Anda di halaman 1dari 5

Suara tambahan paru

rhoncus
. Tahun 1821, seorang dokter Inggris bernama John Forbes, menerjemahkan
karya Laennec ke bahasa Inggris. Istilah
Rale dan rhoncus d
iterjemahkan menjadi 2 hal berbeda oleh Forbes, sehingga menjadi awal
terjadinya perbedaan hingga sekarang. Salah satu rekomendasi berasal dari
pertemua
International Symposium on Lung Sounds
(Tokyo, 1985) dengan konsensus terminologi bunyi tambahan paru yang
membagi bunyi ini menjadi:
1. Bising tidak kontinyu (kurang dari 250 ms/2.5 detik)
a.Halus: frekuensi tinggi, amplitudo rendah, durasi pendek
(fine crackles)
b. Kasar: frekuensi rendah, amplitudo tinggi, durasi panjang (coarse crackles)
2.Bising kontinyu (lebih dari 250 ms/2.5 detik)
a.Nada tinggi
(wheezing)
b.Nada rendah
(rhoncus)

Bising tidak kontinyu


Crackles
(bunyi gemereletak) halus atau ronki basah halus, disebabkan oleh terbukanya
alveoli yang tertutup waktu ekspirasi sebelumnya secara tiba-tiba, mungkin
disebabkan tekanan antara jalan nafas yang terbuka dengan yang menutup
dengan cepat menjadi sama sehingga jalan nafas perifer mendadak terbuka.
Bunyi ini terjadi saat inspirasi, yang dapat terjadi saat jalan nafas perifer
mendadak terbuka pada waktu daerah-daerah kolaps (atelektasis) terinflasi.
Bising ini terjadi pada kelainan paru restriktif dan atau menunjukkan
berkurangnya volume paru, seperti pada pneumonia, bronkitis, atau atelektasis.
Bising ini juga dapat terdengar pada bronkiolitis dan asma bronkiale. Ronki basah
halus yang terdengar pada daerah basal paru menunjukkan adanya edema paru.
Pada pneumonia lebih spesifik bila bunyi gemereletak ini didapatkan pada akhir
inspirasi (atau yang disebut krepitasi).
Crackles
kasar atau ronki basah kasar, dihasilkan oleh gerakan udara melalui sekret tipis
di bronkus atau bronkiolus. Terjadi pada awal inspirasi dan kadang waktu

ekspirasi, bisa menghilang dengan perubahan posisi atau setelah batuk. Bunyi
ini dapat dijumpai pada kelainan paru dengan sekresi lendir yang banyak,
misalnya pada bronkitis kronis, bronkitis akut, bronkiektasi, atau fibrosis kistik.
Bising kontinyu
Bunyi tambahan kontinyu akibat dari aliran udara yang cepat yang melewati
jalan nafas yang mengalami obstruksi. Aliran udara yang lebih cepat akan
menurunkan tekanan dinding lateral jalan nafas, dan menyebabkan dindingdinding yang berhadapan terdorong saling merapat dan bersentuhan untuk
waktu singkat. Akibatnya, aliran terganggu untuk waktu singkat dan tekanan
jalan nafas meningkat. Jalan nafas kemudian kembali terbuka memungkinkan
aliran udara kembali. Siklus ini berulang dengan cepat menyebabkan getaran
dinding jalan nafas. Tinggi nada pada bunyi tambahan kontinyu ditentukan oleh
hubungan antara kecepatan aliran dan derajat obstruksi. Lebih cepat aliran atau
lebih rapat obstruksi menyebabkan bunyi dengan nada tinggi (disebut
wheezing
atau mengi). Bila aliran atau obstruksi kurang, maka terjadi bunyi dengan nada
lebih rendah (disebut
ronki atau
ronki kering). Wheezing ditemui pada asma, emfisema dan bronkitis kronik, dan
kadang ditemui pada edem paru. Ronki kering dijumpai pada bronkitis akut atau
kronik dan bronkiektasis.

PEMERIKSAAN FISIK PADA BERMACAM KELAINAN PARU


1,2,4,5
Bronkitis
Bronkitis adalah peradangan atau inflamasi pada mukosa bronkus. Parenkim
paru normal atau tidak terinfeksi. Manifestasi klinik yang tampak berasal dari
hipersekresi dan terjadinya eksudat. Dahak yang terbentuk mula-mula kental,
setelah beberapa hari berubah menjadi agak encer. Etiologi bronkitis dapat
dibagi menjadi:
1.Fisik: udara dingin/panas, asap, debu
2.Bahan kimia
3.Alergi
4.Infeksi: paling sering adalah virus, penyebab yang lain adalah bakteri, jamur,
parasit Melihat etiologi di atas dapat dimengerti bahwa demam tidaklah selalu
menyertai bronkitis. Bronkitis biasanya tidak menimbulkan gejala klinis yang
berat, dan biasanya tidak disertai sesak nafas maupun sianosis. Pada
pemeriksaan paru, biasanya hanya didapatkan ronki basah kasar tanpa
perubahan suara dasar nafas vesikuler. Pada perkusi maupun palpasi tidak
didapatkan kelainan.

Asma Bronkiale
Asma merupakan penyakit paru obstruktif kronik episodik yang ditandai oleh
hiperreaktivitas bronkus (menyebabkan bronkokonstriksi) dan inflamasi saluran
nafas. Pada asma terjadi kesulitan bernafas terutama saat ekspirasi. Pasien lebih
nyaman dalam keadaan tiduran setengah duduk atau bila serangan berat
penderita akan menempatkan diri pada posisi tripod (kedua tangan berpegangan
pada tepi tempat tidur supaya otot-otot pernafasan aksila bisa membantu
pernafasan).
Perabaan nadi pada serangan asma berat dapat didapatkan pulsus paradoksus.
Pada inspeksi tampak penderita menggunakan otot-otot bantuan nafas, mungkin
dengan posisi tripod. Bila berat dapat didapatkan sianosis dan nafas cuping
hidung. Pada dada terdapat retraksi, dada berbentuk emfisematosa
(penambahan diameter antero-posterior). Hipersonor didapatkan pada perkusi.
Pada auskultasi didapatkan suara vesikuler dengan ekspirasi diperpanjang, ronki
basah kasar,
wheezing
, dan ronki kering. Kadang-kadang juga didapatkan ronki basah halus dan
krepitasi. Pada serangan berat wheezing tidak terdengar karena penyempitan
bronkus yang hebat.

Pneumonia
Pneumonia adalah inflamasi atau peradangan yang terjadi pada parenkim paru
atau alveoli. Pneumonia biasanya diawali dengan infeksi saluran nafas atas yang
menimbulkan komplikasi. Sebab lain adalah tirah baring lama, sepsis, atau
aspirasi. Perjalanannya tidak berlangsung tiba-tiba. Sarang-sarang radang
merupakan infiltrat kecil-kecil di parenkim paru, lebih kurang mengikuti
percabangan bronkus. Infiltrat-infiltrat ini dapat membentuk konsolidasi.
Pneumonia lobaris terjadi bila radang paru mengenai satu lobus paru tertentu.
Pneumonia merupakan sebab kematian tersering pada anak di negara
berkembang selain diare. Pada pemeriksaan didapatkan sesak nafas, yang
ditandai dengan adanya nafas cepat dan atau retraksi. Retraksi subkostal lebih
spesifik untuk penanda pneumonia. Bila berat dapat dijumpai sianosis. Palpasi
taktil meningkat, demikian juga resonansi vokal meningkat (bronkofoni atau
egofoni) karena adanya infiltrat dan konsolidasi yang meningkatkan
penghantaran suara. Perkusi akan terdengar redup. Pada auskultasi didapatkan
suara bronkial pada daerah paru yang terkena, karena adanya konsolidasi. Suara
tambahan yang didapatkan adalah ronki basah halus yang timbul saat akhir
inspirasi
(krepitasi)
.
Bronkiolitis
Bronkiolitis adalah peradangan pada bronkiolus, ditandai dengan adanya
penyempitan jalan nafas sekunder karena penumpukan sel-sel radang.
Bronkiolitis merupakan penyakit paru yang hanya diderita anak umur kurang dari
2 tahun (tersering adalah 6 bulan-2 tahun), karena diameter bronkiolus yang

relatif masih kecil, sehingga peradangan sedikit saja dapat menimbulkan sesak
nafas. Penyebab utamanya adalah infeksi oleh RSV
(Respiratory Syncitial Virus)
. Pemeriksaan fisik pada bronkiolitis serupa pada asma bronkiale, karena
patofisiologinya hampir mirip, yaitu adanya penyempitan saluran nafas. Bedanya
dengan asma adalah bahwa bronkiolitis tidak berespon terhadap pemberian
inhalasi beta agonis atau adrenalin.

Emfisema
Pada emfisema pulmonum, alveoli amat melebar. Jaringan intraalveolar tipis atau
malahan ada yang hilang. Jadi paru berbentuk lebih gembung dan lebih banyak
mengandung udara, tetapi luas permukaan alveoli sangat berkurang. Ini
menyebabkan pengembangan paru terbatas, sehingga terjadi sesak nafas. Pada
inspeksi didapatkan bentuk dada emfisematosa, berbentuk tong, dengan ukuran
lebar relatif lebih besar dibanding panjangnya, dengan posisi kosta mendatar.
Pada perkusi didapatkan hipersonor, batas jantung sukar ditentukan. Pada
auskultasi didapatkan vesikuler diperlemah.
Pneumothorax
Pneumothorax berarti ada udara di rongga pleura. Dalam keadaan normal,
rongga pleura hampa udara, hanya terdapat sedikit sekali cairan di dalamnya.
Pneumothorax dapat terjadi pada asma berat, emfisema, trauma dinding dada,
atau efek samping dari ventilator. Pada umumnya pneumothorax bersifat akut
dan unilateral. Penderita lebih senang berbaring pada sisi yang sakit karena
paru yang sehat akan lebih mengembang sehingga dapat mengkompensasi paru
sakit. Pada inspeksi didapatkan sela iga mencembung dan ada ketinggalan
gerak. Pada palpasi leher didapatkan trakea bergeser ke arah yang sehat. Perkusi
paru sakit didapatkan hipersonor. Pada auskultasi didapatkan vesikuler
diperlemah.
Fibrosis pulmonum
Pada fibrosis pulmonum, jaringan paru sehat diagnti oleh jaringan ikat. Biasanya
terjadi pada proses kronik seperti pada tuberkulosis post primer dan pneumonia
yang berlangsung lama. Adanya jaringan ikat pada paru akan membatasi
pengembangan paru. Pada inspeksi didapatkan retraksi pada paru yang sakit
dan ketinggalan gerak. Sela iga mencekung dan menyempit. Pada paru yang
fibrosis didapatkan perkusi yang redup, dengan batas jantung bergeser ke arah
paru yang sakit. Pada auskultasi didapatkan vekikuler yang melemah.
Pleuritis eksudativa dan Schwarte
Pleuritis adalah peradangan pada pleura, dapat berlangsung akut maupun
kronis. Pada inspeksi didapatkan penderita tampak nyeri, mungkin didapatkan
ketinggalan gerak, redup absolut didapatkan pada perkusi. Dari auskultasi
didapatkan vesikuler melemah.

Edema paru

Edema paru merupakan timbunan cairan dalam alveoli, terjadi pada keadaan
gagal jantung, overhidrasi, dan pneumonia. Gejala yang muncul adalah sesak
nafas dan batuk. Pada pemeriksaan fisik khas didapatkan ronki basah halus di
bagian basal paru dengan suara vesikuler diperlemah.
Atelektasis
Atelektasis berarti kolapsnya alveoli paru sebagai akibat dari adanya cairan di
rongga pleura yang banyak atau adanya sumbatan pada bronkus (misalnya pada
sekresi lendir yang kental yang menyumbat bronkus). Pada pemeriksaan fisik
didapatkan trakea bergeser ke arah paru yang sakit, ada ketinggalan gerak,
perkusi redup, dan vesikuler diperlemah.

DAFTAR PUSTAKA
1.Sunarto. Kuliah Paru. Laboratorium Ilmu Kesehatan Anak RS Sarjito.
2.Pasterkamp H, Kraman SS, Wodicka GR. 1997. Respiratory Sounds. American
Journal of Respiratory and Critical Medicine
3.Taussig LM, Landau LI. 2000. Pediatric Respiratory Medicine. Mosby
4.Andrews JL, Badger TL. 1979. Lung Sounds through Ages. JAMA.
5.Cumming G, Semple SJ. 1973. Disorders of the Respiratory System. Blackwell
Scientific Publication. 6.Forgacs P. 1978. The Functional Basis of Pulmonary
Sounds. Journal of Circulation, Respiration, and Related System
7.Sly PD, Hayden MJ. 1992. Applied Clinical Respiratory Physiology.

Anda mungkin juga menyukai