Anda di halaman 1dari 64

ISSN 2302-7851

BIMFI

BERKALA
ILMIAH
MAHASISWA
FARMASI
INDONESIA

Volume 2 No. 2
Januari - Juni 2014

BIMFI

INDONESIAN PHARMACY STUDENT JOURNAL

ISSN 2302-7851

Volume 2 No. 2
Januari - Juni 2014

BERKALA
ILMIAH
MAHASISWA
FARMASI
INDONESIA

BIMFI

INDONESIAN PHARMACY STUDENT JOURNAL

SUSUNAN PENGURUS
BOARD OF TRUSTEE
Dr. Ahmad Muhtadi, MS., Apt
Dekan Fakultas Farmasi Universitas Padjadjaran

Dr. Keri Lestari Dandan, M.Si., Apt


Pemimpin Redaksi Jurnal Farmasi Klinik Indonesia

BOARD OF DIRECTOR
Rahmi Khamsita, S.Farm., Apt

PENANGGUNG JAWAB
ISMAFARSI

PIMPINAN UMUM
M. Khairuman Universitas Padjadjaran

WAKIL PIMPINAN UMUM


Restri Akhsanitami Universitas Padjadjaran

SEKRETARIS
Anggita Sekarsari Universitas Padjadjaran

DEWAN REDAKSI
Agus Al Imam B. Universitas Indonesia
Sujatmoko Universitas Padjadjaran
Oktavia Rahayu A. Universitas Brawijaya
Yonika Arum Larasati Universitas Gadjah Mada

PUBLIKASI
Retno Rela Mahanani S. Universitas Indonesia
Ade Putri Yulianti Universitas Tanjungpura
Jihan Shasika Rani Universitas Andalas
Nia Anzini Universitas Tanjungpura
Aris Setiyo Universitas Airlangga
Prima Ramadhani Universitas Andalas
Muliawati Universitas Hasanuddin

HUMAS DAN PROMOSI


Rhesa Ramadhan UIN Syarif Hidayatullah
Citra Utami Universitas Hasanuddin
Fitri Wulandari Universitas Indonesia
Hartika Guspayane Universitas Indonesia
Astina Sicilia Universitas Indonesia

Fitri Arum Sari Universitas Indonesia

TATA LETAK DAN LAYOUT


BENDAHARA
Adiba Hasna Ramadhani Universitas Padjadjaran
Sulistiyaningsih Universitas Indonesia

PIMPINAN REDAKSI
Nita Kristiani Universitas Gadjah Mada

ii

Mutiara Annisa M. Institut Teknologi Bandung


Septian Anggadibya Universitas Padjadjaran
Hesti Lestari Universitas Padjadjaran
Khalidazia Universitas Andalas
Diah Lestari Universitas Indonesia

DAFTAR ISI

ISSN 2302-7851

Susunan Pengurus...................................................................................................................................
Daftar Isi......................................................................................................................................................
Petunjuk Penulisan................................................................................................................................
Setitik Ilmu.................................................................................................................................................
Sambutan Pimpinan Umum...............................................................................................................

ii
iii
iv
ix
x

PENELITIAN
Formulasi Ekstrak Seduh Hepatoprotektor dari Ekstrak Sambiloto (Andrographis
paniculata)
Willi Tri Andika, Sujatmoko, M. Khairuman
..................................................................................................................................................................................................................................

64

Preparasi, Karakterisasi dan Uji Efektivitas Lotion Fitosom Ekstrak Pegagan (Centella
asiatica) pada Mencit (Mus musculus) Balb/c Model Dermatitis Kontak Iritan
Oktavia Rahayu A, Pipit Sulistiyani, Zulkarnaen, Putri Fitri Alfiantya, Edwina Narulita Sari
..................................................................................................................................................................................................................................

71

Activity Test of Lumbricus rubellus Protein Isolate on Bacillus subtilis with Agar Difussion
Method
V. Noviani, T. Terrawati, F. D. Anggraini, S. E. Suherman, M. A. Taufik
..................................................................................................................................................................................................................................

82

Aktivitas Inhibisi Pseudomonas aeruginosa oleh Protein Cacing Tanah dengan Metode
Difusi Cakram
Susanti, Fitri Devi M, Zila Khuzaimah, Intan WS, Ika S, Riska R
..................................................................................................................................................................................................................................

87

ADVERTORIAL
Pemanfaatan Limbah Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) dalam Sediaan
Masker Peel Off sebagai Antioksidan
Sri Rahayu Evrilia, Hana Nopia, Sri Yannika
..................................................................................................................................................................................................................................

94

Potensi Ekstrak Daun Jambu Biji (Psidium guajava Linn) sebagai Obat Kumur untuk
Pengobatan Karies Gigi
Farah Naufal Kartiwa, Bella Fikka Gamila
..................................................................................................................................................................................................................................

101

TINJAUAN PUSTAKA
Potensi Oksitosin sebagai Peptida Terapetik Antiobesitas dan Antidiabetes
Dewi Okta Briana, Oktavia Rahayu A
..................................................................................................................................................................................................................................

109

iii

PETUNJUK PENULISAN
Pedoman Penulisan Artikel
Berkala Ilmiah Mahasiswa Farmasi Indonesia (BIMFI)
Indonesian Pharmacy Student Journal

Berkala Ilmiah Mahasiswa Farmasi Indonesia (BIMFI) adalah publikasi tiap enam bulanan yang
menggunakan sistem seleksi peer-review dan redaktur. Naskah diterima oleh redaksi, mendapat seleksi
validitas oleh peer-reviewer, serta seleksi dan pengeditan oleh redaktur. BIMFI menerima artikel
penelitian asli yang berhubungan dengan kelompok bidang ilmu farmakologi, farmasetika,teknologi
sediaan farmasi, farmakognosi, fitokimia, kimia farmasi, bioteknologi farmasi, artikel tinjauan pustaka,
laporan kasus, artikel penyegar ilmu kedokteran dan kesehatan, advertorial, petunjuk praktis, serta
editorial. Tulisan merupakan tulisan asli (bukan plagiat) dan sesuai dengan kompetensi mahasiswa
farmasi.

Kriteria Artikel
1. Penelitian asli: hasil penelitian asli dalam ilmu farmasi, kesehatan masyarakat, dan ilmu dasar
farmasi. Format terdiri dari judul penelitian, nama dan lembaga pengarang, abstrak, dan teks
(pendahuluan, metode, hasil, pembahasan/diskusi, kesimpulan, dan saran).
2. Tinjauan pustaka: tulisan artikel review/sebuah tinjauan terhadap suatu fenomena atau ilmu
dalam dunia farmasi, ditulis dengan memerhatikan aspek aktual dan bermanfaat bagi pembaca.
3. Laporan kasus: artikel tentang kasus yang menarik dan bermanfaat bagi pembaca. Artikel ini
ditulis sesuai pemeriksaan, analisis, dan penatalaksanaan sesuai kompetensi farmasi. Format
terdiri dari pendahuluan, laporan, pembahasan, dan kesimpulan.
4. Artikel penyegar ilmu farmasi: artikel yang bersifat bebas ilmiah, mengangkat topik-topik
yang sangat menarik dalam dunia farmasi atau kesehatan, memberikan human interest karena
sifat keilmiahannya, serta ditulis secara baik. Artikel bersifat tinjauan serta mengingatkan pada
hal-hal dasar atau farmasi yang perlu diketahui oleh pembaca.
5. Editorial: artikel yang membahas berbagai hal dalam dunia farmasi dan kesehatan, mulai dari
ilmu dasar farmasi, berbagai metode terbaru, organisasi, penelitian, penulisan di bidang
farmasi, lapangan kerja sampai karir dalam dunia farmasi. Artikel ditulis sesuai kompetensi
mahasiswa farmasi.
6. Petunjuk praktis: artikel berisi panduan analisis atau tatalaksana yang ditulis secara tajam,
bersifat langsung (to the point) dan penting diketahui oleh pembaca (mahasiswa farmasi).
7. Advertorial: artikel singkat mengenai obat atau kombinasi obat terbaru, beserta penelitian, dan
kesimpulannya. Penulisan berdasarkan metode studi pustaka.

iv

Petunjuk Bagi Penulis


1. BIMFI hanya akan memuat tulisan asli yang belum pernah diterbitkan pada jurnal lain.
2. Naskah ditulis dalam bahasa Indonesia atau bahasa Inggris yang baik dan benar, jelas, lugas, serta
ringkas. Naskah diketik di atas kertas A4 dengan dua (2) spasi, kecuali untuk abstrak satu (1) spasi.
Ketikan tidak dibenarkan dibuat timbal balik. Ketikan diberi nomor halaman mulai dari halaman
judul. Batas atas, bawah, kiri dan kanan setiap halaman adalah 2.5 cm. Naskah terdiri dari maksimal
15 halaman.
3. Naskah harus diketik dengan komputer dan harus memakai program Microsoft Word. Naskah
dikirim melalui email ke alamat bimfi@ismafarsi.org dengan menyertakan identitas penulis beserta
alamat dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
4. Untuk keseragaman penulisan, khusus naskah Penelitian asli harus mengikuti sistematika sebagai
berikut:
1. Judul karangan (Title)
2. Nama dan Lembaga Pengarang (Authors and Institution)
3. Abstrak (Abstract)
4. Naskah (Text), yang terdiri atas:
- Pendahuluan (Introduction)
- Metode (Methods)
- Hasil (Results)
- Pembahasan (Discussion)
- Kesimpulan
- Saran
5. Daftar Rujukan (Reference)
5. Untuk keseragaman penulisan, khusus naskah Tinjauan pustaka harus mengikuti sistematika
sebagai berikut:
1. Judul
2. Nama penulis dan lembaga pengarang
3. Abstrak
4. Naskah (Text), yang terdiri atas:
- Pendahuluan (termasuk masalah yang akan dibahas)
- Pembahasan
- Kesimpulan
- Saran
5. Daftar Rujukan (Reference)
6. Judul ditulis dengan huruf besar, dan bila perlu dapat dilengkapi dengan anak judul. Naskah yang
telah disajikan dalam pertemuan ilmiah nasional dibuat keterangan berupa catatan kaki.
7. Nama penulis yang dicantumkan paling banyak enam orang, dan bila lebih cukup diikuti dengan
kata-kata: dkk atau et al. Nama penulis harus disertai dengan asal fakultas penulis. Alamat
korespondensi ditulis lengkap dengan nomor telepon dan email.
8. Abstrak harus dibuat dalam bahasa Inggris serta bahasa Indonesia. Panjang abstrak tidak melebihi
200 kata dan diletakkan setelah judul makalah dan nama penulis.

9. Kata kunci (key words) yang menyertai abstrak ditulis dalam bahasa Inggris dan bahasa Indonesia.
Kata kunci diletakkan di bawah judul setelah abstrak. Tidak lebih dari 5 kata, dan sebaiknya bukan
merupakan pengulangan kata-kata dalam judul.
10. Kata asing yang belum diubah ke dalam bahasa Indonesia ditulis dengan huruf miring (italic).
11. Tabel
12. Gambar
13. Metode statistik
14. Ucapan terima kasih
15. Daftar rujukan disusun menurut sistem Vancouver, diberi nomor sesuai dengan pemunculan dalam
keseluruhan teks, bukan menurut abjad. Contoh cara penulisan dapat dilihat
1. Artikel dalam jurnal
i.

Artikel standar
Vega Kj, Pina I, Krevsky B. Heart transplantation is associated with an increased risk for
pancreatobiliary disease. Ann Intern Med 1996 Jun 1;124(11):980-3.
atau
Vega Kj, Pina I, Krevsky B. Heart transplantation is associated with an increased risk for
pancreatobiliary disease. Ann Intern Med 1996;124:980-3.
Penulis lebih dari enam orang
Parkin Dm, Clayton D, Black RJ, Masuyer E, Freidl HP, Ivanov E, et al. Childhood leukaemia in
Europe after Chernobyl: 5 year follow-up. Br j Cancer 1996;73:1006-12.

vi

ii.

Suatu organisasi sebagai penulis


The Cardiac Society of Australia and New Zealand. Clinical exercise stress testing. Safety
and performance guidelines. Med J Aust 1996;164:282-4.

iii.

Tanpa nama penulis


Cancer in South Africa [editorial]. S Afr Med J 1994;84:15.

iv.

Artikel tidak dalam bahasa Inggris


Ryder TE, Haukeland EA, Solhaug JH. Bilateral infrapatellar seneruptur hos tidligere frisk
kvinne. Tidsskr Nor Laegeforen 1996;116:41-2.

v.

Volum dengan suplemen


Shen HM, Zhang QF. Risk assessment of nickel carcinogenicity and occupational lung cancer.
Environ Health Perspect 1994;102 Suppl 1:275-82.

vi.

Edisi dengan suplemen


Payne DK, Sullivan MD, Massie MJ. Women`s psychological reactions to breast cancer. Semin
Oncol 1996;23(1 Suppl 2):89-97.

vii.

Volum dengan bagian


Ozben T, Nacitarhan S, Tuncer N. Plasma and urine sialic acid in non-insulin dependent
diabetes mellitus. Ann Clin Biochem 1995;32(Pt 3):303-6.

viii.

Edisi dengan bagian


Poole GH, Mills SM. One hundred consecutive cases of flap laceration of the leg in ageing
patients. N Z Med J 1990;107(986 Pt 1):377-8.

ix.

Edisi tanpa volum


Turan I, Wredmark T, Fellander-Tsai L. Arthroscopic ankle arthrodesis in rheumatoid
arthritis. Clin Orthop 1995;(320):110-4.

x.

Tanpa edisi atau volum


Browell DA, Lennard TW. Immunologic status of cancer patient and the effects of blood
transfusion on antitumor responses. Curr Opin Gen Surg 1993;325-33.

xi.

Nomor halaman dalam angka Romawi


Fischer GA, Sikic BI. Drug resistance in clinical oncology and hematology. Introduction.
Hematol Oncol Clin North Am 1995 Apr;9(2):xi-xii.

2. Buku dan monograf lain


i.

Penulis perseorangan
Ringsven MK, Bond D. Gerontology and leadership skills for nurses. 2nd ed. Albany (NY):
Delmar Publishers; 1996.

ii.

Editor, sebagai penulis


Norman IJ, Redfern SJ, editors. Mental health care for elderly people. New York: Churchill
Livingstone; 1996.

iii.

Organisasi dengan penulis


Institute of Medicine (US). Looking at the future of the Medicaid program. Washington: The
Institute; 1992.

iv.

Bab dalam buku


Philips SJ, Whisnant JP. Hypertension and stroke. In: Laragh JH, Brenner BM, editors.
Hypertension: patophysiology, diagnosis, and management. 2nd ed. New York: raven Press;
1995.p.465-78.

v.

Prosiding konferensi
Kimura J, Shibasaki H, editors. Recent advances in clinical neurophysiology. Proceedings of
the 10th International Congress of EMG and Clinical Neurophysiology; 1995 Oct 15-19;
Kyoto, Japan. Amsterdam: Elsevier; 1996.

vii

vi.

Makalah dalam konferensi


Bengstsson S, Solheim BG. Enforcement of data protection, privacy and security in medical
information. In: Lun KC, Degoulet P, Piemme TE, Rienhoff O, editors. MEDINFO 92.
Proceedings of the 7th World Congress on Medical Informatics; 1992 Sep 6-10; Geneva,
Switzerland. Amsterdam: North-Hollan; 1992.p.1561-5.

vii.

Laporan ilmiah atau laporan teknis


1. Diterbitkan oleh badan penyandang dana/sponsor :
Smith P, Golladay K. Payment for durable medical equipment billed during skilled
nursing facility stays. Final report. Dallas (TX): Dept. of Health and Human Services
(US), Office of Evaluation and Inspection; 1994 Oct. Report No.: HHSIGOEI69200860.
2. Diterbitkan oleh unit pelaksana :
Field MJ, Tranquada RE, Feasley JC, editors. Helath services research: work force and
education issues. Washington: National Academy Press; 1995. Contract no.:
AHCPR282942008. Sponsored by the Agency for Health Care Policy and research.

viii.

Disertasi
Kaplan SJ. Post-hospital home health care: the elderly/access and utilization [dissertation].
St. Louis (MO): Washington univ.; 1995.

ix.

Artikel dalam Koran


Lee G. Hospitalizations tied to ozone pollution: study estimates 50,000 admissions annually.
The Washington Post 1996 Jun 21;Sect A:3 (col. 5).

x.

Materi audiovisual
HIV + AIDS: the facts and the future [videocassette]. St. Louis (MO): Mosby-Year book; 1995.

3. Materi elektronik

viii

i.

Artikel journal dalam format elektronik


Morse SS. Factors in the emergence of infectious disease. Emerg Infect Dis [serial online]
1995 Jan-Mar [cited 1996 Jun 5]:1(1):[24 screens]. Available from: URL: HYPERLINK
http://www.cdc.gov/ncidod/EID/eid.htm

ii.

Monograf dalam format elektronik


CDI, clinical dermatology illustrated [monograph on CD-ROM]. Reeves JRT, Maibach H.
CMEA Multimedia Group, producers. 2nd ed. Version 2.0. San Diego: CMEA; 1995.

iii.

Arsip komputer
Hemodynamics III: the ups and downs of hemodynamics [computer program]. Version 2.2.
Orlando (FL): Computerized Educational Systems; 1993.

SETITIK ILMU
Berkala Ilmiah Mahasiswa Farmasi Indonesia (BIMFI)
Indonesian Pharmacy Student Journal
Satu-satunya jurnal mahasiswa farmasi Indonesia

Berkala Ilmiah Mahasiswa Farmasi Indonesia (BIMFI) atau Indonesian Pharmacy Student Journal
merupakan berkala ilmiah yang diterbitkan oleh Ikatan Senat Mahasiswa Farmasi Seluruh Indonesia
(ISMAFARSI) setiap enam bulan sekali.
Berkala ilmiah ini merupakan langkah awal ISMAFARSI dalam memenuhi kebutuhan mahasiswa
farmasi akan berkala ilmiah dan upaya pemetaan penelitian terkait ilmu kefarmasian di Indonesia.
Maka dari itu, BIMFI berazaskan dari, oleh, dan untuk mahasiwa. Kriteria jenis tulisan yang tercantum
dalam BIMFI adalah penelitian asli, tinjauan pustaka, laporan kasus, artikel penyegar, editorial,
petunjuk praktis, dan advertorial yang dibuat oleh mahasiswa farmasi Indonesia. Karya ilmiah yang
dipublikasikan merupakan artikel terbaik yang sudah menjalani tahap penyaringan dan penilaian. Hal
tersebut didukung oleh sistem redaksional yang digunakan, yaitu seleksi oleh editor dan redaktur, serta
penilaian oleh mitra bestari, yang ahli di bidangnya masing-masing.
Karya ilmiah yang dimuat dalam BIMFI terbagi dalam kelompok bidang ilmu, seperti
Farmakologi, Farmakoterapi, Farmasetika, Teknologi Sediaan Farmasi, Farmakognosi, Fitokimia, Kimia
Farmasi, Analisis Farmasi, Mikrobiologi Farmasi, dan Bioteknologi Farmasi. Karya yang dipublikasikan
adalah tulisan asli (bukan plagiat) dan sesuai dengan kompetensi mahasiswa farmasi.
Sebagai tahap awal penyebaran, BIMFI dalam bentuk cetak akan dibagikan ke beberapa
Fakultas atau Prodi Farmasi di Indonesia. Pada tahap selanjutnya, BIMFI akan dibagikan ke seluruh
Fakultas atau Prodi Farmasi, Asosiasi Institusi Farmasi, Organisasi Profesi Farmasi, dan beberapa
perpustakaan di Indonesia untuk menjamin penyampaian informasi kepada para mahasiswa farmasi
Indonesia. Selain itu, BIMFI juga tersedia dalam bentuk electronic journal yang bisa diakses di website.
Dengan demikian, BIMFI diharapkan dapat memenuhi kebutuhan mahasiswa farmasi akan informasi
ilmu kefarmasian.

ix

SAMBUTAN PIMPINAN UMUM


Salam dari Pimpinan Umum,
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan hidayah dan
kesempatan sehingga BIMFI ini bisa kembali hadir di dunia kefarmasian Indonesia. Salawat selalu
tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai suri tauladan umat manusia hingga akhir zaman.
Terima kasih tak lupa diucapkan kepada seluruh pihak yang telah terlibat dalam proses perjalanan
hingga terbitnya BIMFI ini.
Menulis sebuah artikel ilmiah bagi sebagian besar mahasiswa farmasi mungkin bukan menjadi
hal baru. Namun, untuk mempublikasikan karya yang telah dibuat, masih kurang membudaya bagi
mahasiswa. Sebagai wadah jurnal mahasiswa farmasi pertama dan satu-satunya di Indonesia, BIMFI
telah berhasil menjadi konsumsi yang produktif untuk perkembangan ilmu kefarmasian bagi
mahasiswa dan akademisi farmasi. BIMFI dapat dijadikan acuan referensi jurnal bagi mahasiswa sesuai
kebutuhannya. Melalui BIMFI, ISMAFARSI telah menunjukkan kesungguhannya dalam mendukung
Dirjen Dikti Kemendikbud Republik Indonesia, mengenai Wajib Publikasi Ilmiah bagi S1, sehingga dapat
memberikan manfaat bagi perkembangan jumlah publikasi ilmiah di Indonesia.
Memasuki tahun kedua, BIMFI telah tersebar luas di beberapa kampus farmasi dari Aceh hingga
Manado dan menoreh prestasi sebagai Sub BIMKES (Berkala Ilmiah Mahasiswa Kesehatan Indonesia)
terbaik. BIMFI diharapkan dapat terus menjadi salah satu wadah mahasiswa melatih budaya
mempublikasikan tulisan ilmianya. Dengan adanya berkala ilmiah ini, kami juga berharap dapat
melakukan pemetaan terhadap penelitian terkait ilmu kefarmasian di Indonesia.
Dengan mengingat bahwa ilmu kefarmasian terbagi dalam banyak bidang ilmu, artikel-artikel
yang dipublikasikan dalam BIMFI diklasifikasikan menjadi beberapa jenis tulisan. Sebanyak 4 artikel
penelitian, 2 artikel advertorial, dan 1 artikel tinjauan pustaka dimuat pada edisi ini. Hanya artikel yang
berkualitas dan terbaik yang bisa dimuat di BIMFI karena artikel-artikel yang masuk telah melalui
proses seleksi yang panjang dan proses revisi dari dewan redaksi bersama mitra bestari.
Terima kasih atas perhatiannya dan mohon maaf apabila ada kesalahan yang telah penyusun
lakukan. Sampai berjumpa pada edisi berikutnya. Partisipasi teman-teman mahasiswa farmasi akan
selalu kami nantikan. Semoga berkala ilmiah ini dapat terus membawa manfaat bagi kita semua.
Hidup Mahasiswa Farmasi Indonesia!
Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

M. Khairuman

Penelitian

FORMULASI EKSTRAK SEDUH HEPATOPROTEKTOR


DARI EKSTRAK SAMBILOTO (Andrographis paniculata)
Willi Tri Andika1*, Sujatmoko1, M. Khairuman1
1

Fakultas Farmasi, Universitas Padjadjaran


*Corresponding authors email : willi.triandika@gmail.com

ABSTRAK
Masalah kesehatan yang muncul sering kali lambat disadari kemunculannya, seperti masalah
kerusakan hati yang sulit dideteksi. Karena itu diperlukan suatu agen praktis sehari-hari yang dapat
mencegah kerusakan hati akibat makanan maupun xenobiotik. Penelitian ini ditujukan untuk membuat
formulasi ekstrak seduh sambiloto (Andrographis paniculata) yang memiliki andrografolid dengan
aktivitas antihepatotoksik yang baik. Penelitian ini dimulai dengan melakukan praformulasi untuk
menentukan dosis, ekstraksi simplisia sambiloto menggunakan metode soxhletasi dengan pelarut
etanol 95%, kemudian dilakukan karakterisasi ekstrak cair, pengentalan ekstrak, karakterisasi ekstrak
kental, dan tahap formulasi. Hasil rendemen ekstrak yang didapatkan sebanyak 4,33% b/b;pH 6;enam
bercak berpendar pada sinar UV 254 nm dan UV 366 pada ekstrak cair dan tiga bercak pada sediaan
dengan eluent etil asetat:kloroform:metanol 0,66:8,9:0,44; kadar air 20% v/b; bobot jenis 0,815;
kerapatan 0,784 g/mL; kadar sari larut air 6%; kadar sari larut etanol 17% dan DER 23,11. Didapatkan
formula untuk ekstrak seduh untuk dua kali pemberian sebagai berikut: ekstrak sambiloto 2,7 g;
NaCMC 1%; PGA; 2%; propil paraben; 0,05%, amilum 30%; sukrosa 40%.
Kata kunci: sambiloto, hepatoprotektor, formulasi ekstrak seduh
ABSTRACT
Health problems are mostly late to be aware of, for instance liver damage which is almost impossible
to detect in early stage. Due to this problem, a practical daily agent of hepatoprotector caused by
foods and xenobiotics is highly needed. This research aimed to formulate an instant granule of
sambiloto (Andrographis paniculata) that has andrographolide a good antihepatotoxicity agent. This
research began with preformulation to determine dose, extraction of sambiloto simplisia by
soxhletation using ethanol 95% as solvent; then characterization of liquid extract and extract
thickening was done, and next step was formulation. The rendemen result came up with 4,33% w/w;
pH 6; six fluorescents spotted under UV 254 nm and UV 366 nm for liquid extract and three
fluorescents spotted for the granule, eluent consisted of ethyl acetate:chloroform:methanol
0,66:8,9:0,44 were used; water content 20% v/w; specific grafity 0,815; density 0,784 g/mL; extract
dissolved in water 6%; extract dissolved in ethanol 17%; and DER 23,11. Formula earned from
analysis for two dose of instant granule: sambiloto extract 2,7 g; NaCMC 1%; PGA; 2%; propyl
paraben; 0,05%, amylum 30%; andsucrose 40%.
Keywords: sambiloto, hepatoprotector, instant granule formulation

64

B I M F I Volume 2 No.2 | Januari - Juni 2014

1. PENDAHULUAN
Saat

ini,

dan beberapa mineral seperti kalium, kalsium,

semakin

masalah

dan natrium. Sambiloto secara empiris bersifat

kesehatan yang muncul karena pola hidup yang

menurunkan panas atau panas dalam, antibiotik,

kurang

antipiretik, antiradang, antibengkak, antidiare,

sehat.

Hal

banyak

ini

mengakibatkan

penggunaan obat kimia semakin meningkat yang

dan hepatoprotektif. Herbanya efektif

diiringi dengan efek sampingnya yang cukup

infeksi

berat bagi tubuh. Kedua masalah tersebut

(immunostimulan).

membuat

beralih

hipoglikemik, hipotermia, diuretik, antibakteri, dan

herbal karena efek terapi

analgetik. Rasa pahit dan dingin dari sambiloto

yang dipercaya dan efek samping yang relatif

akan memasuki meridian jantung dan paru-paru,

ringan dibandingkan obat kimia.

meningkatkan kekebalan tubuh seluler, serta

masyarakat

menggunakan obat

Sambiloto

mulai

dikenal

dengan

berbagai

nama di beberapa daerah. Masyarakat Jawa


Tengah dan Jawa Timur menyebutnya dengan

dan

merangsang
Sambiloto

untuk

fagositosis
memiliki

efek

meningkatkan aktivitas kelenjar-kelenjar tubuh.


Zat
berkhasiat

aktif

andrographolid

sebagai

terbukti

hepatographolid
(4)

(3)

yaitu

bidara, sambiroto, sandiloto, sadilata, sambilata,

melindungi hati dari zat toksik.

takilo, paitan, dan sambiloto. Di Jawa Barat

mengalami kerusakan maka enzim SGPT dan

disebut dengan ki oray, takila, atau ki peurat.

SGOT yang ada di dalam sel hepar akan keluar

Sementara itu nama-nama asing sambiloto

dan masuk ke dalam peredaran darah sehingga

adalah chuan xin lian, yi jian xi, dan lan he lian

jumlah enzim SGPT dan SGOT dalam darah

(Cina), kalmegh, kirayat, dan kirata (India), green

meningkat. Dengan adanya peningkatan kadar

chiretta, dan king of bitter (Inggris).


Sambiloto

merupakan

(1)

Jika sel hati

SGOT, yang merupakan enzim mitokondria,

tanaman

asli

menunjukkan adanya kerusakan

akut

yang

India. Biasanya, tanaman ini tumbuh liar di

dilepaskan oleh sel-sel yang rusak. Sedangkan

ladang atau di tempat-tempat terbuka lainnya.Di

SGPT proporsinya yang besar di dalam hati,

Indonesia, tanaman ini banyak dijumpai di Jawa,

peningkatannya

Sumatra, Sulawesi, Kepulauan Nusa Tenggara,

lebih

spesifik

kerusakan hati dan pada SGOT.

daripada

(4)

dan kepulauan Maluku. Sambiloto tumbuh subur


di daerah yang memiliki ketinggian sekitar 1-1200
meter di atas permukaan laut (dpl). Pohon
sambiloto

berbentuk

tema

dengan

tinggi

mencapai 35-95 cm. Daunnya memanjang dan


berwarna hijau tua. Bunganya berukuran kecil
dan

berwarna

berukuran

kecil,

putih

keunguan.

berbentuk

berwarna hijau kekuningan.

Buahnya

silindris,

dan

(2)

Sambiloto mengandung lakton seperti


deoksiandrografolid, andrografolid, 14-deoksi-11,
12-didehidroandrografolid,

Gambar 1. Struktur andrografolid


Ekstrak

seduh

merupakan

neo-andrografolid,

sediaan multiunit berbentuk agglomerat dari

dan homoandrografolid, Selain itu, sambiloto juga

partikel kecil serbuk. Tujuan pembuatan ekstrak

mengandung flavonoid, alkana, keton, aldehid,

seduh adalah untuk mempercepat penyajian,

B I M F I Volume 2 No.2 | Januari - Juni 2014

65

dapat

mengakomodasi

memperbaiki

rasa

dosis

dari

besar,

ekstrak

dan

soxhlet dan ditambahkan dengan pelarut dan

sambiloto.

batu didih.Kemudian dipanaskanhingga pelarut

Keuntungan ekstrak seduh antara lain:

terlihat pekat. Ekstrak etanol yang diperoleh,

1. Memudahkan masyarakat terutama anak-

diuapkan

sampai

diperoleh

ekstrak

kental

anak maupun orang dewasa yang sulit

dengan menggunakan rotary evaporator dengan

meminum obat, baik dalam bentuk tablet, pil,

suhu 500C. Hasil evaporator dikisatkan diatas

ataupun kapsul

penangas air sampai diperoleh ekstrak yang

2. Lebih mudah terdispersi (lebih mudah larut)

lebih kental dengan bobot yang konstan.

3. Lebih stabil dibanding sediaan cair


4. Lebih mudah dalam pengaturan dosis.(5)

2.4. Standardisasi Ekstrak


Standardisasi

2. METODE

dilakukan

Penelitian
Fitokimia

dilakukan

Fakultas

di

Laboratorium

Farmasi

Universitas

dengan

ekstrak

sambiloto

menetapkan

beberapa

parameter, yaitu :

Padjadjaran, Sumedang. Penelitian dilakukan

1. Ekstrak Cair

mulai September hingga November 2012. Bahan

A. Penetapan pH

yang digunakan antara lain: simplisia sambiloto

Penetapan

pH

dilakukan

dengan

(Andrographis paniculata), amilum, pulvis gummi

mencelupkan kertas indikator pH universal

arabicum, natrium CMC, propil paraben, talkum,

ke dalam ekstrak cair.

dan sukrosa.

B. Pola Dinamolisis
C. Pola KLT

2.1. Formulasi
Berdasarkan jurnal penelitian Sambiloto
memiliki aktivitas hepatoprotektor pada tikus
yang berbobot 200 g pada dosis 500mg/KgBB.

2. Ekstrak Kental
A. Rendemen Ekstrak

(6)

Dosis tersebut setara dengan 5,4 g ekstrak pada

Rendemen ekstrak ditetapkan dengan


rumus:

manusia, dengan dosis yang cukup besar


tersebut

sehingga

untuk

mempermudah

Rendemen (%) =

dimana: BE = Berat Ekstrak Kental

penggunaan maka dibuat dalam sediaan ekstrak


seduh.

X 100 %

BS = Berat Simplisia
B. Organoleptik Ekstrak
Pemeriksaan organoleptik ekstrak kental

2.2. Pengumpulan Bahan


Bahan simplisia yang digunakan berasal
dari inventaris Laboratorium Fitokimia Fakultas
Farmasi Universitas Padjadjaran.

dilakukan

menggunakan

pancaindera

yang

meliputi pemeriksaan bentuk, warna, bau, dan


rasa.
C. Penetapan Bobot Jenis
Ditimbang piknometer dengan volume

2.3. Ekstraksi
Metode ekstraksi yang digunakan adalah
soxhletasi, dengan menggunakan pelarut etanol
95%. Sejumlah simplisia dimasukan dalam alat

66

tertentu dalam keadaan kosong.

Kemudian

piknometer diisi penuh dengan air dan ditimbang,


sehingga

kerapatan

air

dapat

ditetapkan.

Kemudian, piknometer dikosongkan dan diisi

B I M F I Volume 2 No.2 | Januari - Juni 2014

penuh dengan ekstrak, lalu ditimbang, sehingga

Kemudian

kerapatan ekstrak dapat ditetapkan. Bobot jenis

disaring. Filtrat air sebanyak 20ml diuapkan

ditetapkan dengan rumus :

dalam cawan dangkal berdasar rata yang telah

selama

18

jam

dan

ditara.Residu dipanaskan pada suhu 105C

BJ (ekstrak) =

hingga bobot tetap.Kadar sari larut dihitung

Dimana : KE = Kerapatan Ekstrak

dalam persen terhadap ekstrak awal.

KA = Kerapatan Air

G. Kadar Sari larut Etanol

D. Kadar Air

Ekstrak ditimbang sebanyak 2 gram, lalu

Penetapan kadar air ditetapkan dengan


cara distilasi toluen. Sebanyak 2 gram ekstrak
kental ditimbang dengan seksama lalu dibungkus
dengan aluminium foil, kemudian dimasukkan ke
dalam labu alas bundar dan ditambahkan toluena
100 ml. Alat distilasi dipasang. Labu dipanaskan
hati hati hingga toluen mendidih. Tabung
penerima

didiamkan

dibiarkan

mendingin

sampai

temperatur kamar. Pemanasan distilasi diatur


sampai kira-kira 4 tetes toluene jatuh dari
kondensor setiap detiknya. Destilasi dilakukan

dimaserasi dengan etanol 95% selama kurang


lebih 24 jam menggunakan labu bersumbat
sambil

dikocok

berkali-kali

selama

jam

pertama. Kemudian dibiarkan selama 18 jam dan


disaring cepat menghindarkan penguapan etanol.
Filtrat sebanyak 20 ml diuapkan dalam cawan
dangkal berdasar rata yang telah ditara. Residu
dipanaskan pada suhu 105C hingga bobot tetap.
Kadar sari larut etanol dihitung dalam persen
terhadap ekstrak awal.

sampai semua air menguap dan air dalam


penampung tidak bertambah lagi (lebih kurang

2.5 Pola Kromatografi Lapis Tipis


Sediaan dilarutkan dalam etanol 95%.

selama 1 jam). Setelah lapisan air dan toluena


memisah sempurna, volume air dibaca dan
dihitung kadar air dalam persen terhadap berat

plat silika gel. Eluen yang digunakan terdiri dari

E. Kadar Minyak Atsiri


Labu alas bulat 1 L dihubungkan dengan
pendingin dan buret berskala.Ekstrak kental
ditimbang sebanyak 100 gram, dimasukkan
dalam labu kemudian ditambahkan 200 mL air
Labu

penangas
berlangsung

tempuhnya. Kemudian ditotolkan sediaan yang


sudah dilarutkan dengan etanol tersebut diatas

ekstrak semula.

suling.

Disiapkan plat silika gel dan ditentukan jarak

dipanaskan

udara,
dengan

sehingga
lambat

menggunakan
penyulingan
tetapi

teratur.

Setelah penyulingan selesai, dibiarkan kurang

etil asetat, kloroform dan metanol dengan


perbandingan 0,66 : 8,9 : 0,44. Setelah eluen
jenuh, maka silika gel yang telah ditotolkan
larutan sediaan tersebut dimasukkan ke dalam
eluen. Ditunggu hingga senyawa yang tertarik
tersebut naik hingga batas. Dihitung nilai Rf nya
dan dilihat bercak pada sinar UV 254nm dan
366nm.

lebih 15 menit, volume minyak atsiri pada buret


dicatat. Kadar minyak atsiri dihitung dalam % v/b.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN


3.1. Formulasi

F. Kadar Sari larut Air

Formulasi

Ekstrak ditimbang sebanyak 2 gram, lalu


dimaserasi

dalam botol tertutup berisi

air-

kloroform selama kurang lebih 24 jam. Sambil


sekali-kali dikocok selama 6 jam pertama.

B I M F I Volume 2 No.2 | Januari - Juni 2014

sediaan

ekstrak

seduh

sambiloto dilakukan berdasarkan studi pustaka


yang menunjukkan bahwa zat andrographolid
yang

terkandung

dalam

daun

sambiloto

67

merupakan bahan aktif yang berkhasiat salah

propilparaben 2-8 kali lebih efektif sebagai

satunya sebagai hepatoprotektor.

penghambat pertumbuhan bakteri disbanding

Formula umum :

paraben jenis lain, selain itu propel paraben

Untuk dosis 1 hari pemberian: 5,4 gram

mudah larut dalam air, yang akan menjadi pelarut

Untuk pembuatan 1 sachet:

dari sediaan ekstrak seduh ini.

R/

Amilum digunakan selain sebagai pengisi

Ekstrak Sambiloto

2,7g

NaCMC

1%

juga sebagai zat pengikat yang membantu

Gom Arab

2%

proses pengeringan ekstrak, karena ekstrak yang

PropilParaben

0.05%

digunakan masih berupa ekstrak kental. Amilum

Amilum

30%

akan mengikat air dari ekstrak, amilum juga akan

Sukrosa

40%

meningkatkan daya kohesi dan adhesi dari


sachet,

bahan-bahan lain, sehingga akhirnya diperoleh

masing-masing sachet memiliki berat bersih 9,64

serbuk yang halus dan kering, serta tidak akan

g. Dengan aturan pakai sehari dua kali satu

menjadi lengket dan basah. Karena ekstrak

sachet.

sambiloto memiliki rasa yang sangat pahit, maka

Sediaan

dibuat

menjadi

bentuk

perlu penambahan pemanis, pemanis yang

sediaan farmasi yang berupa suspensi kering,

digunakan adalah sukrosa sebanyak 40% dari

maka Na-CMC dan gom arab perlu digunakan

total sediaan.

Ekstrak

seduh

merupakan

sebagai suspending agent, sehingga ketika


ekstrak tersebut diseduh dengan air hangat maka

3.2. Standardisasi Ekstrak

akan segera terdispersi dan tidak membentuk

1. Ekstrak Cair

gumpalan. Digunakannya dua jenis suspending

A. Penetapan pH

agent yang berbeda dikarenakan mekanisme

pH yang diperoleh untuk ekstrak sambiloto

kerjanya

ini adalah 6.

yang

berbeda,

gom

arab

akan

mempengaruhi viskositas dari ekstrak seduh

B. Pola Dinamolisis

sehingga membuatnya mengental, sementara


Na-CMC mendispersikan partikelnya sehingga
tidak terbentuk gumpalan.
Propil

paraben

digunakan

sebagai

pengawet, yang bekerja sebagai bakteriostatik,


atau

menghambat

Digunakannya

No.
Bercak
1.
2.

68

pertumbuhan

propilparaben

ialah

bakteri.
karena

Gambar 2. Pola dinamolisis

Tabel 1. Pola kromatografi lapis tipis ekstrak cair


Rf
Pengamatan
Sinar tampak
UV254 nm
UV366 nm
0,15
Tak berwarna
Ungu
Coklat
0,45
Tak berwarna
Ungu
Ungu

Pereaksi
-

B I M F I Volume 2 No.2 | Januari - Juni 2014

2. Ekstrak Kental
Tabel 2. Standardisasi Ekstrak Kental
No.
1.

Penetapan Ekstrak Kental


Rendemen
Berat simplisia

230 gram

Berat ekstrak kental

9,95 gram

Rendemen
2.

3.

Bentuk

Ekstrak Kental

Warna

Hijau Tua

Rasa

Pahit

Bau

Bau khas sambiloto

Penetapan Bobot Jenis


Berat piknometer kosong

11,71 gram

Berat pikometer + air

21,33 gram

Berat air

9,62 gram
0,962 g/ml

Berat piknometer + ekstrak

19,55 gram

Berat ekstrak

7,84 gram

Kerapatan ekstrak

0,784 g/ml

Berat ekstrak uji

2 gram

Volume air

0,4 ml
20% v/b

Penetapan Kadar Minyak Atsiri


Berat ekstrak uji
Volume minyak atsiri
Kadar minyak atsiri

500 gram
0 ml
0 % v/b

Penetapan Kadar Sari Larut Air


Berat cawan

115,71 gram

Berat cawan + sari

115,77 gram

Berat sari
Kadar sari larut air
7.

0,815

Penetapan Kadar Air

Kadar air

6.

10 ml

Kerapatan air

Bobot jenis eksttrak

5.

9,95/230 x 100% = 4,33 % b/b

Pemeriksaan Organoleptis

Volume piknometer

4.

Hasil

0,06 gram
6 % v/b

Penetapan Kadar Sari Larut Etanol


Berat cawan

133,54 gram

Berat cawan + sari

133,71 gram

Berat sari

0,17 gram

Kadar sari larut etanol

17 % b/b

Pada tabel 2 standardisasi ekstrak didapatkan

pengisi ekstrak seduh karena dapat mengikat air

kadar air yang masih cukup tinggi 20% v/b hal ini

dan mengeringkan sediaan.

merupakan alasan dipilihnya amilum sebagai zat

B I M F I Volume 2 No.2 | Januari - Juni 2014

69

Tabel 3. Pola KLT sediaan dan KLT Ekstrak


Rf

Ekstrak

Sediaan

0,056
0,27
0,34
0,61
0,8
0,87
0,044
0,278
0,3
0,53

Sinar
tampak
Kuning
Hijau
Biru
-

Pengamatan
UV254 nm
UV366 nm
Ungu
Ungu
Ungu
Ungu
Kuning

366 nm

Kuning
Biru
Kuning
Merah
Merah
Kuning
Biru
-

Pereaksi
-

254 nm

Gambar 3. Pola KLT sediaan dan ekstrak.

Kromatogram pada tabel 3 dan gambar 3


dari ekstrak dan sediaan memiliki perbedaan
jumlah dan

seberapa besar khasiat yang dimiliki sediaan


sebagai hepatoprotektor.

Rf bercak yang disebabkan oleh

NaCMC dan gom arab yang kuat mengikat zat

DAFTAR PUSTAKA

aktif sehingga tidak terbawa oleh pelarut.

[1]

4. SIMPULAN

[2]

Simplisia

sambiloto

diekstraksi

menggunakan metode soxhlet dan dibuat ekstrak

[3]

kental yang dibuat menjadi sediaan dengan


bentuk serbuk seduh, dengan tambahan amilum,

[4]

sukrosa, propil paraben sebagai pengawet,


natrium CMC dan gom arab.
[5]
5. SARAN
Dari hasil penelitian ini disarankan untuk

Prapanza, I & Marianto, L. A. Khasiat dan


Manfaat Sambiloto. Agromedia Pustaka.
Jakarta. 2003.
Utami, P.Tanaman Obat untuk Mengatasi
Rematik dan Asam Urat. Agromedia
Pustaka. Jakarta.2003.
Suryo, J. Herbal Penyembuh Wasir dan
Kanker
Prostat.
Bentang
Pustaka.
Yogyakarta. 2010.
Wahyuni, Sri. Pengaruh Daun Sambiloto
(Andrographis Paniculata, Nees) Terhadap
Kadar SGPT dan SGOT Tikus Putih.
Jurnal Gamma Universitas Muhamadiyah
Malang. Jurnal Gamma, 2005. (1): 1.
Chaerunnisa,
Anis
Yohana,
dkk.
Farmasetika Dasar. Widya Padjadjaran.
Bandung. 2009.

dilanjutkan pengujian aktivitas sediaan dan

70

B I M F I Volume 2 No.2 | Januari - Juni 2014

Penelitian

PREPARASI, KARAKTERISASI, DAN UJI EFEKTIVITAS


LOTION FITOSOM EKSTRAK PEGAGAN (Centella
asiatica) PADA MENCIT (Mus musculus) Balb/c MODEL
DERMATITIS KONTAK IRITAN
Oktavia Rahayu A1*, Pipit Sulistiyani1, Zulkarnaen1, Putri Fitri
Alfiantya2, Edwina Narulita Sari3
1

Program Studi Farmasi, Fakultas Kedokteran, Universitas Brawijaya


Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran, Universitas Brawijaya
3
Program Studi Ilmu Keperawatan, Fakultas Kedokteran, Universitas Brawijaya
*Corresponding authors email : oktavia.rahayu_adianingsih@rocketmail.com
2

ABSTRAK
Dermatitis Kontak Iritan (DKI) merupakan penyakit kulit yang sering terjadi akibat paparan zat iritan
yang menginduksi inflamasi kulit tanpa melibatkan produksi antibodi. Pendekatan terapeutik DKI
hanya berupa pemberian kortikosteroid topikal atau sistemik, yang tentunya dapat memberikan efek
samping dalam jangka panjang seperti atrofi kulit. Salah satu tanaman herbal di Indonesia, yaitu
pegagan (Centella asiatica) mengandung glikosida saponin triterpenoid yang mempunyai efek
sebagai antiinflamasi. Pada penelitian ini telah dilakukan pengujian efek ekstrak dan fitosom ekstrak
herba pegagan dalam bentuk sediaan lotion terhadap DKI pada mencit model dermatitis kontak iritan.
Fitosom ekstrak dibuat sebagai model drug delivery system untuk meningkatkan efek terapi ekstrak
pegagan. Ekstrak dan fitosom ekstrak dikarakterisasi dengan menggunakan spektroskopi FT-IR, LCMS/MS, dan SEM. Penelitian ini bertujuan menguji efektivitas sediaan lotion fitosom ekstrak pegagan
(L2) yang dibandingkan dengan lotion ekstrak pegagan tanpa diformulasikan dalam bentuk fitosom
(L1) sebagai penatalaksanaan dermatitis kontak iritan. Simplisia herba pegagan diekstraksi secara
maserasi dengan pelarut etanol selama 24 jam dengan re-maserasi 3 kali. Dermatitis kontak iritan
diinduksi dengan sodium lauril sulfat (SLS) yang diaplikasikan sehari sekali selama 3 minggu pada
kulit dorsal mencit Balb/c. Mencit dikelompokkan menjadi 6 kelompok: kontrol negatif, kontrol positif,
kelompok perlakuan preventif (L1, L2) dan kelompok perlakuan kuratif (L1,L2). Perubahan patologi
dievaluasi menggunakan pewarnaan H & E. Hasil analisis SEM menunjukkan bahwa rentang diameter
fitosom antara 1,39-2,06 m.Spektrum FT-IR menunjukkan fitosom memiliki pola serapan dengan
jenis ikatan O-H, C-H, C-O, dan C=C. Hasil spektogram menunjukkan adanya asiatikosida dengan
berat molekul m/z 957,00 yang dikalkulasikan untuk m/z 468,30; m/z 469,54; dan m/z 470,89.
Asiatikosida yang terkandung pada setiap gram ekstrak adalah 3,02% dan pada fitosom adalah
0,342%. Uji mutu farmasetik yang dilakukan adalah tipe emulsi berupa m/a dan pH 5. Uji ANOVA
menunjukkan bahwa pemberian kedua jenis lotion secara bermakna menurunkan jumlah leukosit dan
spongiosit pada jaringan kulit (p=0,00). Kesimpulan penelitian adalah bahwa pemberian lotion fitosom
ektrak pegagan dapat digunakan untuk alternatif penatalaksanaan dermatitis kontak iritan, baik
sebagai preventif maupun kuratif, serta menunjukkan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan lotion
yang mengandung ekstrak saja.
Kata kunci: fitosom, lotion, DKI, preparasi, karakterisasi, Centella asiatica

ABSTRACT
Irritant contact dermatitis (ICD) is among the most common skin disorders in human that induce skin
inflammation without the production of specific antibodies. The most common therapeutic approach for
these disorders currently relies upon the systemic or topical aplication of corticosteroids. Although
these medications generally improve clinical symptoms, systemic and/or local side effects can occur
with prolonged used. A herbal drug such as Centella asiatica (in Indonesia is known as pegagan)
containing triterpenoid saponins which acts as anti inflammatory. In this research the effectiveness of
extract and phytosome of pegagan extract in form of lotion agains ICD in mice has been caried out.
Phytosome of extract acted as a model of drug delivery system to increase its therapeutic effects.
Extract and phytosome were characterized by using FT-IR, LC-MS/MS spectroscopy and SEM.
However, no study has been conducted to investigate Centella asiatica as anti inflammatory of mice

B I M F I Volume 2 No.2 | Januari - Juni 2014

71

with irritant contact dermatitis models. Centella asiatica extract-phytosome serves as novel drug
delivery system consisting of microscopic vesicle that enhanced the therapeutic effect of plant
extracts. Whether topical application of these herbal extracts display preventive and/or therapeutic
effects on irritant contact dermatitis, thereby avoiding the potential side effects of conventional drug.
The aim of research is to formulate Centella asiatica extract-phytosome and to characterize this
formulation. Also to formulate lotion containing Centella asiatica extract-phytosome and determine
whether this lotion exerts preventive and/or therapeutic effects on ICD mice models. We also compare
the effect of lotion containing Centella asiatica extract-phytosome and lotion containing Centella
asiatica extract only. Centella asiatica extract-phytosome was formulated by mechanical dispersion
method. Complex formation was confirmed by carrying out SEM, LC-MS/MS and FT-IR analysis.
Irritant contact dermatitis was established by topical sodium lauryl sulphate (SLS) as irritant. SLS was
applied once daily for 3 weeks on the dorsal skin of hairless mice. The patological changes induced by
irritant were evaluated using H&E staining. SEM showed Centella asiatica extract-phytosome
diameter range of 1,39-2,06 m. Asiaticoside as the marker compound with antiinflammatory
properties was follows m/z 957,4 as parent mass with 468.30 m/z, 459.54 m/z, 470.89 m/z as product
ion. Our results demostrate that this lotion of Centella asiatica extract-phytosome exhibits both
therapeutic and preventive effects in chronic irritant contact dermatitis. Lotion containing Centella
asiatica extract-phytosome also results better effication in ICD than lotion containing Centella asiatica
extract only. These results suggest that this lotion of Centella asiatica extract-phytosome could
provide an alternative regimen for the prevention and treatment on irritant contact dermatitis.
Keywords: phytosome, lotion, ICD, preparation, characterization, Centella asiatica

1. PENDAHULUAN

terhadap zat iritan yang terjadi melalui dua

Dermatitis Kontak (DK) adalah reaksi


peradangan
spongiosis

kulit
di

yang

epidermis

ditandai
dan

dengan

mempunyai

mekanisme, yaitu kerusakan fungsi sawar kulit


akibat zat iritan dan terjadi pelepasan mediator
inflamasi

pada

sel

epidermis.

DKI

dapat

prevalensi terbesar dari tipe dermatitis lainnya.

disebabkan oleh zat-zat yang bersifat iritan

Kurangnya

seperti pelarut, minyak pelumas, asam, dan

pengetahuan

dan

kesadaran

masyarakat mengenai DK serta meningkatnya

alkali.(2)

penggunaan

dalam

dinyatakan bahwa DKI memiliki prevalensi lebih

menyebabkan

besar dari DKA, yaitu sebesar 80%.(3) Besar

meningkatnya insidensi penyakit ini. Dari data

kemungkinan bahwa DKI akan timbul pada orang

kunjungan pasien baru di RS Dr. Pirngadi

yang pernah menderita dermatitis atopik (DA),

Medan, selama tahun 2000 terdapat 3.897

yaitu

pasien baru di poliklinik alergi dengan 1193

paparan benda asing karena riwayat atopik juga

pasien (30,61%) dengan diagnosis dermatitis

merupakan salah satu faktor predisposisi dari

kontak. Dari bulan Januari hingga Juni 2001

DKI.

terdapat 2.122 pasien alergi dengan 645 pasien

dirasa masih mempunyai banyak kekurangan.

(30,40%) menderita DK. Kasus DK sebenarnya

Misalnya saja penggunaan sarung tangan saat

diperkirakan sekitar 10-50 kali lipat dari data

bekerja.

statistik yang terlihat karena adanya kasus yang

menyebabkan

kehidupan

tidak dilaporkan.

bahan-bahan

kimia

sehari-hari

(1)

(4)

Pada

suatu

studi

reaksi

epidemiologi

Indonesia

hipersensitivitas

akibat

Upaya pencegahan yang sering dilakukan

Penggunaan

sarung

kelembaban

tangan
yang

dapat
berlebih

sehingga menyebabkan zat kimia berbahaya

Secara medis, dermatitis kontak terbagi

semakin

mudah

berinteraksi

dengan

kulit.

menjadi dua, yaitu dermatitis kontak iritan (DKI)

Sedangkan barrier cream hanya digunakan

dan

sebagai perlindungan.

dermatitis

kontak

alergik

(DKA).

DKI

merupakan respons imunologi nonspesifik kulit

72

penggunaan

obat

(5,6)

Ditinjau dari segi terapi,

antiinflamasi

golongan

B I M F I Volume 2 No.2 | Januari - Juni 2014

kortikosteroid sebagai terapi DKI dalam jangka

daripada liposom sehingga biovailabilitas dan

waktu yang lama dapat menyebabkan efek

efikasinya pun meningkat.(13)

samping terhadap kulit.


Pegagan

(7,8)

atau

Dewasa ini sangat banyak produk kosmetik


memiliki

nama

latin

yang

dikembangkan

sebagai

cosmeceutical

Centella asiatica merupakan tanaman yang

dengan pengembangan DDS seperti liposom

banyak

secara

yang bertujuan untuk meningkatkan penetrasi

ethnomedicine pegagan sering digunakan untuk

obat ke dalam kulit. Berdasarkan data-data yang

pengobatan berbagai macam penyakit, yaitu

ada, kami mencoba untuk memberikan alternatif

sebagai wound healing, antiinflamasi, antipiretik,

penatalaksanaan DKI yang lebih efektif, yaitu

diuretik,

memiliki

perpaduan upaya preventif sekaligus kuratif

kandungan glikosida saponin triterpenoid yang

dengan membuat suatu rancangan formulasi

berperan

ditemukan

dan

Indonesia,

lainnya.

dalam

asiatikosida,

di

proses

asiatic

madecassoside.

Pegagan

acid,

inflamasi,

yaitu

sediaan lotion anti DKI dari ekstrak pegagan

madecasid,

dan

sebagai zat aktif yang diformulasikan dalam

(9,10)

bentuk fitosom untuk optimalisasi DDS sehingga

Drug delivery system (DDS) didefinisikan

diharapkan model penggunaan fitosom ekstrak

sebagai formulasi atau alat untuk membantu

pegagan dalam sediaan lotion mampu menjadi

proses pemberian obat ke dalam tubuh dan

salah

meningkatkan efikasi dan keamanannya melalui

berbasis alam.

satu

modalitas penatalaksanaan

DKI

pengendalian laju, waktu, dan tempat pelepasan


obat di dalam tubuh. Salah satu aplikasi dari drug

2. METODE

targetting adalah sistem partikulat, yaitu berupa

2.1. Alat dan Bahan

(11)

Bahan-bahan yang digunakan dalam

Fitosom adalah suatu teknologi terbaru dalam

penelitian ini adalah simplisia herba pegagan

formulasi

ini

(Centella asiatica) didapatkan dari Balai Materia

memperbaiki

Medika Batu Jawa Timur, asiatikosida sebagai

farmakokinetika bahan aktif obat herbal. Fitosom

internal standard didapatkan dari Sigma Aldrich

merupakan pengembangan dari produk herbal

Singapura, etanol 70%, soy lecithin, gom arab,

konvensional

parafin cair, gliserin, setil alkohol, butylated

mikrosphere,

nanopartikel,

obat

dikembangkan

herbal

dan

yang

untuk

dengan

liposom.

saat

mengikat

komponen

ekstrak tanaman herbal dengan fosfatidilkolin

hydroxytoluene

(fosfolipid) sehingga dapat dihasilkan produk

propilparaben, air bebas CO2, sodium lauril sulfat

yang mempunyai tingkat absorbsi yang lebih baik

(SLS) 0,25%, eter, larutan Harris Hemaktosilin,

dibandingkan

dan larutan Eosin (HE), alumunium foil.

konvensional.

dengan
(12)

ekstrak

herbal

Berbeda dengan liposom, pada

(BHT),

Alat-alat

yang

metilparaben,

digunakan

adalah

lipofilik

maserator, rotary evaporator, cawan porselen,

berinteraksi melalui ikatan hidrogen dengan

batang pengaduk, spatula, gelas beaker, mortir

kepala polar fosfolipid sehingga obat akan

dan stamper, penangas air, vacuum drying,

terdistribusi merata di kepala fosfatidilkolin yang

fourier

bersifat lipofil. Sedangkan pada liposom tidak

chromatography - mass spectra / mass spectra

terjadi interaksi demikian. Perbedaan inilah yang

(LC-MS/MS),

menyebabkan

(SEM).

fitosom

bagian

polar

absorbsi

dari

bagian

fitosom

lebih

baik

B I M F I Volume 2 No.2 | Januari - Juni 2014

transform

infrared

scanning

(FT-IR),

electron

liquid

microscopy

73

disaring dan dilakukan penghilangan pelarut


2.2. Subjek / Hewan coba
Subjek

penelitian

menggunakan
ini

adalah

model

rotary

evaporator

hingga
0

didapatkan ekstrak kental dengan suhu 40 C.

mencit balb/c, berusia 6-8 minggu, berat badan

Penghilangan

berkisar

vacuum drying dilakukan selama 30 menit

25-35

gram.

Perawatan

dan

pemeliharaan mencit dilakukan di Laboratorium

kandungan

air

menggunakan

dengan suhu tidak lebih dari 400C.

Farmakokinetika Program Studi Farmasi Fakultas


2.5. Preparasi Fitosom

Kedokteran Universitas Brawijaya.


Penelitian

desain

Fitosom ekstrak pegagan dipreparasi

eksperimen murni di laboratorium secara in vivo

menggunakan evaporasi pelarut. 5 gram soy

menggunakan rancangan randomized post test

lecithin dilarutkan ke dalam 5 ml etanol 70%

only

pada gelas beaker dan letakkan diatas magnetic

kelompok penelitian dimana setiap kelompok

stirrer pada suhu 40oC selama 30 menit (v =

terdiri

1500

controlled

atas

ini

menggunakan

group

ekor

design.

mencit.

Terdapat

Kelompok

rpm).

Ekstrak

pegagan

ditambahkan

merupakan kelompok kontrol negatif (mencit

setetes demi setetes ke dalam gelas beaker yang

sehat tanpa diberi perlakuan), kelompok 2 adalah

mengandung soy lecithin dan dibiarkan selama 5

kelompok kontrol positif (mencit yang diinduksi

jam. Pelarut dihilangkan menggunakan vacuum

SLS 0,25% sebagai hewan model dermatitis

pada suhu 40oC menggunakan rotary evaporator.

kontak iritan), kelompok 3 adalah kelompok


mencit yang diinduksi dengan SLS 0,25% dan

2.6. Karakterisasi Fitosom Esktrak Pegagan

diberikan L1, kelompok 4 adalah kelompok

1. Identifikasi gugus fungsi

mencit yang diberi L1 kemudian diinduksi dengan

Spektra ekstrak, lecithin dan fitosom

SLS 0,25%, kelompok 5 adalah kelompok mencit

ekstrak pegagan ditentukan menggunakan FT-IR

yang diinduksi SLS 0,25% dan diberikan L2, dan

Shimadu di Laboratorium Kimia Analitik Fakultas

kelompok 6 merupakan kelompok mencit yang

Matematika

diberi L2 kemudian diinduksi dengan SLS 0,25%.

Universitas Brawijaya.

2.3. Pemeliharaan hewan coba

2. Uji kualitatif dan kuantitatif asiatikosida

Mencit balb/c dipelihara dan diberikan

dan

Ekstrak

Ilmu

dan

Pengetahuan

fitosom

Alam,

dikarakterisasi

minumsn secara ad libitum di kandang yang

menggunakan LC-MS/MS (UHPLC: Acella tipe

terbuat dari bak plastik dengan tutup kandang

1250, hypersil gold colomn, thermo scientific;

dari anyaman kawat.

MS-MS: TSQ quantum access max, triple


quadropole) di Laboratorium Kimia Politeknik

2.4. Ekstraksi
Setiap

Negeri Malang.
400

gram

serbuk

simplisia

pegagan ditambahkan dengan 2 liter etanol 70%


dan diaduk

3. Visualisasi partikel

selama 30 menit pada awal

Bentuk dan ukuran partikel divisualisasi

perendaman menggunakan overhead stirrer.

menggunakan SEM di Laboratorium Sentral Ilmu

Campuran dalam maserator disimpan selama

Hayati, Universitas Brawijaya Malang.

1x24 jam dengan re-maserasi 2 kali. Setelah itu

74

B I M F I Volume 2 No.2 | Januari - Juni 2014

2.7. Formulasi Sediaan Lotion

kelompok

preventif,

sebelum

diinduksi

Pada penelitian ini dilakukan pembuatan

menggunakan SLS diberikan lotion terlebih

dua lotion sesuai dengan formula pada Tabel 2.1.

dahulu sebelumnya, dan untuk kelompok kuratif,

Gom arab ditaburkan ke dalam mortar

SLS diberikan setiap hari selama tiga minggu

yang berisi air, dibiarkan mengembang dan

terlebih dahulu.

digerus ad homogen. Parafin cair dimasukkan,


diaduk hingga campuran membentuk korpus

2.9. Pengecekan

ad homogen. Kemudian dimasukkan BHT dan

1.

ad

homogen.

Kulit
Potong

jaringan

sekitar

1cmx1cm.

dan

Jaringan difiksasi mengunakan formalin 10%

propilparaben ditambahkan sebelum fitosom dan

selama 24 jam, dicuci dengan air mengalir

dihomogenasi menggunakan stirrer. Kemudian

selama 15 menit, dan dimasukkan ke dalam

dilakukan uji mutu farmasetik lotion yang meliputi

kapsul embedding. Proses dilanjutkan dengan

uji

dehidrasi, clearing, dan impregnansi, ditanam ke

organoleptik,

tipe

Metilparaben

dan

Pembuatan Preparat Jaringan Epidermis

setil alkohol yang sudah dilelehkan sebelumnya,


diaduk

Leukosit

Spongiosa

emulsi (gom:air:parafin=1:2:3). Gliserin kemudian


dimasukan ke dalam korpus emulsi dan digerus

Jumlah

emulsi,

pH,

dan

homogenitas.

dalam paraffin blok.

Tabel 2.1 Formula Lotion

2. Pewarnaan Hematoksilin dan Eosin (HE)


Sampel jaringan kulit yang telah diiris

Lotion 1 (L1)

Lotion 2 (L2)

Ekstrak pegagan 5%

Fitosom ekstrak

diletakkan di atas gelas objek, direhidrasi dengan

pegagan 5%

alkohol

Gom arab 20%

Gom arab 20%

Hematoksilin, cuci dengan alkohol bertingkat.

Parafin cair 30%

Parafin cair 30%

Tetesi dengan Eosin, cuci dengan alkohol

Setil alkohol 10%

Setil alkohol 10%

bertingkat, bilas dengan aquades, keringkan.

Gliserin 15%

Gliserin 15%

Kemudian bilas dengan air mengalir, keringkan.

Metilparaben 0,18%

Metilparaben 0,18%

Tetesi

Propil paraben 0,9%

Propil paraben 0,9%

coverslip

BHT 0,1%

BHT 0,1%

Aquadest ad 100%

Aquadest ad 100%

bertingkat.

dengan

Tetesi

emelian

dan

dengan

tutup

Harris

dengan

3. Pemeriksaan histopalogi
Slide kulit hasil pengecatan HE diperiksa

2.8. Induksi Dermatitis Kontak Iritan dan

BX51 dengan kamera DP71 12 Megapixel.

Pemberian Sediaan Lotion


Induksi

DKI

dengan

menggunakan Mikroskop Olympus Photo Slide

SLS

0,25%

dilakukan setiap hari selama 3 minggu pada

2.10. Analisis Data


Hasil pengukuran mencit kontrol dan

bagian dorsal mencit yang sudah dibersihkan


bulunya

dengan

kelompok

kontrol

ukuran
positif,

1cmx1cm.
pemberian

Untuk
SLS

perlakuan dianalisa secara statistik dengan


dengan

menggunakan

program

IBM

SPSS

dilakukan setiap hari selama tiga minggu tanpa

Statistics 20 dengan tingkat signifikansi 0,05 (p =

perlakuan tambahan. Sedangkan untuk seluruh

0,05). Langkah-langkah uji hipotesis komparatif

B I M F I Volume 2 No.2 | Januari - Juni 2014

75

dan korelatif adalah uji normalitas data, uji

ekstrak etanol positif mengandung saponin dan

homogenitas varian, uji One-way ANOVA, dan

tanin. Ektrak kemudian difomulasikan dalam

Post hoc test.

(14)

bentuk fitosom dan dilakukan karakterisasi.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

1.

3.1. Karakterisasi Fitosom Ekstrak Pegagan


Pegagan mengandung senyawa saponin

Identifikasi gugus fungsi


Sampel

yang

dianalisis

dengan

spektrofotometer FTIR adalah ekstrak, lecithin,

triterpenoid yang mempunyai efek antiinflamasi,

dan

yaitu asiatikosida, sehingga ekstrak ini dapat

keduanya. Perubahan gugus fungsi ekstrak,

dimanfaatkan dalam pengobatan DKI. Hal ini

lecithin, dan fitosom dapat dilihat pada Gambar

ditunjang

3.1 dan Tabel 3.2.

dengan

penggunaannya

secara

empiris, yaitu untuk pengobatan ezcema dan


wound

healing.

(15)

merupakan

campuran

Hasil analisis FT-IR fitosom dapat dilihat


bahwa telah terjadi perubahan pola spektrum

menembus

serapan IR dari ekstrak menjadi fitosom yaitu

membran kulit adalah memiliki koefisien partisi

terjadi pergeseran bilangan gelombang dari

yang tinggi atau lipofilik, sedangkan komponen

3413,77 cm-1 ke 3392,55 cm-1; 2931,60 cm-1 ke

kimia yang terkandung dalam ekstrak pegagan

2925,81 cm-1; 1689,10 cm-1 ke 1743,53 cm-1;

cenderung bersifat polar, terutama asiatikosida

1647,10 cm-1 ke 1633,59 cm-1; 1519,80 cm-1 ke

karena mengandung gugus gula yang bersifat

1515,94 cm-1; 1452,30 cm-1 ke 1415,65 cm-1;

polar. Untuk itu, diperlukan modifikasi kepolaran

1373,22 cm-1 ke 1377,08 cm-1; 1269,07 cm-1 ke

dari ekstrak untuk meningkatkan absorbsinya ke

1232,43 cm-1; 1054,99 cm-1 ke 1058,85; 864,05

dalam kulit, dengan memformulasikannya dalam

cm-1 ke 923,84 cm-1; 804,26 cm-1 ke 802,33 cm-1;

bentuk fitosom. Untuk meningkatkan stabilitas

dan 777,26 cm-1 ke 719,40 cm-1. Kemudian,

dan akseptabilitas dari fitosom tersebut, fitosom

terbentuk

diformulasikan dalam sediaan lotion.

gelombang 3392,55 yang merupakan vibrasi N-H

senyawa

salah

yang

satu

karakterisitik

Namun,

fitosom

dapat

Dari 400 gram serbuk simplisia pegagan


didapatkan ekstrak kental seberat 72,8 gram.

serapan

baru

pada

bilangan

ulur dan 3010,67 yang merupakan vibrasi ulur


alkena karbon primer.

Hasil uji skrining fitokimia menunjukkan bahwa

Gambar 3.1. Perbandingan spektra IR antara ekstrak, lecithin, dan fitosom

76

B I M F I Volume 2 No.2 | Januari - Juni 2014

Tabel 3.2. Interpretasi spektra IR

Ikatan

Bilangan gelombang (cm-1)

Jenis vibrasi

-O-H

Ulur

Ekstrak

Lecithin

Fitosom

3413,77

3313,48

3392,55

3338,55
-N-H

Ulur

3313,48

3392,55

Ulur

2931,60

2925,81

2925,81

2854,45

2854,45

-C-H
I
I

Ulur

3008,75

3010,67

Ulur

1689,10

1743,53

1743,53

Ulur

1647,10

1650,95

1633,59

=C-H
I
-C=O
I

-C=CI

1620,09
Ulur

1519,80

1527,52

1515,94

Tekuk

1452,30

1463,87

1460,01

1411,80

1377,08

1415,65

-C=CC-H

1373,22

1377,08

C-N

Ulur

1269,07

1226,64

1232,43

C-O

Ulur

1054,99

1064,63

1143,71
1058,85

C-H

2.

Tekuk

864,05

921,99

923,84

804,26

869,84

802,33

777,26

829,33

719,40

Uji Kualitatif dan Kuantitatif Senyawa

terhadap muatan. Hasil spektogram LC-MS/MS

Asiatikosida

ekstrak dan fitosom (Gambar 3.2) menunjukkan

LC-MS/MS memberikan informasi lebih

adanya asiatikosida dengan berat molekul m/z

terstruktur sehingga identifikasi senyawa secara

957,00 yang dikalkulasikan untuk m/z 468,30;

kualitatif

lebih spesifik dibandingkan HPLC

m/z 469,54; dan m/z 470,89. Linearitas variasi

karena pada LC-MS/MS tidak hanya waktu

standar asiatikosida 250 ppb sampai 1250 ppb

retensi yang diamati, tetapi juga pemisahan ion

versus luas area kromatogram memberikan R =

suatu senyawa.(16) Uji konfirmasi pada LC-

0,9905 dengan persamaan regresi Y = 114,86x-

MS/MS dilakukan untuk mengetahui fragmentasi

3834,4. Hasil uji kuantitatif menunjukkan bahwa

ion asiatikosida untuk memperkuat identifikasi

setiap 1 gram ekstrak pegagan mengandung

kualitatif dengan melihat perbandingan massa

3,02% asiatikosida dan setiap 1 gram fitosom

mengandung 0,342% asiatikosida.


B I M F I Volume 2 No.2 | Januari - Juni 2014

77

3.

Visualisasi Partikel
Scanning

Electron

Microscopy

(SEM)

digunakan untuk mengetahui bentuk dan ukuran


dari

partikel

fitosom.

Dari

hasil

analisis,

didapatkan fitosom berbentuk spheric dengan


diameter 1,39-2,06 m (Gambar 3.3).
3.2. Uji Mutu Farmasetik Sediaan Lotion
Dilakukan

optimasi

formulasi

lotion

dengan perbedaan konsentrasi setil alkohol


sebagai stiffening agent, yaitu 5% dan 10%. Dari
optimasi

yang

dilakukan,

maka

Gambar 3.3. Visualisasi bentuk dan ukuran


partikel fitosom

digunakan

formula lotion dengan konsentrasi setil alkohol

Dari uji organoleptik, didapatkan bau

sebesar 10%. Kemudian dilakukan formulasi

lotion berupa bau khas pegagan dan berwarna

lotion dan uji mutu farmasetik yang meliputi uji

coklat muda. pH lotion harus sesuai dengan pH

organoleptik, tipe emulsi, pH dan homogenitas.

kulit, yaitu 4,75 untuk meminimalisasi iritasi


yang

kemungkinan

preformulasi,

timbul.(17)

dinyatakan

Pada

bahwa

studi

eksipien-

eksipien yang digunakan dalam formulasi lotion


ini bersifat non iritan. Hal ini didukung dengan
pH akhir lotion yang sesuai dengan pH kulit,
yaitu 5. Sedangkan tipe emulsi lotion adalah
minyak

dalam

air

(m/a),

sesuai

dengan

spesifikasi yang ditetapkan sebelumnya, dimana


tipe m/a dapat meningkatkan hidrasi karena
kandungan air lebih tinggi dibandingkan tipe a/m
sehingga dapat meningkatkan kelembaban dari
kulit.

Kulit

percepatan

yang

lembab

penyembuhan

memungkinkan

dermatitis

kontak

iritan, dan juga dapat meminimalisasi efek iritasi


yang

timbul

Konsistensi

jika
lotion

terpapar
sudah

zat
sesuai

iritan.

(18)

dengan

spesifikasi yang diinginkan dan lotion terbukti


tersebar merata jika dioleskan (homogen).
3.3. Pengaruh
Gambar 3.2. Kromatogram LC dan
fragmentasi spektra MS/MS

Pemberian

Lotion

sebagai

Penatalaksanaan DKI
Pemeriksaan histopatologi preparat kulit
meliputi perhitungan jumlah sel leukosit yang
merupakan marker terjadinya inflamasi dan

78

B I M F I Volume 2 No.2 | Januari - Juni 2014

identifikasi

spongiosa

yang

merupakan

keduanya dapat digunakan sebagai manajemen

karakteristik dari dermatitis kontak iritan. Pada

terapi preventif untuk DKI. Namun demikian,

pengecatan H & E dan menggunakan program

kelompok preventif L2 dengan kelompok kontrol

Scan Dot Slide OlyVIA dapat dihitung jumlah

negatif memiliki nilai signifikansi yang lebih besar

leukosit dan spongiosit dalam kulit mencit

jika dibandingkan dengan kelompok preventif L1

(Gambar 3.4).

dengan kelompok kontrol negatif.

Apabila

dibandingan antara kelompok kuratif L1 dan


kelompok kuratif L2 dengan kelompok kontrol
negatif, kelompok kuratif L2 mempunyai nilai
signifikansi

yang

lebih

besar

dibandingkan

dengan kelompok kuratif L1. Kelompok kuratif L1


menunjukkan nilai p=.000 sedangkan kelompok
kuratif L2 menunjukkan nilai p=.578. Hal ini
menunjukkan bahwa lotion L2 menunjukkan efek
Gambar 3.4. Pemeriksaan histopatologi
preparat kulit dengan
pewarnaan H&E: (A) Kontrol
Negatif (B) Kontrol Positif, (C)
Kuratif L1, (D) Preventif L1, (E)
Kuratif L2 dan (F) Preventif L2
Uji

ANOVA

didapatkan

nilai

p=0,00

penyembuhan

kulit

mencit

lebih

cepat

dibandingkan dengan lotion L1.


Dari data spongiosit antara kelompok
kontrol negatif dan preventif L1 didapatkan nilai
p=.069. Pada kelompok kontrol negatif dengan
preventif L2 didapatkan nilai p=.116. Kelompok

(p<0,05) antar kelompok (Gambar 3.5). Pada

preventif L1 dan L2 menunjukkan nilai p yang

kelompok preventif L1, preventif L2, kuratif L1

tidak signifikan, hal ini menunjukkan kelompok

dan kuratif L2 jika dibandingkan dengan kontrol

preventif L1 dan L2 memiliki perbadaan jumlah

positif menunjukkan hasil yang signifikan yaitu

spongiosit yang tidak bermakna. Pada kelompok

0.000. Sedangkan jika dibandingkan dengan

preventif L1 dan L2 didapatkan nilai p=.781.

kontrol

Berdasarkan hal tersebut dapat ditarik makna

negative

menunjukkan

nilai

tidak

signifikan atau p>0.05 hanya kuratif L1 p< 0.05.


sehingga

lotion

dapat

digunakan

sebagai

klinis bahwa kedua lotion L2 dapat digunakan


sebagai alternatif terapi preventif untuk DKI.
Sementara

penatalaksanaan dermatitis kontak iritan.

itu

jika

dibandingkan

antara

kelompok kontrol negatif dengan kelompok


3.4. Efektivitas LADERMA dalam Optimasi

kuratif

L1

didapatkan

nilai

p=.017.

Pada

Drug Delivery System Penatalaksanaan

kelompok kontrol negatif dengan kuratif L2

Dermatitis Kontak Iritan

didapatkan nilai p=.999. Hal ini menunjukkan

Perbandingan

jumlah

leukosit

antara

kelompok preventif L1 dan kelompok preventif


L2 menunjukkan hasil yang tidak signifikan

bahwa kelompok kuratif L2 memiliki tingkat


kesembuhan yang lebih baik jika dibandingkan
dengan kelompok kuratif L1.

dengan nilai p=.724. Hal ini menunjukkan bahwa

B I M F I Volume 2 No.2 | Januari - Juni 2014

79

Gambar 3.5. Grafik Jumlah Leukosit dan Spongiosit di setiap kelompok perlakuan.

4. SIMPULAN

[2]

Fitosom ekstrak pegagan mempunyai


diameter 39-2,06 m. Uji mutu farmasetik yang
dilakukan adalah tipe emulsi m/a dan pH 5.
Kedua lotion digunakan untuk penatalaksanaan
dermatitis kontak iritan. Lotion yang mengandung

[3]

bahan aktif fitosom ekstrak pegagan mempunyai


efek terapi lebih baik dibandingkan lotion yang
mengandung bahan aktif ekstrak saja.
[4]
5. SARAN
Perlu dilakukan optimasi stabilitas fitosom
dan lotion. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut

[5]

terkait efek samping yang ditimbulkan pada kulit


mengenai penggunaan lotion dalam jangka

[6]

panjang.
6. UCAPAN TERIMA KASIH

[7]

Penulis mengucapkan terima kasih kepada


Direktorat

Jenderal

Pendidikan

Tinggi

atas

[8]

dukungan finansial dalam Program Kreativitas


Mahasiswa bidang Penelitian 2013, serta kepada
Universitas Brawijaya atas dukungan fasilitas
yang dibutuhkan dalam penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
[1]

80

Sumantri, M.A., Tertanti TF, Sriwahyuni


TM. Dermatitis kontak. Swamedikasi (4) :
5-17. 2009.

[9]

[10]

Hicks, Shari P., Kirsty J. Swindells.,


Maritza A. Middelkamp-Hup., Martine A.
Sifakis., Ernesto Gonzalez., Salvador
Gonzalez. Confocal Histopathology of
Irritant Contact Dermatitis in Vivo and The
Impact of Skin Color (Black vs White).
2003. J Am Acad Dermatol : Vol. 48 (5) :
727-34.
Soebaryo, Retno Widowati. Prediksi Klinis
Dermatitis Kontak-Tangan pada Pekerja
dengan Kondisi Diatesis Atopi-Kulit.
Disertasi. Jakarta : Program Pasca
Sarjana Universitas Indonesia. 2001.
Indriani, Fitria. Pengaruh Riwayat Atopik
terhadap Timbulnya Dermatitis Kontak
Iritan di Perusahaan Batik Putra Laweyan
Surakarta. Skripsi. Surakarta: Universitas
Negeri Surakarta. 2010.
English J.S.C. Current Consept of Irritant
Contact Dermatitis. Occupt Environ Med,
Vol. 61: 722-726. 2012.
Gnter, K dan LOFFLER H. Prevention of
Irritant Contact Dermatitis among Health
Care Worker by Using Evidence-Based
Hand Hygiene: A Review. Industial Health.
2007. (45) : 645-652. 65-465
Katzung, Bertram, G. Farmakologi Dasar
dan Klinik. Edisi Bahasa Indonesia.
Jakarta : Salemba. 2001.
Dipiro JT, Talbert RL, Yee GC, Matzke
GR,
Weels
BG.,
Posey
LM.
Pharmacotherapy : A Pathophysiologic
Approach, 7thEd.
New York: The
McGraw-Hill Companies, Inc. 2008.
European Medicine Agency. Assesment
Report of Centella asiatica (L.) Urban,
Herba. London. 2012.
Somchit MN., Sulaiman MR., Zuraini A.,
Samsudin L., Israf DA., Moin S.
Antinociceptive
and
Antiinflammatory
Effects of Centella. IndianJ Pharmacol,
2004. vol 36 (6): 377-380.

B I M F I Volume 2 No.2 | Januari - Juni 2014

[11]

[12]

[13]

[14]

Li X and Jasti BR. Design of Controlled


Release Drug Delivery Systems. New
York: McGrawHill. 2006.
Sharma S and Roy RK. Phytosome: an
Emerging
Technology.
International
Journal of Pharma Research and
Technology, 2010. Vol.2(s):1-7
Acharya, NS., Prihar G.V., Nacharya SR.
Phytosome : Novel Approach for delivery
Herbal Extract with Improve Bioavailability.
International Journal of Pharmaceutical
Science. 2011. Vol:2(1): 144-160.
Dahlan, M. Sopiyudin. Seri Statistik:
Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan;
Uji Hipotesis dengan Menggunakan SPSS
Program 12 Jam. Jakarta: Arkans. 2004.
Hal. 4-26; 90-101.

B I M F I Volume 2 No.2 | Januari - Juni 2014

[15]

World
Health
Organization.
WHO
Monographs on Selected Medicinal Plants
Volume 1. Geneva. 1999.
[16] Turnipseed SB, Andersen WC, Karbiwnyk
CM, Madson MR and Miller KE. Multiclass,
multi-residue
liquid
chromatography/tandem
mass
spectrometry screening and confirmation
methods for drug residues in milk. Rapid
Communications in Mass Spectrometry,
2008.Vol.22 (10): 14671480.
[17] Lambers H., Bloem P., Finkel. Natural Skin
Surface pH is on Average Below 5, Which
is beneficial for its resident. Pubmed. 2006.
Vol 28(5) : 359-370
[18] Mayo Clinic Staff. Dermatitis. Mayoclinic.
2012. Diakses tanggal 2 februari pukul
7.30 WIB

81

Penelitian

ACTIVITY TEST OF LUMBRICUS RUBELLUS PROTEIN


ISOLATE ON BACILLUS SUBTILIS WITH AGAR
DIFUSSION METHOD
V. Noviani1*, T. Terrawati1, F. D. Anggraini1, S. E. Suherman1, M. A.
1
Taufik
1

Faculty of Pharmacy, Padjadjaran University


*Corresponding authors email : vero_chacha@yahoo.com

ABSTRAK
Secara empiris, cacing Lumbricus rubellus sering digunakan sebagai obat tradisional tambahan untuk
membantu pengobatan penyakit tifus. Lumbricus rubellus dipercaya dapat membunuh bakteri
berdasarkan protein yang dikandungnya. Penelitian dilakukan untuk mengetahui kerentanan bakteri
Bacillus substilis terhadap isolat protein Lumbricus rubellus. Percobaan ini dilakukan untuk
mengetahui pengaruh fraksi protein cacing terhadap zona hambat yang ditimbulkan (sehingga
diambillah fraksi dengan nilai absorbansi tertinggi) yaitu 0,527, 0,643, and 0,434 (nilai absorbansi
berbanding lurus dengan konsentrasi protein cacing). Metode yang digunakan adalah difusi agar
dengan melihat zona inhibisi (zona bening) yang terbentuk sebagai suatu tanda timbulnya efek dan
dilakukan pembandingan terhadap baku pembanding. Hasil penelitian menunjukkan bahwa zona
inhibisi tidak terbentuk yang menunjukkan bahwa isolat protein cacing belum memberi efek terhadap
bakteri Bacillus subtilis. Penelitian ini menyimpulkan bahwa isolat protein cacing kurang tepat untuk
digunakan dengan konsentrasi rendah. Konsentrasi isolat protein cacing perlu ditingkatkan untuk
mendapatkan titik penghambatan terutama dalam hal menimbulkan efek bagi tubuh.
Kata kunci: isolat protein, nilai absorbansi, zona inhibisi, Lumbricus rubellus, Bacillus subtilis

ABSTRACT
Empirically, worms Lumbricus rubellus used as an auxiliary drug of typhoid that believed could kill
bacteria with their protein. Observation was used to acknowledge the susceptibility of Bacillus subtilis
toward Lumbricus rubellus worm protein isolate. This practice tried to test the suceptibility of
Lumbricus rubellus toward protein isolate which was got through protein isolation based on different
absorbances (higher absorbance of all fraction), those absorbances are 0,527, 0,643, and 0,434
(absorbance value is comparable with concentration). The method which used was agar diffusion to
test the inhibition zone as meaning gave effect at all fraction, and those fractions were compared with
standard protein isolates. The result showed that the inhibition zones were not formed, it showed that
the worm protein isolate did not give effect to the bactery. This discovery suggested that this worm
protein isolate is not proper to used, moreover the concentration of this isolate needs to be increased
in order to get the inhibition point. This work increases our understanding of the inhibition method.
Keywords: proten isolate, absorbance value, inhibition zone, Lumbricus rubellus, Bacillus subtilis

82

B I M F I Volume 2 No.2 | Januari - Juni 2014

1. INTRODUCTION

Recentrifugated at 1000 rpm in 2 minutes. The

In this experiment, dried Lumbricus

pellet was washed with m9 buffer.

rubellus was subjected to protein extraction and

Sephadex g 100 which had been used

then the protein results, tyrosine and tryptophan,

for gel filtration chromatography, was made in

was tested to Bacillus subtilis. The process was

such prosedure. Sephadex g 100 powder was

performed with m9 buffer, sucrose solution,

expanded in plenty tris HCl buffer untuil it formed

nematode solubilization buffer, tris HCl buffer,

gel.

isolation of nematode protein, sephadex g100,


and minimum inhibition concentration test.

acts

NSB 7 ml solubilized the pellet and put in


microwave.

The

solution

was

added

with

M9 buffer is used in this experiment and

protease inhibitors 2 l and protein dye 10 l then

as

was heated in 7 minutes. The warm solution was

solvent.

Potassium

dihydrogen

phosphate 3 g, was mixed with sodium hydrogen

centrifugated

phosphate 6 g, sodium chloride 5 g, and 1 ml

Supernatan was taken and centrifugated in 5

magnesium phosphate 1 m. Then, aqua destillata

minutes. Supernatan was decanted from its

was added to the solution and stirred them till

sediment.

homogeneous and put in 4C. Sucrose solution

in

5 minutes

Afterwards

the

at

6000

rpm.

supernatan

was

then being made from 35 g sucrose was mixed

purificated

with aqua destillata till 100 ml in volumetric flask

method. The column was filled up with gel till 10

and storaged in 4C.

cm while tris HCl buffer was added continuosly.

with

gel

filtration

chromatografy

As a buffer, nematode solubilization

Then added the supernatan 500 l while

buffer (NSB) was used. Etanolamin 30 l was

continuosly added the buffer on it. After the gel

mixed with 40 l edta 0,5 m, 100l pmsf 0,1 m,

colored, collect 2 ml each fraction in 20 vials.


All

ditiotreitol 50 l 1 m, and 100 l inhibitor

fractions

were

tested

with

protease. Then aqua destillata was added till 10

spectrofotometry uv-vis, in 260 nm and 280 nm

ml. Tris HCl buffer also a buffer that been used in

wavelength.

this experiment. Tris powder was weighed till

absorbance on 0,2-0,8 were tested in disc

0,151 gram and aqua destillata was added till

diffusion method. Made 6 reservoirs in the solid

100 ml. Then added HCl 1 n until its ph reached

mixture mha with Bacillus subtilis bacteria

6,8. After the ph reached, added aqua destillata

suspension in petri dish. Each reservoir was filled

until its volume was 200 ml.

with

Then

the

chloramphenicol

fraction

10

mg/ml,

which

had

nematode

Nematode protein isolation took place

protein extract, ethanol 5% as a blanco, and 3

next. Nematode powder was weighed till 1 g and

fraction with the highest absorbance, are 0,5. All

added m9 buffer as much as nematode buffer.

of them added within 25 l. After that, the petri

Then it was centrifugated in 2 minutes at 1000

dish was incubated in 18-24 hours and observed

rpm. Next the buffer was changed with a new one

the clear zone.

and recentrifugated. Buffer was decanted. After


that, added sucrose solution 4C to it and

2. MATERIAL AND METHODS

centrifugated

2.1. Isolation of Worm Protein

in

minutes

and

nematode

removed to a new centrifugation tube and added


water

to

solubilize

the

sucrose

residu.

B I M F I Volume 2 No.2 | Januari - Juni 2014

Isolation of worm protein was done by


washing used sucrose and taking worm proteins.

83

Process of washing began with the powder in the

suspense, was poured into the flask filtration and

capsule weighed as much as 1 gram. Worm

gas removed from the gel to remove trapped air.

powder put into centrifuge tubes and added with

Gel

7 ml of glucose solution. Closed centrifuge tubes

development time depends on the type of gel.

and then centrifuged at 1000 rpm (~200 g) for 5

Dried gel buffer should be added gradually with

minutes. After the separation, sucrose solution in

stirring

centrifuge tube removed. The water added as

Suspended a gel matrix back twice in the volume

many as 7 ml and centrifuged again at 1000

of bed.

buffer

volume

suspense

(swelling

slowly

buffer)

using

stir

and

bar.

(~200 g) rpm for 2 minutes. Water in centrifuge

Placed in a vertical column on the stand.

tubes removed and added 7 ml of m9 buffer three

End capped column using a cotton swab that has

times alternately centrifuged at 2000 rpm for 2

been

minutes. Leave some fluid removed and let the

suspension was poured into a column with the

worm pellet in the tube.

appropriate volume to fill a column with the

dampened

by

tris

HCl

buffer.

Gel

Protein worms was taked by added

perfect height to form fields are required.

nematode solubilization buffer (NSB) to the worm

Carefully added 1 cm tris HCl buffer solution

pellet. Nematode solubilization buffer (NSB) were

above the gel layer. Protein samples inserted

made by mixing 56 ml of 0.25 m edta, 21 ml

with care as much as 50 ml in the buffer solution.

ethanolamine, 20l 10x protease inhibitor and

Tris HCl buffer was added slowly through the

6.223 ml distilled water ad. Tube was closed and

column wall. The addition of buffer should be

put into the microwave for 25 seconds at high

maintained not run out and done continuously so

temperatures. Added 5 ml and 20 ml dye protein

that the columns are not dry and cracked. Faucet

protease inhibitors into the tube. Tube is heated

is opened and made shelters column fractions in

above the boiling water bath for 7 minutes.

a bottle vial up to 20 fractions. Each fraction was

Lysate was taken and put in a new tube and then

measured by using hplc absorbance detector at a

centrifuged for 5 minutes. The lysate was

wavelength of 260 nm and 280 nm and

centrifuged back if supernatant and pellet not

determined the three fractions with the highest

separated perfectly. Supernatant was transferred

absorbance.

to a new tube using a micropipette. Precipitate


was removed and the supernatant saved in
centrifuge tube.

2.3. UV-VIS Spectrophotometry


Three fractions had highest absorbance
identifying using uv-vis spectrophotometry to

2.2. Gel Filtration Chromatography

determine the content of the protein contained.

Gel filtration chromatography began with


weight as much as 1 gram matrix gel sephadex

2.4. Test Activity Against Microbial Protein

g-100. Gel matrix was developed in buffer fg a

Three fractions had highest absorbance

day before used in order to inflate the gel matrix

were diluted or concentrated to have a 0.5 nm

perfectly. After the gel expanded, the gel particles

absorbance. Mha media poured into the petri

which not inflate perfectly was decanted. Gel that

dish and added to 750 ml bacterial culture of

has been expanding, suspended again in buffer

escherichia coli, shaken until homogeneous and

fg with the same volume to create thick

allowed to solidify. The base of the dish is divided

84

B I M F I Volume 2 No.2 | Januari - Juni 2014

into six equal zones. Each zone perforated using

After

worm

supernatant

has

been

the perforator. Chloramphenicol, blank form of

acquired, continued by purity process with gel

ethanol, extract worms and three fractions of 50

filtration chromatography. The principle of this

ml put into the reservoir using a micropipette.

method was protein separation based on its size.

Petri dish wrapped and incubated at 370C for 18-

It meant that small size endured in gel matrix and

24 hours. Inhibition zone formed after incubation

needed longer elution. Meanwhile bigger size

was observed.

passed gel matrix quickly. Gel matrix was


sephadex g-100, had fractionation range about

3. RESULT AND DISCUSSION

4000-100000. Buffer solution, tris HCl (ph 6.8) as

The protein does not produce inhibitory

an eluent in this method. When sample was put

diameter of the test bacteria. It can be concluded

into column, there was something had to notice,

that the protein in this concentration and

one of them was sample had to put into column

absorbance could not have activity against

through the wall of column to prevent disruption

Bacillus subtilis.

of gel matrix.

This study used a capsule of extract

The result of this process was 20 vials of

Lumbricus rubellus worm in dust. Worm was

fractions had been collected. This result was

washed by m9 solution and sucrose solution. M9

expecting as a worm protein, especially pure

solution

kh2po4,

tyrosine and tryptophan. All of the fractions, then

na2hpo4, nacl, and mgso4. The used of this

analyzed by hplc detector to get the value of

solution was to cut and clean the worm. While,

absorbance. The measurement was done by two

sucrose solution as a substance that gave

kinds of uv wavelength, on 260 nm and 280 nm.

hypertonic environment so that content of the

It was because the protein was no color and had

worn could be emerged (osmosis). Process of

amine groups. Absorbance on 260 nm was

worms washing with sentrifugation and the result

bigger than 280 nm because the principle was

was a brown worm pellet. Then process of isolate

bigger wavelength had smaller absorbance. It

worm protein used a nematode solubilization

caused by white ray in each wavelength could be

buffer, protein coloring 2x, and 2l 100x protease

selected more detail in the prism. Big absorbance

inhibitor which could inhibit scattering of protein

indicated there was still much protein in the

to peptides or their monomers. Worm protein was

fractions, and the other hand, small absorbance

isolated by heating at the high temperature,

was indicated there were few proteins. For the

sentrifugation,

heating

zero absorbance (transmittance 100 %) showed

process, worm protein would be denatured and

that there was no protein anymore. It could be

out of the cell, when sentifugation process, the

explained below:

was

solution

and

contained

cooling.

When

unwanted components would be lost. As well as


cooling

process,

worm

protein

would

be

renaturated again. The results of all process were


4.25 ml green-brown worm supernatant.

A = -log t = log 1/t


A: absorbance
T: transmittance
Absorbance that taken in this study was
three highest value (Table 1).

B I M F I Volume 2 No.2 | Januari - Juni 2014

85

Table 1. Absorbance value from the fractions

5. SUGGESTION
This

suggested

that

this

Lumbricus rubellus protein isolate is not proper to

Absorbance

Fraction

discovery

260 nm

280nm

used, moreover the concentration of this isolate

0.597

0.527

needs to be increased in order to get the

0.788

0.643

inhibition point.

21

0.295

0.233
6. ACKNOWLEDGEMENT
We would like to thank all who have

4. CONCLUSION
This worm protein isolation process
begins with the extraction. The extraction process

helped completing this study in the planning,


implementating, until writing this article.

ends with a centrifugation. Supernatant was 4.25


ml of brownish green solution. The supernatans

DAFTAR PUSTAKA

are stored into a test tube and kept in ice to

[1]

prevent protein damage. Next is fractionation


process. Fractionation performed using the gel
filtration chromatography method by filtering
proteins by spesific gel which is then passed by

[2]

tris-HCl buffer solution and then stored in a vial


per 5 ml (20 vials). Then, absorbance value of
the

fractions

were

measured

with

high

performance liquid chromatography detector.


Absorbance was measured at two kind of

[3]

Cho, j.h., c.b. Park, y.g. Yoon dan s.c. Kim.


1998. Lumbricin i, a novel proline-rich
antimicrobial peptide from the earthworm:
purification, cdna cloning and molecular
characterization. Biochim. Biophys. Acta.
1408 (1): 6776.
Madigan m, martinko j. Brock biology of
microorganisms (11th ed.). Prentice hall.
2005.
Young, v.r. Protein and amino acids. In:
present knowledge in nutrition. 8th edition.
Bowman ba and russel rm (eds).
International
life
sciences
institute,
washington dc. Chapter 5, pp. 43-58. 2001.

wavelengths, on 260 and 280 nm. After that,


activity testing of the protein was obtained
against the bacteria Bacillus subtilis. However, it
turns out that the protein does not produce
inhibitory diameter of the test bacteria. It can be
concluded that the protein does not have activity
against the bacteria Bacillus subtilis.

86

B I M F I Volume 2 No.2 | Januari - Juni 2014

Penelitian

AKTIVITAS INHIBISI Pseudomonas aeruginosa OLEH


PROTEIN CACING TANAH DENGAN METODE DIFUSI
CAKRAM
Susanti1*, Fitri Devi M1, Zila Khuzaimah1, Intan WS1, Ika S1, Riska R1
1

Fakultas Farmasi Universitas Padjadjaran


*Corresponding authors email: zhang.susanti@yahoo.co.id

ABSTRAK
Bagi sejumlah orang, cacing tanah merupakan binatang yang menjijikan. Namun, dibalik tubuhnya
yang panjang dan kurus tersimpan berjuta-juta manfaat. Cacing tanah terkenal sebagai penggembur
tanah, makanan burung, dan digunakan sebagai umpan memancing. Ternyata hewan ini juga
bermanfaat bagi dunia medis dan kesehatan. Orang-orang biasanya menggunakannya untuk
pengobatan tifus, diare, sirkulasi darah, pencernaan, antipiretik, dan menjaga kesehatan kulit. Orangorang mengonsumsinya dalam bentuk kapsul yang mengandung bubuk kering cacing tanah. Cacing
tanah merupakan sumber protein yang baik. Pseudomonas aeruginosa merupakan suatu bakteri gram
negatif, dan berbentuk batang. Pseudomonas aeruginosa biasanya menginfeksi saluran paru, saluran
kencing, luka bakar, luka, dan juga menyebabkan infeksi darah lainnya. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui pengaruh fraksi protein cacing tanah dalam penghambatan aktivitas Pseudomonas
aeruginosa. Protein diisolasi dari kapsul cacing tanah. Protein berwarna kemudian dimurnikan dengan
kromatografi kolom.Absorbansi dari 21 fraksi yang dikumpulkan diukur dengan detektor
spektrofotometri UV. Tiga fraksi dengan absorbansi tertinggi digunakan untuk uji inhibisi pertumbuhan
bakteri dengan metode difusi cakram. Fraksi-fraksi ini dapat menghambat pertumbuhan
Pseudomonas aeruginosa dengan diameter zona hambat sebesar 1,1 cm; 1,2 cm , dan 1,175 cm.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa protein cacing tanah dapat menghambat pertumbuhan
Pseudomonas aeruginosa.
Kata kunci: cacing tanah, inhibisi, Pseudomonas aeruginosa, difusi cakram

ABSTRACT
For some earthworms are disgusting animals. However, behind the long and slimy body is apparently
saved a million benefits. Earthworms are known as bulking soil, bird food, and used as fishing bait. It
turns out that the animal is also beneficial in the medical world and health. People usually use it for
treatment of typhus, diarrhea, blood circulation, digestion, antipyretic, and maintain healthy skin.
People consume it in capsules containing dried earthworm powder. Earthworms are good sources of
protein. Pseudomonas aeruginosa is a gram-negative, and rod-shaped bacterium. Pseudomonas
aeruginosa typically infects the pulmonary tract, urinary tract, burns, wounds, and also causes
other blood infections. The research was aimed to study the effect of earthworm protein fraction in
inhibition of Pseudomonas aeruginosa activity. Protein was isolated from earthworm capsules. The
colored protein was then purified by column chromatography. The absorbance of 21-collected
fractions were measured by UV-spectrophotometry detector. Three fractions with highest absorbance
were used for bacterial growth inhibition test. The disk-diffusion method was used. These fractions can
inhibit the growth of Pseudomonas aeruginosa with the inhibition zone diameters are 1,1 cm; 1,2 cm;
and 1,175 cm. The results indicated that earthworm protein can inhibit the growth of Pseudomonas
aeruginosa.
Keywords: Earthworm protein, inhibition, Pseudomonas aeruginosa, disk diffusion

B I M F I Volume 2 No.2 | Januari - Juni 2014

87

1. PENDAHULUAN

sentrifugator, beaker glass, oven, waterbath,

Cacing tanah termasuk hewan tingkat

corong buchner, klem dan statif, kolom, vial,

rendah karena tidak mempunyai tulang belakang

detektor spektrofotometri UV, spiritus, cawan

(invertebrata). Cacing tanah termasuk kelas

petri, pipet, mikropipet, perforator, inkubator,

Oligochaeta. Famili terpenting dari kelas ini

penggaris. Bahan-bahan yang digunakan dalam

adalah Megascilicidae dan Lumbricidae.

(1)

penelitian ini adalah serbuk cacing tanah yang

Bagi sebagian orang, cacing tanah masih

dikeluarkan dari kapsul cacing tanah, aquadest,

dianggap sebagai makhluk yang menjijikkan

sukrosa,

larutan

dapar

M9,

Nematode

dikarenakan bentuknya, sehingga tidak jarang

Solubilization Buffer (NSB), protein marker 2X,

cacing masih dipandang sebelah mata. Namun

inhibitor protease, larutan dapar Tris, Sephadex,

terlepas dari hal tersebut, cacing ternyata masih

kapas, nutrien agar, kloramfenikol, ekstrak cacing

dicari oleh sebagian orang untuk dimanfaatkan.

tanah dan etanol.

Menurut sumber, kandungan protein yang dimiliki


cacing tanah sangatlah tinggi, yakni mencapai

2.2 Sukrosa pencuci cacing

58-78 % dari bobot kering. Selain protein, cacing

Serbuk cacing tanah dikeluarkan dari

tanah juga mengandung abu, serat dan lemak

dalam kapsul dan ditimbang 1 gram. Kemudian,

tidak jenuh. Selain itu, cacing tanah mengandung

ditambahkan sukrosa dan disentrifugasi segera

auxin yang merupakan hormon perangsang

pada 1000 rpm selama 5 menit. Lalu, segera

(1)

dikeluarkan dari permukaan cairan ke tabung

tumbuh untuk tanaman.

Manfaat dari cacing adalah sebagai

sentrifugasi baru. Air ditambahkan segera untuk

Bahan Baku Obat dan bahan ramuan untuk

melarutkan sisa sukrosa, dan disentrifugasi

penyembuhan

penyakit.

Secara

tradisional

dengan kecepatan 1000 rpm (~200 G) selama 2

cacing

dipercaya

dapat

meredakan

menit. Pellet cacing direndam dalam sedikit

tanah

demam,

menurunkan

darah,

larutan dapar M9. Larutan dapar M9 digunakan

menyembuhkan bronkitis, reumatik sendi, sakit

untuk memindahkan cacing ke tabung sentrifuga

gigi dan tipus.

tekanan

(2)

Mengenai

baru. Kemudian, pellet dicuci 3 kali dengan M9


kandungan

protein

dalam

(secara bergantian, lakukan sentrifugasi 2000

cacing tanah, dimana cacing tanah memiliki

rpm selama 2 menit dan ganti M9). Cairan

kadar protein yang cukup tinggi. Maka cacing

dibuang dan pellet cacing dibiarkan dalam

berpotensi

untuk

tabung.

antimikroba

sehingga

dimanfaatkan

sebagai

dilakukan

pengujian

kebenaran tentang cacing tanah

terhadap

mikroba

yang

diujikan

pada

bakteri

Pseudomonas aeruginosa.

2.3 Pengambilan protein cacing


Nematode Solubilization Buffer (NSB)
ditambahkan dengan volume yang sama dengan
volume pellet cacing. Kemudian dipanaskan
0

2. METODE

dalam oven pada suhu 90 C selama 1 menit.

2.1 Alat dan Bahan

Setelah itu, 2 L protein marker 2X dan 20 L

Alat-alat

dalam

inhibitor protease ditambahkan kedalamnya. Lalu

penelitian ini adalah timbangan analitik, tabung

dipindahkan ke dalam tabung sentrifugasi baru

reaksi, rak tabung reaksi, tabung sentrifugasi,

dan dipanaskan pada waterbath. Setelah itu,

88

yang

digunakan

B I M F I Volume 2 No.2 | Januari - Juni 2014

disentrifugasi

dengan

kecepatan

6000

rpm

selama 5 menit. Kemudian, lisat diambil.

Setelah

itu,

Pseudomonas

750

suspensi

aeruginosa

bakteri

diinokulasikan

ke

dalam masing-masing cawan petri dan disebar


2.4 Pemurnian protein

merata.

Setelah

gel

memadat,

perforator

Sephadex ditimbang sebanyak 1 gram

digunakan untuk membuat 1 reservoir pada

dan dilarutkan dalam 30 ml larutan dapar Tris.

masing-masing area cawan petri.Lalu, masing-

Gel dikembangkan dan disaring dengan corong

masing reservoir diisi dengan 50 L zat uji

buchner. Larutan dapar tris ditambahkan lagi dan

(ekstrak cacing tanah, kloramfenikol, sampel

gel disuspensikan. Kemudian, kolom diletakkan

blanko berupa etanol, fraksi 1, fraksi 2, dan fraksi

vertikal pada statif dan disumbat dengan sedikit

3) sesuai label. Cawan-cawan petri ini kemudian

kapas yang sudah dicelupkan dalam larutan

diinkubasi pada 37 C selama 24 jam.Setelah itu,

dapar Tris. Sedikit larutan dapar Tris dimasukkan

cawan-cawan petri tersebut dikeluarkan dari

ke dalam kolom dan kecepatan aliran dari kolom

inkubator dan diukur diameter zona inhibisinya.

dicoba. Bila kecepatan alirnya sudah sesuai, gel


dimasukkan ke dalam kolom dan dibiarkan
hingga gel tidak turun lagi sampai suatu batas

3. HASIL DAN PEMBAHASAN


Dari

hasil

kromatografi

filtrasi

gel

yang tetap dan Tris berada 1 cm di atas gel

diperoleh 20 fraksi dan masing-masing fraksi

tersebut. Lalu supernatan cacing dimasukkan ke

sebanyak 2 mL, absorbansi dari masing-masing

dalam

fraksi diukur menggunakan spektrofotometri UV-

kolom.

Eluat

ditampung

dalam vial

terkalibrasi masing-masing 2 ml hingga 20 vial.

vis. Hasil absorbansi ditampilkan pada tabel 1.

Kemudian, kapas dikeluarkan dan dicuci dengan


merendamnya dalam larutan dapar Tris dan
ditampung 2 mL di vial ke 21. Lalu, eluat dalam
masing-masing vial diukur absorbansinya dengan
detektor spektrofotometri UV pada = 260 nm
dan =280 nm.
2.5 Uji kerentanan Pseudomonas aeruginosa
menggunakan difusi cakram
Cawan petri dibagi menjadi 6 area sama
besar dan dilabeli. Ada 2 cawan petri yang

1,5
a
b
1
s
o 0,5
r
0
b
1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21
a
n -0,5
No Vial
s
i
absorbansi 260 nm
absorbansi 280 nm

digunakan dalam penelitian ini.20 ml nutrien agar


dituang ke dalam masing-masing cawan petri.

B I M F I Volume 2 No.2 | Januari - Juni 2014

Gambar 1. Grafik Nomor Vial Terhadap Absorbansi

89

Tabel 1. Absorbansi Eluat Cacing

Nomor
Vial
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21

Absorbansi
260 nm
280 nm
0,533
0,520
0,321
0,263
0,431
0,415
0,445
0,436
0,341
0,295
0,352
0,301
0,255
0,156
0,632
0,472
1,072
0,760
0,714
0,517
0,519
0,410
0,180
0,219
0,097
0,077
0,057
0,042
0,004
-0,011
0,009
-0,004
-0,019
-0,033
-0,008
-0,020
-0,028
-0,041
-0,013
-0,025
0,018
-0,005

Cawan petri 1 sebelum inkubasi

Cawan petri 1 setelah inkubasi

Cawan petri 2 sebelum inkubasi

Cawan petri 2 setelah inkubasi

Gambar 2. Perbandingan cawan petri 1 dan 2 sebelum dan setelah inkubasi

90

B I M F I Volume 2 No.2 | Januari - Juni 2014

Uji kerentanan terhadap bakteri Pseudomonas

kisaran netral, dapar tris biasanya digunakan di

aeruginosa dengan metodedifusi cakram dengan

laboratorium biologi.

menggunakan 6 larutan uji yang berbeda yaitu

Lisis sel adalah langkah pertama dari

antibiotik, ekstrak cacing, 3 fraksi sampel, dan

ekstraksi DNA. Hal ini dilakukan dengan dapar

blanko berupa etanol. Berdasarkan pengamatan

tris dan mengandung EDTA (ethylene diamine

dari kedua cawan tersebut dimana cawan I dan

tetraacetic acid). EDTA mengikat kation bivalen

cawan II menunjukkan adanya zona hambat

seperti kalsium dan magnesium. Karena ion-ion

yang ditunjukkan pada tabel 2.

ini membantu menjaga integritas membran sel,


menghilangkan ionion tersebut dengan EDTA

3.1 Pembuatan Dapar Tris


Tris,

atau

akan mendestabilisasikan membran. Dapar Tris

tris

(hydroxymethyl)

adalah

komponen

utama,

peran

utamanya

aminomethane, merupakan penyangga biologis

adalah untuk menjaga pH dapar stabil pada titik,

yang umum, yang digunakan selama proses

biasanya 8,0. Selain itu, tris mungkin berinteraksi

ekstraksi DNA. Selama ekstraksi dari sejumlah

dengan LPS (lipopolisakarida) di membran,

sumber, DNA adalah pH sensitif. Selama lisis sel,

sehingga mengacaukan membran lebih lanjut.

penghilangan komponen seluler yang tidak

Pertama timbang sebanyak 1,2114 gram

diinginkan dan pengendapan, tris digunakan

tris kemudian dilarutkan dalam 100 ml air. Tris

untuk mempertahankan pH yang stabil. Selain

bersifat hidroskopik, tidak mudah larut dalam air,

itu, tris memainkan peran yang sangat penting

dan tersedia dalam kemurnian tinggi. Ini tidak

dalam lisis sel. Karena pH dapat mempengaruhi

mengendapkan garam kalsium, stabil dalam

dan dipengaruhi oleh sejumlah faktor seluler,

larutan pada suhu kamar selama berbulan-bulan,

mempertahankan pH yang stabil sangat penting

dan

bagi eksperimental ilmu pengetahuan. Dapar

sistem enzim. Setelah dilarutkan dalam 100 ml

biologis, seperti tris, penting karena dapat

air, kemudian diatur hingga pH 6,8. Karena pH

mempertahankan

awal dapar tris adalah 10, sehingga larutan HCl

efeknya

dapat

pH

yang

stabil

menggeser

meskipun
pH

Tris

tampaknya

ditambahkan

tidak

sampai

menghambat

pH

6,8.

banyak

Setelah

(hydroxymethyl) aminomethane, dengan pKa 8.1,

mendapatkan pH 6,8, air ditambahkan hingga

dapar yang efektif antara pH 7 dan 9. Karena

volumenya 200 mL.

Tabel 2. Diameter zona inhibisi dari 6 larutan uji dalam cm

Cawan
petri
I

II

F1

F2

F3

Antibiotik

1,1
1,1
1,1
1,1
1,1
1,1

1,1
1,2
1,15
1,3
1,2
1,25

1,1
1,3
1,2
1,2
1,1
1,15

3,3
3,0
3,15
2,9
2,8
2,85

B I M F I Volume 2 No.2 | Januari - Juni 2014

Ekstrak
cacing
2,0
2,5
2,25
2,1
2,1
2,1

Sampel
Blanko
-

91

3.2 Isolasi protein cacing

Fraksi yang diambil memiliki absorbansi 0,632,

Bubuk cacing dicuci dengan larutan

1,072, dan 0,714.

sukrosa karena tonisitas larutan sukrosa sama


dengan tonisitas cacing sehingga protein tidak
rusak, kemudian disentrifugasi selama 5 menit

3.4 Uji kerentanan Pseudomonas aeruginosa


menggunakan difusi cakram

pada 1000 rpm, maka dihasilkan pemisahan.

Uji kerentanan terhadap Pseudomonas

Lapisan atas adalah cairan, lapisan bawah

aeruginosa menggunakan difusi cakram. Dibuat

berupa padatan. Lapisan atas dicuci, sedangkan

sebanyak 6 lubang pada media, satu lubang

lapisan padat dipindahkan ke dalam tabung baru,

untuk antibiotik kloramfenikol, satu untuk ekstrak

tambahkan air dan kemudian disentrifugasi

cacing , satu untuk blanko yaitu etanol, dan tiga

kembali untuk menghilangkan sisa sukrosa.

lubang untuk tiga fraksi yang telah ditentukan

Kemudian disentrifugasi selama 2 menit pada

sebelumnya. Pengujian dilakukan duplo dan

2000 rpm. Setelah itu, cacing dicuci dengan

diinkubasi pada suhu 37o C selama 18-24 jam .

larutan M9, disentrifugasi kembali selama 2 menit

Dari pengamatan setelah inkubasi, hasil

pada 2000 rpm. Sentrifugasi dilakukan sebanyak

rata-rata diameter zona inhibisi yang diperoleh

3 kali.

dari fraksi 1, 2, dan 3 pada media dalam cawan


pertama berturut-turut adalah 1,1 cm, 1,15 cm ,

3.3 Pemurnian protein dengan kromatografi


filtrasi gel
Dari

dan 1,2 cm, sedangkan antibiotik kloramfenikol


memiliki diameter zona inhibisi sebesar 3,15 cm,

hasil

kromatografi

filtrasi

gel

dan ekstrak cacing memberikan diameter zona

menggunakan fase diam sephadex G100 dan

inhibisi sebesar 2.25. Dalam cawan kedua,

dapar tris, sampel protein cacing dimasukkan

diperoleh zona hambatan untukfraksi 1, 2, 3,

dan dielusi hingga memperoleh 20 vial fraksi

kloramfenikol,

dengan setiap penampungan sebanyak 2 mL.

adalah 1,1 cm, 1,25 cm, 1,15 cm, 2,85 cm, dan

Fraksi ke 21 diperoleh dari hasil pencucian kapas

2.1 cm. Sedangkan blanko tidak memberikan

penyumbat kolom yang ditampung sebanyak 2

zona inhibisi pada pengujian yang dilakukan.

mL. Semua eluat diukur absorbansinya dengan


menggunakan

spektrofotometri

UV-Vis

pada

bakteri

yang

diperoleh

pertumbuhan

dapat

berturut-turut

dihambat

diketahui

Pseudomonas
oleh

antibiotik

kloramfenikol , fraksi 1 , fraksi 2 dan fraksi 3 serta

menunjukkan data absorbansi berentang dari -

ekstrak cacing yang ditandai dengan adanya

0,005 hingga 1,072. Hasil ini tidak memenuhi

zona inhibisi. Kloramfenikol dapat menghambat

hukum Lambert-Beer (0,2-0,8). Dalam proses

bakteri Pseudomonas aeruginosa karena sifat

elusi, hasil eluat ke-1 hingga 12 memiliki

kloramfenikol adalah bakterisida yang berarti

absorbansi dalam rentang 0,2-0,8, sedangkan

dapat membunuh gram positif dan gram negatif

hasil eluat ke-13 sampai 20 memiliki absorbansi

(termasuk sebagian besar strain MRSA), serta

kurang dari 0,2. Berdasarkan grafik absorbansi,

anaerob. Dari pengamatan hasil pemurnian dari

diambil

fraksi protein dapat disimpulkan bahwa protein

titik

pengukuran

hasil

cacing

absorbansi

tiga

dari

bahwa

aeruginosa

panjang gelombang 260 dan 280 nm.


Hasil

Dari

ekstrak

tertinggi

untuk

menguji

kerentanan terhadap Pseudomonas aeruginosa.

cacing

menginhibisi

aktivitas

terhadap

Pseudomonas aeruginosa.

92

B I M F I Volume 2 No.2 | Januari - Juni 2014

4. SIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA

Tiga fraksi protein cacing tanah dengan


absorbansi tertinggi dapat menginhibisi aktivitas
Pseudomonas

aeruginosa

yang

ditunjukkan

dengan diameter zona inhibisi dari F1, F2, F3

[1]
[2]

Budiarti, Cacing Tanah, Jakarta: Penebar


Swadaya; 1992.
Sayuti, Fahri., Pedoman Praktis Budidaya
Cacing Tanah, Bandung: Pusat Latihan Dan
Pengembangan; 1999.

berturut-turut 1,1 cm, 1,2 cm, dan 1,175 cm.

B I M F I Volume 2 No.2 | Januari - Juni 2014

93

Advertorial

PEMANFAATAN LIMBAH KULIT BUAH MANGGIS


(Garcinia mangostana L.) DALAM SEDIAAN MASKER
PEEL OFF SEBAGAI ANTIOKSIDAN
1*

Sri Rahayu Evrilia , Hana Nopia , Sri Yannika


1

Fakultas Farmasi Universitas Padjadjaran


*Corresponding authors email: evrilia27@gmail.com

ABSTRAK
Pengembangan sediaan masker peel-off berbasis kulit buah manggis sangat berpotensi untuk
dikembangkan di Indonesia sebagai salah satu negara penghasil manggis yang cukup besar di dunia.
Masalah utama dari antioksidan berbasis kulit buah manggis ini adalah stabilitas penyimpanannya
yang rendah. Oleh karena itu, perlu dikembangkan suatu produk dengan stabilitas yang lebih baik
namun tidak mengurangi manfaat kulit buah manggis, salah satunya adalah dengan
mengembangkannya menjadi formulasi sediaan masker peel-off. Tujuan dari penulisan gagasan ini
adalah untuk memberikan perspektif nilai tambah dari kulit buah manggis sebagai antioksidan yang
dapat menangkal radikal bebas sehingga dapat dimanfaatkan untuk mencegah penuaan dini. Metode
penulisan berdasarkan analisis sintesis yang memanfaatkan pustaka dari berbagai sumber pustaka.
Gagasan yang diajukan berisi sistem pemecahan masalah limbah kulit buah manggis sehingga dapat
diaplikasikan dalam formulasi sediaan masker peel-off yang digunakan untuk menghambat penuaan
dini yang disebabkan oleh radikal bebas dari sinar UV. Trend masyarakat yang lebih memilih back to
nature ataupun healthy lifestyle turut mendukung terjadinya peningkatan permintaan pasar akan
antioksidan dalam formulasi masker peel-off. Maka dari itu penulis memberikan sebuah solusi nyata
untuk memanfaatkan potensi besar dari antioksidan yang dihasilkan dari kulit buah manggis kedalam
formulasi sediaan masker peel-off yang diharapkan dapat memberikan efek yang positif bagi
kesehatan masyarakat.
Kata kunci : antioksidan, kulit buah manggis, masker peel off.
ABSTRACT
A peel-off mask preparations with mangosteen rind as bases has the potential to be developed in
Indonesia as one of the mangosteen-producing countries in the world. The main problems of
mangosteen peel-based antioxidants are low storage stability. Therefore, its necessary to develop a
product with better stability but doesnt reduce the benefits of mangosteen rind, one of which is to
develop it into a dosage formulation peel-off mask. The purpose of this idea is to provide value-added
perspective of mangosteen rind as an antioxidant that can counteract free radicals and is used to
prevent premature aging. The writing method based on analytical synthesis that utilizes a library of
literature sources. This idea is to solve the problem of waste containing mangosteen rind that can be
applied in a peel-off mask formulation that prevent premature aging caused by free radicals from UV
rays. Trend of the people who prefer back to nature or healthy lifestyle contributed to the increased
market demand for antioxidants in the peel-off mask formulations. Thus the authors provide a real
solution to harness the great potential of antioxidants produced from mangosteen rind into dosage
formulations peel-off mask that is expected to provide positive effect on public health.
Keywords : antioxidants, mangosteen rind, peel-off mask.

94

B I M F I Volume 2 No.2 | Januari - Juni 2014

1. PENDAHULUAN

kendaraan bermotor, asap rokok, air yang

Peningkatan
degeneratif
peneliti

di

prevalensi

Indonesia,

pangan

dan

penyakit

memotivasi

para

Indonesia

untuk

gizi

terpolusi, radiasi sinar ultraviolet dan makanan


yang mengandung lemak tak jenuh.

(3)

Kandungan kimia kulit manggis adalah

mengeksplorasi senyawa-senyawa antioksidan

xanton, mangostin,

yang berasal dari sumber alami. Tingginya

tannin. Menurut hasil penelitian kulit buah

biodiversity kekayaan alam dan bahan-bahan

manggis memiliki aktivitas HIV tipe I, antibakteri,

indigenous

antioksidan dan anti metastasis pada kanker

yang

dianugrahkan

oleh

Tuhan

kepada bangsa Indonesia, merupakan potensi

usus.(4)

yang sangat berharga dan bermanfaat untuk


kesehatan masyarakatnya .
Manggis

(1)

(Garcinia

garsinon, flavonoid dan

Berdasarkan kandungan dan khasiat


tersebut, kulit buah manggis berpotensi untuk

mangostana

L.)

dikembangkan menjadi suatu sediaan kosmetik

Merupakan salah satu buah tropika unggulan

salah satunya dalam bentuk masker gel. Masker

nasional

primadona

gel merupakan masker yang praktis, setelah

penghasil devisa negara. Produksi manggis

kering masker tersebut dapat langsung diangkat

tahun 2007 mencapai 112.722 ton. Namun, mutu

(biasa dikenal dengan sebutan masker peel-off).

buah manggis yang dihasilkan sebagian besar

Zat

masih rendah. Buah manggis pada umumnya

berinteraksi dengan kulit wajah. Manfaat masker

dikonsumsi daging buahnya sedangkan kulitnya

gel antara lain dapat mengangkat sel kulit mati

yang mencakup bagian dibuang. Hal ini sangat

agar kulit bersih dan segar, mengembalikan

disayangkan karena peningkatan nilai ekonomis

kelembutan kulit, dan dengan pemakaian teratur

buah

dapat mengurangi kerutan halus pada kulit

Indonesia dan menjadi

manggis

memanfaatkan

dapat
kulitnya.

dilakukan

dengan

Penelitian-penelitian

aktif

pada

masker

dapat

lebih

lama

wajah.(5)

fitokimia sebelumnya menyatakan bahwa kulit

Melihat permasalahan limbah kulit buah

buah manggis (KBM) dapat menjadi salah satu

manggis ini diperlukan berbagai solusi yang tepat

sumber xanthone yang merupakan senyawa

untuk

flavanoid dengan berbagai manfaat. Beberapa

permasalahan

penelitian membuktikan bahwa tingkat kematian

memindahkan

dari penyakit jantung koroner berbanding terbalik

masalah baru. Salah satu solusi yang dapat

terhadap konsumsi senyawa flavonoid. Senyawa-

dilakukan ialah dengan memanfaatkan kulit buah

senyawa flavonoid juga dapat mencegah stroke,

manggis ini sebagai formulasi sediaan masker

menghambat pertumbuhan sel tumor, bersifat

peel-off

anti-inflammatory, antiviral, dan memiliki aktivitas

didalamnya. Mengingat radikal bebas tersebar di

antimikroba.

(2)

memecahkan
tersebut
masalah

dengan

dan

meminimalisir
dengan

atau

memafaatkan

tidak

menimbulkan

antioksidan

lingkungan tempat kita hidup, misalnya udara

Menjadi tua memang tak bisa dihindari,

yang terpolusi oleh asap kendaraan bermotor,

tetapi memperlambat timbulnya penuaan dapat

asap rokok, air yang terpolusi, radiasi sinar

diusahakan mulai

bebas

ultraviolet dari sinar matahari dan makanan yang

merupakan salah satu penyebab utama penuaan

mengandung lemak tak jenuh. Oleh karena itu,

yang banyak tersebar di lingkungan tempat kita

diharapkan

hidup, misalnya udara yang terpolusi oleh asap

pemanfaatan antioksidan dari kulit buah manggis

sekarang.

Radikal

B I M F I Volume 2 No.2 | Januari - Juni 2014

dengan

adanya

gagasan

95

sebagai sediaan masker peel-off ini dapat


memperlambat
dapat

timbulnya penuaan

memberikan

efek

yang

2.2 Antioksidan

sehingga

positif

bagi

kesehatan masyarakat.

Antioksidan

didefinisikan

sebagai

senyawa yang dapat menunda, memperlambat,


dan mencegah proses oksidasi lipid.
sumber

antioksidan

dapat

(7)

Sumber-

dikelompokkan

2. PEMBAHASAN

menjadi dua kelompok, yaitu antioksidan sintetik

2.1 Kulit Buah Manggis

(antioksidan yang diperoleh dari hasil sintesa

Kajian

terkini

telah

reaksi kimia) dan antioksidan alami (antioksidan

membuktikan khasiat dan kelebihan kulit buah

hasil ekstraksi bahan alami). Beberapa contoh

manggis dengan penemuan sejenis bahan aktif

antioksidan sintetik yang diijinkan penggunaanya

di dalam buah manggis yang dikenal sebagai

untuk makanan dan penggunaannya telah sering

xanthone. Xanthone ialah suatu bahan kimia aktif

digunakan, yaitu butil hidroksi anisol (BHA), butil

dengan strukturnya yang terdiri dari 3 cincin dan

hidroksi toluen (BHT), propil galat, tert-butil

ini menjadikannya sangat stabil dalam keadaan

hidoksi

panas atau dingin. Terdapat lebih dari 200 jenis

Antioksidan-antioksidan

bahan xanthone di alam tetapi lebih dari 40 jenis

antioksidan alami yang telah diproduksi secara

xanthone terdapat dalam kulit buah manggis dan

sintetis untuk tujuan komersial. Antioksidan alami

ini

terbanyak.

di dalam makanan dapat berasal dari (a)

Sebuah riset membuktikan, xanthone di kulit

senyawa antioksidan yang sudah ada dari satu

manggis terbentuk sejak buah berumur satu

atau dua komponen makanan, (b) senyawa

buan setelah bunga mekar. Pada umur satu

antioksidan yang terbentuk dari reaksi-reaksi

bulan, kadar xanthone di kulit manggis sebesar

selama

14,67 mg/g dan berturut-turut meningkat sesuai

antioksidan yang diisolasi dari sumber alami dan

umur buah : 2 bulan (16,21 mg/g), 3 bulan (15,47

ditambahkan

merupakan

melalui

kandungan

sains

yang

mg/g) dan 4 bulan (15,68 mg/g). Bahkan kadar

quinon

proses

(TBHQ)

tambahan pangan.

tersebut

pengolahan,

ke

dan

makanan

tokoferol.
merupakan

(c)

senyawa

sebagai

bahan

(7)

xanthone justru meningkat menjadi 34,36 mg/g


jika buah disimpan hingga 4 minggu setelah
dipetik.

(6)

Kulit

2.3 Radikal Bebas


Radikal bebas merupakan suatu molekul

manggis

mengandung

yang relatif tidak stabil dengan atom yang pada

xanthone sebagai antioksidan sangat dibutuhkan

orbit terluarnya memiliki satu atau lebih elektron

dalam tubuh sebagai penyeimbang prooxidant

yang tidak berpasangan. Karena kehilangan

(reducing

radicals,

pasangannya itu, molekul menjadi tidak stabil

carboncentered, sinar UV, metal, dll) yang ada di

dan radikal. Supaya stabil molekul ini selalu

lingkungan manusia. Kandungan xanthone ini

berusaha mencari pasangan elektronnya, yaitu

juga lebih banyak dibandingkan xanthone yang

dengan cara merebut elektron dari molekul lain

terkandung pada buah manggis. Selain sebagai

secara membabi buta. Karena itulah dia disebut

antioksidan,

radikal bebas.

radicals,

di

dalam

yang

oxidizing

kulit

manggis

juga

(7)

terkandung berbagai zat yang bermanfaat untuk


kesehatan serta kecantikan. .

96

(6)

B I M F I Volume 2 No.2 | Januari - Juni 2014

2.4 Mekanisme Antioksidan Menghambat

segar, mengembalikan kelembutan kulit, dan

Radikal Bebas

dengan pemakaian teratur dapat mengurangi

Mekanisme kerja antioksidan memiliki

kerutan halus pada kulit wajah.

(5)

dua fungsi. Fungsi pertama merupakan fungsi

Bahan-bahan pembentuk gel yang biasa

utama dari antioksidan yaitu sebagai pemberi

digunakan meliputi gom-gom alam (tragakan,

atom

yang

karagenan, pectin, agar, dan asam alginat),

mempunyai fungsi utama tersebut sering disebut

bahan semisintetik (metilselulosa, hidroksi etil

sebagai antioksidan primer. Senyawa ini dapat

selulosa, dan hidroksipropilmetil selulosa), dan

memberikan atom hidrogen secara cepat ke

polimer

radikal lipida (R*, ROO*) atau mengubahnya ke

polietilen-polioksipropilen, dan gelatin). Poliviniol

bentuk lebih stabil, sementara turunan radikal

alkohol digunakan untuk bahan pembentuk gel

antioksidan (A*) tersebut memiliki keadaan lebih

yang cepat kering, memberikan lapisan yang

stabil dibanding radikal lipida. Fungsi kedua

kuat dan plastik, kontak yang baik dan untuk

merupakan fungsi sekunder antioksidan, yaitu

pengobatan, memberikan perlindungahn pada

memperlambat

kulit dengan tampilan yang baik.(8)

hidrogen.

berbagai
pemutusan

Antioksidan

laju

(AH)

autooksidasi

mekanisme

diluar

rantai

autooksidasi

dengan

sintetik

(carbopol,

plivinil

alkohol,

mekanisme
dengan

2.6 Masker Peel Off Kulit Buah Manggis

pengubahan radikal lipida ke bentuk lebih

Salah

satu

direkomendasikan
2.5 Masker Peel Off

langkah

untuk

yang

menambah

variasi

dalam pemanfaatan antioksidan dalam buah

Masker peel off merupakan salah satu

manggis

ini

yaitu

gagasan

untuk

jenis sediaan masker yang praktis dan mudah

menggaplikasikan kulit buah manggis sebagai

saat penggunaannya, selain itu sediaan masker

sediaan masker peel-off.

ini telah diaplikasikan untuk anti penuaan dini.


Masker peel off terbuat dari bahan karet, seperti

1. Ekstraksi kulit buah manggis

polivinil alkohol atau damar vinil asetat. Masker

Serbuk simplisia kulit buah manggis

peel off biasanya dalam bentuk gel atau pasta

ditimbang

yang dioleskan ke kulit muka. Setelah alkohol

ditempatkan ke dalam maserator yang bagian

yang

menguap,

dasarnya telah dilapisi kapas, kemudian ke

tipis

dan

dalam maserator dimasukkan pelarut metanol

transparan pada kulit muka. Setelah berkontak

air dengan perbandingan 9 : 1 sebanyak 600 ml.

selama 1530 menit, lapisan tersebut diangkat

Proses maserasi tersebut didiamkan selama 24

terkandung

terbentuklah

dalam

lapisan

masker

film

yang

dari permukaan kulit dengan cara dikelupas.

(8)

Masker gel merupakan masker yang

sebanyak

500

gram

kemudian

jam, sambil sesekali dilakukan pengadukan.


Setelah

24

jam

maserat

ditampung.

langsung

dengan

dengan menggunakan pelarut metanol - air

sebutan masker pell off). Zat aktif pada masker

dengan perbandingan 9 : 1, selama 24 jam

dapat lebih lama berinteraksi dengan kulit wajah.

sambil sesekali dilakukan pengadukan. Setelah

Manfaat

dapat

24 jam maserat dikeluarkan dan ditampung.

mengangkat sel kulit mati agar kulit bersih dan

Kemudian ke dalam maserator dimasukkan

masker

(biasa

gel

dikenal

antara

lain

B I M F I Volume 2 No.2 | Januari - Juni 2014

dilakukan

dan

praktis, setelah kering masker tersebut dapat


diangkat

Kemudian

dikeluarkan

remaserasi

97

pelarut metanol air dengan perbandingan 1 : 1,

pipet sehingga menghasilkan Filtrat B kemudian

didiamkan selama 24 jam sambil sesekali

ditempatkan di dalam cawan penguap hingga

dilakukan pengadukan. Setelah 24 jam maserat

kering. Untuk pengujian senyawa monoterpenoid

dikeluarkan

hasil

dan seskuiterpenoid diteteskan larutan vanillin

untuk

10% dalam H2SO4 pekat melalui pinggir cawan,

kemudian dilakukan proses pemekatan ekstrak

sedangkan untuk pengujian senyawa steroid dan

dengan menggunakan alat rotari evaporator.

triterpenoid dengan cara diteteskannya larutan

dan

penampungan

ditampung.

pelarut

Seluruh

dicampurkan

pereaksi Liebermann Burchard.


2. Penapisan fitokimia
A. Uji alkaloid

3. Uji DPPH

Pengujian senyawa alkaloid dilakukan


dengan

cara

dibasakan

simplisia

dengan

telah

digerus

ml

amonia

atau

1,1-difenil-2-pikrilhidrazil

(,-difenil-pikrilhidrazil)

merupakan

suatu

10%,

radikal bebas yang stabil dan tidak membentuk

ditambahkan 5 ml kloroform sambil digerus kuat,

dimer akibat delokalisasi dari elektron bebas

dan lapisan kloroform disaring dengan pipet yang

pada seluruh molekul. Delokalisasi elektron

disumbat dengan kapas. Filtrat dimasukkan ke

bebas ini juga mengakibatkan terbentuknya

dalam tabung reaksi, ditambahkan ke dalamnya

warna ungu pada larutan DPPH sehingga bisa

HCl 2 N, dan dikocok kuat sehingga terbentuk 2

diukur absorbansinya pada panjang gelombang

lapisan. Lapisan asam dipipet dan dibagi menjadi

sekitar 520 nm. Ketika larutan DPPH dicampur

pertama

dengan senyawa yang dapat mendonorkan atom

ditambahkan pereaksi Mayer, tabung reaksi

hidrogen, maka warna ungu dari larutan akan

kedua ditambahkan pereaksi Dragendorff, dan

hilang seiring dengan tereduksinya DPPH. Uji

tabung reaksi yang ketiga digunakan sebagai

aktivitas

blanko.

metode ini berdasarkan dari hilangnya warna

B. Uji flavonoid

ungu akibat tereduksinya DPPH oleh antioksidan.

bagian,

pada

10

yang

DPPH

tabung

reaksi

Pengujian senyawa flavonoid dilakukan

antioksidan

dengan

menggunakan

Intensitas warna dari larutan uji diukur melalui

dengan cara menambahkan air panas ke dalam

spektrofotometri

simplisia yang telah digerus, dipanaskan, dan

gelombang sekitar 520nm. Hasil dari uji ini

disaring.

tersebut

diinterpretasikan sebagai EC50, yaitu jumlah

ditambahkan serbuk Mg, larutan HCl 2 N, dan

antioksidan yang diperlukan untuk menurunkan

amilalkohol. Tabung reaksi dikocok kuat dan

konsentrasi awal DPPH sebesar 50%

Filtrat

yang

didapat

UV-Vis

pada

panjang

didiamkan sehingga memisah.


C. Uji

monoterpenoid,

seskuiterpenoid,

steroid, dan triterpenoid


Pengujian

senyawa

4. Rancangan Formulasi
Masker peel off ekstrak kulit buah

monoterpenoid,

seskuiterpenoid, steroid, dan triterpenoid dapat

manggis (Garcinia mangostana L.) diformulasi


tiap 60 gram (Tabel 1).

dilakukan secara bersamaan. Caranya dengan


menggerus simplisia dengan eter kemudian di-

98

B I M F I Volume 2 No.2 | Januari - Juni 2014

Tabel 1. Formulasi masker peel off kulit buah manggis


Bahan

Formula 1
Formula 2
(%)
(%)
Ekstrak kulit manggis
*
*
Veegum
10
10
Asam Stearat
5
5
Propylenglycol
10
10
Triethanolamin
2
2
Propil paraben
0,02
0,02
Metil Paraben
0,18
0,18
Alpa tokoferol
0,001
0,001
Olive oil
0,1
0,1
Cetyl alcohol
2
2
Perfume
0,1
0,1
Aquadest
ad100
ad100
Keterangan : * konsentrasi tergantung uji DPPH
5. Pembuatan masker peel off

buah

Formula 3
(%)
*
10
5
10
2
0,02
0,18
0,001
0,1
2
0,1
ad100

(stress

condition)

Formula 4
(%)
*
10
5
10
2
0,02
0,18
0,001
0,1
2
0,1
ad100

yang

Formula 5
(%)
*
10
5
10
2
0,02
0,18
0,001
0,1
2
0,1
ad100

bertujuan

untuk

Fase air yaitu aquadest, ekstrak kulit

mempercepat proses peruraian dari bahan-

manggis,

bahan

metyl

paraben,

veegum,

dan

untuk

mempersingkat

waktu

triethanolamin, propil paraben, alpha tokoferol,

pengujian. Masker gel diuji kestabilannya dengan

dan cetyl alcohol. Fase minyak yaitu asam

mensiklus antara dua temperatur yaitu 5C dan

stearat, olive oil, dan propilenglycol.

35C selama 10 siklus, masing-masing siklus

Pembuatan masker peel off dilakukan


dengan memanaskan terlebih dulu aquadest
o

berdurasi 12 jam.
1. Pengamatan Organoleptis

sampai suhu 50 C. Tambahkan ekstrak kulit

Pengamatan organoleptis dilakukan untuk

buah

mengetahui ada tidaknya perubahan warna

manggis,

metyl

paraben,

veegum,

triethanolamin, propel paraben, alpha tokoferol,

dan

cetyl alkohol (Fase air). Campuran minyak

dipaksakan.

terdiri dari asam stearat, olive oil, propilenglycol


o

bau

yang

terjadi

selama

kondisi

2. Viskositas

yang dilelehkan pada suhu 60-70 C. Setelah

Selain

pengamatan

fase minyak tercampur semua, tambahkan

dilakukan

campuran fase air sedikit demi sedikit hingga

menggunakan Viskometer Brookfield. Alat ini

semua tertuang kemudian dinginkan.

memiliki
digunakan

6. Evaluasi sediaan masker peel off

organoleptis

pengukuran

keuntungan
dan

viskositas

antara

sampel

uji

lain

juga
dengan

mudah

bisa mudah

ditampung. Koefisien keseragaman untuk

Evaluasi kestabilan sediaan gel sebelum


dan setelah penyimpanan dipercepat dilakukan
untuk menentukan kestabilan gel secara fisik

pengukuran viskositas menunjukkan hasil


yang sangat signifikan.
3. Nilai Yield

karena evaluasi tersebut merupakan salah satu

Sediaan masker gel menunjukkan tipe aliran

uji

Non-Newton yaitu plastis dimana semua

atau

tolak

ketidakstabilan

dari

ukur

untuk

sediaan.

mendeteksi
Pengujian

ini

kurva formula tidak dapat melalui sumbu

dilakukan dengan metode kondisi dipaksakan

tekanan geser dan ketiganya memiliki nilai

B I M F I Volume 2 No.2 | Januari - Juni 2014

99

yield, dimana nilai yield adalah besarnya gaya

3. SIMPULAN

atau tekanan geser yang harus dilampaui

Berdasarkan kandungan dan khasiat,

agar suatu system dapat mengalir. Nilai yield

kulit buah manggis berpotensi dikembangkan

dan viskositas saling berhubungan karena

menjadi sediaan kosmetik dalam bentuk masker

semakin tinggu viskositas, maka nilai yield

masker peel off. Zat aktif pada masker dapat

semakin besar.

lebih lama berinteraksi dengan kulit wajah.


Manfaat masker peel off antara lain dapat

4. pH
Sediaaan

masker

gel

di

uji

pH

untuk

mengangkat sel kulit mati agar kulit bersih dan

mengetahui sama tidaknya dengan pH kulit,

segar, mengembalikan kelembutan kulit, dan

sehingga sediaan dapat digunakan.

dengan pemakaian teratur dapat mengurangi

5. Uji iritasi

kerutan halus pada kulit wajah.

Sediaan masker peel off di uji iritasi pada kulit


kelinci apakah menyebabkan iritasi atau tidak

4. SARAN

sebelum digunakan ke manusia.

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut


tentang

7. Pengujian Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

pemanfaatan

kulit

buah

manggis

(Garcinia mangostana L.) sebagai antioksidan

Kromatografi lapis tipis (KLT) dilakukan

yang potensial dan optimasi formulasi masker

dengan fasa diam silica gel GF245 dan fasa

peel off dari kulit buah manggis (Garcinia

gerak kombinasi pelarut dengan perbandingan

mangostana L.) sebagai antioksidan.

yang cocok. Pelat silica gel GF 254 disiapkan


dengan ukuran 10x1 cm untuk 1 kali totolan,

DAFTAR PUSTAKA

kemudian ekstrak cair ditutulkan pada garis awal

[1] Hanif, Sekilas Mengenal Radikal Bebas dan


Bahayanya,
http://www.smallcrab.com
(diakses 24 Februari 2013), 2001.
[2] Shadine, M., Mengenal Penyakit Hipertensi,
Diabetes, Stroke dan Serangan Jantung,
Cetakan I, Penerbit Keenbooks, Jakarta,
Hal. 57, 2010.
[3] Fransworth,
N.R.,
Biologycal
and
Phytochemical Screening of Plants.Journal
of
Pharmaceutical
Science,
Reheis
Chemical Company, Chicago, Pages 262264, 1996.
[4] Flick, E.W., Cosmetic and Toiletry
Formulations edisi 7, Noyes Publication,
New York, 1999.
[5] Balsam M.S and Edward Sagarin,
Cosmetics Science and Technology, WilleyInterscience, USA, 1972.
[6] Sunarjo,
Garcinia
Mangostana,
http://www.pusatherbal.web.id/ (diakses 8
Maret 2013), 2008.
[7] Draelos, Z.D. Cosmetic dermatology
products and procedures. John Wiley &
Sons. Singapore. 2010.
[8] Ansel, H.C. Pengantar Bentuk Sediaan
Farmasi, UI Press, Jakarta. 1989.

dengan menggunakan pipa kapiler, biarkan


beberapa saat hingga pelarutnya menguap. Pelat
silica kemudian dimasukkan ke dalam eluen yang
sebelumnya telah dijenuhkan dengan cairan
pengembang, dengan perbandingan 6:4 (nhexan

etil

asetat).

Proses

kromatografi

dihentikan sampai cairan pengembang berada di


garis depan, kemudian angkat pelat biarkan
sampai kering. Amati pola kromatografi di bawah
lampu UV 254 dan 366 nm, kemudian hitung Rf
pada setiap bercak yang teramati, sebelumnya
disemprotkan terlebih dahulu penampang bercak
asam sulfat 10% dalam methanol dan didapatkan
rentang RF 0,2-0,3.

100

B I M F I Volume 2 No.2 | Januari - Juni 2014

Advertorial

POTENSI EKSTRAK DAUN JAMBU BIJI (Psidium guajava


Linn) SEBAGAI OBAT KUMUR UNTUK PENGOBATAN
KARIES GIGI
1

Farah Naufal Kartiwa* , Bella Fikka Gamila


1

Fakultas Farmasi, Universitas Padjadjaran


*Corresponding authors email: farahkartiwa@ymail.com

ABSTRAK
Karies gigi merupakan permasalahan mulut dan gigi yang sering dijumpai di masyarakat. Saat ini
pengembangan penggunaan tanaman sebagai pengobatan tradisional telah memberikan inovasi
untuk mengatasi karies gigi. Salah satu tanaman yang berpotensi adalah daun jambu biji. Penelitian
menunjukkan bahwa daun jambu biji memiliki aktivitas antimikroba terhadap bakteri penyebab karies
gigi Staphylococcus mutans. Ekstrak daun jambu biji terbukti dapat menghambat dan membunuh
Staphylococcus mutans pada konsentrasi masing-masing 2% dan 3,5%. Studi pustaka ini akan
membahas tentang sifat antibakteri dari ekstrak daun jambu biji dan melihat potensinya dalam bentuk
sediaan obat kumur yang digunakan untuk mengobati karies gigi.
Kata kunci: ekstrak daun jambu biji, karies, obat kumur

ABSTRACT
Dental caries is a mouth and teeth problems that often found in the community.The current
development of the use of plants as traditional medicine has been providing innovations to address
dental caries. One of the plants that potentially is guava leaves. Research has shown that guava leaf
as antimicrobial acivity against Streptococcus mutans bacteria cause dental caries. Guava leaf extract
proved to inhibit and kill Streptococcus mutans on each 2% and 3,5% concentration. This review
focused on antibacterial properties of guava leaf extract and its potential in the form of a mouthwash
used to treat dental caries.
Keyword: guava leaf extract, caries, mouthwash

B I M F I Volume 2 No.2 | Januari - Juni 2014

101

aktivitas antimikroba(6). Penelitian yang dilakukan

1. PENDAHULUAN
Karies gigi merupakan penyakit gigi dan

oleh Jayakumari, et. al. (2012), menunjukkan

mulut yang sering terjadi. Di Indonesia karies gigi

bahwa pemberian ekstrak daun jambu biji

merupakan penyakit endemik dengan prevalensi

(Psidium

dan derajat keparahan yang cukup tinggi.(1)

antimikroba terhadap bakteri penyebab karies

Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga

gigi Staphylococcus mutans.

(SKRT) tahun 2004, tingkat prevalensi karies di


Indonesia adalah 90,05% dari jumlah penduduk
Indonesia.

(2)

guajava

Linn.)

memiliki

aktivitas

(7)

Pemanfaatan ekstrak daun jambu biji


sebagai

pengobatan

karies

gigi

dapat

Selain itu, Riset Kesehatan Dasar

diaplikasikan ke dalam salah satu bentuk sediaan

(Riskesdas) tahun 2007 menyebutkan bahwa

farmasi, yaitu obat kumur. Penggunaan sediaan

prevalensi karies aktif di Indonesia mencapai

obat kumur yang relatif mudah, praktis, dan

46,5%.

(3)

mudah dijangkau oleh masyarakat dapat menjadi

Karies gigi merupakan penyakit infeksi

nilai tambah bagi ekstrak daun jambu biji sebagai

yang disebabkan oleh demineralisasi email dan

pengobatan karies gigi yang efektif. Oleh karena

dentin yang erat hubungannya dengan konsumsi

itu, tinjauan pustaka ini bertujuan untuk mengkaji

makanan yang bersifat kariogenik. Karies gigi

sifat antibakteri dari ekstrak daun jambu biji

terjadi akibat peran dari bakteri yang terdapat

dalam menghambat Streptococcus mutans serta

pada

mulut

potensi pengolahannya menjadi sediaan obat

mutans.

(3)

yang

Telah

disebut

banyak

Streptococcus

penelitian

yang

kumur.

membuktikan adanya korelasi positif antara


jumlah bakteriStreptococcus mutans pada plak
gigi dengan prevalensi karies gigi.
Penggunaan

(4)

2.1 Karies Gigi


sebagai

Karies gigi adalah penyakit infeksi dan

pengobatan tradisional telah dilakukan oleh

merupakan suatu proses demineralisasi yang

masyarakat Indonesia sejak dulu. Salah satu

progresif

tanaman

yang

tanaman

2. PEMBAHASAN

diduga

memberikan

khasiat

melawan karies gigi adalah daun jambu biji.


Jambu

biji

(Psidium

guajava

pada

jaringan

mahkota dan akar gigi.

(8)

keras

permukaan

Faktor utama yang

menyebabkan terjadinya karies gigi adalah host


Linn.)

(gigi

dan

saliva),

substrat

(makanan),

dikenal dengan nama jambu klutuk termasuk

mikroorganisme penyebab karies dan waktu.

dalam family Myrtaceae, berasal dari Brazil,

Karies gigi hanya akan terbentuk apabila terjadi

Amerika Tengah dan tersebar hampir di seluruh

interaksi antara keempat faktor berikut.

(10)

negara Asia. Jambu biji merupakan salah satu

Mekanisme terjadinya karies gigi dimulai

produk hortikultura yang termasuk komoditas

dengan adanya plak di permukaan gigi. Sukrosa

internasional.

(5)

(gula) dari sisa makanan akan diproses oleh

Penelitian tentang ekstrak daun jambu

bakteri yang menempel pada plak gigi menjadi

biji telah banyak dilakukan. Dari penelitian-

asam laktat. Asam ini akan menurunkan pH

penelitian tersebut disebutkan bahwa ekstrak

mulut menjadi kritis (5,5). Penurunan pH yang

daun jambu biji memiliki aktivitas farmakologis,

berulang-ulang

antara lain sebagai anti-inflamasi, anti-diare,

mengakibatkan

dalam

waktu

demineralisasi

tertentu

akan

email

yang

antioksidan, antimutagenik dan juga memiliki

102

B I M F I Volume 2 No.2 | Januari - Juni 2014

Streptococcus

berlanjut menjadi karies di permukaan gigi lalu


meluas ke arah pulpa.(11)

mutans

bersifat

asidourikartinya dapat hidup di lingkungan asam

Karies sering dimulai pada pit dan fisur,

dan sekaligus bersifat asidogenik yang dapat


(7)

interproksimal gigi, dan bagian servikal gigi.

menghasilkan asam.

Karies

atau

meningkat

sementum, dan menyebar ke dalam lapisan gigi.

sedangkan

Perkembangan karies dimulai dengan tanda-

metabolismenya apabila berada dalam suasana

tanda dini seperti bercak putih (white spot) dan

yang asam. Hal ini terjadi karena adanya sistem

demineralisasi opak pada permukaan gigi. Hal ini

daya proton yang digunakan untuk transport

disebabkan karena terjadi pelepasan ion kalsium

nutrisi

dan fosfat dari prisma enamel. Pada keadaan ini

lingkungan dengan pH yang rendah dan kadar

permukaan gigi masih terlihat utuh, namun

glukosa tinggi, yang diatur oleh kandungan ion

terlihat garis putih di bagian servikal vestibulum

hidrogen yang meningkat pada keadaan asam.

dan

Streptococcus mutans mampu menurunkan atau

dimulai

palatal

gigi

dari

lapisan

insisivus.

enamel

White

spot

ini

pada

Metabolisme bakteri ini

pH

yang

bakteri

yang

sangat

akan

menembus

melambat

dinding

seperti permukaan gigi incisivus maksila, area pit

suasana asam yang akan menyebabkan kondisi

dan fissur serta dibawah kontak point diantara

ini semakin menguntungkan untuk metabolisme

gigi geligi. Pada tahapan ini, lesi yang terbentuk

itu sendiri dan tidak menguntungkan bagi spesies

masih bersifat reversibel dan dapat diatasi

lain yang hidup pada waktu bersamaan.(14)


Streptococcus

dengan penjagaan oral hygiene yang baik,


aplikasi fluor, dan perubahan diet. Tahapan

memfermentasi

seterusnya

pada

lapisan

dentin

gigi

pada

mutans

dapat

yang

menempel

karbohidrat

permukaan

mulut

pada

mempertahankan

melibatkan

rongga

sel

ditemukan pada area yang mudah tertimbun plak

turut

pH

rendah,

menggunakan

karena permukaan enamel telah mengalami

glucosyltransferase

destruksi.

kelihatan

adhesive glucan. Bakteri dan adhesive glucan

kekuningan dan lunak apabila diekskavasi Pada

akan melekat pada pelikel di permukaan gigi

tahapan ini juga akan menunjukkan molar

yang disebut sebagai plak gigi. Selain adhesive

maksila mengalami lesi permulaan pada bagian

glucan, senyawa lain yang dihasilkan dari

Dentin

tersingkap

servikal, proksimal, dan oklusal.

dan

(12)

fermentasi

karbohidrat

mutans adalah
2.2 Streptococcus mutans

untuk

enzim

oleh

menghasilkan

Streptococcus

asam laktat. Asam ini akan

menyebabkan demineralisasi permukaan enamel

Beberapa penelitian melaporkan bahwa

gigi dan membentuk karies.

(15,16,17)

bakteri Streptococcus mutans merupakan agen


penyebab karies yang paling sering ditemukan.
Streptococcus mutans merupakan flora normal di

2.3 Penatalaksanaan Karies Gigi


Penatalaksanaan

karies

gigi

dapat

dalam rongga mulut. Bakteri ini termasuk dalam

dilakukan melalui proses identifikasi faktor risiko,

jenis cocci gram positif yang nonmotil (tidak

pencegahan karies berdasarkan faktor risiko, dan

bergerak), mempunyai diameter 0,5-2.0 m,

restorasi

berpasang-pasangan, berantai pendek, sedang


dan panjang serta non kapsul.

kerusakan.

gigi

yang

telah

mengalami

(18)

(13)

B I M F I Volume 2 No.2 | Januari - Juni 2014

103

Identifikasi faktor risiko karies dapat

serta

standar

uji

siprofloksasin

l/disc

dibedakan menjadi karies risiko rendah, karies

dijenuhkan ke dalam paper disc berdiameter 6

risiko sedang, dan karies risiko tinggi. Dalam

mm.

proses pencegahan, terdapat beberapa faktor

agar yang telah dicampur dengan bakteri uji,

yang harus dicegah, yaitu diet, kebersihan mulut,

kemudian diinkubasi selama 24 jam pada 37oC.

flour,

Zona hambat di sekitar paper disc diamati untuk

dan

fisur

silen.

penatalaksanaan karies

Pada

tahap

akhir

adalah restorasi gigi.

Paper disc ditanam pada media nutrien

menunjukkan

ada

tidaknya

pertumbuhan

Restorasi diperlukan jika permukaan gigi menjadi

mikroba. Dari hasil pengamatan diketahui zona

berlubang. Bahan yang biasa dipakai untuk

hambat

restorasi gigi adalah semen glass ionomer.

Streptococcus mutans adalah sebagai berikut:

ekstrak

daun

jambu

biji

terhadap
(21)

Semen tersebut berfungsi dengan baik sebagai


bahan

tambal

permanen.

untuk

gigi

sulung

maupun

(18)

Tabel 1. Aktivitas Antibakteri Ekstrak Daun Jambu


Biji Terhadap Streptococcus mutans
Menggunakan Meode Disc Difussion

S.
No

2.4 Daun Jambu Biji

Treatment

Concentration
(g/ml)

Daun jambu biji memiliki kandungan


minyak esensial dengan kandungan utama pinene, -pinene, limonene, mentol, terpenil
asetat, isopropil alkohol, longisilen, karyofilen
oksida,

-copanene,

farnesene,

ME

EAF

IF

Standard

humulene,

selinene, cardinene, dan curcumene. Selain itu,


daun jambu biji juga diketahui mengandung
asam triterpen dan flavonoid, serta avicularin dan
3-L-4-piranosid yang memiliki aktivitas antibakteri
yang kuat dengan merusak struktur membran
selnya.(20)
Jayakumari et. al. (2012) melakukan
pengujian aktivitas antibakteri dari ekstrak daun

25
50
75
100
25
50
75
100
25
50
75
100
25

Zone of
Inhibition
(in mm)
for S.
Mutans
10.5
14
16
17.5
11.5
17.5
20
20.5
12
16
18
19.5
25

jambu biji. Bakteri yang digunakan dalam


penelitian ini adalah Streptococcus mutans,
yang merupakan agen penyebab karies gigi.
Pengujian

aktivitas

antibakteri

dilakukan dengan menggunakan metode disc


diffusion serta penentuan minimum inhibitory
concentration (MIC). Bakteri induk Streptococcus

Gambar 1. Zona Hambat Ekstrak Daun Jambu Biji


Terhadap
Streptococcus
mutans
Menggunakan Meode Disc Difussion

mutans diinkubasi dalam nutrient broth selama


o

24 jam pada 37 C.

(21)

Pada metode disc difussion, bahan uji

dengan :
ME Ekstrak Metanol Daun Jambu Biji;

berupa ekstrak metanol daun jambu biji dan

EAF Fraksi Bioaktif Daun Jambu Biji;

fraksinya (konsentrasi 50 l/disc dan 100 l/disc)

IF Fraksi Flavonoid Daun Jambu Biji

104

B I M F I Volume 2 No.2 | Januari - Juni 2014

Selain penelitian yang dilakukan oleh

Obat kumur memiliki berbagai komposisi

Jayakumari et. al. (2012), aktivitas antibakteri

bahan aktif sesuai tujuan penggunannya masing-

ekstrak daun jambu biji terhadap Streptococcus

masing. Salah satu bahan aktif yang umum

mutans juga diuji oleh Hermawan (2012) dengan

terdapat di dalam obat kumur yaitu bahan

menentukan nilai kadar hambat minimum (KHM)

antibakteri yang memiliki fungsi mengurangi

dan kadar bunuh minimal (KBM). Pada pengujian

jumlah mikroorganisme dalam rongga mulut(24).

KHM dan KBM, konsentrasi ekstrak daun jambu

Sedangkan bahan inaktif dalam suatu obat

biji yang digunakan adalah 1,5%, 2%, 2,5%, 3%

kumur diantaranya adalah air sebagai penyusun

dan 3,5% dari konsentrasi indukan 10%.

(7)

Kadar

terbesar volume larutan; alcohol; pemanis seperti

dengan

gliserol, sorbitol, karamel, dan sakarin; zat

menggunakan metode dilusi tabung. Hasil uji

pemberi rasa (flavouring agent); humektan; zat

dilusi tabung menunjukkan bahwa KHM pada

pengemulsi; serta bahan pewarna.

Hambat

Minimal

konsentrasi
tersebut

(KHM)

ditentukan

2%,

karena

pada

konsentrasi

tampak

jernih.

Sedangkan

(24,25,26,27)

Pada sediaan obat kumur, bahan yang

pada

berperan

tidak

surfaktan. Humektan berfungsi agar zat aktif

ditemukan adanya efek penghambatan. Pada

dalam sediaan obat kumur tidak menguap

konsentrasi 2%, 2,5%, 3%, dan 3,5% terdapat

sehingga

efek penghambatan pertumbuhan bakteri karena

kontak zat aktif pada gigi serta memperbaiki

konsentrasi

yang

lebih

kecil

1,5%

hasil uji dilusi tabung tampak jernih.


Bunuh

Minimal

streaking

(KBM)

masing-masing

(7)

ditentukan

penting

adalah

membantu

humektan

memperpanjang

dan

waktu

Kadar

stabilitas bahan dalam jangka waktu lama.(28)

dengan

Selain itu, humektan juga menjaga kelembutan

konsentrasi

pada

obat

kumur

dan

mencegah

terjadinya

media Brain Heart Infusion agar (BHIA) yang

pengerasan.

kemudian diinkubasikan selama 24 jam pada

sebagai humektan dalam obat kumur antara lain

Bahan-bahan

yang

digunakan

suhu 37 C. Dari hasil penghitungan koloni yang

sorbitol, propilenglikol, dan gliserol.(29)Selain itu,

tumbuh didapatkan KBM ekstrak daun jambu biji

gliserin yang dapat berperan sebagai bahan

sebesar 3,5%.

(7)

pelarut dan pengatur kekentalan juga sering


digunakan sebagai humektan dalam sediaan

2.5

obat kumur.(30)

Obat Kumur
Obat

yang

Surfaktan dalam sediaan obat kumur

mulut,

selain memberikan produk akhir yang jernih juga

rasa

berfungsi membantu pengangkatan plak dan

segar, digunakan untuk membersihkan mulut dan

sisa-sisa makanan dari gigi. Surfaktan yang

gigi serta memiliki efek terapeutik dengan

merupakan

agen

menghilangkan infeksi atau mencegah karies

menurunkan

tegangan

digunakan

kumur
untuk

adalah

membilas

cairan
rongga

mengandung zat antiseptik, memberikan

gigi.

(22)

pembusa

juga

permukaan

dapat

sehingga

Obat kumur memeiliki kelebihan yaitu

memungkinkan pembersihan sampai ke sela-sela

kemampuannya menjangkau tempat yang paling

gigi. Interaksi surfaktan dan kotoran gigi yang

sulit dibersihkan dengan sikat gigi.

(23)

membentuk misel juga membantu pencegahan


pembentukan plak gigi.(31,32)

B I M F I Volume 2 No.2 | Januari - Juni 2014

105

2.6 Potensi Penggunaan Obat Kumur dengan


Bahan Aktif Ekstrak Daun Jambu Biji

pada konsentrasi hingga 30%. Selain itu, gliserin


juga berfungsi meningkatkan kelarutan (co-

Secara umum, komposisi obat kumur

solvent) bahan aktif dalam obat kumur.(31,35)

ekstrak daun jambu biji terdiri dari aquadest,

Bahan pemanis yang sering digunakan dalam

pelarut, surfaktan, humektan, pemanis, pemberi

sediaan obat kumur di antaranya Na sakarin dan

rasa, pewarna, dan zat aktif. Jumlah aquadest

sorbitol. Keduanya memiliki tingkat kemanisan

dalam

akan

yang lebih tinggi dari sukrosa, tetapi sorbitol

mempengaruhi volume akhir serta viskositas obat

memiliki kelebihan sebagai humektan disamping

kumur.

sediaan

obat

kumur

ini

(31)

pemberi rasa manis.(36)

Sebagai

kumur

Bahan tambahan lainnya dalam obat

digunakan etanol 70%. Etanol digunakan untuk

kumur yaitu zat pewarna, misalnya sandalwood

melarutkan

dapat

atau bahan pewarna sintetik yang diklasifikasikan

ketika

dalam Colour Index (CI) oleh Society of Dyers

penggunaan obat kumur. Selain itu, etanol juga

and Colourist; pemberi rasa, yang paling sering

dapat berfungsi sebagai co-solventyang dapat

digunakan

meningkatkan

misalnya

zat

memberikan

pelarut

dalam

pemberi
efek

rasa

obat

dan

menyegarkan

kelarutan

zat

aktif

dalam

yaitu
asam

mentol;

serta

benzoat.

Selain

pengawet,
itu,

untuk

pembawanya yaitu aquadest, tetapi, penggunaan

mengatur pH sediaan juga ditambahkan buffer

co-solvent ini dibatasi dengan alasan toksisitas.

Na fosfat (Na2HPO4).(36)

Konsentrasi maksimal etanol 70% dalam obat


.(31,33)

kumur umumnya sebesar 15%

Formula sederhana obat kumur dapat


ditunjukkan dalam tabel berikut:(31)

Surfaktan digunakan dalam formulasi


obat kumur karena dapat menurunkan tegangan
permukaan cairan sehingga membantu proses

Tabel 2. Formulasi Sediaan Obat Kumur Ekstrak


Daun Jambu Biji

pembersihan rongga mulut. Surfaktan juga dapat

Komposisi

Konsentrasi (%)

meningkatkan kelarutan zat aktif dalam obat

Ekstrak daun jambu biji

0,25

kumur dengan cara membentuk misel. Jika zat

Etanol 70 %

aktif bersifat hidrofil atau larut dalam air, molekul

Na sakarin

0,15

zat aktif akan berada di dalam misel, sementara

Mentol

q.s.

jika zat aktif tidak larut dalam air, molekulnya

Gliserin

10

akan berada pada permukaan misel. Mekanisme

Pewarna FD & C Blue

ini kemudian akan menghasilkan larutan obat

no.1, CI 42090

kumur yang bening.

(31,33)

Salah satu surfaktan

Na fosfat

q.s.
0,15

yang umum digunakan dalam sediaan obat

Na lauril sulfat

kumur yaitu Na lauril sulfat yang oleh The

Asam benzoat

0,05

International Journal of Toxicology disarankan

Aquadest

Ad 100 ml

penggunaannya tidak lebih dari 1% untuk tujuan


keamanan.

(34)

Formulasi obat kumur ekstrak daun

Sebagai humektan dalam sediaan obat

jambu biji secara sederhana dapat dilakukan

kumur, yang umum digunakan antara lain

dengan mencampurkan terlebih dahulu ekstrak

gliserin.(31) Sebagai humektan, gliserin digunakan

daun jambu biji, gliserin, dan Na lauril sulfat yang

106

B I M F I Volume 2 No.2 | Januari - Juni 2014

masing-masing telah dilarutkan dalam aquadest.


Mentol yang telah dilarutkan di dalam etanol lalu

[5]

ditambahkan sedikit demi sedikit ke dalam


campuran pertama sambil diaduk. Selanjutnya,

[6]

Na sakarin, Na fosfat, dan pewarna ditambahkan


ke dalam campuran dan diaduk hingga homogen.
Larutan

yang

dihasilkan

sebelum akhirnya dikemas.

kemudian

disaring
[7]

(31)

3. SIMPULAN
Daun jambu biji (Psidium guajava) dapat
digunakan dalam pengobatan karies gigi karena
kemampuannya
pertumbuhan

dalam
bakteri

[8]

menghambat

penyebab

karies

[9]

Streptococcus mutans. Daun jambu biji memiliki


kandungan avicularin dan 3-L-4-piranosid yang
memiliki aktivitas antibakteri yang kuat. Adanya
sifat antibakteri ini memungkinkan ekstrak daun

[10]

jambu biji untuk digunakan sebagai zat aktif


dalam suatu sediaan obat kumur.
4. SARAN
1.

[11]

Diperlukan optimasi dan penelitian lebih


lanjut formulasi obat kumur.

2.

Dilakukan

penelitian

toksisitas sediaan agar

untuk

menguji

penggunaannya

secara klinis dapat dipertanggungjawabkan.

[12]
[13]

DAFTAR PUSTAKA
[1]

[2]

[3]

[4]

Metaliri, M. Efek Antibakteri Infusum Kulit


Anggur
(Vitis
Vinifera)
Varietas
Probolinggo Biru terhadap Strepiococcus
mutans Asal Saliva In Vitro[Skripsi],
Jakarta: Universitas Indonesia; 2007.
Depkes RI. Survei Kesehatan Nasional:
Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT)
2004. Volume 3. Jakarta: Badan
Litbangkes; 2005.
Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan. Laporan Hasil Riset Kesehatan
Dasar
(Riskesdas)
Nasional
2007,
Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia; 2008.
Worotitjan, Mintjelungan, dan Gunawan.
Pengalaman Karies Gigi serta PolaMakan
pada Anak Sekolah Dasar di Desa Kiawa
B I M F I Volume 2 No.2 | Januari - Juni 2014

[14]
[15]

[16]

[17]

Kecamatan Kawangkoan Utara. Jurnal eGiGi (eG) 2013; Vol. 1; No. 1: 59-68.
Parimin SP. Jambu Biji: Budi Daya dan
Ragam
Pemanfaatannya.
Jakarta:
Penebar Swadaya; 2007.
Prabu, G.R., Gnanamani, A., Sadulla, S.J.
Guajaverin: A Plant Flavonoid as Potential
Antiplaque Agent Against Streptococcus
mutans. J Journal of Applied Microbiology
2006; 101: 487-495.
Hermawan R. Uji Aktivitas Ekstrak Daun
Jambu Biji (Psidium guajava Linn.) sebagai
Antimikroba Terhadap Bakteri Penyebab
Karies Streptococcus mutans Secara In
Vitro
[Skripsi].
Malang:
Universitas
Brawijaya; 2012.
Angela A. Pencegahan Primer pada Anak
yang Berisiko Karies Tinggi. Maj. Ked.
Gigi. (Dent. J.) 2005; Vol. 38; No. 3: 130
134.
Dukic OL, Juric H, Dukic W, Glavina D.
Factors Predisposing to Early Childhood
Caries (ECC) in Children of Pre-School
Age in The City of Zagreb [Dissertation].
Zagreb (Croatia): School of Dental
Medicine, University of Zagreb; 2001.
Brogrdh-Roth S, K Stjernqvist, L Matsson,
G Klingberg. Parental Perspectives on
Preterm Childrens Oral Health Behaviour
and Experience of Dental Care During
Preschool and Early School Years. Int J
Paediatr Dent 2009: 243250.
Mohamad, Salman Salim Bin. Karies Gigi
Pada Anak Usia 20-40 Bulan Dengan
Kelahiran Prematur Di RSU DR. Pirngadi
Medan [Skripsi]. Medan: Universitas
Sumatera Utara; 2011.
Marsh PD, Martin MV. Oral Microbiology.
5th Ed. New York: Elsevier; 2009.
Gronroos L. General Bacteriology Aspects
of Mutans Streptococci Disseratation
Mannaheimintie [Review of literature].
Helsinki: University of Helsinki; 2000.
Fujiwara T. Etiology and clinical symptoms
of dental caries. Foods Food Ingredients J
2005; 210; 4.
Taubman M. Imagine: A World Without
Cavities. Massachusetts Society Med Res
2007: 1-3.
Anne AS. Indeks DEF-T dan DMF-T
Masyarakat Desa Cipondoh dan Desa
Mekarsari
Kecamatan
Tirtamulya
Kabupaten Karawang. Jurnal Kedokteran
Gigi Unpad 2008: 1-4.
Sasmita
dan
Pertiwi.
Identifikasi,
Pencegahan, dan Restorasi sebagai
Penatalaksanaan Karies Gigi pada Anak.
[Tinjauan Pustaka]. Bandung: Universitas
Padjadjaran; 2009.

107

[18]

[19]

[20]

[21]

[22]

[23]

[24]

[25]
[26]

[27]

[28]

108

Vargas AD, Soto HM, Gonzalez HVA,


Engleman EM, Martinez GA. Kinetics of
Accumulation and Distribution of
Flavonoids
in
Guav a
(Psidium
guajava). Mexico: Agrociencia; 2006.
Jayamukari, J. Anbu, V. Ravichandiran, S.
Nithya, Asheini Anjana, and D. Sudharani.
Evaluation of Toothace Activity of
Methanolic Extract and Its Various Fraction
from The Leaves Psidium Guajava Linn.
Akande OO, Alada ARA, Aderinokun GA,
et al. Efficacy of different brands of
mouthwash rinses on oral bacterial loud
count in healthy adults. African Journal of
Biomedical Research. 2004; 7: 125-6
Claffey, N. Essential oil Mouthwash: A Key
Component in Oral Health Management. J.
Clin Periodontal 2003; 30 (suppl.5): 22-24.
Waksman Foundation for Microbiology.
The antebacterial action of mouthwash;
2013 [cited March 15 2014]. Available
from: http://www.waksman-foundation.org/
labs/rochester/mouthwash.htm
Amtha, R. Kelainan Mukosa Mulut Akibat
Penggunaan Obat Kumur. M I Kedokteran
Gigi FKG Usakti 1997; 35: 71-7
Sudiono, J. Pengaruh Pemakaian Obat
kumur
Senyawa
Fenol
Terhadap
Gambaran SEM Epitel Mukosa Bukal
Mulut Tikus. M I Kedokteran Gigi FKG
Usakti 1999; 38: 70-5.
Harris, N.O., Christen A.G. Preventive
Primary Dentistry 2nd edition. California:
Appleton and Lange, 1987.
Jackson, E.B. Sugar Confectionary
Manufacture 2nd edition. Cambridge:
Cambridge University Press; 1995.
Cawson, R.A & Spector, R.C. Clinical
Pharmacology in Dentistry. 4th ed.
Churchill Livingstone; 1987.
Fauzi, Y. Kelapa Sawit: Budidaya
Pemanfaatan Hasil dan Limbah Analisis
Usaha dan Pemasaran Edisi Revisi 44.
Jakarta: Penebar Swadaya; 2002.

[29]
[30]

[31]

[32]

[33]

[34]

[35]

[36]

[37]

Mitsui, T. New Cosmetic Science. Tokyo:


Elsevier; 1997.
Shanebrook, A.C. Formulations and Use of
Surfactantc in Toothpastes; 2004 [cited
March
15
2014].
Available from:
http://www.eng.buffalo.edu/courses/spring
04/ce457_527/Adam.pdf
Pharmpress.
Oral
Pharmaceutical
Solution; 2008 [cited March 15 2014].
Available from:
http://www.pharmpress.
com/files/docs/ft_pharm_dosage_sample.p
df
Bailey, T. SLS Free; 2014 [cited March 15
2014].
Available
from:
https://www.slsfree.net
Rowe, R.C., Paul J.S., Marian E.Q.
Handbook of Pharmaceutical Excipients.
Washington D.C.: The Pharmaceutical
Press, 2009.
Storehagen, S., Nanna O. og S.M.
Dentrifices and Mouthwashes Ingredients
and Their Use, 2003 [cited March 15
2014]. Available from: https://www.duo.
uio.no/bitstream/handle/10852/33076/Stor
ehagen_Ose_Midha.pdf?sequence=1
Widodo, D. E. Peranan kumur-kumur
dalam Perawatan Periodontal. Jakarta:
Kumpulan Naskah Ceramah Ilmiah
Kongres Nasional XIV PDGI, 1980: 140144.
Fernandes, M. R. V. Et al. Assesssment of
Antioxidant Activity of Spray Dried Extracct
of Psidium guajava Leaves by DPPH and
Chemiluminescence Inhbition in Human
Neutrophils; 2014 [cited May 5 2014].
Available from: http://www.hindawi.com/
journals/bmri/2014/382891/
Maryati. Derajat Keasaman (Ph) Saliva
pada Rongga Mulut Berkaries dan Tidak
Berkaries; 2008 [cited May 5 2014].
Available from: http://repository.usu.ac.id/
handle/123456789/796

B I M F I Volume 2 No.2 | Januari - Juni 2014

Tinjauan
Pustaka

POTENSI OKSITOSIN SEBAGAI PEPTIDA TERAPETIK


ANTIOBESITAS DAN ANTIDIABETES
1*

Dewi Okta Briana , Oktavia Rahayu A


1

Program Studi Farmasi, Fakultas Kedokteran, Universitas Brawijaya


*Corresponding authors email: dewiobriana@gmail.com

ABSTRAK
Beberapa tahun terakhir, peptida banyak dikembangkan sebagai terapi untuk obesitas. Dalam
artikel ini, kami telah mengkaji potensi dan efikasi dari oksitosin (OXT) pada terapi obesitas dan
diabetes melitus tipe 2. Berdasarkan pada studi hewan coba dan beberapa studi yang telah
dilakukan pada manusia, OXT memiliki efek terapetik sebagai antiobesitas dan antidiabetes
melitus tipe 2 dengan mengontrol berat badan, meningkatkan sekresi insulin, meningkatkan
sensitivitas reseptor insulin, dan menurunkan perlemakan hati, sehingga OXT sangat potensial
untuk dikembangkan sebagai peptida terapetik obesitas dan diabetes melitus tipe 2. Penelitian
lebih lanjut mengenai studi pada manusia perlu dikembangkan untuk mendapatkan dosis optimal
dan menentukan durasi terapi dengan OXT pada pasien obesitas dan diabetes melitus tipe 2.
Kata kunci: OXT, obesitas, diabetes, peptida, hormon

ABSTRACT
Recently, peptide has being developed to treat obesity. In this article we have reviewed the
potency and efficacy of oxytocin (OXT) on obesity and type 2 diabetes mellitus. Based on animal
models and some human studies, OXT exhibited therapeutic effects on obesity and type 2 diabetes
mellitus type 2 by improving weight control, increasing the secretion of insulin, increasing the
sensitivity of insulin receptor, and lowering fatty liver. In conclusion, OXT is potential peptide for
being developed as therapeutic peptides for obesity. Further investigations as human clinical
studies are needed to obtain the optimum dose and duration of treatment with OXT in obese and
type 2 diabetes mellitus patients.
Keywords: OXT, obesity, diabetes, peptide, hormone

B I M F I Volume 2 No.2 | Januari - Juni 2014

109

1. PENDAHULUAN

kebingungan. Sedangkan terapi farmakologi lain

Obesitas merupakan sebuah kondisi

yang sering digunakan seperti Orlistat bekerja

yang disebabkan oleh beragam etiologi yang

dengan cara yang berbeda dari beberapa

dapat berhubungan dengan konsekuensi terkait

antiobesitas yang telah disebutkan, yaitu dengan

dengan kondisi kesehatan dan fungsi tubuh.

melakukan penghambatan terhadap penyerapan

Prevalensi

lemak di usus.(3)

obesitas telah meningkat sebanyak

dua kali lipat sejak tahun 1980. Pada tahun 2008,

Obesitas dapat menyebabkan beberapa

lebih dari 1,4 juta orang dewasa, yang berusia 20

komplikasi

tahun atau lebih mengalami kondisi overweight.

hipertensi,

Dari jumlah tersebut, lebih dari 200 juta pria dan

penyakit serebrovaskuler, penyakit pernapasan,

hampir 300 juta wanita mengalami obesitas. 35%

osteoartritis, penyakit ginjal kronik, dan kanker.

dewasa berusia lebih dari 19 tahun mengalami

Dewasa ini, tidak sedikit para peneliti dan dokter

overweight pada 2008, dan 11% mengalami

berlomba-lomba untuk menemukan terapi yang

obesitas. 65% populasi dunia hidup di negara

tepat bagi kondisi obesitas. Dan saat ini yang

dimana kondisi overweight dan obesitas menjadi

paling sering dikembangkan adalah oksitosin

penyebab

(OXT) dengan menginduksi mekanisme periferal

kematian

underweight.

melebihi

kondisi

(1)

seperti

diabetes

dislipidemia,

melitus,

penyakit

jantung,
(4)

dan sentral, menggunakan serangkaian efek

Menurut National Heart, Lung, and Blood


(NHLBI),(2)

Institute

serius

overweight

metabolik yang menguntungkan.(5)

didefinisikan

Dalam studi ini, kami bertujuan untuk

sebagai rentang indeks massa tubuh (IMT) 25

mengulas potensi dan efikasi oksitosin sebagai

29,9 kg/m2, dan derajat yang lebih tinggi, yaitu

salah satu pendekatan terapi untuk obesitas,

obesitas, didefinisikan sebagai rentang IMT

dengan mengkaji beberapa jurnal artikel yang

dalam tiga kelas, obesitas kelas pertama 30

menyajikan

34,9 kg/m , kelas kedua 35 39,9 kg/m , dan

data

hasil

penelitian

preklinik

maupun riset biomolekuler.

kelas ketiga 40 kg/m .


Beberapa

terapi

farmakologis

telah

dikembangkan untuk mengatasi obesitas yaitu


diantaranya

dengan

2.1 Regulasi Hipotalamik dan Endogen

penggantian

Pusat perintah komunikasi antara otak

leptin, antagonis prolaktin, topiramat, agonis

dan tubuh adalah hipotalamus. Hipotalamus

satietin, agonis kolesistokinin (CCK), dan agonis

mengatur seluruh sistem homeostatik termasuk

amylin. Sebagian besar dari terapi tersebut

ritme sirkadian, tidur, suhu tubuh, regulasi stres,

diketahui

perilaku

dapat

pemberian

2. PEMBAHASAN

mempengaruhi

sistem

seksual,

dan

keseimbangan

air.

serotonergik dengan menghambat re-uptake atau

Hipotalamus juga meregulasi asupan makanan.

menstimulasi pelepasan serotonin dengan efek

Dua

samping yang mungkin muncul berupa hipertensi

makanan terletak di daerah infundibular dari

pulmonari. Bahkan obat antiobesitas yang telah

hipotalamus, yaitu arcuate nucleus (ARC) dan

disetujui oleh Food and Drugs Administration

area perifornical. Di dua area ini terjadi beragam

(FDA) seperti sibutramin juga memiliki efek

interaksi dari neuropeptida yang berbeda-beda.

samping potensial berupa hipertensi, pusing,

Dalam hal tersebut, neuropeptida yang berperan

penglihatan

penting dalam regulasi asupan makanan yaitu

110

terganggu,

amnesia,

dan

daerah

kunci

pada

regulasi

asupan

B I M F I Volume 2 No.2 | Januari - Juni 2014

neuropeptida Y (NPY), agouti-related protein

dan menghambat traktus gastrointestinal. Sistem

(AGRP), alpha-melanocyte-stimulating hormone

menurunkan

(alpha-MSH),

aktivasi MCH dan orexin, dan menghambat

cocaine-amphetamine-regulated

transcript (CART, yang juga dapat diaktivasi oleh

kadar

neuron CRH dan TRH.

glukosa

serum

melalui

(3)

obat), melanocyte-concetrating hormone (MCH),

Sistem regulasi hipotalamik menerima

dan orexin. Pengendalian di hipotalamus ini

timbal balik dari perifer. Sebagai bagian dari

menerima timbal balik dari periferal melalui

regulasi jangka pendek dari asupan makanan,

neuropeptida

ghrelin disekresikan oleh dinding lambung ketika

seperti

kolesistokinin (CCK).

leptin,

ghrelin,

dan

(3)

lambung dalam keadaan kosong. Peptida ini

Asupan makanan diregulasi oleh arcuate


nucleus

hipotalamus

neuronal

kompetitif.

sistem

brain barrier/ BBB) dan menstimulasi neuron

yang

NPY/AGRP pada arcuate nucleus. Hal ini akan

melibatkan neuropeptida NPY dan AGRP akan

mengindukasi sensasi lapar yang berhubungan

menstimulasi

sedangkan

dengan kadar ghrelin. Ketika dinding lambung

sistem kedua yang melibatkan -MSH dan CART

melebar ketika ada asupan makanan, maka usus

akan menekan kebutuhan asupan makanan.

halus akan merilis kolesistokinin (CCK), yang

Masing-masing sistem akan saling menghambat

beraksi pada ujung saraf sensori vagal, setelah

satu sama lain. Neuron MSH/CART sangat

sinyal ditransduksikan ke nukleus NTS, maka

sensitif terhadap glukosa dan menjadi aktif ketika

neuron

jumlah glukosa dalam sirkulasi dalam rentang

berakhir pada pembatasan asupan makanan.(3)

asupan

dengan
Sistem

dua

kemudian menembus sawar darah otak (blood

pertama

makanan,

NPY/AGRP

akan

dihambat,

yang

normal, sehingga inhibisi dari NPY/AGRP terjadi


dan nafsu makan dapat ditekan. Sebaliknya, jika

2.2 Mekanisme obesitas

kadar glukosa dalam sirkulasi menurun, maka

Regulasi asupan makanan yang masuk

neuron NPY/AGRP akan mengaktifkan sejumlah

ke dalam tubuh berpusat pada hipotalamus dan

neuron lain di area perifornical hipotalamus

mendapat

melalui reseptor MC4 (reseptor -MSH, tipe 4).

neuronal maupun humoral, jika terjadi gangguan

Sel ini akan mengekspresikan MCH dan orexin,

pada salah satu tahap regulasi tersebut, maka

menuju ke area pusat yaitu solitary tract (nucleus

berat badan berlebih (overweight) dapat terjadi.

tractus solitarius/NTS) di batang otak untuk

Selain kecacatan pada sistem leptin, yang mana

meregulasi asupan makanan. Mekanisme ini

sangat

akan

vagal

patogenik dalam gen yang terlibat dalam regulasi

nucleus dan aktivasi subsekuen dari traktus

asupan makanan telah ditemukan. Beberapa

gastrointestinal. Pada waktu yang sama, pada

penelitian melaporkan penemuan mutasi pada

nukleus paraventrikular di hipotalamus, grup

gen untuk reseptor MC4 yang mana pada

neuron

beberapa kasus dapat menyebabkan obesitas

menghasilkan

lain

akan

stimulasi

dorsal

dihambat

sehingga

timbal

jarang

balik

dari

ditemukan,

perifer melalui

sejumlah

(6)

mutasi

menyebabkan aktivasi CRH dan ACTH yang

parah dengan hiperinsulinemia.

akan meningkatkan laju metabolisme basal

menunjukkan bahwa mutasi pada gen POMC

melalui TRH dan TSH, dan menurunkan asupan

dan

makanan melalui aktivasi sistem saraf simpatis

B I M F I Volume 2 No.2 | Januari - Juni 2014

reseptor

ghrelin

obesitas pada anak.

dapat

(3)

Studi lain juga


(7)

menyebabkan

(8)

111

insulin dan memperbaiki berat badan.(10) Selain

2.3 Oksitosin
Oksitosin

(OXT)

merupakan

hormon

itu,

OXT

juga

dapat

menurunkan

asupan

neurohipofisial yang berperan penting dalam

makanan, berat badan, massa lemak viseral, dan

proses kelahiran dan menyusui pada mamalia

ukuran adiposit dengan pemberian secara infus

melalui aksi periferalnya. Penelitian baru-baru ini

dengan

mendokumentasikan peran OXT dalam sistem

diimplan selama 13 hari pada tikus DIO ( Diet

saraf pusat (SSP), termasuk dalam pemeliharaan

Induced Obesed), OXT juga memperbaiki lemak

maternal,

liver

aspek

sosial,

dan

peningkatan

minipumps

dan

secara

intoleransi

subkutan

glukosa

yang

tanpa

pembelajaran dan memori. Selain itu, peran

mempengaruhi tekanan darah yang normal pada

fisiologis OXT dalam metabolisme energi juga

tikus DIO, sehingga OXT dianggap sebagai

telah dilaporkan. OXT diproduksi oleh neuron

terapi baru bagi penderita hiperfagia.

hipotalamus dan berupa neuropeptida yang

Berikut

data

hasil

(9)

penelitian

yang

tersusun atas sembilan asam amino, dirilis

menunjukkan OXT mampu menurunkan berat

secara lokal di otak atau sistemik melalui terminal

badan pada DIO dibandingkan kontrol dan OXT

akson di pituitari posterior. OXT adalah peptida

mampu menurunkan asupan makanan pada DIO

katabolik

dibandingkan dengan kontrol (Gambar 2.1):

dan

anorektik,

OXT

dapat

menghasilkan salah satu atau kedua efek


tersebut bergantung pada rute dan periode
pemberian OXT.(9)
OXT bertindak sebagai satiety hormone
atau hormon yang bertugas memberikan timbal
balik berupa rasa kenyang pada hewan karena
keduanya bekerja secara perifer dan sentral
untuk mengurangi nafsu makan. Selain itu,
makanan dan agen yang menginduksi anoreksia,
seperti

kolesistokinin

sekresi

OXT

mengurangi

dari

(CCK),

hipofisis

asupan

menyebabkan
dan

makanan.

kemudian
Hal

ini

menunjukkan bahwa baik rasa mual dan kenyang


mengaktifkan hipotalamus oksitonergik jalur yang
mengontrol penghambatan pencernaan. OXT
baik yang diberikan secara intraperitoneal atau
intraserebroventrikular,

dapat

mengurangi

asupan makanan dan menunda rasa lapar.(3)


2.4 Mekanisme

Kerja

OXT

sebagai

Antiobesitas dan Antidiabetes


Oksitosin

(OXT)

mampu

bertindak

sebagai agen antidiabetes dengan menurunkan

Gambar 2.1 Injeksi OXT subkutan menurunkan


9
asupan makanan dan berat badan

intoleransi glukosa melalui peningkatan sekresi

112

B I M F I Volume 2 No.2 | Januari - Juni 2014

Injeksi intraperitonial dari OXT dapat

metabolik, dan penyakit kardiovaskuler, serta

menekan asupan makanan dan menginduksi

dapat meningkatkan risiko sirosis dan kanker

ekspresi c-Fos di hipotalamus dan batang otak.

hati.

Tiga jalur yang diperkirakan menjadi mekanisme

berkontribusi

kerja OXT sebagai antiobesitas dan antidiabetes,

tersebut. Mekanisme OXT bekerja pada hati

yaitu

telah dilaporkan bahwa OXT secara langsung

OXT

yang

diinjeksikan

menginduksi

(13)

Penghambatan akumulasi lemak hepar


mencegah

terjadinya

penyakit

(14)

anoreksia, jalur BBB ke jalur arcuate nucleus

mempengaruhi sintesis glikogen di hepatosit

(ARC) dan jalur vagal aferen. Jalur ARC

dan OXT juga menimbulkan regulasi sentral dari

dipertimbangkan sebagai pusat pertama yang

metabolisme kolesterol hepatik, sehingga dapat

mempengaruhi sinyal perifer, termasuk hormon

disimpulkan bahwa OXT bekerja dengan efek

yang berpenetrasi melalui BBB. Hasil penelitian

langsung dan tak langsung yang dimediasi oleh

menunjukkan setelah injeksi intraperitonial OXT,

sistem saraf pusat.

(15)

terjadi ekspresi c-Fos pada nucleus tractus


solitarius

(NTS).

Hasil

penelitian

yang

menunjukkan adanya ekspresi c-Fos ini pada


ARC

setelah

injeksi

menunjukkan

bahwa

menyebabkan

anoreksia

intraperitonial
injeksi

OXT

OXT

sebagian

ip

dengan

mengaktivasi neuron anorektik di ARC, termasuk


neuron POMC.(9) Injeksi ip OXT juga menginduksi
ekspresi c-Fos di NTS dimana ujung saraf vagal
berakhir sehingga saraf aferen vagal dapat
menjadi jalur alternatif bagi OXT periferal.(11)
Sebelumnya,
periferal

telah

dari

diketahui

kolesistokinin

bahwa

injeksi

juga

dapat

menginduksi ekspresi c-Fos pada NTS, area


postrema

(AP),

locus

coerulus

(LC),

paraventrikular nukleus (PVN), bagian dari otak


yang juga diaktivasi oleh injeksi OXT perifer
sehingga diperkirakan bahwa injeksi periferal
OXT dapat menginduksi anoreksia melalui BBBARC dan atau melalui jalur saraf aferen vagal.

Gambar 2.2 Efek Metabolik Oksitosin (OXT)

(12)

OXT mampu menurunkan massa lemak

3. SIMPULAN
OXT memiliki efek terapetik sebagai

dengan berbagai mekanisme termasuk aksi


anorektik sentral, aktivasi saraf simpatik yang
dimediasi

sentral,

dan efek periferal

pada

adiposit. OXT juga memperbaiki kadar lemak


hepar.

(5)

Lemak hepar merusak metabolisme

glukosa dan lemak sehingga akan meningkatkan


risiko terjadinya diabetes melitus tipe 2, sindroma

antiobesitas dan antidiabetes melitus tipe 2


dengan mengontrol berat badan, meningkatkan
sekresi

insulin,

meningkatkan

sensitivitas

reseptor insulin, dan menurunkan perlemakan


hati sehingga OXT sangat potensial untuk
dikembangkan sebagai peptida terapetik obesitas
dan diabetes melitus tipe 2.

B I M F I Volume 2 No.2 | Januari - Juni 2014

113

4. SARAN
Perlunya dikembangkan penelitian lebih
lanjut mengenai studi pada manusia sehingga
didapatkan dosis yang optimal dan durasi terapi
dengan OXT pada pasien obesitas dan diabetes
melitus tipe 2.
DAFTAR PUSTAKA
[1]

[2]

[3]

[4]

[5]

[6]

[7]

114

WHO. Obesity and Overweight Facts Sheet.


March,
2013.
Available
from
http://www.who.int/mediacentre/factssheets/f
s311/en/
NHLBI.
2000.
The
Practical
Guide
Identification, Evaluation, and Treatment of
Overweight and Obesity in Adults. NIH
Publication Number 00-4084.
Grtzen, Angelika and Rdiger W. Veh.
Obesity an Introduction to Molecular
Mechanisms. Dtsch Arztebl 2007; 104(17): A
116671.
Malnick, S.D.H. and H. Knobler. The medical
complications of obesity. Q J Med 2006;
99:565579. doi:10.1093/qjmed/hc l085
Deblon N, Veyrat-Durebex C, Bourgoin L,
Caillon A, Bussier A., and Petrosino S. 2011.
Mechanisms of the anti-obesity effects of
oxytocin in diet-induced obese rats. PLoS
One, Vol. 6 (9):p.e25565. DOI : 10.1371/
journal.pone.0025565.
Farooqi IS, Yeo GSH, and Keogh JM. 2000.
Dominant and recessive inheritance of
morbid obesity associated with melanocortin
4 receptor deficiency. J Clin Invest; 106:
2719.
Krude H, Biebermann H, Luck W, Horn R,
Brabant G, and Grters A. 1998. Severe
early-onset obesity, adrenal insufficiency and

red hair pigmentation caused by POMC


mutations in humans. Nature Genetics; 19:
1557.
[8] Baessler A, Hasinoff MJ, and Fischer M.
2005. Genetic linkage and association of the
growth hormone secretagogue receptor
(ghrelin receptor) gene in human obesity.
Diabetes ; 54: 25967.
[9] Maejima Y1, Iwasaki Y, Yamahara Y,
Kodaira M, Sedbazar U, and Yada T. 2005.
Peripheral oxytocin treatment ameliorates
obesity by reducing food intake and visceral
fat mass. Aging (Albany NY). 2011
Dec;3(12):1169-77.
[10] Zhang H, Wu C, Chen Q, Chen X, and Xu Z.
2013. Treatment of Obesity and Diabetes
Using Oxytocin or Analogs in Patients and
Mouse Models. PloSONE 8(5): e61477.
doi:10.1371/journal.pone.0061477.
[11] Schwartz GJ. 2006. Integrative capacity of
the caudal brainstem in the control of food
intake. Phil Trans R Soc B; 361: 12751280.
[12] South EH, Ritter RC. 1988. Capsaicin
application to central or peripheral vagal
fibers attenuates CCK satiety. Peptides; 9:
601612.
[13] Monteiro R, and Azevedo I. 2010. Chronic
inflammation in obesity and the metabolic
syndrome. Mediators Inflamm; 2010: pii:
289645.
[14] Ario J, Bosch F, GmezFoix AM, and
Guinovart JJ. 1989. Oxytocin inactivates
and
phosphorylates
rat
hepatocyte
glycogen synthase. Biochem J; 261: 827
830.
[15] Vanpatten S, Karkanias GB, Rossetti L,
and
Cohen
DE.
2004.
Intracerebroventricular
leptin
regulates
hepatic cholesterol metabolism. Biochem J;
379: 229233.

B I M F I Volume 2 No.2 | Januari - Juni 2014

Indeks
Antioksidan

94-100

Bacillus subtilis

82, 83, 85-87

Cacing tanah
Centella asiatica

87-89, 93
71-73

Diabetes
Difusi cakram
DKI

109, 110, 112-114


87, 89, 91, 92
71-73, 75, 76, 78, 79

Ekstrak daun jambu biji

101, 102, 104-107

Fitosom
Formulasi ekstrak seduh

71, 73-78, 80
64

Hepatoprotektor
Hormon

64, 66, 68, 70


109, 111-113

Inhibisi
Isolat protein

87, 89, 91-93


82

Karakterisasi
Karies
Kulit buah manggis

71, 74, 76
101-105, 107
94-100

Lotion
Lumbricus rubellus

71-73, 75, 76, 78-80


82, 83, 85, 86

Masker peel off

94, 97-100

Nilai absorbansi

82

Obat kumur
Obesitas
OXT

101, 102, 105-107


109-114
109, 110, 112-114

Peptida
Preparasi
Pseudomonas aeruginosa

109-113
71, 74
87-89, 91-93

Sambiloto

64-69

Zona inhibisi

82, 85

B I M F I Volume 2 No.2 | Januari - Juni 2014

115

www.bimkes.org

Organized by:

Supported by:

IKATAN SENAT
MAHASISWA FARMASI
SELURUH INDONESIA
UNIVERSITAS DIREKTORAT JENDERAL
PADJADJARAN PENDIDIKAN TINGGI

Anda mungkin juga menyukai