Anda di halaman 1dari 30

KLIPING KUMPULAN

PUISI

Disusun Oleh:

Nama : Aprilia Sulistianingsih
NIS : 8553
Kelas : XII IPA 1
Guru Pembimbing : Surimawarni, S.Pd



SMA NEGERI 13 PALEMBANG
TAHUN AJARAN 2012/2013
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan anugrah
kesempatan dan pemikiran kepada penyusun untuk dapat menyelesaikan tugas
kliping kumpulan puisi ini.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak yang telah turut
bekerja sama dalam penyusunan kliping kumpulan puisi ini.
Ibu Surimawarni, S.Pd., selaku pembimbing yang telah banyak
menyumbangkan idenya serta mendukung pembuatan tugas kliping ini.
Orang tua tercinta terima kasih atas dukungan dan doanya.
Teman-teman yang ikut membantu proses pembuatan.
Dan semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Kritik dan saran pembaca sangat diharapkan untuk perbaikan kliping ini
dimasa yang akan datang.


Palembang, Maret 2013

Penulis






ii

DAFTAR ISI
Halaman Judul ....................................................................................................... i
Kata Pengantar ...................................................................................................... ii
Daftar isi ................................................................................................................. iii
BAB I. PUISI LAMA .............................................................................................. 1
I.1. Mantera atau Serapah ............................................................................... 1
I.2. Bidal .......................................................................................................... 2-4
I.3. Pantun ......................................................................................................... 5
I.4. Pantun Kilat atau Karmina ........................................................................ 6
I.5. Talibun ...................................................................................................... 7
I.6. Seloka ........................................................................................................ 8 -10
I.7. Gurindam ................................................................................................... 10-11
I.8. Syair ........................................................................................................... 11-12
BAB II. PUISI BARU ............................................................................................ 13
II.1. Distichon atau sanjak 2 seuntai ................................................................ 13
II.2. Terzina atau sanjak 3 seuntai ................................................................... 14
II.3. Quatrin atau sanjak 4 seuntai .................................................................... 14
II.4. Guint atau sanjak 5 seuntai ....................................................................... 15
II.5. Sextet atau sanjak 6 seuntai ...................................................................... 15-16
II.6. Septima atau sanjak 7 seuntai .................................................................. 16
II.7. Stanza/Octav atau sanjak 8 seuntai .......................................................... 16-17
II.8. Soneta atau sanjak 14 seuntai .................................................................. 17-18
BAB III. PUISI MODERN ..................................................................................... 19
BAB IV. PUISI KONTEMPORER ..................................................................... 20
IV.1. Puisi Mbeling ......................................................................................... 21
IV.2. Puisi Tipografi ......................................................................................... 21-22
IV.3. Puisi yang menentang idiom .................................................................. 22-23
IV.4. Puisi Supra Kata .................................................................................... 23-24
IV.5. Puisi yang mengutamakan unsur bunyi .................................................. 24
IV.6. Puisi Multi Lingual ................................................................................. 24-25
IV.7. Puisi yang menggunakan simbol ............................................................ 25
IV.8. Puisi Tanpa Kata .................................................................................... 25
IV.9. Puisi Konkret .......................................................................................... 26
Daftar Pustaka
iii
BAB I
PUISI LAMA
Puisi lama ialah puisi yang terikat oleh syarat-syarat tertentu yang
tradisional. Di samping syarat-syarat khusus yang terdapat pada tiap-tiap jenis,
juga terdapat syarat-syarat umum sebagai berikut.
a. Jumlah larik pada tiap-tiap bait.
b. Jumlah perkataan atau suku kata pada tiap-tiap larik.
c. Susunan sajak secara vertikal pada akhir larik tiap satu bait.
d. Hubungan larik-lariknya.
e. Iramanya menurutkan pola tertentu, jadi merupakan metrum.

I.1 Mantera atau Serapah
Pengertian mantera menurut Kamus Dewan adalah kata atau ayat gaib
apabila diucapkan dapat menimbulkan kuasa gaib ( untuk menyembuhkan
penyakit dan sebagainya ), jampi.
Contoh :
Bismillahirrahmanirrahim
Bismillah aku menawar racun
Aku tau asal racun
Anak lidah asam racun
Seri manik yang menawar
Jin semlu t yang punya tawar
Berkat lailahaillallah



1
I.2 Bidal
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, bidal adalah peribahasa atau
pepatah yang mengandung nasihat, peringatan, sindiran, dan sebagainya.
Klinkert mengatakan bahwa bidal adalah bahasa berkias atau beribarat.
Adapun Simorangkir mengatakan bahwa bidal adalah kalimat-kalimat singkat
yang mengandung suatu pengertian atau membayangkan sindiran dan kiasan
sebagai tangkisan bagi ahli sastra.
a. Jenis-jenis bidal
1) Menurut asal kejadiannya
a) Bidal dari lingkungan petani, contohnya :
- Pagar makan tanaman.
- Dahulu bajak daripada jawi.
b) Bidal dari lingkungan rumah tangga, contohnya :
- Besar pasak daripada tiang .
- Sambil berdiang nasi masak.

c) Bidal dari kalangan guru dan alim ulama, contohnya :
- Lubuk akal tepian ilmu.
- Lancar kaji karena diulang, pasar jalan karena diturut.

d) Bidal dari kalangan pedagang, contohnya :
- Seperti menghasta kain sarung.
- Murah dimulut, mahal di timbangan.
e) Bidal dari lingkungan nelayan atau orang-orang pantai,
contohnya :
- Dalam laut dapat diduga, dalam hati siapa yang tahu.
- Sekali merengkuh dayung, dua tiga pulau terbayar.
f) Bidal yang mengingatkan suatu dongeng atau cerita, contohnya :
- Katak hendak jadi lembu.
- Lebai malang.
2
2) Menurut susunan kata
a) Ungkapan
Ungkapan yaitu kiasan atau perbandingan yang dinyatakan secara
amat singkat, contohnya :
1) Buah hati.
2) Bunga bahasa.

b) Peribahasa
Peribahasa adalah segala bentuk atau cara berbahasa tidak dalam
arti sebenarnya, contohnya :
1) Gajah berjuang sama gajah, pelanduk mati di tengah-tengah.
2) Malu bertanya sesat di jalan.

c) Pepatah
Pepatah ialah kiasan tepat yang dipergunakan untuk mematahkan
perkataan orang lain, contohnya :
1) Tong kosong berbunyi nyaring.
2) Besar pasak daripada tiang.

d) Perumpamaan
Kalimat yang membandingkan keadaan yang sebenarnya
dengan keadaan lain yang ada di alam . Biasanya dimulai dengan
kata : seperti, umpama, laksana, bagai, sepantun, bak, dan
sebagainya.
Contoh :
1) Seperti menghasta kain sarung.
2) Sepantun ayam kehilangan induk.

e) Tamsil
Tamsil ialah perumpamaan yang bersampiran, bersajak, dan
berirama, contohnya :
1) Keras-keras kerak, kena air lunak juga.
2) Diam ubi, makin lama makin berisi.


3
f) Ibarat
Ibarat ialah perumpamaan yang seterang-terangnya dengan
mengadakan perbandingan dengan alam, contohnya :
1) Ibarat bunga, segar dipakai kayu dibuang.
2) Bagai kerakap tumbuh di batu, hidup segan mati tak hendak.

g) Hadis melayu atau kata arif
Hadis melayu atau arif ialah ucapan-ucapan yang tadinya berasal
dari hadis Nabi Muhammad SAW., yang kemudian terasa sebagai
milik umum, contohnya :
1) Senangkanlah hatimu deengan menyenangkan hati orang lain.
2) Ilmu yang tiada diamalkan seperti pohon tiada berbuah.

h) Pameo ( pem + beo = peniru )
Ucapan tiruan yang biasanya hanya berlaku untuk sementara
waktu saja. Digunakan sebagai semboyan atau penambah semangat,
contohnya :
1) Sekali merdeka tetap merdeka.
2) Giat bekerja pasti berjasa.

b. Fungsi bidal
Dalam kehidupan sehari-hari, bidal berfungsi sebagai :
1. Media komunikasi, baik formal seperti dalam upacara adat,
ataupun tidak formal seperti sekadar untuk menegur, mengkritik,
atau menyindir seseorang.
2. Media pendidikan dan pengajaran dalam kehidupan sehari-hari.
3. Media untuk mengkritik sehingga lebih bisa diterima dan dicerna
oleh orang lain.
4. Kontrol sosial moral dan perilaku masyarakat.
5. Media untuk menunjukkan kebijaksanaan dan keluasan ilmu
penuturnya.
6. Alat untuk melihat dan mengukur status seseorang dalam
masyarakat.

4
I.3 Pantun
Pantun adalah bentuk puisi yang terdiri atas empat larik yang bersajak
bersilih dua-dua (pola ab-ab), dan biasanya, tiap larik terdiri atas empat
perkataan. Dua larik pertama disebut sampiran, sedangkan dua larik berikutnya
disebut isi pantun. Namun demikian, ada sebagian orang yang mengatakan
bahwa kata pantun berasal dari bahasa Jawa, yaitu pantun atau pari. Baik
pantun maupun pari sama-sama berarti padi dalam bahasa Indonesia (Melayu).
Pendapat yang mengatakan bahwa kata pantun berasal dari bahasa Jawa
dikuatkan oleh adanya salah satu jenis puisi lisan Jawa mirip pantun. Dalam
kesusastraan Jawa, ikatan puisi yang mirip dengan pantun ini dinamakan
parikan.
a. Ciri- ciri pantun
1) Tiap-tiap bait pantun terdiri 4 larik.
2) Tiap-tiap larik terdiri dari 8 - 12 suku kata.
3) Sajak akhirnya merupakan sajak silang yang dapat dirumuskan ab
ab.
4) Larik-1 dan ke-2 disebut sampiran, dan tak mempunyai hubungan
logis dengan larik ke-3 dan ke-4 yang menjadi isi pantun dan
disebut maksud.

Contoh :
Buah ara batang dibantun
Mari dibantun dengan parang
Hai saudara dengarlah pantun
Pantun tidak mengata orang

Mari dibantun dengan parang
Beranga besar dalam padi
Pantun tidak mengata orang
Janganlah syak di dalam hati



5
I.4 Pantun Kilat atau Karmina
Karmina atau dikenal dengan nama pantun kilat adalah pantun yang
terdiri atas dua larik. Larik pertama merupakan sampiran dan larik kedua adalah
isi. Fungsi karmina ini antara lain sebagai sarana untuk menyampaikan sindiran
ataupun ungkapan secara langsung, mengungkapkan perasaan, member nasihat,
selingan percakapan, dan sebagainya.
a. Ciri- cirri
1) Satu larik pertama berupa sampiran.
2) Jeda larik ditandai koma.
3) Sajak akhiran lurus (a-a).
4) Larik kedua merupakan isi.

Ikatan pantun kilat dan karmina itu seperti ikatan pantun. Hanya saja
lariknya lebih singkat, yaitu terdiri atas 4-6 suku kata maka disebut pantun kilat.
Contoh :
1. Ujung bendul dalam semak,
Kerbau mandul banyak lemak.

2. Pinggan tak retak nasi tak dingin,
Tuan tak hendak saya tak ingin.

Sebagaimana pantun, karmina juga merupakan karya sastra (puisi) asli
Melayu yang pada mulanya berupa sastra lisan. Dengan demikian bentuk
karmina tidak selalu tetap. Formulasi karmina dapat diubah dalam bentuk empat
larik, misalnya
1. Ada ubi
ada talas,
Ada budi
ada balas.

2. Banyak udang
banyak garam,
Banyak orang
banyak ragam.
6
I.5 Talibun
Talibun adalah sejenis puisi lama seperti pantun karena mempunyai
sampiran dan isi, tetapi lebih dari empat larik (mulai dari 6-20 larik). Oleh
karena itu, talibun dapat dikatakan merupakan perluasan dari pantun. Jika
karmina disebut juga pantun singkat, maka talibun disebut pantun panjang.
a. Ciri-ciri
1) Talibun merupakan ikatan sejenis pantun, yang jumlah larik tiap-
tiap baitnya lebih dari 4 dan genap (6,8,10 dan seterusnya).
2) Tiap-tiap larik terdiri atas 8-12 suku kata.
3) Sepauh dari jumlah larik bagian atas merupakan sampiran, separuh
bagian bawah merupakan maksud.
4) Sajak akhirnya, secara vertikal dapat dirumuskan abc abc, abcd abcd,
abcde abcde, dan seterusnya.

Contoh :
1) Kalau anak pergi ke lepau
Yu beli belanak pun beli
Ikan panjang beli dahulu
Kalau anak pergi merantau
Ibu cari sanak pun cari
Induk semang cari dahulu

2) Siapa belangir ke tepian
Jangan dahulu balik pulang
Rusa terdampar dalam lemah
Ekornya hitam kena bara
Kakanda berlayar kelautan
Banyak memetik bunga kembang
Adinda tinggal tengah rumah
Tidur bertilam airmata




7
I.6 Seloka
Seloka merupakan bentuk puisi yang telah tua, yaitu sejak masuknya
pengaruh sastra Hindu ke Asia Tenggara pada awal abad pertama. Dalam sastra
Melayu Klasik , seloka termasuk jenis puisi berisi pepatah atau perumpamaan
yang mengandung olok-olok, ejekan, senda gurau, dan sindiran.
a. Ciri-ciri dan contoh
1) Menurut Dr. C. Hooykaas dalam Perintis Sastra bahwa seloka
dalam bahasa Melayu memiliki ciri-ciri sebagai berikut.
a) Sajak terdiri atas 4 larik.
b) Tiap-tiap larik terdiri atas 4 perkataan atau 8- 11 suku kata.
c) Bersajak seperti syair (aaaa).
d) Hubungan larik-lariknya seperti pantun (larik 1+2 = sampiran,
larik 3 + 4 = maksud).

Contoh :
Ada seekor burung pelatuk
Cari makan di kayu buruk
Tuan umpama ayam pungguk
Segan mencakar rajin mematuk.

2) Madong Lubis dalam Keindahan Bahasa menerangkan bahwa
seloka ialah pantun berkait.
Contoh :
Tahan melati di ruma-ruma
Ubur-ubur sampingan dua
Kalau mati kita bersama
Satu kubur kita berdua

Ubur-ubur sampingan dua
Tanam melati bersusun tangkai
Satu kubur kita berdua
Kalau boleh bersusun bangkai


8
Tanam melati bersusun tangkai
Tanam padi satu per satu
Kalau boleh bersusun bangkai
Daging hancur menjadi satu

3) Sabaruddin Ahmad dalam Seluk-Beluk Bahasa Indonesia
menerangkan bahwa seloka ialah pantun berangkai (sama dengan
pendirian Madong Lubis).
4) B. simorangkir- Simanjuntak dalam Kesusastraan Indonesia I
menerangkan bahwa seloka dalam Bahasa Indonesia tidak lain
adalah bidal atau pepatah berirama.
5) Sutan Moh. Zain dalam Zaman Baru menerangkan : seloka itu
boleh terdiri atas 2 larik, 4 larik, 6 larik atau lebih. Seloka yang
jumlah lariknya lebih dari 2, bersajak pasangan (aa, bb, cc, dd, dan
seterusnya). Segala kalimatnya berarti (masing-masing mempunyai
hubungan logis) seperti halnya syair.

Contoh :
Sungguh mujur bapak Bilalang
Apa yang diterka tidaklah hilang
Adapun nasib si Lebai Malang
Selalu duduk berhati walang

Apa yang dimaksud tidaklah sama
Karena pikirannya selalu cerai berai
Ada nasi dicurahkan
Awak pulang kebuluran

Waktu hilir memunggah pasang
Awak sampai selesailah orang
Waktu mudik memingkah surut
Awak sampai laparlah perut

9
6) R.B. Slametmulyana dalam Bimbingan Seni Sastra menerangkan
bahwa seloka berasal dari India yang bentuknya sebagai berikut.
- Satu seloka terdiri atas 4 pada.
- Tiap 2 pada merupakan satu larik.
- Jadi satu seloka terdiri atas 2 larik.
- Tiap-tiap larik dipotong ditengah-tengah.

I.7 Gurindam
Gurindam adalah satu bentuk puisi Melayu lama yang terdiri atas dua
larik kalimat dengan irama akhir yang sama, yang merupakan satu kesatuan
yang utuh. Larik pertama berisikan semacam soal, masalah, atau perjanjian dan
larik kedua berisikan jawabannya atau akibat dari masalah atau perjanjian pada
larik pertama. Asal gurindam dari bahasa Tamil (India). Muncul di Indonesia
setelah Hindu datang. Pengarang gurindam yang ternama ialah Raja Ali Haji
(saudara sepupu Raja Ali yang menjadi raja muda Riau tahun 1844-1857).
Hidupnya sekitar tahun 1844. Buah penanya yang terkenal ialah Gurindam Dua
Belas, yaitu berupa kumpulan gurindam yang terdiri atas 12 pasal.
a. Ciri-ciri
1) Tiap sebait terdiri atas 2 larik.
2) Jumlah suku kata setiap lariknya tidak tetap, pada umumnya 10-14.
3) Sajak akhirnya merupakan sajak pertama yang dapat dirumuskan
aa.
4) Hubungan larik ke-1 dan larik ke-2 seolah-olah membentuk kalimat
majemuk , biasanya dalam hubungan sebab akibat.
5) Pada umumnya isi menyatakan suatu kebenaran untuk memberi
nasihat.

Contoh :
Cahari olehmu sahabat
Yang boleh dijadikan obat.

10
Cahari olehmu akan guru
Yang boleh lakukan tiap seteru.

Cahari olehmu akan abdi
Yang ada baik sedikit budi

Kurang fikir, kurang siasat
Tentu dirimu, kelak tersesat

Fikir dahulu sebelum berkata
Supaya terelak silang sengketa

Siapa menggemari silang sengketa
Kelaknya pasti berduka cita.

I.8 Syair
Syair berasal dari bahasa Arab Syuur yang berarti penggubah atau
pengikat hati. Syair masuk ke Indonesia setelah masuknya agama Islam.
Memang demikian halnya sebab pada tahun 1380 M di Aceh terdapat batu nisan
bertuliskan syair di Minye Tujoh. Isi syair adalah kejadian, kisah, nasihat,
berbeda dengan pantun yang isinya semata-mata curahan perasaan. Dengan
demikian, syair adalah tembang atau puisi yang penuh curahan perasaan yang
mementingkan irama sajak.
a. Ciri-ciri :
1) Terdiri dari empat larik tiap bait.
2) Setiap bait memberi arti sebagai satu kesatuan.
3) Seluruh larik merupakan isi (dalam syair tidak ada sampiran ).
4) Sajak akhir tiap larik selalu sama (aa-aa).
5) Jumlah suku kata tiap larik hamper sama (biasanya 8-12 suku kata).
6) Isi syair berupa nasihat, petuah, dongeng, cerita, dan sebagainya.


11
Contoh :
Dengan bismillah permulaan warkat
Diambil kertas kalam diangkat
Pena dan tinta jadi serikat
Menyampaikan hakikat dengan hasrat
Pena menyelam dawat menyambut
Terbentang kertas putih umbut
Kalam menari kata disebut
Jejak terbentang sebagai rambut
Awal mulanya surat direka
Kenangan menyerang tidak berjangka
Siang malam segenap ketika
Wajah tuan rasa di muka
Surat inilah pengganti diri
Datang menjelang muda bestari
Duduk berbincang berperi-peri
Melepas rindu hati sanubari
(karya Sabaruddin Ahmad)
















12
BAB II
PUISI BARU
Puisi baru bentuknya lebih bebas daripada puisi lama baik dalam segi
jumlah baris, suku kata, maupun rima.
1. Ciri-ciri Puisi Baru
a) Bentuknya rapi, simetris;
b) Mempunyai persajakan akhir (yang teratur);
c) Banyak mempergunakan pola sajak pantun dan syair meskipun ada pola yang
lain;
d) Sebagian besar puisi empat seuntai;
e) Tiap-tiap barisnya atas sebuah gatra (kesatuan sintaksis)
f) Tiap gatranya terdiri atas dua kata (sebagian besar) : 4-5 suku kata.

II.1 Distichon
Distikhon (sajak dua seuntai), yaitu tiap bait terdiri atas dua baris.
Ciri- ciri :
1. 2 baris; sajak 2 seuntai
2. Distikon (Greek: 2 baris)
3. Rima aa bb
Contoh :
Berkali kita gagal
Ulangi lagi dan cari akal

Berkali-kali kita jatuh
Kembali berdiri jangan mengeluh
(Or. Mandank)


13
II.2 Terzina
Tersina (sajak dua seuntai), yaitu tiap bait terdiri atas tiga baris.
Terzina (Itali: 3 irama)
Contoh :
Dalam ribaan bahagia datang
Tersenyum bagai kencana
Mengharum bagai cendana

Dalam bahgia cinta tiba melayang
Bersinar bagai matahari
Mewarna bagaikan sari
(Madah Kelana)
Karya : Sanusi Pane

II.3 Quatrain
Quantrin (sajak empat seuntai), yaitu tiap bait terdiri empat baris.
Ciri-ciri : Quatrain (Perancis: 4 baris)
Pada asalnya ada 4 rangkap
Dipelopori di Malaysia oleh Mahsuri S.N.
Contoh :
Mendatang-datang jua
Kenangan masa lampau
Menghilang muncul jua
Yang dulu sinau silau

Membayang rupa jua
Adi kanda lama lalu
Membuat hati jua
Layu lipu rindu-sendu
(A.M. Daeng Myala) 14
II.4 Guint
Pada asalnya, rima Guint adalah /aaaaa/ tetapi kini 5 baris dalam
serangkap diterima umum sebagai Guint (perubahan ini dikatakan berpuncak
dari kesukaran penyair untuk membina rima /aaaaa/.
Contoh :
Hanya Kepada Tuan
Satu-satu perasaan
Hanya dapat saya katakan
Kepada tuan
Yang pernah merasakan

Satu-satu kegelisahan
Yang saya serahkan
Hanya dapat saya kisahkan
Kepada tuan
Yang pernah diresah gelisahkan

Satu-satu kenyataan
Yang bisa dirasakan
Hanya dapat saya nyatakan
Kepada tuan
Yang enggan menerima kenyataan
(Or. Mandank)

II.5 Sextet
Sextet (sajak enam seuntai), yaitu tiap bait terdiri atas enam baris.
Ciri-ciri : Sextet (latin: 6 baris)
Dikenali sebagai terzina ganda dua
Rima akhir bebas

15
Contoh :
Merindu Bagia
Jika harilah tengah malam
Angin berhenti dari bernafas
Sukma jiwaku rasa tenggelam
Dalam laut tidak terwatas
Menangis hati diiris sedih
(Ipih)

II.6 Septima
Septima (sajak tujuh seuntai), yaitu tiap bait terdiri atas tujuh baris.
Septime (Latin: 7 baris)
Rima akhir bebas
Contoh : Indonesia Tumpah Darahku
Duduk di pantai tanah yang permai
Tempat gelombang pecah berderai
Berbuih putih di pasir terderai
Tampaklah pulau di lautan hijau
Gunung gemunung bagus rupanya
Ditimpah air mulia tampaknya
Tumpah darahku Indonesia namanya
(Muhammad Yamin)

II.7 Stanza atau Oktav
Stanza atau octaf (sajak delapan seuntai), Yaitu tiap bait terdiri atas
delapan baris,
Oktaf (Latin: 8 baris)
Dikenali sebagai double Quatrain


16
Contoh :
Awan
Awan datang melayang perlahan
Serasa bermimpi, serasa berangan
Bertambah lama, lupa di diri
Bertambah halus akhirnya seri
Dan bentuk menjadi hilang

Dalam langit biru gemilang
Demikian jiwaku lenyap sekarang
Dalam kehidupan teguh tenang
(Sanusi Pane)

II.8 Soneta
a. Ciri ciri soneta :
1) Terdiri atas 14 baris.
2) Terdiri atas 4 bait, yang terdiri atas 2 quatrain dan 2 terzina.
3) Dua quatrain merupakan sampiran dan merupakan satu kesatuan
yang disebut octav.
4) Dua terzina merupakan isi dan merupakan satu kesatuan yang
disebut isi yang disebut sextet.
5) Bagian sampiran biasanya berupa gambaran alam.
6) Sextet berisi curahan atau jawaban atau kesimpulan daripada apa
yang dilukiskan dalam ocvtav , jadi sifatnya subyektif.
7) Peralihan dari octav ke sextet disebut volta.
8) Penambahan baris pada soneta disebut koda.
9) Jumlah suku kata dalam tiap-tiap baris biasanya antara 9 14
suku kata.
10) Rima akhirnya adalah a b b a, a b b a, c d c, d c
d.




17
Contoh :
Gembala
Perasaan siapa ta kan nyala ( a )
Melihat anak berelagu dendang ( b )
Seorang saja di tengah padang ( b )
Tiada berbaju buka kepala ( a )
Beginilah nasib anak gembala ( a )
Berteduh di bawah kayu nan rindang ( b )
Semenjak pagi meninggalkan kandang ( b )
Pulang ke rumah di senja kala ( a )
Jauh sedikit sesayup sampai ( a )
Terdengar olehku bunyi serunai ( a )
Melagukan alam nan molek permai ( a )
Wahai gembala di segara hijau ( c )
Mendengarkan puputmu menurutkan kerbau ( c )
Maulah aku menurutkan dikau ( c )
(Muhammad Yamin)











18
BAB III
PUISI MODERN
Menurut Jalil (1990) puisi modern ini muncul, sejak kehadiran Jepang
di Indonesia. Walaupun kehadiran Jepang di Indonesia memberikan
kesengsaraan bagi masyarakat, namun bagi penyair memberikan kandungan
keuntungan yang sangat besar, yaitu adanya kebebasan menggunakan bahasa
indonesia.Kebebasan menggunakan bahasa Indonesia oleh penyair, digunakan
sebagai alat untuk menghembuskan napas kebencian pada Jepang. Penyair
angkatan ini dikategorikan sebagai penyair angkatan 1945, dan karya-karya
puisinya termasuk dalam kelompok puisi modern.
Ciri-ciri puisi modern :
- Tidak terikat dengan peraturan puisi lama, seperti aturan-aturan jumlah
baris tiap bait, jumlah suku kata maupun rima.
- Berkembang secara lisan dan tertulis.
- Gaya bahasanya dinamis (berubah-ubah).
- Isinya tentang kehidupan pada umumnya.
Contoh :
Teratai
Dalam kebun di tanah airku
Tumbuh sekuntum bunga teratai
Tersembunyi kembang indah permai
Tidak terlihat orang yang lalu
Akarnya tumbuh di hati dunia
Daun bersemi Laksmi mengarang
Biarpun ia diabaikan orang
Seroja kembang gemilang mulia
Biarpun engkau tidak dilihat
Biarpun engkau tidak diminat
Engkaupun turut menjaga zaman
Karya Sanusi Pane (Antologi Puisi Indonesia Modern Anak-Anak)
19
BAB IV
PUISI KONTEMPORER

Sesungguhnya bagi angkatan pujangga baru yang masih hidup antara
tahun 1966-1970, kehadiran puisi kontemporer pada mulanya tidak diakuinya,
karena mereka menganggap bahwa puisi dari jaman revolusi ini bukan lahir
dari penyair yang benar-benar penyair, karena tokoh dari puisi ini dianggap
brengsek, namun sebenarnya tidaklah demikian. Kehadiran puisi kontemporer
merupakan perkembangan puisi Indonesia. Tahapan dari karya puisi
kontemporer tidah hanya mementingkan diri si penyair, tetapi tuntutan
keharusan, kemestian dan kebenaran menjadi tahap yang utama dalam
menciptakan sebuah puisi.

Tokoh puisi kontemporer adalah Taufik Ismail, Darmanto Jatman,
Rendra, Sutarji Calzoum Bachri. Di antara puisi kontemporer yaitu; berjudul:
Malam Sebelum Badai karya Taufik Ismail.
Puisi Kontemporer adalah bentuk puisi yang berusaha lari dari ikatan
konvensional puisi itu sendiri. Misalnya saja, Sutardji mulai tidak mempercayai
kekuatan kata tetapi dia mulai berpaling pada eksistensi bunyi dan kekuatannya.
Danarto justru memulai dengan kekuatan garis dalam menciptakan puisi.

Puisi kontemporer memang cenderung berbentuk aneh dan ganjil. Di
samping Sutardji dan Danarto, juga Sapardi Djoko Damono, penyair lain
mencanangkan bentuk puisi ganjil adalah : Ibrahim Sattah, Hamid Jabar, Husni
Jamaluddin, Noorca Marendra, dan sebagainya.

Boleh dikatakan bahwa puisi kontemporer seringkali memakai kata-
kata yang kurang memperhatikan santun bahasa, memakai kata-kata makian
kasar, ejekan, dan lain-lain. Pemakaian kata-kata simbolik atau lambang intuisi,
gaya bahasa, irama, dan sebagainya dianggapnya tidak begitu penting lagi.




20
Ciri-ciri Puisi Kontemporer :
1. Menolak kata sebagai media ekspresinya
2. Bertumpu pada simbol-simbol nonkata
3. Menampilkan kata sedikit mungkin
4. Bebas memasukkan unsur bahasa asing atau daerah
5. Memakai kata-kata supra/irasional, kata-kata yang dijungkir balikkan
6. Menggarap tipografi secara cermat
7. Berpijak pada bahasa inkonvensional

IV.1 Puisi Mbeling
Puisi yang bersifat kelakar, berisi kritik sosial, dan ejekan terhadap
sikap penyair yang serius dalam menghadapi puisi.
Contoh :
Predestinasi
Aku telah
Berputar-putar
Mencari engkau
Dalam putaran-putaran waktu
Tapi astaga
Engkau ada bersama-sama denganku
Dalam putaran
Takdirmu dan
Takdirku
(Remy Sylado)

IV.2 Puisi tipografi
Puisi tipografi adalah puisi yang lebih mementingkan gambaran visual
dari puisi tersebut. Dalam puisi tipografi seorang penyair berusaha
mengekspresikan gejolak hatinya dengan lebih menonjolkan lukisan bentuk dari
puisinya di samping melalui kata-kata tentunya.
21
Contoh :
Peluru Pengirim Maut


IV.3 Puisi Yang menentang idiom-idiom
Puisi puisi semacam ini akan bersifat konvensional. Dengan
menentang idiom konvensional maka puisi tersebut tidak lagi menghiraukan
hubungan makna setiap kata, bahkan sering terjadi menjungkir balikkan
hubungan makna tersebut.
Contoh :
O
Dukaku dukakau dukarisau
Dukakalian dukangiau
Resahku resahkau resahrisau
Resahbalau resahkalian
Raguku ragukau raguguru
Ragutahu ragukalian
Mauku maukau mautahu
Mausampai maukalian

22
Maukenal maugapai
Siasiaku siasiakau siasia
Siabalau siarisau siakalian
Siasia
Waswasku waswaskau
Waswaskalian
Waswaswaswaswaswaswaswa
Swaswas
Duhaiku duhaikau duhairindu
Duhaingilu duhaikalian
Duhaisangsai
Oku okau okosong orindu
Okalian obolong o risau o Kau
O..
(Sutardji Calzoum Bachri)

IV.4 Puisi Supra Kata
Puisi ini terlihat mempermainkan suku-suku kata . Sampai-sampai kata-
kata itu menjadi tidak bermakna .Tetapi hal itu tidak lantas menghilangkan
makna totalitas puisi tersebut . Bahkan terasa menjadi sangat konkret. Dengan
deretan kata yang dibolak-balikan susunan suku katanya bila diteriakkan keras-
keras seperti teriakan nelayan di zaman bahari dulu . Bunyi-bunyi yang muncul
dari kata-kata tak bermakna itu mengangkat imajinasi kita untuk
membayangkan situasi pada masa bahari dulu, di mana nenek moyang kita
sangat akrab dengan lautan.
Contoh :
COMMUNICATION GAP
Ya
TUHAN
Tuhan Tuhan Tuhan
Tuhan
Tu
Han
Tu
han
Hantu
23
Hantu Hantu
Hantu Hantu Hantu
HANTU
Ay
(Remy Sylado)

IV.5 Puisi yang lebih mengutamakan unsur bunyi
Puisi ini mengingatkan kita pada bentuk puisi mantera pada zaman
sastra purba. Puisi mantera pun amat menonjolkan kekuatan bunyi. Bahkan
menurut hemat nenek moyang kita dulu semakin kuat bunyi dalam mantera
semakin tinggi nilai magis yang terkandung dalam mantera tersebut. Dan
ternyata dalam perkembangan sastra Indonesia modern, ada kencenderungan
kembali pada bentuk mantera. Penyair garda depan yang memproklamasikan
bentuk mantera ini adalan Sutardji dan Ibrahim Sattah.
Contoh :
Mantera
Lima percik mawar
Tujuh sayap merpati
Sesayat langit perih
Dicabik puncak gunung
Sebelas duri sepi
Dalam dupa rupa
Tiga menyan luka
Mengasapi duka

Puah!
Kau jadi Kau!
kasihku


IV.6 Puisi Multi Lingual
Puisi yang mengkombinasikan bentuk bahasa Indonesia dengan bahasa
asing atau bahasa daerah. Puisi ini menggunakan berbagai bahasa dalam
mengungkapkan apa yang dimaksudkannya. Tentu saja hal ini mempersulit
pemahaman pembaca yang tidak mengerti dan menguasai bahasa asing maupun
bahasa daerah.
24
Contoh :
Diguguri
Musim diam. Tetumbuhan dan hewan-hewan menyeret seperti kelinci
Berbiak dalam biang
Ada yang tersimpan ada yang
ditunggu
Ada yang menyimpan dan membiarkan
diam
Rumput tanpa gerak. Anyep udara jadi ngeliep
Patahan ranting terjatuh. Patahan
Waktu yang terkubur lanskap sebuah ruang
Tentang masa lalu yang bakal
menjelma

IV.7 Puisi yang banyak menggunakan simbol daripada kata kata atau
kalimat.
Simaklah puisi Jeihan berikut ini !
VVVVVVVVVVVVVVVVV
VVVVVVVVVVVVVVVVV
VVVVVVVVVVVVVVVVV
VVVVVVVVVVVVVVVVV
VVVVVVVVVVVVVVVVV
VVVVVVVVVVVVVVVVV
VVVVVVVVVVVVVVVVV
VVVVVVVVVVVVVVVVV
V
VIVA PANCASILA
( Jeihan )

IV.8 Puisi Tanpa Kata
Puisi yang sama sekali tidak menggunakan kata sebagai alat
ekspresinya. Sebagai gantinya digunakan titik-titik, garis, huruf, atau simbol-
simbol lain. Dan lebih menonjolkan unsur garis atau gambar seperti dalam seni
lukis.
Contoh :



25
IV.9 Puisi Konkret
Puisi konkret benar-benar merupakan penyair yang tidak lagi percaya
terhadap eksistensi kata. Puisi konkret berusaha meninggalkan peranan kata
karena kata dianggapnya terlampau akrab untuk mewadahi penyair. Puisi
konkret merupakan puisi yang diciptakan oleh penyair dengan memakai benda-
benda yang konkret ( biasanya dengan sedikit mungkin kata , bahkan kalau
perlu kata itu dihilangkan) sebagai alat ekspresinya .
Contoh :

Amuk
Ngiau! Kucing dalam darah
Dia menderas
Lewat di mengalir ngilu
Ngiau dia ber
Gegas lewat aortaku
Dalam rimba
Darahku dia besar dia bukan
Harimau bu
Kan singa bukan hiena bukan
Leopar dia
Macam kucing bukan kucing
Tapi kucing
Ngiau dia lapar dia
Menambah rimba af
Rikaku dengan cakarnya
Dengan amuknya
Dia meraung dia mengerang
Jangan beri
Daging dia tak mau daging
Jesus jangan
Beri roti dia tak mau roti
Ngiau
(Sutardji Calzoum Bachri)



26
DAFTAR PUSTAKA


http://kakashiiyomoto.blogspot.com

http://www.melayuonline.com

http://www.duniasastra.com

http://www.wikipedia.org

Purba, Antilan.2001. Sastra Indonesia Kontemporer. Medan : USU Press.

Soetarno. 2007. Peristiwa Sastra Melayu Lama. Surakarta : PT Widya Duta
Grafika.

Anda mungkin juga menyukai