Anda di halaman 1dari 20

MODUL METODOLOGI RISET KEPERAWATAN

TOPIK 11 PENGUKURAN DAN SKALA PENGUKURAN

PENYUSUN TRI HARTITI, SKM,M.Kep.

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG 2010


KATA PENGANTAR

Puji syukur, tak henti-hentinya penulis panjatkan ke Hadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan karunia-Nyalah penulis dapat menyelesaikan penyusunan buku ajar Metodologi dan Riset keperawatan : Pengukuran dan Skala Pengukuran Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan buku ajar ini masih banyak kekurangan disana-sini, untuk itulah maka penulis merasa bangga dan bahagia terhadap upaya demi kesempurnan buku ajar ini, untuk mencapainya maka penulis mengharapkan masukan dan saran yang membangun dari berbagai fihak terutama dari Senior dan sejawat keperawatan demi profesionalisme keperawatan di Indonesia. Dalam hal ini, saya menghaturkan terima kasih sebesar-besarnya kepada semua fihak yang telah membantu, baik secara fisik, psikologis, materi dan spiritual. Semoga jasa baik, bimbingan dan dukungan yang telah diberikan mendapat balasan dari Allah SWT. Amien

Penulis

Daftar Isi

Kata pengantar .. Daftar isi . Diskribsi Topik Tujuan pembelajaran umum ....... Tujuan pembelajaran khusus ...... Pokok bahasan . Materi ... Ringkasan Latihan . Jawaban .. Balikan . Pustaka

A. DISKRIPSI TOPIK Topik ini membahas tentang Pengukuran dan Alat ukur pada Riset Keperawatan yang terdiri dari pengertian, syarat pengukuran, keandalan pengukuran, sifat pengukuran dan skala pengukuran, serta kesalahan penelitian. B. TUJUAN PEMBELAJARAN UMUM Setelah pembelajaran topik ini mahasiswa diharapkan mampu memahami pengukuran dan alat ukur pada Riset Keperawatan .

C. TUJUAN PEMBELAJARAN KHUSUS


a. Mahasiswa mampu menjelaskan pengertian dari pengukuran

penelitian
b. Mahasiswa mampu menjelaskan syarat pengukuran pada

penelitian
c. Mahasiswa mampu menjelaskan keandalan pengukuran d. Mahasiswa mampu menjelaskan skala pengukuran e. Mahasiswa mampu menjelaskan kesalahan pengukuran

D. POKOK BAHASAN
a. Pengertian dari pengukuran penelitian b. Manfaat dari syarat pengukuran penelitian

c. Keandalan pengukuran d. Skala Pengukuran e. Kesalahan Pengukuran E. MATERI

1. Pengertian Pengukuran adalah proses pemberian angka-angka atau label kepada unit analisis untuk merepresentasikan atribut-atribut konsep. Pengukuran adalah proses atau prosedur untuk mengkuantifikasikan atribut dalam sebuah kontinum. Pengukuran adalah pembandingan antara objek ukur dengan alat ukurnya. Pengukuran adalah penentuan besaran, dimensi, atau kapasitas, biasanya terhadap suatu standar atau satuan pengukuran. Pengukuran tidak hanya terbatas pada kuantitas fisik, tetapi juga dapat diperluas untuk mengukur hampir semua benda yang bisa dibayangkan. 2. Syarat Pengukuran 1. Set item 2. Peraturan tertentu 3. Sesuai Prosedur penelitian 4. Alat sudah teruji dan Valid
5. Isomorfisme yaitu ukuran harus sedekat mungkin dengan benda/ kejadian

yang diukur (terkadang yang dapat diukur hanya indikatornya, berkeringat) 6. Exhaustive yaitu pengukuran harus meliputi seluruh kemungkinan yang ada 7. Mutually exclusive yaitu pengukuran tidak boleh tumpang tindih.

3. Sifat pengukuran

1. Pengukuran Langsung Pengukuran langsung adalah pengukuran yang dilakukan untuk mendapatkan nilai hasil pengukuran secara langsung. Pengukuran langsung dapat dilakukan pada kondisi yang sama atau pada kondisi yang berbeda. Pada pengukuran langsung pada kondisi sama, seluruh pengukuran dilakukan oleh pengukur yang sama, alat yang sama, dan keadaan lingkungan yang sama. Sedangkan pengukuran langsung pada kondisi yang tidak sama, terjadi apabila pada waktu pengukuran terjadi pergantian pengukur, alat, atau terjadi perubahan keadaan lingkungan, Misal : Konkrit : BB,TB,frekuensi menyusui,dll; Data personal : usia, pekerjaan, agama,dll ;Teknologi :kadar gula darah,Hb,tek darah,suara paru,dll
2. Pengukuran Tidak Langsung

Pengukuran tidak langsung adalah pengukuran yang dilakukan apabila nilai hasil ukuran tidak mungkin didapatkan langsung. Nilai hasil ukuran yang dicari didapatkan berdasarkan hubungan fungsional tertentu dari beberapa hasil pengukuran langsung, misal : abstrak : stress, nyeri, status gizi, kepuasan, kinerja 4. Keandalan Pengukuran Beberapa istilah yang digunakan untuk menyatakan keandalan pengukuran
1.

adalah presisi (precision) dan akurasi (accuracy).

Presisi adalah derajat kedekatan kesamaan pengukuran antara satu dengan lainnya. Jika hasil pengukuran saling berdekatan (mengumpul) maka dikatakan mempunyai presisi tinggi dan sebaliknya jika hasil pengukuran menyebar maka dikatakan mempunyai presisi rendah. Presisi diindikasikan dengan penyebaran distribusi probabilitas. Distribusi yang sempit mempunyai presisi tinggi dan sebaliknya. Ukuran presisi yang sering digunakan adalah standar deviasi ( ). Presisi tinggi nilai standar deviasinya kecil dan sebaliknya.

2. Akurasi adalah derajat kedekatan pengukuran terhadap nilai sebenarnya. Akurasi mencakup tidak hanya kesalahan acak, tetapi juga bias yang disebabkan oleh kesalahan sistematik yang tidak terkoreksi. Jika tidak ada bias kesalahan sistematik maka standar deviasi dapat dipakai untuk menyatakan akurasi. 3. Derajat ketidakpastian ( uncertainty) Derajat ketidakpastian adalah selang nilai ukuran yang didalamnya diprediksi kesalahan pengukuran telah tereduksi 5.Validitas alat ukur alat ukur yang baik adalah alat yang mampu memberikan informasi yang tidak menyesatkan.Kriteria itu antara lain adalah valid, reliabel, norma dan praktis. a. Pengertian Validitas Validitas berasal dari kata validity yang mempunyai arti sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya . Suatu skala atau instrumen pengukur dapat dikatakan mempunyai validitas yang tinggi apabila instrumen tersebut menjalankan fungsi ukurnya, atau memberikan hasil ukur yang sesuai dengan maksud dilakukannya pengukuran tersebut. Sedangkan tes yang memiliki validitas rendah akan menghasilkan data yang tidak relevan dengan tujuan pengukuran. Terkandung di sini pengertian bahwa ketepatan pada validitas suatu alat ukur tergantung pada kemampuan alat ukur tersebut mencapai tujuan pengukuran yang dikehendaki dengan tepat. Suatu tes yang dimaksudkan untuk mengukur variabel A dan kemudian memberikan hasil pengukuran mengenai variabel A, dikatakan sebagai alat ukur yang memiliki validitas tinggi. Suatu tes yang dimaksudkan mengukur variabel A akan tetapi menghasilkan data mengenai variabel A' atau bahkan B, dikatakan sebagai

alat ukur yang memiliki validitas rendah untuk mengukur variabel A dan tinggi validitasnya untuk mengukur variabel A' atau B Sisi lain dari pengertian validitas adalah aspek kecermatan pengukuran. Suatu alat ukur yang valid tidak hanya mampu menghasilkan data yang tepat akan tetapi juga harus memberikan gambaran yang cermat mengenai data tersebut. Cermat berarti bahwa pengukuran itu dapat memberikan gambaran mengenai perbedaan yang sekecil-kecilnya di antara subjek yang satu dengan yang lain. Sebagai contoh, dalam bidang pengukuran aspek fisik, bila kita hendak mengetahui berat sebuah cincin emas maka kita harus menggunakan alat penimbang berat emas agar hasil penimbangannnya valid, yaitu tepat dan cermat. Sebuah alat penimbang badan memang mengukur berat, akan tetapi tidaklah cukup cermat guna menimbang berat cincin emas karena perbedaan berat yang sangat kecil pada berat emas itu tidak akan terlihat pada alat ukur berat badan. Pengertian validitas juga sangat erat berkaitan dengan tujuan pengukuran. Oleh karena itu, tidak ada validitas yang berlaku umum untuk semua tujuan pengukuran. Suatu alat ukur biasanya hanya merupakan ukuran yang valid untuk satu tujuan yang spesifik. Dengan demikian, anggapan valid seperti dinyatakan dalam "alat ukur ini valid" adalah kurang lengkap. Pernyataan valid tersebut harus diikuti oleh keterangan yang menunjuk kepada tujuan (yaitu valid untuk mengukur apa), serta valid bagi kelompok subjek yang mana? validitas Terdiri dari tiga yaitu content validity (validitas isi), construct validity (validitas konstruk),dan criterion-related validity(validitas berdasar kriteria). b. Koefisien Validitas

Bila skor pada tes diberi lambang x dan skor pada kriterianya mempunyai maka koefisien antara tes dan kriteria itu adalah r xy inilah yang digunakan untuk menyatakan tinggi-rendahnya validitas suatu alat ukur. Koefisien validitas pun hanya punya makna apabila apalagi mempunyai harga yang positif. Walaupun semakin tinggi mendekati angka 1 berarti suatu tes semakin valid hasil ukurnya, namun dalam kenyataanya suatu koefisien validitas tidak akan pernah mencapai angka maksimal atau mendekati angka 1. Bahkan suatu koefisien validitas yang tinggi adalah lebih sulit untuk dicapai daripada koefisien reliabilitas. Tidak semua pendekatan dan estimasi terhadap validitas tes akan menghasilkan suatu koefisien. Koefisien validitas diperoleh hanya dari komputasi statistika secara empiris antara skor tes dengan skor kriteria yang besarnya disimbolkan oleh rxy tersebut. Pada pendekatan-pendekatan tertentu tidak dihasilkan suatu koefisien akan tetapi diperoleh indikasi validitas yang lain.

c. Tipe-tipe Umum Pengukuran Validitas Tipe validitas sebagaimana disajikan sebelumnya, pada umumnya

digolongkan dalam tiga kategori, yaitu content validity(validitas isi), construct validity(validitas konstruk),dan criterion-related validity(validitas berdasar kriteria). 1). Validitas Isi Validitas isi merupakan validitas yang diperhitumgkan melalui pengujian terhadap isi alat ukur dengan analisis rasional. Pertanyaan yang dicari jawabannya dalam validasi ini adalah "sejauhmana item-item dalam suatu alat ukur mencakup keseluruhan kawasan isi objek yang hendak diukur oleh alat ukur yang bersangkutan?" atau berhubungan dengan representasi dari keseluruhan kawasan.

Pengertian "mencakup keseluruhan kawasan isi" tidak saja menunjukkan bahwa alat ukur tersebut harus komprehensif isinya akan tetapi harus pula memuat hanya isi yang relevan dan tidak keluar dari batasan tujuan ukur. Walaupun isi atau kandungannya komprehensif tetapi bila suatu alat ukur mengikutsertakan pula item-item yang tidak relevan dan berkaitan dengan hal-hal di luar tujuan ukurnya, maka validitas alat ukur tersebut tidak dapat dikatakan memenuhi ciri validitas yang sesungguhnya. Apakah validitas isi sebagaimana dimaksudkan itu telah dicapai oleh alat ukur, sebanyak tergantung pada penilaian subjektif individu. Dikarenakan estimasi validitas ini tidak melibatkan komputasi statistik, melainkan hanya dengan analisis rasional maka tidak diharapkan bahwa setiap orang akan sependapat dan sepaham dengan sejauhmana validitas isi suatu alat ukur telah tercapai. Selanjutnya, validitas isi ini terbagi lagi menjadi dua tipe, yaitu face validity(validitas muka) dan logical validity (validitas logis). Face Validity (Validitas Muka). Validitas muka adalah tipe validitas yang paling rendah signifikasinya karena hanya didasarkan pada penilaian selintas mengenai isi alat ukur. Apabila isi alat ukur telah tampak sesuai dengan apa yang ingin diukur maka dapat dikatakan validitas muka telah terpenuhi. Dengan alasan kepraktisan, banyak alat ukur yang pemakaiannya terbatas hanya mengandalkan validitas muka. Alat ukur atau instrumen psikologi pada umumnya tidak dapat menggantungkan kualitasnya hanya pada validitas muka. Pada alat ukur psikologis yang fungsi pengukurannya memiliki sifat menentukan, seperti alat ukur untuk seleksi karyawan atau alat ukur pengungkap kepribadian (asesmen), dituntut untuk dapat membuktikan validitasnya yang kuat.

Logical Validity (Validitas Logis). Validitas logis disebut juga sebagai validitas sampling (sampling validity). Validitas tipe ini menunjuk pada sejauhmana isi alat ukur merupakan representasi dari aspek yang hendak diukur. Untuk memperoleh validitas logis yang tinggi suatu alat ukur harus dirancang sedemikian rupa sehingga benar-benar berisi hanya item yang relevan dan perlu menjadi bagian alat ukur secara keseluruhan. Suatu objek ukur yang hendak diungkap oleh alat ukur hendaknya harus dibatasi lebih dahulu kawasan perilakunya secara seksama dan konkrit. Batasan perilaku yang kurang jelas akan menyebabkan terikatnya item-item yang tidak relevan dan tertinggalnya bagian penting dari objek ukur yang seharusnya masuk sebagai bagian dari alat ukur yang bersangkuatan. Validitas logis memang sangat penting peranannya dalam penyusunan tes prestasi dan penyusunan skala, yaitu dengan memanfaatkan blue-print atau tabel spesifikasi. 2). Validitas Konstruk Validitas konstruk adalah tipe validitas yang menunjukkan sejauhmana alat ukur mengungkap suatu trait atau konstruk teoritis yang hendak diukurnya (Allen & Yen, dalam Azwar 1986). Pengujian validitas konstruk merupakan proses yang terus berlanjut sejalan dengan perkembangan konsep mengenai trait yang diukur. Walaupun pengujian validitas konstruk biasanya memerlukan teknik analisis statistik yang lebih kompleks daripada teknik yang dipakai pada pengujian validitas empiris lainnya, akan tetapi validitas konstruk tidaklah dinyatakan dalam bentuk koefisien validitas tunggal.

Konsep validitas konstruk sangatlah berguna pada alat ukur yang mengukur trait yang tidak memiliki kriteria eksternal

3). Validitas Berdasar Kriteria Pendekatan validitas berdasar kriteria menghendaki tersedianya kriteria eksternal yang dapat dijadikan dasar pengujian skor alat ukur. Suatu kriteria adalah variabel perilaku yang akan diprediksikan oleh skor alat ukur. Untuk melihat tingginya validitas berdasar kriteria dilakukan komputasi korelasi antara skor alat ukur dengan skor kriteria. Koefisien ini merupakan koefisien validitas bagi alat ukur yang bersangkutan, yaitu rxy, dimana x melambangkan skor alat ukur dan y melambangkan skor kriteria. Dilihat dari segi waktu untuk memperoleh skor kriterianya, prosedur validasi berdasar kriteria menghasilkan dua macam validitas yaitu validitas prediktif (predictive validity) dan validitas konkuren (concurrent validity). Validitas Prediktif. Validitas prediktif sangat penting artinya bila alat ukur dimaksudkan untuk berfungsi sebagai prediktor bagi kinerja di masa yang akan datang. Contoh situasi yang menghendaki adanya prediksi kinerja ini antara lain adalah dalam bimbingan karir; seleksi mahasiswa baru, penempatan karyawan, dan semacamnya. Contohnya adalah sewaktu kita melakukan pengujian validitas alat ukur kemampuan yang digunakan dalam penempatan karyawan. Kriteria yang terbaik antara lain adalah kinerjanya setelah ia betul-betul ditempatkan sebagai karyawan dan melaksanakan tugasnya selama beberapa waktu. Skor kinerja karyawan tersebut dapat diperoleh dari berbagai cara, misalnya

menggunakan indeks produktivitas atau rating yang dilakukan oleh atasannya. Koefisien korelasi antara skor alat ukur dan kriteria merupakan petunjuk mengenai saling hubungan antara skor alat ukur dengan skor kriteria dan merupakan koefisien validitas prediktif. Apabila koefisien ini diperoleh dari sekelompok individu yang merupakan sampel yang representatif, maka alat ukur yang telah teruji validitasnya akan mempunyai fungsi prediksi yang sangat berguna dalam prosedur alat ukur di masa datang. Prosedur validasi prediktif pada umumnya memerlukan waktu yang lama dan mungkin pula beaya yang tidak sedikit dikarenakan prosedur ini pada dasarnya bukan pekerjaan yang dianggap selesai setelah melakukan sekali tembak, melainkan lebih merupakan kontinuitas dalam proses pengembangan alat ukur. Sebagaimana prosedur validasi yang lain, validasi prediktif pada setiap tahapnya haruslah diikuti oleh usaha peningkatan kualitas item alat ukur dalam bentuk revisi, modifikasi, dan penyusunan item-item baru agar prosedur yang dilakukan itu mempunyai arti yang lebih besar dan bukan sekedar pengujian secara deskriptif saja.

Validitas Konkuren. Apabila skor alat ukur dan skor kriterianya dapat diperoleh dalam waktu yang sama, maka korelasi antara kedua skor termaksud merupakan koefisien validitas konkuren. Suatu contoh dimana validitas konkuren layak diuji adalah apabila kita menyusun suatu skala kecemasan yang baru. Untuk menguji validitas skala tersebut kita dapat mengunakan skala kecemasan lain yang telah lebih dahulu teruji validitasnya, yaitu dengan alat ukur TMAS (Tylor Manifest Anxiety Scale).

Validitas konkuren merupakan indikasi validitas yang memadai apabila alat ukur tidak digunakan sebagai suatu prediktor dan merupakan validitas yang sangat penting dalam situasi diagnostik. Bila alat ukur dimaksudkan sebagai prediktor maka validitas konkuren tidak cukup memuaskan dan validitas prediktif merupakan keharusan 5. Skala Pengukuran Hasil dari suatu pengukuran untuk analisis data dapat dibagi dalam 4 skala :
1. Skala Nominal

Skala nominal merupakan sebatas label yang diberikan terhadap suatu kategori,dengan variabel, Tingkat pengukuran nominal dilakukan dengan cara mengklasifikasikan (menggolong-golongkan) obyek atau kejadian-kejadian ke dalam berbagai kelompok (kategori) untuk menunjukkan kesamaan atau perbedaan ciri-ciri obyek yang diamati. Kategori-kategori (kelompok) ini didefinisikan sebelumnya dan dilambangkan dengan kata-kata, huruf, symbol, atau angka. Tingkat pengukuran nominal adalah kualitatif, yang mempunyai ciriciri discrete (menyebar) dan tak kontinue. Skala ini hanya berurusan dengan data eksklusif dan tidak menunjukkan tingkatan apa-apa. Contoh : Jenis kelamin (laki-laki atau permpuan), status perkawinan (kawin, tidak kawin), golongan darah (O, A, B, AB) dan lain-lain. 2. Skala Ordinal. Dalam tingkat pengukuran ordinal obyek-obyeknya bisa digolongkan dalam kategori tertentu. Angka atau huruf yang diberikan mengandung tingkatan, sehingga dari kelompok yang terbentuk dapat dibuat peringkat yang menyatakan hubungan lebih dari atau kurang dari yang menurut aturan penataan objek tertentu. hanya Bilangan/angka/huruf diberikan kepada

menyatakan tempat dalam suatu susunan akan tetapi tidak menyakatan apa-apa mengenai jarak dari satu satu datum ke datum

lainnya atau tidak memberikan nilai absolute pada objek. Simbol numericnya hanya merupakan urutan (ranking) relative saja, dan peringkat tersebut tidak mempunyai satuan ukur. Dengan demikian jarak atau beda nilai-nilainya tidak diukur. Ciri lain dari skala ordinal juga tidak mengenal nol, sehingga perankingannya pun dimulai dari satu. Tingkat pengukuran ordinal adalah kualitatif. Mengkuantifikasikan tingkat pengukuran ordinal adalah dengan cara menghitung frekuensinya, dan dibuat rangkingnya. Contoh : Sangat baik = 1, Baik = 2, Cukup = 3, Kurang baik = 4, dan Buruk = 5. Atau jawaban pertanyaan tentang kecenderungan masyarakat untuk menghadiri Kampanye Presiden, mulai dari tidak pernah absen menghadiri = 5, kadang-kadang saja menghadiri = 4, kurang menghadiri = 3, tidak pernah menghadiri = 2 sampai menghadiri sama sekali = 1. Atau kedudukan tidak ingin mahasiswa:

mahasiswa semester 1, semester 2, semester 3, semester 4, semester 5, semester 6 dan semester 7.


3. Skala Interval.

Tingkat pengukuran interval memberikan ciri angka kepada kelompok obyek yang selain memiliki skala nominal dan ordinal, akan tetapi juga ditambah dengan jarak yang sama pada urutan obyeknya. Kategori yang digunakan bisa dibedakan, diurutkan, mempunyai jarak tertentu, tetapi tidak bisa dibandingkan. Selain itu skala interval juga tidak memiliki nilai nol mutlak. Datanya bisa ditambahkan, dikurangi, digandakan dan dibagi tanpa mempengaruhi jarak relative skor-skornya. Contoh : skala pada termometer dan prestasi mahasiswa 4. Skala Ratio Tingkat pengukuran tertinggi adalah ratio memiliki seluruh sifat, yakni nominal, ordinal, interval tetapi ditambah dengan satu sifat lain, yakni memberikan keterangan nol mutlak dari objek yang diukur.

Ciri lain dari skala ratio adalah data bisa dibedakan, diurutkan, mempunyai jarak tertentu, mengandung arti dan bisa dibandingkan. Contoh, pendapatan, panjang benda, berat benda. 6.KESALAHAN PENGUKURAN Kesalahan pengukuran adalah kemungkinan-kemungkinan melakukan

kesalahan dalam pengukuran A. Jenis Kesalahan. 1. Systematic error (non sampling error), yaitu kesalahan yang ditimbulkan oleh kekurang cermatan dalam desain penelitian yang menyebabkan kesalahan dalam respons atau oleh kesalahan dalam pelaksanaan penelitian. Systematic Error terjadi karena instrumen mengukur konsep lain yg tdk perlu diukur dalam penelitian, contoh : mengukur konsep nyeri krn ke 4 konsep tdk pas 100% maka beberapa instrumen harus menggunakan

2. Random sampling error yaitu beda hasil dari yang diperoleh melalui

sebuah sample (disebut statistik) dan hasil sesungguhnya dalam populasi (disebut parameter). Kesalahan ini terjadi karena adanya variasi acak (Chance variation) dalam elemen-elemen terpilih sebagai sampel. Walau pengukuran dilakukan dengan cermat, pengukuran ulang dari besaran yang sama tidak memberi hasil yang tepat sama. Hal ini disebabkan karena biasanya angka terakhir pengukuran hanya kirakira Beberapa pengukuran yang tidak saling bergantungan satu sama lain akan memberikan hasil yang berbeda-beda. Tentunya pengamat harus selalu berusaha agar pengukurannya benar-benar tidak saling bergantungan satu sama lain, dan tidak boleh terpengaruh oleh hasil pengukuran sebelumnya. Kesalahan tidak tertentu ini pun tidak bisa dihindari, tetapi jika pengukuran dilakukan banyak kali maka dengan

teori ketakpastian, kesalahan ini dapat dihitung. Makin banyak pengukuran dilakukan, makin tepatlah hasilnya. Selain itu juga situasi yang mempengaruhi pengukuran contoh : test IQ disaat lapar, capai, tidak mood

B. Sumber-Sumber Kesalahan Berdasarkan hal-hal yang menyebabkan terjadinya kesalahan, kesalahan yang terjadi pada pengukuran dapat diklasifikasikan sebagai kesalahan karena alam ( natural errors), kesalahan karena alat ( instrumental errors) dan kesalahan karena pengukur ( personal errors). 8. Natural Error Perubahan kondisi lingkungan pada saat pengukuran dilakukan 9. Instrumental Error Ketidak validan alat instrument ketika di ujikan 10. Personal Error Keterbatasan pengukur dalam melakukan pengamatan (kemampuan untuk mendapatkan hasil yang berulang), kurang teliti pengukur pada saat pengukuran Kapan saja kemungkinan suatu variabel diukur, terdapat kemungkinan terjadinya kesalahan (eror). Beberapa faktor yang dapt mempengaruhi hasil dapat di kontrol, sementara yang lainnya tidak dapat di kontrol, nilai yang dapat di peroleh daripenggunaan suatu instrumen khusus dalam keadaan khusus terdiri dari dua bagian nilai benar dan eror. Usaha harus dilakukan untuk membatasi eror dari skor tersebut. Berikut ini daftar yang terdiri dari kemungkinan sumber-sumber eror pada waktu mengukur atribut khusus.
1. Kejelasan instrumen : seringkali paraa peserta akan berespon terhadap

suatu instrumen dengan tidak tepat. Contoh, memberi tanda cek (v) dalam suatu kotak padahal diperlukan "ya" atau "tidak". Jika instruksi instrumen tidak jelas, para peserta tidak berespons secara tepat dan informasi yang diterima tidak akurat. Demikian pula, jika butir-butir soal itu sendiri tidak mudah dimengerti, respon-respon mungkin tidak menunjukkan persepsi peserta dan informasi yang dihasilkan memberikan nilai yang terbatas. 2. Varisai-variasi dalam administrasi : jika beberapa peserta diizinkan untuk berespon terhadap suatu instrumen pada waktu luang sementara yang lainnya dalam suatu tertekan informasi yang diterima tidak dapat dibandingkan. Jika bebrapa peserta dibantu dalam menjawab dalam suatu instrumen sementara yang lainnya tidak, maka informasi yang diterima mungkin berbeda. 3. Variasi-variasi situasi : jika insrtumen diterapkan pada kondisi lingkungan yang berbeda-beda, lingkungan yang menyenangkan versus lingkungan yan g tidak menyengangkan, atau kondisi-kondisi yang mengancam versus kondisi yang tidak menyenangkan, respon-respon mungkin bervariasi menurut situasi. 4. Respon menyrebabkan bias : seringkali peserta akan memberikan suatu jawaban yang diinginkan oleh masyarakat. Sebagai contoh, pertanyaan tentang praktek seksual individu, pandangan-pandangan terhadap agama, atau politik bisa menimbulkan respon-respon yang tidak benar tetapi dipilih karena mereka dapat diterima oelh mayoritas individu dalam masyarakat. Masalah-masalah lain adalah adalah kecenderungan beberapa individu yang secara konsisten berespon dalam cara yang ekstrim. Pada skla 1 sampai dengan 5, beberapa orang akan secara konsisten berespon pada bagian akhir dari skala, apapun topiknya. Beberapa peserta akan mempunyai suatu kecenderungan untuk berespon secara positif dan pertanyaan-pertanyaan topiknya..
5. Faktor-faktor pribadi yang sementara : mood peserta, keadaan pikiran,

yang

ditanyakan

padanya,

bagaimanapun

dan tingkat stres pada waktu menjawab instrumen, bisa mempengaruhi

baik jawaban-jawaban atau harapan-harapannya untuk berpartisipasi dalam proyek. 6. Sampling respons : isi instrumen, yakni butir-butir sampling dapat mempengaruhi nilai peserta. Tergantung pada butir-butir (item) yang dipilih, seorang perawat dapat melakukan penampilan dengan baik tentang kuesioner pengetahuan nyeri atau dengan penampilan buruk pada kuesioner yang sama.
7. Format instrumen : susunan butir-butir pertanyaan pada kuesioner dan

macam pertanyaan yang ditanayakan (pertanyaan terbuka atau tertutup) dapat mempengaruhi respon-respon yang diberikan.

F. RINGKASAN Alat ukur dan pengukuran merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan, alat ukur dan pengukuran ini juga merupakan unsur yang paling penting dari sebuah penelitian. Benar tidaknya hasil penelitian yang diinginkan sangat tergantung pada alat ukur dan pengukuran yang digunakan. Untuk itulah perlu diperhatikan cara membuat alat ukur dan melakukan pengukuran. Alat ukur harus valid dan reliabel sehingga perlu dilakukan pengujian terlebih dahulu sebelum alat ukur dipergunakan dalam penelitian. G. LATIHAN Buatlah alat ukur dari penelitian yang anda minati secara lengkap sesuaikan dengan skala pengukurannya. H. JAWABAN I. BALIKAN J. PUSTAKA
a. Arikunto, Suharsini, 2006., Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan

Praktek, Jakarta : Rineka Cipta


b. Brockopp, Dorothy Young, 2000., Dasar-Dasar Riset Keperawatan,

Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC

c. Dempsey, Patricia Ann, 2002., Riset Keperawatan, Jakarta :

Penerbit Buku Kedokteran EGC


d. Edwin, Nasution, Mustafa, 2008., Proses Penelitian Kuantitatif,

Jakarta : Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia e. Hastono, Susanto P, 2001., Modul Analisis data , Jakarta : Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia
f. Mutiara, Ira, 2004., Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) Teknis

pengukuran. http:/www.scribd.com/pendidikan_dan_pelatihan_(diklat)_Teknis_P engukurn. Html


g. Riwidikdo, Handoko, 2007., Statistik Kesehatan, Jogjakarta : Mitra

Cendikia Press
h. Arikunto, Suharsini, 2006., Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan

Praktek, Jakarta : Rineka Cipta


i. j.

Brockopp, Dorothy Young, 2000., Dasar-Dasar Riset Keperawatan, Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC Dempsey, Patricia Ann, 2002., Riset Keperawatan, Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC Jakarta : Lembaga Indonesia Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas

k. Edwin, Nasution, Mustafa, 2008., Proses Penelitian Kuantitatif,

l. Hastono, Susanto P, 2001., Modul Analisis data , Jakarta : Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia
m. Mutiara, Ira, 2004., Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) Teknis

pengukuran. http:/www.scribd.com/pendidikan_dan_pelatihan_(diklat)_Teknis_P engukurn. Html


n. Riwidikdo, Handoko, 2007., Statistik Kesehatan, Jogjakarta : Mitra

Cendikia Press

Anda mungkin juga menyukai