Anda di halaman 1dari 96

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Tujuan Pembelajaran


Setelah mempelajari modul ini, mahasiswa diharapkan dapat menjelaskan tentang
konsep-konsep dasar yang berhubungan dengan gejala sesak napas dan mampu membedakan
beberapa penyakit system respirasi yang memberikan gejala tersebut.

1.2 Tujuan Instruksional Khusus (TIK)


Setelah mempelajari modul ini, mahasiswa akan dapat :
1. Menyebut penyakit-penyakit yang menimbulkan gejala sesak napas
2. Menjelaskan patomekanisme terjadinya sesak napas
2.1 Menggambarkan susunan anatomi dari organ-organ resspirasi
2.2 Menjelaskan tentang struktur dari fungsi sel-sel dari masing-masing organ respirasi
2.3 Menjelaskan tentang fisiologi pernapasan dan perubahan yang terjadi
3. Menjelaskan patomekanisme penyakit-penyakit yang menyebabkan sesak
4. Menjelaskan etiologi dari penyakit-penyakit yang menyebabkan sesak
4.1 Menjelaskan tentang morfologi, klasifikasi, sifat-sifat lain, bakteri penyebab infeksi
saluran napas.
4.2 Menjelaskan tentang sifat-sifat umum, virus penyebab infeksi saluran nafas
5. Menjelaskan gambaran klinik lain yang menyertai sesak pada penyakit system respirasi
5.1 menyebutkan gejala lain dari masing-masing penyakit dengan keluhan utama sesak
napas
5.2 menjelaskan pemeriksaan-pemeriksaan penunjang yang bisa membantu diagnosa
penyakit dengan gejala sesak napas
6. Menjelaskan penatalaksanaan yang diberikan pada penderita penyakit-penyakit yang
memberikan keluhan utama sesak napas
7. Menjelaskan pencegahan penyakit-penyakit respirasi dengan gejala utama sesak napas
8. Menjelaskan epidemiologi penyakit-penyakit respirasi dengan gejala utama sesak napas

1
BAB II
Analisa Masalah
2.1 Skenario
Skenario 3
Pak Surya, laki laki usia 47 tahun, bekerja sebagai penyapu jalan, datang ke Puskesmas
dengan keluhan sesak napas. Pasien merasakan lebih nyaman apabila tidur berbaring ke sisi
kanan. Pasien juga mengeluhkan batuk produktif sejak 1 bulan yang lalu. Pasien juga
mengeluhkan berat badan menurun. Pasien sudah minum obat tetapi tida ada perubahan.

2.2 Kata / Kalimat Kunci

laki laki 47 tahun


penyapu jalan
Keluhan utama sesak napas
Merasa lebih nyaman apabila tidur berbaring ke sisi kanan
Batuk produktif sejak sebulan yang lalu
Berat badan menurun
Sudah minum obat tetapi tidak ada perubahan

2.4 Identifikasi permasalahan dan pertanyaan :


1. Jelaskan definisi sesak napas!
2. Jelaskan jenis suara napas!
3. Jelaskan mekanisme sesak napas!
4. Jelaskan penyakit-penyakit yang berkaitan dengan gejala utama sesak napas :

a. Asma f. Bronkiolitis
b. Flu burung g. Kanker paru
c. Pneumonia h. Pneumothorax
d. Abses paru i. ARDS
e. Efusi pleura j. SARS

2
BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Definisi Sesak Nafas

DEFINISI

Sesak nafas adalah perasaan sulit bernapas yang terjadi ketika melakukan aktivitas fisik.
Sesak napas merupakan gejala dari beberapa penyakit dan dapat bersifat akut atau kronis. Sesak
napas dikenal juga dengan istilah Shortness Of Breath.

Dispnea(sesak napas, breathlessness) ialah keluhan yang sering memerlukan penanganan darurat
tetapi intensitas dan tingkatannya dapat berupa rasa tidak nyaman di dada yang bisa membaik
sendiri: yang membutuhkan bantuan napas yang serius (severe air hunger) sampai yang fatal.

Suatu istilah yang menggambarkan suatu persepsi subjektif mengenai ketidaknyamanan bernapas
yang terdiri dari berbagai sensasi yang berbeda intensitinya. Merupakan hasil interaksi berbagai
faktor fisiologi, psikologi, sosial dan lingkungan dan dapat menginduksi respons fisiologi dan
perilaku sekunder.

JENIS-JENIS SESAK NAFAS

1. Dyspnea akut
Dyspnea akut dengan awal yang tiba-tiba merupakan penyebab umum kunjungan ke
ruang gawat darurat. Penyebab dyspnea akut diantaranya penyakit pernapasan (paru-paru
dan pernapasan), penyakit jantung atau trauma dada.
2. Dyspnea kronis
Dyspnea kronis (menahun) dapat disebabkan oleh asma, Penyakit Paru Obstruktif Kronis
(PPOK), emfisema, inflamasi paru-paru, tumor, kelainan pita suara.

1.2 Mekanisme Sesak Napas


Dispnea atau sesak napas bisa terjadi dari berbagai mekanisme seperti jika ruang fisiologi
meningkat maka akan dapat menyebabkan gangguan pada pertukaran gas antara O2 dan
CO2 sehingga menyebabkan kebutuhan ventilasi makin meningkat sehingga terjadi sesak
napas. Pada orang normal ruang mati ini hanya berjumlah sedikit dan tidak terlalu

3
penting, namun pada orang dalam keadaan patologis pada saluran pernapasan maka ruang
mati akan meningkat.
Begitu juga jika terjadi peningkatan tahanan jalan napas maka pertukaran gas juga akan
terganggu dan juga dapat menyebabkan dispnea.
Dispnea juga dapat terjadi pada orang yang mengalami penurunan terhadap compliance
paru, semakin rendah kemampuan terhadap compliance paru maka makin besar gradien
tekanan transmural yang harus dibentuk selama inspirasi untuk menghasilkan
pengembangan paru yang normal. Penyebab menurunnya compliance paru bisa
bermacam-macam salah satu nya adalah digantinya jaringan paru dengan jaringan ikat
fibrosa akibat inhalasi asbston atau iritan yang sama.

C. Jenis-jenis suara napas:


Suara napas normal:
a) Bronchial: sering juga disebut dengan Tubular sound karena suara ini dihasilkan
oleh udara yang melalui suatu tube (pipa), suaranya terdengar keras, nyaring, dengan
hembusan yang lembut. Fase ekspirasinya lebih panjang daripada inspirasi, dan tidak ada
henti diantara kedua fase tersebut. Normal terdengar di atas trachea atau daerah
suprasternal notch.
b) Bronchovesikular: merupakan gabungan dari suara nafas bronchial dan vesikular.
Suaranya terdengar nyaring dan dengan intensitas yang sedang. Inspirasi sama panjang
dengan ekspirasi. Suara ini terdengar di daerah thoraks dimana bronchi tertutup oleh
dinding dada.
c) Vesikular: terdengar lembut, halus, seperti angin sepoi-sepoi. Inspirasi lebih panjang
dari ekspirasi, ekspirasi terdengar seperti tiupan.
Suara napas abnormal:
o Wheezing (mengi)
Bunyi seperti bersiul, kontinu, yang durasinya lama. Terdengar selama: inspirasi dan
ekspirasi, secara klinis lebih jelas pada saat ekspirasi.
Penyebab: akibat udara melewati jalan napas yang menyempit/tersumbat sebagian. Dapat
dihilangkan dengan batuk. Dengan karakter suara nyaring, suara terus menerus yang
berhubungan dengan aliran udara melalui jalan nafas yang menyempit (seperti pada asma

4
dan bronchitis kronik). Wheezing dapat terjadi oleh karena perubahan temperature,
allergen, latihan jasmani, dan bahan iritan terhadap bronkus.
o Ronchi
Adalah bunyi gaduh yang dalam. Terdengar selama: ekspirasi.
Penyebab: gerakan udara melewati jalan napas yang menyempit akibat obstruksi napas.
Obstruksi: sumbatan akibat sekresi, odema, atau tumor.
o Ronchi kering: suatu bunyi tambahan yang terdengar kontinyu terutama waktu
ekspirasi disertai adanya mucus/secret pada bronkus. Ada yang high pitch
(menciut) misalnya pada asma dan low pitch oleh karena secret yang meningkat
pada bronkus yang besar yang dapat juga terdengar waktu inspirasi.
o Ronchi basah (krepitasi): bunyi tambahan yang terdengar tidak kontinyu pada
waktu inspirasi seperti bunyi ranting kering yang terbakar, disebabkan oleh secret
di dalam alveoli atau bronkiolus. Ronki basah dapat halus, sedang, dan kasar.
Ronki halus dan sedang dapat disebabkan cairan di alveoli misalnya pada
pneumonia dan edema paru, sedangkan ronki kasar misalnya pada bronkiekstatis.

o Pleural friction rub


Suara tambahan yang timbul akibat terjadinya peradangan pada pleura sehingga permukaan
pleura menjadi kasar.
Karakter suara: kasar, berciut, disertai keluhan nyeri pleura.
Terdengar selama: akhir inspirasi dan permulaan ekspirasi. Tidak dapat dihilangkan dengan
dibatukkan. Terdengar sangat baik pada permukaan anterior lateral bawah toraks.
Terdengar seperti bunyi gesekan jari tangan dengan kuat di dekat telinga, jelas terdengar pada
akhir inspirasi dan permulaan ekspirasi, dan biasanya disertai juga dengan keluhan nyeri pleura.
Bunyi ini dapat menghilang ketika nafas ditahan. Sering didapatkan pada pneumonia, infark
paru, dan tuberculosis.

o Stridor
Suara yang terdengar kontinu (tidak terputus-putus), bernada tinggi yang terjadi baik pada saat
inspirasi maupun pada saat ekspirasi, dapat terdengar tanpa menggunakan stetoskop, bunyinya
ditemukan pada lokasi saluran napas atas (laring) atau trakea, disebabkan karena adanya
penyempitan pada saluran napas tersebut. Pada orang dewasa, keadaan ini mengarahkan kepada

5
dugaan adanya edema laring, kelumpuhan pita suara, tumor laring, stenosis laring yang biasanya
disebabkan oleh tindakan trakeostomi atau dapat juga akibat pipa endotrakeal.

Referensi:
Price, Sylvia Anderson dan Lorraine MW. Patofisiologi Vol 1. ed 6. Jakarta : EGC. 2005.
Kasper, et al.. Harrisons principles of internal medicine vol 2. 16th ed. McGraw-Hill, 2005.
Aru W. Sudoyo, dkk. Ilmu Penyakit Dalam Jilid III, ed. V. Jakarta : InternaPublishing. 2009

1.3 Penyakit yang berhubungan dengan sesak napas

3.3.a ASMA

Asma

Definisi

Asma dibedakan jadi dua jenis, yakni asma bronkial dan kardial. Penderita asma bronkial,
hipersensitif dan hiperaktif terhadap rangsangan dari luar, seperti debu rumah, bulu binatang,
asap, dan bahan lain penyebab alergi. Gejala kemunculannya sangat mendadak, sehingga
gangguan asma bisa datang secara tiba-tiba. Jika tidak mendapatkan pertolongan secepatnya,
risiko kematian bisa datang.

Gangguan asma bronkial juga bisa muncul lantaran adanya radang yang mengakibatkan
penyempitan saluran pernapasan bagian bawah. Penyempitan ini akibat berkerutnya otot polos
saluran pernapasan, pembengkakan selaput lendir, dan pembentukan timbunan lendir yang
berlebihan.

Sedangkan asma yang timbul akibat adanya kelainan jantung disebut asma kardial. Gejala asma
kardial biasanya terjadi pada malam hari, disertai sesak napas yang hebat. Kejadian ini disebut
nocturnal paroxymul dyspnea. Biasanya terjadi pada saat penderita sedang tidur.

Etiologi

I. Asma bronkial

6
Walaupun prevalensi kejadian asma pada populasi tidak kecil yaitu 3-5 %, etiologi asma belum
dapat ditetapkan dengan pasti. Tampaknya ada hubungan antara asma dengan alergi. Pada
sebagian besar penderita asma, ditemukan riwayan alergi. Selain itu serangan asmanya sering
dipicu oleh pemajanan terhadap allergen. Pada pasien yang mempunyai komplemen alergi, jika
ditelusuri ternyata sering terdapat riwayat asma atau alergi pada keluarganya. Hal ini
menimbulkan pendapat bahwa terdapat faktor genetic yang dapat menyebabkan seseorang
menderita asma. Faktor genetic yang diturunkan adalah kecenderungan memproduksi antibody
jenis IgE, yang berlebihan. Seseorang yang mempunyai predisposisi memproduksi IgE
berlebihan disebut mempunyai sifat atopic, sedangkan keadaannya disebut atopi. Namun, ada
penderita asma yang tidak atopic dan juga serangan asmanya tidak dipicu oleh pemajanan
terhadap allergen. Pada penderita ini, jenis asmanya disebut idiosinkratik, biasanya serangan
asmanya didahului oleh infeksi saluran pernafasan bagian atas.

Secara etiologis, asma bronkial dibagi dalam 3 tipe :

a) Asma Bronkial Tipe Non Atopi (Intrinsik)

Pada golongan ini, keluhan tidak ada hubungannya dengan paparan (exposure) terhadap allergen
dan sifat-sifatnya adalah :

Serangan timbul setelah dewasa

Keluarga tidak ada yang menderita asma

Penyakit infeksi sering menimbulkan serangan

Ada hubungan dengan pekerjaan atau beban fisik

Rangsangan psikis juga berperan untuk menimbulkan serangan

Bisa juga dicetuskan oleh perubahan cuaca atau lingkungan yang non
spesifik

b) Asma Bronkial Tipe Atopi (Ekstrinsik)

7
Pada golongan ini, keluhan ada hubungannya dengan paparan terhadap allergen lingkungan yang
spesifik. Kepekaan ini biasanya dapat ditimbulkan dengan uji kulit atau provokasi bronkus. Pada
tipe ini mempunyai sifat-sifat :

Timbul sejak kanak-kanak

Pada keluarga, ada yang menderita asma

Adanya eksim pada waktu bayi

Sering menderita rhinitis (peradangan pada mukosa hidung)

Bisa disebabkan house dust mite atau tepung sari bunga rumput

c) Asma Bronkial Campuran (Mixed)

Pada golongan ini, keluhan diperberat baik oleh factor-faktor intrinsik maupun eksterinsik.

II. Asma cardial

Penyebab terjadinya asma kardial karena terjadinya gagal jantung kiri

Epidemiologi

Insiden terjadinya asma dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain : jenis kelamin, umur
pasien, status atopi, faktor keturunan, serta faktor lingkungan. Pada negara maju seperti Amerika
dan Inggris insiden terjadinya asma adalah 5 % dari populasi, ini merupakan jumlah yang cukup
banyak.

Perbandingan antara anak perempuan dan anak laki- laki 1,5 : 1, tetapi menjelang dewasa
perbandingan ini sama dan pada fase menopause perbandingan antara perempuan dan laki-laki
relatif tidak jauh berbeda saat anak. Prevalensi terjadinya asma lebih banyak pada anak kecil dari
pada orang dewasa.

Patofisiologi

I. Asma bronkial

8
Obstruksi saluran nafas pada asma merupakan kombinasi spasme otot bronkus, penyumbatan
oleh mucus, oedema mukosa bronkus, dan inflamasi dinding bronkus. Obstruksi bertambah berat
selam ekspirasi, karena secara fisiologis saluran nafas menyempit pada fase tersebut. Hal ini
mengakibatkan udara distal tempat terjadinya obstruksi terjebak dan tidak dapat diekspirasi,
sehingga pasien akan bernafas pada volume yang tinggi. Keadaan hiperinflasi ini bertujuan agar
saluran nafas tetap terbuka dan pertukaran gas berjalan lancer. Untuk mempertahankan keadaan
hiperinflasi ini, diperlukan kerja otot-otot Bantu pernafasan.

Akibat adanya penyempitan saluran nafas, tekanan partial oksigen di alveoli menurun, dengan
demikian oksigen pada peredaran darah ikut menurun dan terjadi hipoksemia. Sebaliknya CO2
mengalami retensi pada alveoli, sehingga kadar CO2 dalam peredaran darah meningkat
(hiperkapnea) yang memberikan rangsangan pada pusat pernafasan sehingga terjadi
hiperventilasi. Hiperventilasi yang berlangsung lama akan mengakibatkan terjadi pengeluaran
CO2 yang berlebihan, sehingga Pa CO2 menurun, yang kemudian menimbulkan alkalosis
respiratorik.

Pada serangan asma yang lebih berat lagi, banyak saluran nafas dan alveolus yang tertutup oleh
mucus, sehingga tidak memungkinkan lagi terjadinya pertukaran gas. Hal ini menyebabkan
hipoksemia dan kerja otot-otot pernafasan bertambah berat serta terjadi peningkatan produksi
CO2. Peningkatan produksi CO2 yang disertai dengan penurunan ventilasi alveolar
menyebabkan retansi CO2 dan terjadi asidosis respiratorik atau gagal nafas. Hipoksemia yang
berlangsung lama juga menyebabkan asidosis metabolik dan konstriksi pembuluh darah paru
dengan akibat memperburuk hiperkapnea.

Dengan demikian, penyempitan saluran nafas pada asma akan menimbulkan hal-hal sebagai
berikut :

- Gangguan ventilasi (hipoventilasi)

- Ketidakseimbangan ventilasi perfusi

- Gangguan difusi gas di tingkat alveoli

Ketiga faktor tersebut akan mengakibatkan :

9
o Hipoksemia

o Hiperkapnea

o Asidosis respiratorik ( tahap lanjut)

II. Asma kardial

Pada keadaan normal selalu terdapat sisa darah di rongga ventrikel pada akhir sistol. Dengan
berkurangnya curah jantung pada gagal jantung, maka pada saat akhir sistol terdapat sisa darah
yang lebih banyak dari keadaan normal. Pada fase diastole berikutnya maka sisa darah ini akan
bertambah lagi dengan darah yang masuk ke ventrikel kiri, sehingga tekanan akhir diastole
menjadi lebih tinggi.

Dengan berjalannya waktu, maka pada suatu saat akan timbul bendungan di daerah atrium kiri.
Tekanan darah di atrium kiri yang berkisar antara 10-12 mmHg meninggi karena bendungan
tersebut. Hal ini akan diikuti peninggian tekanan darah di vena pulmonalis dan di pembuluh
darah kapiler paru-paru. Karena ventrikel kanan yang masih sehat memompa darah terus sesuai
dengan jumlah darah yang masuk ke atrium kanan maka dalam waktu cepat tekanan hidrostatik
di kapiler paru-paru akan menjadi begitu tinggi sehingga melampaui 18 mmHg dan terjadilah
transudasi cairan dari pembuluh kapiler paru-paru.

Pada saat tekanan di arteri pulmonalis dan arteri bronchialis meninggi terjadi pula transudasi di
jaringan interstisial bronkus. Jaringan tersebut menjadi edema dan hal ini akan mengurangi
besarnya lumen bronchus, sehingga aliran udara menjadi terganggu. Pada keadaan ini suara
pernafasan menjadi berbunyi pada saat ekspirasi, terdengar bising ekspirasi dan fase ekspirasi
menjadi lebih panjang. Keadaan ini dikenal dengan asma kardial, suatu fase permulaan gagal
jantung. Bila tekanan di kapiler paru makin tinggi, maka cairan transudasi ini akan makin
bertambah banyak. Cairan transudasi ini mula-mula akan masuk ke dalam saluran limfatik dan
kembali ke peredaran darah. Namun bilamana tekanan hidrostatik kapiler paru sudah di atas 25
mmHg, maka transudasi cairan ini menjadi lebih banyak dan saluran limfatik tidak cukup untuk
menampungnya, cairan tersebut akan tertahan di jaringan interstisial paru dan suatu saat akan
memasuki alveoli.

10
Dengan terjadinya edema interstisial, maka pergerakan alveoli akan terganggu sehingga proses
pertukaran udara juga tergangggu. Penderita akan merasa sesak nafas disertai dengan nadi yang
cepat. Bila transudasi sudah masuk ke rongga alveoli, terjadilah edema paru dengan gejala sesak
nafas yang hebat, takikardia, tekanan darah yang menurun, dan kalau tidak dapat diatasi maka
kemudian diikuti oleh syok. Syok in disebut kardiogenik, dimana tekanan diastol sangat rendah,
sehingga tidak mampu lagi memberikan perfusi cukup pada otot-oto jantung.

Gejala

Secara umum gejala asma adalah sesak napas, batuk berdahak dan suara napas yang berbunyi
ngik-ngik dimana seringnya gejala ini timbul pada pagi hari menjelang waktu subuh, hal ini
karena pengaruh keseimbangan hormon kortisol yang kadarnya rendah ketika pagi dan berbagai
faktor lainnya.

Penderita asma akan mengeluhkan sesak nafas karena udara pada waktu bernafas tidak dapat
mengalir dengan lancar pada saluran nafas yang sempit dan hal ini juga yang menyebabkan
timbulnya bunyi ngik-ngik pada saat bernafas. Pada penderita asma, penyempitan saluran
pernafasan yang terjadi dapat berupa pengerutan dan tertutupnya saluran oleh dahak yang
dirpoduksi secara berlebihan dan menimbulkan batuk sebagai respon untuk mengeluarkan dahak
tersebut. Gambar dibawah ini adalah gambar penampang paru dalam keadaan normal dan saat
serangan asma.

Salah satu ciri asma adalah hilangnya keluhan di luar serangan. Artinya, pada saat serangan,
penderita asma bisa kelihatan amat menderita (banyak batuk, sesak napas hebat dan bahkan
sampai seperti tercekik), tetapi di luar serangan dia sehat-sehat saja (bisa main tenis 2 set, bisa
jalan-jalan keliling taman, dan lain-lain). Inilah salah satu hal yang membedakannya dengan
penyakit.

Diagnosis

I. Asma bronkial

a. Melakukan anamnesis

b. Pemeriksaan Fisik

11
Status Generalis :

Compos mentis

Cemas, gelisah, berkeringat

Tekanan darah meningkat

Nadi meningkat

Pulsus paradoksus ( penurunan tekanan darah sistolik lebih dari 10 mmHg


pada waktu inspirasi)

Frekuensi pernafasan meningkat

Sianosis (membiru)

Hipertrofi otot-otot bantu pernafasan

Status Lokalis

Ekspirasi memanjang

Mengi / wheezing

c. Pemeriksaan Penunjang

Laboratorium

- Eosinofil darah meningkat >250/mm3

- Analisa gas darah : hipoksemia, hiperkapnea, asidosis respiratorik

Radiologis

Tidak ada tanda-tanda yang khas. Hanya untuk menyingkirkan penyebab lain
dari obstruksi saluran nafas.

12

Spirometri ( Pemeriksaan Faal Paru)

Pemeriksaan ini selain penting untuk menegakkan diagnosa, juga penting untu
menilai beratnya obstruksi dan hasil pengobatan. Kegunaan spirometri pada
asma dapat disamakan dengan tensimeter pada pasien hipertensi dan
glukometer pada diabetes mellitus. Banyak pasien asma tanpa keluhan, tetapi
pemeriksaan spirometrinya menunjukkan adanya obstruksi.

Pada spirometri akan ditemukan penurunan nilai FEV1 (Forced Expiratory Volume in 1 second)
yang menunjukkan beratnya obstruksi dan penurunan FVC (Forced Vital Capacity) yang
menunjukkan derajat hiperinflasi paru.

Uji Provokasi Bronkus

Dengan inhalasi histamine, metakolin, kegiatan jasmani, udara dingin, larutan


garam hipertonis, bahkan dengan aqua destilata.

Uji Kulit

Menentukan adanya antibody IgE spesifik dalam tubuh (menunjukkan adanya


alergi).

II. Asma cardial

Untuk mendiagnosis asma kardial kita perlu membedakannya dari asma bronchial dari
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Asma kardial merupakan perjalanan
penyakit dari gagal jantung karena itu disertai oleh gejala-gejala gagal jantung lainnya.

a. Anamnesis

Gejala gejala berupa sesak nafas yang spesifik pada saat istirahat atau saat beraktivitas atau
rasa lemah atau tidak bertenaga. Untuk menilai derajat gangguan kapasitas fungsional dar gagal
jantung, New York Heart Association (NYHA) membagi HF menjadi empat klasifikasi.

13
Kelas I : sesak tinbul sdaat beraktivitas berlebih

Kelas II : sesak timbul saat aktivitas sedang

Kelas III : sesak timbul pada saat aktivitas ringan

Kelas IV : sasak timbul pada saat istirahat

Sesak nafas terjadi pada saat berbaring dan dapat dikurangi dengan sikap
duduk atau berdiri (Ortopnue)

Serangan sesak nafas terjadi pada malam hari, pasien yang sedang tertidur
terbangun karena sesak (Paroksismal Nokturnal Dispneu)

Berkeringat dingin dan pucat

Untuk membedakan dengan asma bronchial kita perlu menanyakan apakah


sesak nafasnya terjadi setelah suatu infeksi virus, olah raga, terpapar
allergen, atau karena lonjakan emosi

b. Pemeriksaan fisik

Ditemukannya gejala-gejala :

suara nafas berbunyi pada saat ekspirasi (wheezing)

terdengar bising ekspirasi

fase ekspirasi menjadi lebih panjang

Ditemukan juga gejala-gejala gagal jantung kiri

Takikardi >120/menit

Kardiomegali

Gallop S3

Ronki paru

14
Edema paru

Penurunan kapasitas vital paru

Diagnosis Banding dengan Asma Bronchial

Kadang-kadang suit membedakan edema paru kardiogenik akut dengan Asma Bronkhial yang
berat, karena pada keduanya terdapat sesak nafas yang hebat, pulsus paradoksus, lebih enak
posisi duduk dan wheezing merata yang menyulitkan auskultasi jantung. Pada asma bronchial
terdapat riwayat serangan asma yang sama dan biasanya penderita sudah tau penyakitnya.
Selama serangan akut penderita tidak selalu banyak berkeringat dan hipoksia arterial kalau ada
tidak cukup menimbulkan sianosis. Sebagai tambahan, dada nampak hiperekspansi, hipersonor,
dan penggunaan otot pernafasan sekunder nampak nyata. Wheezing nadanya lebih tinggi dan
musika, suara tambahan seperti ronkhi tidak menonjol. Penderita edema paru akut sering
mengeluarkan banyak keringat dan sianotik akibat adanya desaturasi darah arteri dan penurunan
aliran darah ke kulit. Perkusi paru sering redup, tidak ada hiperekspansi, pemakaian otot
pernafasan sekunder juga tidak begitu menonjol dan selain wheezing terdengar ronkhi basah.
Gambaran radiology paru menunjukkan adanya gambaran edema paru yang membedakan
dengan asma bronchial. Setelah penderita sembuh gambaran edema paru secara radiology
menghilang lebih lambat dibandingkan penurunan tekanan kapiler paru.

Penatalaksanaan

I. Asma bronkial

a. Edukasi Penderita

Penderita dan keluarganya harus mendapatkan informasi dan pelatihan agar dapat mencapai
kendali asma semaksimal mungkin. Diharapkan penderita dan keluarganya dapat membina
hubungan yang kooperatif dengan tingkat kepatuhan yang tinggi. Hal ini diperlukan karena
pengobatan asma merupakan pengobatan jangka panjang.

b. Pengobatan

15
Strategi pengobatan asma dapat ditinjau dari berbagai pendekatan, antara lain:

Mencegah ikatan allergen IgE

- Menghindari paparan allergen

- Hiposensitisasi

Mencegah pelepasan mediator-mediator inflamasi

Pemberian Disodium Chromoglycate (DSCG) dapat menstabilkan dinding


membran dari sel mast atau basofil, sehingga :

- Mencegah terjadinya degranulasi dari sel mast

- Mencegah pelepasan histamine

- Mencegah pelepasan SRS-A

- Mencegah pelepasan ECF-A

Melebarkan saluran nafas dengan bronkhodilator

a. Golongan Adrenergik

b. Golongan Methylxanthine

c. Golongan Antikolinergik

Golongan Adrenergik

Dapat dipakai adrenaline atau obat-obat golongan beta2 agonis


(Metaproterenol, terbutalin, fenoterol, salbutamol, dll). Adrenaline dan beta2
agonis yang short acting hanya digunakan ketika terjadi serangan, sementara
untuk terapi maintenance dapat digunakan beta2 agonis yang long acting.

Penggunaan golongan adrenergik harus lebih hati-hati pada orang tua,


penderita sakit jantung, hipertensi, maupun hipertiroid.

16
Golongan Methylxanthine

Efek methylxanthine adalah menghambat bekerjanya enzim


phosphodiesterase, dimana enzim ini memfasilitasi perubahan c-AMP menjadi
5-AMP.

(ATP oleh enz. Adenyl yl cyclase dirubah menjadi c-AMP, lalu enz.
Phosphodiesterase mengubah c-AMP menjadi 5-AMP).

Contoh obat golongan ini adalah aminofilin. Aminofilin diberikan bila setelah
2 jam pemberian adrenaline tidak memberikan hasil. Aminofilin tidak boleh
diberikan pada pasien yang tekanan darahnya rendah (hipotensi).

Golongan Anti Kolinergik

Efek dari obat-obat ini adalah menghambat enzim guanyl cyclase, dimana
enzim ini mempasilitasi perubahan GTP menjadi c-GMP.

(GTP oleh enz. Guanyl cyclase diubah menjadi c-GMP, lalu oleh enz.
Phosphodiesterase didegradasi menjadi 5-GMP)

Selain itu, obat ini juga dapat meningkatkan efektifitas obat-obat golongan
adrenergik.

Obat-obatan lain yang bisa digunakan sebagai terapi suportif diantaranya :

a) Kortikosteroid

Sebenarnya obat ini tidak mempunyai efek bronkhodilator, tetapi dapat


memperkuat kerja dari obat golongan beta adrenergik dan bisa juga menekan
proses inflamasi.

b) Ekspektorantia

Yang termasuk golongan ini adalah : Glyceril guaiacolat, Kalium iodide, N-


Acetyl-Cystein.

c) Antibiotika

17
Hanya diberikan bila ada tanda-tanda infeksi skunder.

II. Asma cardial

Ditujukan terhadap 3 hal yaitu :

a. Pengobatan non-spesifik Payah Jantung Kiri Akut.

b. Pengobatan faktor presipitasi.

c. Pengobatan penyakit dasar jantungnya

Pencegahan

1. Memperbaiki keadaan lingkungan

Keadaan lingkungan yang bersih dan aman merupakan lingkungan untuk tempat tinggal dan
menghindari diri dari serangan alergi penyebab asma. Menjaga lingkungan agar selalu bersih,
rapi dan aman merupakan cara terbaik yang dapat dilakukan untuk menghindari risiko dari
jangkitan virus penyebab asma seperti debu, polusi udara dan radikal bebas yang dapat datang
dari lingkungan sekitar.

2. Menghindari faktor penyebab asma

Untuk menghindari penyakit asma adalah dengan faktor penyebab asma seperti debu, polusi
udara, dan paparan radikal bebas. Untuk menghindari penyebab asma dapat dilakukan mulai dari
lingkungan di dalam rumah seperti membersihkan peralatan rumah tangga, merubah tata ruang
dan peralatan rumah, dan berbagai cara lainnya.

3. Menjauhkan diri dari kebiasaan buruk

Asma tidak hanya datang dari serangan polusi udara atau keturunan keluarga. Asma juga dapat
muncul dari penyebab lain seperti rokok, minuman bersoda dan minuman beralkohol. Bagi
mereka perokok aktif disarankan untuk mengurangi konsumsi rokok atau menghindari rokok.

Referensi

Djojodibroto, R.Darmanto. 2009. Respirology (respiratory Medicine). Jakarta : EGC

18
http://staff.uny.ac.id/

http://library.usu.ac.id/

3.3.b FLU BURUNG

Definisi
Penyakit flu burung atau flu unggas (Bird Flu, Avian Influenza) adalah suatu penyakit
menular yang disebabkan oleh virus influenza tipe A dan ditularkan oleh unggas. Flu Burung
adalah penyakit influenza pada unggas, baik burung, bebek, ayam, serta beberapa binatang yang
lain seperti babi. Data lain menunjukkan penyakit ini bisa terdapat burung puyuh dan burung
onta.Penyakit ini menular dari burung ke burung, tetapi dapat juga menular ke manusia. Penyakit
ini dapat menular lewat udara yang tercemar virus H5N1 yang berasal dari kotoran atau sekreta
burung atau unggas yang menderita influenza. Sampai saat ini belum terbukti adanya penularan
dari manusia ke manusia.
Epidemiologi

Di Indonesia, flu burung telah menyerang peternakan unggas pada pertengahan Agustus
2003. Pada januari 2004, dibeberapa propinsi di Indonesia terutama Bali, Botabek, Jawa Timur,
Jawa Tengah, Kalimantan Barat dan Jawa Barat dilaporkan adanya kasus kematian ayam ternak
yang luar biasa. Awalnya kematian tersebut disebabkan oleh karena virus new castle ,namun konfirmasi
terakhir oleh Departemen Pertanian disebabkan oleh virus flu burung (Avian influenza (AI)). Jumlah unggas yang
mati akibat wabah penyakit flu burung di 10 propinsi di Indonesia sangat besar yaitu 3.842.275 ekor (4,77%) dan
yang paling tinggi jumlah kematiannya adalah propinsi Jawa Barat (1.541.427 ekor). Sampai awal 2007
menurut Direktorat Kesehatan Hewan, Ditjen Peternakan Departemen Pertanian tercatat 30
provinsi mencakup 233 kabupaten/kota yang dinyatakan tertular flu burung pada unggas. Pada
manusia pertama kali terjadi pada bulan Juni 2005 dimana virus flu burung/H5N1 telah
menyerang tiga orang dalam satu keluarga dan mengakibatkan kematian ketiganya. Sejak saat itu
jumlah penderita flu burung terus bertambah, sampai Maret 2007 jumlah penderita flu burung
yang terkonfirmasi sebanyak 89 orang dan 68 orang diantaranya meninggal (berarti Case
Fatality Rate nya sekitar 76,4%).
Etiologi

19
Penyebab flu burung adalah virus influenza, yang termasuk tipe A subtipe H5, H7 dan H9.
Virus H9N2 tidak menyebabkan penyakit berbahaya pada burung, tidak seperti H5 dan H7.
Virus flu burung atau avian influenza ini awalnya hanya ditemukan pada binatang seperti
burung, bebek dan ayam. Namun sejak 1997, virus ini mulai "terbang" ke manusia ( penyakit
zoonosis ). Subtipe virus yang ditemukan pada akhir tahun 2003 dan awal tahun 2004, baik pada
unggas maupun pada pasien di Vietnam dan Thailand, adalah jenis H5N1. Perlu diketahui bahwa
virus influenza pada umumnya, baik pada manusia atau pada unggas, adalah dari kelompok
famili Orthomyxoviridae. Ada beberapa tipe virus influenza pada manusia dan binatang yaitu
virus influenza tipe A, B dan C. Virus influenza tipe A memiliki dua sifat mudah berubah :
antigenic shift dan antigenic drift, dan dapat menyebabkan epidemi dan pandemi. Pada manusia,
virus A dan B dapat menyebabkan wabah flu yang cukup luas.
Patofisiologi

Flu burung bisa menulari manusia bila manusia bersinggungan langsung dengan ayam atau
unggas yang terinfeksi flu burung. Virus flu burung hidup di saluran pencernaan unggas. Unggas
yang terinfeksi dapat pula mengeluarkan virus ini melalui tinja, yang kemudian mengering dan
hancur menjadi semacam bubuk. Bubuk inilah yang dihirup oleh manusia atau binatang lainnya.
Menurut WHO, flu burung lebih mudah menular dari unggas ke manusia dibanding dari manusia
ke manusia. Belum ada bukti penyebaran dari manusia ke manusia, dan juga belum terbukti
penularan pada manusia lewat daging yang dikonsumsi. Satu-satunya cara virus flu burung dapat
menyebar dengan mudah dari manusia ke manusia adalah jika virus flu burung tersebut
bermutasi dan bercampur dengan virus flu manusia. Virus ditularkan melalui saliva dan feses
unggas. Penularan pada manusia karena kontak langsung, misalnya karena menyentuh unggas
secara langsung, juga dapat terjadi melalui kendaraan yang mengangkut binatang itu, di
kandangnya dan alat-alat peternakan ( termasuk melalui pakan ternak ). Penularan dapat juga
terjadi melalui pakaian, termasuk sepatu para peternak yang langsung menangani kasus unggas
yang sakit dan pada saat jual beli ayam hidup di pasar serta berbagai mekanisme lain. Secara
umum, ada 3 kemungkinan mekanisme penularan dari unggas ke manusia.Dalam hal penularan
dari unggas ke manusia, perlu ditegaskan bahwa penularan pada dasarnya berasal dari unggas
sakit yang masih hidup dan menular. Unggas yang telah dimasak, digoreng dan lain-lain, tidak
menularkan flu burung ke orang yang memakannya. Virus flu burung akan mati dengan
pemanasan 80C selama 1 menit.

20
Kemampuan virus flu burung adalah membangkitkan hampir keseluruhan respon "bunuh
diri" dalam sistem imunitas tubuh manusia. Makin banyak virus itu tereplikasi, makin banyak
pula produksi sitokin-protein dalam tubuh yang memicu peningkatan respons imunitas dan
berperan penting dalam peradangan. Sitokin yang membanjiri aliran darah karena virus yang
bertambah banyak, justru melukai jaringan tubuh (efek bunuh diri). Flu Burung banyak
menyerang anak-anak di bawah usia 12 tahun. Hampir separuh kasus flu burung pada
manusia menimpa anak-anak, karena sistem kekebalan tubuh yang belum begitu kuat.
Tanda dan Gejala

Tanda dan Gejala Pada Unggas


Gejala pada unggas yang sakit cukup bervariasi, mulai dari gejala ringan (nyaris
tanpa gejala), sampai sangat berat. Hal ini tergantung dari keganasan virus, lingkungan,
dan keadaan unggas sendiri. Gejala yang timbul seperti jengger berwarna biru, kepala
bengkak, sekitar mata bengkak, demam, diare, dan tidak mau makan. Dapat terjadi
gangguan pernafasan berupa batuk dan bersin. Gejala awal dapat berupa gangguan
reproduksi berupa penurunan produksi telur. Gangguan sistem saraf dalam bentuk
depresi. Pada beberapa kasus, unggas mati tanpa gejala. Kematian dapat terjadi 24 jam
setelah timbul gejala. Pada kalkun, kematian dapat terjadi dalam 2 sampai 3 hari.
Tanda dan Gejala pada manusia
Gejalanya demam, batuk, sakit tenggorokan, sakit kepala, nyeri otot dan sendi,
sampai infeksi selaput mata ( conjunctivitis ). Bila keadaan memburuk, dapat terjadi
severe respiratory distress yang ditandai dengan sesak nafas hebat, rendahnya kadar
oksigen darah serta meningkatnya kadar CO2.
Masa Inkubasi

- Pada Unggas : 1 minggu

- Pada Manusia : 1-3 hari , Masa infeksi 1 hari sebelum sampai 3-5 hari sesudah timbul gejala.Pada anak sampai
21 hari .

Alurdiagnostik

Anamnesis
Identitas /biodata klien

21
Meliputi nama lengkap, tempat tanggal lahir, asal suku bangsa, nama orangtua,
pekerjaan orangtua, dan penghasilan.
Keluhan utama
Panas tinggi > 380c lebih dari 3 hari, pilek, batuk, sesak napas, sakit kepala, nyeri
otot, sakit tenggorokan
Riwayat penyakit sekarang
a. Suhu badan meningkat, nafsu mkan berkurang,/tidak ada.
b. Infeksi paru
c. Batuk dan pilek
d. Infeksi selaput mata
Pemeriksaan Fisik
a. Kulit : Tidak terjadi infeksi pada sistem integumen
b. Mata : orang yang terkena flu burung sklera merah, ada nya nyeri tekan, infeksi
selaput mata.
c. Mulut dan Lidah : Lidah kotor, mlutnya kurang bersih, mukosa bibir kering.
Pemeriksaaan penunjang
Pemeriksaan Laboratorium
Setiap pasien yang datang dengan gejala klinis seperti di atas dianjurkan untuk
sesegera mungkin dilakukan pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan darah
rutin (Hb, Leukosit, Trombosit, Hitung .Jenis Leukosit), spesimen serum, aspirasi
nasofaringeal. apus hidung dan tenggorok untuk konfirmasi diagnostik. Diagnosis flu
burung dibuktikan dengan :
1) Uji RT-PCR (Reverse Transcnptr'on Polymerase Chain Reaction) untuk H5.
2) Biakan dan identifikasi virus influenza A subtipe H5N1
3) Uji Seroiogi :
3.1. Peningkatan 34 kali lipat titer antibodi netralisasi untuk H5Nl dari spesimen
konvalesen dibandingkan dengan spesirnen akut (diambil 7 hari setelah awitan
gejala penyakit), dan titer antibodi netraiisasi konvalesen harus pula 1 / 80.
3.2. Titer antibodi mikronetralisasi H5N1 1 / 80 pada spesimen serum yang
diambil pada hari ke 314 setelah awitan (onset penyakit) disertai hasil positif uji

22
serologi lain, misalnya titer HI sel darah merah kuda 1/160 atau Western Blot
spesik H5 positif.
Pemeriksaan lain dilakukan untuk tujuan mengarahkan diagnostik ke arah
kemungkinan flu burung dan menentukan berat ringannya derajat penyakit.
Pemeriksaan yang dilakukan adalah :
a) Pemeriksaan Hematologi : Hemoglobin. leukosit, trombosit, hitung jenis
leukosit, limfosit total. Umumnya ditemukan leukopeni iimfositopeni dan
trombositopeni.
b) Pemeriksaan Kimia darah : Albumin, Globuiin, SGOT, SGPT, Ureum,
Kreatinin, Kreatin Kinase, Analisis Gas Darah. Umumnya dijumpai penurunan
Albumin, peningkatan SGOT dan SGPT, peningkatan Ureum dan Kreatinin, dan
peningkatan Kreatin Kinase, sedangkan Analisis Gas Darah dapat normal atau
abnormal. Kelainan laboratorium sesuai dengan perjalanan penyakit dan
komplikasi yang ditemukan.
Pemeriksaan Radiologik
Pemeriksaan foto toraks PA dan Lateral harus dilakukan pada setiap tersangka flu
burung. Gambaran inltrat di paru menunjukkan bahwa kasus ini adalah
pneumonia. Pemeriksaan lain yang dianjurkan adalah pemeriksaan CT Scan untuk
kasus dengan gejala klinik u burung tetapi hasil foto toraks normal sebagai
langkah diagnostik dini.
Pemeriksaan Post Mortem
Pada pasien yang meninggal sebelum diagnosis flu burung tertegakkan.
dianjurkan untuk mengambil sediaan post-mortem dengan jalan biopsi pada
mayat (necropsi), spesimen dikirim untuk pemeriksaan patologi anatomi dan
PCR.
Penatalaksanaan

Dapat bersifat simtomatik sesuai gejala yang ada; jika batuk dapat diberi obat batuk dan jika
sesak dapat diberi bronkodilator. Pasien juga harus mendapat terapi suportif, makanan yang baik
dan bergizi, jika perlu diinfus dan istirahat cukup. Secara umum daya tahan tubuh pasien
haruslah ditingkatkan. Selain itu dapat pula diberikan obat anti virus. Ada 2 jenis yang tersedia :
kelompok M2 inhibitors yaitu amantadine dan rimantadine serta kelompok dari neuraminidase
23
inhibitors yaitu oseltamivir dan zanimivir. Amantadine dan rimantadine diberikan pada awal
penyakit, 48 jam pertama selama 3 - 5 hari, dengan dosis 5 mg/kg bb./hari, dibagi 2 dosis. Jika
berat badan lebih dari 45 kg diberikan 100 mg 2 kali sehari. Sedangkan oseltamivir diberikan 75
mg, 1 kali sehari selama 1 minggu. Pengalaman tahun 1997 di Hongkong menunjukkan bahwa
amantadine dan rimantadine masih sensitif terhadap H5N1 secara in vitro, sementara di Vietnam
(2004) pernah dilaporkan kedua obat itu sudah tidak mempan lagi terhadap jenis virus yang ada
di sana. Tetapi laporan WHO Global Influenza Surveillance Network yang melakukan penelitian
pada 4 isolat H5N1 dari manusia dan 33 isolat dari unggas pada bulan Februari 2004
menunjukkan oseltamivir masih sensitif terhadap virus yang ada.

Pencegahan

Kebiasaan pola hidup sehat tetap berperanan penting. Secara umum pencegahan flu tentunya
tetap menjaga daya tahan tubuh, makan yang seimbang dan bergizi, istirahat teratur dan olahraga
teratur. Penanggulangan terbaik saat ini memang berupa penanganan langsung pada unggas yaitu
pemusnahan unggas atau burung yang terinfeksi flu burung, dan vaksinasi unggas yang sehat.

Pencegahan pada manusia


a. Kelompok berisiko tinggi ( pekerja peternakan dan pedagang )
Mencuci tangan dengan desinfektan dan mandi sehabis bekerja.
Hindari kontak langsung dengan unggas yang terinfeksi flu burung.
Menggunakan alat pelindung diri ( contoh : masker dan pakaian kerja ).
Meninggalkan pakaian kerja di tempat kerja.
Bahan yang berasal dari saluran cerna unggas, seperti tinja harus ditatalaksana dengan
baik ( ditanam atau dibakar ) agar tidak menjadi sumber penularan bagi orang di
sekitarnya.
Kandang dan tinja tidak boleh dikeluarkan dari lokasi peternakan.
Alat-alat yang digunakan dalam peternakan harus dicuci dengan desinfektan.
Bersihkan kandang dan alat transportasi yang membawa unggas.
Lalu lintas orang keluar masuk kandang dibatasi.
Imunisasi unggas yang sehat
b. Masyarakat Umum
Menjaga daya tahan tubuh dengan makan makanan bergizi dan istirahat cukup.

24
Tidak mengimpor daging ayam dari tempat yang diduga terkena wabah avian flu
Mengolah unggas dengan cara yang benar, yaitu :
1. Pilih unggas yang sehat (tidak terdapat gejala-gejala penyakit di tubuhnya).
2. Memasak daging ayam sampai dengan suhu 80C selama 1 menit dan telur
sampai dengan suhu 64C selama 5 menit.
3.3.c PNEUMONIA

Definisi

Pneumonia adalah penyakit saluran napas bawah (lower respiratory tract (LRT)) akut,
biasanya disebabkan oleh infeksi. Sebenarnya pneumonia bukan penyakit tunggal. Penyebabnya
bisa bermacam-macam dan diketahui ada sumber infeksi, dengan sumber utama bakteri, virus,
mikroplasma, jamur, berbagai senyawa kimia maupun partikel. Penyakit ini dapat terjadi pada
semua umur, walaupun manifestasi klinik terparah muncul pada anak, orang tua dan penderita
penyakit kronis.

Etiologi

Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme yaitu bakteri, virus,
jamur, dan protozoa.

Daftar mikroorganisme yang menyebabkan pneumonia

Infeksi Bakteri Infeksi Atipikal Infeksi Jamur

Streptococcus pneumonia
Mycoplasma pneumoniae
Haemophillus influenza Aspergillus
Legionella pneumophillia
Klebsiella pneumoniae Histoplasmosis
Coxiella burnetii
Pseudomonas aeruginosa Candida Nocardia
Chlamydia psittaci
Gram-negatif (E. Coli)

Infeksi Virus Infeksi Protozoa Penyebab Lain

25
Influenza Aspirasi

Coxsackie Pneumocytis carinii Pneumonia lipoid

Adenovirus Toksoplasmosis Bronkiektasis

Sinsitial respiratori Amebiasis Fibrosis kistik

Faktor Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Pneumonia

Diketahui beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya pneumonia yaitu:

1. Mekanisme pertahanan paru

Paru berusaha untuk mengeluarkan berbagai mikroorganisme yang terhirup seperti partikel debu
dan bahan-bahan lainnya yang terkumpul di dalam paru. Beberapa bentuk mekanisme ini antara
lain bentuk anatomis saluran napas, reflex batuk, sistem mukosilier, juga sistem fagositosis yang
dilakukan oleh sel-sel tertentu dengan memakan partikel-partikel yag mencapai permukaan
alveoli. Bila fungsi ini berjalan baik, maka bahan infeksi yang bersifat infeksius dapat
dikeluarkan dari saluran pernapasan, sehingga pada orang sehat tidak akan terjadi infeksi serius..
Infeksi saluran napas berulang terjadi akibat berbagai komponen sistem pertahanan paru yang
tidak bekerja dengan baik.

2. Kolonisasi bakteri di saluran pernapasan

Di dalam saluran napas atau cukup banyak bakteri yang bersifat komnesal. Bila jumlah mereka
semakin meningkat dan mencapai suatu konsentrasi yang cukup, kuman ini kemudian masuk ke
saluran napas bawah dan paru, dan akibat kegagalan mekanisme pembersihan saluran napas,
keadaan ini bermanifestasi sebagai penyakit. Mikroorganisme yang tidak menempel pada
permukaan mukosa saluran anaps akan ikut dengan sekresi saluran napas dan terbawa bersama
mekanisme pembersihan, sehingga tidak terjadi kolonisasi.

3. Pembersihan saluran napas terhadap bahan infeksius

26
Saluran napas bawah dan paru berulangkali dimasuki oleh berbagai mikroorganisme dari saluran
napas atas, akan tetapi tidak menimbulkan sakit, ini menunjukkan adanya suatu mekanisme
pertahanan paru yang efisien sehingga dapat menyapu bersih mikroorganisme sebelum mereka
bermultiplikasi dan menimbulkan penyakit. Pertahanan paru terhadap bahan- bahan berbahaya
dan infeksius berupa reflex batuk, penyempitan saluran napas, juga dibantu oleh respon imunitas
humoral.

Klasifikasi Pneumonia

a. Pneumonia yang didapat dari komunitas (community acquired pneumonia, CAP): pneumonia
yang didapatkan di masyarakat yaitu terjadinya infeksi di luar lingkungan rumah sakit. Infeksi
LRT yang terjadi dalam 48 jam setelah dirawat di rumah sakit pada pasien yang belum pernah
dirawat di rumah sakit selama > 14 hari.

b. Pneumonia yang didapat dari rumah sakit (nosokomial): pneumonia yang terjadi selama atau
lebih dari 48 jam setelah masuk rumah sakit. jenis ini didapat selama penderita dirawat di rumah
sakit (Farmacia, 2006). Hampir 1% dari penderita yang dirawat di rumah sakit mendapatkan
pneumonia selama dalam perawatannya. Demikian pula halnya dengan penderita yang dirawat di
ICU, lebih dari 60% akan menderita pneumonia.

c. Pneumonia aspirasi/anaerob: infeksi oleh bakteroid dan organisme anaerob lain setelah
aspirasi orofaringeal dan cairan lambung. Pneumonia jenis ini biasa didapat pada pasien dengan
status mental terdepresi, maupun pasien dengan gangguan refleks menelan.

d. Pneumonia oportunistik: pasien dengan penekanan sistem imun (misalnya steroid, kemoterapi,
HIV) mudah mengalami infeksi oleh virus, jamur, dan mikobakteri, selain organisme bakteria
lain.

e. Pneumonia rekuren: disebabkan organisme aerob dan aneorob yang terjadi pada fibrosis kistik
dan bronkietaksis.

Epidemiologi

Insidensi tahunan: 5-11 kasus per 1.000 orang dewasa; 15-45% perlu di rawat dirumah sakit
(1-4 kasus), dan 5-10% diobati di ICU. Insidensi paling tinggi pada pasien yang sangat muda dan
usia lanjut. Mortalitas: 5-12% pada pasien yang dirawat di rumah sakit; 25-50% pada pasien ICU

27
(Jeremy, 2007). Di United States, insidensi untuk penyakit ini mencapai 12 kasus tiap 1.000
orang dewasa. Kematian untuk pasien rawat jalan kurang dari 1%, tetapi kematian pada pasien
yang dirawat di rumah sakit cukup tinggi yaitu sekitar 14% (Alberta Medical Association, 2002).
Di negara berkembang sekitar 10-20% pasien yang memerlukan perawatan di rumah sakit dan
angka kematian diantara pasien tersebut lebih tinggi, yaitu sekitar 30-40% (Sajinadiyasa, 2011).
Di Indonesia sendiri, insidensi penyakit ini cukup tinggi sekitar 5-35% dengan kematian
mencapai 20-50%.

Patifisiologi

Dalam keadaan sehat, pada pru tidak akan terjadi pertumbuhan mikroorganisme, keadaan ini
disebabkan oleh adanya mekanisme pertahanan paru. Terdapatnya bakteri di paru merupakan
akibat ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh, mikroorganisme dan lingkungan, sehingga
mikroorganisme dapat berkembang biak dan berakibat timbulnya sakit.

Masuknya mikroorganisme ke saluran napas dan paru dapat memlalui berbagai cara:

a. Inhalasi langsung dari udara

b. Aspirasi dari bahan-bahan yang ada di nasofaring dan orofaring

c. Perluasan langsung dari tempat-tempat lain

d. Penyebaran secara hematogen.

Gejala

Gambaran klinis biasanya didahului oleh infeksi saluran napas akut bagian atas selama
beberapa hari, kemudian diikuti dengan demam, menggigil, suhu tubuh kadang-kadang melebihi
40oC, sakit tenggorok, nyeri otot, dan sendi. Juga disertai batuk, dengan sputum purulen,
kadang-kadang berdarah (Supandi, 1992). Pada pasien muda atau tua dan pneumonia atipikal
(misalnya Mycoplasma), gambaran nonrespirasi (misalnya konfusi, ruam, diare) dapat menonjol.

Alur diagnostic
Anamnesis

Keluhan utama yang sering terjadi pada pasien pneumonia adalah sesak napas,
peningkatan suhu tubuh, dan batuk. Pada pasien dengan pneumonia, keluhan batuk biasanya
timbul mendadak dan tidak berkurang setelah meminum obat batuk yang biasanya tersedia di
pasaran. Pada awalnya keluhan batuk yang tidak produktif, tapi selanjutnya akan
berkembang menjadi batuk produktif dengan mucus purulen kekuning-kuningan, kehijau-

28
hijauan, dan seringkali berbau busuk. Pasien biasanya mengeluh mengalami demam tinggi
dan menggigil. Adanya keluhan nyeri dada, sesak napas, peningkatan frekuensi pernapasan,
lemas, dan kepala nyeri.

Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi
Perlu diperhatikan adanya takipnea dispne, sianosis sirkumoral, pernapasan cuping hidung,
distensi abdomen, batuk semula nonproduktif menjadi produktif, serta nyeri dada pada
waktu menarik napas. Batasan takipnea pada anak berusia 12 bulan 5 tahun adalah 40 kali
/ menit atau lebih. Perlu diperhatikan adanya tarikan dinding dada ke dalam pada fase
inspirasi. Pada pneumonia berat, tarikan dinding dada kedalam akan tampak jelas.
b. Palpasi
Suara redup pada sisi yang sakit, hati mungkin membesar, fremitus raba mungkin meningkat
pada sisi yang sakit, dan nadi mungkin mengalami peningkatan atau tachycardia
c. Perkusi
Suara redup pada sisi yang sakit.
d. Auskultasi
Auskultasi sederhana dapat dilakukan dengan cara mendekatkan telinga ke hidung / mulut
bayi. Pada anak yang pneumonia akan terdengar stridor. Sementara dengan stetoskop, akan
terdengar suara napas berkurang, ronkhi halus pada sisi yang sakit, dan ronkhi basah pada
masa resolusi. Pernapasan bronchial, egotomi, bronkofoni, kadang terdengar bising gesek
pleura.

Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan laboraturium

Leukosit 18.000 40.000 / mm3


Hitung jenis didapatkan geseran ke kiri.
LED meningkat
2. X-foto dada

Terdapat bercak bercak infiltrate yang tersebar (bronco pneumonia) atau yang
meliputi satu/sebagian besar lobus/lobule.

Penatalaksanaan
a. Terapi antibiotika awal: menggambarkan tebakan terbaik berdasarkan pada klasifikasi
pneumonia dan kemungkinan organisme, karena hasil mikrobiologis tidak tersedia selama
12-72 jam. Tetapi disesuaikan bila ada hasil dan sensitivitas antibiotika.

29
b. Tindakan suportif: meliputi oksigen untuk mempertahankan PaO2 > 8 kPa (SaO2 < 90%)
dan resusitasi cairan intravena untuk memastikan stabilitas hemodinamik. Bantuan ventilasi:
ventilasi non invasif (misalnya tekanan jalan napas positif kontinu (continous positive airway
pressure), atau ventilasi mekanis mungkin diperlukan pada gagal napas. Fisioterapi dan
bronkoskopi membantu bersihan sputum.

Daftar nama kuman penyebab pneumonia dan terapi empiris antibiotika yang digunakan.

30
31
Penyebab Kekagalan Terapi

Kepekaan kuman terhadap antibiotika tertentu tidak dapat menjamin efektivitas klinis.
Faktor berikut dapat menjadi penyebab kegagalan terapi:a. Dosis kurang

Dosis suatu antibiotika seringkali bergantung dari tempat infeksi, walaupun kuman
penyebanya sama. Sebagai contoh dosis penisilin G yang diperlukan untuk mengobati meningitis
oleh Pneumococcus jauh lebih tinggi daripada dosis yang diperlukan untuk pengobatan infeksi
saluran napas bawah yang disebabkan oleh kuman yang sama.

b. Masa terapi yang kurangKonsep lama yang menyatakan bahwa untuk setiap jenis infeksi
perlu diberikan antimikroba tertentu selama jangka waktu tertentu kini telah ditinggalkan. Pada
umunya para ahli cenderung melakukan individualisasi masa terapi, yang sesuai dengan tercapai
respon klinik yang memuaskan. Namun untuk penyakit tertentu seperti tuberkulosis paru tetap
dipertahankan masa terapi yang cukup walaupun perbaikan klinis cepat terlihat.

c. Kesalahan dalam menetapkan etiologiDemam tidak selalu disebabkan oleh kuman, virus,
jamur, parasit, reaksi obat, dan lain-lain dapat meningkatkan suhu badan. Pemberian antibiotika
yang lazim diberikan dalam keadaan ini tidak bermanfaat.

d. Pilihan antibotika yang kurang tepatSuatu daftar antibiotika yang dinyatakan efektif dalam
uji sensitivitas tidak dengan sendirinya menyatakan bahwa setiap antibiotika akan memberikan
aktivitas klinik yang sama. Disini dokter harus dapat mengenali dan memilih antibiotika yang
secara klinis merupakan obat terpilih untuk suatu kuman tertentu. Sebagai contoh obat terpilih
untuk infeksi S. faecalis adalah ampisilin, walaupun secara in vitro kuman tersebut juga
dinyatakan sensitif terhadap sefamandol atau gentamisin.

e. Faktor pasienKeadaan umum yang buruk dan gangguan mekanisme pertahanan tubuh
(selular dan humoral) merupakan faktor penting yang menyebabkan gagalnya terapi antibotika.
Sebagai contoh obat imunosupresan, AIDS.

3.3.d ABSES PARU

Definisi

Abses paru adalah infeksi destruktif berupa lesi nekrotik pada jaringan paru yang
terlokalisir sehingga membentuk kavitas yang berisi nanah (pus) dalam parenkim paru pada satu
lobus atau lebih. Abses paru lebih sering terjadi pada laki-laki disbanding perempuan dan
umumnya terjadi pada umur tua karena terdapat peningkatan insiden penyakit periodontal.

32
Epidemiologi
Berdasarkan jenis kelamin, abses paru lebih sering terjadi pada laki-laki dibanding
perempuan. Abses paru lebih sering terjadi pada pasien usia lanjut karena peningkatan kejadian
penyakit periodontal dan peningkatan prevalensi disfagia dan aspirasi. Namun, serangkaian
kasus abses paru di pusat perkotaan dengan prevalensi tinggi alkoholisme melaporkan rata-rata
penderita abses baru berusia 41 tahun.1,2
Insidensi abses paru tidak diketahui, meskipun terlihat pertumbuhannya tidak fluktuatif dan
insidensinya juga terlihat menurun sejak diperkenalkannya antibiotik (khususnya penisilin).
Sejak 1943-1956, Massachusetts General Hospital melaporkan sebanyak 10-11 kasus abses paru
per 10.000 penderita yang masuk rumah sakit pada masa pre-antibiotik dibandingkan dengan 1-2
kasus per penderita yang masuk rumah sakit pada masa post-antibiotik. Pada tahun 1984-1986
kasus yang ditangani The Beth Israel Deacones Medical Centers menunjukkan bahwa abses
paru mewakili kira-kira 0,2 % dari seluruh kasus penumonia membutuhkan perawatan rumah
sakit. Penurunan kasus abses paru berhubungan dengan penggunaan dini dan luas antimikroba
yang efektif, peningkatan manajemen perawatan pasien yang tidak sadar, dan peningkatan
manajemen perawatan pasien yang dianestesi.7

Etiologi

Abses paru dapat disebabkan oleh berbagai mikroorganisme yaitu :

Kelompok bakteri anaerob, biasanya diakibatkan oleh pneumonia


Bacteriodes melaninogenus
Bacteriodes fragilis
Peptostreptococcus species
Bacillus intermedius
Fusobacterium nucleatum
Microaerophilic streptococcus
Bakteri anaerob meliputi 89% penyebab abses paru dan 85%-100% dari specimen
yang didapat melalui aspirasi transtrakheal.

Kelompok Bakteri aerob :

- Gram Positif :
- Staphylococcus aureus
- Streptococcus microaerophilic

33
- Streptococcus pyogenes
- Streptococcus pneumonia
- Gram Negatif :
- Klebsiella pnemoniae
- Pseudomonas aeruginosa
- Escherichia coli
- Haemophilus influenza
- Actinomyces species
- Nocardia species

Patofisiologi

Bermacam-macam faktor yang berinteraksi dalam terjadinya abses paru seperti daya tahan
tubuh dan tipe dari mikroorganisme pathogen yang menjadi penyebab. Terjadinya abses paru
biasanya melalui dua cara yaitu aspirasi dan hematogen. Yang paling sering dijumpai adalah
kelompok abses paru bronkogenik yang termasuk akibat aspirasi, stasis sekresi, benda asing,
tumor dan struktur bronkial. Keadaan ini menyebabkan obstruksi bronkus dan terbawanya
organisme virulen yang akan menyebabkan terjadinya infeksi pada daerah distal obstruksi
tersebut. Abses jenis banyak terjadi pada pasien bronchitis kronik karena banyaknya mucus pada
saluran napas bawahnya yang merupakan kultur media yang sangat baik bagi organisme yang
teraspirasi. Pada perokok usia lanjut keganasan bronkogenik bisa merupakan dasar untuk
terjadinya abses paru.

Secara Hematogen, yang paling sering terjadi adalah akibat septikemi atau sebagai fenomena
septik emboli, sekunder dari focus infeksi dari bagian lain tubuhnya seperti tricuspid valve
endocarditis. Penyebaran hematogen ini umumnya akan berbentuk abses multiple dan biasanya
disebabkan oleh stafilokokus. Penganganan abses multiple dan kecil-kecil adalah lebih sulit dari
abses single walaupun ukurannya besar. Secara umum diameter abses paru bervariasi dari
beberapa mm sampai dengan cm atau lebih.

Disebut abses primer bila infeksi diakibatkan aspirasi atau pneumonia yang terjadi pada
orang normal, sedangkan abses sekunder bila infeksi terjadi pada orang yang sebelumnya sudah
mempunyai kondisi seperti obstruksi, bronkiektasis dan gangguan imunitas.

Selain itu abses paru dapat terjadi akibat necrotizing pneumonia yang menyebabkan
terjadinya nekrosis dan pencairan pada daerah yang mengalami konsolidasi, dengan organisme
penyebabnya paling sering ialah Staphylococcus aureus, Klebsiella pneumonia dan grub
pseudomonas. Abses yang terjadi biasanya multiple dan berukuran kecil-kecil(<2cm).

Bulla atau kista yang sudah ada bisa berkembang menjadi abses paru. Kista bronkogenik
yang berisi cairan dan elemen sekresi epitel merupakan media kultur untuk tumbuhnya
mikroorganisme. Bila kista tersebut mengalami infeksi oleh mikroorganisme yang virulens maka
akan terjadilah abses paru.
34
Abses paru biasanya satu(single), tapi bisa multiple yang biasanya unilateral pada satu paru,
yang terjadi pada pasien dengan keadaan umum yang jelek atau pasien yang mengalami penyakit
menahun seperti malnutrisi, sirosis hati, gangguan imunologis yang menyebabkan daya tahan
tubuh menurun, atau penggunaan sitostatika. Abses akibat aspirasi paling sering terjadi pada
segmen posterior lobus atas dan segmen apical lobus bawah, dan sering terjadi pada paru kanan,
karena bronkus utama kanan lebih lurus disbanding kiri.

Abses bisa mengalami rupture kedalam bronkus, dengan isinya diekspektorasikan keluar
dengan meninggalkan kavitas yang berisi air dan udara. Kadang-kadang abses rupture ke rongga
pleura sehingga terjadi empyema yang bisa diikuti dengan terjadinya fistula bronkopleura.

Gambaran Klinis

Onset penyakit bisa berjalan lambat atau mendadak/akut. Disebut abses akut bila terjadinya
kurang dari 4-6 minggu. Umumnya pasien mempunyai riwayat perjalanan penyakit 1-3 minggu
dengan gejala awal adalah badan terasa lemah, tidak nafsu makan, penurunan berat badan, batuk
kering, keringat malam, demam intermitten bisa disertai menggigil dengan suhu tubuh mencapai
39,4 derajat celcius atau lebih. tidak ada demam tidak menyingkirkan adanya abses paru. Setelah
beberapa hari dahak bisa menjadi purulent dan bisa mengandung darah.

Kadang-kadang kita belum curiga adanya abses paru sampai dengan abses tersebut
menembus bronkus dan mengeluarkan banyak sputum dalam beberapa jam sampai dengan
beberapa hari yang bisa mengandung jaringan paru yang mengalami ganggren. Sputum yang
berbau amis dan berwarna anchovy menunjukkan penyebabnya bakteri anaerob. Bila terdapat
nyeri dada menunjukkan keterlibatan pleura. Batuk darah bisa dijumpai, biasanya ringan tetapi
ada yang masif.

Pada beberapa penyakit berjalan sangat akut dengan mengeluarkan sputum yang berjumlah
banyak dengan lokasi abses biasanya di segmen apical lobus atas. Sedangkan abses paru
sekunder seperti yang disebabkan oleh septic emboli paru dengan infark, abses sudah bisa timbul
hanya dalam waktu 2-3 hari.

Pemeriksaan fisik yang ditemukan adalah suhu badan meningkat sampai 40 derajat celcius,
pada paru ditemukan kelainan seperti nyeri tekan local, pada daerah terbatas perkusi terdengar
redup dengan suara napas bronkial. Bila abses luas dan letaknya dekat dengan dinding dada
kadang-kadang terdengar suara amforik. Suara napas bronkial atau amforik terjadi bila
kavitasnya besar dank arena bronkus masih tetap dalam keadaan terbuka disertai oleh adanya
konsolidasi sekitar abses dan drainase abses yang baik. Biasanya juga akan terdengar suara
ronkhi.

Diagnostik

- Laboratorium

35
Hitung leukosit umumnya tinggi berkisar 10.000-30.000/mm3 dengan hitung jenis
bergeser kekiri dan sel PMN yang banyak terutama netropil yang immature. Bila abses
berlangsung lama sering ditemukan adanya anemia. Pemeriksaan dahak dapat membantu
dalam menemukan mikroorganisme penyebab abses, namun dahak tersebut hendaknya
diperoleh dari aspirasi transtrakheal, transtorakal atau bilasan/sikatan bronkus, karena dahak
yang dibatukkan akan terkontaminasi dengan organisme anaerobic normal pada rongga mulut
dan saluran napas atas. Pemeriksaan yang dapat dilakukan dari dahak adalah pewarnaan
langsung dengan teknik gram, biakan mikroorganisme aerob,anaerob,jamur,.

- Bronkoskopi

Bronkoskopi dengan biopsy sikatan yang terlindung dan bilasan bronkus merupakan cara
diagnostic yang paling baik dengan akurasi diagnostic bakteriologi melebihi 80%.

- Radiologi

Foto dada PA dan lateral sangat membantu untuk melihat lokasi lesi dan bentuk abses
paru. Pada hari-hari pertama penyakit, foto dada hanya menunjukkan gambaran ipak dari satu
atau lebih segmen paru, atau hanya berupa gambaran densitas homogeny yang berbentuk
bulat. Kemudian akan ditemukan gambar radiolusen dalam bayangan infiltrate yang padat.
Selanjutnya bila abses tersebut mengalami rupture sehingga terjadi drainase abses yang tidak
sempurna kedalam bronkus, maka baru akan tampak kavitas irregular dengan batas cairan
dan permukaan udara didalamnya. Gambaran spesifik ini tampak dengan mudah bila kita
melakukan foto dada PA dengan posisi berdiri. Khas pada abses paru anaerobic kavitasnya
single yang biasanya ditemukan pada infeksi paru primer, sedangkan abses paru sekunder
lesinya multiple.

CT Scan bisa menujukkan tempat lesi yang menyebabkan obstruksi endobronkial dan
gambaran abses tampak seperti massa bulat dalam paru dengan kavitasi sentral. CT Scan juga
bisa menunjukkan lokasi abses berada dalam parenkim paru yang membedakannya dari
empyema.

Penanganan
Tujuan utama pengobatan pasien abses paru adalah eradikasi secepatnya dari patogen
penyebab dengan pengobatan yang cukup, drainase yang adekuat dari empiema dan pencegahan
komplikasi yang terjadi
Penisilin selalu menjadi antibiotik pilihan, namun percobaan terbaru menunjukkan
klindamisin lebih unggul. Meskipun khasiat keseluruhan penisilin tampaknya berkurang, saat ini
tetap menjadi obat praktis untuk kebanyakan pasien, terutama jika klindamisin merupakan

36
kontraindikasi. Tetrasiklin dianggap terapi tidak memadai karena sebagian besar anaerob tahan
untuk itu. Demikian pula, metronidazol tidak efektif pada sekitar 50% pasien, mungkin karena
kontribusi bakteri aerobik. Karena itu, jika agen ini harus digunakan, sebaiknya dikombinasikan
dengan turunan penisilin atau sefalosporin. Setelah terapi antibiotik awal, dan radiografi respon
klinis secara bertahap, demam biasanya mereda dalam 4-7 hari, namun normalisasi foto thorax
mungkin memerlukan 2 bulan.
Drainase merupakan bagian penting dari penatalaksanaan abses paru. Air-fluid level
menyiratkan adanya hubungan dari rongga abses ke trakeobronkial. Drainase postural dan
fisioterapi dada 2-5 kali seminggu selama 15 menit diperlukan untuk mempercepat proses
resolusi abses paru. Namun pada penderita abses paru yang tidaak berhubungan dengan bronkus
maka perlu dipertimbangkan drainase melalui bronkoskopi.
Bronkoskopi juga mempunyai peranan penting dalam penanganan abses paru seperti pada
kasus yang dicurigai karsinoma bronkus atau lesi obstruksi, pengeluaran benda asing dan untuk
melebarkan striktur. Disamping itu, dengan bronkoskopi dapat dilakukan aspirasi dan
pengosongan abses yang tidak mengalami drainase yang adekuat, serta dapat memasukkan
larutan antibiotik melewati bronkus langsung ke lokasi abses
Tindakan operasi diperlukan pada kurang dari 10-20% kasus. Indikasi operasi adalah
- Abses paru yang tidak mengalami perbaikan
- Komplikasi: empiema, hemoptisis masif, fistula bronkopleura
- Pengobatan penyakit yang mendasari: karsinoma obstruktif primer/metastasis, pengeluaran
benda asing, bronkiektasis, gangguan motilitas gastroesofageal, malformasi atau kelainan
kongenital.
Lobektomi merupakan prosedur paling sering dilakukan, sedangkan reseksi segmental
biasanya cukup untuk lesi-lesi yang kecil. Pneumoektomi diperlukan terhadap abses multipel
atau gangren paru yang refrakter terhadap penanganan dengan obat-obatan. Angka mortalitas
setelah pneumoektomi mencapai 5%-10%.
Pasien dengan risiko tinggi untuk operasi maka untuk sementara dapat dilakukan drainase
perkutan via kateter secara hati-hati untuk mencegah kebocoran isi abses ke rongga pleura.
Komplikasi
Komplikasi dari abses paru meliputi penyebaran infeksi melalui aspirasi lewat bronkus
atau penyebaran langsung melalui jaringan sekitarnya. Abses paru yang drainasenya kurang baik,

37
bisa mengalami ruptur ke segmen lain dengan kecenderungan penyebaran infeksi
Staphylococcus, dan apabila ruptur ke rongga pleura akan menjadi piothorax (empiema).
Komplikasi sering lainnya berupa abses otak, hemoptisis masif, ruptur pleura visceralis sehingga
terjadi piopneumothorax dan fistula bronkopleura.

Gambar 12. Komplikasi utama dari abses paru meliputi (a) fistula broncho-pleural,
menyebabkan nanah dapat masuk ke dalam cavum pleura, (b) intrabronchial hemorrhage yang
masif bahkan dapat membanjiri paru pasien, (c) isi abses dapat memasuki bronkus, (d)
penyebaran menyeluruh dari bakteri ke otak dan bagian tubuh lainnya. (Dikutip dari
Kepustakaan 18)

Abses paru yang kronik akan menyebabkan kerusakan paru yang permanen dan mungkin
menyisakan suatu bronkiektasis, cor pulmonal, dan amiloidosis. Abses paru kronik bisa
menyebabkan anemia, malnutrisi, kaheksia, gangguan cairan dan elektrolit serta gagal jantung
terutama pada manula.
Pencegahan
Perhatian khusus ditujukan kepada kebersihan mulut. Kebersihan mulut yang jelek dan
penyakit-penyakit periodontal bisa menyebabkan kolonisasi bakteri pathogen orofaring yang
akan menyebabkan infeksi saluran napas sampai dengan abses paru. Setiap infeksi paru akut
harus segera diobati sebaik mungkin terutama bila sebelumnya diduga ada faktor yang
memudahkan terjadinya aspirasi seperti pasien manula yang dirawat dirumah, batuk yang disertai
muntah, adanya benda asing, kesadaran yang menurun dan pasien yang memakai ventilasi
mekanik. Menghindari pemakaian anestesi umum pada tonsilektomi, pencabutan abses gigi dan
operasi sinus para nasal akan menurunkan insiden abses paru.

38
Referensi : Buku aja Ilmu Penyakit Dalam Edisi IV jilid II FKUI

3.3.e EFUSI PLEURA

Dias Rahmawati Wijaya

2013730134

DEFINISI

Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapatnya cairan pleura dalam jumlah yang
berlebihan di dalam rongga pleura, yang disebabkan oleh ketidakseimbangan antara
pembentukan dan pengeluaran cairan pleura.

Efusi pleura adalah istilah yang digunakan bagi penimbunan cairan dalam rongga pleura. (Price
C Sylvia, 1995)

ETIOLOGI
A. Berdasarkan Jenis Cairan

Berdasarkan jenis cairan yang terbnetuk, cairan pleura dibagi menjadi transudatif, eksudatif dan
hemoragis
1. Efusi pleura transudatif .

Efusi pleura transudatif terjadi kalau faktor sistemik yang mempengaruhi pembentukan dan
penyerapan cairan pleura mengalami perubahan.

2. Efusi pleura eksudatif

Efusi pleura eksudatif terjadi jika faktor lokal yang mempengaruhi pembentukan dan
penyerapan cairan pleura mengalami perubahan.

Efusi pleura tipe transudatif dibedakan dengan eksudatif melalui pengukuran kadar Laktat
Dehidrogenase (LDH) dan protein di dalam cairan, pleura. Efusi pleura eksudatif memenuhi
paling tidak salah satu dari tiga kriteria berikut ini, sementara efusi pleura transudatif tidak
memenuhi satu pun dari tiga kriteria ini :

39
1. Protein cairan pleura / protein serum > 0,5

2. LDH cairan pleura / cairan serum > 0,6

3. LDH cairan pleura melebihi dua per tiga dari batas atas nilai LDH yang normal di dalam
serum.

a. Eksudat, disebabkan oleh :

1. Pleuritis karena virus dan mikoplasma

2. Pleuritis karena bakteri piogenik, permukaan pleura dapat ditempeli oleh bakteri yang berasal
dari jaringan parenkim paru dan menjalar secara hematogen

3. Pleuritis karena fungi penyebabnya Aktinomikosis, Aspergillus, Kriptococcus, dll. Efusi


timbul karena reaksi hipersensitivitas lambat terhadap organisme fungi.

4. Pleuritis tuberkulosa merupakan komplikasi yang paling banyak terjadi melalui focus
subpleural yang robek atau melalui aliran getah bening, dapat juga secara hemaogen dan
menimbulkan efusi pleura bilateral. Efusi yang disebabkan oleh TBC biasanya unilateral pada
hemithoraks kiri dan jarang yang masif.

5. Efusi pleura karena neoplasma misalnya pada tumor primer pada paru-paru, mammae,
kelenjar linife, gaster, ovarium

6. Efusi parapneumoni adalah efusi pleura yang menyertai pneumonia bakteri, abses paru atau
bronkiektasis.

7. Efusi pleura karena penyakit kolagen: SLE, Pleuritis Rheumatoid, Skleroderma

8. Penyakit AIDS, pada sarkoma kapoksi yang diikuti oleh efusi parapneumonik.

b. Transudat, disebabkan oleh :

1. Gangguan kardiovaskular

Penyebab terbanyak adalah decompensatio cordis. Sedangkan penyebab lainnya adalah


perikarditis konstriktiva, dan sindroma vena kava superior. Patogenesisnya adalah akibat

40
terjadinya peningkatan tekanan vena sistemik dan tekanan kapiler dinding dada sehingga terjadi
peningkatan filtrasi pada pleura parietalis.

2. Hipoalbuminemia

Efusi terjadi karena rendahnya tekanan osmotik protein cairan pleura dibandingkan dengan
tekanan osmotik darah. Efusi yang terjadi kebanyakan bilateral dan cairan bersifat transudat.

3. Hidrothoraks hepatic

Mekanisme yang utama adalah gerakan langsung cairan pleura melalui lubang kecil yang ada
pada diafragma ke dalam rongga pleura. Efusi biasanya di sisi kanan dan biasanya cukup besar
untuk menimbulkan dyspneu berat.

4. Meigs Syndrom

Sindrom ini ditandai oleh ascites dan efusi pleura pada penderita-penderita dengan tumor
ovarium jinak dan solid. Tumor lain yang dapat menimbulkan sindrom serupa : tumor ovarium
kistik, fibromyomatoma dari uterus, tumor ovarium ganas yang berderajat rendah tanpa adanya
metastasis.

5. Dialisis Peritoneal

Efusi dapat terjadi selama dan sesudah dialisis peritoneal. Efusi terjadi unilateral ataupun
bilateral. Perpindahan cairan dialisat dari rongga peritoneal ke rongga pleura terjadi melalui
celah diafragma.

3. Effusi hemoragis

Effusi hemoragis dapat disebabkan oleh adanya tumor, trauma, infark paru, tuberkulosis.

B. Berdasarkan Lokasi Cairan Yang Terbentuk

Berdasarkan lokasi cairan yang terbentuk, effusi dibagi menjadi unilateral dan bilateral.

- Efusi yang unilateral tidak mempunyai kaitan yang spesifik dengan penyakit penyebabnya

41
- Effusi yang bilateral ditemukan pada penyakit-penyakit ini : Kegagalan jantung kongestif,
sindroma nefrotik, asites, infark paru, lupus eritematosus systemic, tumor dan tuberkolosis.

EPIDEMIOLOGI
- Efusi pleura sering terjadi di negara negara yang sedang berkembang, salah satu di Indonesia.
Hal ini lebih banyak diakibatkan oleh infeksi tuberkolosis. Bila di negara negara barat, efusi
pleura disebabkan oleh gagal jantung kongestif, keganasan, dan pneumonia bakteri. Di Amerika
efusi pleura menyerang 1,3 juta orang / tahun. Di indonesia TB paru penyebab utama efusi
pleura, disusul oleh keganasan. 2/3 efusi pleura manigna mengenai wanita. Efusi pleura yang
disebabkan oleh TB lebih banyak mengenai pria. Mortalitas dan morbiditas efusi pleura
ditentukan berdasarkan penyebab, tingkat keparahan dan jenis biochemical dalam cairan pleura.
- Menurut laporan WHO tahun 2004 diperkirakan angka kematian akibat TBadalah 8000 setiap
hari dan 2-3 juta setiap tahun di seluruh dunia, dimana jumlahterbesar kematian akibat TB
terdapat di Asia Tenggara yaitu 625 orang atau angkamortaliti sebesar 39 orang per 100.000
penduduk. Angka mortalitas tertinggi terdapatdi Afrika yaitu 83 per 100.000 penduduk,
prevalensinya meningkat seiring denganpeningkatan kasus HIV.

Indonesia masih menempati urutan ke-3 setelah India, dan China denganangka insiden efusi
pleura akibat TB paruh tertinggi di dunia. Di Indonesia setiap tahun terdapat 250.000 kasus
baru dan sekitar 140.000 kematian akibat TB. Di Indonesia TB adalahpembunuh nomor satu
diantara penyakit menular dan merupakan penyebab kematiannomor 3 setelah penyakit jantung
dan pernafasan akut pada seluruh kalangan usia.

PATOFISIOLOGI

Efusi pleura terjadi karena tertimbunnya cairan pleura secara berlebihan sebagai akibat
transudasi (perubahan tekanan hidro-statik dan onkotik) dan eksudasi (perubahan permeabilitas
membran) pada permukaan pleura seperti terjadi pada proses infeksi dan neoplasma.
Pada keadaan normal ruangan interpleura terisi sedikit cairan untuk sekedar melicinkan
permukaan kedua pleura parietalidan viseralis yang saling bergerak karena pernapasan. Cairan
disaring keluar pleura parietalis yang bertekanan tinggi dan di-serap oleh sirkulasi di pleura
viseralis yang bertekanan rendah.

42
Di samping sirkulasi dalam pembuluh darah, pembuluh limfe pada lapisan sub epitelial pleura
parietalis dan viseralis mem-punyai peranan dalam proses penyerapan cairan pleura tersebut. Jadi
mekanisme yang berhubungan dengan terjadinya efusi pleura pada umumnya ialah kenaikan
tekanan hidrostatik dan penurunan tekanan onkotik pada sirkulasi kapiler, penurunan tekanan
kavum pleura, kenaikan permeabilitas kapiler dan pe-nurunan aliran limfe dari rongga pleura.
Sedangkan pada efusi pleura tuberkulosis terjadinya disertai pecahnya granuloma di subpleura
yang diteruskan ke rongga pleura.

GEJALA KLINIK

Pada kebanyakan penderita umumnya asimptomatis atau memberikan gejala demam, ringan dan
berat badan yang menurun seperti pada efusi yang lain.
- Nyeri dada : dapat menjalar ke daerah permukaan karena inervasi syaraf interkostalis dan
segmen torakalis atau dapat menyebar ke lengan. Nyerinya terutama pada waktu bernafas dalam,
sehingga pernafasan penderita menjadi dangkal dan cepat dan pergerakan pernapasan pada
hemithorak yang sakit menjadi tertinggal.

- Sesak napas : terjadi pada waktu permulaan pleuritis disebab-kan karena nyeri dadanya dan
apabila jumlah cairan efusinya meningkat, terutama kalau cairannya penuh.
- Batuk : pada umumnya non produktif dan ringan, terutama apabila disertai dengan proses
tuberkulosis di parunya.

ALUR DIAGNOSIS

PEMERIKSAAN FISIK

- Inspeksi : pada pasien efusi pleura bentuk hemithorax yang sakit mencembung,
iga mendatar, ruang antar iga melebar, pergerakan pernafasan menurun. Pendorongan
mediastinum ke arah hemithorax kontra lateral yang diketahui dari
posisi trakhea dan ictus kordis. RR cenderung meningkat dan Pernapasannya
biasanya dyspneu.

- Palpasi : Fremitus tokal menurun terutama untuk efusi pleura yang jumlah
cairannya > 250 cc. Disamping itu pada palpasi juga ditemukan pergerakan
dinding dada yang tertinggal pada dada yang sakit.

43
- Perkusi : Suara perkusi redup sampai peka tegantung jumlah cairannya. Bila
cairannya tidak mengisi penuh rongga pleura, maka akan terdapat batas atas
cairan berupa garis lengkung dengan ujung lateral atas ke medical penderita dalam posisi duduk.
Garis ini disebut garis Ellis-Damoisseaux. Garis ini paling jelas di bagian depan dada, kurang
jelas di punggung.

- Auskultasi : Suara nafas menurun sampai menghilang. Pada posisi duduk cairan
makin ke atas makin tipis, dan dibaliknya ada kompresi atelektasis dari parenkian paru, mungkin
saja akan ditemukan tanda-tanda auskultasi dari atelektasis kompresi di sekitar batas atas cairan.
Ditambah lagi dengan tandai e artinya bila penderita diminta mengucapkan kata-katai maka
akan terdengar suara-- e sengau, yang disebut egofoni

Deviasi trachea menjauhi tempat yang sakit dapat terjadi jika terjadi penumpukan cairan pleural
yang signifikan.

Pemeriksaan fisik dalam keadaan berbaring dan duduk akan berlainan, karena cairan akan
berpindah tempat. Bagian yang sakit akan kurang bergerak dalam pernapasan, fremitus melemah
(raba dan vocal), pada perkusi didapati daerah pekak, dalam keadaan duduk permukaan cairan
membentuk garis melengkung (garis Ellis Damoiseu).

Didapati segitiga Garland, yaitu daerah yang pada perkusi redup timpani dibagian atas garis Ellis
Domiseu. Segitiga Grocco-Rochfusz, yaitu daerah ekak karena cairan mendorong mediastinum
kesisi lain, pada auskultasi aerah ini didapati vesikuler melemah dengan ronki.
Pada permulaan dan akhir penyakit terdengar krepitasi pleura

PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Apusan dan Kultur Sputum, Cairan Pleura dan Jaringan Pleura

2. Biopsi Pleura

3. Uji Tuberkulin

4. Analisis Cairan Pleura

5. Adenosin Deaminase (ADA)

44
6. Interferon gamma (IFN-)

7. Polymerase Chain Reaction (PCR)

Pada pemeriksaan foto toraks rutin tegak, cairan pleura tampak berupa perselubungan homogen
menutupi struktur paru bawah yang biasanya radioopak dengan permukaan atas cekung, berjalan
dari lateral atas ke arah medial bawah. Karena cairan mengisi ruang hemithoraks sehingga
jaringan paru akan terdorong ke arah sentral / hilus, dan kadang kadang mendorong
mediastinum ke arah kontralateral. Apabila pengambilan X-foto toraks pasien dilakukan dalam
keadaan berbaring (AP), maka penilaian efusi dapat dilihat dari adanya gambaran apical cup
sign. Gambaran radiologis tidak dapat membedakan jenis cairan mungkin dengan tambahan
keterangan klinis atau kelainan lain yang ikut serta terlihat sehingga dapat diperkirakan jenis
cairan tersebut.

- CT scan dengan jelas menggambarkan paru-paru dan cairan dan bisa menunjukkan adanya
pneumonia, abses paru atau tumor (Kallanagowdar and Craver, 2006).
- USG dada
USG bisa membantu menentukan lokasi dari pengumpulan cairan yang jumlahnya
sedikit, sehingga bisa dilakukan pengeluaran cairan. Gambar 8. USG Efusi pleura dengan
celah yang multiple
- Torakosentesis
Penyebab dan jenis dari efusi pleura biasanya dapat diketahui dengan melakukan
pemeriksaan terhadap contoh cairan yang diperoleh melalui torakosentesis (pengambilan
cairan melalui sebuah jarum yang dimasukkan diantara sela iga ke dalam rongga dada
dibawah pengaruh pembiusan lokal).

PENATALAKSANAAN
Pada efusi yang terinfeksi perlu segera dikeluarkan dengan memakai pipa intubasi melalui selang
iga. Bila cairan pusnya kental sehingga sulit keluar atau bila empiemanya multiokuler, perlu
tindakan operatif. Mungkin sebelumnya dapat dibantu dengan irigasi cairan garam fisiologis atau
larutan antiseptik.

Pengobatan secara sistemik hendaknya segera dilakukan, tetapi terapi ini tidak berarti bila tidak
diiringi pengeluaran cairan yang adequate. Untuk mencegah terjadinya lagi efusi pleura setelah

45
aspirasi dapat dilakukan pleurodesis yakni melengketkan pleura viseralis dan pleura parietalis.
Zat-zat yang dipakai adalah tetrasiklin, Bleomicin, Corynecbaterium parvum dll.

1. Pengeluaran efusi yang terinfeksi memakai pipa intubasi melalui sela iga.

2. Irigasi cairan garam fisiologis atau larutan antiseptik (Betadine).

3. Pleurodesis, untuk mencegah terjadinya lagi efusi pleura setelah aspirasi.

4. Torasentesis: untuk membuang cairan, mendapatkan spesimen (analisis), menghilangkan


dispnea.

5. Water seal drainage (WSD)

Drainase cairan (Water Seal Drainage) jika efusi menimbulkan gejala subyektif seperti nyeri,
dispnea, dll. Cairan efusi sebanyak 1 1,2 liter perlu dikeluarkan segera untuk mencegah
meningkatnya edema paru, jika jumlah cairan efusi lebih banyak maka pengeluaran cairan
berikutya baru dapat dilakukan 1 jam kemudian.

6. Antibiotika jika terdapat empiema.

7. Operatif.

Referensi

1. AHMAD, Z., KRISHNADAS, R. & FROESCHLE, P. 2009. Pleural effusion:diagnosis and


management. J Perioper Pract,19. 242-7
2. HALIM & HADI 2006. Penyakit-penyakit Pleura. In:EKAYUDA, I. (ed.) Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam.4 ed. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen IPD FKUI.
4. KALLANAGOWDAR, C. & CRAVER, R. D. 2006. Neonatal pleural effusion. Spontaneous
chylothorax in a newborn with trisomy 21. Arch Pathol Lab Med, 130, e22-3
5. MLLER, N. L., FRANQUET, T., LEE, K. S. & SILVA, C. I. S. 2007. Imaging of pulmonary
infections, Philadelphia, Lippincott Williams & Wilkins.
7. RASAD, S. 2005. Radiologi Diagnostik, Jakarta, Balai Penerbit FKUI.

3.3.f PNEUMOTHORAX

Definisi

46
Pneumotoraks adalah rongga pleura yang terisi udara. Rongga ini pada keadaan normal
berisi tekanan negative, yang bila karena trauma dan lain-lain terjadi hubungan dengan udara
luar, hingga udara masuk kedalam interpleura.

Epidemiologi

Pneumotoraks lebih sering terjadi pada penderita dewasa yang berumur sekitar 40 tahun.
Laki-laki lebih sering dari pada wanita. Pneumotoraks sering dijumpai pada musim penyakit
batuk.

Di RSUD Dr. Soetomo, lebih kurang 55% kasus pneumotoraks disebabkan oleh penyakit dasar
seperti tuberculosis paru aktif, tuberculosis paru disertai fibrosis atau emfisema local, bronchitis
kronis dan emfisema.selain karena penyakit tersebut diatas, pneumotoraks pada wanita dapat
terjadi saat menstruasi dan sering berulang. Keadaan ini disebut pneumotoraks katamenial yang
disebabkan oleh endometriosis di pleura. Kematian akibat pneumotoraks lebih kurang 12%.

Pembagian pneumotoraks bermacam-macam tergantung dari sisi pembuatan klasifikasi tersebut.


Dibawah ini beberapa pembagian pneumotoraks.

1. Berdasarkan Terjadinya
Pembagian pada kelompok ini didasarkan atas penyebab terjadinya pneumotoraks.
a. Artifisial
Pneumotoraks artifisial ialah pneumotoraks yang disebabkan tindakan tertentu atau
memang disengaja untuk tujuan tertentu. Misalnya pada terapi kolaps.
b. Traumatic
Pneumotoraks jenis ini disebabkan oleh jejas yang mengenai dada : terjadi pada
waktu perang dan terjadi karena kecelakaan lalu lintas.
c. Spontan
Terjadi secara spontan tanpa didahului oleh kecelakaan atau trauma, sering kali
didapatkan pada penyakit dasar berupa : Tuberkulosis paru, Bronkitis kronis,
Emfisema, Asma bronkial, dan kanker paru.
2. Berdasarkan Lokalisasi
Berdasarkan lokalisasi pneumotoraks di rongga dada, pneu,otoraks dibagi menjadi :
a. Pneumotoraks parietalis

47
b. Pneumotoraks medialis
c. Pneumotoraks basalis
3. Berdasarkan Derajat Kolaps
Berdasarkan derajat kolaps paru, pneumotoraks dibagi menjadi :
a. Pneumotoraks totalis
b. Pneumotoraks parsialis
4. Berdasarkan Jenis Fistel
Berdasarkan jenis fistel yang menghubungkan antara saluran pernapasan dengan rongga
pleura, pneumotoraks dibagi menjadi :
a. Pneumotoraks Terbuka
Suatu pneumotoraks dimana terdapat hubungan antara rongga pleura dengan bronkus
yang merupakan bagian dari dunia luar.tekanan intrapleura sama dengan tekanan
barometer atau sama dengan tekanan udara luar.
b. Pneumotoraks Tertututp
Rongga pleura tertututp sehingga tidak ada hubungan dengan dunia luar. Udara yang
berada di rongga pleura tidak mempunyai hubungan dengan udara luar.
c. Pneumotoraks Ventil
Pneumotoraks yang sering terjadi dan sangat membahayakan jiwa penderita bila
terlambat penanganannya. Pneumotoraks ini dengan tekanan intrapleura yang positif
dan makin lama bertambah besar karena ada fistel di pleura viseralis yang bersifat
ventil.

Etiologi Dan Patogenesis Pneumotoraks Spontan

Keadaan fisiologi tekanan-tekanan di rongga dada dalam keadaan normal sebagai berikut :

a. Tekanan intrapleura inspirasi sekitar -11 -12 cm H2O


b. Tekanan intrapleura ekspirasi sekitar 14 -9 cm H2O
c. Tekanan intrabronkial inspirasi -1,5 -7 cm H2O
d. Tekanan intrabronkial ekspirasi -1,5 -4 cm H2O
e. Tekanan intrabronkial waktu bicara + 30 cm H2O
f. Tekanan intrabronkial waktu batuk + 90 cm H2O

48
Pada waktu inspirasi tekanan intrapleura lebih negative dari pada tekanan intrabronkial, maka
paru mengembang mengikuti gerakan dinding toraks sehingga udara dari luar dengan tekanan
permulaan nol, akan terhisap masuk melalui bronkus hingga mencapai alveol. Pada saat
ekspirasi, dinding dada menekan rongga dada sehingga tekanan intrapleura akan lebih tinggi
daripada tekanan udara alveol ataupun di bronkus, akibatnya udara akan ditekan keluar melalui
bronkus.

Tekanan intra bronkial akan meningkat apabila ada tahanan pada saluran pernapasan dan akan
meningkat lebih besar lagi pada permulaan batuk, bersin atau mengejan. Peningkatan tekanan
bronkial akan mencapai puncak sesaat sebelum batuk., bersin atau mengejan, pada keadaan ini
glottis tertututp. Apabila di bagian periver bronki atau alveol ada bagian yang lemah, maka
kemungkinan terjadi robekan bronki atau alveol akan sangat mudah.

Dengan cara demikian dugaan terjadinya pneumotoraks dapat dijelaskan yaitu, ada kebocoran
dibagian paru yang berisi udara melalui robekan atau pleura yang pecah. Bagian yang robek dan
yang pecah ini berhubungan dengan bronkus. Pelebaran alveol dan septa-septa alveol yang pecah
kemudian membentuk suatu bula yang berdinding tipis didekat daerah yang ada proses
nonspesifik atau fibrosis granulomatosa. Keadaan ini merupakan salah satu penyebab yang
paling sering menimbulkan pneumotoraks. Bula seringkali merupakan bagian dari emfisema
obstruktif.

Penyebab tersering pneumotoraks ialah adanya valve mechanism distal dari bronkiol yang
mengalamami peradangan atau adanya jaringan parut. Robekan dapat pula terjadi pada bleb yang
terletak subpleura. Menurut macklim, patofisiologi pneumotoraks dapat dijelaskan sebagai
berikiut :

Alveol disanggah oleh kapiler yang mempunyai dinding lemah dan mudah robek, apabila alveol
tersebut melebar dan tekanan di dalam alveol meningkat maka udara masuk dengan mudah
menuju ke jaringan peribronkovaskuler. Gerakan napas yang kuat, infeksi dan obstruksi
endobronkial merupakan beberapa factor presipitasi yang memudahkan terjadinya robekan.
Selanjutnya udara yang terbebas dari alveol dapat mengoyak jaringan fibrotic
peribronkovaskuler. Robekan pleura kea rah yang berlawanan dengan hilus akan menimbulkan
pneumotoraks sedangkan robekan yang mengarah ke hilus dapat menimbulkan

49
pneumomediastinum. Dari mediastinum udara mencari jalan menuju ke atas, kea rah leher.
Diantara organ-organ mediastinum terdapat jaringan ikat yang longgar sehingga mudah ditembus
oleh udara. Dari leher udara menyebar merata dibawah kulit leher dan dada yang akhirnya
menimbulkan emfisema subkutis. Emfisema subkutis dapat meluas kearah perut hingga
mencapai skrotum.

Gejala Klinis Pneumotoraks

Pada pneumotoraks spontan sebagai pencetus adalah : batuk yang keras, bersin, mengangkat
barang yang berat, mengejan, dll. Penderita mengeluh sesak napas yang makin memberat setelah
mengalami hal-hal tersebut diatas. Keluhan lain nyeri dada pada sisi yang sakit dan rasa tertekan
dan terasa lebih nyeri pada gerakan pernapasan.

Pemeriksaan Fisis Umum

a. Tampak sakit ringan dan berat tergantung pada kecepatan udara yang masuk serta ada
tidaknya klep. Penderita bernapas tersengal, pendek-pendek dan mulut terbuka.
b. Sesak napas dengan frekuensi pernapasan lebih dari 30 kali /menit dengan atau tanpa
sianosis.
c. Penderita tampak lemah, berkeringat dingin disertai syok dengan tekanan darah yang
menurun.

Pemeriksaan Fisis Toraks

Inspeksi :

Pencembungan sisi yang sakit


Pada respirasi, bagian yang sakit gerakannya tertinggal
Trakea dan jantung terdorong ke sisi yang sehat

Palpasi :

Pada sisi yang sakit ruang antara iga dapat normal atau melebar
Iktus jantung terdorong kesisi yang sehat
Fremitus suara melemah atau menghilang pada sisi yang sakit

50
Perkusi :

Suara ketok pada sisi sakit, hipersorer sampai timpani dan tidak menggetar
Batas jantung terdorong kearah pada paru yang sehat apabila tekanan intrapleura tinggi

Auskultasi :

Suara melemah sampai menghilang


Suara napas terdengar amforik bila ada fistel bronkpleura yang cukup besar pada
pneumotoraks yang terbuka
Vocal melemah dan tidak menggetar serta bronkofoni negative

Foto Toraks :

a. Bagian pneumotoraks akan nampak hitam, rata dan tampak garis yang merupakan tepi
paru. Kadang-kadang paru kolaps tidak membentuk garis tetapi berbentuk lobuler yang
sesuai dengan lobus paru.
b. Adakalanya rongga ini sangat sempit sehingga hamper tidak tampak kalau tidak diamati
dengan baik.
c. Paru yang kolaps tampak seperti masa yang berada di daerah hilus, ini menunjukan
kolaps paru yang luas sekali.
d. Adanya pendorongan jantung atau trakea kea rah paru yang sehat, ini menunjukkan
terjadinya pneumotoraks ventil.

Penatalaksanaan Pneumotoraks

Penatalaksanaan pneumotoraks tergantung dari jenis pneumotoraks, derajat kolaps, dan


ringannya gejala. Penyakit dasar dan penyulit yang terjadi.

1. Tindakan Medis
Observasi dengan mengukur tekanan intrapleura, menghisap udara dan mengembangkan
paru. Tindakan ini trutama untuk pneumotoraks tertutup atau terbuka. Juga tindakan
medis sesuai dengan jenis pneumotoraks lainnya.
Observasi dilakukan pada penderita tanpa keluhan dengan luas pneumotoraks
kurang dari 20%, udara akan diabsorbsi 1,25% volume udara dalam rongga pleura

51
/24jam (50-70 ml/hari). Sebaiknya penderita dirawat untuk observasi 24-48 jam.
Tindakan observasi hanya dilakukan bila luas lesi kurang dari 15-20%. Bila penderita
dipulangkan diberi penjelasan perihal keadaan darurat sewaktu misalnya terjadi
pneumotoraks ventil, supaya segera kembali kerumah sakit untuk mendapat tindakan
lebih lanjut. Control foto toraks ulang setelah beberapa hari diperlukan untuk evaluasi
lebih lanjut. Apabila setelah 7 hari pengamatan masih terdapat pneumotoraks, maka
diperlukan tindakan aspirasi atau pemasangan water sealed-drainage (WSD). Angka
kematian akibat observasi tanpa dilakukan adalah 5%. Kematian tersebut terjadi karena
pneumotoraks ventil muncul dan menyebabkan kematian mendadak.
2. Tindakan Dekompresi
Membuat hubungan pleura dengan dunia luar paru dengan cara :
a. Menusukan jarum disfisble melalui dinding dada terus ke rongga pleura. Sehingga
tekanan udara yang positif akan merubah menjadi negative karena udara keluar.
b. Membuat hubungan dengan udara melalui kontra ventil :
- Memakai infus set
- Jarum Abbotcath
- Pipa Water Sealed Drainage (WSD)
Aspirasi dapat dilakukan dengan menggunakan abocath no.14 dengan atau tanpa
Three way. dengan menggunakan spuit 50 cc dilakukan aspirasi. Terlebih dahulu
sebelum dilakukan tindakan WSD, bila paru mengembang dengan aspirasi, maka
tidak perlu dilanjutkan ketindakan WSD. Bila paru tidak mengembang dalam 24-
48 jam, maka dapat dipertimbangkan WSD. Hal ini untuk mencegah resiko
komplikasi tindakan.
3. Tindakan Bedah
Dilakukan oleh spesialis bedah umum //bedah toraks

Pengobatan Tambahan

1. Sesuai dengan penyakit dasarnya


2. Antibiotic bila ada tanda infeksi
3. Simptomatis : antitusif, bronkodilator dan lain-lain
4. Terhadap tuberculosis paru diberikan obat anti tuberculosis

52
5. Bila ada obsyipasi diberi obat laksan ringan
6. Penderita dilarang bekerja keras dan mengejan

Penyulit

1. Kolaps paru tidak mengembang


2. Timbulnya emfisema subkutis
3. Gagal napas

Reffrensi :

Kosasih Alvin, et all, Buku diagnosis dan tatalaksana kegawatdaruratan paru dalam praktek
sehari-hari. Hal.45-52

Hood Alsagaff, et all, Dasar-dasar ilmu penyakit paru. 162-168

3.3.g BRONKIOLITIS

Definisi

Bronkiolitis adalah penyakit inflamasi akut dari saluran atas dan bawah menyebabkan obstruksi
dari saluran napas kecil.

Etiologi
Bronkiolitis sebagian besar disebabkan oleh Respiratory syncytial virus(RSV) penyebab lainnya
adalah parainfluenza virus, Eaton agent (mycoplasma pneumoniae), adenovirus dan beberapa
virus lainnya. tetapi belum ada bukti kuat bahwa bronkhiolitis disebabkan oleh bakteri.
Pada tahun 1957 Chanock dan Finberg mengisolasi RSV dari 2 orang anak yang menderita
penyakit saluran pernafasan bagian bawah. Beem dan rekan kerjanya pada tahun 1960
mengidentifikasi virus tersebut mula-mula diisolasi dari simpanse dan disebut dengan chimpanze
coryza agent pada anak belia usia dibawah 2 tahun dengan penyakit saluran pernafasan bawah.
Sesudah itu RSV ditemukan sebagai agen penyebab pada sebagian besar kasus anak dengan
bronkhiolitis baik sebelumnya maupun saat ini. Human metapneumovirus sekarang menjadi
penyebab 8 % dari bronkhiolitis, dimana sebelumnya RSV ditemukan negatif. Infeksi oleh virus
lainnya terutama rhinovirus, adenovirus, semua tipe parainfluenza virus, enterovirus dan
influenza virus telah diringkas oleh Hall dan Hall.

53
Epidemologi
Bronkiolitis merupakan infeksi saluran respiratory tersering pada bayi. Paling sering terjadi pada
usia 2 24 bulan, puncaknya pada usia 2 8 bulan. Sembilan puluh lima persen kasus terjadi
pada anak berusia dibawah 2 tahun dan 75 % diantaranya terjadi pada anak dibawah usia 1
tahun. Orenstein menyatakan bahwa bronkiolitis paling sering terjadi pada bayi laki-laki berusia
3 6 bulan yang tidak mendapatkan ASI, dan hidup dilingkungan padat penduduk. Selain
Orenstein, Louden menyatakan bahwa bronkiolitis terjadi 1,25 kali lebih banyak pada anak laki-
laki daripada anak perempuan. Dominasi pada anak laki-laki yang dirawat juga disebutkan oleh
Shay, yaitu 1,6 kali lebih banyak daripada anak perempuan; sedangkan Fjaerli menyebutkan 63%
kasus bronkiolitis adalah laki-laki.
Sebanyak 11,4 % anak berusia dibawah 1 tahun dan 6 % anak berusia 1 2 tahun di AS pernah
mengalami bronkhiolitis. Penyakit ini menyebabkan 90.000 kasus perawatan di rumah sakit dan
menyebabkan 4500 kematian setiap tahunnya. Bronkiolitis merupakan 17 % dari semua kasus
perawatan di RS pada bayi. Frekuensi bronkiolitis di negara-negara berkembang hampir sama
dengan di AS. Insiden terbanyak terjadi pada musim dingin atau pada musim hujan di negara-
negara tropis.
Di RSU Dr. Soetomo penderita laki-Iaki lebih banyak. Faktor resiko terjadinya bronkiolitis
adalah jenis kelamin laki-laki, status sosial ekonomi rendah, jumlah anggota keluarga yang
besar, perokok pasif, berada pada tempat penitipan anak atau ke tempat-tempat umum yang
ramai, rendahnya antibodi maternal terhadap RSV, dan bayi yang tidak mendapatkan air susu
ibu. RSV menyebar melalui droplet dan inokulasi/kontak langsung, seseorang biasanya aman
apabila berjarak lebih 6 feet dari seseorang yang menderita infeksi RSV. Droplet yang besar
dapat bertahan di udara bebas selama 6 jam, dan seorang penderita dapat menularkan virus
tersebut selama 10 hari. Di negara dengan 4 musim, bronkiolitis banyak terdapat pada musim
dingin sampai awal musim semi, di negara tropis pada musim hujan. Di Bagian Ilmu Kesehatan
Anak RSU Dr. Soetomo Surabaya pada tahun 2002 dan tahun 2003, bronkiolitis banyak
didapatkan pada bulan Januari sampai bulan Mei.

Gejala

- batuk
- wheezing (bunyi nafas mengi)
- sesak nafas atau gangguan pernafasan
- sianosis (warna kulit kebiruan karena kekurangan oksigen)
- takipneu (pernafasan yang cepat)
- retraksi interkostal (otot di sela iga tertarik ke dalam karena bayi berusaha keras untuk
bernafas)
- pernafasan cuping hidung (cuping hidung kembang kempis)

54
- demam (pada bayi yang lebih muda, demam lebih jarang terjadi).

Patogenesis dan Patofisiologi


RSV adalah single stranded RNA virus yang berukuran sedang (80-350nm), termasuk
paramyxovirus. Terdapat dua glikoprotein permukaan yang merupakan bagian penting dari RSV
untuk menginfeksi sel, yaitu protein G (attachment protein )yang mengikat sel dan protein F
(fusion protein) yang menghubungkan partikel virus dengan sel target dan sel tetangganya.
Kedua protein ini merangsang antibodi neutralisasi protektif pada host. Terdapat dua macam
strain antigen RSV yaitu A dan B. RSV strain A menyebabkan gejala yang pernapasan yang
lebih berat dan menimbulkan sekuele. Masa inkubasi RSV 2 - 5 hari. Virus bereplikasi di dalam
nasofaring kemudian menyebar dari saluran nafas atas ke saluran nafas bawah melalui
penyebaran langsung pada epitel saluran nafas dan melalui aspirasi sekresi nasofaring. RSV
mempengaruhi sistem saluran napas melalui kolonisasi dan replikasi virus pada mukosa bronkus
dan bronkiolus yang memberi gambaran patologi awal berupa nekrosis sel epitel silia. Nekrosis
sel epitel saluran napas menyebabkan terjadi edema submukosa dan pelepasan debris dan fibrin
kedalam lumen bronkiolus.
Infeksi virus pada epitel bersilia bronkus menyebabkan respon inflamasi akut, ditandai dengan
obstruksi bronkiolus akibat edema, sekresi mucus, timbunan debris selular/sel-sel mati yang
terkelupas, kemudian diikuti dengan infiltrasi limfosit peribronkial dan edema
submukosa. Karena tahanan aliran udara berbanding terbalik dengan diameter penampang
saluran pernafasan, maka sedikit saja penebalan mukosa akan memberikan hambatan aliran
udara yang besar. terutama pada bayi yang memiliki penampang saluran pernafasan yang kecil.
Resistensi pada bronkiolus meningkat selama fase inspirasi dan ekspirasi, tetapi karena radius
saluran respiratori lebih kecil selama ekspirasi, maka akan menyebabkan air traping dan
hiperinflasi. Ateletaksis dapat terjadi pada saat terjadi obstruksi total dan udara yang terjebak
diabsorbsi total.
Virus yang merusak epitel bersilia juga mengganggu gerakan mukosilier, mukus tertimbun di
dalam bronkiolus . Kerusakan sel epitel saluran napas juga mengakibatkan saraf aferen lebih
terpapar terhadap alergen/iritan, sehingga dilepaskan beberapa neuropeptida (neurokinin,
substance P) yang menyebabkan kontraksi otot polos saluran napas. Pada akhirnya kerusakan
epitel saluran napas juga meningkatkan ekpresi Intercellular Adhesion Molecule-1 (ICAM-
1) dan produksi sitokin yang akan menarik eosinofil dan sel-sel inflamasi. Jadi, bronkiolus
menjadi sempit karena kombinasi dari proses inflamasi, edema saluran nafas, akumulasi sel-sel
debris dan mukus serta spasme otot polos saluran napas.Adapun respon paru ialah dengan
meningkatkan kapasitas fungsi residu, menurunkan compliance, meningkatkan tahanan saluran
napas, dead space serta meningkatkan shunt.

55
Proses patologis ini akan mengganggu pertukaran gas normal di paru. Penurunan kerja ventilasi
paru akan menyebaban ketidakseimbangan ventilasi perfusi, yang berikutnya akan
menyebabkan hipoksemia dan kemudian terjadi hipoksia jaringan. Resistensi karbondioksida
(hiperkapnea) tidak selalu terjadi, kecuali pada beberapa pasien. Semakin tinggi laju pernafasan,
maka semakin rendah tekanan oksigen arteri. Kerja pernafasan akan meningkat selama end
expiratory lung volume meningkat dancompliance paru menurun. Hiperkapnea biasanya baru
terjadi bila respirasi mencapai 60x/menit.
Penyembuhan bronkiolitis akut diawali dengan regenerasi epitel bronkus dalam 3-4 hari,
sedangkan regenerasi dari silia berlangsung lebih lama dapat sampai 15 hari . Jaringan mati akan
dibersihkan oleh makrofag. Ada 2 macam fenomena yang mendasari hubungan antara infeksi
virus saluran napas dan asma: (1) Infeksi akut virus saluran napas pada bayi atau anak keci
seringkali disertai wheezing. (2) Penderita wheezing berulang yang disertai dengan penurunan
tes faal paru, ternyata seringkali mengalami infeksi virus saluran napas pada saat bayi/usia muda.
Infeksi RSV dapat menstimulasi respon imun humoral dan selular. Respon antibodi sistemik
terjadi bersamaan dengan respon imun lokal. Bayi usia muda mempunyai respon imun yang
lebih buruk.

Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisis, pemeriksaan laboratorium dan
pemeriksaan penunjang lainnya,berdasarkan gambaran klinis, umur penderita dan adanya
epidemi RSV di masyarakat.
Anamnesis
Gejala awal berupa gejala infeksi saluran nafas atas akibat virus, seperti pilek ringan, batuk dan
demam. yang mengenai anak usia maksimal 24 bulan yang lebih banyak terkena adalah usia
dibawah 12 bulan. Satu hingga dua hari kemudian timbul batuk yang disertai dengan sesak nafas.
Selanjutnya dapat ditemukan wheezing, merintih, nafas berbunyi, muntah setelah batuk, rewel
dan penurunan nafsu makan. Adanya riwayat kontak dengan penderita infeksi saluran pernafasan
atas.
Kriteria bronkiolitis terdiri dari: (1) wheezing pertama kali, (2) umur 24 bulan atau kurang, (3)
pemeriksaan fisik sesuai dengan gambaran infeksi virus misalnya batuk, pilek, demam
dan menyingkirkan pneumonia atau riwayat atopi yang dapat menyebabkan wheezing.
Pemeriksaan Fisik

56
Pemeriksaan fisis pada anak yang mengarah ke diagnosis bronkiolitis adalah adanya takipnea,
takikardia, dan peningkatan suhu diatas 38,5 0C dan bisa mencapai suhu 410C. Selain itu dapat
juga ditemukan konjungtivitis ringan faringitis, dan otitis media.
Obstruksi saluran respiratori bawah akibat respon inflamasi akut akan menimbulkan gejala
ekspirasi memanjang hingga wheezing. Usaha-usaha pernafasan yang dilakukan anak untuk
mengatasi obstruksi akan menimbulkan nafas cuping hidung dan retraksi interkostal. Selain itu
dapat juga ditemukan ronki dari pemeriksaan auskultasi paru. Sianosis dapat terjadi dan bila
gejala menghebat dapat terjadi apnea, terutama pada bayi berusia < 6 minggu. Selain itu
ditemukan pernafasan yang pendek dan saturasi O2 yang rendah dan tanda dehidrasi.
Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
Tes laboratorium rutin tidak spesifik. Hitung lekosit biasanya normal demikian pula dengan
elektrolit. Pada pasien dengan peningkatan lekosit biasanya didominasi oleh PMN dan bentuk
batang. Analisa gas darah (AGD) diperlukan untuk anak dengan gangguan pernafasan berat,
khususnya yang membutuhkan ventilator mekanik, gejala kelelahan dan hipoksia.Analisa gas
darah dapat menunjukkan adanya hipoksia akibat V/Q mismatch dan asidosis metabolik jika
terdapat dehidrasi.
Untuk menemukan RSV dilakukan kultur virus, rapid antigen detection test (direct
immunofluoresence assaydan enzyme linked immunosorbant assay. ELISA). Atau polimerase
chain reaction (PCR), dan pengukuran titer antibody pada fase akut dan konvalesens.
Untuk menentukan penyebab bronkiolitis, dibutuhkan pemeriksaan aspirasi atau bilasan
nasofaring. Pada bahan ini dapat dilakukan kultur virus tetapi memerlukan waktu yang lama, dan
hanya memberikan hasil positif pada 50% kasus.

Radiologi
Foto Thorak diindikasikan pada :
- Pasien yang diperkirakan memerlukan perawatan lebih
- Pasien dengan pemburukan klinis yang tidak terduga
- Pasien dengan penyakit jantung dan paru yang mendasari.
Gambaran radiologik mungkin masih normal bila bronkiolitis ringan. Umumnya terlihat paru-
paru mengembang (hyperaerated). Bisa juga didapatkan bercak-bercak yang tersebar, atau
pneumonia (patchy infiltrates). Tetapi gambaran ini tidak spesifik dan dapat ditemukan pada

57
asma, pneumonia viral atau atipikal, dan aspirasi. Dapat pula ditemukan gambaran ateletaksis
terutama saat konvalesens akibat secret pekat bercampur sel-sel mati yang menyumbat, air
trapping, diafragma datar, dan peningkatan diameter anteroposterior.
Bronchiolitis Obliterans X-ray imaging

Sumber : www.pharmacology2000.com
Pada x-foto lateral, didapatkan diameter AP yang bertambah dan diafragma tertekan ke bawah.
Pada pemeriksaan x-foto dada, dikatakan hyperaerated apabila kita mendapatkan: siluet jantung
yang menyempit, jantung terangkat, diafragma lebih rendah dan mendatar, diameter
anteroposterior dada bertambah, ruang retrosternal lebih lusen, iga horisontal, pembuluh darah
paru tampak tersebar.
Dalam penegakan diagnosis bronkiolitis perlu memperhatikan manifestasi klinis yang dapat
menyerupai penyakit lain, epidemiologi, rentang usia terjadinya kasus, dan musim-musim
tertentu dalam satu tahun.

Penatalaksanaan
Infeksi virus RSV biasanya sembuh sendiri (self limited) sehingga sebagian besar tatalaksana
bronkiolitis pada bayi bersifat suportif, yaitu pemberian oksigen, minimal handling pada bayi,
cairan intravena dan kecukupan cairan, penyesuaian suhu lingkungan agar konsumsi oksigen
minimal, tunjangan respirasi bila perlu, dan nutrisi. Setelah itu barulah digunakan bronkodilator,
antiinflamasi seperti kortikosteroid, antiviral seperti ribavirin, dan pencegahan dengan vaksin
RSV, RSV immunoglobuline (polyclnal) atau humanized RSV monoclonal
antibody (palvizumad).
Bronkiolitis ringan biasanya bisa rawat jalan dan perlu diberikan cairan peroral yang adekuat.
Bayi dengan bronkiolitis sedang sampai berat harus dirawat inap. Penderita resiko tinggi harus
dirawat inap, diantaranya: berusia kurang dari 3 bulan, prematur, kelainan jantung, kelainan
neurologi, penyakit paru kronis, defisiensi imun, distres napas. Tujuan perawatan di rumah sakit

58
adalah terapi suportif, mencegah dan mengatasi komplikasi, atau bila diperlukan pemberian
antivirus.
Pengobatan Medikamentosa
A. Antivirus (Ribavirin)
Bronkiolitis paling banyak disebabkan oleh virus sehingga ada pendapat untuk mengurangi
beratnya penyakit dapat diberikan antivirus. Ribavirin adalah obat antivirus yang bersifat virus
statik. Tetapi, penggunaan obat ini masih kontroversial mengenai efektivitas dan
keamanannya. The American of Pediatric merekomendasikan penggunaan ribavirin pada
keadaan diperkirakan penyakitnya menjadi lebih berat seperti pada penderita bronkiolitis dengan
kelainan jantung, fibrosis kistik, penyakit paru-paru kronik, immunodefisiensi, dan pada bayi-
bayi premature. Ada beberapa penelitian prospektif tentang penggunaan ribavirin pada penderita
bronkiolitis dengan penyakit jantung dapat menurunkan angka kesakitan dan kematian jika
diberikan pada saat awal. Penggunaan ribavirin biasanya dengan cara nebulizer aerosol 12-18
jam per hari atau dosis kecil dengan 2 jam 3 x/hari.

B. Bronkodilator
Peran bronkodilator sampai saat ini masih kontroversial.Secara umum jangan gunakan
bronkodilator pada pasien anak dengan usia dibawah 6 bulan. bronkodilator juga tidak
dianjurkan dan sebetulnya merupakan kontra indikasi karena dapat memperberat keadaan anak.
Penderita dapat menjadi lebih gelisah dan keperluan oksigen akan meningkat.
Bronkodilator digunakan secara luas untuk bayi dengan bronkiolitis, yaitu sekitar 68-96% bayi
dipusat pelayanan pediatrik tersier di Kanada. Pada survey yang dilakukan pada 88 pusat
pelayanan pediatrik di Eropa, 54 pusat pelayanan melaporkan penggunaan bronkodilator pada
semua pasien dengan bronkiolitis, dan 15 pusat pelayanan melaporkan hanya menggunakan
bronkodilator pada pasien dengan resiko tinggi. Di Inggris dan Australia, penggunaan
bronkodilator lebih jarang.
Wohl dan Chernick menyatakan bahwa penyebab obstruksi saluran respiratory adalah inflamasi
dan penyempitan akibat edema mukosa dan sumbatan mukosa, serta kolapsnya saluran
respiratori kecil pada bayi dengan bronkiolitis, sehingga pendekatan logis terapi adalah
kombinasi -adrenergik dan agonis -adrenergik.
Kelebihan epinefrin dibandingkan dengan bronkodilator -adrenergik selektif adalah :
- Kerja konstriktor -adrenergik yang merupakan dekongestan mukosa, membatasi absorbsinya
dan mengatur aliran darah pulmoner, dengan sedikit efek pada ventilation perfusing matching.

59
- Relaksasi otot bronkus karena efek -adrenergik
- Kerja -adrenergik menekan pelepasan mediator kimiawi
- Efek fisiologik antihistamin yang melawan efek histamin seperti edema
- Mengurangi sekresi kataral.
Beta agonis masih sering digunakan dengan alasan 15 25 % pasien bronkiolitis nantinya akan
menjadi asma. Inhalasi 2-agonis diberikan satu kali sebagai trial dose. Karena efek akan tampak
dalam 1 jam, maka dosis ulangan akan diberikan bila pasien menunjukkan perbaikan klinis
fungsi paru yang jelas dan menetap.
C. Antibiotik
Pemberian antibiotik biasanya tidak diperlukan pada penderita bronkiolitis, karena sebagian
besar disebabkan oleh virus, kecuali jika ada tanda-tanda infeksi sekunder dan diberikan
antibiotik spektrum luas. Pemberian antibiotik justru akan meningkatkan infeksi sekunder oleh
kuman yang resisten terhadap antibiotik tersebut. Antibiotik bila dicurigai adanya infeksi bakteri
dapat digunakan ampisilin 100-200 mg/kgBB/hr secara intravena dibagi 4 dosis. Bila ada
konjungtivitis dan bayi berusia 1 4 bulan kemungkinan sekunder oleh Chlamidia trachomatis.
Pencegahan
Langkah preventif yang dapat dilakukan adalah dengan pemberian imunisasi aktif dan pasif.
Imunisasi pasif dapat dilakukan dengan pemberian gammaglobulin yang mengandung titer
antibodi protektif tinggi, (respigrama). Dosis yang dianjurkan 750 mg/KgBB setiap bulan,
diberikan secara intravena pada anak dibawah umur 24 bulan. Indikasi lain adalah bayi yang
lahir dengan umur kehamilan < 35 minggu dan bayi dengan displasia bronchopulmonari. Produk
lain adalah antibodi kelas IgA monoklonal yang diberikan melalui tetes hidung setiap hari dan
antibodi kelas IgG monoklonal yang diberikan secara intramuscular setiap bulan.
Pendekatan profilaksis pada populasi resiko tinggi adalah meningkatkan (augmentation) antibodi
yang menetralisasi protein F dan G dengan cara pemberian dari luar dan imunisasi dari ibu. Pada
manusia, efek imunoglobulin yang mengandung neutralizing antibody titer tinggi atau
monoklonal terhadap protein F akan mengurangi beratnya penyakit. Bila pada bayi premature
atau bayi dengan penyakit paru kronis diberikan RSV hyperimmune globulinatau antibodi
monoklonal terhadap protein F yang disebut dengan Palizumab setiap bulan, diberikan secara
intramuskular setiap hari, lama perawatan RSV akan berkurang secara bermakna. Akan tetapi
resiko efek samping kemungkinan meningkat pada bayi dengan penyakit jantung sianotik.(4)
Sesudah penelitian dengan vaksin inaktif, dikembangkan vaksin live attenuated. Vaksin RSV
pertama, yang terdiri dari cold passaged mutan, efektif untuk orang dewasa, tetapi pada anak

60
terlalu virulen dan tidak stabil karena dapat berubah menjadi virus biasa kembali. Kemudian dari
permukaan glikoprotein murni, dikembangkan DNA dan peptik sintetik. Vaksin live attenuated
mempunyai kelebihan, yaitu dapat diberikan intranasal dan menginduksi imunitas mukosa dan
sistemik.
Selain itu dilakukan pencegahan penyebaran silang dari virus RSV. RSV menyebar melalui
hidung/muka ke tangan atau muka dari individu lain, sehingga perlu dilakukan prosedur cuci
tangan yang baik terhadap perawat, pegawai maupun orang tua pasien untuk meminimalisir
masalah tersebut. Dan hindari perawatan pasien anak dengan bronkiolitis (RSV positif atau
sedang menunggu hasil) dengan anak-anak yang mempunyai resiko tinggi tertular RSV.

Referensi

1. Herry Garna, Prof, dr. Sp.A(K), Ph.D, Heda Melinda D. Nataprawira, dr. Sp.A(K),
Bronkhiolitis dalam Pedoman Diagnosis dan Terapi, Ilmu Kesehatan Anak, Edisi Ke -3, Bagian
Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran, Rs. Dr. Hasan Sadikin
Bandung, 2005. Hal : 400-402

2. Edi Hartoyo dan Roni Naning, Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas
Gajah Mada/ Instalasi Kesehatan Anak RSUP dr. Sardjito Yogyakarta. Mengi Berulang Setelah
Bronkhiolitis Akut Akibat Infeksi Virus.

3. Staff Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI, Bronkiolitis Akut dalam Buku Kuliah 3 Ilmu
Kesehatan Anak, Bagian Ilmu Kesehatan FKUI, 1985, hal : 1233-1235

4. Magdalena Sidharta Zain, Bronkhiolitis dalam Buku Ajar Respirology Anak, Edisi Pertama,
Ikatan Dokter Anak Indonesia, Badan Penerbit IDAI, 2008

5. NSW HEALTH, Acut Management of Infant and Children with Acute Bronchiolitis. Revision
December 2006 www.health.nsw.gov.au

6. Ikatan Dokter Anak Indonesia, Bronkiolitis dalam Standar Pelayanan Medis Kesehatan
Anak, Edisi I, Badan Penerbit IDAI, 2005. Hal : 348 - 350

7. A Tam, SY Lam, et all. Clinical Guideline on The Management pf Acute Bronchiolitis,


Hongkong Journal Pediatric (New Series) 2006; 11; 235 241.

8. Mary Ellen B, Wohl, MD. Bronchiolitis in Kendigs Disorder of The Respiratory Tract in
Children. Seventh Edition, Elsevier Inc, 2006 page : 423 431.

61
3.3.h KANKER PARU

Definisi

Kanker paru adalah salah satu jenis penyakit paru yang memerlukan penanganan dan
tindakan yang cepat dan terarah. Penegakan diagnosis penyakit ini membutuhkan ketrampilan
dan sarana yang tidak sederhana dan memerlukan pendekatan multidisiplin kedokteran. Penyakit
ini membutuhkan kerja sama yang erat dan terpadu antara ahli paru dengan ahli radiologi
diagnostik, ahli patologi anatomi, ahli radiologi terapi dan ahli bedah toraks, ahli rehabilitasi
medik dan ahli-ahli lainnya. Pengobatan atau penatalaksaan penyakit ini sangat bergantung pada
kecekatan ahli paru untuk mendapatkan diagnosis pasti. Penemuan kanker paru pada stadium
dini akan sangat membantu penderita, dan penemuan diagnosis dalam waktu yang lebih cepat
memungkinkan penderita memperoleh kualitas hidup yang lebih baik dalam perjalanan
penyakitnya meskipun tidak dapat menyembuhkannya. Pilihan terapi harus dapat segera
dilakukan, mengingat buruknya respons kanker paru terhadap berbagai jenis pengobatan. Bahkan
dalam beberapa kasus penderita kanker paru membutuhkan penangan sesegera mungkin meski
diagnosis pasti belum dapat ditegakkan. Kanker paru dalam arti luas adalah semua penyakit
keganasan di paru, mencakup keganasan yang berasal dari paru sendiri maupun keganasan dari
luar paru (metastasis tumor di paru). Dalam pedoman penatalaksanaan ini yang dimaksud
dengan kanker paru ialah kanker paru primer, yakni tumor ganas yang berasal dari epitel
bronkus atau karsinoma bronkus (bronchogenic carcinoma). Menurut konsep masa kini kanker
adalah penyakit gen. Sebuah sel normal dapat menjadi sel kanker apabila oleh berbagai sebab
terjadi ketidak seimbangan antara fungsi onkogen dengan gen tumor suppresor dalam proses
tumbuh dan kembangnya sebuah sel.Perubahan atau mutasi gen yang menyebabkan terjadinya
hiperekspresi onkogen dan/atau kurang/hilangnya fungsi gen tumor suppresor menyebabkan sel
tumbuh dan berkembang tak terkendali. Perubahan ini berjalan dalam beberapa tahap atau yang
dikenal dengan proses multistep carcinogenesis. Perubahan pada kromosom, misalnya hilangnya
heterogeniti kromosom atau LOH juga diduga sebagai mekanisme ketidak normalan
pertumbuhan sel pada sel kanker. Dari berbagai penelitian telah dapat dikenal beberapa onkogen
yang berperan dalam proses karsinogenesis kanker paru, antara lain gen myc, gen k-ras
sedangkan kelompok gen tumor suppresor antaralain, gen p53, gen rb. Sedangkan perubahan
kromosom pada lokasi 1p, 3p dan 9p sering ditemukan pada sel kanker paru.

Epidemiologi

Prevalensi kanker paru di Negara maju sangat tinggi, di USA tahun 2002 dilaporkan
terdapat 169.400 kasus baru (merupakan 13% dari semua kanker parubaru yang terdiagnosis)
dengan 154.900 kematian (merupakan 28% dari seluruh kematian akibat kanker), di inggris
prevalensi kejadiannya mencapai 40.000/tahun, sedangkan di Indonesia peringkat 4 kanker
terbanyak, di RS Kanker Dharmais Jakarta tahun 1998 menduduki urutan ke 3 sesudah kanker

62
payudara dan leher Rahim. Angka kematian akibat kanker paru seluruh dunia mencapai kurang
lebih satu juta penduduk tiap tahunnya.

Tingginya angka merokok pada masyarakat akan menjadikan kanker paru sebagai salah
satu masalah kesehatan di Indonesia, seperti masalah keganasan lainnya. Peningkatan angka
kesakitan penyakit keganasan, seperti penyakit kanker dapat dilihat dari hasil Survai Kesehatan
Rumah Tangga (SKRT) yang pada 1972 memperlihatkan angka kematian karena kanker masih
sekitar 1,01 % menjadi 4,5 % pada 19901. Data yang dibuat WHO menunjukan bahwa kanker
paru adalah jenis penyakit keganasanyang menjadi penyebab kematian utama pada kelompok
kematian akibat keganasan, bukan hanyapada laki laki tetapi juga pada perempuan2.

Etiologi

Seperti umumnya kanker yang lain penyebab yang pasti daripada kanker paru belum
diketahui, tapi paparan atau inhalasi berkepanjangan suatu zat yang bersifat karsinogenik
merupakan faktor penyebab utama disamping adanya faktor lain seperti kekebalan tubuh, genetic
dan lain-lain.

Dari beberapa kepustakaan telah dilaporkan bahwa etiologi kanker paru sangat
berhubungan dengan kebiasaan merokok. Terdapat hubungan antara rata-rata jumlah rokok yang
dihisap per hari dengan tingginya insiden kanker paru. Dikatakan bahwa 1 dari 9 perokok berat
akan menderita kanker paru. Belakangan, dari laporan beberapa penelitian mengatakan bahwa
perokok pasif pun akan beresiko terkena kanker paru-paru. Anak-anak yang terpapar asap rokok
selama 25 tahun pada usia dewasa akan terkena resiko kanker paru dua kali lipat dibandingkan
dengan yang tidak terpapar, dan perempuan yang hidup dengan suami/pasangan perokok juga
terkena resiko kanker paru 2-3 kali lipat. Diperkirakan 25% kanker paru dari bukan perokok
adalah berasal dari perokok pasif. Efek rokok bukan saja mengakibatkan kanker paru, tapi dapat
juga menimbulkan kanker paru, tetapi dapat juga menimbulkan kanker pada organ lain seperti
mulut, laring, dan esophagus.

Diperkirakan terdapat metabolit dalam asap rokok yang bersifat karsinogen terhadap
organ tubuh tersebut. Zat-zat yang bersifat karsinogen (C), kokarsinogenik (CC), tumor promoter
(TP), mutagen (M).

Etiologi lain dari kanker paru yang berhubungan dengan paparan zat karsinogen, seperti:

Asbestos, sering menimbulkan mesothelioma


Radiasi ion pada pekerja tambang uranium
Radon,arsen, kromium, nikel, polisiklik hidrokarbon, vinil klorida

Polusi udara. Pasien kanker paru lebih banyak di daerah urban yang banyak polusi udaranya
dibandingkan yang tinggal di daerah rural

63
Genetic. Terdapat perubahan/nutrisi beberapa gen yang berperanan dalam kanker paru, yakni:
proto oncogene, tumor supresor gene, gene encoding enzyme.

Teori onkogenesis. Terjadinya kanker paru didasari dari perubahan tampilnya gen supresor
tumor dalam genom (onkogen). Adanya inisiator mengubah gen supresor tumor dengan cara
menghilangkan (delesi/del) atau penyisipan (insersi/inS) sebagian susunan pasangan basanya,
tampilnya gen erB1 dan atau neu/erbB2 berperan dalam apoptosis (mekanisme sel untuk mati
secara alamiah/programmed cell death). Perubahan tampilan gen kasus ini menyebabkan sel
sasaran dalam hal ini sel paru berubah menjadi sel kanker dengan sifat pertumbuhan yang
otonom.

Rokok selain sebagai inisiator juga merupakan promotor dan proresor, dan rokok diketahui
sangat berkaitan (terbesar) dengan terjadinya kanker paru. Dengan demikian kanker merupakan
penyakit genetic yang pada permulaan terbatas pada sel sasaran kemudian menjadi agresif pada
jaringan sekitarnya bahkan mengenai organ lain.

Diet. Beberapa penelitian melaporkan bahwa rendahnya konsumsi terhadap betakaroten,


selenium dan vitamin A menyebabkan tingginya resiko terkena kanker paru.

Patologi

Small Cell Lung Cancer ( SCLC )

Gambaran histologinya yang khas adalah dominasi sel-sel kecil yang hampir semuanya
diisi oleh mucus dengan sebaran kromatin yang sedikit sekali tanpa nucleoli. Disebut juga Oat
Cell carcinoma karena bentuknya mirip dengan bentuk biji gandum, sel kecil ini cenderung
berkumpul sekeliling pembuluh darah halus menyerupai pseudoroset. Sel-sel yang bermitosis
banyak sekali ditemukan begitu juga gambaran nekrosis. DNA yang terlepas menyebabkan
warna gelap sekitar pembuluh darah.

Non Small Cell Carcinoma (NSCLC)

Karsinoma sel skuamosa/ karsinoma bronkogenik. Karsinoma sel skuamosa berciri khas
proses keratinisasi dan pembentukan bridge intraselular, studi sitology memperlihatkan
perubahan yang nyata dari dysplasia skuamosa ke karsinoma insitu.

Adenokarsinoma. Khas dengan bentuk formasi glandular dan kecenderungan kearah


pembentukan konfigurasi papilari. Biasanya membentuk musin, sering tumbuh dari berkas
kerusakan jaringan paru (scar). Dengan penanda tumor CEA ( carcinoma Embrionic Antigen)
karsinoma ini bisa dibedakan dari mesothelioma.

Karsinoma bronkoalveolar. Merupakan subtype dari adenokarsinoma, dia pmengikuti/meliputi


permukaan alveolar tanpa menginvasi atau merusak jaringan paru.

64
Karsinoma sel besar. Ini suatu subtype yang gambaran histologinya dibuat secara eksklusi. Dia
termasuk NSCLC tapi tak da gambaran diferensiasi skuamosa atau glandular, sel bersifat
anaplastic, tak berdiferensiasi, biasanya disertai oleh infiltrasi sel neutrophil.

Gambaran klinis kanker paru

Pada fase awal kebanyakan kanker paru tidak menunjukkan gejala-gejala klinis. Bila sudah
menampakkan gejala berat pasien dalam stadium lanjut.

Gejala-gejala dapat bersifat:

Lokal (tumor tumbuh setempat)


- Batuk baru atau batuk lebih hebat pada batuk kronis
- Hemoptysis
- Mengi (wheezing, stridor) karena ada obstruktif saluran napas
- Kadang terdapat kavitas seperti abses paru
- Atelectasis
Invasi local :
- Nyeri dada
- Dyspnea karena efusi pleura
- Invasi ke pericardium terjadi tamponade atau aritmia
- Sindrom vena cava superior
- Sindrom horner (facial anhidrosis, ptosis, miosis)
- Suara serak, karena penekanan pada nerus laryngeal recurrent
- Sindrom pancoast, karena invasi pada pleksus brakialis dan saraf simpatis serivikalis
Gejala penyakit metastasis:
- Pada otak, tulang, hati, adrenal
- Limfadenopati servikal dam supraklavikular (sering menyertai metastasis)
Sindrom paraneoplastik : terdapat pada 10% kanker paru, dengan gejala:
- Sistemik : penurunan berat badan, anoreksia, demam
- Hematologi : leukositosis, anemia, hiperkoagulasi
- Hipertrofi osteoartropati
- Neurologic : dementia, ataksia, tremor, neuropati perifer
- Neuromiopati:
- Endokrin : sekresi berlebihan hormone paratiroid (hiperkalsemia)
- Dermatologic : eritema multiform, hyperkeratosis, jari tabuh
- Renal: syndrome of inappropriate andiuretic hormone (SIADH)
Asimtomatik dengan kelainan radiologis :
- Sering terdapat pada perokok dengan PPOK/ COPD yang terdeteksi secara radiologis
- Kelainan berupa nodul soliter

65
Deteksi dini kanker paru

Anamnesis yang lengkap dan pemeriksaan fisik yang teliti, merupakan kunci terhadap
diagnosis yang tepat. Selain gejala klinis yang telah disebutkan diatas, beberapa faktor perlu
diperhatikan pada pasien tersangka kanker paru, seperti; faktor umur, kebiasaan merokok,
adanya riwayat kanker dalam keluarga, terpapar zat karsinogen atau terpapar jamur, dan infeksi
yang dapat menyebabkan nodul soliter. Menemukan kanker paru pada stadium ini sangat sulit
karena pada stadium ini tidak ada keluhan atau gejala. Ukuran tumor pada stadium dini relative
kecil (>1cm) dan tumor masih berada pada epitel bronkus. Foto rontgen dada juga tidak dapat
mendeteksi kanker tersebut. Keadaan ini disebut sebagai tumor in situ. Untuk mendapatkan sel
tumor tersebut hanya bisa dengan pemeriksaan sitology sputum dengan bantuan bronkoskopi.
Angka keberhasilan diagnosis pemeriksaan sitology sputum ini pada pasien tanpa kelainan klinis
dan radiologis relative kecil, dan bila ditemukan maka juga sulit menetukan asal sel tumor
tersebut dalam traktus respiratorius. Untuk mempermudah penemuan dini ini dianjurkan
melakukan pemeriksaan skrining dengan cara memeriksa sitology sputum dan foto rontgen dada,
secara berkala. National Cancer Institute (NCI) di USA menganjurkan skrining dilakukan setiap
4 bulan dan terutama ditunjukkan pada laki-laki >40 tahun, perokok >1 bungkus perhari dan
bekerja dilingkungan berpolusi yang memungkinkan terjadi kanker paru (pabrik cat, plastic,
asbes). Dalam studi ini, pemeriksaan sel ganas dengan pemeriksaan sitology sputum lebih mudah
menemukan karsinoma sel skuamosa, sedangkan foto rontgen dada lebih banyak menemukan
adenokarsinoma dan karsinoma sel skuamosa. Small cell carcinoma jarang terdeteksi pada
stadium dini ini.

Prosedur diagnostik

Gambaran Klinik

A. Anamnesis

Gambaran klinik penyakit kanker paru tidak banyak berbeda dari penyakit paru lainnya,
terdiri dari keluhan subyektif dan gejala obyektif. Dari anamnesis akan didapat keluhan utama
dan perjalanan penyakit, serta faktorfaktor lain yang sering sangat membantu tegaknya
diagnosis. Keluhan utama dapat berupa :

Batuk-batuk dengan / tanpa dahak (dahak putih, dapat juga purulen)


Batuk darah
Sesak napas
Suara serak
Sakit dada
Sulit / sakit menelan
Benjolan di pangkal leher
Sembab muka dan leher, kadang-kadang disertai sembab lengan dengan rasa nyeri yang hebat.
Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan Asma Di Indonesia Tidak jarang yang pertama terlihat

66
adalah gejala atau keluhan akibat metastasis di luar paru, seperti kelainan yang timbul karena
kompresi hebat di otak, pembesaran hepar atau patah tulang kaki.

Gejala dan keluhan yang tidak khas seperti :

Berat badan berkurang


Nafsu makan hilang
Demam hilang timbul
Sindrom paraneoplastik, seperti "Hypertrophic pulmonary osteoartheopathy", trombosis
vena perifer dan neuropatia.

Pemeriksaan jasmani

Pemeriksaan jasmani harus dilakukan secara menyeluruh dan teliti. Hasil yang didapat
sangat bergantung pada kelainan saat pemeriksaan dilakukan. Tumor paru ukuran kecil dan
terletak di perifer dapat memberikan gambaran normal pada pemeriksaan. Tumor dengan ukuran
besar, terlebih bila disertai atelektasis sebagai akibat kompresi bronkus, efusi pleura atau
penekanan vena kava akan memberikan hasil yang lebih informatif. Pemeriksaan ini juga dapat
memberikan data untuk penentuan stage penyakit, seperti pembesaran KGB atau tumor diluar
paru. Metastasis ke Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan Asma Di Indonesia organ lain juga
dapat dideteksi dengan perabaan hepar, pemeriksaan funduskopi untuk mendeteksi peninggian
tekanan intrakranial dan terjadinya fraktur sebagai akibat metastasis ke tulang.

Gambaran radiologis

Hasil pemeriksaan radiologis adalah salah satu pemeriksaan penunjang yang mutlak
dibutuhkan untuk menentukan lokasi tumor primer dan metastasis, serta penentuan stadium
penyakit berdasarkan system TNM. Pemeriksaan radiologi paru yaitu Foto toraks PA/lateral, bila
mungkin CT-scan toraks, bone scan, Bone survey, USG abdomen dan Brain-CT dibutuhkan
untuk menentukan letak kelainan, ukuran tumor dan metastasis.

a. Foto toraks : Pada pemeriksaan foto toraks PA/lateral akan dapat dilihat bila masa tumor
dengan ukuran tumor lebih dari 1 cm. Tanda yang mendukung keganasan adalah tepi
yang ireguler, disertai identasi pleura, tumor satelit tumor, dll. Pada foto tumor juga dapat
ditemukan telah invasi ke dinding dada, efusi pleura, efusi perikar dan metastasis
intrapulmoner. Sedangkan keterlibatan KGB untuk menentukan N agak sulit ditentukan
dengan foto toraks saja.

Kewaspadaan dokter terhadap kemungkinan kanker paru pada seorang penderita penyakit
paru dengan gambaran yang tidak khas untuk keganasan penting diingatkan. Seorang penderita
yang tergolong dalam golongan resiko tinggi (GRT) d

67
b. CT-Scan toraks : Tehnik pencitraan ini dapat menentukan kelainan di paru secara lebih
baik daripada foto toraks. CT-scan dapat mendeteksi tumor dengan ukuran lebih kecil
dari 1 cm secara lebih tepat. Demikian juga tanda-tanda proses keganasan juga tergambar
secara lebih baik, bahkan bila terdapat penekanan terhadap bronkus, tumor intra bronkial,
atelektasis, efusi pleura yang tidak masif dan telah terjadi invasi ke mediastinum dan
dinding dada meski tanpa gejala. Lebih jauh lagi dengan CT-scan, keterlibatan KGB
yang sangat berperan untuk menentukan stage juga lebih baik karena pembesaran KGB
(N1 s/d N3) dapat dideteksi. Demikian juga ketelitiannya mendeteksi kemungkinan
metastasis intrapulmoner.

Pemeriksaan radiologik lain : Kekurangan dari foto toraks dan CT-scan toraks adalah tidak
mampu mendeteksi telah terjadinya metastasis jauh. Untuk itu dibutuhkan pemeriksaan
radiologik lain, misalnya Brain-CT untuk mendeteksi metastasis di tulang kepala / jaringan otak,
bone scan dan/atau bone survey dapat mendeteksi metastasis diseluruh jaringan tulang tubuh.
USG abdomen dapat melihat ada tidaknya metastasis di hati, kelenjar adrenal dan organ lain
dalam rongga perut

Pemeriksaan khusus

a. Bronkoskopi

Bronkoskopi adalah pemeriksan dengan tujuan diagnostik sekaligus dapat dihandalkan untuk
dapat mengambil jaringan atau bahan agar dapat dipastikan ada tidaknya sel ganas. Pemeriksaan
ada tidaknya masa intrabronkus atau perubahan mukosa saluran napas, seperti terlihat kelainan
mukosa tumor misalnya, berbenjol-benjol, hiperemis, atau stinosis infiltratif, mudah berdarah.
Tampakan yang abnormal sebaiknya di ikuti dengan tindakan biopsi tumor/dinding bronkus,
bilasan, sikatan atau kerokan bronkus.

b. Biopsi aspirasi jarum

Apabila biopsi tumor intrabronkial tidak dapat dilakukan, misalnya karena amat mudah
berdarah, atauapabila mukosa licin berbenjol, maka sebaiknya dilakukan biopsi aspirasi jarum,
karena bilasan dan biopsi bronkus saja sering memberikan hasil negatif. c. Transbronchial
Needle Aspiration (TBNA) TBNA di karina, atau trakea 1/1 bawah (2 cincin di atas karina)
pada posisi jam 1 bila tumor ada dikanan, akan memberikan informasi ganda, yakni didapat
bahan untuk sitologi dan informasi metastasis KGB subkarina atau paratrakeal.
c. Transbronchial Needle Aspiration (TBNA)

TBNA di karina, atau trakea 1/1 bawah (2 cincin di atas karina) pada posisi jam 1 bila tumor ada
dikanan, akan memberikan informasi ganda, yakni didapat bahan untuk sitologi dan informasi
metastasis KGB subkarina atau paratrakeal.
d. Transbronchial Lung Biopsy (TBLB)

68
Jika lesi kecil dan lokasi agak di perifer serta ada sarana untuk fluoroskopik maka biopsi paru
lewatbronkus (TBLB) harus dilakukan.

e. Biopsi Transtorakal (Transthoraxic Biopsy, TTB)

Jika lesi terletak di perifer dan ukuran lebih dari 2 cm, TTB dengan bantuan flouroscopic
angiography. Namun jika lesi lebih kecil dari 2 cm dan terletak di sentral dapat dilakukan TTB
dengan tuntutan STTB.

f. Biopsi lain. Biopsi jarum halus dapat dilakukan bila terdapat pembesaran KGB atau teraba
masa yang dapat terlihat superfisial. Biopsi KBG harus dilakukan bila teraba pembesaran KGB
supraklavikula, leher atau aksila, apalagi bila diagnosis sitologi/histologi tumor primer di paru
belum diketahui. Biopsi Daniels dianjurkan bila tidak jelas terlihat pembesaran KGB
suparaklavikula dan cara lain tidak menghasilkan informasi tentang jenis sel kanker. Punksi dan
biopsi pleura harus dilakukan jika ada efusi pleura.

g. torakoskopi medik

Dengan tindakan ini massa tumor di bagaian perifer paru, pleura viseralis, pleura parietal dan
mediastinum dapat dilihat dan dibiopsi. h. Sitologi sputum Sitologi sputum adalah tindakan
diagnostik yang paling mudah dan murah. Kekurangan pemeriksaan ini terjadi bila tumor ada di
perifer, penderita batuk kering dan tehnik pengumpulan dan pengambilan sputum yang tidak
memenuhi syarat. Dengan bantuan inhalasi NaCl 3% untuk merangsang pengeluaran sputum
dapat ditingkatkan. Semua bahan yang diambil dengan pemeriksaan tersebut di atas harus
dikirim ke laboratorium Patologi Anatomik untuk pemeriksaan sitologi/histologi. Bahan berupa
cairan harus dikirim segera tanpa fiksasi, atau dibuat sediaan apus, lalu difiksasi dengan alkohol
absolut atau minimal alcohol 90%. Semua bahan jaringan harus difiksasi dalamformalin 4%.

Pemeriksaan invasif lain

Pada kasus kasus yang rumit terkadang tindakan invasif seperti Torakoskopi dan tindakan
bedah mediastinoskopi, torakoskopi, torakotomi eksplorasi dan biopsi paru terbuka dibutuhkan
agar diagnosis dapat ditegakkan. Tindakan ini merupakan pilihan terakhir bila dari semua cara
pemeriksaan yang telah dilakukan, diagnosis histologis / patologis tidak dapat ditegakkan.
Semua tindakan diagnosis untuk kanker paru diarahkan agar dapat ditentukan : 1. Jenis
histologis. 2. Derajat (staging). 3. Tampilan (tingkat tampil, "performance status"). Sehingga
jenis pengobatan dapat dipilih sesuai dengan kondisi penderita.

Pemeriksaan lain

a. Petanda Tumor

69
Petanda tumor yang telah, seperti CEA, Cyfra21-1, NSE dan lainya tidak dapat
digunakan untuk mendiagnosis tetapi masih digunakan evaluasi hasil pengobatan. b.
Pemeriksaan biologi molekuler Pemeriksaan biologi molekuler telah semakin berkembang, cara
paling sederhana dapat menilai ekspresi beberapa gen atau produk gen yang terkait dengan
kanker paru,seperti protein p53, bcl2, dan lainya. Manfaat utama dari pemeriksaan biologi
molekuler adalah menentukan prognosis penyakit.

Jenis histologis

Untuk menentukan jenis histologis, secara lebih rinci dipakai klasifikasi histologis menurut
WHO tahun 1999 (Lampiran 1), tetapi untuk kebutuhan klinis cukup jika hanya dapat diketahui :

1. Karsinoma skuamosa (karsinoma epidermoid)


2. Karsinoma sel kecil (small cell carcinoma)
3. Adenokarsinoma (adenocarcinoma)
4. Karsinoma sel besar (large Cell carcinoma)

Berbagai keterbatasan sering menyebabkan dokter specialis Patologi Anatomi mengalami


kesulitan menetapkan jenis sitologi/histologis yang tepat. Karena itu, untuk kepentingan
pemilihan jenis terapi, minimal harusditetapkan, apakah termasuk kanker paru karsinoma sel
kecil (KPKSK atau small cell lung cancer, SCLC) atau kanker paru jenis karsinoma bukan sel
kecil (KPKBSK, nonsmall cell lung cancer, NSCLC).

Penderajatan (Staging) Kanker Paru

Penderajatan untuk KPKBSK ditentukan menurut International System For Lung Cancer 1997,
berdasarkan sistem TNM. Pengertian T adalah tumor yang dikatagorikan atas Tx, To s/d T4, N
untuk keterlibatan kelenjar getah bening (KGB) yang dikategorikan atas Nx, No s/d N3,
sedangkan M adalah menunjukkan ada atau tidaknya metastasis jauh.

Tampilan

Tampilan penderita kanker paru berdasarkan keluhan subyektif dan obyektif yang dapat dinilai
oleh dokter. Ada beberapa skala international untuk menilai tampilan ini, antara lain berdasarkan
Karnofsky Scale yang banyak dipakai di Indonesia, tetapi juga dapat dipakai skala tampilan
WHO. Tampilan inilah yang sering jadi penentu dapat tidaknya kemoterapi atau radioterapi
kuratif diberikan.

Pengobatan

Tujuan pengobatan Kanker

Kuratif : menyembuhkan atau memperpanjang masa bebas penyakit dan meningkatkan


angka harapan hidup pasien
Paliatif : mengurangi dampak kanker, meningkatkan kualitas hidup

70
Rawat hidup (hospice care) pada kasus terminal : mengurangi dampak fisik maupun
psikologis kanker baik pada pasien maupun keluarga
Suportif : menunjang pengobatan kuratif paliatif dan terminal seperti pemberian nutrisi,
transfuse darah dan komponen darah, growth factors obat anti nyeri dan obat anti infeksi.

Terdapatnya beda fundamental perangai biologis Non Small Cell lung Cancer (NSCLC) dengan
Small Cell lung Cancer (SCLC) sehingga pengobatannya harus dibedakan :

NSCLC

Staging TNM yang didasarkan ukuran tumor (T) kelenjar getah bening yang terlibat ( N)
da nada tidaknya metastase bermanfaat sekali dalam penentuan tatalaksana NSCLC ini. Staging
dimulai dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang teliti dengan perhatian khusus kepada
keadaan sistemik, kardio pulmonal, neurologi dan skeletal. Hitung jenis sel darah tepi dan
pemeriksaan kimia darah diperlukan untuk mencari kemungkinan adanya metastase ke sumsum
tulang, hati, dan tengkorak

Pengobatan NSCLC. Terapi bedah adalah pilihan pertama pada stadium I atau II pada
pasien dengan sisa cadangan parenkim parunya yang adekuat.

Pembedahan

Indikasi pembedahan pada kanker paru adalah untuk KPKBSK stadium I dan II.
Pembedahan juga merupakan bagian dari combine modality therapy, misalnya kemoterapi
neoadjuvan untuk KPBKSK stadium IIIA. Indikasi lain adalah bila ada kegawatan yang
memerlukan intervensi bedah, seperti kanker paru dengan sindroma vena kava superiror berat.
Prinsip pembedahan adalah sedapat mungkin tumor direseksi lengkap berikut jaringan KGB
intrapulmoner, dengan lobektomi maupun pneumonektomi. Segmentektomi atau reseksi baji
hanya dikerjakan jika faal paru tidak cukup untuk lobektomi. Tepi sayatan diperiksa dengan
potong beku untuk memastikan bahwa batas sayatan bronkus bebas tumor. KGB mediastinum
diambil dengan diseksi sistematis, serta diperiksa secara patologi anatomis.

Radioterapi

Radioterapi pada kanker paru dapat menjadi terapi kuratif atau paliatif. Pada terapi
kuratif, radioterapi menjadi bagian dari kemoterapi neoadjuvan untuk KPKBSK stadium IIIA.
Pada kondisi tertentu, radioterapi saja tidak jarang menjadi alternatif terapi kuratif. Radiasi
sering merupakan tindakan darurat yang harus dilakukan untuk meringankan keluhan penderita,
seperti sindroma vena kava superiror, nyeri tulang akibat invasi tumor ke dinding dada dan
metastasis tumor di tulang atau otak.

Penetapan kebijakan radiasi pada KPKBSK ditentukan beberapa faktor

1. Staging penyakit

71
2. Status tampilan
3. Fungsi paru
Bila radiasi dilakukan setelah pembedahan, maka harus diketahui :

- Jenis pembedahan termasuk diseksi kelenjar yang dikerjakan


- Penilaian batas sayatan oleh ahli Patologi Anatomi (PA)

Dosis radiasi yang diberikan secara umum adalah 5000 6000 cGy, dengan cara pemberian 200
cGy/x, 5 hari perminggu.

Syarat standar sebelum penderita diradiasi adalah :

1. Hb > 10 g%
2. Trombosit > 100.000/mm3
3. Leukosit > 3000/dl
Radiasi paliatif diberikan pada unfavourable group, yakni :

1. PS < 70.
2. Penurunan BB > 5% dalam 2 bulan.
3. Fungsi paru buruk.

Kemoterapi

Kemoterapi dapat diberikan pada semua kasus kanker paru. Syarat utama harus
ditentukan jenis histologis tumor dan tampilan (performance status) harus lebih dan 60 menurut
skala Karnosfky atau 2 menurut skala WHO. Kemoterapi dilakukan dengan menggunakan
beberapa obat antikanker dalam kombinasi regimen kemoterapi. Pada keadaan tertentu,
penggunaan 1 jenis obat anti kanker dapat dilakukan.

Prinsip pemilihan jenis antikanker dan pemberian sebuah regimen kemoterapi adalah: Pedoman

Diagnosis & Penatalaksanaan Asma Di Indonesia

1. Platinum based therapy ( sisplatin atau karboplatin) 2. Respons obyektif satu obat antikanker s
15% 3. Toksisiti obat tidak melebihi grade 3 skala WHO 4. harus dihentikan atau diganti bila
setelah pemberian 2 sikius pada penilaian terjadi tumor progresif.

Regimen untuk KPKBSK adalah :

1. Platinum based therapy ( sisplatin atau karboplatin)


2. PE (sisplatin atau karboplatin + etoposid)
3. Paklitaksel + sisplatin atau karboplatin
4. Gemsitabin + sisplatin atau karboplatin
5. Dosetaksel + sisplatin atau karboplatin

Syarat standar yang harus dipenuhi sebelum kemoterapi

72
1. Tampilan > 70-80, pada penderita dengan PS < 70 atau usia lanjut, dapat diberikan obat
antikanker dengan regimen tertentu dan/atau jadual tertentu.
2. Hb > 10 g%, pada penderita anemia ringan tanpa perdarahan akut, meski Hb < 10 g% tidak
pertu tranfusi darah segera, cukup diberi terapi sesuai dengan penyebab anemia.
3. Granulosit > 1500/mm3
4. Trombosit > 100.000/mm3
5. Fungsi hati baik
6. Fungsi ginjal baik (creatinin clearance lebih dari 70 ml/menit)

Dosis obat anti-kanker dapat dihitung berdasarkan ketentuan farmakologik masing masing. Ada
yang menggunakan rumus antara lain, mg/kg BB, mg/luas permukaan tubuh (BSA), atau obat
yang menggunakan rumusan AUC (area under the curve) yang menggunakan CCT untuk
rumusnya.

Luas permukaan tubuh (BSA) diukur dengan menggunakan parameter tinggi badan dan berat
badan, lalu dihitung dengan menggunakan rumus atau alat pengukur khusus (nomogram yang
berbentuk mistar)

Small Cell Lung Cancer (SCLC)

SCLC dibagi menjadi dua, yaitu; 1. Limited-stage disease yang diobati dengan tujuan
kuratif (kombinasi kemoterapi dan radiasi) dan angka keberhasilan terapi sebesar 20% serta 2.
Extensive-stage disease yang diobati dengan kemoterapi dan angka respon terapi insial sebesar
60-70 % dan angka respon terapi komplit sebesar 20-30%. Angka median survival time untuk
limited-stage disease adalah 18 bulan dan untuk extensive stage disease adalah 9 bulan.

Pencegahan

Penelitian tentang rokok mengatakan bahwa lebih dari 63 jenis bahan yang dikandung
asap rokok itu bersifat karsinogenesis. Secara epidemiologik juga terlihat kaitan kuat antara
kebiasaan merokok dengan insidens kanker paru, maka tidak dapat disangkal lagi
menghindarkan asap rokok adalah kunci keberhasilan pencegahan yang dapat dilakukan.
Keterkaitan rokok dengan kasus kanker paru diperkuat dengan data bahwa risiko seorang
perempuan perokok pasif akan terkena kanker paru lebih tinggi daripada mereka yang tidak
terpajan kepada asap rokok. Dengan dasar penemuan di atas adalah wajar bahwa pencegahan
utama kanker paru berupa upaya memberantas kebiasaan merokok. Menghentikan seorang
perokok aktif adalah sekaligus menyelamatkan lebih dari seorang perokok pasif. Pencegahan
harus diusahakan sebagai usaha perang terhadap rokok dan dilakukan terus menerus. Program
pencegahan seharusnya diikuti dengan tindakan nyata anti-rokok yang melibatkan tenaga medis
dan seluruh mahasiswa.

Prognosis

73
Buruknya prognosis penyakit ini mungkin berkaitan eratdengan jarangnya penderita
datang ke dokter ketika penyakitnya masih berada dalam stadium awal penyakit. Hasil penelitian
pada penderita kanker paru pascabedah menunjukkan bahwa, rerata angkatahan hidup 5 tahunan
stage I sangat jauh berbeda dengan mereka yang dibedah setelah stage II,apalagi jika
dibandingkan dengan staging lanjut yang diobati adalah 9 bulan.

Referensi :

www.klikpdpi.com

http://www.klikpdpi.com/konsensus/konsensus-kankerparu/kankerparu.pdf

Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid 3

3.3.i ARDS (Acute Respiratory Distress Syndrome)

Definisi

Definisi dari ARDS selalu berganti tiap waktu. Pada awal tahun 1960 Burke dan kawan-kawan
menggunakan istilah High Output Respiratory Failure untuk menggambarkan type dari gagal
nafas yang ditandai dengan ketidakmampuan untuk melakukan oksigenasi yang adekuat dan
pengeluaran karbondioksida. Hal yang sering digunakan untuk menggambarkan sindroma ini
termasuk : pernyakit membrane hialin pada orang dewasa, sindroma insufisiensi pernafasan pada
orang dewasa, atelektasis kongesti, sindroma perdarahan paru, Da Nang Lung, stiff-lung
sindroma, dan lain sebagainya.

Sindroma gagal nafas adalah gangguan fungsi paru akibat kerusakan alveoli yang difus, ditandai
dengan kerusakan sawar membrane kapiler alveoli, sehingga menyebabkan terjadinya edema
alveoli yang kaya protein disertai dengan adanya hipoksemia. Kelainan ini umumnya timbul
mendadak pada pasien tanpa kelainan paru sebelumnya dan dapat disebabkan oleh berbagai
macam keadaan.

Epidemiologi

Institusi kesehatan nasional memperkirakan pada tahun 1942 terdapat 150 ribu kasus baru
dari ARDS pertahunnya di Amerika Serikat, dengan insiden sebesar 75 kasus per 100.000/tahun.
Insiden ARDS sangat sulit untuk ditentukan keakuratannya karena perubahan dari definisi,
kegagalan untuk mendapatkan data yang komplit dan keragu-raguan tentang populasi yang
benar. Dari beberapa kemungkinan studi Kohort yang baru-baru ini ditemukan lebih banyak
peningkatan kecepatan tingkat insidensi, yaitu berubah dari 1,53,5 kasus/100.000/tahun di

74
Pulau Kanari menjadi 4,88,3 kasus/100.000/tahun di Negara Utah. Studi lain menemukan
insiden 4,5 dan 3,0 per 100.000/tahun di U. Kingdom dan di Berlin.

Insiden ARDS ini berubah-ubah tergantung dari kriteria diagnosis yang digunakan untuk
definisi yang diberikan, sebagai penyakit yang mendasari menjadi suatu faktor resiko. Perkiraan
insiden ARDS di Amerika Serikat setiap tahunnya setelah dijumlahkan mendekati 150 ribu kasus
baru pertahunnya. Dalam penelitian oleh Fowler dkk insiden ini bervariasi dari 2% (yaitu pada
pasien post coronary arteri baypass atau pasien terbakar) menjadi 36% (yaitu pada Gastric
broncho aspirasi). Dalam penelitian Kohort yang serupa, Pepe dkk menemukan bahwa insiden
ARDS berkisar dari 8% (pada pasien dengan multipel fraktur) menjadi 38% (pada pasien dengan
sepsis).

Etiologi

ARDS terjadi jika paru-paru terkena cedera baik secara langsung maupun tidak
langsung.(4) Berdasarkan mekanisme patogenesisnya maka penyakit dasar yang menyebabkan
sindrom ini dapat dibagi menjadi 2 kelompok :

1. Penyakit yang langsung mengenai paru-paru

Aspirasi asam lambung

Tenggelam

Kontusio paru

Infeksi paru yang difus

Inhalasi gas toksik

Keracunan oksigen

2. Penyakit yang tidak langsung mengenai paru-paru

Sepsis

Pankreatitis akut

Trauma multipel

Penyalahgunaan obat

Renjatan hipovolemik

Transfusi berlebihan

Pasca transplantasi paru

75
Pasca operasi pintas jantung-paru.

Patofisiologi

Dasar kelainan dari ARDS adalah kerusakan pada pertahanan alveolar capillary. Selain
itu fakta saat ini terjadinya ARDS tidak sesederhana berasal dari edema pulmonal akibat
peningkatan permeabilitas microvaskular, tetapi mempunyai manifestasi yang lebih menyeluruh
dari kerusakan permeabilitas.

Peningkatan permiabilitas kapiler akan menyebabkan cairan merembes ke jaringan


interstitial dan alveoli, menyebabkan edema paru, paru menjadi kaku dan kelenturan paru
(complience) menurun. Kapasitas sisa fungsional juga menurun.

Hipoksemia yang berat merupakan gejala penting sindrom gagal nafas pada orang
dewasa. Penyebab utama hipoksemia pada sindrom gagal nafas ini adalah adanya pirau aliran
darah paru intrapulmonal masif. Pada keadaan normal pirau intrapulmonal ini didapatkan dalam
presentase yang kecil dari curah jantung total. Pada sindrom gagal nafas ini pirau tersebut
meningkat hingga 25-50% dari curah jantung total dan hal ini terjadi karena adanya perfusi yang
persisten pada alveoli yang kolaps/alveoli yang terisi cairan. Akibat darah yang mengalir dari
arteri pulmonalis tidak dapat terpajan dengan udara dalam alveoli dan tidak terjadi pertukaran
gas sehingga menyebabkan terjadi ketidakseimbangan antara ventilasi-perfusi.

Gejala Klinis

Manifestasi klinis sindrom gagal nafas akut bervariasi tergantung dari penyebab. Penyebab
yang paling penting adalah sepsis oleh kuman gram negatif, trauma berat, operasi besar, trauma
kardiovaskuler, pneumonia karena virus influenza dan kelebihan dosis narkotik. Yang khas
adalah adanya masa laten antara timbulnya faktor predisposisi dengan timbulnya gejala klinis
sindrom gagal nafas selama sekitar 18-24 jam. Gejala klinis yang paling menonjol adalah sesak
napas,(2) napas cepat, batuk kering, ketidaknyamanan retrosternal dan gelisah. Pasien yang
memiliki keadaan yang lebih berat dari gagal nafas bisa terjadi sianosis.

Pada saluran nafas orang dewasa didapatkan trias gejala yang penting yaitu hipoksia,
hipotensi dan hiperventilasi. Pada tahap berikutnya sesak nafas bertambah, sianosis menjadi
lebih berat dan mudah tersinggung.

Diagnosis

Menurut fakta sampai sekarang belum ada cara penilaian yang spesifik dan sensitive
terhadap kerusakan endotel/epitel, diagnosis ARDS ditegakkan dengan kriteria fisiologi, namun

76
hal ini masih kontroversi. Meskipun begitu, pemeriksaan laboratorium dan gambaran radiologi
mungkin berguna.

Pada tahap dini ARDS, pemeriksaan fisik mungkin tidak banyak ditemukan kelainan,
tetapi kemudian didapatkan adanya krepitasi yang meluas pada lapangan paru dalam waktu yang
singkat. Pemeriksaan laboratorium yang paling dini menunjukkan kelainan dalam analisis gas
darah berupa hipoksemia, kemudian hiperkapnia dengan asidosis respiratorik pada tahap akhir.

Mula-mula tidak ada kelainan jelas pada foto dada. Setelah 12-24 jam tampak infiltrat
tanpa batas-batas yang tegas pada seluruh lapangan paru, mirip dengan edema paru pada gagal
jantung tetapi tanpa tanda-tanda pembesaran jantung dan tanda bendungan lainnya. Infiltrat
tersebut biasanya meluas dengan cepat dan simetris dalam beberapa jam/hari sehingga mengenai
seluruh lapangan paru tetapi kedua sinus kostofrenikus masih tetap normal (bilateral white-out).
Infiltrat dapat juga bertambah secara lambat dan asimetris.

Biasanya perbaikan foto dada pada ARDS lambat, sedangkan pada edema paru oleh
gagal jantung, infiltratnya cepat menghilang dengan pemberian diuretik.

Pada pemeriksaan laboratorium, hasil analisa gas darah abnormal. Rasio PaO2 terhadap
fraksi O2 yang dihirup (FiO2) menurun dibawah 200. Awalnya terdapat alkalosis respirasi yang
kemudian dalam perjalanan penyakit menjadi asidosis respiratorik karena eliminasi
CO2 menurun. Leukositosis atau leukopenia, anemia, trombositopenia. Jarang
terjadidisseminated intravascular coagulation (DIC) yang dapat terjadi pada keadaan sepsis,
trauma berat atau trauma kepala.

Gambaran radiology

Acute Respiratory Distress Syndrome

77
Diagnosa Banding

Diagnosa banding dari ARDS adalah penyakit-panyakit yang berhubungan dengan


terbentuknya infiltrat pada di paru seperti gagal jantung kongestif, infeksi paru yang luas.

Penatalaksanaan

Mortalitas sindrom gagal napas pada orang dewasa tinggi yaitu mencapai 50% dan tidak
tergantung pada pengobatan yang diberikan. Karena itu pencegahan terhadap timbulnya ARDS
sangat penting dan faktor-faktor predisposisi seperti sepsis, peneumoni aspirasi dan pengenalan
diri terhadap ARDS perlu diperhatikan dengan baik. Pengobatan dalam masa laten lebih
mungkin berhasil daripada sudah timbul gejala sindrom gagal nafas.

Tujuan pengobatan adalah sama walaupun etiologinya berbeda yaitu mengembangkan


alveoli secara optimal untuk mempertahankan gas darah arteri untuk oksigenasi jaringan yang
adekuat, keseimbangan asam basa dan sirkulasi dari tingkat yang dapat ditoleransi sampai
membran alveoli utuh kembali. Pemberian cairan harus hati-hati, terutama kalau sindroma gagal
nafas disertai kelainan fungsi ginjal dan sirkulasi, sebab dengan adanya kenaikan permeabilitas
kapiler paru, cairan dari sirkulasi merembes ke jaringan interstitial dan memperberat edema paru.
Cairan diberikan cukup untuk mempertahankan sirkulasi yang adekuat (denyut jantung yang
tidak cepat, ekstremitas hangat dan diuresis yang baik) tanpa menimbulkan edema atau
memperberat edema paru.

Pemberian albumin tidak terbukti efektif pada ARDS, sebab pada kelainan permeabilitas
yang luas albumin akan ikut masuk ke ruang ekstravaskular.

Secara umum obat-obat yang diberikan dapat dibagi menjadi 2 kategori yaitu :

1. Obat untuk menekan proses inflamasi

Kortikosteroid

Saat ini efek steroid masih dalam penelitian dan penggunaan secara rutin tidak
dianjurkan kecuali bila ada indikasi yang spesifik yang berkaitan dengan penyakit
dasarnya. Steroid dapat mengurangi pembentukan kolagen dan meningkatkan
penghancuran kolagen sehingga penggunaannya mungkin bermanfaat untuk mencegah
fibrosis paru pada pasien yang bertahan hidup. Kortikosteroid biasanya diberikan dalam
dosis besar, lebih disukai metilprednisolon 30 mg/kg berat badan secara intravena setiap
6 jam.

Protaglandin E1

78
Obat ini mempunyai efek vasodilator dan antiinflamasi serta antiagregasi trombosit.
Sebanyak 95% PGE1 akan dimetabolisme di paru sehingga bersifat selektif terhadap
pembuluh darah paru dengan efek sistemik yang minimal. Pemberian secara aerosol
dilaporkan dapat memperbaiki proses ventilasi perfusi karena menyebabkan dilatasi
pembuluh darah pada daerah paru yang ventilasinya masih baik. Walaupun demikian
penggunaan PGE1 dalam klinis masih memerlukan penelitian lebih lanjut.

Kotekonazol

Dapat menghambat sintesis tromboksan dan leukotrien dan pada sejumlah kecil kasus
dapat bermanfaat untuk pencegahan pada pasien yang mengalami sepsis akibat trauma
multipel.

Anti endotoksin dan antisitokinin

Antibodi terhadap endotoksin dan sitokin akhir-akhir ini sedang diteliti. Sejauh ini
penggunaan secara rutin obat-obat ini masih belum dianjurkan.

2. Obat untuk memperbaiki kelainan faal paru :

Amil nitrit

Dapat diberikan intravena untuk memperbaiki proses ventilasi perfusi dengan cara
meningkatkan refleks pembuluh darah paru akibat hipoksia. Perlu dilakukan penelitian
lebih lanjut untuk mengetahui efek tersebut.

Oksida nitrit

Pemberian secara inhalasi dalam dosis rendah akan menyebabkan dilatasi pembuluh
darah paru secara selektif khususnya pada daerah paru dengan ventilasi yang masih baik.
efek oksida nitrit ini diharapkan dapat mengurangi pirau intrapulmonal, memperbaiki
proses ventilasi-perfusi sehingga akan meningkatkan oksigen arteri pulmonalis.
Sayangnya hingga saat ini belum ada data yang menunjukkan prognosis pada pasien yang
mendapatkan oksida nitrit.

Antibiotik

Karena angka kejadian sepsis tinggi pada pasien yang mengalami ARDS maka
dianjurkan untuk diberikan sejak awal antibiotik yang berspektrum luas, hingga
didapatkan adanya sumber infeksi yang jelas serta adanya hasil kultur.

Ventilasi mekanis dilakukan kalau timbul hiperkapnia, kalau pasien lelah dan
tidak dapat lagi mengatasi beban kerja nafas atau timbulnya renjatan. Tujuan ventilasi
mekanis adalah mengurangi kerja nafas, memperbaiki oksigenasi arterial, dengan
pemakaian O2 yang non toksik.

79
Pemberian tekanan positif akhir ekspirasi (PEEP) dengan respirator volume
merupakan langkah besar dalam penanganan ARDS. PEEP membantu memperbaiki
sindrom distress pernafasan dengan mengembangkan daerah yang sebelumnya
mengalami ateletaksis dari kapiler. Keuntungan lain dari PEEP adalah alat ini
memungkinkan pasien untuk mendapatkan FiO2 dalam konsentrasi yang lebih rendah.
Hal ini penting karena pada satu segi FiO2 yang tinggi umumnya diperlukan untuk
mencapai PaO2 dalam kadar minimal, dan pada segi lain oksigen konsentrasi
tinggi bersifat toksik terhadap paru-paru dan menyebabkan ARDS. Efek dari PEEP
adalah memperbaiki tekanan oksigen arterial dan memungkinkan penurunan FiO2.
Bahaya yang mungkin terjadi dalam penggunaan PEEP adalah pneumothoraks dan
terganggunya curah jantung karena tekanan yang tinggi. Perhatian dan pemantauan yang
ketat ditujukan untuk mencapai PEEP terbaik yaitu ventilasi pada tekanan akhir
ekspirasi yang menghasilkan daya kembang paru terbaik dan penurunan PaO2 dan curah
jantung yang minimal.

Karena penimbunan cairan pada paru-paru merupakan masalah, maka pembatasan


cairan dan terapi diuretik merupakan tindakan lain yang penting dalam penanganan
ARDS. Antibiotik yang tepat diberikan untuk mengatasi infeksi. Meskipun penggunaan
kortikosteroid masih kontroversial, tetapi banyak pusat kesehatan menggunakan
kortikosteroid dalam penanganan ARDS walaupun manfaatnya masih belum jelas
diketahui.

Refrensi

Aryanto Suwondo, Ishak Yusuf, Cleopas Martin Lumende, 2001. Sindrome Gagal Nafas
Pada Orang Dewasa dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, Edisi Ketiga. Hal :
907-914

Sylia A. Price dan Lorraine M. Wilson, 1995, Patofisiologi Konsep Klinik Proses-Proses
Penyakit Edisi 4, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Hal : 739-740

3.3.j SARS (Severe Acute Respiratory Syndrome)

Definisi

Sindrom Pernapasan Akut Berat (bahasa Inggris: Severe Acute Respiratory Syndrome, SARS)
adalah sebuah jenis penyakit pneumonia. SARS pertama kali muncul pada November 2002 di
Provinsi Guangdong, Tiongkok. SARS sekarang dipercayai disebabkan oleh virus SARS. Sekitar
10% dari penderita SARS meninggal dunia.

80
Setelah Tiongkok membungkam berita wabah SARS baik internal maupun internasional, SARS
menyebar sangat cepat, mencapai negeri tetangga Hong Kong dan Vietnam pada akhir Februari
2003, kemudian ke negara lain dengan perantaraan wisatawan internasional. Kasus terakhir dari
epidemi ini terjadi pada Juni 2003. Dalam wabah itu, 8.069 kasus muncul yang menewaskan 775
orang.

Untuk melihat garis waktu wabah SARS, lihat Progres wabah SARS.

Ada spekulasi bahwa SARS adalah penyakit buatan manusia.

HIPERTENSI ARTERI PULMONALIS

Hipertensi Arteri Paru , juga dikenal sebagai PAH , adalah kondisi yang ditandai oleh tekanan
darah meningkat pada pembuluh darah paru-paru , yang terdiri dari arteri pulmonalis , vena , dan
kapiler . Mirip dengan SARS , pasien dengan PAH mungkin mengalami sesak napas . Gejala
umum lainnya adalah pusing , pingsan , kelelahan , batuk non - produktif , angina pectoris ,
sinkop , edema perifer , dan jarang hemoptisis . Gejala ini tidak muncul sekaligus , tetapi
berkembang dari waktu ke waktu , itulah sebabnya mengapa banyak pasien menunda berobat ke
dokter, dan dengan demikian gagal untuk mendapatkan diagnosis . Selain itu , ada empat jenis
hipertensi pulmonal utama ( vena , hipoksia , tromboemboli , dan lain-lain ) , membuat
serangkaian tes yang diperlukan untuk menetapkan jenis yang tepat .

PAH adalah penyakit biasa , dan kadang-kadang sulit untuk menentukan apa sebenarnya yang
menyebabkan itu . Diketahui penyebab antara lain penyakit jantung , penyakit hati , HIV , dan
skleroderma , ( jaringan dan kondisi kulit ) . Orang dengan riwayat keluarga hipertensi pulmonal
juga beresiko . Namun, dalam rangka untuk memastikan bahwa seseorang memiliki PAH ,
dokter akan menjalankan beberapa tes , seperti kateterisasi jantung kanan , echocardiogram , tes
darah , rontgen dada , computed tomography , magnetic resonance imaging , dan tes fungsi paru .

Pengobatan untuk PAH termasuk antikoagulan , obat jantung ( digoxin ) , diuretik dan jumlah
terapi oksigen lain . Perubahan gaya hidup juga dapat memberikan pasien PAH kualitas hidup
yang lebih baik . Contoh perubahan ini membuat daerah laundry lebih mudah diakses , menata
ulang dapur untuk akses mudah , memodifikasi kamar mandi dan mandi , mengelola kebutuhan
sehari-hari anak-anak , mengatur perawatan anak biasa dan darurat , mengamankan parkir cacat ,
mengelola acara keluarga dan kegiatan rumah , mencari sumber daya untuk kemudahan harian
dan tugas-tugas rumah mingguan , dan membatasi penggunaan tangga .

WABAH DI TIONGKOK

Virus SARS sepertinya berasal dari Provinsi Guangdong pada November 2002. Walaupun telah
mengambil langkah-langkah untuk mengontrol epidemi, Tiongkok tidak memberitahu Organisasi
Kesehatan Sedunia (WHO) tentang wabah itu hingga Februari 2003. Justru, pemerintah setempat
membatasi laporan epidemi untuk menjaga muka dan kepercayaan publik. Ketidakterbukaan ini
menjadikan Tiongkok sebagai kambing hitam akibat menunda upaya internasional melawan
epidemi. [1] Sejak itu Tiongkok secara resmi telah meminta maaf karena keterlambatannya
dalam mengatasi wabah SARS. [2]

81
Pada awal April, ada perubahan kebijaksanaan resmi ketika media resmi melaporkan kasus
SARS secara lebih terang. Namun, pada masa itu juga beberapa tuduhan muncul mengenai
laporan jumlah kasus yang lebih sedikit dari angka sebenarnya di rumah sakit militer Beijing.
Setelah pelobian yang alot, pejabat Tiongkok memperbolehkan pejabat internasional menyelidiki
situasi di sana. Hasil penyelidikan mengungkapkan masalah-masalah terkait sistem kesehatan
daratan Tiongkok yang sudah tua, seperti maraknya desentralisasi, pita merah dan komunikasi
yang kurang.

Pada akhir April, pemerintah Tiongkok mengakui bahwa kasus pelaporan jumlah kasus yang
lebih sedikit dari angka sebenarnya disebabkan buruknya sistem kesehatan. Dr. Jiang Yanyong
membeberkan fakta yang sebenarnya dengan risiko personal yang besar. Dia melaporkan lebih
banyak pasien SARS di sebuah rumah sakit yang ditanganinya daripada yang dilaporkan di
seluruh Tiongkok. Beberapa pejabat Tiongkok dipecat dari jabatannya, termasuk Menteri
Kesehatan dan Walikota Beijing. Sistem untuk meningkatkan kualitas laporan dan pengontrolan
SARS juga dibentuk.

ETIOLOGI

Level pengetahuan etiologi sekarang

Etiologi SARS masih dipelajari. Pada 7 April 2003, WHO mengumumkan kesepakatan bahwa
coronavirus yang baru teridentifikasi adalah mayoritas agen penyebab SARS, dan pentingnya
metapneumovirus manusia (hMPV) masih belum jelas dan akan dipelajari. Kemudian pada 16
April ilmuwan Universitas Erasmus di Rotterdam, Belanda mengumumkan bahwa virus yang
menyebabkan SARS adalah betul coronavirus baru. Pada berbagai eksperimen, kera disuntik
dengan coronavirus dan hasilnya mereka menderita gejala yang sama dengan penderita SARS
manusia.

Coronavirus sebagai agen penyebab SARS

Sebuah artikel di The Lancet mengidentifikasi coronavirus sebagai kemungkinan agen penyebab
SARS.

Pada 16 April 2003, WHO mengeluarkan pernyataan pers tentang hasil penelitian di sejumlah
laboratorium yang mengidentifikasikan coronavirus sebagai penyebab resmi SARS.

Pada akhir Mei 2003, studi dari berbagai sampel binatang liar yang dijual sebagai makanan di
pasar di Guangdong, Tiongkok menunjukkan coronavirus SARS dapat diisolasikan dari musang.
Ini menunjukkan virus SARS dapat menembus pembatas spesies dari musang; namun, hasil ini
82
tidak pasti karena mungkin saja musang terjangkit virus dari manusia dan bukan sebaliknya atau
bahkan musang adalah semacam agen penularan. Penelitian masih berlangsung.

Memetakan kode genetik virus yang berhubungan dengan SARS

Pada 12 April 2003, ilmuwan yang bekerja sepanjang waktu di Pusat Sains Genome Michael
Smith di Vancouver berhasil memetakan urutan genetik coronavirus. Riset itu menggunakan
sampel dari pasien di Toronto. Peta yang dipuji WHO karena ia adalah suatu langkah penting
dalam menghadapi SARS sekarang dipakai ilmuwan seluruh dunia melalui situs GSC. Lihat
artikel virus SARS untuk lebih lanjutnya.

Dr. Donald Low dari Rumah Sakit Mount Sinai di Toronto mengungkapkan penemuan itu berkat
"kecepatan yang luar biasa". Sebuah tim bekerja 24 jam sehari selama enam hari.

Hingga 17 April 2003, kenaikan tingkat kematian dari pekan sebelumnya terutama kenaikan
kematian pada pasien muda yang tadinya sehat kembali menimbulkan kepanikan akan parahnya
SARS seperti di Hong Kong. Alasan kenaikan angka kematian belum dapat dijelaskan dengan
pasti. Beberapa faktor berikut berperan penting:

Pengelompokan statistis: Peristiwa sebuah grup kematian pada usia muda kebetulan
terjadi pada periode yang singkat. Ini hanya dapat dipastikan melalui analisis statistis
secara detail pada grup pasien yang berbeda.

Lambatnya presentasi: Pasien yang terdata pada stage lanjutan akan mengalami nasib
buruk. Ini telah menjadi sebuah penjelasan pada beberapa kasus.

Drug resistance: Ini telah dijadikan suatu penjelasan oleh seorang Profesor virologi dari
Universitas Tiongkok. Banyak masyarakat medis yang berdebat mengenai kemanjuran
ribavirin. Namun kemanjuran itu tidak mungkin berubah drastis pada waktu singkat di
penderita usia muda.

Variasi keparahan penyakit: Ini adalah sebuah kemungkinan yang penting. Banyak
laporan anekdotal yang menyatakan SARS lebih parah dari kelompok pasien di Taman
Amoy, Hong Kong. WHO menganggap ini sebagai sebuah faktor penting. Salah satu
alasan ialah proses lingkungan hidup berperan dalam penyebaran virus dalam jumlah
besar. Saran lainnya ialah perubahan kecil pada coronavirus menjadikan SARS makin
parah pada kelompok ini. Terekspos virus dalam jumlah besar atau SARS yang lebih
parah berdampak besar pada kaum muda dan yang tadinya sehat. Hipotesis ini dapat
diujicoba dengan menentukan dampaknya pada kelompok ini selain juga dengan meneliti
RNA virus untuk menentukan apakah variasi kecil berhubungan dengan jenis penyakit
lain.

Variasi level perawatan kesehatan: Kelompok pertama berjumlah 138 pasien hanya
mempunyai tingkat kematian berjumlah 3,6%.

83
Grafik ini menunjukkan evolusi manusia yang mungkin terinfreksi, menurut negara utama (Rata-
rata 7 hari) dan tingkat kematian pada 2 minggu terakhir. Orang yang mungkin terinfeksi =
Kasus kumulatif Angka kematian Angka orang yang sembuh. Tingkat kematian = Mati /
(Mati + Sembuh)

Langkah-langkah yang diterapkan untuk memperkecil wabah SARS

WHO membangun jaringan bagi para doktor dan ilmuwan yang terlibat dengan SARS berupa
situs aman untuk mempelajari sinar-X dada dan telekonferensi.

Berbagai langkah diterapkan untuk mengontrol infeksi SARS melalui cara karantina. Lebih dari
1.200 orang dikarantina di Hong Kong, 977 di Singapura dan 1.147 di Taiwan. Kanada juga
mengarantinakan ribuan orang. Di Singapura, hampir seluruh sekolah diliburkan selama 10 hari
dan di Hong Kong ditutup hingga 21 April untuk menahan penyebaran SARS.

Pada 27 Maret 2003, WHO menyarankan pemeriksaan bagi penumpang pesawat terbang untuk
mendeteksi gejala SARS.

Di Singapura, Rumah Sakit (RS) Tan Tock Seng ditetapkan sebagai satu-satunya tempat
penyembuhan dan pusat isolasi bagi seluruh kasus yang terbukti dan mungkin menderita SARS
pada 22 Maret. Selanjutnya, seluruh rumah sakit menerapkan langkah bagi seluruh anggota staf
supaya memeriksa suhu badan dua kali sehari, pengunjung hanya diperbolehkan mengunjungi

84
pasien yang dirawat di bagian pediatric, obstetric dan pasien terpilih lainnya, dan itu pun hanya
diperbolehkan satu orang pada setiap kesempatan. Untuk mengatasi ketidaknyamanan ini,
videokonferensi digunakan untuk berkomunikasi. Sebuah layanan telepon dibuka untuk melapor
kasus SARS, di mana layanan ambulans privat akan membawa mereka ke RS Tan Tock Seng.

Pada 24 Maret, Menteri Kesehatan Singapura mengeluarkan Undang-Undang Penyakit Menular


yang menerapkan karantina rumah wajib selama 10 hari bagi orang yang pernah berkontak
dengan pasien SARS. Pasien SARS yang keluar dari rumah sakit menjalani karantina selama 21
hari. Telepon pengintaian dipasang supaya para karantinawan menjawab telepon ketika
dihubungi secara mendadak. Pasien yang kemungkinan menderita SARS yang telah keluar dari
RS dan beberapa kasus pasien yang dicurigai terkena SARS yang telah sembuh juga diharuskan
menjalani karantina rumah selama 14 hari. Petugas keamanan dari perusahaan CISCO
ditugaskan untuk mengawasi karantina tersebut.

Pada 23 April WHO menyarankan kunjungan ke Toronto hanya untuk kepentingan mendesak
saja karena beberapa orang dari Toronto ternyata "mengekspor" SARS ke belahan dunia. Pejabat
kesehatan publik Toronto menyatakan hanya satu dari kemungkinan kasus ekspor yang
didiagnosis sebagai SARS dan juga kasus SARS baru di Toronto hanya berasal dari rumah sakit.
Peringatan WHO juga diikuti dengan saran yang sama oleh beberapa negara terhadap warhanya.
Pada 29 April WHO mengumumkan peringatan itu berakhir pada 30 April. Pariwisata Toronto
menderita kerugian akibat peringatan itu yang menyebabkan The Rolling Stones dan lainnya
menyelenggarakan sebuah konser besar yang dikenal dengan SARSstock untuk memulihkan
sektor pariwisata.

Juga pada 23 April, Singapura menginstruksikan pemeriksaan thermal imaging scan bagi seluruh
pengunjung yang berangkat dari Bandara Changi. Pemeriksaan terhadap pengunjung di
perbatasan dengan Malaysia Tuas dan Woodlands juga ditingkatkan.

EPIDEMIOLOGI

Epidemi SARS menjadi perhatian publik pada Februari 2004 ketika seorang pengusaha asal
Amerika yang berangkat dari Tiongkok menderita gejala yang mirip dengan pneumonia dalam
penerbangan menuju Singapura. Pesawat terpaksa mendarat di Hanoi, Vietnam, di mana korban
meninggal di rumah sakit. Beberapa dokter dan perawat yang mencoba menyembuhkannya
perlahan-lahan menderita penyakit yang sama walaupun prosedur dasar rumah sakit telah
diterapkan. Beberapa dari mereka meninggal. Gejala yang ganas dan infeksi yang diderita oleh
staf rumah sakit menggemparkan otoritas kesehatan sedunia yang takut akan munculnya epidemi
pneumonia baru. Pada 12 Maret 2003, WHO mengeluarkan sebuah peringatan global yang juga
diikuti dengan peringatan kesehatan yang dikeluarkan oleh Pusat Pengontrolan Penyakit dan
Pencegahan (CDC) Amerika Serikat.

Penyebaran SARS secara lokal terjadi di Toronto, Singapura, Hanoi, Taiwan, Hong Kong, dan
provinsi Guangdong serta Shanxi di Tiongkok. Di Hong Kong grup pertama yang menderita
SARS keluar dari rumah sakit pada 29 Maret 2003. SARS menyebar di Hong Kong melalui

85
seorang dokter daratan Tiongkok tepatnya di lantai 9 Hotel Metropole di Peninsula Kowloon
yang menginfeksi 16 pengunjung hotel. Para pengunjung ini kemudian pergi ke Singapura dan
Toronto sehingga menyebarkan SARS di lokasi tersebut.

Pusat Pengontrolan Penyakit (CDC) yang berbasis di Atlanta mengumumkan pada awal April
mengenai keyakinan bahwa sebuah jenis viruscorona, jenis yang kemungkinan tidak pernah
terlihat pada manusia, merupakan perantara menular yang bertanggung jawab terhadap penularan
SARS. [3] Transmisi penyakit itu hingga kini belum dapat diketahui secara pasti. Ada anggapan
bahwa ia menyebar melalui penghirupan cairan yang dikeluarkan oleh si penderita ketika dia
batuk atau bersin. Otoritas kesehatan juga menyelidiki kemungkinan penyebaran lewat udara
yang dapat meningkatkan potensi keganasan penyakit.

Kemungkinan penderita SARS menjadi asymptomatic, artinya si penderita bisa menularkan


penyakit tanpa mengalami gejala jasmani sehingga dapat menyebar di sebuah populasi tanpa
terdeteksi sangat kecil, menurut pejabat WHO. "Apabila penderita asymptomatic memainkan
peranan penting, kami mampu mengetahuinya hinga sekarang," ujar juru bicara WHO Dick
Thompson kepada Reuters pada April 2004.

Informasi klinis

Gejala

Mula-mula gejalanya mirip seperti flu dan bisa mencakup: demam, myalgia, lethargy, gejala
gastrointestinal, batuk, radang tenggorokan dan gejala non-spesifik lainnya. Satu-satunya gejala
yang sering dialami seluruh pasien adalah demam di atas 38 C (100.4 F). Sesak napas bisa
terjadi kemudian.

Gejala tersebut biasanya muncul 210 hari setelah terekspos, tetapi sampai 13 hari juga pernah
dilaporkan terjadi. Pada kebanyakan kasus gejala biasanya muncul antara 23 hari. Sekitar 10
20% kasus membutuhkan ventilasi mekanis.

Tanda fisik

Awalnya tanda jasmani tidak begitu kelihatan dan mungkin tidak ada. Beberapa pasien akan
mengalami tachypnea dan crackle pada auscultation. Kemudian, tachypnea dan lethargy
kelihatan jelas.

Investigasi

Kemunculan SARS pada Sinar X di dada (CXR) bermacam-macam bentuknya. Kemunculan


patognomonic SARS tidak kelihatan tetapi biasanya dapat dirasakan dengan munculnya lubang
di beberapa bagian di paru-paru. Hasil CXR awalnya mungkin lebih kelihatan.

Jumlah Sel darah putih dan platelet cenderung rendah. Laporan awal mengindikasikan jumlah
neutrophilia dan lymphopenia yang cenderung relatif disebut demikian karena angka total sel

86
darah putih cenderung rendah. Hasil laboaratorium lainnya seperti naiknya kadar lactate
dehydrogenase, creatinine kinase dan C-Reactive protein.

Tes diagnosis

Proses indentifikasi dan sequencing' DNA coronavirus pada 12 April 2003 berhasil
memproduksi beberapa alat tes diagnosis yang sekarang sedang diuji untuk kelayakan pakai.

Tiga kemungkinan tes diagnosis telah tersedia, masing-masing dengan kelemahannya. Yang
pertama, sebuah tes ELISA (enzyme-linked immunosorbent assay) mendeteksi antibodi SARS
dengan baik namun hanya dapat dilakaukan setelah 21 hari dari kemunculan gejala. Yang kedua
berupa immunofluorescence assay yang dapat mendeteksi antibodi 10 hari setelah kemunculan
gejala namun memakan waktu dan tenaga karena membutuhkan mikroskop immunofluorescence
dan operator yang pengalaman. Yang terakhir adalah tes PCR (polymerase chain reaction) yang
bisa mendeteksi materi genetik virus SARS di darah, sputum, sampel tisu dan stool. Tes PCR
hingga kini sangat spesifik namun sangat tidak sensitif. Artinya sebuah tes positif PCR sangat
mengindikasikan si pasien terinfeksi SARS; hasil negatif tidak berarti si pasien tidak mengidap
SARS.

WHO telah mempublikasikan petunjuk menggunakan tes diagnosis tersebut .

Hingga kini belum ada tes pemeriksaan SARS yang cepat dan penelitian masih berjalan.

Diagnosis

Sebuah kasus SARS yang mencurigakan adalah seorang pasien yang mengalami:

1. salah satu dari gejala-gejala termasuk demam dengan suhu 38 C atau lebih DAN
2. pernah mengalami
1. kontak dengan seseorang yang didiagnosis mengidap SARS pada kurun waktu 10
hari terakhir ATAU
2. mengunjungi salah satu dari daerah yang teridentifikasi oleh WHO sebagai area
dengan transmisi lokal SARS (daerah itu pada

10 Mei 2003 adalah sebagian kawasan Tiongkok, Hong Kong, Singapura dan provinsi Ontario,
Kanada).

Sebuah kasus kemungkinan SARS mempunyai gejala-gejala di atas berikut hasil sinar-X pada
dada yang positif menderita atypical pneumonia atau sindrom pernapasan panik.

Dengan kemajuan tes diagnosis coronavirus yang menyebabkan SARS, WHO telah menambah
kategori "SARS menurut hasil laboratorium" untuk pasien yang sebenarnya masuk kategori
"kemungkinan" namun belum/tidak mengalami perubahan pada sinar x di dada tetapi hasil
diagnosis laboratorium positif menderita SARS menurut salah satu dari tes yang diperbolehkan
(ELISA, immunofluorescence atau PCR).

87
Tingkat kematian

Tingkat kematian bervariasi di setiap negara dan organisasi peliput. Pada awal Mei, supaya
konsisten dengan metrik yang sama pada penyakit lain, WHO dan CDC AS mengutip 7%, atau
jumlah kematian dibagi dengan kasus kemungkinan, sebagai tingkat kematian SARS. Yang
lainnya lebih setuju dengan figur 15% yang didapat dari jumlah kematian dibagi dengan jumlah
yang telah sembuh atau meninggal, dengan alasan lebih mencerminkan situasi sebenarnya secara
akurat. Tatkala wabah berlanjut tingkat kematian mancapai 10%.

Salah satu alasan mengapa mengukur jumlah kematian sulit ialah angka infeksi dan angka
kematian meningkat pada kadar yang sama sekali berbeda. Sebuah kemungkinan penjelasan
mencakup infeksi sekunder sebagai agen penyebab penyakit (Lihat analisis Eric Lerner), tetapi
apapun penyebabnya, angka kematian sudah pasti akan berubah.

Kematian berdasarkan grup usia terhitung 8 Mei 2003 adalah di bawah 1% untuk orang usia 24
atau lebih muda, 6% untuk mereka yang berusia 25-44, 15% pada usia 45-64 dan lebih dari 50%
untuk yang berusia lebih dari 65.

Sebagai perbandingan, kasus tingkat kematian influenza biasanya sekitar 0.6% (terutama pada
lansia) tetapi dapat naik hingga 33% pada epidemi lokal yang parah dari mutasi baru. Tingkat
kematian jenis pneumonia menular dasar sekitar 70%.

Pengobatan

Antibiotik masih belum efektif. Pengobatan SARS hingga kini masih bergantung pada anti-
pyretic, supplemen oksigen dan bantuan ventilasi.

Kasus SARS yang mencurigakan harus diisolasi, lebih baiknya di ruangan tekanan negatif,
dengan kostum pengaman lengkap untuk segala kontak apapun dengan pasien.

Awalnya ada dukungan anekdotal untuk penggunaan steroid dan antiviral drug ribavirin, namun
tidak ada bukti yang mendukung terapi ini. Sekarang banyak juru klinik yang mencurigai
ribavirin tidak baik bagi kesehatan.

Ilmuwan kini sedang mencoba segala obat antiviral untuk penyakit lain seperti AIDS, hepatitis,
influenza dan lainnya pada coronavirus.

Ada keuntungan dari penggunaan steroid dan immune system modulating agent lainnya pada
pengobatan pasien SARS yang parah karena beberapa bukti menunjukkan sebagian dari
kerusakan serius yang disebabkan SARS disebabkan oleh reaksi yang berlebihan oleh sistem
kekebalan tubuh terhadap virus. Penelitian masih berlanjut pada area ini.

Pada Desember 2004, laporan menyebutkan para peneliti Tiongkok telah menemukan sebuah
vaksin SARS yang telah diujicoba pada 36 sukarelawan, 24 diantaranya menghasilkan antibodi
virus SARS.

88
REFERENSI

http://www.sarswatch.org/
http://id.wikipedia.org/wiki/Sars
http://www.sars.gov.sg/

Diagnosis Banding
1. Bronkitis

Definisi

Bronkitis merupakan proses keradangan pada bronkus dengan manifestasi utama berupa
batuk, yang dapat berlangsung secara akut maupun kronis. Proses ini dapat disebabkan karena
perluasan dari proses penyakit yang terjadi dari saluran napas maupun bawah.Berdasarkan waktu
berlangsungnya penyakit, bronkitis akut berlangsung kurang dari 6 minggu dengan rata-rata 10-
14 hari, sedangkan bronkitis kronis berlangsung lebih dari 6 minggu.

Secara umum keluhan pada bronkitis kronis dan bronkitis akut hampirsama, hanya saja
keluhan pada bronkitis kronis cenderung lebih berat dan lebih lama. Hal ini dikarenakan pada
bronkitis kronis terjadi hipertrofi otot-otot polos dan kelenjar serta berbagai perubahan pada
saluran pernapasan. Secara klinis, bronkitis kronis merupakanpenyakit saluran pernapasan yang
ditandai dengan batuk berdahak sedikitnya 3 bulandalam setahun selama 2 tahun berturut-turut.

Gejala

Gejala-gejala bronchitis termasuk yang berikut:

Batuk yang sering dan menghasilkan lendir


Kekurangan tenaga
Suara mencuit-cuit ketika bernapas, yang mungin atau mungkin tidak hadir
Demam, yang mungkin atau mungkin tidak hadir

Alur Diagnosis

a. Anamnesis : riwayat penyakit yang ditandai tiga gejala klinis utama (batuk, sputum,
sesak) dan faktor-faktor penyebabnya.

b. Pemeriksaan fisik.

89
Bila ada keluhan sesak, akan terdengar ronki pada waktu ekspirasi
maupun inspirasi disertai bising mengi.
Pasien biasanya tampak kurus dengan barrel-shape chest (diameter
anteroposterior dada meningkat).
Iga lebih horizontal dan sudut subkostal bertambah.
Perkusi dada hipersonor, peranjakan hati mengecil, batas paru hati lebih
rendah, pekak jantung berkurang.
Pada pembesaran jantung kanan, akan terlihat pulsasi di dada kiri bawah
di pinggir sternum.
Pada kor pulmonal terdapat tanda-tanda payah jantung kanan dengan
peninggian tekanan vena, hepatomegali, refluks hepato jugular dan edema
kaki.

c. Pemeriksaan penunjang.

1) Pemeriksaan radiologi.

Ada hal yang perlu diperhatikan yaitu adanya tubular shadow berupa bayangan
garis-garis yang paralel keluar dari hilus menuju apeks paru dan corakan paru yang
bertambah.

2) Pemeriksaan fungsi paru.

Terdapat VEP1 dan KV yang menurun, VR yang bertambah dan KTP yang
normal. Sedang KRF sedikit naik atau normal. Diagnosis ini dapat ditegakkan dengan
spirometri, yang menunjukkan (VEP) volume ekspirasi paksa dalam 1 detik < 80% dari
nilai yang diperkirakan, dan rasio VEP1 : KVP <70%.

3) Pemeriksaan gas darah.

Penderita bronkitis kronik tidak dapat mempertahankan ventilasi dengan baik


sehingga PaCO2 naik dan PO2 turun, saturasi hemoglobin menurun dan timbul sianosis,
terjadi juga vasokonstriksi pembuluh darah paru dan penambahan eritropoeisis.

4) Pemeriksaan EKG.

90
Pemeriksaan ini mencatat ada tidaknya serta perkembangan kor pulmonal
(hipertrofi atrium dan ventrikel kanan)

5) Pemeriksaan laboratorium darah : hitung sel darah putih.

F. PENATALAKSANAAN & PENCEGAHAN

a. Penyuluhan.

Harus dijelaskan tentang hal-hal mana saja yang dapat memperberat penyakit dan harus
dihindari serta bagaimana cara pengobatan yang baik.

b. Pencegahan.

Mencegah kebiasaan merokok (dihentikan), menghindari lingkungan polusi, dan


dianjurkan vaksinasi untuk mencegah eksaserbasi.

2. Pneumonia
Definisi

Pneumonia adalah penyakit saluran napas bawah (lower respiratory tract (LRT)) akut,
biasanya disebabkan oleh infeksi. Sebenarnya pneumonia bukan penyakit tunggal.
Penyebabnya bisa bermacam-macam dan diketahui ada sumber infeksi, dengan sumber
utama bakteri, virus, mikroplasma, jamur, berbagai senyawa kimia maupun partikel. Penyakit
ini dapat terjadi pada semua umur, walaupun manifestasi klinik terparah muncul pada anak,
orang tua dan penderita penyakit kronis.

GAMBARAN KLINIS

Gambaran klinis biasanya didahului oleh infeksi saluran napas akut bagian atas selama
beberapa hari, kemudian diikuti dengan demam, menggigil, suhu tubuh kadang-kadang
melebihi 40oC, sakit tenggorok, nyeri otot, dan sendi. Juga disertai batuk, dengan sputum
purulen, kadang-kadang berdarah (Supandi, 1992). Pada pasien muda atau tua dan
pneumonia atipikal (misalnya Mycoplasma), gambaran nonrespirasi (misalnya konfusi, ruam,
diare) dapat menonjol.

ANAMNESIS

Keluhan utama yang sering terjadi pada pasien pneumonia adalah sesak napas,
peningkatan suhu tubuh, dan batuk. Pada pasien dengan pneumonia, keluhan batuk biasanya

91
timbul mendadak dan tidak berkurang setelah meminum obat batuk yang biasanya tersedia di
pasaran. Pada awalnya keluhan batuk yang tidak produktif, tapi selanjutnya akan
berkembang menjadi batuk produktif dengan mucus purulen kekuning-kuningan, kehijau-
hijauan, dan seringkali berbau busuk. Pasien biasanya mengeluh mengalami demam tinggi
dan menggigil. Adanya keluhan nyeri dada, sesak napas, peningkatan frekuensi pernapasan,
lemas, dan kepala nyeri.

PEMERIKSAAN FISIK

1. Inspeksi

Perlu diperhatikan adanya takipnea dispne, sianosis sirkumoral, pernapasan cuping


hidung, distensi abdomen, batuk semula nonproduktif menjadi produktif, serta nyeri dada
pada waktu menarik napas. Batasan takipnea pada anak berusia 12 bulan 5 tahun adalah
40 kali / menit atau lebih. Perlu diperhatikan adanya tarikan dinding dada ke dalam pada
fase inspirasi. Pada pneumonia berat, tarikan dinding dada kedalam akan tampak jelas.

2. Palpasi

Suara redup pada sisi yang sakit, hati mungkin membesar, fremitus raba mungkin
meningkat pada sisi yang sakit, dan nadi mungkin mengalami peningkatan atau
tachycardia

3. Perkusi

Suara redup pada sisi yang sakit.

4. Auskultasi

Auskultasi sederhana dapat dilakukan dengan cara mendekatkan telinga ke hidung /


mulut bayi. Pada anak yang pneumonia akan terdengar stridor. Sementara dengan
stetoskop, akan terdengar suara napas berkurang, ronkhi halus pada sisi yang sakit, dan
ronkhi basah pada masa resolusi. Pernapasan bronchial, egotomi, bronkofoni, kadang
terdengar bising gesek pleura.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Pemeriksaan laboraturium

Leukosit 18.000 40.000 / mm3

Hitung jenis didapatkan geseran ke kiri.

LED meningkat

92
2. X-foto dada

Terdapat bercak bercak infiltrate yang tersebar (bronco pneumonia) atau yang meliputi
satu/sebagian besar lobus/lobule.

PENATALAKSANAAN

a. Terapi antibiotika awal: menggambarkan tebakan terbaik berdasarkan pada klasifikasi


pneumonia dan kemungkinan organisme, karena hasil mikrobiologis tidak tersedia selama
12-72 jam. Tetapi disesuaikan bila ada hasil dan sensitivitas antibiotika.

b. Tindakan suportif: meliputi oksigen untuk mempertahankan PaO2 > 8 kPa (SaO2 <
90%) dan resusitasi cairan intravena untuk memastikan stabilitas hemodinamik. Bantuan
ventilasi: ventilasi non invasif (misalnya tekanan jalan napas positif kontinu (continous
positive airway pressure), atau ventilasi mekanis mungkin diperlukan pada gagal napas.
Fisioterapi dan bronkoskopi membantu bersihan sputum.

3. Tuberculosis (TB Paru)

Definisi

Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB


(Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga
mengenai organ tubuh lainnya

Gejala

TB paru sering menimbulkan gejala klinis yang dapat dibagi menjadi 2 yaitu gejala respiratorik
dan gejala sistematik. Gejala respiratorik seperti batuk, batuk darah, sesak napas, nyeri dada,
sedangkan gejala sistemik seperti demam, keringat malam, anoreksia, penurunan berat badan dan
malaise.

Gejala respiratorik ini sangat bervariasi, dari mulai tidak ada gejala sampai gejala yang cukup
berat tergantung dari luasnya lesi. Kadang pasien terdiagnosis pada saat medical check up. Bila
bronkus belum terlibat dalam proses penyakit, maka mungkin pasien tidak ada gejala batuk.
Batuk yang pertama terjadi akibat adanya iritasi bronkus, dan selanjutnya batuk diperlukan untuk
membuang dahak keluar.

Pada awal perkembangan penyakit sangat sulit menemukan kelainan pada pemeriksaan fisik.
Kelainan yang dijumpai tergantung dari organ yang terlibat. Kelainan paru pada umumnya

93
terletak di daerah lobus superior terutama di daerah apeks dan segmen posterior. Pada
pemeriksaan fisik dapat dijumpai antara lain suara napas bronkial, amforik, suara napas
melemah, ronki basah, tanda-tanda penarikan paru, diapragma dan mediastinum.,

Untuk yang diduga menderita TB paru, diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari yaitu
sewaktu pagi sewaktu (SPS). Berdasarkan panduan program TB nasional, diagnosis TB paru
pada orang dewasa ditegakkan dengan dijumpainya kuman TB (BTA). Sedangkan pemeriksaan
lain seperti foto toraks, biakan dan uji kepekaan dapat digunakan sebagai penunjang diagnosis
sesuai dengan indikasinya dan tidak dibenarkan dalam mendiagnosis TB jika diagnosis dibuat
hanya berdasarkan pemeriksaan foto toraks.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Bakteriologis

Pemeriksaan bakteriologis untuk menemukan kuman TB mempunyai arti yang sangat penting
dalam menegakkan diagnosis. Bahan untuk pemeriksaan bakteriologis ini dapat berasal dari
dahak, cairan pleura, bilasan bronkus, liquor cerebrospinal, bilasan lambung, kurasan
bronkoalveolar, urin, faeces, dan jaringan biopsi.

Pemeriksaan Radiologis

Pemeriksaan rutin adalah foto toraks PA. Pemeriksaan atas indikasi seperti foto apikolordotik,
oblik, CT Scan. Tuberkulosis memberikan gambaran bermacam- macam pada foto toraks.
Gambaran radiologis yang ditemukan dapat berupa:

bayangan lesi di lapangan atas paru atau segmen apikal lobus bawah

bayangan berawan atau berbercak

Adanya kavitas tunggal atau ganda

Bayangan bercak milier

Bayangan efusi pleura, umumnya unilateral

Destroyed lobe sampai destroyed lung

Kalsifikasi

Schwarte. .3 Menurut Perhimpunan Dokter Paru Indonesia luasnya proses yang tampak
pada foto toraks dapat dibagi sebagai berikut:

- Lesi minimal (Minimal Lesion):

Bila proses tuberkulosis paru mengenai sebagian kecil dari satu atau dua paru dengan luas tidak
lebih dengan volume paru yang terletak diatas chondrosternal junction dari iga kedua dan

94
prosesus spinosus dari vertebra torakalis IV atau korpus vertebra torakalis V dan tidak dijumpai
kavitas.

- Lesi luas (FarAdvanced):Kelainan lebih luas dari lesi minimal

Penelitian di Bangalore, India yang melibatkan 2229 orang dengan gejala respiratorik dan
sistemik (batuk 2 minggu atau lebih, nyeri dada, panas lebih dari 4 minggu dan batuk darah)
yang kemudian dievaluasi secara radiologi (foto toraks) dan bakteriologi (hapusan dahak)

Pemeriksaan Khusus

Dalam perkembangan kini ada beberapa teknik baru yang dapat mendeteksi kuman TB seperti :

BACTEC: dengan metode radiometrik , dimana CO2 yang dihasilkan dari metabolisme
asam lemak M.tuberculosis dideteksi growth indexnya.

Polymerase chain reaction (PCR) dengan cara mendeteksi DNA dari M.tuberculosis,
hanya saja masalah teknik dalam pemeriksaan ini adalah kemungkinan kontaminasi.

Pemeriksaan serologi : seperti ELISA, ICT dan Mycodot

Pemeriksaan Penunjang Lain :

Seperti analisa cairan pleura dan histopatologi jaringan, pemeriksaan darah dimana LED
biasanya meningkat, tetapi tidak dapat digunakan sebagai indikator yang spesifik pada TB. Di
Indonesia dengan prevalensi yang tinggi, uji tuberkulin sebagai alat bantu diagnosis penyakit
kurang berarti pada orang dewasa. Uji ini mempunyai makna bila didapatkan konversi, bula atau
kepositifan yang didapat besar sekali.

Tabel Perbandingan

Gejala Bronkitis Pneumonia TB Paru

Sesak + +

Batuk produktif sejak + + +


sebulan yang lalu

Berat badan menurun +

Sudah minum obat +


tetapi tidak sembuh

95
Kesimpulan

Pada kasus ini, menurut scenario didapatkan gejala sesak napas sebagai keluhan utama, batuk
produktif sejak satu bulan yang lalu, berat badan menurun, dan sudah minum obat tetapi tidak
sembuh. Kami menyimpulkan bahwa penyakit yang di derita pasien adalah pneumonia. Karena,
pada bronchitis dan Tuberculosis paru, keluhan utamanya adalah batuk.

96

Anda mungkin juga menyukai