Anda di halaman 1dari 3

DIPLOMASI INDONESIA DALAM RANGKA REGIONALISME

EKONOMI : ASEAN, APEC, AFTA



Pendahuluan
Munculnya regionalisme telah menghadirkan banyak perdebatan terkait perdagangan
internasional. Banyak kalangan yang menilai bahwa regionalisme telah melanggar perinsip-
perinsip pasar bebas yang tentunya akan menimbulkan ketimpangan ekonomi. Namun di sisi
lain bagi negara-negara yang tergabung dalam organisasi regional, regionalisme merupakan
jalan keluar untuk dapat terhindar dari persaingan pasar dunia yang tidak seimbang.
Indonesia dan ASEAN
Untuk memahami kekuatan yang mendasari ASEAN, itu jelas penting untuk
menganalisis sikap dan kebijakan negara-negara anggota terhadap asosiasi tersebut. Analisis
ASEAN sebagai satu aspek dari kebijakan luar negeri Indonesia sangat penting, mengingat
fakta bahwa Indonesia menempati posisi khusus dalam asosiasi tersebut. ASEAN merupakan
prioritas utama dalam politik luar negeri Indonesia, karena negara-negara ASEAN
merupakan lingkaran terdalam dari lingkaran-lingkaran konsentris pelaksanaan politik luar
negeri Indonesia. Pendekatan lingkaran-lingkaran konsentris menegaskan besarnya pengaruh
lingkungan eksternal terdekat terhadap situasi domestik Indonesia. Oleh karena itu,
terciptanya kawasan Asia Tenggara yang stabil, aman, damai, dan kondusif, serta terjalinnya
hubungan harmonis dengan negara-negara di Asia Tenggara dirasakan sangat penting dan
merupakan modal dasar pembangunan nasional Indonesia.
Salah satu bentuk keberhasilan diplomasi ekonomi Indonesia di ASEAN adalah
Indonesia menjadi tempat pembuatan pupuk seASEAN, tepatnya di Aceh yg nntinya akan
digunakan negara-negara ASEAN, otomatis Indonesia mendapatkan keuntungan dan juga
bisa mengurangi pengangguran di Indonesia. Peranan ASEAN untuk Indonesia,sejak awal
berdirinya ASEAN, Indonesia telah mempromosikan suatu bentuk kehidupan masyarakat
regional di Asia Tenggara yang menjunjung tinggi nilai-nilai saling menghormati, tidak
mencampuri urusan dalam negeri negara lain, penolakan penggunaan kekerasan serta
konsultasi dan mengutamakan konsensus dalam proses pengambilan keputusan.

Indonesia dan APEC
Indonesia memandang APEC sebagai salah satu dari empat jembatan di samping
UN, WTO dan ASEAN, yang dapat dimanfaatkan dalam menghadapi era globalisasi. Sebagai
anggota ekonomi yang masih berkembang melalui APEC, Indonesia berharap akan dapat
mengejar ketinggalan dalam pembangunan ekonominya dan dapat menjadi mitra kerja sama
yang sejajar dengan anggota ekonomi maju. Pada gilirannya Indonesia juga akan dapat
mengamankan posisi dan kepentingan nasionalnya di dalam sistem ekonomi dunia yang
bebas dan terbuka.
APEC dengan karakteristik kerja samanya yang dilakukan melalui proses konsultasi,
memberikan fleksibilitas yang jauh lebih besar kepada Indonesia dalam menyepakati
komitmen yang akan dilakukan, dibandingkan dengan proses dalam WTO, dimana proses
kesepatakannya dilaksanakan melalui negosiasi. Dengan fleksibilitas ini, Indonesia dapat
memberikan komitmen untuk melaksanakan inisiatif-inisiatif bagi liberalisasi dan fasilitasi
perdagangan dan investasi sesuai dengah tingkat pembangunan dan situasi ekonomi dalam
negeri, tanpa harus mengikuti langkah-langkah yang dipaksakan oleh ekonomi maju. Salah
satu pilar APEC, yaitu fasilitas perdagangan dan investasi secara langsung akan memberikan
dampak positif bagi dunia usaha di kawasan, khususnya bagi Indonesia, mengingat langkah-
langkah yang diambil olehi setiap ekonomi dalam Rencana Aksi Individual masing-masing
seperti pemotongan tarif bea masuk, secara umum akan memberikan kemudahan bagi ekspor
Indonesia kepasar anggota ekonomi lainnya. Kerja sama dalam APEC secara garis besar akan
juga dapat memperluas jaringan usaha dan kemitraan, khususnya bagi usaha kecil dan
menengah.
Salah satu kepentingan Indonesia yang utama dalam APEC adalah untuk
mengamankan posisi Indonesia dalam sistem ekonomi internasional yang bebas dan terbuka.
Untuk mengamankan kepentingan Indonesia tersebut, ada hal yang perlu diperhatikan,
diantaranya: selalu berusaha agar ekonomi maju dan berkembang dalam APEC tetap sejajar
dan saling mengisi, usaha-usaha untuk meningkatkan kerja sama ekonomi dan teknik guna
mempersempit jurang perbedaan ekonomi di antara anggota-anggota APEC perlu terus di
lanjutkan, dan perlu diwaspadai usaha-usaha untuk memasukkan isu-isu baru yang tidak
berhubungan dengan ekonomi dalam kerja sama APEC, misalnya demokrasi, HAM dan
sebagainya.
Indonesia dan AFTA
Kerjasama AFTA bertujuan untuk meningkatkan daya saing produk ASEAN di
pasar dunia dan menciptakan pasar seluas-luasnya untuk menstimulus peningkatan FDI
(Foreign Direct Investment) di kawasan Asia Tenggara. Kerjasama ini pada awalnya hanya
beranggotakan enam negara yaitu Indonesia, Singapura, Brunei Darussalam, Thailand,
Filipina, dan Malaysia. Tetapi pada perkembangannya, AFTA memperluas keanggotaanya
dengan masuknya anggota baru yaitu Vietnam (1995), Laos dan Myanmar (1997), serta
Kamboja (1999). Sehingga jumlah keseluruhan anggota AFTA menjadi 10 negara.
Dalam menghadapi AFTA, Indonesia sebagai salah satu Negara anggota ASEAN
masih memiliki beberapa kendala yang menunjukan ketidaksiapan dalam menghadapi AFTA,
diantaranya adalah; dari segi penegakan hukum, sudah diketahui bahwa sektor itu termasuk
buruk di Indonesia. Jika tak ada kepastian hukum, maka iklim usaha tidak akan berkembang
baik, yang mana hal tersebut akan menyebabkana biaya ekonomi tinggi yang berpengaruh
terhadap daya saing produk dalam pasar internasional. Selain menghadapi berbagai
persoalan, AFTA jelas juga membawa sejumlah keuntungan. Pertama, barang-barang yang
semula diproduksi dengan biaya tinggi akan bisa diperoleh konsumen dengan harga lebih
murah. Kedua, sebagai kawasan yang terintegrasi secara bersama-sama, kawasan ASEAN
akan lebih menarik sebagai lahan investasi. Indonesia dengan sumber daya alam dan manusia
yang berlimpah mempunyai keunggulan komparatif. Namun, peningkatan SDM merupakan
keharusan. Ternyata, kemampuan SDM Indonesia masih lebih rendah dibandingkan Filipina
atau Thailand.
Adanya AFTA telah memberikan kemudahan kepada negara-negara ASEAN untuk
memasarkan produk-produk mereka di pasar ASEAN dibandingkan dengan negara-negara
non-ASEAN. Untuk pasar Indonesia, kemampuan negara-negara ASEAN dalam melakukan
penetrasi pasar Indonesia bahkan masih lebih baik dari China. Hal ini terlihat dari kenaikan
pangsa pasar ekspor negara ASEAN ke Indonesia yang jauh lebih tinggi dibandingkan
dengan kenaikan pangsa pasar China di Indonesia.
Kesimpulan
ASEAN merupakan prioritas utama dalam politik luar negeri Indonesia. Oleh karena
itu, terciptanya kawasan Asia Tenggara yang stabil, aman, damai, dan kondusif, serta
terjalinnya hubungan harmonis dengan negara-negara di Asia Tenggara dirasakan sangat
penting dan merupakan modal dasar pembangunan nasional Indonesia. Sementara itu di
dalam APEC, Indonesia memandang APEC sebagai salah satu dari empat jembatan di
samping UN, WTO dan ASEAN, yang dapat dimanfaatkan dalam menghadapi era
globalisasi. Sebagai anggota ekonomi yang masih berkembang melalui APEC, Indonesia
berharap akan dapat mengejar ketinggalan dalam pembangunan ekonominya dan dapat
menjadi mitra kerja sama yang sejajar dengan anggota ekonomi maju. Salah satu kepentingan
Indonesia yang utama dalam APEC adalah untuk mengamankan posisi Indonesia dalam
sistem ekonomi internasional yang bebas dan terbuka. Di sisi lain ASEAN dan APEC,
Indonesia juga harus menghadapi AFTA. Kerjasama AFTA bertujuan untuk meningkatkan
daya saing produk ASEAN di pasar dunia dan menciptakan pasar seluas-luasnya untuk
menstimulus peningkatan FDI (Foreign Direct Investment) di kawasan Asia Tenggara. Dalam
menghadapi AFTA, Indonesia sebagai salah satu Negara anggota ASEAN masih memiliki
beberapa kendala yang menunjukan ketidaksiapan dalam menghadapi AFTA, diantaranya
adalah; dari segi penegakan hukum. Namun di sisi lain juga ada keuntungan yang diperoleh
Indonesia.

Referensi
Wibisono, Makarim. 2006. Tantangan Diplomasi Multilateral. Jakarta: LP3ES.
Wanandi, Jusuf. 2006. Global, Regional And National: Strategic And Linkages. Yogyakarta:CSIS
http://www.portal-hi.net/index.php/teori-teori-liberalisme/189-critical-review--regionalisme-ekonomiv

Anda mungkin juga menyukai