BAB I
PENDAHULUAN
Vertigo merupakan adanya sensasi gerakan atau rasa gerak dari tubuh seperti
rotasi (memutar) tanpa sensasi perputaran yang sebenarnya, dapat sekelilingnya terasa
berputar atau badan yang berputar. Vertigo sendiri berasal dari istilah latin, yaitu vertere
yang berarti berputar, dan igo yang berarti kondisi. Vertigo bisa berlangsung hanya
beberapa saat atau bisa berlanjut sampai beberapa jam bahkan berhari-hari. Vertigo
menempati urutan ketiga tersering yang dikeluhkan pasien. Vertigo mengenai semua
golongan umur, insidensi 25% pada pasien usia lebih dari 25 tahun, dan 40% pada pasien
usia lebih dari 40 tahun, dan dilaporkan sekitar 30% pada populasi berusia lebih dari 65
tahun.
Vertigo terbagi atas 4 jenis, yaitu: vertigo sentral, vertigo perifer, vertigo
nonvestibuler, dan vertigo vestibuler. Pada vertigo tipe sentral, angka terbanyak kejadian
vertigo disebabkan oleh adanya lesi vaskuler, kemudian diikuti tumor, migrant
vertigoneus, dan infeksi intrakranial. Sementara pada tipe perifer penyebab terbanyak
adalah BPPV (Benign Paroxysmal Positional Vertigo) (83%), menierre disease (7,6%),
paska trauma (7,6%) dan sisanya neuritis vestibularis. Menurut Delaney (2003) dalam
Zapala (2006), penelitian vertigo dari 12 klinik rawat jalan menunjukkan 50% pasien
mengalami vestibulopati perifer seperti BPPV, vestibuler neuritis, atau penyakit Meniere,
dan penyakit serebrovaskuler mencapai 19%.
Vertigo adalah keluhan yang sering dijumpai di kehidupan sehari-hari. Vertigo
merupakan keluhan dan bukan sebuah penyakit tetapi vertigo dapat menjadi pertanda
sebuah penyakit serius seperti kelainan pada otak. Apabila tidak dilakukan penanganan
yang tepat, akan sangat menganggu kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, diperlukan
penelitian tentang hubungan trauma kepala ringan-sedang dengan vertigo.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
sakulus, dan bagian kanalis semisirkularis yang melebar (ampula) mengandung organ
reseptor yang berfungsi untuk mempertahankan keseimbangan.
glutamat) yang selanjutnya akan meneruskan impul sensoris ini lewat saraf aferen
(vestibularis) ke pusat-pusat alat keseimbangan tubuh di otak.
Pusat Integrasi alat keseimbangan tubuh pertama diduga di inti vertibularis
menerima impuls aferen dari propioseptik, visual dan vestibuler. Serebellum selain
merupakan pusat integrasi kedua juga diduga merupakan pusat komparasi informasi
yang sedang berlangsung dengan informasi gerakan yang sudah lewat, oleh karena
memori gerakan yang pernah dialami masa lalu diduga tersimpan di vestibuloserebeli.
Selain serebellum, informasi tentang gerakan juga tersimpan di pusat memori
prefrontal korteks serebri.
2.2 Vertigo
2.2.1 Definisi
Vertigo adalah adanya sensasi gerakan atau rasa gerak dari tubuh atau
lingkungan sekitarnya dengan gejala lain yang timbul, terutama dari jaringan
otonomik yang disebabkan oleh gangguan alat keseimbangan tubuh oleh berbagai
keadaan atau penyakit. Perasaan seolah-olah penderita bergerak atau berputar, atau
seolah-olah benda di sekitar penderita bergerak atau berputar, yang biasanya disertai
dengan mual dan kehilangan keseimbangan. vertigo bisa berlangsung hanya beberapa
saat atau bisa berlanjut sampai beberapa jam bahkan hari. Penderita kadang merasa
lebih baik jika berbaring diam, tetapi vertigo bisa terus berlanjut meskipun penderita
tidak bergerak sama sekali. Pemeriksaan yang dilakukan untuk menegakan diagnosis
antara lain pemeriksaan neurologis.
2.2.2 Patofisiologi
Vertigo timbul jika terdapat gangguan alat keseimbangan tubuh yang
mengakibatkan ketidakcocokan antara posisi tubuh (informasi aferen) yang
sebenarnya dengan apa yang dipersepsi oleh susunan saraf pusat (pusat kesadaran).
Susunan aferen yang terpenting dalam sistem ini adalah susunan vestibuler atau
keseimbangan, yang secara terus menerus menyampaikan impulsnya ke pusat
keseimbangan. Susunan lain yang berperan ialah sistem optik dan pro-prioseptik,
jaras-jaras yang menghubungkan nuklei vestibularis dengan nuklei N. III, IV dan VI,
susunan vestibuloretikularis, dan vestibulospinalis. Informasi yang berguna untuk
keseimbangan tubuh akan ditangkap oleh reseptor vestibuler, visual, dan
proprioseptik; reseptor vestibuler memberikan kontribusi paling besar, yaitu lebih dari
50 % disusul kemudian reseptor visual dan yang paling kecil kontribusinya adalah
proprioseptik.
Dalam kondisi fisiologis/normal, informasi yang tiba di pusat integrasi alat
keseimbangan tubuh berasal dari reseptor vestibuler, visual dan proprioseptik kanan
dan kiri akan diperbandingkan, jika semuanya dalam keadaan sinkron dan wajar, akan
diproses lebih lanjut. Respons yang muncul berupa penyesuaian otot-otot mata dan
penggerak tubuh dalam keadaan bergerak. Di samping itu orang menyadari posisi
kepala dan tubuhnya terhadap lingkungan sekitar. Jika fungsi alat keseimbangan
tubuh di perifer atau sentral dalam kondisi tidak normal/ tidak fisiologis, atau ada
rangsang gerakan yang aneh atau berlebihan, maka proses pengolahan informasi akan
terganggu, akibatnya muncul gejala vertigo dan gejala otonom. Di samping itu,
respons penyesuaian otot menjadi tidak adekuat sehingga muncul gerakan abnormal
yang dapat berupa nistagmus, unsteadiness, ataksia saat berdiri/ berjalan dan gejala
lainnya.
Rasa pusing atau vertigo disebabkan oleh gangguan alat keseimbangan tubuh
yang mengakibatkan ketidakcocokan antara posisi tubuh yang sebenarnya dengan apa
yang dipersepsi oleh susunan saraf pusat.
Ada beberapa teori yang berusaha menerangkan kejadian tersebut :
a. Teori rangsang berlebihan (overstimulation)
Teori
ini
berdasarkan
menyebabkan
hiperemi
asumsi
bahwa
rangsang
kanalis
semisirkularis
yang
berlebihan
sehingga
fungsinya
10
11
d. Teori otonomik
Teori ini menekankan perubahan reaksi susunan saraf otonom sebaga usaha
adaptasi gerakan/perubahan posisi; gejala klinis timbul jika sistim simpatis
terlalu dominan, sebaliknya hilang jika sistim parasimpatis mulai berperan.
e. Teori neurohumoral
Di antaranya teori histamin (Takeda), teori dopamin (Kohl) dan terori
serotonin
(Lucat)
yang
masing-masing
menekankan
peranan
12
adaptasi
berupa
meningkatnya
aktivitas
sistim
saraf
parasimpatik.
Teori ini dapat menerangkan gejala penyerta yang sering timbul berupa
pucat, berkeringat di awal serangan vertigo akibat aktivitas simpatis, yang
berkembang menjadi gejala mual, muntah dan hipersalivasi setelah
beberapa saat akibat dominasi aktivitas susunan saraf parasimpatis.
Meniere Disease
Penyakit Meniere disebabkan oleh penumpukan cairan dalam kompartemen dari telinga
bagian dalam, yang disebut labirin. labirin berisi organ keseimbangan (saluran setengah
lingkaran dan organ otolithic) dan pendengaran (koklea). Hal ini memiliki dua bagian:
labirin tulang dan labirin membran. Labirin membran diisi dengan cairan yang disebut
endolymph, di organ keseimbangan, merangsang reseptor sebagai benda bergerak.
Reseptor kemudian mengirimkan sinyal ke otak tentang posisi tubuh dan gerakan. Pada
koklea, cairan yang dikompresi dalam merespon suara getaran, yang merangsang sel-sel
13
yang
menderita
penyakit
Meniere
mengalami
sumbatan
pada
duktus
Neuritis Labirinitis
mungkin terjadi sebagai perluasan infeksi dari rongga telinga tengah melalui fistula
tulang labirin oleh kolesteatom atau melalui foramen rotundum dan foramen ovale tapi
dapat juga timbul sebagai perluasan infeksi dari meningitis bakteri melalui cairan yang
menghubungkan ruang subaraknoid denganruang perilimf di koklea, melalui akuaduktus
koklearis atau melalui daerah kribrosa pada dasar modiolus koklea.
14
2. Labirinitis akut supuratif terjadi sebagai akibat invasi bakteri dalam ruang
perilimf disertai respon tubuh dengan adanya sel-sel radang. Pada keadaan
ini kerusakan fungsi pendengaran dan fungsi keseimbangan irreversible.
3. Labirinitis kronik supuratif yaitu terlibatnya labirin oleh bakteri dengan
respons
biasanya merupakan suatu komplikasi dari penyakit telinga tengah kronis dan
penyakit mastoid.
4. Labirinitis fibroseus yaitu suatu respons fibroseus di mana terkontrolnya
proses inflamasi pada labirin dengan terbentuknya jaringan fibrous sampai
obliterasi dari
15
2.2.3 Epidemiologi
Vertigo merupakan gejala yang sering didapatkan pada individu dengan
prevalensi sebesar 7 %. Beberapa studi telah mencoba untuk menyelidikiepidemiologi
dizziness, yang meliputi vertigo dan non vestibular dizziness. Dizziness telah
ditemukan menjadi keluhan yang paling sering diutarakan oleh pasien, yaitu sebesar
20-30% dari populasi umum. Dari keempat jenis dizziness vertigo merupakan yang
paling sering yaitu sekitar 54%. Pada sebuah studi mengemukakan vertigo lebih
banyak ditemukan pada wanita disbanding pria (2:1), sekitar 88% pasien mengalami
episode rekuren.
Di Amerika Serikat, sekitar 500.000 orang menderita stroke setiap tahunnya.
Dari stroke yang terjadi, 85% merupakan stroke iskemik, dan 1,5% diantaranya terjadi
di serebelum. Rasio stroke iskemik serebelum dibandingkan dengan stroke perdarahan
serebelum adalah 3-5: 1.
Vertigo sentral biasanya diderita oleh populasi berusia tua karena adanya faktor
resiko yang berkaitan, diantaranya hipetensi, diabetes melitus, atherosclerosis, dan
stroke. Rata-rata pasien dengan infark serebelum berusia 65 tahun, dengan setengah
dari kasus terjadi pada mereka yang berusia 60-80 tahun. Dalam satu seri, pasien
dengan hematoma serebelum rata-rata berusia 70 tahun.
2.2.4 Klasifikasi
Vertigo Patologik diklasifikasikan menjadi dua kategori berdasarkan saluran
vestibular yang mengalami kerusakan, yaitu vertigo periferal dan vertigo sentral.
Saluran vestibular adalah salah satu organ bagian dalam telinga yang senantiasa
mengirimkan informasi tentang posisi tubuh ke otak untuk menjaga keseimbangan.
16
A.
Vertigo fisiologik
Vertigo fisiologik adalah keadaan vertigo yang ditimbulkan oleh
17
B.
Vertigo Patologis
1. Vertigo Perifer
Terjadi jika terdapat gangguan di saluran yang disebut kanalis
kesalahan
pengiriman
pesan),
penyakit
meniere
(gangguan
18
b. Penyakit Menier
Dianggap
disebabkan
oleh
pelebaran
dan
ruptur
periodik
19
2. Vertigo sentral
Terjadi jika ada sesuatu yang tidak normal di dalam otak, khususnya di
bagian saraf keseimbangan, yaitu daerah percabangan otak dan serebelum (otak
kecil). Gejala vertigo sentral biasanya terjadi secara bertahap, penderita akan
mengalami hal-hal seperti: penglihatan ganda, sukar menelan, kelumpuhan
otot-otot wajah, sakit kepala yang parah, kesadaran terganggu, tidak mampu
berkata-kata, hilangnya koordinasi, mual dan muntah-muntah, tubuh terasa
lemah.
Gangguan kesehatan yang berhubungan dengan vertigo sentral termasuk
antara lain stroke, multiple sclerosis (gangguan tulang belakang dan otak),
tumor, trauma dibagian kepala, migren, infeksi, kondisi peradangan,
neurodegenerative illnesses (penyakit akibat kemunduran fungsi saraf) yang
menimbulkan dampak pada otak kecil. Penyebab dan gejala keluhan vertigo
biasanya datang mendadak, diikuti gejala klinis tidak nyaman seperti banyak
berkeringat, mual,dan muntah. Faktor penyebab vertigo adalah Sistemik,
Neurologik, Ophtalmologik, Otolaringologi, Psikogenik, dapat disingkat
SNOOP.
Yang disebut vertigo sistemik adalah keluhan vertigo yang disebabkan
oleh penyakit tertentu, misalnya diabetes mellitus, hipertensi dan jantung.
Sementara itu, vertigo neurologik adalah gangguan vertigo yang disebabkan
oleh gangguan saraf. Keluhan vertigo yang disebabkan oleh gangguan mata
atau berkurangnya daya penglihatan disebut vertigo ophtalmologis; sedangkan
20
Vertigo Vestibular
Sifat vertigo
rasa berputar
Serangan
episodik
melayang,
keseimbangan
Mual/muntah
Gangguan pendengaran
+/-
Gerakan pencetus
gerakan kepala
Situasi pencetus
kontinu
gerakan obyek visual
keramaian, lalu lintas
hilang
21
Bangkitan vertigo
lebih mendadak
lebih lambat
Derajat vertigo
berat
ringan
++
+/-
Gejala
otonom
muntah, keringat)
Gangguan
(tinitus, tuli)
(mual, ++
pendengaran
Keluhan Tidak
Disertai Timbul
Karena
Keluhan Telinga
Perubahan Posisi
Vertigo paroksismal
Penyakit Meniere,
tumor fossa cranii
posterior, transient
ischemic
attack
(TIA)
arteri
vertebralis.
Vertigo kronis
Kontusio
serebri, Hipotensi ortostatik,
sindroma
paska vertigo servikalis
komosio, multiple
sklerosis,
intoksikasi
obatobatan
Vertigo akut
Trauma
labirin,
herpes zoster otikus,
labirinitis
akuta,
perdarahan labirin
Neuronitis
vestibularis,
ensefalitis
vestibularis,
multipel sklerosis
22
Nystagmus
Vertigo Sentral
Vertigo Perifer
1. Arah
Berubah-ubah
Horizontal
/
horizontal rotatoar
2. Sifat
Unilateral / bilateral
Bilateral
Singkat
Lebih lama
Lama
Singkat
Sedang
Larut/sedang
Susah ditimbulkan
Mudah ditimbulkan
3. Test Posisional
-
Latensi
Durasi
Intensitas
Sifat
Sering ditemukan
5. Fiksasi mata
Terhambat
Tidak terpengaruh
Gejala objektif
a. Keringat dingin
b. Pucat
c. Muntah
d. Sempoyongan waktu berdiri atau berjalan
e. Nistagmus
23
2.2.6 Diagnosis
Ditetapkan dari anamnesis dan pemeriksaan neurologis dimana didapatkan
gejala-gejala yang sesuai dengan waktu perjalanan penyakitnya.
A. Anamnesis
Suatu informasi penting yang didapatkna dari anamnesis dapat digunakan
untuk membedakan perifer atau sentral meliputi:
1. Karekteristk dizziness
Perlu ditanyakan mengenai sensasi yang dirasakan pasien apakah sensasi
berputar, atau sensasi non spesifik seperti giddiness atau liht headness, atau
hanya suatu perasaan yang berbeda (kebingungan)
2. Keparahan
Keparahan dari suatu vertigo juga dapat membantu, misalnya: pada acute
vestibular neuritis, gejala awal biasanya parah namun berkurang dalam
beberapa hari kedepan. Pada Mnires disease, pada awalnya keparahan
biasanya meningkat dan kemudian berkurang setelahnya. Sedangakan
pasien mengeluh vertigo ynag menetap dan konstan mungkin memilki
penyebab psikologis.
24
Kmeungkinan Diagnosis
Beberapa detik
Beberapa
menit Posterior transient ischemic attack;
sampai satu jam
perilymphatic fistula
Beberapa jam
Beberapa hari
Beberapa minggu
Psychogenic
25
4. Faktor pencetus
Faktor pencetus dan dapat mempersempit diagnosis banding pada vertigo
vestibular perifer. Jika gejala terjadi hanya ketika perubahan posisi,
penyebab yang paling mungkin adalah BPPV. Infeksi virus yang baru pada
saluran pernapasan atas kemungkinan berhubungan dnegan acute vestibular
neutritis atau acute labyrhinti. Faktor yang mencetuskan migraine dapat
menyebabkan vertigo jika pasien vertigo bersamaan dengan migraine.
Vertigo dapat disebabkan oleh fistula perilimfatik Fistula perimfatik dapat
disebabkn oleh trauma baik langsung ataupun barotraumas, mengejan.
Bersin atau gerakan yang mengakibatkan telinga ke bawah akan
memprovokasi vertigo pada pasien dengan fistula perilimfatik. Adanya
fenomena Tullios (nistagmus dan vertigo yang disebabkan suara bising
pada frekuensi tertentu) mengarah kepada penyebab perifer.
5. Stress psikis
Stess psikis yang berat dapat menyebabkan vertigo, menanyakan tentang
stress psikologis atau psikiatri terutama pada pasien yang pada anamsesis
tidak cocok dengan penyebab fisik vertigo manapun.
6. Gejala Penyerta
Gejala penyerta berupa penurunan pendengara, nyeri, mual, muntah dan
gejala neurologis dapat membantu membedakan
diagnosis penyebab
Pada vertigo sentral mual dan muntah tidak terlalu parah. Gejala neurologis
berupa kelemahan, disarthria, gangguan penglihatan dan pendengaran,
parestesia, penurunan kesadaran, ataksia atau perubahan lain pada fungsi
sensori dan motoris lebih mengarahkan diagnosis ke vertigo sentral
26
misalnya
B. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan neurologis, pemeriksaan kepala
dan leher serta system cardiovascular.
a.
Pemeriksaan Neurologik
Pemeriksaan neurologic meliputi :
pemeriksaan nervus cranialis untuk mencari tanda paralisis nervus, tuli
sensorineural, nistagmus.
Nistagmus vertical 80% sensitive untuk lesi nucleus vestibular atau vermis
cerebellar. Nistagmus horizontal yang spontan dengan atau tanpa nistagmus
rotator konsisten dengan acute vestibular neuronitis.
b.
Gait test
1.
Rombergs sign
Pasien dengan vertigo perifer memiliki gangguan keseimbangan namun
27
tegak. Sedangkan pada kelainan serebeler badan penderita akan bergoyang baik
pada mata terbuka maupun pada mata tertutup.
3.
28
c.
29
2. Test hiperventilasi
Tes ini dilakukan jika pemeriksaan-pemeriksaan yang lain hasilnya normal.
Pasien diinstruksikan untuk bernapas kuat dan dalam 30 kali. Lalu diperiksa
nistagmus dan tanyakan pasien apakah prosedur ersebut menginduksi terjadinya
vertigo. Jika pasien merasakan vertigo tanpa nistagmus maka didiagnosis sebagai
sindrom hiperventilasi. Jika nistagmus terjadi setelah hiperventilais menandakan
adanya tumor pada nervus VIII.
3. Tes Kalori
Tes ini membutuhkan peralatan yang sederhana. Kepala penderita diangkat
ke belakang (menengadah) sebanyak 60. (Tujuannya ialah agar bejana lateral di
labirin berada dalam posisi vertikal, dengan demikian dapat dipengaruhi secara
maksimal oleh aliran konveksi akibat endolimf). Tabung suntik berukuran 20 mL
30
dengan ujung jarum yang dilindungi oleh karet ukuran no 15 diisi dengan air
bersuhu 30C (kira-kira 7 di bawah suhu badan) air disemprotkan ke liang
telinga dengan kecepatan 1 mL/detik, dengan demikian gendang telinga tersiram
air selama kira-kira 20 detik.
Bola mata penderita segera diamati terhadap adanya nistagmus. Arah gerak
nistagmus ialah ke sisi yang berlawanan dengan sisi telinga yang dialiri (karena
air yang disuntikkan lebih dingin dari suhu badan) Arah gerak dicatat, demikian
juga frekuensinya (biasanya 3-5 kali/detik) dan lamanya nistagmus berlangsung
dicatat.Lamanya nistagmus berlangsung berbeda pada tiap penderita. Biasanya
antara - 2 menit. Setelah istirahat 5 menit, telinga ke-2 dites.
Hal yang penting diperhatikan ialah membandingkan lamanya nistagmus
pada kedua sisi, yang pada keadaan normal hampir serupa. Pada penderita
sedemikian 5 mL air es diinjeksikan ke telinga, secara lambat, sehingga lamanya
injeksi berlangsung ialah 20 detik. Pada keadaan normal hal ini akan
mencetuskan nistagmus yang berlangsung 2-2,5 menit. Bila tidak timbul
nistagmus, dapat disuntikkan air es 20 mL selama 30 detik. Bila ini juga tidak
menimbulkan nistagmus, maka dapat dianggap bahwa labirin tidak berfungsi.
Tes ini memungkinkan kita menentukan apakah keadaan labirin normal
hipoaktif atau tidak berfungsi.
4. Elektronistagmogram
Pemeriksaan ini hanya dilakukan di rumah sakit, dengan tujuan untuk
merekam gerakan mata pada nistagmus, dengan demikian nistagmus tersebut
dapat dianalisis secara kuantitatif.
5. Posturografi
Dalam mempertahankan keseimbangan terdapat 3 unsur yang mempunyai
peranan penting : sistem visual, vestibular, dan somatosensorik. Tes ini dilakukan
dengan 6 tahap :
a. Pada tahap ini tempat berdiri penderita terfiksasi dan pandangan pun dalam
keadaan biasa (normal)
31
6. Fungsi Pendengaran
a. Tes garpu tala
32
C. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada vertigo meliputi tes audiometric, vestibular
testing, evalusi laboratories dan evalusi radiologis. Tes audiologik tidak selalu
33
memiliki tanda dan gejala neurologis, ada factor resiko untuk terjadinya CVA, tuli
unilateral yang progresif. MRI kepala mengevaluasi struktur dan integritas batang
otak, cerebellum, dan periventrikular white matter, dan kompleks nervus VIII.
34
Mnires disease
Vestibular neuritis
Tumor
Cerebellopontine angle
Labyrinthitis
Benign
vertigo
Vertebrobasilar
insufficiency
dan
thromboembolism
Labyrinthine trauma
Acute
dysfunction
positional
vestiblar
Tumor otak
Misalnya, epyndimoma
atau metastasis pada
ventrikel keempat
Migraine
Acoustic neuroma
Medication
induced
vertigo
e.g
aminoglycosides
Acute
cochleovestibular dysfunction
Cervical spondylosis
Multiple sklerosis
Syphilis (rare)
Following
flexionextension injury
2.2.8 Penatalaksanaan
a. Medikamentosa
Karena penyebab vertigo beragam, sementara penderita seringkali merasa
sangat terganggu dengan keluhan vertigo tersebut, seringkali menggunakan
pengobatan simptomatik. Lamanya pengobatan bervariasi. Sebagian besar kasus
35
terapi dapat dihentikan setelah beberapa minggu. Beberapa golongan yang sering
digunakan :
1. Antihistamin
Tidak semua obat antihistamin mempunyai sifat anti vertigo. Antihistamin
yang dapat meredakan vertigo seperti obat dimenhidrinat, difenhidramin,
meksilin, siklisin. Antihistamin yang mempunyai anti vertigo juga memiliki
aktivitas anti-kholinergik di susunan saraf pusat. Mungkin sifat anti-kholinergik
ini ada kaitannya dengan kemampuannya sebagai obat antivertigo. Efek samping
yang umum dijumpai ialah sedasi (mengantuk). Pada penderita vertigo yang berat
efek samping ini memberikan dampak yang positif.
a. Betahistin
Senyawa Betahistin (suatu analog histamin) yang dapat meningkatkan
sirkulasi di telinga dalam, dapat diberikan untuk mengatasi gejala vertigo.
Efek samping Betahistin ialah gangguan di lambung, rasa enek, dan sesekali
rash di kulit.
-
b. Dimenhidrinat (Dramamine)
Lama kerja obat ini ialah 4 6 jam. Dapat diberi per oral atau parenteral
(suntikan intramuscular dan intravena). Dapat diberikan dengan dosis 25 mg
50 mg (1 tablet), 4 kali sehari. Efek samping ialah mengantuk.
c. Difhenhidramin Hcl (Benadryl)
36
2. Antagonis Kalsium
Dapat juga berkhasiat dalam mengobati vertigo. Obat antagonis kalsium
Cinnarizine (Stugeron) dan Flunarizine (Sibelium) sering digunakan. Merupakan
obat supresan vestibular karena sel rambut vestibular mengandung banyak
terowongan kalsium. Namun, antagonis kalsium sering mempunyai khasiat lain
seperti anti kholinergik dan antihistamin. Sampai dimana sifat yang lain ini
berperan dalam mengatasi vertigo belum diketahui.
a. Cinnarizine (Stugerone)
Mempunyai khasiat menekan fungsi vestibular. Dapat mengurangi respons
terhadap akselerasi angular dan linier. Dosis biasanya ialah 15 30 mg, 3 kali
sehari atau 1 x 75 mg sehari. Efek samping ialah rasa mengantuk (sedasi), rasa
cape, diare atau konstipasi, mulut rasa kering dan rash di kulit.
3. Fenotiazine
Kelompok obat ini banyak mempunyai sifat anti emetik (anti muntah). Namun
tidak semua mempunyai sifat anti vertigo. Khlorpromazine (Largactil) dan
Prokhlorperazine (Stemetil) sangat efektif untuk nausea yang diakibatkan oleh
bahan kimiawi namun kurang berkhasiat terhadap vertigo.
a. Promethazine (Phenergan)
Merupakan golongan Fenotiazine yang paling efektif mengobati vertigo. Lama
aktivitas obat ini ialah 4 6 jam. Diberikan dengan dosis 12,5 mg 25 mg (1
draze), 4 kali sehari per oral atau parenteral (suntikan intramuscular atau
intravena). Efek samping yang sering dijumpai ialah sedasi (mengantuk),
sedangkan efek samping ekstrapiramidal lebih sedikit disbanding obat
Fenotiazine lainnya.
37
b. Khlorpromazine (Largactil)
Dapat diberikan pada penderita dengan serangan vertigo yang berat dan akut.
Obat ini dapat diberikan per oral atau parenteral (suntikan intramuscular atau
intravena). Dosis yang lazim ialah 25 mg (1 tablet) 50 mg, 3 4 kali sehari.
Efek samping ialah sedasi (mengantuk).
4. Obat Simpatomimetik
Obat simpatomimetik dapat juga menekan vertigo. Salah satunya obat
simpatomimetik yang dapat digunakan untuk menekan vertigo ialah efedrin.
a. Efedrin
Lama aktivitas ialah 4 6 jam. Dosis dapat diberikan 10 -25 mg, 4 kali sehari.
Khasiat obat ini dapat sinergistik bila dikombinasi dengan obat anti vertigo
lainnya. Efek samping ialah insomnia, jantung berdebar (palpitasi) dan
menjadi gelisah gugup.
6. Obat Antikolinergik
Obat antikolinergik yang aktif di sentral dapat menekan aktivitas sistem
vestibular dan dapat mengurangi gejala vertigo.
38
a. Skopolamin
Skopolamin dapat pula dikombinasi dengan fenotiazine atau efedrin dan
mempunyai khasiat sinergistik. Dosis skopolamin ialah 0,3 mg 0,6 mg, 3 4
kali sehari.
b. Terapi Fisik
Susunan
saraf
Contoh latihan :
1. Berdiri tegak dengan mata dibuka, kemudian dengan mata ditutup.
2. Olahraga yang menggerakkan kepala (gerakan rotasi, fleksi, ekstensi, gerak
miring).
3. Dari sikap duduk disuruh berdiri dengan mata terbuka, kemudian dengan mata
tertutup.
4. Jalan di kamar atau ruangan dengan mata terbuka kemudian dengan mata
tertutup.
5. Berjalan tandem (kaki dalam posisi garis lurus, tumit kaki yang satu
menyentuh jari kaki lainnya dalam melangkah).
39
Keterangan Gambar:
-
Arahkan kepala ke kiri, jatuhkan badan ke posisi kanan, kemudian balik posisi
duduk.
Arahkan kepala ke kanan lalu jatuhkan badan ke sisi kiri. Masing-masing gerakan
lamanya sekitar satu menit, dapat dilakukan berulang kali.
Untuk awal cukup 1-2 kali kiri kanan, makin lama makin bertambah.
40
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Vertigo adalah adanya sensasi gerakan atau rasa gerak dari tubuh atau
lingkungan sekitarnya dengan gejala lain yang timbul, terutama dari jaringan
otonom yang disebabkan oleh gangguan alat keseimbangan tubuh oleh
berbagai keadaan atau penyakit. Perasaan seolah-olah penderita bergerak atau
berputar, atau seolah-olah benda di sekitar penderita bergerak atau berputar,
yang biasanya disertai gejala mual dan kehilangan keseimbangan. Vertigo bisa
berlangsung hanya beberapa menit atau berlanjut sampai beberapa jam atau
hari. Penderita kadang merasa membaik bila berbaring diam namun dapat juga
terjadi meskipun penderita tidak bergerak sama sekali.
Diagnosis vertigo dapat ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan
fisik, pemeriksaan neurologis maupun pemeriksaan penunjang. Vertigo bisa
diatasi secara medikamentosa maupun non medikamentosa dengan terapi fisik.
41
DAFTAR PUSTAKA
Chain, TC. 2009. Practical Neurology 3rd edition: Approach to the Patient with Dizziness
and Vertigo. Illnois: wolter kluwerlippincot William and wilkins)
Corwin EJ. 2009. Patofisiologi : buku saku ; alih bahasa, Subekti NB; editor Yudha EK.
3rd edition. Jakarta: EGC
Ginsberg L. 2007. Lecture note: Neurology. 8th edition. Jakarta: Erlangga
Greenberg DA, Aminoff MJ, Simon RP. 2012. Clinical neurologi. 8th edition. New York:
McGraw-Hill
Kovar, M, Jepson, T, Jones, S. 2006. Diagnosing and Treating: Benign Paroxysmal
Positional Vertigo in Journal Gerontological of Nursing
Labuguen, RH. 2006. Initial Evaluation of Vertigo ini Journal American Family
Physician 73(2)
Lempert, T, Neuhauser, H. 2009. Epidemiology of vertigo, migraine and vestibular
migraine in Journal Nerology 2009:25:333-338
Mardjono M, Sidharta P. 2008. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: Dian Rakyat.
Morris JH. 2002. Sistem saraf. Dalam: Robbins SL, Kumar V,eds. Buku ajar patologi.
Volume 2. Edisi 4. Jakarta: Penerbit Buku kedokteran EGC
Price SA & Wilson LM. 2006. Patofisiologi. Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit jilid
2. EGC. Jakarta
42
Snell RS. 2006. Kepala dan leher. Dalam: Anatomi klinik untuk mahasiswa kedokteran.
Edisi 6. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Sura, DJ, Newell, S. 2010. Vertigo- Diagnosis and management in primary care, BJMP
3(4):a351
Swartz, R, Longwell, P. 2005. Treatment of Vertigo in Journal of American Family
Physician:71:6.
Wilkinson I, Lennox G. 2005. Essential neurology. 4th edition. Massachusetts: Blackwell
Publishing;