Anda di halaman 1dari 14

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Komponen Bandar Udara


Bandar udara adalah suatu tempat di darat, di laut atau di air dimana pesawat
udara dapat mendarat menurunkan atau mengangkut penumpang da barang, perbaikan
dan pemeliharaan juga pengiriman bahan bakar dan kegiatan lainnya. Fungsi utama
sebuah Bandar Udara sama halnya seperti sebuah terminal dimana dalam hal ini
melayani penumpang pesawat udara, sebagai tempat pemberhentian, pemberangkatan,
atapun sekedar persinggahan pesawat udara (transit). Menurut Peraturan Direktorat
Jenderal Perhubungan Udara melalui SKEP/77/VI/2005, fasilitas pokok bandar udara
yaitu sebagai berikut:
1. Fasilitas sisi udara (airside facility) antara lain:
a. Landasan pacu (runway) dan marka landasan pacu, bagian memanjang
dari sisi udara bandara yang disiapkan untuk lepas landas dan tempat
mendarat pesawat terbang.
b. Penghubung landasan pacu (taxiway), merupakan bagian sisi udara dari
bandara yang dipergunakan pesawat untuk berpindah (taxi) dari runway
ke apron atau sebaliknya.
c. Pelataran parkir pesawat udara (apron), adalah bagian bandara yang
dipergunakan oleh pesawat terbang untuk parkir, menunggu, mengisi
bahan bakar, mengangkut dan membongkar muat barang dan
penumpang. Perkerasannya dibangun berdampingan dengan terminal
building.
d. Holding apron, yaitu bagian dari bandara yang berada didekat ujung
landasan yang dipergunakan oleh pilot untuk pengecekan terakhir dari
semua instrumen dan mesin pesawat sebelum take off. Dipergunakan
juga untuk tempat menunggu sebelum take off.
e. Holding bay, yaitu area diperuntukkan bagi pesawat untuk melewati
pesawat lainnya atau berhenti.
f. Turning area adalah bagian dari area di ujung landasan pacu yang
dipergunakan oleh pesawat untuk berputar sebelum lepas landas.
g. Over run, bagian dari ujung landasan yang dipergunakan untuk
mengakomodasi keperluan pesawat gagal lepas landas. Over run
biasanya terbagi 2 (dua) yaitu Stop way bagian over run yang lebarnya
sama dengan runway dengan diberi perkerasan tertentu, dan Clear way:
bagian over run yang diperlebar dari stop way, dan biasanya ditanami
rumput.
h. Fillet, bagian tambahan dari perkerasan yang disediakan pada
persimpangan runway atau taxiway untuk menfasilitasi beloknya
pesawat terbang agar tidak tergelincir keluar jalur perkerasan yang ada.
i. Shoulders, bagian tepi perkerasan baik sisi kiri kanan maupun muka dan
belakang runway, taxiway dan apron.
2. Fasilitas sisi darat (landside facility) antara lain:
a. Bangunan terminal penumpang
b. Bangunan terminal barang (kargo)
c. Fasilitas bangunan operasi yang meliputi: Fasilitas pertolongan
kecelakaan penerbangan dan pemadam kebakaran (PK-PPK), menara
kontrol, stasiun meteorology, gedung NDB, gedung VOR, gedung
DME, power house, stasiun bahan bakar, kantor bandar udara, kantor
keamanan, rumah dinas bandara, serta kantin dan tempat ibadah
d. Fasilitas penunjang bandar udara jalan dan parkir kendaraan.

2.2 Konfigurasi bandar udara


Konfigurasi bandar udara merupakan jumlah dan arah dari landasan serta
penempatan bangunan terminal termasuk lapangan parkir, taxiway, apron, dan jalan
masuk yang terkait dengan landasan itu. Jumlah landasan tergantung pada volume lalu
lintas dan orientasi tergantung pada arah angin dan kadang kadang pada luas daerah
yang tersedia untuk melayani penumpang harus erletak sedemikian rupa sehingga
penumpang dengan mudah dan cepat dapat mencapai landasan (Horonjeff, 1993).
1. Konfigurasi Landaasan pacu (Runaway)
Terdapat banyak konfigurasi landas pacu. Kebanyakan
merupakankombinasi dari konfigurasi dasar. Konfigurasi dasar tersebut adalah:
a. Landasan pacu tunggal (single runway): Konfigurasi ini merupakan
konfigurasi yang paling sederhana. Kapasitas runway jenis ini
dalam kondisi Visual Flight Rule (VFR) berkisar diantara 45 sampai
100 operasi per jam, sedangkan dalam kondisi Instrument Flight
Rule (IFR) kapasitasnya berkurang menjadi 40 sampai 50 operasi
per jam, tergantung pada komposisi campuran pesawat terbang dan
alat-alat bantu navigasi yang tersedia. Satu pergerakan adalah satu
kali take off atau satu kali landing (Sandhyavitri dan Taufik, 2005).

Gambar 2. 1 Konfigurasi Landasan Pacu Tunggal


Sumber: (ICAO, 1984)

b. Landasan pacu Dua-Jalur (Parallel Runway): terdiri dari dua


landasan pacu sejajar berjarak rapat (700 sampai 2499 kaki) dengan
landasan hubung keluar yang memadai. Kedua landasan pacu dapat
digunakan untuk operasi penerbangan campuran, tetapi diinginkan
agar landasan pacu yang terletak paling jauh dari Gedung terminal
(sebeah luar) digunakan untuk kedatangan dan yang paling dekat
dengan terminal (sebelah dalam) untuk keberangkatan. Jarak antara
kedua landasan pacu dianjurkan untuk tidak boleh lebih keci dari
1000 kaki karena apabila landasan ini digunakan oleh pesawat
terbang yang besar maka jarak imi memberikan jarak runout bagi
pesawat yang mendarat.

Gambar 2. 2 Konfigurasi Landasan Pacu Paralel


sumber : ICAO (1984)

c. Landasan pacu berotongan (cross runway) : landasan pacu yang


berpotongan ini diperlukan apabila terdapat angin yang relatif kuat
yang bertiup lebin dari satu arah. Apabila angin bertiup kencang ,
hanya satu dari pasangan landasan pacu yang dapat digunakan,
sehingga kapasitas lapangan terang menjadi berkurang. Apabila
angina bertiup lemah, kedua landasan dapapt digunakan Bersama-
sama. Kapasitas dua landasan pacu yang terpotong sangat
tergantung pada letak perpotongannya (Horronjeff, 1988)

Gambar 2. 3 Konfigurasi Landasan Pacu Berpotongan


sumber : ICAO (1984)
d. Landasan pacu v-terbuka (v-shaped runway): landasan dengan arah
divergen, tetapi tidak saling berpotongan disebut landasan V
terbuka. Ketika angin bertiup kencang dari suatu arah, maka
landasan hanya bias dioperasikan satu arah saja, sedangkan pada
keadaan angin bertiup lembut, landasan dua-duanya bias dipakai
bersama-sama.

Gambar 2. 4 Konfigurasi Landasan Pacu Berpotongan


sumber : ICAO (1984)

2. Konfigurasi Apron
Apron atau pelataran pesawae harus tidak melanggar pembatas
rintangan yang berada dipermukaan dan terutama di dalam. Ukuran apron harus
cukup untuk dapat melayani arus lalu lintas maksimum yanag diperlukan.
Selain digukanakan sebagai tempat parkir pesawat, apron juga berfungsi
sebagai tempat mengisi bahan bakar dan perbaikan kecil terhadap pesawat.
Apron dibagi menjadi tiga konsep yaitu:
a. Apron linear: konsep ini memberikan jalan masuk langsung dari
pelataran depan ke posisi pintu (gate) pesawat dan memberikan
tingkat fleksibilitas yang paling tinggi untuk pengembangan
terminal.

Gambar 2. 5 Konfigurasi Apron Linear


sumber: Horonjeff, 1993
b. Apron piper (finger)/dermaga: Konsep ini mempunyai pertemuan
dengan pesawat sepanjang dermaga yang, menjalur dari daerah
terminal utama. Dimana leak pesawat diatur mengelilingi sumbun
dermaga dalam suatu pengaturan sejajar atau pesawat berada pada
posisi nose-in.

Gambar 2. 6 Konfigurasi Apron Linear


sumber: Horonjeff, 1993
c. Apron Satelit: dibuat untuk memungkinkan adanya ruang apron
yang bebas dari gangguan, memungkinkan adanya pola parkir
pesawat yang rapat, karena konsep satelit terpisah dari terminal dan
dicapai melalui konektor di bawah atau di atas tanah dan pesawat
diparkir dalam posisi melingkar.

Gambar 2. 7 Konfigurasi Apron Satelit


Sumber: Horonjeff, 1993

2.3 Perkerasan Apron


Perkerasan apron bandar udara pada umumnya menggunakan tipe perkerasan
kaku dimana terdiri dari slab beton (surface course) yang digelar di atas lapisan
granular (subbase course) yang telah dipadatkan. Lapisan peerkerasan berfungsi
sebagai tumpuan rata-rata pesawat, dari fungsi maka tiap lapisan dari atas ke bawah
memiliki kekerasan dan ketebalan yang cukup sehingga tidak terjadi distress
(perubahan karena tidak mampu menahan beban). Suatu perkerasan bandar udara tidak
hanya mampu menahan beban pesawat udara saja, namun perkerasan juga harus
mampu menyelesaikan masalah ketahanan terhadap panas dan cuaca serta pengaruh
kimia dari tumpahan bahan bakar yang biasnya terjadi di apron (kamal,2017). Adapun
faktor-faktor yang mempengaruhi ketebalan lapisan perkerasan kaku yaitu:
a) Kekuatan subgrade atau subbase-subgrade
Subgrade merupakan tanah asli yang telah dipadatkan yang berada
pada dasar struktur perkerasan. Sedangkan subbase adalah lapisan yang
terdiri dari bahan kerikil (granular), batu pecah dengan gradasi tertentu,
campuran lempung dan kerikil, bahan kerikil yang dicampur dengen
semen atau aspal.
b) Lalu lintas pesawat terbang
Jumlah peningkatan keberangkatan tahunan ( Equivalent Annual
Departures) baik domestik maupun internasional menjadi salah satu
factor yang mempengaruhi nilai ketebalan sebuah apron. Ramalan lalu
lintas udara disusun dalam tabel dengan berbagai macam tipe pesawat.
Dalam menghitung tebal perkerasan dibutuhkan sebuah pesawat
rencana dengan beban maksimum yang dapat menentukan distribusi
beban pesawat ke seluruh struktur perkerasan.

2.4 Metode Manual FAA


Metode FAA diberikan dalam Advisory Circular No. AC 150/5320-6C, Airport
Pavement Design and Evaluation. Dalam perencanaannya, FAA memperhitungkan
masa pemakaian selama 20 tahun tanpa pemeliharaan yang berarti, apabila tidak ada
perubahan pesawat yang harus dilayani. Metode FAA mulai dikenal pada tahun 1968
yang kemudian dikembangkan pada tahun 1974 dan pada akhirnya pada tahun 1978.
Metode ini merupakan salah satu metode perhitungan yang dipakai dalam
merencanakan lapisan perkerasan bandar udara yang telah diakui oleh International
Civil Aviation Organitation (ICAO).
Adapun beberapa parameter-parameter untuk analisa metode FAA yaitu:
a. Data lalu lintas pesawat
b. Nilai CBR subgrade
c. MTOW (Maximum Take-off Weight)
d. Spesifikasi pesawat rencana (Konfigurasi roda pendaratan)
e. Faktor konfersi roda

2.5 Metode FAARFIELD


FAARFIELD merupakan sebuah software yang digunakan untuk menghitung
tebal perkerasan bandara yang dikeluarkan oleh FAA. Metode ini menerapkan prosedur
layer elastic dan finite element untuk merencanakan perkerasan baru dan overlay pada
peerkerasan lentur dan kaku (Rahman, 2017). Software ini pertama kali diperkenalkan
pada tahun 2009 yang berpedoman pada AC 150/5320-6E dan diperbarui pada tahun
2017 dengan menambahkan beberapa jenis pesawat baru dan jenis lapisan material
yang berpedoman pada AC 150/5320-6F.
FAARFIELD memiliki beberapa Batasan dalam perhitungan tebal perkerasan
seperti diantaranya maksimal jumlah tipe pesawat yang dapat dijadikan pesawat
rencana hanya sebanyak 40 tipe pesawat dan presentase pertumbuhan tahunan
pergerakan pesawat terbatas dari -10 sampai 10 %.

2.6 Perencanaan Perkerasan Bandara


Dalam perencanaan tebal lapis perkerasan kaku, FAARFIELD menggunakan
teori 3d finite element. Teori ini memodelkan struktur perkerasan menjadi bagian-
bagian diskrit sehingga besarnya tegangan dan regangan yang terjadi dapat diukur
dengan lebih akurat. Ada beberapa pertimbangan dalam mendesain perkerasan banar
udara diantaranya lalu lintas pesawat, umur rencana, dan material perkerasan.
2.6.1 Lalu Lintas Pesawat
Tahapan ini meliputi pertimbangan terhadap beban pesawat, konfigurasi dan
tekanan roda, keberangkatan pesawat tahunan dan nilai cumulative damage factor
(CDF).
1. Beban pesawat
System perkerasan harus didesain dapat meikul berat maksimum pesawat
pada saat lepas landas. Secara umum diasumsikan 95% dari berat
dibebankan pada main landing gear dan 5% sisanya dibebankan pada nose
gear. Penggunaan maximum take-off weight (MTOW) memungkinkan
perkerasan masih dapat memikul beban apabila terjadi perubahan lalu lintas
pesawat di masa yang akan dating.
2. Konfigurasi roda pesawat
Tipe gear dan konfigurasinya menentukan bagaimana berat pesawat di
didistribusikan pada perkerasan dan bagaimana respon perkerasan terhadap
pembebanan tersebut. Tipe dan konfigurasi gear pesawat dapat dilihat
padan Gambar 2. 8 dan Gambar 2. 9.
3. Tekanan Roda
Tekanan roda dipengaruhi oleh konfigurasi roda, berat kotor, dan ukuran
roda hal ini terkait erat dengan berat kotor dari pesawat tersebut dan
memiliki pengaruh yang sangat signifikan terhadap regangan yang terjadi
pada permukaan aspal dibandingkan pada tanah dasar. Untuk konstruksi
perkerasan lentur dengan stabilitas aspal tinggi, tekanan roda lebih dari 254
psi (1,75 MPa) dapat diakomodasi. Tekanan roda tidak memiliki dampak
yang berarti terhadap perkerasan kaku.
4. Keberangkatan Tahunan Pesawat
FAARFIELD memperhitungkan annual departure secara kumulatif dan
tidak dijadikan equivalent annual departure seperti yang diterapkan pada
cara manual. Pada program FAARFIELD, total keberangkatan tahunan
pesawat setiap pesawat dihitung untuk masa umur layan perkerasan dan
persentase jumlah keberangkatan tahunan.
5. Cumulative Damage Factor
FAARFIELD didasarkan pada konsep Cumulative Damage Factor (CDF)
yang merupakan suatu konsep yang didasarkan dari prinsip Miners dimana
kerusakan dalam struktur perkerasan sebanding dengan jumlah aplikasi
beban yang bekerja pada perkerasan tersebut dibagi dengan jumlah beban
yang bekerja pada perkerasan yang menyebabkan kegagalan dari
perkerasan (Kementerian Perhubungan, 2015). Nilai CDF untuk suatu
pesawat berada di antara 0 dan 1. Sebagai contoh, nilai CDF 0,75 akan
mengartikan umur perkerasaran sudah 75% dari umur layan yang
direncanakan, sehingga perkerasan ini memiliki 25% umur layan sisa untuk
pergerakan pesawat mendatang sebelum akhirnya perkerasan ini
gagal/failure.
2.6.2 Umur Rencana
Standar desain umur rencana FAA adalah 20 (dua puluh) tahun. Umur rencana
mengindikasikan kinerja perkerasan yang disyaratkan menerima beban repetisi yang di
ijinkan sebelum terjadi kerusakan pada subgrade.

2.6.3 Properties Material FAARFIELD


Dalam program FAARFIELD terdapat informasi ketebalan, modulus
elastisitas, dan poisson’s ratio. Tebal lapis perkerasan dapat divariasikan sampai
dengan ketebalan minimum. Nilai Poisson’s ratio tidak bisa dirubah (fixed) untuk
semua material dan modulus elastis bisa tetap ataupun bervariasi (dalam range yang
ditentukan) tergantung dari material yang digunakan. Tabel 2. 1 dan Tabel 2. 2
menyajikan beberapat macam jenis material dan propertinya sesuai standar dari FAA.
Poisson’s ratio merupakan ukuran kompresibilitas sebuah benda yang tegak
lurus dengan stress atau perbandingan strain latitudinal dengan strain longitudinal. Jika
kita mempunyai sample berbentuk silinder kemudian ditekan oleh suatu gaya, maka
sample tersebut akan memendek dan membuat jari-jari bertambah. Perbandingan
perubahan panjang dan perubahan jari-jari itulah yang disebut poisson’s ratio.
Konstanta elastik ini dinamai oleh seorang matematikawan berkebangsaan Perancis
yang bernama Simeon Poisson (1781-1840)
Tabel 2. 2 Penyetaraan Material FAA dengan Material Indonesia

Tabel 2. 1 Nilai Modulus yang diijinkan dan Pisson's Ratio


2.6.4 Minimum Tebal Perkerasan Kaku
FAA, melalui AC 150/5320-6F telah menetapkan tebal minimum untuk setiap
lapis pada perkerasan yang akan didesain. Berikut tebal minimum untuk mendesain
lapis perkerasan kaku pada Tabel 2. 3.

Tabel 2. 3 Minimum Tebal Perkerasan kaku

2.7 Pesawat Rencana


Dalam perhitungan dengan metode manual FAA dan software FAARFIELD
diperlukan penentuan pesawat terbang rencana. Apron Bandar Udara I Gusti Ngurah
Rai akan digunakan oleh tipe pesawat A320, A321, ATR 72, B737, C-130, F50, F900,
F100, LR35A, MD 83. Spesifikasi dan karakteristik dari masing-masing pesawat
tersebut dapat di lihat pada Tabel 2.4.
Tabel 2. 4 Spesifikasi Pesawat Rencana

MTOW Wing Span Panjang Badan


NO Tipe Pesawat
(lbs) (m) Pesawat (m)
1 Airbus 320 150796 34,10 37,57
2 Airbus 321` 183866 34,11 44,51
3 ATR 72 50706 27,05 27,16
4 Boieng 737 111000 28,40 37,80
5 C-130 155000 40,44 29,83
6 Foker 50 38800 29,0 25,2
7 Foker 100 101000 28,1 35,5
8 Falcon 900 45500 19,3 20,2
9 Learjet 35A 18000 13,35 14,83
10 MD 83 161000 32,87 45,06

Anda mungkin juga menyukai