II-1
2.1 Karakteristik Pesawat Terbang Sebelum merancang pengembangan sebuah lapangan terbang, dibutuhkan pengetahuan karakteristik pesawat terbang secara umum untuk merencanakan prasarananya. Karakteristik pesawat terbang antara lain : Berat (Weight) Berat pesawat diperlukan untuk merencanakan tebal perkerasan dan kekuatan landasan pacu. Ukuran (Size) Lebar dan panjang pesawat (Fuselag) mempengaruhi dimensi landasan pacu. Kapasitas Penumpang Kapasitas penumpang berpengaruh terhadap perhitungan perencanaan kapasitas landasan pacu. Panjang Landasan Pacu Berpengaruh terhadap luas tanah yang dibutuhkan suatu bandar udara. Anggapan bahwa makin besar pesawat terbang, makin panjang landasan tidak selalu benar. Bagi pesawat besar, yang sangat menentukan kebutuhan panjang landasan adalah jarak yang akan ditempuh sehingga menentukan berat lepas landas (Take Off Weight). Karakteristik dari beberapa pesawat terbang dapat dilihat pada Tabel 2.1 dibawah ini :
Laporan Tugas Akhir PERENCANAAN PERPANJANGAN LANDASAN PACU BANDAR UDARA AHMAD YANI SEMARANG
II-2
Tabel 2.1
Karakteristik Pesawat Terbang
2.2. Berat Pesawat Terbang Beberapa komponen dari berat pesawat terbang yang paling menentukan dalam menghitung panjang landas pacu dan kekuatan perkerasannya, yaitu : Operating Weight Empty Adalah berat dasar pesawat terbang, termasuk di dalamnya crew dan peralatan pesawat terbang, tetapi tidak termasuk bahan bakar dan penumpang atau barang yang membayar. Pay Load Adalah produksi muatan (barang atau penumpang) yang membayar, diperhitungkan menghasilkan pendapatan bagi perusahaan. Pertanyaan yang sering muncul, berapa jauh pesawat bisa terbang, jarak yang bisa ditempuh pesawat disebut jarak tempuh (range). Banyak faktor yang mempengaruhi jarak tempuh pesawat, yang paling penting adalah pay load. Pada dasarnya pay load bertambah, jarak tempuhnya berkurang atau sebaliknya pay load berkurang, jarak tempuh bertambah.
Laporan Tugas Akhir PERENCANAAN PERPANJANGAN LANDASAN PACU BANDAR UDARA AHMAD YANI SEMARANG
II-3
Zero Fuel Weight Adalah batasan berat, spesifik pada tiap jenis pesawat, di atas batasan berat itu tambahan berat harus berupa bahan bakar, sehingga ketika pesawat sedang terbang, tidak terjadi momen lentur yang berlebihan pada sambungan.
Maximum Structural Landing Weight Adalah kemampuan struktural dari pesawat terbang pada waktu melakukan pendaratan.
Maximum Structural Take Off Weight Adalah berat maximum pesawat terbang termasuk didalamnya crew, berat pesawat kosong, bahan bakar, pay load yang diizinkan pabrik, sehingga momen tekuk yang terjadi pada badan pesawat terbang, ratarata masih dalam batas kemampuan yang dimiliki oleh material pembentuk pesawat terbang.
Berat Statik Main Gear dan Nose Gear Pembagian beban statik antara roda pendaratan utama (main gear) dan nose gear, tergantung pada jenis/tipe pesawat dan tempat pusat gravitasi pesawat terbang. Batas-batas dan pembagian beban disebutkan dalam buku petunjuk tiap-tiap jenis pesawat terbang, yang mempunyai perhitungan lain dan ditentukan oleh pabrik.
2.3. Lingkungan Lapangan Terbang Lingkungan lapangan terbang yang berpengaruh terhadap panjang landasan yaitu : a. Temperatur Pada temperatur yang lebih tinggi, dibutuhkan landasan yang lebih panjang, sebab pada temperatur yang tinggi tingkat density udara akan
Laporan Tugas Akhir PERENCANAAN PERPANJANGAN LANDASAN PACU BANDAR UDARA AHMAD YANI SEMARANG
II-4
rendah, dengan menghasilkan output daya dorong pesawat terbang yang rendah. Sebagai standar temperatur dipilih temperatur di atas muka laut sebesar 59 F = 15 C, dengan perhitungan sebagai berikut : Ft = 1 + [0,01 * (T (15 (0,0065 * h )))]
dimana, Ft = Faktor koreksi temperatur T = Aerodrome reference temperatur (C) h = Ketinggian (m) b. Ketinggian Altitude Rekomendasi dari ICAO, menyatakan bahwa harga ARFL bertambah sebesar 7 % setiap kenaikan 300 m (1.000 ft) dihitung dari ketinggian muka air laut, dengan perhitungan :
h Fe = 1 + 0,07 * 300 dimana, Fe = Faktor koreksi elevasi h = Ketinggian (m) c. Kemiringan landasan (Runway Gradient) Kemiringan keatas memerlukan landasan yang lebih panjang jika dibanding terhadap landasan yang datar atau yang menurun. Kriteria perencanaan lapangan terbang membatasi kemiringan landasan sebesar 1,5 %. Faktor koreksi kemiringan (Fs) sebesar 10 % setiap kemiringan 1 %, berlaku untuk kondisi lepas landas. Fs = 1 + (0,1 * S ) dimana, Fs = Faktor koreksi elevasi S = Kemiringan landasan (%)
Laporan Tugas Akhir PERENCANAAN PERPANJANGAN LANDASAN PACU BANDAR UDARA AHMAD YANI SEMARANG
II-5
d. Kondisi Permukaan Landas Pacu Di permukaan landas pacu terdapat genangan tipis air (standing water) sangat dihindari karena membahayakan operasi pesawat. Standing water menghasilkan permukaan yang sangat licin bagi roda pesawat membuat daya pengereman sangat jelek. Itulah sebabnya drainase lapangan terbang harus baik untuk membuang air permukaan landasan. Bila landas pacu permukaan yang basah atau licin, panjang landasan harus ditambah dengan 4,5 % sampai 9,5 %, sebagaimana tercantum dalam FAA AC 150/5325-4. e. Menghitung ARFL ARFL (Aeroplane Reference Field Length) menurut ICAO adalah landas pacu minimum yang dibutuhkan untuk lepas landas, pada maximum sertifikated take off weight, elevasi muka air laut, kondisi standart atmosfir, keadaan tanpa ada angin bertiup, dan landas pacu tanpa kemiringan. Setiap pesawat mempunyai ARFL berlainan yang dikeluarkan pabrik pembuatnya. Untuk mengetahui panjang landas pacu bila pesawat take off di ARFL, dipergunakan rumus : ARFL =
PanjangLandasanPacu Re ncana Fe.Ft .Fs
dimana, Fe = Ketinggian Altitude (m) Ft = Faktor Koreksi Temperatur Fs = Faktor Koreksi Kemiringan f. Aerodrome Reference Code Reference code dipakai oleh ICAO, untuk mempermudah membaca antar beberapa spesifikasi pesawat, dengan berbagai karakteristik fisik lapangan terbang. Code bisa dibaca untuk elemen yang berhubungan
Laporan Tugas Akhir PERENCANAAN PERPANJANGAN LANDASAN PACU BANDAR UDARA AHMAD YANI SEMARANG
II-6
dengan karakteristik kemampuan pesawat terbang dan ukuran-ukuran pesawat terbang. Klasifikasi landasan pacu didasarkan pada amandemen ke-36 ICAO hasil konferensi ke IX yang mulai efektif berlaku sejak 23 Maret 1983 (ICAO, 1990), maka dibuat tabel Aerodrome Reference Code untuk menentukan kelas landasan pacu seperti pada Tabel 2.2 dan
Tabel 2.2
Aerodrome Reference Code (Kode Angka)
Kode Huruf A B C D E
Jarak Terluar Roda Pendaratan ( Outer Main Gear Wheel Span ) < 4.5 m 4.5 - 6 m 6-9m 9 - 14 m 9 - 14 m
Tabel 2.3
Aerodrome Reference Code (Kode Huruf)
Kode tersebut berupa kode huruf dan kode angka yang didapat dari ARFL, wing span, dan outer main gear wheel span masing-masing pesawat rencana.
Laporan Tugas Akhir PERENCANAAN PERPANJANGAN LANDASAN PACU BANDAR UDARA AHMAD YANI SEMARANG
II-7
2.4.
Laporan Tugas Akhir PERENCANAAN PERPANJANGAN LANDASAN PACU BANDAR UDARA AHMAD YANI SEMARANG
II-8
Landasan Bersilangan Landasan ini mempunyai dua atau tiga landasan dengan arah berlainan, berpotongan satu sama lain.
Landasan V Terbuka Landasan dengan arah divergen, tetapi tidak saling berpotongan.
Tabel 2.4
Lebar Minimal Perkerasan Struktural Berdasar Kode Landasan Pacu
b. Kemiringan Memanjang (Longitudinal Slope) Landasan Pacu Kemiringan memanjang landasan pacu telah ditentukan dengan standar ICAO seperti terlihat dalam Tabel 2.5 berikut :
Laporan Tugas Akhir PERENCANAAN PERPANJANGAN LANDASAN PACU BANDAR UDARA AHMAD YANI SEMARANG
II-9
Kriteria Kemiringan efektif maksimum Kemiringan memanjang maksimum Perubahan kemiringan memanjang maksimum Perubahan kemiringan per 30 m
Tabel 2.5
Kemiringan Memanjang Landasan Pacu Standar ICAO
c. Kemiringan Melintang (Transversal Slope) Landasan Pacu Untuk menjamin pengaliran air permukaan yang berada diatas landasan pacu, perlu kemiringan melintang dengan standar ICAO seperti terlihat dalam Tabel 2.6 berikut :
Kode Huruf Landasan Pacu A B C D E Kemiringan Melintang 2,0 % 2,0 % 1,5 % 1,5 % 1,5 %
Tabel 2.6
Standar ICAO dalam Kemiringan Melintang Landasan Pacu
2.4.4
a. Cara Grafik
Dalam menentukan kapasitas operasi dari runway melalui cara grafik adalah dengan berdasarkan grafik hubungan campuran
Laporan Tugas Akhir PERENCANAAN PERPANJANGAN LANDASAN PACU BANDAR UDARA AHMAD YANI SEMARANG
II-10
pesawat dengan konfigurasi landasan pacu. Langkah pertama adalah dengan menentukan Exit Rating. Cara menentukan Exit Rating dapat dengan cara grafik berdasarkan FAA. Melalui konfigurasi landasan pacu dan jenis exit taxiway, nilai exit rating dapat ditentukan. Nilai exit rating dapat didapat dari Grafik 2.1 berikut :
Grafik 2.1
Menentukan nilai Exit Rating berdasarkan FAA
Langkah kedua adalah dengan menentukan jenis campuran pesawat. Jenis campuran pesawat ditentukan berdasar pada kelas jenis pesawat masing-masing berdasarkan FAA. Penggolongan pesawat udara tersebut dapat dilihat dalam Tabel 2.7 berikut :
Kelas
Laporan Tugas Akhir PERENCANAAN PERPANJANGAN LANDASAN PACU BANDAR UDARA AHMAD YANI SEMARANG
II-11
A B
Boeing 707 , 747 , 720 ; Douglas DC-8, DC-10 ; Lockhead L-1011 Boeing 727 , 737 ; Douglas DC-9 ; BACI-11 ; semua pesawat penerbangan bermesin piston dan turboprop yang besar Pesawat terbang kecil yang digerakkan propeller untuk penerbangan seperti Fairchild F-27 dan pesawat jet bisnis Pesawat penerbangan umum yang digerakkan propeller bermesin ganda dan beberapa pesawat dengan mesin tunggal yang lebih besar Pesawat penerbangan umum yang digerakkan propeller bermesin tunggal
D E
Tabel 2.7
Penggolongan Pesawat Terbang untuk cara-cara Kapasitas Praktis
Dari nilai exit rating yang keluar dan campuran kelas pesawat yang didapatkan, maka kapasitas operasi per jam dari runway pada kondisi VFR (Visual Flight Rules) dan pada Kondisi IFR (Instrument Flight Rules) dapat ditentukan. Kapasitas per jam dapat dilihat pada Grafik 2.2 dan Grafik 2.3 berikut :
Laporan Tugas Akhir PERENCANAAN PERPANJANGAN LANDASAN PACU BANDAR UDARA AHMAD YANI SEMARANG
II-12
Grafik 2.2
Kapasitas per jam landas pacu tunggal dalam kondisi VFR untuk operasi-operasi campuran (FAA)
Laporan Tugas Akhir PERENCANAAN PERPANJANGAN LANDASAN PACU BANDAR UDARA AHMAD YANI SEMARANG
II-13
Grafik 2.3
Kapasitas per jam landas pacu tunggal, landasan pacu sejajar berjarak rapat dan landasan pacu V terbuka dalam kondisi IFR (FAA)
Karena campuran sebenarnya ini berbeda dari yang diberikan pada bagan kapasitas, maka harus digunakan grafik untuk mendapatkan campuran interpolasi. Grafik interpolasi tersebut dapat dilihat dengan Grafik 2.4 berikut :
Laporan Tugas Akhir PERENCANAAN PERPANJANGAN LANDASAN PACU BANDAR UDARA AHMAD YANI SEMARANG
II-14
Grafik 2.4
Interpolasi pesawat kelas C dengan pesawat kelas B Ekivalen (FAA)
b.
Laporan Tugas Akhir PERENCANAAN PERPANJANGAN LANDASAN PACU BANDAR UDARA AHMAD YANI SEMARANG
II-15
2.4.5
Laporan Tugas Akhir PERENCANAAN PERPANJANGAN LANDASAN PACU BANDAR UDARA AHMAD YANI SEMARANG
II-16
melakukan manuver pada landasan pacu dan waktu yang dihabiskan pesawat untuk melakukan manuver tanpa diganggu pesawat lain. Rumus-rumus yang digunakan :
ADF = ADI
D C
DDF = DDI
D C = Faktor Penundaan
Maka dari hasil ADF dan DDF melalui pemilihan faktor profil permintaan penundaan rata-rata pesawat (dalam satuan menit) dapat ditentukan.
2.4.6
Setelah tebal perkerasan diketahui, maka dapat dicari nilai PCN (Pavement Classification Number) dan ACN (Aircraft Classification Number).
Adalah harga yang menyatakan daya dukung perkerasan untuk operasi yang tidak terbatas. Faktor yang digunakan untuk menghitung nilai PCN adalah :
Laporan Tugas Akhir PERENCANAAN PERPANJANGAN LANDASAN PACU BANDAR UDARA AHMAD YANI SEMARANG
II-17
Tabel 2.8
Pengkodean Berdasarkan Tipe Perkerasan
Tabel 2.9
Pengkodean Berdasarkan Daya Dukung Subgrade
Tabel 2.10
Pengkodean Berdasarkan Tekanan Ban Maksimum Laporan Tugas Akhir PERENCANAAN PERPANJANGAN LANDASAN PACU BANDAR UDARA AHMAD YANI SEMARANG
II-18
Tabel 2.11
Pengkodean Berdasarkan Metode Evaluasi
Contoh : Misal, diketahui nilai PCN = 33, jenis perkerasan lentur, daya dukung sub grade rendah, tekanan ban maksimum dibatasi sampai 1 MPa, dan metode evaluasi yang digunakan adalah evaluasi teknis. Maka penulisan nilai PCN adalah : PCN 33 F/C/Y/T
Adalah suatu angka yang menyatakan batasan dari pesawat tertentu diatas perkerasan dengan spesifikasi standard subgrade. Nilai ACN dikeluarkan oleh pabrik pembuat pesawat. Nilai PCN maupun ACN sangat penting untuk mengetahui kinerja perkerasan terhadap pesawat yang beroperasi, metode ini disebut Metode PCN-ACN. ICAO telah merekomendasikan metode ini untuk dalam mengevaluasi kekuatan landas pacu terhadap pesawat yang beroperasi (Aerodrome Manual Design Part I, ICAO). Dalam perancangan perkerasan landasan pacu, baik flexible pavement maupun rigid pavement, nilai ACN tidak boleh melebihi nilai PCN yang ada, atau dengan kata lain PCN ACN.
Laporan Tugas Akhir PERENCANAAN PERPANJANGAN LANDASAN PACU BANDAR UDARA AHMAD YANI SEMARANG
II-19
Kadang-kadang material base coarse dan subbase perlu distabilisasi untuk mendapatkan lapisan yang lebih baik. Keuntungan lapisan yang distabilisasi, terutama pada perkerasan fleksibel, yaitu membagi tebal lapisan yang didapat dari grafik dengan faktor ekivalen seperti tercantum dalam Tabel 2.12 dan Tabel 2.13 berikut :
Nama Bahan Bituminous Surface Course Bituminous Base Course Cold Laid Bituminous Base Course Mixed In-Place Base Course Cement Treated Base Course Soil Cement Base Course Crushed Agregate Base Course Subbase Course
Faktor ekivalen 1,7 - 2,3 1,7 - 2,3 1,5 - 1,7 1,5 - 1,7 1,6 - 2,3 1,5 - 2,0 1,4 - 2,0 1,0
Tabel 2.12
Faktor Equivalent untuk Subbase yang distabilisasi
Nama Bahan Bituminous Surface Course Bituminous Base Course Cold Laid Bituminous Base Course Mixed In-Place Base Course
Faktor ekivalen 1,2 - 1,6 1,2 - 1,6 1,0 - 1,2 1,0 - 1,2
Tabel 2.13
Faktor Equivalent untuk Base Course yang distabilisasi Laporan Tugas Akhir PERENCANAAN PERPANJANGAN LANDASAN PACU BANDAR UDARA AHMAD YANI SEMARANG
II-20
2.4.8
Pemarkaan
berfungsi
membantu
penerbang
(pilot)
dalam
mengendalikan pesawat udara. Jenis-jenis pemarkaan tersebut adalah : Nomor landasan pacu (Runway Designation Marking) Ditempatkan di ujung landasan sebagai nomor pengenal landasan itu, terdiri dari dua angka, pada landasan sejajar harus dilengkapi dengan huruf L atau R atau C. Dua angka tadi merupakan angka persepuluhan terdekat dari utara magnetis dipandang dari arah approach ketika pesawat akan mendarat (Heru Basuki, 1990). Misal, landasan dengan azimuth magnetis 82 maka nomor landasan adalah
08, azimuth magnetis 86 nomor landasan 09. Nomor landasan ini
ditempatkan berlawanan dengan azimuthnya, landasan barat timur, diujung timur ditempatkan nomor landasan 27, sedang diujung barat dipasang nomor landasan 09. Pemarkaan sumbu landasan pacu (runway center line marking) Ditempatkan sepanjang sumbu landasan berawal dan berakhir pada nomor landasan, kecuali pada landasan yang bersilangan, landasan yang lebih dominan, sumbunya terus, yang kurang dominan sumbunya diputus. Markanya berupa garis putus-putus, panjang garis dan panjang pemutusan sama. Panjang strip bersama gapnya tidak boleh kurang dari 50 m, tidak boleh lebih dari 75 m. Panjang strip = panjang gap atau 30 m diambil yang terbesar. Lebar strip antara 0,3 m atau 0,9 m tergantung kelas landasan. Pemarkaan threshold (threshold marking) Ditempatkan diujung landasan sejauh 6 m dari tepi ujung landasan membujur dengan panjang minimum 30 m dan lebar 1,8 m. Hubungan Lebar landasan dan banyak strip dapat dilihat pada Tabel 2.14 berikut
Laporan Tugas Akhir PERENCANAAN PERPANJANGAN LANDASAN PACU BANDAR UDARA AHMAD YANI SEMARANG
II-21
Lebar landasan 18 m 23 m 30 m 45 m 60 m
Banyaknya Strip 4 6 8 12 16
Tabel 2.14
Hubungan lebar landasan dan banyak strip Threshhold Marking
Pemarkaan untuk jarak tetap ( fixed distance marking) Berbentuk empat persegi panjang, berwarna menyolok biasanya oranye. Ukurannya, panjang 45 m 60 m, lebar 6 m 10 m terletak simetris kanan kiri sumbu landasan. Marka ini yang terujung berjarak 300 m dari threshold.
Pemarkaan zona touchdown (touchdown zone marking) Dipasang pada landasan dengan approach presisi, tapi bias juga dipasang pada landasan non presisi atau landasan non instrumen yang lebar landasannya lebih dari 23 m. Terdiri dari pasangan-pasangan berbentuk segi empat di kanan kiri sumbu landasan dengan lebar 3 m dan panjang 22,5 m untuk strip-strip tunggal, untuk strip ganda ukuran 22,5 m x 1,8 m dengan jarak 1,5 m. Jarak satu sama lain 150 m diawali dari threshold, banyaknya tergantung panjang landasan. Hubungan panjang landasan dan banyaknya pasangan marka dapat dilihat pada Tabel 2.15 berikut :
Laporan Tugas Akhir PERENCANAAN PERPANJANGAN LANDASAN PACU BANDAR UDARA AHMAD YANI SEMARANG
II-22
Panjang Landasan < 90 m 900 m - 1200 m 1200 m - 1500 m 1500 m - 2100 m > 2100 m
Banyaknya Pasangan 1 2 3 4 6
Tabel 2.15
Hubungan panjang landasan dan banyaknya pasangan marka
Pemarkaan tepi landasan pacu (runway side stripe marking) Merupakan garis lurus di tepi landasan, memanjang sepanjang landasan dengan lebar strip 0,9 m bagi landasan yang lebarnya > 30 m dan lebar strip 0,45 m bagi landasan yang lebarnya < 30 m. Marka ini berfungsi sebagai batas landasan terutama apabila warna landasan hampir sama dengan warna shoulder-nya. Bentuk, warna, dan ukuran tiap-tiap pemarkaan landasan pacu
ditentukan berdasarkan pada klasifikasi landasan pacu yang ditentukan oleh ICAO (ICAO, 1998).
2.5
Perkiraan Volume Lalu Lintas Udara 2.5.1 Peramalan Tingkat Pertumbuhan Penumpang
Rancangan induk lapangan terbang dikembangkan berdasarkan kepada ramalan dan permintaan, yang dibagikan dalam ramalan jangka pendek sekitar 5 tahun, menengah 10 tahun, dan panjang 20 tahun. Analisa penumpang merupakan peninjauan tingkat demand yang berpengaruh langsung terhadap kondisi eksisting suatu bandara. Melalui
Laporan Tugas Akhir PERENCANAAN PERPANJANGAN LANDASAN PACU BANDAR UDARA AHMAD YANI SEMARANG
II-23
perhitungan korelasi antara pertumbuhan jumlah penumpang, faktor ekonomi, sosial budaya, maka jumlah penumpang rencana dapat diestimasi. Menurut Horonjeff, jangka ramalan makin jauh, ketepatan dan ketelitiannya menyusut, sehingga perlu disadari bahwa ramalan jangka panjang 20 tahun hanyalah pendekatan (Horonjeff, 1993).
Metode yang dipakai dalam peramalan terhadap tingkat permintaan penumpang adalah dengan menggunakan analisa regresi. Suatu ubahan dapat dilukiskan dalam suatu garis yang disebut garis regresi. Garis regresi mungkin linear mungkin juga lengkung. Suatu garis regresi dapat dinyatakan dalam persamaan matematik yang disebut persamaan regresi. Metode yang digunakan dalam prakiraan ada beberapa antara lain : a. Ekstrapolasi Linier Sederhana Digunakan untuk pola permintaan yang menunjukkan suatu hubungan linier historis dengan suatu peubah waktu. Persamaannya adalah sbb : Y = a + bx ditaksir dari sampel {(Xi,Yi) ; I = 1,2,3,,n} Penaksiran parameter a dan b garis regresi :
b=
n XiYi ( Xi ) ( Yi) n Xi Yi 2
2
a = Y bX
Laporan Tugas Akhir PERENCANAAN PERPANJANGAN LANDASAN PACU BANDAR UDARA AHMAD YANI SEMARANG
II-24
Y = a + bX
50 40 30 20 10 0 0 20 40 60 80 100
Grafik 2.5
Kecenderungan Siklus Yang Meningkat
x1 y = X 1Y
2 2
( X 1 )( Y ) n
2
x1 y 2 = X 1
2
( X 1 ) 2 n ( X 2 ) 2 n
X Y ( X )( Y ) x y = x y n
2
= X2
2
Y
n
X1 =
X
n
X2 =
X
n
Dimana :
b0 = Y b1X1 b2X2
b1 =
( x2 ) 2 ( X 1Y ) 2 ( X 1 X 2 )( X 2Y ) ( X 1 ) 2 ( X 2 ) 2 ( X 1 X 2 ) 2
b2 =
( X 1 ) 2 ( X 2Y ) 2 ( X 1 X 2 ))( X 1Y ) ( X 1 ) 2 ( X 2 ) 2 ( X 1 X 2 ) 2
Laporan Tugas Akhir PERENCANAAN PERPANJANGAN LANDASAN PACU BANDAR UDARA AHMAD YANI SEMARANG
II-25
c. Korelasi Korelasi membahas tentang hubungan antara variabel variabel yang terdapat dalam regresi, sehingga kedua analisis ini saling terkait satu dengan lainnya. Koefisien korelasi merupakan ukuran untuk mengetahui derajat hubungan pada data kuantitatif. Secara umum, pengamatan yang terdiri dari dua variabel X dan Y. Misal persamaan regresi Y = f(X) tidak perlu linear. Jika linear Y = a + bX. Apabila Y menyatakan rata rata untuk data variabel Y, maka kita dapat membentuk jumlah kuadrat total, JK tot = (Yi - Y)2 dan jumlah kuadrat residu, JK res = (Yi Y)2 dengan menggunakan harga Yi yang didapat dari regresi Y = f(X). Besaran yang ditentukan oleh rumus : I= Atau I=
JKtot JKres JKtot
(Y
Y ) (Yi Y )
2
(Y
Y)
I dinamakan indeks determinasi yang mengukur derajat hubungan antara variabel X dan Y, apabila X dan Y terdapat hubungan regresi berbentuk Y=f(X). Sifat dari indeks determinasi ini adalah jika letak titik titik diagram pancar makin dekat dengan garis regresi maka harga I akan semakin mendekati satu. sebaliknya, jika titik titik itu menjauh dari garis regresi, maka harga I mendekati harga nol. Sehingga harga I antara 0 hingga 1.
Laporan Tugas Akhir PERENCANAAN PERPANJANGAN LANDASAN PACU BANDAR UDARA AHMAD YANI SEMARANG
II-26
Jika sekumpulan data yang garis regresinya berbentuk linear maka derajat hubungannya akan dinyatakan dengan r yang disebut koefisien korelasi. Sehingga I = r2 dan diperoleh :
r =
(Y
) (Y (Y Y )
2 2 i
Y)
Berlaku untuk 0 r2 1 sehingga untuk koefisien korelasi terdapat hubungan -1 r2 +1. Harga korelasi negatif satu menunjukkan bahwa hubungan antara X dan Y adalah linear sempurna tidak langsung, artinya titik titik yang dihasilkan oleh (Xi,Yi) berada pada garis regresi seluruhnya, tetapi harga Y besar berpasangan dengan harga X kecil dan sebaliknya. Sedangkan harga korelasi positif satu menunjukkan adanya hubungan linear sempurna langsung antara X dan Y. Pada garis regresi Y besar berpasangan dengan X besar dan Y kecil dengan X kecil. r = 0 berarti tidak ada hubungan linear antara variabel variabel X dan Y. Perhitungan koefisien korelasi berdasarkan sekumpulan data (Xi,Yi) berukuran n dapat digunakan rumus :
n X i Y ( X i )( Yi )
2 i 2
r=
(n X
( X i ) n Yi 2 ( Yi )
)(
Laporan Tugas Akhir PERENCANAAN PERPANJANGAN LANDASAN PACU BANDAR UDARA AHMAD YANI SEMARANG
II-27
r 0 0.10 0.20 0.21 0.40 0.41 0.60 0.61 0.80 0.81 0.99 1
Tabel 2.16
Intepretasi Tidak berkorelasi Sangat rendah Rendah Agak rendah Cukup Tinggi Sangat tinggi
Koefisien Korelasi
d. Ekstrapolasi Eksponensial Dipergunakan untuk keadaan dimana variabel yang tergantung pada yang lain, memperlihatkan suatu laju pertumbuhan yang konstan terhadap waktu. Gejala ini sering terjadi dalam dunia penerbangan untuk proyeksiproyeksi tingkat kegiatan yang telah memperlihatkan kecenderungankecenderungan jangka panjang meningkat atau menurun dengan suatu persentase tahunan rata-rata. Hal ini dapat dihitung dengan rumus dasar : Y = ab CX
Laporan Tugas Akhir PERENCANAAN PERPANJANGAN LANDASAN PACU BANDAR UDARA AHMAD YANI SEMARANG
II-28
200
150
100
50
Grafik 2.6
Kurva Kecenderungan Eksponensial
2.6 Perkerasan
Perkerasan merupakan suatu struktur yang terdiri dari beberapa lapisan yaitu kombinasi dari surface, base course dengan beberapa kekerasan dan daya dukung yang berbeda. Struktur tersebut disusun sedemikian rupa diatas sub
Merupakan perkerasan yang terbuat dari campuran aspal dan sgregat yang terdiri dari surface, base course dan sub base course. Lapisan tersebut digelar diatas lapisan tanah asli yang telah dipadatkan.
b. Perkerasan Kaku (Rigid pavement)
Merupakan struktur perkerasan yang terbuat dari campuran semen dan agregat, terdiri dari slab-slab beton dengan ketebalan tertentu, dibawah
Laporan Tugas Akhir PERENCANAAN PERPANJANGAN LANDASAN PACU BANDAR UDARA AHMAD YANI SEMARANG
II-29
lapisan beton adalah sub base course yang telah dipadatkan dan ditunjang oleh lapisan grade (tanah asli).
2.6.1.
Beberapa metode yang dipergunakan dalam perencanaan perkerasan landasan pacu, diantaranya adalah :
Menentukan pesawat rencana. Penentuan didasarkan pada harga MTOW terbesar yang dimiliki pesawat terbang yang akan dipergunakan pada landasan yang direncanakan. Penentuan pesawat rencana dipergunakan untuk mendapatkan data-data mengenai harga MTOW (Maximum Take Off Weight), data tentang spesifikasi roda pendaratan, seperti : beban satu roda
Laporan Tugas Akhir PERENCANAAN PERPANJANGAN LANDASAN PACU BANDAR UDARA AHMAD YANI SEMARANG
II-30
(Pk), tekanan roda (pk), luas kontak area (A), jari-jari kontak (r) dan panjang jarak antar roda (p).
Menentukan harga ESWL (Equivalent Single Wheel Load) Untuk dapat mencari harga ESWL, dicari telebih dahulu harga pengimbang, dengan menggunakan rumus :
r= A
Dimana, r = Radius bidang kontak (inchi) Dengan memasukkan harga pengimbang pada kedalaman yang tertentu dalam Grafik 2.7 diperoleh nilai faktor lenturan.
DEPTH
Sumber : Perencanaan dan Perancangan Bandar Udara ( Horonjeff,1998 )
Grafik 2.7
Faktor Lenturan Laporan Tugas Akhir PERENCANAAN PERPANJANGAN LANDASAN PACU BANDAR UDARA AHMAD YANI SEMARANG
II-31
Nilai faktor lenturan pada masing-masing posisi spesifikasi roda pendaratan dicari yang mempunyai harga tertinggi, baik untuk roda tunggal maupun roda ganda. Dari hasil tersebut, diperoleh rasio beban tunggal terhadap keseluruhan roda dalam susunan. (lihat persamaan dibawah ini)
Ps Fd = Pd Fs
Dimana, Ps = Rasio ESWL roda tunggal Pd = Rasio ESWL roda ganda Fd = Faktor lenturan roda ganda Fs = Faktor lenturan roda tunggal Harga rasio beban tunggal terhadap keseluruhan roda dalam susunan dikalikan dengan harga beban total pesawat terbang pada susunan roda, diperoleh harga ESWL pesawat terbang.
Menentukan CBR Subgrade, Subbase Course dan Base Course. Penentuan harga CBR pada masing-masing lapisan perkerasan ini, dimaksudkan untuk dapat menentukan tebal masing-masing lapisan yang akan dihitung.
Menentukan jumlah Pergerakan Pesawat (Annual Departure). Penentuan jumlah Pergerakan Pesawat yang ada di bandara
(Annual Departure), dimaksudkan untuk dapat memperoleh harga
faktor perulangan i dari Grafik 2.8 dengan mengetahui jumlah roda pesawat rencana.
Menghitung total tebal perkerasan masing-masing lapisan. Dengan menggunakan rumus dari Corp of Engineers :
t = i ESWL A 8,1(CBR )
Laporan Tugas Akhir PERENCANAAN PERPANJANGAN LANDASAN PACU BANDAR UDARA AHMAD YANI SEMARANG
II-32
Dimana, t
= Tebal total perkerasan (inchi; cm) = Harga faktor perulangan (diperoleh dengan menggunakan Grafik 2.8)
ESWL = Equivalent Single Wheel Load (diperoleh dengan cara seperti diatas) A = Luas kontak area (inchi; cm)
Grafik 2.8
Faktor Pengulangan Beban
Dengan memasukkan harga CBR untuk masing-masing lapisan perkerasan, maka harga ketebalan untuk masing-masing bagian perkerasan (Subbase Course, Base Course dan Surface Course) dapat diketahui harganya.
Laporan Tugas Akhir PERENCANAAN PERPANJANGAN LANDASAN PACU BANDAR UDARA AHMAD YANI SEMARANG
II-33
Laporan Tugas Akhir PERENCANAAN PERPANJANGAN LANDASAN PACU BANDAR UDARA AHMAD YANI SEMARANG
II-34
Konversi dari
Ke
Faktor Pengali
Single Wheel Single Wheel Dual Wheel Dual Tandem Dual Tandem Dual tandem Dual Wheel Double Dual Tandem
Dual Wheel Dual Tandem Dual Tandem Dual Tandem Single Wheel Dual Wheel Single Wheel Dual Tandem
Tabel 2.17
Konversi Type Roda Pesawat
Menghitung Equivalent Annual Departure. Equivalent Annual Departure terhadap pesawat rencana dihitung dengan rumus : W LogR1 = ( LogR2 ) * ( 2 ) 2 W1 Dimana, R1 = Equivalent annual departure pesawat rencana R2 = Equivalent Annual Departure, jumlah annual departure dari semua pesawat yang dikonversikan ke pesawat rencana menurut type pendaratannya. = Annual Departure * Faktor konversi (Tabel 2.17) W2 = Beban Roda Pesawat Rencana
Laporan Tugas Akhir PERENCANAAN PERPANJANGAN LANDASAN PACU BANDAR UDARA AHMAD YANI SEMARANG
1
II-35
Annual Departure terbatas hanya sampai 25.000 per tahun. Untuk tingkat Annual Departure yang lebih besar dari 25.000, tebal perkerasan totalnya harus ditambah menurut Tabel 2.18
% Tebal Departure 25.000
104 108 110 112
Annual Departure
50.000 100.000 150.000 200.000
Tabel 2.18
Perkerasan Bagi Tingkat Departure > 25.000
Berat pesawat dianggap 95% ditumpu oleh roda pesawat utama (main gear) dan 5% oleh nose wheel. FAA hanya menghitung berdasarkan annual departure, karena pendaratan diperhitungkan beratnya lebih kecil dibanding waktu take off. Menghitung tebal perkerasan total. Tebal perkerasan total dihitung dengan memplotkan data CBR subgrade yang diperoleh dari FAA, Advisory Circular 150/5335-5, MTOW ( Maximum Take Off Weight ) pesawat rencana, dan nilai Equivalent Annual Departure ke dalam Grafik 2.9
Laporan Tugas Akhir PERENCANAAN PERPANJANGAN LANDASAN PACU BANDAR UDARA AHMAD YANI SEMARANG
II-36
Grafik 2.9
Penentuan Tebal Perkerasan untuk Dual Wheel
Menghitung tebal perkerasan Subbase. Dengan nilai CBR subbase yang ditentukan, MTOW, dan Equivalent Annual Departure maka dari grafik yang sama didapat harga yang merupakan tebal lapisan diatas subbase, yaitu lapisan
Laporan Tugas Akhir PERENCANAAN PERPANJANGAN LANDASAN PACU BANDAR UDARA AHMAD YANI SEMARANG
II-37
surface dan lapisan base. Maka, tebal subbase sama dengan tebal perkerasan total dikurangi tebal lapisan diatas subbase. Menghitung tebal perkerasan permukaan ( surface ) Tebal surface langsung dilihat dari Grafik 2.10 yang berupa tebal surface untuk daerah kritis dan non kritis.
Grafik 2.10
Penentuan Tebal Base Course Minimum Laporan Tugas Akhir PERENCANAAN PERPANJANGAN LANDASAN PACU BANDAR UDARA AHMAD YANI SEMARANG
II-38
Menghitung tebal perkerasan Base Coarse. Tebal Base Coarse sama dengan tebal lapisan diatas Subbase Course dikurangi tebal lapisan permukaan (Surface Course). Hasil ini harus dicek dengan membandingkannya terhadap tebal Base Coarse minimum dari grafik. Apabila tebal Base Coarse minimum lebih besar dari tebal Base Coarse hasil perhitungan, maka selisihnya diambil dari lapisan Subbase Course, sehingga tebal Subbase Course-pun berubahMetode ini adalah metode yang paling umum digunakan dalam perencanaan lapangan terbang. Dikembangkan oleh badan penerbangan federal Amerika. Jenis dan kekuatan tanah dasar (subgrade) sangat mempengaruhi analisa perhitungan.
II-39
Dimana, MTOW = Maximum Take Off Weight n = Jumlah roda pesawat main gear 2. Tentukan harga LCN (Load Classification Number) Dengan harga ESWL dan tekanan roda pesawat rencana yang sudah diketahui, diplotkan pada Grafik 2.11, sehingga didapat harga LCN.
LCN E S W L
TEKANAN RODA
Grafik 2.11
Hubungan Tekanan Roda dan ESWL Laporan Tugas Akhir PERENCANAAN PERPANJANGAN LANDASAN PACU BANDAR UDARA AHMAD YANI SEMARANG
II-40
3. Hitung tebal perkerasan total. Ketebalan total pekerasan dapat diketahui dengan memplotkan harga LCN pesawat rencana dan nilai CBR Subgrade pada Grafik
Grafik 2.12
Kurva Perencanaan Perkerasan Lentur Landasan Laporan Tugas Akhir PERENCANAAN PERPANJANGAN LANDASAN PACU BANDAR UDARA AHMAD YANI SEMARANG
II-41
2.7
Grafik 2.13
Kurva Pengecekan Perkerasan Lentur Landasan
Laporan Tugas Akhir PERENCANAAN PERPANJANGAN LANDASAN PACU BANDAR UDARA AHMAD YANI SEMARANG
II-42
CBR
FAA
Tabel 2.19
Perbandingan Klasifikasi Tanah Subgrade CBR-FAA
Langkah-langkah pengecekan adalah sbb : Cek harga tebal total perkerasan : 1. 2. 3. Masukkan harga MTOW pesawat pada Grafik 2.13. arah sumbu vertikal Tarik garis arah horisontal dari langkah 1, sampai memotong garis miring harga klasifikasi tanah subgrade FAA Tarik garis arah vertikal dari langkah 2, sampai memotong harga tebal total perkerasan. Cek harga tebal lapisan base course : 1. 2. 3. Masukkan harga MTOW pesawat pada Grafik 2.13. arah sumbu vertikal Tarik garis arah horisontal dari langkah 1, sampai memotong garis miring harga klasifikasi tanah subgrade FAA Tarik garis sejajar dengan garis putus-putus, sampai memotong harga tebal lapisan base course. Cek harga tebal lapisan surface course : 1. 2. Tetapkan harga ketebalan surface course,untuk daerah kritis minimal 4 inchi dan daerah non kritis 3 inchi. Cek tebal lapisan subbase course = Tebal Total Perkerasan Tebal Lapisan base course Tebal Lapisan surface course.
Laporan Tugas Akhir PERENCANAAN PERPANJANGAN LANDASAN PACU BANDAR UDARA AHMAD YANI SEMARANG
II-43
Laporan Tugas Akhir PERENCANAAN PERPANJANGAN LANDASAN PACU BANDAR UDARA AHMAD YANI SEMARANG
II-44
2.8.2
3,64 x(1,1 C ) x L 0
3
S0
II-45
Debit Limpasan Untuk menghitung debit limpasan air hujan digunakan rumus: Q = Cgab . Cs . I . A Dimana : Q Cs = Debit air hujan (m3/detik) = Koefisien Tanah = I A 2tc 2tc + td Cgab = Koefisien Run Off
Kapasitas Saluran Debit aliran suatu saluran dinyatakan sebagai hasil perkalian dari kecepatan aliran dan luas penampang, yang dinyatakan dalam persamaan Manning. Persamaannya : Q = V . A Dengan : V= dan R= A P V = Kecepatan aliran di saluran (m/detik) A = Luas penampang basah (m2) P = Keliling basah saluran (m) S = Kemiringan dasar saluran n = Koefisien kekasaran Manning 1 2 3 12 R S n
Laporan Tugas Akhir PERENCANAAN PERPANJANGAN LANDASAN PACU BANDAR UDARA AHMAD YANI SEMARANG
II-46
Bila Q kapasitas saluran > Q yang mengalir, maka dimensi saluran sudah memenuhi.
2.8.3
Dalam perencanaan drainase diperlukan studi pustaka, untuk mengetahui dasardasar teori yang akan digunakan. Faktorfaktor hidrologi yang berpengaruh dalam perencanaan saluran drainase adalah curah hujan dan intensitas curah hujan. Curah hujan pada suatu daerah dataran merupakan salah satu faktor yang menentukan besarnya debit limpasan air hujan yang akan terjadi pada suatu dataran rendah atau yang menerimanya. Semakin besar curah hujan yang terjadi pada suatu daerah dataran semakin besar pula limpasan air hujan yang akan diterima daerah dataran tersebut. Begitupun sebaliknya, semakin kecil curah hujan yang terjadi pada suatu daerah dataran semakin kecil pula limpasan air hujan yang akan terjadi.
2.8.4
Ada tiga macam metode yang umum dipakai untuk mengetahui besarnya curah hujan rata-rata pada suatu DAS, yaitu sebagai berikut : a. Metode Rata Rata Aljabar Cara menghitung rata-rata aritmatis (arithmetic mean) adalah cara yang paling sederhana. Metode rata-rata hitung dengan menjumlahkan curah hujan dari semua tempat pengukuran selama satu periode tertentu dan membaginya dengan banyaknya tempat
Laporan Tugas Akhir PERENCANAAN PERPANJANGAN LANDASAN PACU BANDAR UDARA AHMAD YANI SEMARANG
II-47
R1, R2.....Rn = besarnya curah hujan masing-masing pos (mm) n = banyaknya pos hujan
Gambar 2.1
Sketsa stasiun curah hujan cara rata-rata hitung
Metode rata rata aljabar dipilih dengan pertimbangan jumlah pos penakaran hujan terbatas atau cukup (lebih dari satu), untuk luas DAS kecil (<500 km2), topografi bisa berupa pegunungan. b. Metode Poligon Thiessen Cara ini dikenal juga sebagai metode rata rata timbang (weighted). Cara ini memberikan proporsi luasan daerah pengaruh pos penakar hujan untuk mengakomodasi ketidakseragaman jarak. Daerah pengaruh dibentuk dengan menggambarkan garis garis
Laporan Tugas Akhir PERENCANAAN PERPANJANGAN LANDASAN PACU BANDAR UDARA AHMAD YANI SEMARANG
II-48
sumbu tegak lurus terhadap garis penghubung antara dua pos penakar terdekat.
R=
di mana :
A2
A1
An
A3
Gambar 2.2
Pembagian daerah dengan cara Thiessen
Metode Poligon Thiesen dipilih dengan pertimbangan jumlah pos penakaran hujan terbatas atau cukup (lebih dari satu), untuk luas DAS sedang antara 500 s/d 5000 km2, topografi bisa berupa dataran.
Laporan Tugas Akhir PERENCANAAN PERPANJANGAN LANDASAN PACU BANDAR UDARA AHMAD YANI SEMARANG
II-49
c. Metode Isohyet Cara ini merupakan metode yang akurat untuk menentukan hujan rata rata namun diperlukan keahlian dan pengalaman. Cara ini memperhitungkan secara aktual pengaruh tiap tiap stasiun hujan.
__
R + R3 R + Rn R + R2 A1 1 + ....... + An 1 n 1 + A2 2 2 2 2 R= A1 + A2 + ....... + An 1
R=
__
A
i =1
n 1
Rn 1 + Rn 2
n n 1
A
i =1
R1, R2.....Rn = curah hujan rata rata antar isohyet (mm) A1, A2......An = luas areal antar isohyet (km2)
1 3 4 2
Gambar 2.3
Pembagian daerah cara garis Ishohyet
Laporan Tugas Akhir PERENCANAAN PERPANJANGAN LANDASAN PACU BANDAR UDARA AHMAD YANI SEMARANG
II-50
Metode Ishoyet dipilih dengan pertimbangan jumlah pos penakaran hujan yang cukup, untuk luas DAS besar > 5000 km2, topografi bisa berupa berbukit dan tidak beraturan.
2.8.5
Dalam pemilihan metode yang akan digunakan dapat ditentukan dengan mempertimbangkan beberapa faktor berikut : a. Jaring jaring pos penakar hujan
Metode Isohyet, Thiessen atau Rata rata Aljabar Metode Rata rata Aljabar atau Thiessen Metode hujan titik
Jumlah pos penakar hujan cukup Jumlah pos penakar hujan terbatas Pos penakar hujan tunggal
b.
DAS besar ( >5000 km2 ) DAS sedang ( 500 s/d 5000 km ) DAS kecil ( <500 km2 )
c.
Pegunungan Dataran
Laporan Tugas Akhir PERENCANAAN PERPANJANGAN LANDASAN PACU BANDAR UDARA AHMAD YANI SEMARANG
II-51
2.8.6
Curah hujan rencana ditujukan untuk mengetahui besarnya curah hujan maksimum dalam periode ulang tertentu untuk merencanakan debit banjir rencana. Dalam ilmu statistik dikenal beberapa distribusi frekuensi dan empat jenis distribusi yang banyak digunakan dalam bidang hidrologi untuk menentukan curah hujan rencana, yaitu : a. Distribusi Normal (Distribusi Gauss) = + * S di mana : XT
__
__
= =
KT
faktor frekuensi, merupakan fungsi dari peluang atau periode ulang dan tipe model matematik distribusi peluang yang digunakan untuk analisis peluang
Laporan Tugas Akhir PERENCANAAN PERPANJANGAN LANDASAN PACU BANDAR UDARA AHMAD YANI SEMARANG
II-52
Peluang
0,999 0,995 0,990 0,950 0,900 0,800 0,750 0,700 0,600 0,500 0,400 0,300 0,250 0,200 0,100 0,050 0,020 0,010 0,005 0,002 0,001
KT
-3,05 -2,58 -2,33 -1,64 -1,28 -0,84 -0,67 -0,52 -0,25 0,00 0,25 0,52 0,67 0,84 1,28 1,64 2,05 2,33 2,58 2,88 3,09
Tabel 2.20
Nilai faktor frekuensi KT dalam Nilai Variabel Gauss
log = log + * S di mana : XT = curah hujan rencana dalam periode ulang T tahun (mm)
Laporan Tugas Akhir PERENCANAAN PERPANJANGAN LANDASAN PACU BANDAR UDARA AHMAD YANI SEMARANG
__
II-53
KT
__
= =
curah hujan rata-rata hasil pengamatan (mm) faktor frekuensi, merupakan fungsi dari peluang atau periode ulang dan tipe model matematik distribusi peluang yang digunakan untuk analisis peluang (tabel Nilai faktor frekuensi KT dalam Nilai Variabel Gauss )
= =
variabel
standar
untuk
yang
besarnya
Laporan Tugas Akhir PERENCANAAN PERPANJANGAN LANDASAN PACU BANDAR UDARA AHMAD YANI SEMARANG
II-54
koefisien kemencengan
n __ n log i log i =1 (n 1)(n 2)s 3 3
Interval kejadian (Recurrence interval), tahun (periode ulang) 1,0101 Koef. G 1,2500 2 5 10 25 50 100
50
-0,396 -0,384 -0,368 -0,351 -0,330 -0,307 -0,282 -0,254 -0,225 -0,195 -0,164 -0,132 -0,099 -0,066 -0,033 0,000 0,033 0,066 0,099 0,132 0,164
20
0,420 0,469 0,490 0,537 0,574 0,609 0,643 0,675 0,705 0,732 0,758 0,780 0,800 0,816 0,830 0,842 0,850 0,855 0,857 0,856 0,852
10
1,.180 1,.210 1,238 1,262 1,284 1,302 1,318 1,329 1,337 1,340 1,340 1,336 1,328 1,317 1,301 1,282 1,258 1,231 1,200 1,166 1,128
4
2,278 2,275 2,267 2,256 2,240 2,219 2,193 2,163 2,128 2,087 2,043 1,993 1,939 1,880 1,818 1,751 1,680 1,606 1,528 1,448 1,366
2
3,152 3,114 3,071 3,023 2,970 2,192 2,848 2,780 2,706 2,626 2,542 2,453 2,359 2,261 2,159 2,051 1,945 1,834 1,720 1,606 1,492
1
4,051 3,973 3,889 3,800 3,705 3,605 3,499 2,388 2,271 2,149 3,022 2,891 2,755 2,615 2,472 2,326 2,178 2,029 1,880 1,733 1,588
3,0 2,8 2,6 2,4 2,2 2,0 1,8 1,6 1,4 1,2 1,0 0,8 0,6 0,4 0,2 0,0 -0,2 -0.4 -0,6 -0,8 -1,0
.
-0,667 -0,714 -0,769 -0,832 -0,905 -0,990 -1,087 -1,197 -1,318 -1,449 -1,588 -1,733 -1,880 -2,029 -2,178 -2,326 -2,472 -2,615 -2,755 -2,891 -3,022
Laporan Tugas Akhir PERENCANAAN PERPANJANGAN LANDASAN PACU BANDAR UDARA AHMAD YANI SEMARANG
II-55
Interval kejadian (Recurrence interval), tahun (periode ulang) 1,0101 Koef. G 1,2500 2 5 10 25 50 100
50
0,195 0,225 0,254 0,282 0,307 0,330 0,351 0,368 0,384 0,396
20
0,844 0,832 0,817 0,799 0,777 0,752 0,725 0,696 0,666 0,636
10
1,086 1,041 0,994 0,945 0,895 0,844 0,795 0,747 0,702 0,606
4
1,282 1,198 1,116 1,035 0,959 0,888 0,823 0,764 0,712 0,666
2
1,379 1,270 1,166 1,069 0,980 0,900 0,830 0,768 0,714 0,666
1
1,449 1,318 1,197 1,087 0,990 0,905 0,832 0,769 0,714 0,667
-1,2 -1,4 -1,6 -1,8 -2,0 -2,2 -2,4 -2,6 -2,8 -3,0
-2,149 -2,271 -2,388 -3,499 -3,605 -3,705 -3,800 -3,889 -3,973 -4,051
Tabel 2.21
Nilai k untuk distribusi Log Pearson III
d. Distribusi Gumbel
__ r n = + S n
*S
di mana : XT
__
II-56
r
Yn Sn
1 ln ln r r reduced mean yang tergantung dari banyaknya jumlah data (n) reduced standard deviation, adalah fungsi dari banyaknya data (n)
= =
N 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
0
0,4952 0,5236 0,5363 0,5463 0,5485 0,5521 0,5548 0,5569 0,5586 0,5600
1
0,4996 0,5252 0,5371 0,5442 0,5489 0,5524 0,5550 0,5570 0,5587 0,5602
2
0,5035 0,5268 0,5380 0,5448 0,5493 0,5527 0,5552 0,5572 0,5589 0,5603
3
0,5070 0,5283 0,5388 0,5453 0,5497 0,5530 0,5555 0,5574 0,5591 0,5604
4
0,5100 0,5296 0,5396 0,5458 0,5501 0,5533 0,5557 0,5576 0,5592 0,5606
5
0,5128 0,5300 0,5400 0,5468 0,5504 0,5535 0,5559 0,5578 0,5593 0,5607
6
0,5157 0,5820 0,5410 0,5468 0,5508 0,5538 0,5561 0,5580 0,5595 0,5608
7
0,5181 0,5882 0,5418 0,5473 0,5511 0,5540 0,5563 0,5581 0,5596 0,5609
8
0,5202 0,5343 0,5424 0,5477 0,5515 0,5543 0,5565 0,5583 0,8898 0,5610
9
0,5220 0,5353 0,5430 0,5481 0,5518 0,5545 0,5567 0,5585 0,5599 0,5611
Tabel 2.22
Reduced Mean (Yn) Laporan Tugas Akhir PERENCANAAN PERPANJANGAN LANDASAN PACU BANDAR UDARA AHMAD YANI SEMARANG
II-57
Periode Ulang
2 5 10 20 25 50 75 100 200 250 500 1000 5000 10000
Reduced Variate
0,3668 1,5004 2,2510 2,9709 3,1993 3,9028 4,3117 4,6012 5,2969 5,5206 6,2149 6,9087 8,5188 9,2121
Tabel 2.23
Reduced Variate ( r ) N 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 0
0,9496 1,0628 1,1124 1,1413 1,1607 1,1747 1,1854 1,1938 1,2007 1,2065
1
0,9676 1,0696 1,1159 1,1436 1,1623 1,1759 1,1863 1,1945 1,2013 1,2069
2
0,9833 1,0754 1,1193 1,1458 1,1638 1,1770 1,1873 1,1953 1,2026 1,2073
3
0,9971 1,0811 1,2260 1,1480 1,1658 1,1782 1,1881 1,1959 1,2032 1,2077
4
1,0095 1,0864 1,1255 1,1499 1,1667 1,1793 1,1890 1,1967 1,2038 1,2081
5
1,0206 1,0915 1,1285 1,1519 1,1681 1,1803 1,1898 1,1973 1,2044 1,2084
6
1,0316 1,0961 1,1313 1,1538 1,1696 1,1814 1,1906 1,1980 1,2046 1,2087
7
1,0411 1,1004 1,1339 1,1557 1,1708 1,1824 1,1915 1,1987 1,2049 1,2090
8
1,0493 1,1047 1,1363 1,1574 1,1721 1,1834 1,1923 1,1994 1,2055 1,2093
9
1,0565 1,1080 1,1388 1,1590 1,1734 1,1844 1,1930 1,2001 1,2060 1,2096
Tabel 2.5