editorial (istilah mas Farid Gaban: independensi editorial). Kalau toh kurang menarik buat ditulis, ya tak bakalan dimuat. Semua akan saya rinci diposting mendatang. Bagaimana tanggapan Anda? Komentarnya amat dinanti.

Salam Pencerahan! Radityo Djadjoeri E-mail: radityo_dj@yahoo.com ---------------------------------------------Apakah uang saku ke luar kota termasuk amplop? Uly mengaku pernah jadi wartawan di sebuah majalah wanita (note: sekarang gabung di media mana mas?). Ia termasuk wartawan yang amat idealis, menolak segala pemberian dari nara sumber: souvenir berharga, amplop, apalagi transfer ke rekening tabungan. Ia bilang dengan tegas: "TOLAK!!!" Lalu ia masih mempertanyakan: "Bagaimana dengan undangan meliput ke luar kota yang dibiayai oleh sebuah institusi, lantas kita diharuskan menuliskan cerita? Rasa-rasanya sih, semua media menggunakan fasilitas undangan ini, toh? Soalnya, semua liputan ke luar negeri pasti dari undangan. Nggak ada tuh terjadi liputan luar negeri atas biaya kantor." Nah, ia mengaku beruntung karena selalu kebagian liputan yang tidak sepenuhnya dibiayai pengundang. Pihak pengundang cuma menanggung akomodasi dan transportasi saja. Namun, ada beberapa temannya yang menerima 'uang saku' dari pengundang. Soal uang saku ini diketahui oleh perusahaan media dimana ia bekerja. "Jadi, kalau dapat uang saku dari pengundang, reporter tidak lagi mendapatkan uang SPJ -- khusus

36

liputan luar negeri -- karena kalau liputan dalam negeri justru tidak ada SPJ sama sekali," ujarnya. Ia melempar pertanyaan, "Uang saku itu termasuk golongan amplop-amplopan, gak? Gimana ya nolaknya, kalau ternyata kantor medianya pelit, alias nggak mau keluar duit sendiri. Kalau ditolak, kok sudah ada agreement kantorku sama pengundang..." Perlu pertimbangan seksama Rekan Farid Gaban <faridgaban@yahoo.com menilai tema ini menarik untuk didiskusikan. "Dulu, saya menganggap praktik pemberian uang saku dari pihak pengundang itu boleh-boleh saja. Belakangan, saya cenderung menyarankan untuk ditolak, atau setidaknya dipertimbangkan dengan sangat seksama. Di kalangan public relations, praktek seperti ini dikenal dengan sebutan 'press tour' -- mengundang wartawan untuk meliput obyek/ acara tertentu di lapangan. 'Press Tour' sendiri bukan praktik terlarang. Namun, menurut saya, media -- jika pun menerima tawaran itu karena dinilai memiliki nilai berita -- tetap harus menanggung komponen biaya yang terbesar. Ada tambahan syarat: independensi editorial," ujar Farid. "Pada 1989, saya pernah mewakili majalah Editor (almarhum) memenuhi undangan pabrik otomotif BMW ke Jerman. Belakangan saya renungkan, itu keputusan keliru, meskipun saya tidak merasa didikte dalam menulis. Sebab, seluruh biaya (kecuali uang saku) ditanggung pengundang. Pada 2000, Majalah Tempo diundang meliput ke Jerusalem atas biaya pemerintah Israel. Saya ditugasi berangkat, tapi saya mengajukan syarat: hanya jika Tempo membiayai sendiri ongkos pesawat bolak-balik (komponen biaya terbesar) dan uang saku pribadi. Syarat itu diterima Tempo dan saya berangkat." "Di banyak media Barat, peraturan seperti ini lebih ketat. Koran seperti The Washington Post atau The New York Times menolak semua bentuk press tour yang dibiayai pengundang. Saya kira banyak lembaga PR di AS atau Eropa juga cenderung menyelenggarakan press tour tanpa membiayai perjalanan wartawan. Mereka hanya menjamin bahwa press tour itu memiliki nilai berita tinggi sehingga media mau datang tanpa harus dibiayai." Sent: Tuesday, December 21, 2004 4:04 PM Subject: [communitygallery] [OOT] Oneng Tolak Kampanyekan Kenaikan BBM Oneng dan si Bajaj Bajuri tolak kampanyekan kenaikan bbm di sinetron dan iklan layanan masyarakat. Dari double u double u double u [www] dot [.] GATRA dot [.] com Saleum Radzie Sebagian kru dan pendukung produksi sinetron komedi Bajaj Bajuri menolak tawaran

37

pemerintah untuk mengampanyekan kenaikan Bahan Bakar Minyak (BBM), baik melalui iklan layanan masyarakat maupun di dalam tayangan sinetron tersebut. Hal tersebut diungkapkan Rieke "Oneng" Dyah Pitaloka, salah satu pemain sinetron komedi yang memperoleh sambutan luas dari masyarakat itu, di Jakarta, Selasa, sebelum mengumumkan demo anti-kenaikan elpiji dan pertamax bersama artis lainnya. "Kita pernah ditawari seorang menteri untuk turut mengampanyekan kenaikan BBM yang disebutkan demi kepentingan rakyat, tapi sebagian dari kita menolak, termasuk saya," kata artis yang juga mantan aktivis mahasiswa itu seraya menolak menyebut menteri yang dimaksud. Sinetron Bajaj Bajuri sendiri, menurut Rieke, tidak alergi terhadap titipan isu selama arahnya untuk kepentingan masyarakat luas, seperti isu tentang bahaya AIDS dan narkoba. Pada beberapa episode lalu sinetron ini juga turut mengusung isu kewaspadaan terhadap uang palsu dengan jargon 3D (dilihat, diraba, dan diterawang). Mengenai titipan isu kenaikan BBM, kata alumnus Universitas Indonesia (UI) itu, ia dan sejumlah rekannya menolak karena secara pribadi tidak setuju dengan kenaikan BBM tersebut yang mereka nilai merugikan rakyat, dan pasti akan banyak yang menentang. "Saya yang berpenghasilan lumayan saja sangat merasakan dampak kenaikan ini, apalagi yang penghasilannya pas-pasan," kata artis yang juga kader Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu, mengomentari kenaikan harga elpiji dan pertamax. Artis yang kini menempuh pendidikan pasca-sarjana jurusan Filsafat di UI lantas menuturkan, sebelum kenaikan harga pertamax, untuk mengisi penuh tangki mobilnya ia mengeluarkan Rp 150 ribu, namun kini ia mesti mengeluarkan Rp 250 ribu atau lebih banyak Rp 100 ribu. Menurut Rieke, tim Bajaj Bajuri sendiri saat ini belum memutuskan menerima atau menolak tawaran mengkampanyekan kenaikan BBM tersebut, namun jika nanti pilihannya menerima maka ia akan menolak dilibatkan. "Saya akan menolak terlibat jika tawaran itu diterima. Bajaj Bajuri sudah cukup populis, mengapa harus mengusung isu yang tidak populis. Jadi, jangan makan racun sendiri," kata Rieke yang dalam sinetron tersebut memerankan sosok perempuan lugu bernama "Oneng". [EL, Ant] Sumber: Gatra.com Foto: Edo Sent: Wednesday, December 22, 2004 9:33 AM Subject: [communitygallery] Uang Miliaran untuk Wartawan?

38

dari tempoINTERAKTIF edisi hari ini. hanya intermezo di tengah diskusi meliput ke luar kota dan amplopisme di kalangan wartawan. salam damai.... efmg Usulan Anggaran Biro Humas dan Protokoler DKI Belanja langsung == Rp 34,239 miliar Belanja tidak langsung == Rp 1,346 miliar Total == Rp 35,585 miliar Program menonjol: a. Penerbitan Majalah Media Jaya == Rp 2,926 miliar (untuk 11 edisi) b. Liputan media massa == Rp 1,5 miliar c. Wawancara dan dialog media massa == Rp 1,5 miliar d. Info layanan masyarakat via media elektronik = Rp 1,8 miliar e. Forum kemitraan dengan pers balai kota == Rp 150 juta (untuk 70 orang sebanyak dua kali) f. Advertorial/artikel, & rubrik khusus == Rp 1,5 miliar g. Kerja sama layanan TV == Rp 2,46 miliar h. Pengembangan komunikasi publik == Rp 1,817 miliar Metro Uang Miliaran untuk Wartawan? Rabu, 22 Desember 2004 | 02:55 WIB TEMPO Interaktif, Jakarta: Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, melalui Biro Humas dan Protokoler, mengusulkan anggaran miliaran rupiah untuk urusan media. Memang, tak semua anggaran disebutkan secara tegas untuk wartawan. Tapi usulan itu tetap dipertanyakan banyak kalangan. Pada Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) 2005 DKI Jakarta, biro ini mengusulkan anggaran kegiatan liputan media massa sebesar Rp 1,5 miliar. Angka yang sama juga diusulkan untuk kegiatan wawancara dan dialog media massa. Selain itu, biro ini pun mengusulkan anggaran kegiatan kemitraan untuk wartawan Balai Kota sebesar Rp 150 juta. Dana itu digunakan untuk dua kali kegiatan dengan jumlah 70 orang peserta. Kepala Biro Humas Pemerintah DKI Jakarta Catur Laswanto mengatakan, semua dana itu akan dipakai untuk sosialisasi kebijakan pemerintah daerah. "Kita butuh dana besar untuk sosialisasi program pemerintah daerah. Apalagi untuk kegiatan semacam dialog di televisi," kata Catur. Biro Humas Pemerintah DKI, kata Catur, tidak hanya mengurusi wartawan. Karena itu,

39

menurut dia, dari total anggaran Biro Humas sebesar Rp 35,585 miliar itu tidak semuanya digunakan untuk kegiatan wartawan. "Kita juga punya kegiatan jamuan tamu dan protokoler lain," kata dia. Tapi, menurut Ketua Forum Warga Kota Jakarta Azas Tigor Naingolan, usulan anggaran ini tidak wajar. Dia curiga anggaran ini digunakan untuk membayar wartawan. "Wartawan itu kan sudah digaji oleh perusahaannya. Harusnya tidak ada lagi itu anggaran untuk wartawan dalam APBD," kata dia. Ketua Komisi A DPRD DKI Achmad Suaidy berjanji mempertanyakan anggaran tidak jelas di biro ini. Dia menganggap wajar adanya anggaran untuk media massa ini di biro ini. "Yang penting, jangan digunakan untuk mempengaruhi berita," kata anggota Fraksi Partai Persatuan Pembangunan ini. Namun, menurut anggota Fraksi Keadilan Sejahtera Slamet Nurdin, alokasi anggaran ini bisa mempengaruhi obyektivitas wartawan. "Demokratisasi bisa bungkam, kalau pemerintah DKI membayar media," kata Slamet. Catur sendiri membantah pihaknya membayar wartawan. "Tidak ada anggaran untuk wartawan. Yang ada anggaran untuk media massa seperti penerbitan Media Jaya," katanya.

Usulan Anggaran Biro Humas dan Protokoler DKI Belanja langsung == Rp 34,239 miliar Belanja tidak langsung == Rp 1,346 miliar Total == Rp 35,585 miliar Program menonjol: a. Penerbitan Majalah Media Jaya == Rp 2,926 miliar (untuk 11 edisi) b. Liputan media massa == Rp 1,5 miliar c. Wawancara dan dialog media massa == Rp 1,5 miliar d. Info layanan masyarakat via media elektronik = Rp 1,8 miliar e. Forum kemitraan dengan pers balai kota == Rp 150 juta (untuk 70 orang sebanyak dua kali) f. Advertorial/artikel, & rubrik khusus == Rp 1,5 miliar g. Kerja sama layanan TV == Rp 2,46 miliar h. Pengembangan komunikasi publik == Rp 1,817 miliar Multazam/Suryani Ika Sari?Tempoetro Sent: Wednesday, December 22, 2004 1:12 PM Subject: [communitygallery] AJI: Cabut Pelembagaan Suap Pada Wartawan!

40

dari www.kabarbaru.com edisi hari ini. salam damai radzie AJI: Cabut Pelembagaan Suap Pada Wartawan!By kabarbaruWednesday, 22-December2004, 07:57:434 clicksAliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia mengecam keras penggunaan dana negara yang antara lain diambil dari pajak rakyat untuk kepentingan di luar pelayanan publik. Alokasi dana untuk wartawan dan media massa dalam RAPBD harus dibaca sebagai upaya penyuapan sistematis yang dilembagakan dan dilegalkan oleh negara.KabarBaru, Jakarta Berita tentang alokasi anggaran sebesar Rp 3,15 miliar dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk wartawan dan media massa yang meliput dan memberitakan kebijakan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sungguh mengejutkan kita semua. Anggaran sebesar itu saat ini sedang dibahas DPRD DKI Jakarta yang akan menetapkan APBD DKI Jakarta tahun 2005. Lebih mengejutkan lagi, menurut Kepala Biro Humas dan Protokol Pemprov DKI Jakarta Catur Laswanto, anggaran seperti ini ternyata sudah berjalan sejak puluhan tahun. Dan selama itu pula, pemerintah dan DPRD DKI Jakarta menganggap alokasi dana negara untuk wartawan dan media massa sebagai hal normal dan wajar-wajar saja. Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia mengecam keras penggunaan dana negara yang antara lain diambil dari pajak rakyat untuk kepentingan di luar pelayanan publik. Alokasi dana untuk wartawan dan media massa dalam RAPBD harus dibaca sebagai upaya penyuapan sistematis yang dilembagakan dan dilegalkan oleh negara. Upaya pelembagaan suap yang dilegalkan ini merupakan upaya pembusukan profesionalisme wartawan yang dalam pekerjaannya tunduk kepada etika jurnalistik yang secara bersama-sama terangkum dalam Kode Etik Wartawan Indonesia (KEWI), tegas Heru Hendratmoko Koordinator Divisi Etik-Profesi AJI dalam siaran pers yang diterima KabarBaru. Dalam salah satu butir KEWI secara jelas disebutkan bahwa wartawan Indonesia tidak menerima suap dan tidak menyalahgunakan profesi. Dengan dalih apa pun, pelembagaan suap oleh Pemerintah Provinsi DKI yang sudah berlangsung bertahun-tahun jelas merupakan tindak pidana korupsi legal yang semestinya diselidiki lebih jauh oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dalam pandangan AJI Indonesia, alokasi anggaran khusus untuk wartawan dan media massa sama sekali tidak diperlukan karena : Pertama, bertentangan fungsi dan peran pers sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 huruf d UU No 40 Tahun 1999 tentang Pers; Pers nasional melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkait dan dengan kepentingan umum. Kedua, bertentangan dengan pasal 5 Kode Etik Wartawan Indonesia (KEWI), bahwa

41

wartawan Indonesia tidak menerima suap dan tidak menyalahgunakan profesi. Ketiga, bertentangan dengan upaya menciptakan good governance, tata pemerintahan yang bersih dari korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) Keempat, bertentangan dengan semangat meningkatkan profesionalisme di kalangan wartawan dan media massa. Sebaliknya, alokasi dana yang antara lain diambil dari pajak rakyat ini justru membusukkan profesionalisme wartawan Daripada memberi anggaran khusus kepada wartawan dan media massa, lebih baik Pemerintah Provinsi DKI Jakarta lebih berkonsentrasi memperbaiki sarana dan fasilitas publik yang amburadul, yang tidak tertata dengan baik dan bahkan sering tidak berpihak kepada kepentingan publik, tambah Heru. Sent: Friday, December 24, 2004 10:05 AM Subject: [communitygallery] INDONESIA: CPJ condemns journalists prison sentence dari CPJ

Committee to Protect Journalists 330 Seventh Avenue, New York, NY 10001 USA Phone: (212) 465&shy;1004 (212) 465&shy;9568 Web: www.cpj.org E-Mail: media@cpj.org Contact: Kristin Jones Telephone: (212) 465-1004 e-mail: info@cpj.org =================== INDONESIA: CPJ condemns journalist's prison sentence New York, December 23, 2004?The Committee to Protect Journalists condemns the conviction and sentencing of Risang Bima Wijaya, former general manager of the Yogyakarta daily Radar Jogja, on criminal defamation charges. A judge in Yogyakarta District Court, in central Java, sentenced Wijaya to nine months in prison on December 22 for publishing libelous articles. The court found Wijaya guilty of publishing several articles in Radar Jogja alleging that Sumadi Martono Wonohito, general manager of Kedaulatan Rakyat daily newspaper, another publication in the region, had sexually harassed a staff member, according to local and international news reports. Wijaya will appeal the sentence and remains free pending his appeal, according to CPJ sources. "Recent convictions based on Indonesia's outdated criminal libel laws are a serious threat to press freedom in that country," said CPJ Executive Director Ann Cooper. "Civil Fax:

42

statutes provide adequate redress for those who feel they have been libeled. Journalists should never face imprisonment for their work." Bambang Harymurti, chief editor of Tempo newsweekly, was among a group of journalists and media activists protesting outside the court, according to The Jakarta Post. Harymurti was himself sentenced in September to one year in prison on criminal defamation charges. He remains free pending appeal to the Supreme Court. "Criminalization of the media will kill democracy," Harymurti was quoted as telling the crowd on Wednesday. "It has to be put to a stop." CPJ is a New York?based, independent, nonprofit organizzation that works to safeguard press freedom worldwide. For more information, visit www.cpj.org.

Committee to Protect Journalists 330 Seventh Avenue, 11th Floor New York, NY 10001 phone: 1-212-465-1004 fax: 1-212-465-9568 http://www.cpj.org Sent: Thursday, December 23, 2004 2:46 PM Subject: [communitygallery] Wartawan Harian Warta Kota Gugat Pimpinan Kompas

dari tempointeraktif.com edisi 23 desember 2004. silakan menikmati... Jakarta Wartawan Harian Warta Kota Gugat Pimpinan Kompas Kamis, 23 Desember 2004 | 14:28 WIB TEMPO Interaktif, Jakarta: Karena dituduh menerima amplop, seorang wartawan foto Harian Warta Kota Robinsar Viator Demitrius menggugat Direktur Utama PT Kompas Media Nusantara Jacob Utama. Robinsar yang merasa dicemarkan nama baiknya dengan tuduhan tanpa bukti tersebut juga menggugat Direktur PT Metrogema Media Nusantara, penerbit Harian Warta Kota, Suryopratomo dan Pemimpin Redaksi Harian Warta Kota, Dedy Pristiwanto. Dedy digugat Robinsar karena tuduhan menerima suap saat peliputan pembukaan Pekan Raya Jakarta. Dedy juga memberhentikan sementara yang mengarah pada pemecatan, kepada Robinsar. "Jacob Utama turut digugat karena Warta Kota adalah bagian dari grup PT Kompas. Ia sebagai pemilik Warta Kota juga tidak menanggapi somasi yang dikirimkan klien kami padahal posisi klien kami dalam keadaan menuju PHK," ujar kuasa hukum Robinsar dari LBH Pers, Misbahuddin Gasma kepada Tempo di Jakarta,

43

Kamis (23/12). Gugatan tersebut sudah diserahkan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, hari ini, dengan nomor 410/PDT/2004/PNJKT.Robinsar menggugat para tergugat sebesar Rp 1,2 miliar. Kerugian tersebut yaitu Rp 705.693.120 untuk kerugian materil dan Rp 500 juta untuk kerugian immateril. Para tergugat juga dituntut memasang iklan permintaan maaf di seluruh media kelompok Kompas Gramedia. Untuk harian, dipasang selama enam hari berturut-turut dan untuk mingguan selama enam kali penerbitan berturut-turut dan untuk media elektronik sebanyak enam hari berturut-turut dengan durasi enam menit. Isi permintaan maafnya: "Saya, Jacob Utama, selaku Presiden Kelompok Kompas Gramedia, dengan ini meminta maaf ke Robinsar V. Demitrius M. wartawan foto Harian Warta Kota. Saya mengaku bersalah karena telah membiarkan anak buah saya melakukan pencemaran nama baik. Saya juga berjanji tidak akan membiarkan anak buah saya berbuat hal serupa ke seluruh karyawan KKG. Jika ketentuan ini saya langgar saya menyatakan siap masuk penjara". Jika para tergugat lalai memenuhi isi putusan perkara ini, mereka juga dihukum membayar uang paksa (dwangsom) sebesar Rp 3.144.800 setiap harinya. From: "radityo djadjoeri" <radityo_dj@yahoo.com> Sent: Thursday, February 03, 2005 9:44 AM Subject: [communitygallery] BISIK-BISIK MEDIA: Ada apa di balik keriuhan media massa? -- 02 Februari 2005

-------------------------------------------------------------------------------------------BISIK-BISIK MEDIA: Ada apa di balik keriuhan media massa? 2 Februari, 2005 ------------------------------------------------------------------------------------------Klik: http://mediacare.blogspot.com A+ Dulu majalah bulanan, kini terbit dua bulan sekali. Alamat kantor pindah dari kawasan Kuningan ke Chase Plaza, Sudirman, Jakarta. Dimiliki oleh Mahaka Group (Erick Thohir), yang juga memiliki Radio One, Golf Digest dan Republika. Editor In Chief Samuel Mulia telah keluar dari a+ sejak Oktober 2003 lalu, posisinya digantikan oleh Ni Luh Ayu. Samuel lalu membuat majalah gaya hidup pria bernama SOAP. -------------------------------ANALISA -------------------------------ANEKA YESS! -------------------------------ANTARA

44

www.antara.co.id -------------------------------ANTV Antv mulai melakukan audisi untuk 'Penghuni Terakhir' (Petir) 2 di 7 kota. Reality show ini mengiming-imingi hadiah rumah mewah senilai Rp 1,25 milyar. Salah satu calon peserta yang lolos pra-ekstradisi adalah Wulan, gadis Bandung yang pernah berprofesi sebagai pembantu rumah tangga (PRT). Ibunya juga berprofesi sebagai PRT, dan ayahnya seorang tukang patri. Akankah ia bakal jadi bintang dadakan berikutnya? Setelah ditinggal MTV, Antv lalu berganti logo dan berupaya mengubah image dari tv station untuk pasar remaja menjadi tv station yang menayangkan program untuk keluarga. ------------------------------ASTAGA Situs berita yang muncul dengan dukungan mimpi-mimpi besar namun akhirnya kandas di tengah jalan. www.astaga.com ------------------------------AURA ------------------------------AYAH BUNDA ---------------------------BALI POST ---------------------------BATAM POS Dahulu bernama 'SIJORI POS'. Namun website-nya masih bisa Anda klik di: www.sijoripos.com --------------------------BERITA KOTA Setelah menghilang beberapa saat, koran ini terbit kembali sejak awal 2004. Pem Umum: R. Susanto Wapremred: Pariang Panjaitan. Delta Building Blok A 44-45, Jl. Suryopranoto no 1-9, Jakpus 10160 Telp: 3803115 Fax: 3803026, 3808721 Email: berikot@biz.net.id Peerbit: PT Pena Mas PEwarta Percetakan masih di PT Yudhagama ----------------------------BINTANG INDONESIA ---------------------------BINTANG MILLENIA --------------------------BISNIS INDONESIA http://www.bisnis.com ---------------------------BISNIS INTERNASIONAL ----------------------------

45

BISNIS UANG Tabloid mingguan milik Bisnis Indonesia. Siap bersaing dengan KONTAN milik KKG. ---------------------------BOBO ---------------------------BOLA Tabloid olahraga milik KKG. Terbit tiap Senin dan Kamis. ---------------------------BOROBUDUR TV ---------------------------BUSINESS WEEK INDONESIA ---------------------------CITRA Tabloid milik KKG ini akhirnya harus tutup karena kalah bersaing dengan media infotainment lainnya, seperti Bintang Indonesia, Cek & Ricek dan lainnya. Mayong Suryolaksono, suami Nurul Arifin, yang dipasang sebagai pemimpin redaksi ternyata tak mampu mengangkat tiras tabloid tersebut. ---------------------------COSMPOLITAN Cosmopolitan merayakan ulang tahun pada 1 Oktober 2004 lalu. Pernah diprotes masyarakat Banten karena menampilkan lelaki telanjang yang mewakili daerah itu dalam sebuah kontes tubuh macho dan seksi. Bagaimana nasibnya setelah Adiguna Soetowo menginap di hotel prodeo? Sebagai catatan, putra bungsu almarhum Ibu Soetowo tersebut punya andil saham di MRA Group. ---------------------------DESTINASIAN Majalah pariwisata dan gaya hidup terbitan Indonesia namun dalam Bahasa Inggris --------------------------DETIK DOT COM "Kalau mau baca berita, ya harus kunjungi situsku," begitu mungkin ucap Detik. Pasalnya, Anda Anda kini tak bisa lagi meng-cut & paste berita yang ada di Detik. Cukup merepotkan memang, khususnya buat Anda yang suka berbagi berita lewat email. Penerapan teknologi ini diperkirakan akan membuat rugi situs Detik sendiri, karena masyarakat akan berpaling ke KCM, dan situs-situs berita lainnya. ----------------------------DEWI Majalah bulanan yang menyajikan gaya hidup perempuan kelas atas Indonesia. Diterbitkan oleh Femina Group. ------------------------------DJAKARTA! ------------------------------FAJAR BANTEN Merayakan HUT ke-4 pada 19 Desember 2004 lalu, harian Fajar Banten

46

menggelar acara "Senam Sehat Bersama Liza Natalia", bertempat di Alun-Alun Timur Kota Serang. Pemimpin Redaksi: Rachmat Ginanjar ----------------------------------FANTASI Tabloid yang jadi adik 'Bintang Indonesia' ini kian menancapkan diri sebagai bacaan remaja usai menerbitkan majalah Kids Fantasi yang disasarkan khusus anak-anak. Kini Fantasi memajang tagline 'for teen'. ----------------------------------FEMINA Majalah perempuan pertama di Indonesia. Berawal dari sebuah garasi mobil yang dijadikan kantor, kini Femina Group telah beranak pinak dengan memiliki Gadis, Pesona, Dewi, Men's Health, dan Reader's Digest. ----------------------------------FHM Majalah lisensi dari AS ini diterbitkan oleh MRA Group sejak 1 September 2003 lalu. Menguak sisi lain tentang persepsi wanita terhadap pria dan tak tabu menampilkan model wanita dalam pose-pose panas namun tak vulgar. Diposisikan untuk bersaing dengan Popular, Matra dan ME. --------------------------------FORUM KEADILAN --------------------------------FREE MAGAZINE --------------------------------GADIS --------------------------------GATRA --------------------------------GAUL Tabloid yang mengupas dunia hiburan bernuansa remaja ini tirasnya merosot tajams sejak tak digelarnya ajang AFI di Indosiar. Nasib serupa dialami tabloid 'Jelita', keduanya milik Indosiar. -------------------------------GLOBAL TV Stasiun TV yang bersaudara kandung dengan TPI dan RCTI ini akan memutus kontrak dengan MTV pada 2007 mendatang. Saat ini GLOBAL TV masih berbagi jam tayang dengan MTV dengan persentase masing-masing 50% (12 jam). Agaknya GLOBAL TV tak mau lagi di bawah bayang-bayang kengetopan MTV, dengan peluncuran tema 'Million of Entertainment' dan slogan 'Global Seru'. Sebelumnya keberadaan MTV di Indonesia dimulai dengan kontrak kerjasama dengan pihak Antv, lalu pada 1999 pindah ke GLOBAL TV. Akankah kelak MTV akan jalan sendiri? Tentunya menunggu pemerintah menghapus ketentuan bisnis media massa (termasuk pengelolaan stasiun televisi) dari 'daftar negatif'. Theo F. Thomeon dari BKPM sebenarnya sudah setuju. Nggak tahu ya pihak DPR. Apa lagi sih yang ditakuti? Toh,

47

semakin banyak stasiun tv akan menyerap banyak tenaga kerja. Kalau buntu, sepertinya MTV bakal 'nebeng' di stasiun tv milik MRA Group yang sudah mengelola majalah MTV Trax dan jaringan radio MTV Sky. Humas: Monica ------------------------------GOAL ------------------------------GOLF DIGEST ------------------------------HAI -------------------------------HARIAN TERBIT --------------------------------HARPER'S BAZAAR Diterbitkan oleh MRA Group --------------------------------HELLO BANDUNG! --------------------------------HONG SHUI Majalah yang mengulas gaya hidup dan ramalan ini tak terdengar lagi kabarnya, sejak terbit pertama kali pada Oktober 2003 lalu. -------------------------------IBU & ANAK Sejak 1 November 2003 lalu diambil oleh Jawa Pos Group dari tangan Timsco (milik Timmy Habibie). Kantor iklan dan sirkulasi pindah ke Slipi, sedangkan kantor Redaksi tetap di Kuningan, Jaksel. Ambisi Timmy untuk menjadi raja media kandas di tengah jalan seiring turunnya Habibir dari tahta RI 1. ------------------------------INDONESIAN DAILY Koran berbahasa Inggris terbitan Jakarta. Siap bersaing dengan The Jakarta Post. ------------------------------INDONESIA TATLER ------------------------------INDO.POS www.indopos.com ------------------------------INDOSIAR Stasiun televisi ini bersiap-siap menggelar ajang pencarian bakat AFI. Audisi akan berlangsung di berbagai kota di Indonesia, mulai Februari hingga Maret 2005. Indosiar sepertinya lagi merancang untuk jadi host Manhunt Indonesia. Tanda-tanda awalnya adalah dengan ditayangkannya reality show 'Manhunt USA' tiap malam minggu. www.indosiar.com

48

------------------------------INTISARI Majalah yang tak lekang oleh panas, tak lapuk oleh hujan. Edisi Februari menampilkan sajian khusus: "Aceh, jangan meratap lagi! ------------------------------INVESTOR Majalah bulanan terbitan The Investor Group. Pada akhir 2002, sebagian saham milik Tito Sulistio - mitra bisnis Titik Soeharto - dijual ke Lippo Group. ------------------------------INVESTOR DAILY Pada akhir 2002 sebagian sahamnya dibeli Lippo Group. Setelah berganti nama dari 'Investor Indonesia' menjadi 'Investor Daily', koran bisnis milik Lippo Group ini sejak awal Desember 2004 mengubah desain dan lay out koran. Kini mereka terus melakukan berbagai pembenahan internal. Sejak bulan lalu, tampilan koran bisnis ini pun berubah lebih menawan. www.investorindonesia.com ------------------------------JAKARTA Koran milik Tommy Winata yang kini lagi rajin memberitakan kiprah Artha Graha Group menerjunkan relawan ke daerah bencana. -------------------------------JALANJALAN Indomulti Media akhirnya menelurkan majalah sebagai panduan jelajah khatulistiwa. Perusahaan ini telah sukses menerbitkan majalah Jakarta & Java Kini, Hello Bali, Garuda inflight magazine, dan Indonesia Travel News. -------------------------------JAWA POS www.jawapos.co.id -------------------------------JTV Stasiun televisi milik Jawa Pos Group yang beroperasi di Surabaya. --------------------------------KAPANLAGI DOTCOM www.kapanlagi.com --------------------------------KAPITAL Majalah bisnis ini sudah tutup sejak awal 2004 lalu. -------------------------------KARTINI -------------------------------KEDAULATAN RAKYAT www.kr.co.id --------------------------------

49

KIDS FANTASI -------------------------------KOMPAS http://www.kompas.com ------------------------------KOMPUTER AKTIF Majalah ini memilih situs www.yellowpages.or.id sebagai situs terbaik untuk kategori 'berita, media dan informasi'. ------------------------------KONTAN www.kontan.com ------------------------------KORAN TEMPO -------------------------------KORAN 5 -------------------------------KORIDOR Saidan yang mengaku wartawan koran mingguan 'Koridor' terbitan Bandar Lampung dituding meneror seorang guru SMA terkait tes CPNSD. Ia mendatangi rumah guru tersebut bersama Damianto dari majalah 'Polda Lampung'. --------------------------------LAMPUNG POST Koran milik Surya Paloh (MEDIA GROUP) --------------------------------LATIVI --------------------------------LIPPOSTAR Nasibnya serupa dengan ASTAGA, namun lebih parah: gulung tikar! ---------------------------------MALE EMPORIUM --------------------------------MARKETING Tabloid Marketing resmi telah memisahkan diri dari Swa, sehingga personil Swa yang diperbantukan sejak awal tabloid ini terbit tak lagi duduk di jajaran redaksi/manajemen Marketing. Kini terbit dalam bentuk majalah. Sedangkan Swa menelurkan majalah Mix. -----------------------------MATRA -----------------------------MEDAN BISNIS -----------------------------MEDIA INDONESIA ----------------------------MEN'S HEALTH

50

----------------------------MERDEKA Koran yang didirikan oleh almarhum BM Diah (1917-1996) itu kini diambil alih oleh Wina Armada Sukardi, adik kandung Laksmana Sukardi, mantan menteri era Megawati Soekarnoputri. -----------------------------METRO BANDUNG -----------------------------METRO TV TV milik Surya Paloh yang berkonsep 'tv berita' ini mencuri perhatian masyarakat karena memiliki sederet newscaster yang berpenampilan cantik dan ganteng. ----------------------------MTV INDONESIA Supergroup Slank akhirnya resmi terpilih menjadi MTV Icon pertama mengalahkan nominee lain seperti Dewa, Chrisye, dan Krisdayanti. Acara penganugerahan berlangsung di Teater Tanah Airku, TMII, 27 Januari 2005. ----------------------------MTV TRAX Majalah bulanan yang mengulas dunia musik dan hiburan. Diterbitkan oleh MRA Group. ----------------------------NATIONAL GEOGRAPHIC Mulai Maret mendatang, National Geographic akan terbit dalam Bahasa Indonesia. Sebagai perkenalan, mereka mempersembahkan pameran foto tentang kehidupan laut dalam bertajuk "Deep Sea Photography" karya Emory Kristof. Pameran berlangsung di Gedung Arsip Nasional, 25-28 Januari 2005. Emory adalah fotografer majalah National Geographic selama 30 tahun (1964-1994), dan sekarang menjadi seorang kontributor in residence untuk majalah yang sama. Majalah ini juga akan menggelar Ekspedisi Laut Banda pada pertengahan tahun ini. ---------------------------NERACA Pemimpin Redaksi: Masmiar Mangiang ---------------------------PENA INDONESIA ---------------------------PESONA Majalah bulanan milik FEMINA GROUP ----------------------------PIKIRAN RAKYAT Koran terbitan Bandung ini berhasil meraih Anugerah Kebudayaan 2004 dari Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata, karena dinilai telah memberikan kontribusi dalam perkembangan nilai-nilai budaya bangsa. Sementara penulis

51

Jacob Sumardjo mendapat penghargaan untuk kategori artikel/opini dalam tulisannya berjudul "Kawula Gusti" yang dimuat di Pikiran Rakyat edisi Minggu, 21 Maret 2004. -----------------------------PILARS Majalah berita mingguan yang diterbitkan oleh Tommy Winata untuk menyaingi majalah TEMPO. ------------------------------POPULAR www.popular.com ------------------------------POS KOTA Koran milik mantan Menteri Penerangan Harmoko ini harga jualnya tak pernah beranjak dari Rp 1,000/eksemplar. Koran dengan kualitas kertas yang rendah ini banyak diminati masyarakat Jabotabek bukan karena kualitas beritanya, tapi karena berjubelnya iklan jual beli rumah/mobil dan sebagainya. ------------------------------POSTER Majalah bulanan yang mengulas dunia musik dan hiburan milik Nirwan Bakrie. ------------------------------PROSPEKTIF ------------------------------RADIO 68H www.radio68h.com ------------------------------RADIO SMART FM ------------------------------RAKYAT MERDEKA ------------------------------RCTI Tak mau kalah dengan stasiun tv lainnya, RCTI menggelar kontes adu kecantikan bertajuk 'Miss Indonesia'. Acara hasil kerjasama dengan Sari Ayu ini akan digelar 19 Februari 2005 di Balai Sarbini. Miss Indonesia yang menjadi 'goodwill ambassador' akan mewakili Indonesia di Miss ASEAN Pageant 2005, di Jakarta, 19 Maret mendatang. Acara ini akan bersaing ketat dengan Puteri Indonesia yang dikelola Mustika Ratu dan hak tayang dipegang oleh Indosiar. www.rcti.tv ----------------------------READER'S DIGEST Edisi Bahasa Indonesia telah terbit pada 17 Juni 2003 lalu oleh Femina Group. Kehadirannya untuk menyaingi Intisari terbitan Kompas Gramedia Group (KKG). ----------------------------

52

REPORTER Harian terbitan Jakarta yang sempat terbit beberapa bulan, namun tutup pada Desember 2004 lalu karena pemiliknya meninggal dunia. ---------------------------REPUBLIKA ---------------------------RIAU TV ---------------------------S Majalah olahraga dan lifestyle yang digawangi mantan wartawan majalah remaja ini tak lagi terdengar. Adakah yang tahu nasibnya? ---------------------------SCTV www.sctv.co.id ---------------------------SELULER ---------------------------SERAMBI INDONESIA Koran milik KKG ini sempat tidak terbit karena diterjang tsunami di Banda Aceh, NAD. ---------------------------SINAR INDONESIA BARU (SIB) Selwyn Sitanggang, karikaturis harian terbitan Medan ini ditahan polisi lantaran karyanya dinilai melecehkan umat Islam yang sedang berpuasa (Minggu, 24 Oktober 2004). Namun Dewan Pers menghimbau kepolisian agar membebaskan Selwyn. Menurut Dewan Pers, sebaiknya kepolisian mengunakan UU No 40 Tahun 1999 tentang Pers, tidak menggunakan KUHP. --------------------------SINAR HARAPAN Mega Christina, wartawati Sinar Harapan kaget ketika ada peraturan baru harus pakai dasi untuk meliput di Istana Presiden. http://www.sinarharapan.co.id ---------------------------SINAR PAGI Tidak terbit sejak 15 November 2003 lalu, karena perseteruan antara tim manajemen dengan tim wartawan tak terselesaikan. --------------------------SOAP Majalah gaya hidup yang digawangi Samuel Mulia. Majalah trend pria ini bisa Anda dapatkan di Kinokuniya, Aksara, Hero Supermarket, dan Gunung Agung. Menurut pemrednya, Soap sedang menyelenggarakan Adidas Writing Competition. Ikuti selama 3 bulan berturut-turut dan raih hadiah sebesar Rp 5 juta dan Adidas koleksi terbaru. --------------------------SUARA MERDEKA

53

--------------------------SUARA PEMBARUAN Wartawati Suara Pembaruan Nancy Nainggolan meraih penghargaan dari Menteri Kesehatan pada puncak peringatan Hari Kesehatan Nasional ke-40 di Yogyakarta. Hasil tulisannya terpilih sebagai juara I kompetisi jurnalis tentang penanggulangan penyakit menular dan pelayanan kesehatan pada era desentralisasi. Juara 2 diraih Neni Ridarineni dari Republika, dan Sari Febriane dari Kompas meraih juara 3. http://www.suarapembaruan.com ---------------------------SURABAYA POST ---------------------------SURYA ---------------------------SWA Pemimpin Redaksi: Kemal Effendi Gani ----------------------------TAMASYA Majalah pariwisata milik Pontjo Soetowo yang sempat berhenti edar beberapa bulan, kini terbit kembali. Edisi Februari-Maret 2005 menampilkan sajian laporan utama: 'Intip Makassar' yang dilengkapi sisipan peta wisata Sulawesi Selatan. -------------------------------TEMPO Pemimpin Redaksi: Bambang Harymurti www.tempointeraktif.com ----------------------------THE JAKARTA POST Pemimpin Redaksi: Endi Bayuni www.thejakartapost.com ----------------------------TOP SKOR Koran baru, terbit sejak awal Januari 2005. Mengklaim dirinya sebagai harian olahrga pertama di Indonesia. Harga eceran Rp 2,500, promosi Rp 1,000. Pendiri: Entong Nursanto dan Ronny Pangemanan (Pemred) Telp: 6682488 Email: topskor@cbn.net.id Penerbit TrioWarna Gempita -----------------------------TPI TPI yang didirikan oleh Mbak Tutut ini kembali naik daun. Tertolong tayangan KDI (Kontes Dangdut Indonesia), acara yang digemari masyarakat penyuka musik dangdut. Pemasang iklan harus antre untuk mendapatkan slot di acara 'talent search' tersebut. Sukses KDI 1, kini telah terpilih para calon bintang

54

dangdut dari berbagai kota yang bakal mengikuti ajang KDI 2. *** TPI siap menggelar API (Akademi Pelawak Indonesia). Audisi telah berlangsung di 5 kota. Akankah kehadirannya mengancam pelawak senior yang tidak kreatif? Dari logo dan namanya, seperti 'menyindir' acara AFI yang ditayangkan INDOSIAR. Benarkah? CP: Daniel Resowidjoyo - direktur produksi Ella Theresiana - Public Relations Manager www.tpi.co.id ----------------------------TRANS TV www.trans.tv ----------------------------TRUST www.trust.com ----------------------------TVRI Arswendo Atmowiloto merasa geram karena ditipu oleh Jimmy Mamuaya yang mengaku pensiunan TVRI. Ia ditawari lelang barang-barang selundupan. dan sudah setor biaya administrasi sebesar 15% dari total nilai yang ia pesan, namun barang pesanannya tak kunjung tiba. www.tvri.co.id ----------------------------TV 7 Stasiun televisi swasta milik KKG ini lagi mencari Petualang Baru, dengan syarat: - Perempuan, tinggi min. 165 cm - Tubuh proporsional - Berpenampilan menarik - Belum menikah - Tidak berkacamata - Sehat jasmani dan rohani - Usia max. 24 th - Suka kegiatan outdoor - Bisa berenang - Pendidikan min. D3 - Bersedia dikontrak min. 1 th - Berdomisili di Jakarta selama masa kontrak Kirimkan: - Curriculum Vitae - Foto berwarna terbaru (setengah badan, seluruh badan, tampak muka, tampak samping) Selambat-lambatnya hari Senin, 14 Februari 2005, ke: AUDISI PETUALANG BARU HR Dept. TV7 Wisma Dharmala Sakti 2nd Floor

55

Jl. Jend. Sudirman Kav. 32 Jakarta 10220 Keterangan lebih lanjut hubungi 570-9777 (HR Dept TV7). www.tv7.com -------------------------------WANITA INDONESIA -------------------------------WARTA BISNIS -------------------------------WARTA EKONOMI -------------------------------WARTA KOTA ------------------------------WASPADA ------------------------------Anda punya info terbaru tentang kiprah media massa atau awaknya? Kirimkan ke: mediacare@lycos.com From: "radityo djadjoeri" <radityo_dj@yahoo.com> Sent: Monday, January 31, 2005 6:41 AM Subject: [communitygallery] Diskusi: Tragedi kecacatan manusia di belantara sinetron kita Untuk didiskusikan, dari milis sebelah Pengirim: Erno Prayud Email: ernomyhero@yahoo.com Tragedi kecacatan manusia di belantara sinetron kita Rekan Milis, salam kenal.... Di forum ini saya mohon penjelasan yang positif dan konkret, karena saya punya keterbatasan diri dalam menangkap hal-hal yang mungkin kurang bisa dilihat oleh mata publik. Sinetron: - Si Cecep (keterbelakangan mental) dengan ratusan episode - Yoyo (keterbelakangan mental) dengan ratusan episode - Canda (keterbelakangan mental) - Akulah Miki (keterbelakangan mental) - Kau dan Aku (Buta) - Pelangi di Matamu (Buta) Sebenarnya punya pesan komunikasi apa di masyarakat? Terhibur? Tertawa? Simpati? Empati? Saya mohon penjelasan saja, apa memang masyarakat kita membutuhkan

56

hiburan untuk mentertawakan kecacatan orang lain, ataukah bangsa ini tetap pantas untuk menyaksikan hal-hal yang naif bila kita simpati karena melihat kecacatan tubuh semata? Saya takut jawabannya hanya tertuju ke : RATING semata, dan Kenyataannya Masyarakat Membutuhkan Hiburan Seperti itu. Atau boleh saya kritik: Penulis skenario sinetron sudah mentok ide / nggak kreatif lagi hingga mereka bisanya memaksakan ide yang selalu mengekor kesuksesan yang sudah ada, sementara kenyataannya dia tidak mampu membuat inovasi cerita baru yang menarik dan orisinal? Jadi sebenernya bukan tuntutan TV yang meminta cerita dengan tema-tema seperti itu, tapi penulis naskah sinetron yang mentok ide itu-lah yang hanya mampu meyakinkan bahwa "Bikin cerita anak cacat mental aja lagi, Boss!! Pasti laku!!" Rekan-rekan Member , apakah saya salah bila mengkritik tajam keberadaan sinetron2 itu? Apakah negara ini sudah kekurangan manusia kreatif yang bisa bermanfaat untuk orang lain? From: "radityo djadjoeri" <radityo_dj@yahoo.com> Sent: Tuesday, February 01, 2005 7:59 AM Subject: [communitygallery] Buku yang mengkritisi strategi kehumasan Surya Paloh dengan Media Group-nya Temans, Rekan Silih Wasesa baru saja menerbitkan tulisannya tentang kehumasan dalam bentuk buku. Salah satunya menyorot kiprah Surya Paloh dengan Metro TV nya. Dan yang tak ditulis di buku tersebut adalah kiprah Media Group dengan Indonesia Menangis-nya. Tujuannya amat mulia, namun masih banyak juga dihujani kritik. Salah satunya: "Bantuan itu kan dari berbagai lapisan masyarakat. Tapi saat diserahkan ke masyarakat Aceh kok selalu dibilang dari Media Group?' Sekian dari saya. Jangan lupa beli bukunya...

Salam,

Radityo Djadjoeri

From: "Wasesa" <wasesa@uninet.net.id> Sent: Saturday, January 29, 2005 5:30 AM Subject: Suryo Paloh Public Relations

57

Dear alls, Mengawali dua tahun baru, Masehi dan Imlek, saya coba untuk menulis buku Strategi Public Relations; perspektif 36 merek di Indonesia. Selain berangkat dari merek-merek yang pernah saya pegang selama 11 tahun di pemasaran dan Public Relations (National Geographic Channel, Toyota, Sari Ayu, World Bank dan lainnya ), buku itu secara langsung merupakan hasil investigasi pemasaran lengkap beserta tanggapan media massa atas polah dan tingkah mereka membujuk konsumen. Gramedia telah menerbitkannya akhir bulan di awal tahun baru ini. Mohon maaf kepada teman-teman Media Group karena saya harus terus terang menulis tentang Suryo Paloh. Bukan untuk mengatakan bahwa Media Indonesia dan Metro TV tidak efektif untuk meyakinkan publik. Tapi dari sudut manapun, tidak mungkin untuk memanfaatkan Public Relations dengan menggunakan media massa yang kita miliki sendiri. So, Media Group sangat powerful ketika membentuk opini publik, kecuali tentang pemiliknya sendiri. Terima kasih saya ucapkan buat Denny dan Anis Baswedan; yang telah bersedia menyisihkan waktu disela-sela program PhD mereka untuk mengedit habis buku tersebut. Tanpa Denny, buku itu akan punya bagian yang sangat memalukan dari sudut profesionalitas. Soalnya saya masih menggunakan istilah pengacara; padahal sudah diganti dengan advokat. Sekarang saya jadi berani untuk kerjasama menangani kasuskasus advokasi juga. Karena Anis, saya jadi bisa membahas Politic Public Relations dari tiga perspektif; Amerika, Indonesia dan Eropa. Dan juga Rahmat Hidayat yang memberi pencerahan dengan artikel-artikel Economic Behaviornya. Jadi, seperti Linux, buku itu sebetulnya merupakan sumbangan banyak orang. Termasuk sambutan dari pak Sudhamek, Garuda Food dan artikel seminar dari Todung dan kasuskasus langsung dari Pepsodent, Nestle ataupun Starbuck. Semoga buku kecil ini ada manfaatnya. Salam,

Silih From: "radityo djadjoeri" <radityo_dj@yahoo.com> Sent: Tuesday, February 01, 2005 11:05 AM Subject: [communitygallery] Puluhan karyawan SCTV keracunan usai syukuran logo Semoga bukan arsenik. Dan semoga karena logo bawa musibah.

58

dari tempointeraktif Jakarta Puluhan Karyawan SCTV Keracunan Usai Syukuran Logo Baru Senin, 31 Januari 2005 | 23:03 WIB TEMPO Interaktif, Jakarta:Sebanyak dua puluh satu karyawan Surya Citra Televisi (SCTV) muntah-muntah usai menikmati hidangan makan siang dalam rangka syukuran logo baru perusahaan tersebut yang bertajuk Satu Untuk Semua. Acara itu sendiri berlangsung sekitar pukul 13.00 WIB di Grha SCTV Jl. Gatot Subroto Kav. 21 Jakarta. "Penyebabnya belum dapat dipastikan, tapi contoh makanan tersebut sudah dibawa untuk pemeriksaan di laboratorium sebuah rumah sakit," ujar Gina Supardi, Senior Manager Coorporate Communication, Senin (31/1) malam. Namun demikian, ia mengaku belum mengetahui persis ke rumah sakit mana sampel makanan tersebut dikirim. "Saya belum mendapat informasi pasti, soalnya tadi sedang rapat," ujarnya beralasan. Menurut kisahnya, sekitar pukul 13.00 WIB siang tadi, Senin (31/1), pihak SCTV mengadakan syukuran dalam rangka peluncuran logo baru perusahan tersebut yang dihadiri sebagian besar jajaran karyawannya. Kotak yang berisi nasi kuning dengan lauk sambal goreng ati, telur dadar dan ayam goreng menjadi hidangan acara tersebut. "Acara syukurannya biasa saja, hanya makan siang yang dihadiri karyawan. Tidak ada yang terlalu istimewa," ujarnya. Namun demikian, menurutnya, tiba-tiba pihaknya dikejutkan adanya sejumlah karyawan yang mengeluh muntah-muntah. Keluhan karyawan itu sendiri, menurutnya pula, terjadi pada kisaran pukul 17.00 WIB, sore tadi, Senin (31/1). "Kami kaget karena sebelumnya seperti baik-baik saja. Saya sendiri sedang rapat mengenai Aceh saat itu," ujarnya. Lebih lanjut ia menyatakan, seluruh karyawan yang mengalami gangguan tersebut, langsung dirujuk ke Rumah Sakit Jakarta yang terletak di bilangan Jalan Jenderal

59

Sudirman. "Bahkan, pihak rumah sakit sudah kami hubungi untuk siap bila sewaktu-waktu menerima tambahan pasien dari karyawan kami," ujarnya pula. Menurut pengakuannya, kondisi karyawan yang mengalami pengobatan di rumah sakit tersebut sudah berangsur membaik setelah dokter memberinya norit. "Sebagian sudah diperbolehkan pulang," tutur Gina lagi. Menurutnya pula, saat ini pihak SCTV sedang berusaha untuk terus memantau perkembangan kesehatan karyawannya. "Pemantauan selain yang di rumah sakit juga kepada karyawan lain yang mungkin juga mengalami hal yang sama. Siapa tahu jumlahnya bertambah," ujarnya pula. Rinaldi Dorasman Tempo From: "radityo djadjoeri" <radityo_dj@yahoo.com> Sent: Tuesday, February 01, 2005 11:09 PM Subject: [communitygallery] Media baru: HALO BANDUNG! Media baru: HALO BANDUNG! Dear all, Mohon maaf sebelumnya dan izinkan kami memperkenalkan diri sebagai sebuah majalah bulanan Bandung bernama 'Halo Bandung!'. Yang mencoba mengangkat A-Z wisata dan pariwisata Bandung dan sekitarnya. Jadi kalau milis ada yang ingin berkunjung ke kota kembang, tapi tak tahu mau berwisata ke mana, cari infonya di Halo Bandung! Volume I Terbit 27 January 2005. Didistribusikan secara gratis di tempat-tempat eksklusif di Bandung, Jakarta, serta kotakota pendukungnya. Published by : PT. Sentra Milliard Artha (Smart Group), Bandung Media lain yang bernaung di bawah Smart Group lainnya adalah : - Ninetyniners Radio 100 FM , Bandung. Radio anak muda (15 - 24 th) NO. 1 selama 3,5 tahun on-air berturut-turut menurut survey market AC Nielsen (2002, 2003, 2004) - BUzz Radio 89,7 FM, Bandung Salam Hangat!

M. Allen Staff Redaksi

60

Halo Bandung! Destination for Lifestyle Experience. Halo Bandung! Adalah majalah bulanan dengan beragam informasi seputar Bandung dan sekitarnya yang memandu Anda menemukan pengalaman menakjubkan selama berada di Bandung. Terbit 60 halaman dengan penampilan dan gaya yang eksklusif setiap bulannya.. Halo Bandung! Bukan saja memberikan informasi mengenai tempat perbelanjaan paling mengasyikkan di Bandung, namun juga tempat wisata, tempat bermain bagi anda dan keluarga yang paling seru dan mendebarkan. Pusat bisnis, hotel, salon & spa, bar & club dan restoran ternyaman yang memiliki berbagai keunikan cita rasa dengan harga terjangkau. Halo Bandung! Juga akan menginformasikan berbagai agenda event dan budaya yang akan berlangsung di kota Bandung dan sekitarnya, serta rubrik seputar gaya hidup yang akan memandu pembacanya untuk benar-benar menemukan kepuasan menikmati Bandung. Kunjungi kami di website : www.halobandung.info

61

Anda mungkin juga menyukai