Anda di halaman 1dari 13

Perimenopause

II. DEFINISI
Premenopause : masa antara usia 40 tahun dan dimulainya siklus haid yang tidak teratur.

Perimenopause
(klimakterium)

: Masa perubahan

antara premenopause

dengan siklus haid yang tidak teratur

dan

dan menopause, ditandai


disertai

pula

dengan

perubahanperubahan fisiologik, termasuk juga masa 12 bulan setelah menopause.

Menopause : Haid terakhir yang masih dikendalikan oleh fungsi hormon ovarium.

Pasca menopause : Amenorea 12 bulan (12 bulan setelah menopause) ditandai dengan kadar LH dan FSH yang
tinggi serta kadar estrogen dan progesteron yang rendah.
Menopause
Iatrogenik

Menopause
Prekok
Sindrom
Klimakterik

: Pengangkatan kedua ovarium atau kerusakan ovarium


akibat radiasi atau penggunaan obat sitostatik atau
penyebab lain.

: Menopause sebelum usia 40 tahun.


: Keluhan-keluhan spesifik yang timbul akibat
kekurangan estrogen yang dapat dimulai pada masa
perimenopause dan berlanjut sampai beberapa tahun paska menopause.

III. FISIOLOGI
Dengan adanya perimenopause dan mengerti gejala-gejala yang menyertai periode ini, kualitas hidup wanita
perimenopause dapat diperbaiki dengan baik. Meskipun perimenopause mempunyai pengaruh medis,
perimenopause sendiri belum dapat dikenali secara keseluruhan. Sebagian besar wanita hanya mengetahui
tentang menopause saja. Ketika wanita mengeluh adanya gejala-gejala pada usia 40 tahunan dengan haid yang
masih teratur, mereka sering salah menginterpretasikan gejala-gejala tersebut.
Perubahan pada kondisi ini dimulai dengan meningkatnya populasi wanita usia 40-45 tahun. Sekitar 16 juta
wanita di AS berumur antara 40-54 tahun dan dengan perubahan waktu jumlah ini akan mencapai 19 juta orang.
Diagnosa dan tersedianya penanganan yang sesuai untuk gejala-gejala perimenopause tidak hanya
memperbaiki kualitas hidup pasien selama beberapa tahun sebelum haidnya berhenti, tapi juga mereka akan
kelihatan menjadi lebih aktif dan akan setuju dengan terapi sulih hormon selama masa menopause.
Tidak seperti menopause yang secara tepat didefinisikan sebagai 12 bulan sesudah haid berakhir, waktu untuk
perimenopause masih belum jelas. Sama halnya dengan terjadinya peningkatan absolut dari FSH dan penurunan
dramatis dari estradiol didefinisikan sebagai menopause, sedangkan perimenopause ditandai dengan fluktuasi
dari hormon yang didefinisikan sebagai irregularly irregular.
Menurut WHO: definisi perimenopause adalah 2-8 tahun sebelum menopause dan 1 tahun setelah berakhirnya
haid. Definisi kerja yang lebih baik seperti yang dikatakan Dr. Bachman dkk pada suatu seminar
perimenopause, yaitu suatu fase sebelum menopause yang umumnya terjadi antara umur 40-50 tahun, dimana
terjadi transisi dari siklus haid yang teratur menjadi suatu bentuk siklus yang tidak teratur dan periode amenore
yang berhubungan dengan perubahan hormonal.
Perimenopause merupakan hal yang terjadi individual. Tidak ada 2 orang wanita yang mempunyai pengalaman
atau waktu perimenopause yang sama. Tidak banyak penelitian yang dilakukan untuk mengetahui variasi dari

lamanya perimenopause, tetapi baik McKinlay maupun Trealor menyatakan lamanya 4 tahun dengan durasi
berkisar 2-8 tahun. Secara klinik durasinya bisa saja 10 tahun.
Perubahan dari masa ovarium sepanjang kehidupan secara keseluruhan dipengaruhi oleh umur dan perubahanperubahan ini telah diperlihatkan secara jelas dalam suatu penelitian oleh Tevilla, dimana telah diautopsi 706
pasang ovarium. Tervilla menunjukkan bahwa berat ovarium meningkat secara perlahan dalam awal
perkembangannya, kemudian menurun secara tajam sesudah umur 35 tahun. Penurunan masa ovarium ini
menjadi lebih cepat setelah umur 45 tahun.
Pengurangan folikel primer dari ovarium terjadi secara terus-menerus mulai dari kehidupan fetus sampai
periode menopause. Pemeriksaan histologi dari ovarium wanita perimenopause menunjukkan sejumlah
pengurangan dari folikel primer, jarang pada folikel skunder atau folikel Graff maupun korpus luteum (gambar
2). Penelitian siklus haid selama perimenopause menunjukkan bahwa interval intermenstruasi kurang berarti
sebelum onset dari siklus haid dengan jelas berhubunngan dengan stadium lanjut dari perimenopause.
Dilaporkan terjadi pengurangan 3 hari dalam interval intermenstruasi seorang wanita. Percepatan
folikulogenesis merupakan penyebab dari proses ini. Dibandingkan dengan wanita muda, level FSH meningkat
pada wanita perimenopause. Ini dapat diartikan sebagai kompensasi akibat menurunnya folikel ovarium atau
sebagai akibat menurunnya sekresi dari inhibin.
Pengukuran FSH dan estradiol yang sangat bervariasi selama periode ini dan nilai kliniknya yang terbatas,
tidak begitu penting untuk proses diagnostik. Kadar LH yang bervariasi dan kurang bernilai dalam
mendiagnosis perimenopause.
Kadar FSH dapat berguna dalam menilai fertilitias wanita perimenopause yang ingin hamil. Kadar FSH diukur
pada hari ke-3 dari siklus haid yang dapat memperkirakan fungsi dari ovarium dan cadangan folikel. Jika kadar
FSH <20 mIU/ml, kehamilan masih mungkin terjadi; jika kadarnya antara 20-30 mIU/ml kecil kemungkinan
terjadi kehamilan dan kadar FSH 30 mIU/ml menunjukkan ovarium mengalami menopause dan tidak mungkin
terjadi hamil.
(JAMA) Klimakterik merupakan terminologi umum untuk masa transisi dari usia reproduktif ke masa
paskareproduktif dalam kehidupan seorang wanita. Menurut WHO definisi natural menopause sebagai
berhentinya haid secara permanen sesudah 12 bulan amenorea tanpa penyebab fisiologi atau patologi lain.
Berhentinya haid sebagai akibat dari berkurangnya cadangan folikel ovarium dan menurunnya fungsi dari
ovarium itu sendiri yang mengakibatkan produksi estrogen dan stimulasi lapisan endometrium berkurang. Dari
analisis data secara longitudinal menyatakan bahwa kemungkinan untuk haid spontan pada semua wanita yang
telah mengalami amenorea selama 12 bulan kurang dari 2%.
(JAMA) Selama perimenopause ovulasi terjadi secara tidak teratur karena fluktuasi hormon yang dipengaruhi
aksis hipotalamus-pituitariovarium. Sebagai contoh, pada wanita yang mengalami perimenopause dengan cepat,
kadar inhibin B menurun sehingga kadar FSH meningkat tanpa perubahan berarti pada kadar inhibin A atau
estradiol. Kadar FSH dapat naik selama beberapa siklus tetapi kembali pada kadar premenopause pada siklus
berikutnya. Sama halnya juga konsentrasi estradiol juga dapat menurun atau kadang meningkat selama
perimenopause. Bervariasinya nilai hormonal ini menyulitkan interpretasi terhadap hasil dari satu uji
laboratorium.
III. GEJALA-GEJALA PERIMENOPAUSE
Bentuk dari gejala-gejala merupakan dasar diagnosis perimenopause. Gejalagejala yang ada sangat bervariasi
diantara wanita-wanita. Oleh karena itu diperlukan pendekatan secara individual dalam penilaian dan
pengobatan.
Tabel 1 merupakan ringkasan dari gejala-gejala wanita perimenopause. Tabel
1. Gambaran ringkas dari gejala-gejala perimenopause.
A. Perubahan pola haid
a. Siklus menjadi pendek (2-7 hari) :
- Siklus memanjang
- Haid tak teratur
b. Perubahan bentuk perdarahan

- Mula-mula banyak (akibat siklus anovulatoar) kemudian menjadi sedikit


- Spotting
- Perdarahan yang banyak, lama atau perdarahan intermenstrual
B. Ketidakstabilan vasomotor
-

Hot flushes

Keringat malam
-

Gangguan tidur

C. Gangguan psikologis/kognitive
Depresi

Irritabilitas

Perubahan mood

Kurang konsentrasi, pelupa.


D. Gangguan seksual

Kejadian gangguan seksual pada wanita perimenopause bervariasi dan meningkat dengan bertambahnya umur.

Gejala-gejala berupa; berkurangnya lubrikasi vagina, menurunnya libido, dispareuni dan vaginismus.

E. Gejala-gejala somatik
Sakit kepala

Pembesaran mammae dan nyeri

Palpitasi

Pusing
A.

Perubahan pola haid


Gejala yang paling umum pada wanita perimenopause adalah perubahan dari pola haid. Lebih dari 90%
wanita perimenopause akan mengalami perubahan dalam siklus haid. Siklus yang memendek antara 2-7
hari sangatlah khas. Sebagai contoh, wanita dengan siklus haid yang teratur antara 25-35 hari selama usia
20-30 tahun akan mengalami siklus haid lebih sering terutama disebabkan oleh memendeknya fase folikel.
Siklus haid yang sebelumnya menetap tiap 28 hari akan menjadi siklus 25 atau 26 hari dan pada waktu
terjadi perimenopause kejadian oligomenore meningkat. Perdarahan yang tidak teratur dapat terjadi
karena tidak adekuatnya fase luteal atau sesudah puncak estradiol yang tidak diikuti ovulasi dan
pembentukan korpus luteum. Pemanjangan siklus mungkin juga terjadi seperti halnya haid yang tidak
teratur.
Banyak juga wanita yang mengalami perubahan dalam banyaknya perdarahan. Perdarahan biasanya lebih
banyak pada awal perimenopause yang disebabkan oleh siklus anovulasi. Kemudian menjadi lebih sedikit.
Beberapa wanita dilaporkan mengalami spotting 1 atau 2 hari segera sebelum haid. Kombinasi dari
spotting, siklus haid yang pendek dan perdarahan yang banyak memberikan kesan secara subjektif wanita
tersebut selalu berdarah.
Meskipun perdarahan tidak teratur sangat umum dan dianggap normal selama perimenopause, berat dan
lamanya perdarahan atau perdarahan diantara siklus haid bukanlah hal yang normal. Adanya perdarahan
mengharuskan klinikus untuk melakukan pemeriksaan lebih lanjut, sepeti biopsi endometrium untuk
menegakkan diagnosis, terutama untuk penderita dengan faktor risiko yang lain untuk terjadinya

karsinoma endometrium seperti oligoovulatoar, obesitas atau riwayat infertilitas. Untuk kasus-kasus yang
dicurigai, sebelum melakukan biopsi, mungkin berharga bila ditanyakan pada penderita riwayat
perdarahan secara lengkap untuk mendapatkan informasi yang lebih akurat mengenai pola perdarahan.
Tanda awal dari perimenopause adalah perubahan pada pola perdarahan haid. Keadaan ini diakibatkan
defisiensi atau berfluktuasinya estrogen dan progesteron. Didapatkan sekitar 33% dari seluruh konsultasi
ginekologi berhubungan dengan perdarahan abnormal, dan meningkat menjadi 69% pada wanita
perimenopause dan postmenopause. Penelitian klinik pada wanita perimenopause menunjukkan bahwa
lebih kurang 90% wanita selama perimenopause mengalami ketidakteraturan haid; hanya 1012% dari
wanita premenopause yang mengalami amenore mandadak.
Insiden kelainan organik pada uterus mencapai puncaknya pada saat perimenopause. Oleh karena siklus
haid pada periode ini kemungkinan anovulatoar, risiko untuk terjadinya hiperplasi endometrium akibat
unopposed estrogen menjadi lebih tinggi.
B.

Ketidakstabilan vasomotor
Gangguan vasomotor merupakan gejala kedua pada wanita perimenopause. Lebih kurang 85% dari wanita
perimenopause mengalami hot flushes, keringat malam dan gangguan tidur yang merupakan gejala dari
ketidakstabilan vasomotor. Intensitas, lamanya serta frekuensi dari gejala tersebut sangat bervariasi.
Kadang kala seorang wanita mengalami 40 kali hot flushes setiap hari dan badan basah kuyub oleh
keringat malam, beberapa yang lain mengalami 1-2 kali perhari dan merasa sangat susah dan terganggu.
Hot flushes selama perimenopause, temperatur jari-jari mengalami peningkatan kira-kira 3,1 0,30C dan
peningkatan ini menetap untuk selama lebih kurang 44 menit. Mekanisme terjadinya hot flushes ini belum
diketahui secara lengkap. Meskipun terjadi perubahan dalam termoregulasi, imunoreaktif neurotensin,
katekolamin dan LH semuanya ditemukan selama hot flushes, penurunan estradiol merupakan faktor yang
lebih dipercaya.
(JAMA) Hot flashes merupakan sensasi mendadak terhadap rasa panas, berkeringat dan kemerahan yang
lebih sering terjadi pada muka, leher dan dada. Chill, clammines dan ansietas juga sering menyertai hot flashes.
Lamanya hot flashes umumnya 1-5 menit dan hanya 6% yang mengalami >6 menit. Gejala ini lebih banyak
dialami oleh wanita di Amerika Utara, Eropa dan Australia sekitar 50-85% dan terjadi secara periodik selama 15 tahun. Hanya 10-20% wanita Indonesia dan 10-25% wanita China yang mengalami hot flashes.

C.

Gangguan tidur

Beratnya gangguan tidur bervariasi dan sering dikeluhkan oleh wanita pada masa perimenopause.
Gangguan tidur bervariasi secara luas dan dapat menjadi kronik atau sementara. Beberapa pola umum
gangguan tidur diantaranya :
Susah untuk jatuh tidur

Terbangun tengah malam dan sukar untuk kembali tidur

Bangun pagi lebih awal dan tidak mampu untuk tidur kembali.

Kesulitan tidur dapat mempengaruhi kualitas hidup secara serius, mengakibatkan kelelahan, insomnia,
depresi, iritabilitas dan ketidakmampuan untuk berkonsentrasi. Harus dapat dibedakan apakah gangguan
tidur tersebut skunder akibat hot flushes malam hari, berhubungan dengan depresi atau timbul karena
faktor lain, seperti:
Gangguan hipotalamus; hampir selalu menyebabkan tidur yang terlambat.

Kebiasaan sehari-hari seperti tidur sebentar atau jadwal tidur yang tidak teratur, sehingga menyebabkan
gangguan tidur tengah malam.

Stimulan seperti kafein, alkohol, nikotin dan beberapa obat; hal lain yang dapat mengakibatkan gangguan tidur
seperti sakit, ansietas dan gangguan emosional.

Gangguan fisik seperti nyeri artritis, mengakibatkan kesulitan memulai atau mempertahankan tidur.

Nokturia yang mengakibatkan sering terbangun.


Gangguan tidur yang sangat umum pada perimenopause adalah memanjangnya keterlambatan tidur (saat
mulai berbaring sampai benarbenar jatuh tertidur). Normalnya periode ini tidak lebih dari 10 menit.

D.

Gangguan seksual
(Obstet Gynecol) Selama masa transisi ke menopause, dimana kadar estrogen menurun, frekuensi
gangguan seksual dilaporkan meningkat. Kejadian gangguan ini cenderung meningkat sesuai dengan
bertambahnya umur.
Gejala-gejala dari gangguan seksual ini antara lain : berkurangnya lubrikasi vagina, menurunnya libido,
dispareuni dan vaginismus. Perubahan ini harus dijelaskan karena banyak dari para wanita tidak
mengetahui adanya pengaruh hormonal. Mereka harus diyakinkan dan belajar bahwa perubahanperubahan tersebut merupakan bagian normal pada masa transisi perimenopause.

1. Kekeringan vagina (vaginal dryness)


Vaginal dryness kadang-kadang dialami akibat berkurangnya produksi estrogen selama
perimenopause. Keadaan ini dapat menyebabkan atropi urogenital dan perubahan dalam kuantitas dan
komposisi sekresi vagina. Perkiraan prevalensi vaginal dryness diantara wanita perimenopause lanjut
antara 18-21%.
2. Keinginan seksual yang berubah
Dennerstein dkk melaporkan dalam penelitian di Australia, meskipun sebagian besar wanita tidak
menunjukkan perubahan dalam sexual interest selama menopause, sebanyak 31% mengalami
penurunan seksual dan 7% sexual interest-nya meningkat. Hanya 6% dari wanita yang mengalami
penurunan seksual tersebut mengatakan menopause sebagai alasan. Penurunan ini mungkin
disebabkan oleh faktor fisiologi yang membuat hubungan seks menjadi sulit (seperti vaginal dryness,
hot flashes, inkontinensia urine) atau oleh faktor sosial dan lingkungan.
E.

Sindroma urogenital
Secara embrional uretra dan vagina sama-sama berasal dari sinus urogenital dan duktus Muller. Selain itu
pula, di uretra dan vagina banyak dijumpai reseptor estrogen, sehingga kedua organ tersebut mudah
mengalami gangguan begitu kadar estrogen serum mulai berkurang. Gangguan gangguan tersebut dapat
berupa berkurangnya aliran darah, turgor dan jaringan kolagen. Kekurangan estrogen juga dapat
menyebabkan mitosis sel dan pemasukan asam amino ke dalam sel berkurang.
Pada vulva terjadi atropi sel, epitel vulva menipis. Dijumpai fluor dan perdarahan subepitelial (kolpitis
senilis), vagina menjadi kering, mudah terjadi iritasi dan infeksi.
Pada uretra sel-selnya juga mengalami atropi. Pada uretra tampak otot yang menonjol keluar seperti
prolaps yang kadang-kadang disalahartikan sebagai prolaps uretra. Stenosis uretra sering juga
ditemukan. Stenosis uretra, atropi sel-sel epitel kandung kemih dapat menimbulkan keluhan Reizblase
(iritabel vesika) atau sindroma uretra berupa polakisuria, disuria bahkan dapat timbul gangguan berkemih.
Di negara-negara barat pengaruh inkontinensia urine pada wanita usia pertengahan antara 26-55%. Kadar
estrogen yang rendah menyebabkan mukosa uretra dan trigonum menjadi atropi sehingga kontrol
berkemih menjadi lemah.

F.

Gangguan Psikologi/kognitif

Gejala-gejala psikologi dan kognitif seperti depresi, iritabilitas, perubahan mood, kurangnya konsentrasi
dan pelupa juga ditemukan pada banyak wanita perimenopause. Banyak wanita menggambarkan
gangguan ini sebagai perimenopause berat. Seperti diketahui bahwa kejadian depresi kira-kira 2 kali
lebih sering pada wanita dibandingkan pria. Risiko depresi mayor adalah 7-12% untuk pria dan 20-25%
untuk wanita. Usia rata-rata terjadinya depresi adalah 40 tahunan.
Data laboratorium menyatakan bahwa hormon ovarium sangat berkhasiat, dimana sinyal kimiawi perifer
secara umum mempengaruhi aktivitas neuronal. Perubahan level estrogen dan progesteron menunjukkan
sejumlah pengaruh neurotransmiter SSP seperti dopamin, norepinefrin, asetilkolin dan serotonin yang
kesemuanya diketahui sebagai modulator untuk mood, tidur, tingkah laku dan kesadaran.
Selama perimenopause, fluktuasi hormon terutama fluktuasi estrogen dapat mengubah level
neurotransmiter di SSP yang dapat mempengaruhi tidur, daya ingat dan mood. Penting sekali untuk
membedakan perubahan mood karena pengaruh hormon dengan kelainan depresi mayor. Pada pasien
tanpa riwayat depresi, terapi sulih hormon harus dipertimbangkan.
G.

Gejala-gejala somatik
Beberapa gejala somatik yang sering terjadi selama perimenopause antara lain; sakit kepala, pusing,
palpitasi serta payudara yang membesar dan nyeri. Dari semua keluhan-keluhan di atas, harus diyakinkan
bahwa gejalagejala tersebut umum terjadi dan bersifat fisiologis.
Pengobatan yang dilakukan bersamaan dengan pendidikan dan suportif harus dilakukan pada awal
timbulnya gejala. Sekarang ini terapi farmakologi dan nonfarmakologi sudah tersedia. Tidak ada alasan
untuk mengatakan bahwa tidak ada pengobatan bagi wanita pada masa perimenopause, sebab mereka
masih menghasilkan estrogen. Dalam banyak kasus, meyakinkan bahwa gejala-gejala tersebut adalah hal
yang nyata dan tidak mengancam kehidupan mungkin sudah cukup. Tetapi, jika dianggap penting,
pengobatan tidak harus ditunda.

H.

Fertilitas
Gambaran hormonal pada wanita perimenopause bervariasi dengan luasnya secara individual dan waktu.
Pilihan terapi hormonal pada perimenopause tergantung pada keadaan hormonal pasien. Banyak penelitian
mengatakan perlunya terapi kombinasi dengan estrogen dan progestogen pada perimenopause.
Wanita pada masa ini akan mengalami periode iregular dan interval amenorea, tetapi ovarium mereka
tetap menghasilkan estrogen. Sensitivitas hipotalamus menurun terhadap umpan balik negatif estrogen
ovarium karena penurunan yang progresif sejumlah folikel dan menurunnya sekresi inhibin yang
merupakan kontrol selektif untuk FSH.
Masa ini juga ditandai oleh hormonal oscillation sehingga seorang wanita mempunyai gejala-gejala
menopause dalam 1 bulan dan bulan berikutnya dengan siklus berovulasi dan menjadi risiko untuk
terjadinya kehamilan yang tidak diinginkan. Limapuluh persen wanita berumur 40-an masih berpotensi
untuk subur dan kehamilan pada kelompok umur ini disertai dengan mortalitas ibu yang meningkat,
abortus spontan, kelainan fetus dan mortalitas perinatal. Risiko kehamilan kira-kira 10% pada umur 40-44
tahun, 2-3% untuk umur 45-49 tahun dan risiko tidak menjadi nol untuk wanita lebih dari 50 tahun.

I.

Osteoporosis (Panduan menopause)


Kekurangan hormon estrogen akan dapat menyebabkan hilangnya masa tulang. Akibatnya dapat terjadi
osteoporosis yang akhirnya akan membuat tulang mudah patah. Osteoporosis adalah penyakit rapuh
tulang usia 50 tahun/lebih yang ditandai dengan berkurangnya densitas tulang.
Pada wanita proses penyusutan tulang lebih besar dibandingkan pria, karena tulang wanita sangat
dipengaruhi oleh estrogen. Penyusutan terjadi sekitar 3% pertahun dan akan berlangsung terus hingga 510 tahun pasca menopause. Sepanjang hidup seorang wanita, total jarinngan tulang yang menyusut sekitar
40-50%, sedangkan pada laki-laki hanya 20-30%. Selain digunakan sebagai pengobatan, estrogen juga
dapat digunakan sebagai pencegahan osteoporosis. Bagaimanapun pencegahan adalah lebih baik daripada

pengobatan, karena biaya pengobatan untuk osteoporosis cukup besar. Di Amerika Serikat biaya
perawatan patah tulang akibat osteoporosis pertahun mencapai 20-30 triliyun rupiah.
Untuk dapat mencegah terjadinya osteoporosis, maka estrogen diberikan begitu seorang wanita memasuki
usia menopause dan terus berlanjut sampai 5-10 tahun pasca menopause.
J.

Kelainan kardiovaskular (Warren & Kulak)


Kelainan kardiovaskular menjadi penyebab utama kematian dan kesakitan pada wanita menopause.
Penyebab lain berturut-turut adalah patah tulang, kanker payudara dan kanker endometrium.
Pada tahun 2000, 38% wanita di Amerika Serikat berumur 45 tahun atau lebih, pada tahun 2015 proporsi
ini akan meningkat menjadi 45%. Satu dari sembilan wanita berumur 45-64 tahun menderita berbagai
macam penyakit kardiovaskular dan setelah 65 tahun rasionya meningkat menjadi 1 banding 3. Kira-kira
40% penyakit koroner pada wanita berakibat fatal dan 67% dari semua kematian mendadak yang terjadi
pada wanita tersebut tanpa riwayat penyakit jantung koroner. Mereka kehilangan daya tahan terhadap
penyakit jantung koroner akibat berkembangnya menopause, dan meningkatnya insiden penyakit ini
bukan karena perubahan gaya hidup atau faktor risiko tetapi karena perubahan lipoprotein yang terjadi
pada menopause.
Pada wanita menopause HDL kolesterol adalah satu indikator untuk terjadinya penyakit jantung koroner,
dimana untuk setiap peningkatan 10 mg/dL risiko akan menurun sampai 50%. Trigeliserida juga
merupakan faktor risiko penting untuk penyakit jantung koroner, dimana terjadi peningkatan penyakit
jantung jika kadar trigeliserida meningkat dan kadar HDL yang rendah.
Banyak bukti yang mengatakan bahwa pengaruh kardioprotektif dari terapi pengganti estrogen adalah
pada kadar lipid serum. Wanita postmenopause yang mempunyai kadar HDL kolesterol kurang dari 46
mg/dL mempunyai risiko 6 kali lipat untuk terjadi penyakit jantung koroner dibandingkan dengan wanita
dengan kadar HDL kolesterol lebih dari 67 mg/dL.
III. EVALUASI PERIMENOPAUSE
(JAMA) Penilaian dapat dibagi dalam 5 kategori dasar :
A. Penilaian sendiri.
Harus ditanyakan kapan seorang wanita pertama kali merasakan adanya gejala-gejala menopause. Hal
ini harus berdasarkan persepsi mereka dengan adanya kekhawatiran akibat perubahan pada tubuh
mereka. Dalam suatu penelitian cross-sectional, Garamszegi dkk melaporkan bahwa menopause lebih
berhubungan dengan gejala-gejala dibandingkan dengan perubahan siklus haid.
B. Gejala-gejala
Gejala klimakterik terutama merupakan keluhan vasomotor seperti hot flashes dan keringat malam.
Gejala lain adalah akibat berfluktuasinya kadar hormon estrogen dan progesteron seperti vaginal
dryness, keinginan seksual yang berubah, inkontinensia urine, depresi, ketegangan syaraf dan iritabilitas
serta gangguan tidur.
C. Riwayat medis dan riwayat keluarga
1. Usia menopause orang tua.
Faktor genetik tampaknya menjadi faktor predisposisi bagi wanita untuk mengalami menopause
lebih cepat. Torgerson dkk melaporkan terjadinya premature menopause dan early menopause
karena usia menopause ibu yang lebih muda dibandingkan usia menopause ibu yang normal.
Penelitian case-control oleh Cramer dkk di Boston menemukan bahwa wanita dengan riwayat
keluarga (seperti ibu, kakak, bibi, nenek) yang mengalami menopause sebelum usia 46 tahun
berisiko tinggi untuk terjadi menopause yang lebih cepat (early menopause).
2. Merokok.
Telah dibuktikan bahwa merokok menyebabkan menopause terjadi 12 tahun lebih cepat
dibandingkan tidak merokok. Beberapa penelitian mendukung bahwa assertion dan quitting
merokok secara signifikan memperlambat menopause. Bukti lain mengatakan bahwa usia ratarata
menopause secara statistik tidak berbeda antara yang tidak pernah merokok dengan eks-perokok.

Sebagian besar penelitian terhadap rokok dan menopause mengatakan adanya hubungan dosisrespon antara jumlah rokok yang dihisap dan usia menopause.
3. Status histerektomi
Sering diasumsikan bahwa wanita yang menjalani histerektomi dengan conservation pada ovarium
tidak akan mengalami gejala menopause lebih cepat atau lebih berat akibat histerektomi tersebut.
Nonetheless, bukti-bukti menunjukkan bahwa wanita dengan conservation ovarium pada histerektomi
mengeluh adanya gangguan vasomotor yang lebih banyak, vaginal dryness dan keluhan-keluhan lain
dibandingkan dengan wanita yang tidak menjalani histerektomi. Pada negara-negara maju, histerektomi
merupakan operasi yang sering dilakukan pada wanita dewasa; sepertiga wanita Amerika menjalani
histerektomi pada usia 65 tahun. D. Tanda-tanda Fisik.
1. Indeks maturasi
Penilaian terhadap defisiensi estrogen vagina adalah evaluasi terhadap indeks pematangan epitel
vagina. Prosedur ini dilakukan dengan cara pengambilan sel pada batas atas dan sepertiga tengah
dinding samping vagina menggunakan sikat. Dibuat slide dan dilakukan pengecatan dengan tehnik
Papanicolaou kemudian persentase dari sel parabasal, intermediat dan superfisialis dihitung.
Meskipun indeks maturasi berubah secara bermakna setelah terapi pengganti estrogen, diagnosis
tidak dapat membandingkan indeks maturasi dengan karakteristik siklus haid.
2. pH vagina
Beberapa peneliti mengatakan bahwa peningkatan pH vagina (6,07,5) dimana tidak ditemukan
bakteri patogen menjadi alasan adanya penurunan kadar estradiol serum. Uji ini dilakukan secara
langsung dengan kertas pH pada dinding lateral vagina. Perubahan pH dapat diakibatkan oleh
berubahnya komposisi dari sekresi vagina yang menyertai atropi.
3. Ketebalan kulit
Estrogen menstimulasi pertumbuhan epidermal dan promotes pembentukan kolagen dan asam
hialuronik sehingga turgor dan vaskularisasi kulit bertambah. Selama klimakterik, berkurangnya
kadar estrogen mengakibatkan epidermis menjadi tipis dan atropi.
E. Uji laboratorium
1. Pengukuran FSH
Pengukuran kadar plasma FSH telah dilakukan untuk mencoba mengidentifikasi wanita
perimenopause dan postmenopause. Kadar FSH yang tinggi menunjukkan telah terjadi menopause
yang terjadi pada ovarium. Ketika ovarium menjadi kurang responsif terhadap stimulasi FSH dari
kelenjar pituitari (produksi estrogen sedikit), kelenjar pituitari meningkatkan produksi FSH untuk
mencoba merangsang ovarium menghasilkan estrogen lebih banyak. Bagaimanapun, banyak klinikus
dan peneliti meragukan nilai klinik dari pengukuran FSH pada wanita perimenopause dimana kadar
FSH berfluktuasi considerably setiap bulan yang tergantung pada adanya ovulasi.
2. Estradiol
Penelitian longitudinal akhir-akhir ini melaporkan bahwa wanita dengan early perimenopause
(perubahan dalam frekuensi siklus) kadar estradiol premenopause terjaga sedangkan pada
perimenopause lanjut (tidak haid dalam 3-11 bulan sebelumnya) dan wanita postmenopause terjadi
penurunan secara bermakna dari kadar estradiol. Estradiol dapat diukur dari plasma, urine dan
saliva. Seperti halnya FSH, kadar estradiol mempunyai variasi yang tinggi selama perimenopause.
3. Inhibin
Inhibin A dan inhibin B disekresikan oleh ovarium dan seperti estradiol, exert umpan balik negatif
terhadap kelenjar pituitari, menurunkan sekresi FSH dan LH. Kurangnya inhibin menyebabkan
peningkatan FSH yang terjadi pada ovarium senescence. Kadar inhibin B menurun pada
perimenopause sedangkan inhibin A tidak mengalami perubahan. Inhibin A akan menurun pada saat
sekitar haid akan berhenti. Kadar inhibin biasanya diukur dari plasma. Ovarium menghasilkan
inhibin B lebih sedikit karena hanya sedikit folikel yang menjadi matang dan sejumlah folikel
berkurang karena umur.

IV. DIAGNOSA

Usia penderita 40-65 tahun

Tidak haid lebih dari 6 bulan

Keluhan klimakterik (+)

FSH >20 IU/mL

Estradiol <50pg/mL

Sitologi vagina

Densitometer

USG transdermal

V. PENGOBATAN
Periode menopause telah dikenal sebagai masa dimana terdapat p[erubahan fisiologis yang dramatis. Pada
periode ini faktor-faktor risiko penting dapat berkembang dengan percepatan penyakit seperti osteoporesis.
Gejala-gejala pada menopause seperti perdarahan uterus harus didiagnosa dan ditangani secara tepat.
Terdapat perbaikan kualitas hidup secara berarti dengan pengobatan terhadap gejala-gejala perimenopause.
Perbaikan pengobatan tersebut meliputi hot flashes, gangguan tidur, kelelahan dan moodiness. Gejala dapat
diobati sebelum haid berhenti; menunggu sampai haid berhenti baru kemudian diobati tidak mempunyai dasar
fisiologi. Jika penderita masih dalam siklus, estrogen dosis rendah dengan progesteron dapat digunakan secara
sinkron. Sebagai alternatif, kontrasepsi oral dosis rendah dapat digunakan dan kadang-kadang estrogen dosis
rendah tanpa progesteron dapat mengobati hot flashes dengan efektif pada wanita yang tampak masih
berovulasi.
Wanita dengan haid yang tak teratur harus dievaluasi adanya hiperplasia endometrium; ketidakteraturan sering
disebabkan oleh siklus anovulasi dan dapat diobati dengan progesteron untuk mnecegah perdarahan yang
memanjang. Kontrasepsi oral juga dapat mengobati masalah ini dengan efektif, meskipun kandungan hormon
pada pil ini lebih besar dari dosis hormon pengganti. Morbiditas utama selama perdarahan pada masa
perimenopause karena anovulasi atau adanya fibroid atau polip. Meskipun anovulasi akan berespon terhadap
pengobatan, lesi pada uterus seperti fibroid atau polip akan menjadi parah dengan terapi hormonal.
Masalah lain yang dapat diobati dengan efektif pada periode perimenopause adalah sakit kepala migren. Gejala
ini sering dicetuskan oleh menurunnya dan berfluktuasinya kadar estrogen terutama pada perimenopause.
Penggunaan estrogen dosis rendah yang ditempel dapat membantu mencegah fluktuasi hormon pada periode ini.
Onset penyakit kronis seperti osteoporesis dimulai pada masa menopause. Terdapat kehilangan substansi tulang
sebelum menopause, disarankaan agar pasien yang berisiko harus diobati selama perimenopause. Sebagai
tambahan, periode transisi yang panjang menjadi faktor risiko untuk terjadinya osteoporesis. Intervensi menjadi
bentuk pengobatan untuk menjaga agar kadar estrogen normal, seperti digariskan di atas.
Wanita perimenopause juga kehilangan pengaruh kardioprotektif penting karena menurunnya kadar estrogen.
Terdapat pengaruh vasodilatasi pada arteri koronaria begitu juga pengaruh terhadap lipid. Terapi sulih hormon
merupakan suatu intervensi untuk pasien yang menderita angina dan palpitasi jantung.
Perimenopause telah dikenal lebih jauh sebagai bagian terpisah dalam proses menopause. Kenyataannya,
perimenopause mungkin lebih penting dalam hal gejala-gejalanya daripada periode postmenopause awal atau
postmenopause lanjut. Kejadian fisiologis ini memberikan kesempatan pada klinikus untuk melakukan
pemeriksaan dalam program kesehatan pencegahan yang akan memelihara atau memperbaiki kualitas hidup
mereka.

Menopause

1. Pengertian Menopause
Menopause adalah periode peralihan dari fase reproduktif menuju fase usia tua (senium) yang
terjadi akibat menurunnya fungsi generatif ataupun endokrinologik dari ovarium (Sarwono, 2003)
Menopause berdasarkan definisi adalah periode menstruasi spontan yang terakhir pada seorang
wanita dan merupakan diagnosis yang ditegakkan secara retrospektif setelah aminore selama 12 bulan
(Glasier, 2000)
2. Tanda Dan Gejala Menopause
a. Beberapa gejala yang menunjukan wanita menuju menopause menurut Wirawan dan Ninawati,
2004 adalah :
1) Gangguan haid ( siklus menjadi lebih panjang atau lebih pendek, darah menjadi lebih sedikit
atau lebih banyak ).
2) Rasa panas atau gerah di daerah dada, leher dan muka, kadang-kadang berkeringat sampai ke
pori rambut.
3) Berkeringat malam, gangguan tidur atau sulit tidur.
4) Rasa cepat lelah.
5) Kulit merasa gatal.
6) Berat badan bertambah
7) Vagina kering atau sulit bersenggama
7
8) Gangguan emosi, menjadi pemarah, pencemas, pelupa dan lekas panik
b. Gejala lain pada masa menjelang menopause (sindroma) menjelang menopause menurut Yatim,
2001 adalah :
1) Perubahan emosi
2) Perubahan dalam perilaku
3) Gangguan dalam hubungan sosial
4) Keluhan fisik
5) Gejala-gejala pada saraf vegetatif

6) Perubahan dalam kebiasaan makan


7) Perubahan dalam keseimbangan air dan mineral
3. Perubahan Psikologis
Ketika memasuki menopause di alami oleh perempuan, maka perempuan itu juga akan mengalami
berbagai perubahan fisik dan psikologis. Perubahan-perubahan ini di asumsikan dan mempengaruhi
kesehatan mental perempuan pada masa menopause. Hasil yang di peroleh dalam penelitian adalah
tidak ada hubungannya antara pengaruh menopause dengan kesehatan mental perempuan pada masa
menopause.

Yang dapat di simpulkan adalah walaupun perempuan mengalami perubahan akibat

datangnya menopause, kondisi inin tidak membuat perempuan kehilangan akal sehatnya dan menjadi
perempuan yang tidak bahagia (Wirawan dan Ninawati, 2004).
Berkaitan dengan perubahan psikologis menjelang masa menopause, pada wanita timbul pula
perubahan kondisi kejiwaan yang di tandai oleh sikap lebih peka, sulit mengendalikan diri dan mudah
berubah-ubah. Di kalangan wanita tertentu, kekhawatiran menjadi tua dan perasaan berkurangnya daya
tarik merupakan motivaktor munculnya perilaku lain (Takasihaeng, J, 2001).
4. Kebutuhan Gizi Pada Masa Menopause
Menopause di pandang dari sudut gizi adalah saat tengah terjadi ketidak seimbangan gizi,
terurama yang menonjol adalah akibat berkurangnya mineral kalsium sebanyak 750 mg setiap hari
dengan di tambah 375 UI vitamin D dapat menyediakan kalsium tubuh secara memadai tak kurang 3
tahun selain vitamin D, ada baiknya di konsumsi juga secara cukup fosfor yang di anjurkan sekitar 500
mg/hari untuk menjaga keseimbangan kalsium dan tulang, contoh makanan kaya fosfor adalah beras
giling, jagung kuning, tempe kedelai murni, daging ayam dll. Sedangkan makanan sumber kalsium
adalah susu,

keju,

roti tawar,

umbi-umbian,

(Soediaoatama, 2001).
5. Proses Terjadinya Menopause (Depkes RI, 2001).

sayur hijau dan ikan,

kacang-kacangan dll

Menopause terjadi karena habisnya folikel (sel telur) pada indung telur. Jumlah sel telur ketika
seseorang di lahirkan 733.000 dan jumlah ini terus berkurang selama masa kanak-kanak dan masa
reproduksi. Pada usia 39-45 tahun jumlah sel turun kira-kira 10.900.
Pada setiap siklus haid sebanyak 10-15 sel telur akan di persiapkan untuk berkembanh, tetapi pada
umumnya hanya satu folikel yang akan berkembang pesat mangalami ovulasi (pelepasan sel telur dari
folikel indung telur).

Sisinya dan juga sebagian besar sel telur akan mengalami hambatan

perkembangan, pengisutan dan penyerapan. Dengan demikian proses pemusnahan folikel berlangsung
tepat. Semakin folikel yang berkembang semakin berkurang pembentukan hormon estrogen dan
progesteron.
Pada umumnya menopause terjadi antara 45-50 tahun menopause dapat menjadi lebih dini akibat
beberapa penyakit, antara lain anemia dan tuberculosis. Selain itu menopause dapat terjadi secara buatan
akibat pembedahan dan pengangkatan kedua ovariu\m atau pengobatan dengan sinar radiasi.
6. Menurut Yatim ( 2001 ) Faktor-faktor yang Mempengaruhi Usia memasuki menopause, adalah :
a. Umur sewaktu mendapat haid pertama kali
Berapa penelitian menemukan hubungan antara umur pertama mendapat haid pertama kali
dengan umur sewaktu memasuki menopause semakin muda umur mendapat haid pertama kali,
semakin tua usia memasuki menopause.
b. Kondisi kejiwaan dan perkerjaan
Ada peneliti yang menemukan pada wanita yang tidak menikah dan bekerja, umur memasuki
menopause lebih muda di banding dengan wanita sebay yang tidak bekerja dan menikah
c.

Jumlah anak
Meskipun kenyataan ini masih kontroversial, ada peneliti yang menemukan, makin sering
melahirkan, makin tua baru memasuki usia menopause. kenyataan ini lebih terjadi pada golongan
ekonomi berkecukupan di banding pada golongan masyarakat ekonomi kurang mampu.

d.

Penggunaan obat-obatan keluarga berencana (KB)

Karena obat-obatan KB memang menekan fungsi hormon dan indung telur, wanita yang
menggunakan pil KB lebih lama baru memasuki umur menopause.
e. Merokok
Wanita akan lebih muda memasuki usia menopause dibandingkan dengan wanita yang tidak
merokok.
f.

Cuaca dan ketinggian tempat tinggal dari permukaan laut


Dari penelitian yang dilakukan, kelihatannya wanita yang tingal diketinggian lebih dari 20003000 meter dari permukaan laut lebih cepat 1-2 tahun memasuki usia menopause dibandingkan
wanita yang tinggal di ketinggian < 1000 meterdari permukaan laut.

g.

Sosio Ekonomi
Seperti juga usia pertama kali terdapat haid, menopause juga dipengaruhi oleh faktor status sosio

ekonomi, disamping pendidikan dan pekerjaan suami. kemudian hubungan antara tinggi badan dan berat
badan wanita yang bersangkutan dalam pengaruh sosio ekonomi.
8. Keluhan pada menopause
Depkes, RI 2001 menjelaskan beberapa faktor yang mempengaruhi timbulnya keluhan pada
menopause yaitu :
a. Penurunan fungsi indung telur yang berkaitan dengan perubahan

keseimbangan hormonal.

b. Pengaruh sosial, budaya, ekonomi, dan lingkungan dapat mempengaruhi gizi, kesehatan, dan
pendidikan.
c. Faktor psikologik, termasuk hubungan interpersonal dengan suami, anggota keluarga dan
masyarakat sekitarnya.

Anda mungkin juga menyukai