TUGAS AKHIR
Oleh :
Made Merril Pradnya Dewi Karmawan
1705511043
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
DAFTAR GAMBAR..............................................................................................iv
DAFTAR TABEL....................................................................................................v
DAFTAR NOTASI.................................................................................................vi
BAB 1 PENDAHULUAN.......................................................................................7
iii
3.8.3 Pedoman Penggunaan FAARFIELD.................................................36
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................48
LAMPIRAN...........................................................................................................49
iv
DAFTAR GAMBAR
v
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR NOTASI
vii
BAB 1
PENDAHULUAN
8
Selanjutnya dari data sepuluh pesawat tersebut ditentukan pesawat Airbus 320
sebagai pesawat rencananya. Pemilihan pesawat Airbus 320 didasarkan pada
frekuensi penerbangan terbanyak yang terbagi dalam penerbangan domestik dan
internasional (Angkasa Pura, 2017). Selain itu, pesawat ini memiliki berat
maksimum lepas landas atau maximum take-off weight (MTOW) sebesar 171.961
lbs atau mencapai 78.000 kg sehingga pesawat ini menjadi pesawat tipe berbadan
kecil (narrow-body aircraft) terberat dalam data yang telah dipilih. Airbus 320
memiliki Panjang 37,57 m, lebar sayap 38,80 m, dan ditenagai oleh mesin
CMF56-5 dengan daya dorong sebesar 113 kN hingga 120 kN (Airbus S.A.S.,
2020).
Perencanaan struktur perkerasan landasan (runway taxiway apron) di
bandara meliputi perencanaan tebal perkerasan lapisan permukaan (aspal dan
beton) slab beton dan tebal lapisan pondasi dibawahnya serta pemilihan material
yang digunakan. Terdapat beberapa metode yang untukpenentuan tebal perkerasan
yang dapat dilakukan dengan beberapa metode, salah satunya metode Federal
Aviation Administration (FAA). Perencanaan dengan metode FAA
diperhitungkan untuk masa pemaiakaian selama 20 tahun tanpa pemeliharaan
yang berarti apabila tidak ada perubahan pesawat yang harus dilayani (Basuki,
2008).
Metode FAA memfasilitasi perhitungan secara manual dan berdasarkan
program faarfield. Kedua cara ini tertuang dalam Advisory Circular (AC)
150/5320-6.untuk yang manual serinya brp dan yg software brp dengan
perhitungan manual menggunakan bantuan grafik analisa tebal perkerasan yang
terdapat pada FAA AC 150/5320-6D tahun 1997. Panduan ini direkomendasikan
oleh Federal Aviation Administration untuk aplikasi di bandara yang sesuai.
Dalam merencanakan tebal apron dengan metode ini tidak terdapat batasan untuk
jumlah pesawat yang akan diperhitungkan namun perlu ditetapkan sebuah pesawat
rencana dan kemudian semua pesawat yang akan menggunakan apron tersebut
harus di konversi ke pesawat rencana. Metode ini memperhitungkan tebal
subbase, stabilized base serta surface layer dan hanya berlaku sampai tahun 2009.
FAA menyediakan panduan desain perkerasan bandara dalam Advisory
Circular AC 150/5320-6F Airport Pavement Design and Evaluation yang
9
dikeluarkan pada tahun 2016 yang dalam penggunaannya dilengkapi dengan
software Federal Aviation Administration Rigid and Flexible Iterative Elastic
Layered Design (FAARFIELD). Penggunaan AC ini wajib untuk semua proyek
yang didanai dengan uang hibah federal melalui Program Peningkatan Bandara
(AIP) dan dengan pendapatan dari Program Biaya Fasilitas Penumpang (PFC).
Metode ini hanya memperhitungkan tebal subbase dan surface layer.
FAARFIELD menetukan tebal perkerasan dengan memperhitungkan kerusakan
perkerasan yang ditimbulkan oleh setiap pesawat dan maksimal jumlah tipe
pesawat yang dapat dijadikan pesawat rencana hanya sebanyak 40 tipe pesawat.
Berdasarkan dengan pernyataan tersebut maka, dengan beban serta daya dukung
(subgrade) yang sama diduga akan menghasilkan tebal perkerasan yang berbeda.
Berkaitan dengan perencanaan struktur perkerasan di bandara (Riyanto,
2019) menggunakan metode FAA dan CBR menganalisis desain perkerasan
Runway Bandar Udara Andi Jemma dengan tiga tipe pesawat yaitu C 208 B, DHC
6, ATR 72-600 kemudian ketiga tipe tersebut di konfersikan menjadi sebuah
pesawat rencana ATR 72. Dalam penelitian tersebut terdapat fakta bahwa nilai
tebal perkerasan apron dengan metode manual FAA menghasilkan nilai yang
lebih besar dibandingan dengan menggunakan software FAARFIELD.
Selanjutnya rezky 2016 menganalisi perbandingan metode grafis dan
FAARFIELD perkerasan bandara jauanda dan hasilnya masukan point
kesimpulan b
Prayogo 2018 membandingkan perhitungan struktur perkerasan rigid
dengan metode grafis faa dan software faarfield dan hasilnya masukan
kesimpulannya dia yang kedua
Ketidaksamaan kedua metode tersebut dipengaruhi oleh variabel-variabel
yang mempengaruhi penentuan pesawat rencana, umur perkerasan rencana, dan
metode yang dilakukan (Prayogo, 2018). Tebal perkerasan dengan metode FAA
dapat melayani beban pesawat selama 20 tahun. Namun pada perhitugan dengan
pannduan AC 150/5320-6D di tahun ke-20 perkerasan tak mampu untuk menahan
beban pesawat yang ada. Namun perancangan menggunakan software, program
ini langsung menyesuaikan ketebalan perkerasan dengan umur rencana, sehingga
tidak ada masalah untuk perencanaan 20 tahun kedepan (Rezky, 2016).
10
Dalam penelitian ini dicoba membandingkan hasil desain struktur apron
timur … dengan metode grafis.
11
2. Lokasi studi penelitian adalah Bandar Udara I Gusti Ngurah Rai Bali.
3. Data pergerakan lalu lintas pesawat adalah data periode tahun 2013-
2017.
4.
12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
13
g. Over run, bagian dari ujung landasan yang dipergunakan untuk
mengakomodasi keperluan pesawat gagal lepas landas. Over run
biasanya terbagi 2 (dua) yaitu Stop way bagian over run yang
lebarnya sama dengan runway dengan diberi perkerasan tertentu,
dan Clear way: bagian over run yang diperlebar dari stop way, dan
biasanya ditanami rumput.
h. Fillet, bagian tambahan dari perkerasan yang disediakan pada
persimpangan runway atau taxiway untuk menfasilitasi beloknya
pesawat terbang agar tidak tergelincir keluar jalur perkerasan yang
ada.
i. Shoulders, bagian tepi perkerasan baik sisi kiri kanan maupun
muka dan belakang runway, taxiway dan apron.
2. Fasilitas sisi darat (landside facility) antara lain:
a. Bangunan terminal penumpang
b. Bangunan terminal barang (kargo)
c. Fasilitas bangunan operasi yang meliputi: Fasilitas pertolongan
kecelakaan penerbangan dan pemadam kebakaran (PK-PPK),
menara kontrol, stasiun meteorology, gedung NDB, gedung VOR,
gedung DME, power house, stasiun bahan bakar, kantor bandar
udara, kantor keamanan, rumah dinas bandara, serta kantin dan
tempat ibadah
d. Fasilitas penunjang bandar udara jalan dan parkir kendaraan.
Konfigurasi Sisi Udara Bandar Udara
Konfigurasi bandar udara merupakan jumlah dan arah dari landasan serta
penempatan bangunan terminal termasuk lapangan parkir, taxiway, apron, dan
jalan masuk yang terkait dengan landasan itu. Jumlah landasan tergantung pada
volume lalu lintas dan orientasi tergantung pada arah angin dan kadang kadang
pada luas daerah yang tersedia untuk melayani penumpang harus terletak
sedemikian rupa sehingga penumpang dengan mudah dan cepat dapat mencapai
landasan (Horonjeff, 1993).
14
1. Konfigurasi Landaasan pacu (Runway)
Terdapat banyak konfigurasi landas pacu. Kebanyakan merupakan
kombinasi dari konfigurasi dasar. Konfigurasi dasar tersebut adalah:
a. Landasan pacu tunggal (single runway): Konfigurasi ini
merupakan konfigurasi yang paling sederhana. Kapasitas
runway jenis ini dalam kondisi Visual Flight Rule (VFR)
berkisar diantara 45 sampai 100 operasi per jam, sedangkan
dalam kondisi Instrument Flight Rule (IFR) kapasitasnya
berkurang menjadi 40 sampai 50 operasi per jam, tergantung
pada komposisi campuran pesawat terbang dan alat-alat bantu
navigasi yang tersedia. Satu pergerakan adalah satu kali take
off atau satu kali landing (ICAO, 1984).
Gambar 2. 1
Sumber: (ICAO, 1984) Konfigurasi
Landasan
Pacu Tunggal
15
terbang yang besar maka jarak imi memberikan jarak runout
bagi pesawat yang mendarat.
Gambar 2. 2
Sumber: (ICAO, 1984) Konfigurasi
Landasan Pacu
Paralel
c. Landasan pacu berotongan (cross runway): landasan pacu yang
berpotongan ini diperlukan apabila terdapat angin yang relatif
kuat yang bertiup lebin dari satu arah. Apabila angin bertiup
kencang, hanya satu dari pasangan landasan pacu yang dapat
digunakan, sehingga kapasitas lapangan terang menjadi
berkurang. Apabila angina bertiup lemah, kedua landasan
dapapt digunakan Bersama-sama. Kapasitas dua landasan pacu
yang terpotong sangat tergantung pada letak perpotongannya.
Gambar 2. 3
Sumber: (ICAO, 1984)Konfigurasi
Landasan Pacu
d. Berpotongan
16
pada keadaan angin bertiup lembut, landasan dua-duanya bias
dipakai bersama-sama.
Gambar 2. 4
Sumber: (ICAO, 1984) Konfigurasi
Landasan Pacu
Berpotongan
2. Konfigurasi Apron
Ukuran apron atau pelataran pesawat harus cukup untuk dapat
melayani arus lalu lintas maksimum yanag diperlukan. Selain digukanakan
sebagai tempat parkir pesawat, apron juga berfungsi sebagai tempat
mengisi bahan bakar dan perbaikan kecil terhadap pesawat.
Apron dibagi menjadi tiga konsep yaitu:
a. Apron linear: konsep ini memberikan jalan masuk langsung
dari pelataran depan ke posisi pintu (gate) pesawat dan
memberikan tingkat fleksibilitas yang paling tinggi untuk
pengembangan terminal.
Gambar 2.
b. Apron piper Sumber: (Horonjeff,
(finger)/dermaga: Konsep ini 1993)
mempunyai
pertemuan dengan pesawat sepanjang dermaga yang, menjalur
dari daerah terminal utama. Dimana leak pesawat diatur
mengelilingi sumbun dermaga dalam suatu pengaturan sejajar
atau pesawat berada pada posisi nose-in.
17
Ga
Sumber: (Horonjeff, 1993) m
ba
Gamba
Sumber: (Horonjeff, 1993) r 2. 7
Konfigurasi Pesawat Konfig
18
Pesawat udara terbesar yang dioperaikan oleh airline atau perusahaan
jasa angkutan udara adalah wide-body aircraft atau pesawat udara
berbadan lebar. Pesawat udara tipe ini sering disebut twin-aisle
aircraft atau pesawat udara berkoridor kembar karena pesawat udara
tersebut memiliki dua koridor terpisah yang berada sepanjang kabin
penumpang. Pesawat udara dalam kategori ini memiliki berat
maksimum lepas landas (MTOW) lebih dari 300.000 lbs contohnya
Boeing seri 747, Boeing seri 767, Boeing seri 777, Airbus seri
A300/A310, Airbus seri A330, Airbus seri A340, Airbus seri A380,
Lockhead L-1011 Tristar, McDonnel Douglas MD-10, McDonnel
Douglas MD-11, Ilyushin Il-86, dan Ilyushin Il-96. Pesawat udara
berbadan lebar biasanya digunakan untuk penerbangan jarak jauh
(long range) antara airline hubs dan kota-kota besar dengan banyak
penumpang antara 200 hingga 600 penumpang.
2. Narrow-Body Aircraft
Narrow-body aircraft atau pesawat udara berbadan sempit memiliki
berat maksimum lepas landas (MTOW) lebih kecil dari 300.000 lbs.
Dinamakan narrow-body aircraft karena tipe pesawat udara tersebut
hanya memiliki satu koridor, atau biasa disebut single-aisle aircraft.
Pesawat udara yang berukuran lebih kecil dan berpenumpang lebih
sedikit dari tipe lainnya ini pada umumnya digunakan untuk
penerbangan jarak menengah atau (medium range) dengan jumlah
penumpang dari 100 hingga maksimum (Boeing 757-300) 250
penumpang. Pesawat udara yang termasuk narrow-body type adalah
Boeing seri 717, Boeing seri 737, Boeing seri 757, McDonnel Douglas
DC-9, McDonnel Douglas MD-80/MD-90, Airbus seri A320, Tupolev
Tu-204, Tupolev Tu-214, Tupolev Tu-334, Embraer E-Jets 190, dan
Embraer E-Jets 195. Pesawat udara yang lebih dalhulu beroprasi
seperti Boeing seri 707, Boeing seri 727, Douglas DC-8, Fokker F70,
Fokker F100, VC10, Tupolev, dan Yakovlev juga termasuk kategori
ini (Pakan, 2014).
19
Konfigurasi Roda Pesawat
Konfigurasi roda pendaratan utama (main landing gear) menunjukan
bagaimana reaksi perkerasan terhadap beban yang diterimanya. Konfigurasi roda
pendaratan utama dirancang untuk dapat mengatasi gaya-gaya yang ditimbulkan
pada saat melakukan pendaratan dan berdasarkan beban yang lebih kecil dari
beban pesawat lepas landas maksimum. Konfigurasi roda pendaratan utama,
ukuran dan tekanan untuk beberapa pesawat dirangkum pada Tabel 2.1.
20
Jenis konfirgurasi roda pesawat berupa tunggal (single), ganda (dual), dan
dua ganda (dual tandem) mempengaruhi secara langsung tebal perkerasan. Untuk
pesawat berbadan besar, bisanya memiliki konfigurasi roda/gear berupa dual atau
dual tandem. Pemilihan konfigurasi kedua jenis tersebut dipengaruhi oleh sifat
pembebanan pesawat ke perkerasan.
Perkerasan Apron
Perkerasan apron bandar udara pada umumnya menggunakan tipe
perkerasan kaku dimana terdiri dari slab beton (surface course) yang digelar di
atas lapisan granular (subbase course) yang telah dipadatkan (Kamal et al., n.d.).
Lapisan perkerasan berfungsi sebagai tumpuan rata-rata pesawat, dari fungsi maka
tiap lapisan dari atas ke bawah memiliki kekerasan dan ketebalan yang cukup
sehingga tidak terjadi distress (perubahan karena tidak mampu menahan beban).
Suatu perkerasan bandar udara tidak hanya mampu menahan beban pesawat udara
saja, namun perkerasan juga harus mampu menyelesaikan masalah ketahanan
terhadap panas dan cuaca serta pengaruh kimia dari tumpahan bahan bakar yang
biasnya terjadi di apron. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi ketebalan
lapisan perkerasan kaku yaitu:
2.5.1 Subgrade
Subgrade merupakan tanah asli yang telah dipadatkan yang berada pada
dasar struktur perkerasan. Material tanah dasar di bawah perkerasan kaku harus
dipadatkan agar memadai stabilitas dan dukungan seragam seperti pada
perkerasan lentur. Persyaratan pemadatan untuk perkerasan kaku adalah tidak
seketat perkerasan lentur karena tegangan tanah dasar yang relatif lebih rendah.
Dalam sistem perkerasan kaku, Pembebanan berulang dapat menyebabkan
bercampurnya tanah dasar yang lunak dan basis agregat atau subbase.
Pencampuran ini dapat membuat lubang di bawah trotoar tempat uap air dapat
menumpuk menyebabkan situasi pemompaan terjadi. Stabilisasi kimia dan
mekanis subbase atau tanah dasar bias efektif digunakan untuk mengurangi
kontaminasi agregat
2.5.2 Subbase – base
Subbase adalah lapisan yang terdiri dari bahan kerikil (granular), batu
pecah dengan gradasi tertentu, campuran lempung dan kerikil, bahan kerikil yang
21
dicampur dengen semen atau aspal. Tujuan dari subbase di bawah perkerasan
kaku adalah untuk memberikan dukungan stabil yang seragam untuk pelat jalan
aspal. Subbase FAA standar untuk perkerasan kaku adalah 4 inci (100 mm) dari
Item P-154, Subbase Course. Material berikut dapat diterima untuk digunakan
sebagai subbase di bawah perkerasan kaku:
P-154 – Subbase Course
P-208 – Aggregate Base Course
P-209 – Crushed Aggregate Base Course
P-211 – Lime Rock Base Course
P-301 – Soil Cement Base
P-304 – Cement Treated Base Course
P-306 – Econocrete Subbase Course
P-401 – Plant Mix Bituminous Pavements
P-403 – HMA Base Course
2.5.3 Stabilized Subbase
Stabilized Subbase diperlukan untuk semua perkerasan kaku baru yang
dirancang untuk menampung pesawat dengan berat 100.000 Pound (45400 kg)
atau lebih. Subbase yang distabilkan adalah sebagai berikut:
P-304 - Cement Treated Base Course
P-306 - Econocrete Subbase Course
P-401 - Plant Mix Bituminous Pavements
22
dalam tabel dengan berbagai macam tipe pesawat. Dalam perhitungan dengan
metode manual FAA dan software FAARFIELD diperlukan penentuan pesawat
terbang rencana. Apron Bandar Udara I Gusti Ngurah Rai akan digunakan oleh
tipe pesawat A320, A321, ATR 72, B737, C-130, F50, F900, F100, LR35A, MD
83. Berdasarkan data lalu lintas pesawat maka dipilih pesawat Airbus tipe A320
sebagai pesawat rencana untuk perhitungan manual metode FAA karena pesawat
tipe ini memiliki frekuensi penerbangan terbanyak dibandingkan dengan pesawat
lainnya, selain itu pesawat Airbus A320 juga merupakan pesawat dengan tipe
narrow-body terberat diantara pesawat lainnya. Spesifikasi dan karakteristik dari
masing-masing pesawat tersebut dapat di lihat pada Tabel 2.2
23
lapisan perkerasan bandar udara yang telah diakui oleh International Civil
Aviation Organitation (ICAO).
Perhitungan dengan metode manual FAA menggunakan perkiraan
keberangkatan tahunan menurut jenis pesawat yang akan dibuat dalam daftar
sejumlah pesawat berbeda. Pesawat rencana harus dipilih berdasarkan salah satu
pesawat yang membutuhkan ketebalan perkerasan terbesar. Pesawat lainnya diluar
pesawat rencana kemudian dikonversi menjadi pesawat rencana (Rezky, 2016).
Material subbase di bawah perkerasan kaku harus dipadatkan untuk
membuatnya memiliki stabilitas yang memadai dan penyangga yang seragam
seperti pada perkerasan lentur akan tetapi, persyaratan pemadatan untuk
perkerasan kaku tidak seketat perkerasan lentur karena tegangan tanah dasar yang
relatif lebih rendah. Selain itu, dalam panduan AC 150/5320-6D diperhitungkan
tebal stabilized base dengan mempertimbangkan nilai ekonomisnya.
Adapun beberapa parameter-parameter untuk analisa metode FAA yaitu:
a. Data lalu lintas pesawat
Data lalu lintas pesawat yang digunakan adalah data lima tahun
terakhir dari pesawat yang akan menggunakan apron tersebut.
b. Nilai CBR subgrade
Untuk menentukan tebal perkerasan kaku maka nilai CBR perlu
dikonversi ke nilai k untuk setiap lapisannya (mengacu pada AC
150/5320-6F).
0,7788
k =28,6926 ×CBR
c. MTOW (Maximum Take-off Weight)
Metode desain perkerasan jalan didasarkan pada berat kotor
pesawat. Untuk tujuan desain perkerasan harus dirancang untuk
mengantisipasi bobot lepas landas maksimum pesawat.
Prosedur desain mengasumsikan 95 persen dari berat kotor
dibawa oleh roda pendaratan utama dan 5 persen dibawa oleh
roda gigi depan.
d. Spesifikasi pesawat rencana (Konfigurasi roda pendaratan)
e. Annual departures
24
Karena ramalan lalu lintas adalah campuran dari berbagai
pesawat yang memiliki pendaratan berbeda jenis roda gigi dan
bobot yang berbeda, pengaruh semua lalu lintas harus
diperhitungkan dalam hal desain pesawat. Pertama pesawat
harus dikonversi ke jenis roda pendaratan yang sama dengan
pesawat desain. Faktor telah ditetapkan untuk menyelesaikan
konversi ini. Faktor-faktor ini konstan dan berlaku untuk
perkerasan lentur dan kaku.
25
1
W2 2
log R 1=log R 2( )
W1
dimana:
R1 = keberangkatan tahunan setara dengan pesawat desain
R2 = keberangkatan tahunan yang dinyatakan dalam roda
pendaratan pesawat desain
W1 = beban roda pesawat desain
W2 = beban roda pesawat yang dimaksud
26
berat lepas landas kotor (MTOW), kemudian diteruskan kearah
horizontal ke kurva keberangkatan tahunan ekivalen dan
akhirnya diteruskan vertikal ke sumbu tebal perkerasan dan
tebal total perkerasan didapat.
Metode FAARFIELD
FAARFIELD merupakan sebuah software yang digunakan untuk
menghitung tebal perkerasan bandara yang dikeluarkan oleh FAA. Metode ini
menerapkan prosedur layer elastic dan finite element untuk merencanakan
perkerasan baru dan overlay pada peerkerasan lentur dan kaku.
Software ini pertama kali diperkenalkan pada tahun 2009 yang
berpedoman pada AC 150/5320-6E dan diperbarui pada tahun 2017 dengan
menambahkan beberapa jenis pesawat baru dan jenis lapisan material yang
berpedoman pada AC 150/5320-6F. Proses desain FAARFIELD saat ini hanya
mempertimbangkan satu mode kegagalan untuk perkerasan kaku, yaitu retakan
pelat beton dari bawah ke atas. Keretakan dikendalikan dengan membatasi
27
tegangan horizontal di bagian bawah pelat PCC dan tidak mempertimbangkan
kegagalan lapisan subbase dan lapisan tanah dasar. FAARFIELD menghitung
ketebalan pelat berdasarkan asumsi bahwa roda gigi pesawat menginduksi
tegangan maksimum pada permukaan bawah pelat. Beban yang menyebabkan
retakan dari atas ke bawah (seperti beban sudut) tidak dipertimbangkan untuk
desain.
Dalam penggunaanya, software memiliki beberapa batasan dalam
perhitungan tebal perkerasan seperti diantaranya maksimal jumlah tipe pesawat
yang dapat dijadikan pesawat rencana hanya sebanyak 40 tipe pesawat dan
presentase pertumbuhan tahunan pergerakan pesawat terbatas dari -10 sampai 10
% (Suhartawan, 2020). Dalam hal ini, FAARFIELD memperhitungkan beban dari
semua jenis pesawat tanpa mengonversikannya menjadi sebuah pesawat rencana.
Dalam panduan AC 150/5320-6F tidak ditentukan nilai stabilized base. Terdapat
beberapa data yang diperlukan untuk memperhitungkan tebal perkerasan kaku
metode software FAARFIELD yaitu:
1. Umur desain (tahun)
2. Kekuatan lentur beton (psi)
3. Data lapisan struktural (jenis dan ketebalan)
4. Modulus tanah dasar (k)
5. Lalu lintas pesawat (jenis, berat, frekuensi)
28
Undefined Tidak didefinisikan -
Subgrade Tanah Dasar Tanah Dasar
Agregate:
P-208 Agregat pecah dan Lapis pondasi Kelas A
P-209 (crushed) tidak pecah Lapis pondasi Kelas B
P-154 (uncrushed)
HMA: All P-401/P-403
Surface Hot Mix Asphalt AC-WC / AC-BC
Overlay
Stabilized (flexible): Bahan Stabilisasi
ATB
P-401/P-403 HMA Aspal
PCC: P-501
Surface
Overlay fully unbounded Rigid Pavement Beton K-350 – K-500
Overlay partially bounded
Overlay on flexible
Stabilized (flexible):
P-301 Soil Cement Base
Stabilisasi dengan CTB
P-304 Cement Treated Base
semen
P-306 Lean Concrete
Sumber: (U.S. Department of Transportation Federal Aviation Administration, 2016)
29
P-304 cement
500,000 (3,500) 0.20
treated base
P-301 soil cement 250,000 (1,700) 0.20
250,000 to
Variable
700,000 (1,700 NA 0.20
Base and stabilized rigid
to 5,000)
Subbase
150,000 to
Variable stabilized
NA 400,000(1,000 0.35
flexible
to 3,000)
P-209 crushed
Program Defined 0.35
aggregate
P-208 aggregate Program Defined 0.35
Granular
P-219 Recycled
Base and Program Defined 0.35
concrete aggregate
Subbase
P-211, Lime rock Program Defined 0.35
P-154 uncrushed
Program Defined 0.35
aggregate
Subgrade Subgrade 1,000 to 50,000 (7 to 350) 0.35
User- User-defined 1,000 to 4,000,000 (7 to
0.35
defined layer 30,000)
Sumber: (U.S. Department of Transportation Federal Aviation Administration, 2016)
30
2.7.2 Minimum Tebal Perkerasan Kaku
FAA, melalui AC 150/5320-6F telah menetapkan tebal minimum untuk
setiap lapis pada perkerasan yang akan didesain. Berikut tebal minimum untuk
mendesain lapis perkerasan kaku pada Tabel 2. 6.
31
BAB III
METODE PENELITIAN
Studi Pendahuluan
Studi Literatur
Identifikasi Masalah
Tujuan Penelitian
Pengumpulan Data
Data Sekunder:
- Master plan apron
- Data lalu lintas pesawat 2013-2017
- Data material penyetaraan perkerasan sesai dengan
penyetaraan material FAA
- Data CBR
- MTOW (maximum take-off weight)
Gambar 3. 1
3.2 Studi Pendahuluan Bagan alir
Studi pendahuluan dilakukan untuk mengetahui kerangka
informasi kondisi
penelitian
lapangan pada lokasi studi kasus yang akan dijadikan identifikasi masalah. Studi
ini terdiri dari beberapa tahapan yaitu menentukan lokasi studi, mengidentifikasi
masalah yang didukung dengan studi literatur terkait seperti panduan Advisory
Circular FAA, jurnal, masterplan dan lain-lain sehingga tujuan penelitian dapat
ditetapkan.
3.3 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada Bandara I Gusti Ngurah Rai yang terletak di
Kelurahan Tuban, Kecamatan Kuta, Kabupaten Badung pada east apron yang
dapat dilihat pada Gambar 3. 2 dan ditampilkan lebih lengkap pada Lampiran A.
33
3.5 Idientifikasi Masalah dan Tujuan Penelitian
Permasalahan yang diangkat yaitu adanya perbedaan antara prosedur dan
panduan perhitungan Metode FAA dengan cara manual dan dengan bantuan
software sehingga dihasilkan hasil yang berbeda. Tujuan yang ingin dicapai pada
penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana perbandingan nilai tebal
perkerasan dengan metode perhitungan manual FAA dan software FAARFIELD.
3.6 Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan merupakan data sekunder berupa layout sisi
udara, data keberangkatan pesawat, data pertumbuhan lalu lintas pesawat di
Bandara I Gusti Ngurah Rai, data perkerasan dan data CBR.
3.7 Data Keberangkatan dan Pertumbuhan Lalu Lintas Pesawat
Kebutuhan data untuk perhitungan manual dan software dilakukan dengan
pengumpulan data sekunder yang berasal dari Data keberangkatan pesawat
merupakan data 278 jenis pesawat di Bandar Udara I Gusti Ngurah Rai periode
tahun 2013 – 2017 (Lampiran B), dan selanjutnya sesuai dengan FAARFIELD
dipilih 10 jenis pesawat dengan frekuensi penerbangan terbanyak untuk
melakukan perhitungan tebal perkerasan. Pertumbuhan lalu lintas pesawat
dilakukan dengan mencari rata-rata pertumbuhan pesawat setiap tahunnya dengan
rentang pertumbuhan minimal -10% dan maksimal 10%.
3.8 Pengolahan Data
Pada tahap ini, perhitungan struktur perkerasana apron menggunakan
metode manual FAA dan software FAARFIELD. Perhitungan dilakukan dengan
memasukan data-data yang diperlukan seperti jenis pesawat, lalu lintas,
pertumbuhan lalu lintas, umur rencana, dan jenis material. Selanjutnya dilakukan
pembandingan antara hasil dari kedua metode tersebut.
3.8.1 Prosedur Perhitungan Metode Manual FAA
Metode ini mengacu pada Advisory Circular No. AC150/5320-6D. Dalam
perencanaanya Metode FAA memperhitungkan masa pemakaian selama 20 tahun
tanpa pemeliharaan yang berarti, apabila tidak ada perubahan pesawat yang harus
dilayani (Basuki,1986). prosedur dalam perhitungan struktur perkerasan metode
manual FAA dapat di lihat pada Gambar 3.3
34
Mulai
Faktor konversi
Selesai
35
Langkah-langkah perencanaanya meliputi:
1. Mengumpulkan data pesawat dari setiap tipe pesawat.
2. Mengumpulkan data perkerasan untuk apron rencana.
3. Membuat ramalah “Annual Departure” dari tiap-tiap pesawat
yang harus dilayani oleh apron.
4. Tentukan Pesawat Rencana
5. Konversikan tipe roda pendaratan tipe-tipe pesawat yang
diramalkan harus dilayani ke pesawat rencana dengan
menggunakan Tabel 2.3. Dari sini dihitung annual departure yang
dinyatakan dalam roda pendaratan pesawat rencana (Airbus 320).
6. Konversi nilai California Bearing Ratio (CBR) pada lapis pondasi
bawah (subbase) dan tanah dasar (subgrade) ke nilai k (modulus
reaksi), nilai kuat tarik (flexural strength) rencana, tebal lapis
pondasi atas distabilisasi (stabilized base) yang akan digunakan,
tipe roda pendaratan, berat lepas landas Maximum Take-Off
Weight (MTOW), dan Equivalent Annual Departure.
7. Tentukan tebal perkerasan apron dengan cara memasukkan nilai
CBR subbase dan subgrade ke dalam grafik perhitungan tebal
subbase, sehingga didapatkan tebal lapis pondasi bawah
(subbase).
8. Tentukan tebal stabilized base.
9. Selanjutnya tentukan tebal slab beton dengan cara memasukkan
nilai kuat tarik (flexural strength) rencana, nilai California
Bearing Ratio (CBR) pada lapis pondasi bawah (subbase), berat
lepas landas Maximum Take-Off Weight (MTOW), dan hasil
perhitungan Equivalent Annual Departure ke dalam grafik desain
tebal slab beton bagi pesawat A320. Output yang didapatkan
adalah tebal lapis permukaan perkerasan (surface) berupa slab
beton (Supriadi, 2020).
36
3.8.2 Prosedur Perhitunagan FAARFIELD
Tahapan ini menjelaskan tentang tahapan perhitungan tebal perkerasan
dengan metode FAARFIELD pada bagan alir kerangka penelitian, adapun
prosedur dalam perhitungan struktur perkerasan dengan menggunakan program
Mulai
FAARFIELD dapat di lihat pada Gambar 3.4
Klik desain
Selesai
37
1. Mengumpulkan data lalu lintas keberangkatan pesawat, nilai CBR
subbase dan subgrade, tipe roda pendaratan, flexural strength, dan
umur rencana.
2. Menentukan modulus tanah dasar dari pendekatan CBR.
3. Menetukan jenis material, tebal minimum perkerasan dan umur
rencana.
4. Menentukan jumlah keberangkatan tahunan setiap pesawat beserta
presentase annual growth.
5. Menetukan rebal perkerasan kaku.
3.8.3 Pedoman Penggunaan FAARFIELD
Pada menu utama FAARFIELD terdapat tujuh jenis perkerasan yang
disediakan. Keterangan dari jenis-jenis perkerasan ditunjukan pada Tabel 3.1
1. Tampilan utama jendela FAARFIELD
38
Tabel 3. 1 Pilihan jenis perkerasan pada program FAARFIELD
2. Pilih menu “New Job” dan tulis nama pekerjaan yang dilakukan,
dalam contoh ini adalah Project1, kemudian pilih OK.
39
Gambar 3. 6 Membuat pekerjaan
baru
3. Pilih pada “section name” tipe perkerasan “NewRigid”, klik “Copy
Section”, klik pada “NewRigid” dan masukkan dalam job file
“Project1” dan beri judul “NewRigid01”
40
4. Pada section “Project1”, pilih section “NewRigid01” dan klik
“Structure”
41
Gambar 3. 9 Tampilan menu
structure
6. Klik pada “Airplane” untuk memasukkan jenis lalu lintas eksisting
atau yang direncanakan. Lalu klik “Save List”.
42
ini adalah adalah pesawat Airbus A330-300, Boeing 737-800,
Boeing 777-300 ER, Bombardier CRJ-1000, dan ATR 72-600.
B. Airplane Properties:
Gross Taxi Weight (tns): berat kotor pesawat (ton)
Annual Departures: jumlah kedatangan pesawat
% Annual Growth: persentase pertumbuhan pesawat.
Total Departures: Total kedatangan pesawat
CDF Contribution: kontribusi kerusakan yang dihasilkan
oleh pesawat
CDF Max for Airplane: nilai CDF maksimum pesawat
P/C Ratio: rasio P/C
Tire Press.: tekanan ban pesawat (kPa)
Percent GW on Gear: persentase berat pada gear roda
Dual Spacing: jarak antar roda (dual) (mm)
Tandem Spacing: jaran antar sumbu tandem (mm)
Tire Contact Width: lebar kontak ban (mm)
Tire Contact length: 40atasan kontak ban (mm)
Tire Contact Area: luasan area kontak ban (mm2)
total lifetime departures, tire pressure, percent gross load on the
design gear,dual-wheel spacing, tandem-wheel spacing, tire
contact width, dan tire contact length merupakan besaran
default dari FAARFIELD untuk setiap jenis pesawat di mana
nilainya tidak dapat diubah/diganti.
43
Tabel 3. 2 Airplane properties
44
C. Tampilan Tab Airplane
Add: menambahkan jumlah tipe pesawat pada list/daftar
Remove: menghilangkan pesawat dalam daftar/list.
Save List: menyimpan list pesawat yang diinput.
Clear List: menghapus semua daftar pesawat dalam list.
Save to Float: menyimpan list daftar pesawat ke dalam
“float Airplanes” list, yang 40ata digunakan untuk desain
yang berbeda, daftar “float Airplanes” akan kosong saat
memulai program FAARFIELD dari awal lagi.
Add to Float: menambahkan 1 jenis pesawat dalam daftar
ke dalam daftar “float Airplanes”
Help: bantuan tentang program FAARFIELD
CDF Graph: grafik CDF dari pesawat yang akan muncul
setelah
menjalankan fitur “life” atau Design Structure”
View Gear: melihat konfigurasi roda dan 41atasan41
berdasarkan jenis/tipe pesawat ditunjukan pada Gambar
45
7. Klik “Gross Taxi Weight” untuk mengubah beban pesawat. Berat
pesawat dibatasi sampai batas tertentu dimana berat tersebut
merupakan batas wajar dari tipe/jenis pesawat yang ditinjau.
46
antara -10 s/d 10. Kemudian klik ok. Klik save list lalu kembali pada
menu structure.
10. Klik Modify Structure untuk mengubah layer material. Klik pada salah
satu lapisan perkerasan, akan muncul pilihan jenis material yang
digunakan untuk setiap lapisan perkerasan.
47
Gambar 3. 15 Tampilan jenis
material
Bila menggunakan “undefined material”, maka program FAARFIELD akan
mendefinisikan “undefined material” tergantung dari posisi lapisan tersebut
yang dituliskan dalam Tabel 3. 3
Tabel 3. 3 Undefined Material
48
11. Jika ingin menambahkan atau mengurangi lapis perkerasan, klik
“Add/Delete Layer” di lapisan yang ingin ditambah (di atas/ di
bawahnya) atau dihapus. Selanjutnya muncul window “Add or Delete
a Layer”. Opsi ini digunakan untuk menyesuaikan jenis material yang
akan dimodelkan sesuai rekomendasi FAA.
49
13. Kembali ke menu structure. Kemudian klik “Design Structure” untuk
menjalankan program. Program akan berhenti sampai CDF =1.
50
Gambar 3. 19 Menyimpan hasil
running program
16. Dalam menu utama, klik tab “Notes” untuk melihat output program.
51
Copy: mengkopi informasi design dan notes dari jendela NOTES
ke clipboard. Text dapat di paste ke aplikasi lainnya seperti text
editor atau word.
DAFTAR PUSTAKA
52
B777-300er Dan Variasi Daya Dukung Tanah Dasar Pada Design Perkerasan
Apron.” Universitas Udayana.
Supriadi. 2020. “Perencanan Perkerasan PadanPerluasan Apron Di Bandara
Internasional Sam Ratulangi Manadon.” Politeknik Penerbangan Surabaya.
U.S. Department of Transportation Federal Aviation Administration. 1997.
Advisory Circular, AC No:150/5320-6D Airport Pavement Design and
Evaluation.
U.S. Department of Transportation Federal Aviation Administration. 2016.
Advisory Circular, AC No:150/5320-6F Airport Pavement Design and
Evaluation.
53
LAMPIRAN
54