Oleh :
Intan Apriana Putri
113121034
UNIVERSITAS AL IRSYAD
CILACAP
2021
A. PENGERTIAN
Pola nafas tidak efektif adalah suatu keadaan ketidakmampuan proses
pernafasan inspirasi dan/atau ekspirasi yang tidak memberikan ventilasi yang
adekuat (PPNI, 2017). Pola nafas tidak efektif adalah keadaan ketika seorang
individu mengalami kehilangan ventilasi yang aktual atau potensial yang
berhubungan dengan perubahan pola pernafasan (Carpenito & Lynda Juall,
2013).
Pola nafas tidak efektif adalah inspirasi dan/atau ekspirasi yang tidak
memberikan ventilasi adekuat.(Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016) Pengertian
lain juga menyebutkan secara umum pola napas tidak efektif dapat
didefinisikan sebagai keadaan dimana ventilasi atau pertukaran udara inspirasi
dan atau ekspirasi tidak adekuat.(NANDA,2015)
Jadi pola nafas tidak efektif pada pasien asma bronkial adalah suatu
masalah keperawatan yang terjadi pada pasien asma bronkial yang ditandai
dengan ketidakadekuatannya ventilasi yang disebabkan akibat terjadinya
penyempitan jalan nafas.
B. FISIOLOGI
1. Hidung
Hidung adalah organ terluar yang langsung bersentuhan dengan
gas atau udara untuk bernapas. Fungsi hidung adalah menghirup oksigen
(O2) dan sebagai jalur keluarnya karbon dioksida (CO2). Organ ini
terletak di tulang tengkorak dan tersusun dari tulang rawan, tulang, otot,
dan kulit. Di dalam hidung, terdapat rongga hidung yang berperan
penting dalam proses pernapasan.
Rongga hidung berfungsi untuk melembabkan, menghangatkan,
dan menyaring (filter) udara yang masuk ke tubuh. Bulu dan lendir
(mucus) di dalam rongga hidung berfungsi untuk menangkap debu, spora
jamur, dan zat asing udara.
2. Tenggorokan (Faring)
Tenggorokan, atau disebut faring, merupakan jalur terusan setelah
kita menghirup udara melalui hidung. Pada tenggorokan, organ
pernapasan dilanjutkan dengan pangkal tenggorokan (laring), trakea, dan
bronkus.
3. Pangkal Tenggorokan (Laring)
Laring, yang dikenal sebagai “kotak suara”, adalah penghubung
untuk faring dan trakea. Di bagian ini, terdapat pita suara dan katup
epiglottis, yang memisahkan saluran makanan dengan saluran udara.
4. Trakea
Trakea menghubungkan laring dengan bronkus dan menjadi jalan
bagi udara dari leher ke bagian dada. Bentuknya seperti pipa. Fungsi
utamanya sebagai jalur udara untuk masuk dan keluar dari paru-paru.
Organ ini tersusun atas cincin tulang rawan dan terdapat di depan
kerongkongan.
5. Bronkus
Bronkus merupakan percabangan dari trakea. Organ ini memiliki 2
percabangan menuju paru-paru kanan dan kiri. Setelah melewati bronkus,
percabangan akan diteruskan oleh bronkiolus dan berakhir di alveolus
atau gelembung udara. Bronkus dan bronkiolus berfungsi sebagai jalur
udara dari trakea menuju paru-paru.
6. Paru-paru
Paru-paru merupakan organ vital pernapasan yang dibungkus oleh
lapisan bernama pleura. Letaknya berada di rongga dada di atas
diafragma. Bentuknya mirip seperti spons dan terdiri dari 2 bagian, yaitu
kiri dan kanan. Paru-paru kiri hanya memiliki 2 segmen. Sementara paru-
paru kanan mempunyai 3 segmen.
C. ETIOLOGI
Beberapa macam penyebab yang dapat menimbulkan munculnya masalah
keperawatan pola nafas tidak efektif antara lain (PPNI, 2017): depresi pusat
pernafasan, hambatan upaya nafas (misalnya: nyeri pada saat bernafas,
kelemahan otot pernafasan), deformitas dinding dada, deformitas tulang dada,
gangguan neuromuskular, gangguan neurologis (misalnya: cedera kepala,
elektroensefalogram EEG, gangguan kejang), imaturitas neurologis,
penurunan energi, obesitas, posisi tubuh yang menghambat ekspansi paru,
sindrom hipoventilasi, kerusakan inervasi diafragma (kerusakan syaraf C5
keatas), cedera pada medula spinalis, efek agen farmakologis, dan kecemasan.
D. MANIFESTASI KLINIK
Tanda dan gejala yang tampak pada pola nafas tidak efektif secara mayor
adalah (PPNI, 2017): penggunaan otot bantu pernafasan, fase ekpsirasi yang
memanjang, dan pola napas abnormal. Pola napas abnormal adalah keadaan
dimana terjadinya perubahan frekuensi napas, perubahan dalamnya inspirasi,
perubahan irama nafas, rasio antara durasi inspirasi dan durasi ekspirasi
(Djojodibroto, 2014).
Sedangkan yang menjadi data minor pada pola nafas tidak efektif yaitu
pernafasan pursed-lip, pernafasan cuping hidung, diameter thorak anterior-
posterior meningkat, ventilasi semenit menurun, kapasitas vital menurun,
tekanan ekspirasi dan pinspirasi menurun dan ekskursi dada berubah. Adanya
suara nafas yang tidak normal juga menjadi salah satu tanda dan gejala dari
pola nafas tidak efektif.
Suara nafas normal ditandai dengan:
1. Suara nafas vesikuler memiliki nada yang rendah, terdengar lebih panjang
pada fase inspirasi daripada ekspirasi dan kedua fase bersambung. Suara
nafas vesikuler pada kedua paru normal akan meningkat pada anak, orang
kurus dan pada latihan jasmani, apabila salah satu meningkat berarti ada
kelainan pada salah satu paru. Suara vesikuler melemah kemungkinan
ditemukan adanya cairan, udara, jaringan padat pada rongga pleura dan
kondisi patologi paru.
2. Suara nafas bronkial memiliki nada tinggi dengan fase ekspirasi lebih lama
dari inspirasi dan terputus Sedangkan kombinasi suara nada tinggi dengan
inspirasi dan ekspirasi yang jelas dan tidak ada silent gap dinamakan
bronkovesikuler
Suara nafas abnormal antara lain:
1. Stridor
Suara yang terdengar kontinyu (tidak terputus putus), bernada tinggi yang
terjadi baik pada waktu inspirasi maupun pada waktu ekspirasi, akan
terdengar tanpa menggunakan alat statoskop, biasanya bunyi ditemukan
pada saluran nafas atas (laring) atau trakea, disebabkan adanya
penyempitan pada saluran nafas tersebut. Pada orang dewasa, kondisi ni
mengarahkan pada dugaan adanya oedema laring, tumor laring,
kelumpuhan pita suara, stenosis laring yang umumnya disebabkan oleh
tindakan trakheostomi atau dapat pula akibat endotrakeal.
2. Crackles
Bunyi yang berlainan, non kontinyu akibat penundaan pembukaan kembali
jalan nafas yang menutup. Terdengar pada saat inspirasi. Terbagi menjadi
dua yaitu:
a. Crackles halus
Terdengar sewaktu akhir inspirasi. Karakter suara meletup, terpatah
patah. Penyebabnya adalah udara yang melewati daerah yang sangat
lembab di alveoli atau bronchiolus (penutupan jalan nafas kecil), seperti
suara rambut yang digesekkan.
b. Crackles kasar
Terdengar pada saat melakukan ekspirasi. Karakter suara basah, lemah,
kasar, suara gesekan terpotong. Penyebabnya adalah adanya cairan atau
sekresi pada jalan nafas. Bisa jadi akan berubah disaat pasien batuk.
3. Wheezing (mengi)
Bunyi seperti bersiul, kontinyu yang durasinya lebih lama daripada
crackles. Terdengar selama inspirasi dan ekspirasi, secara klinis lebih jelas
pada saat melakukan ekspirasi. Penyebabnya adalah udara melewati jalan
nafas yang menyempit atau tersumbat sebagian. Bisa dihilangkan dengan
cara batuk. Dengan karakter suara nyaring, suara terus menerus yang
berhubungan dengan aliran udara melalui jalan nafas yang menyempit
(seperti pada asma dan bronkitis kronik). Wheezing dapat terjadi karena
perubahan temperatur, alergi, latihan jasmani dan iritasi pada bronkus.
4. Ronchi
Merupakan bunyi gaduh yang dalam (ngorok). Terdengar sewaktu
ekspirasi. Penyebabnya adanya gerakan udara melewati jalan nafas yang
menyempit akibat terjadi obstruksi nafas akibat sekresi, tumor atau oedem.
Ronchi dibedakan menjadi dua yaitu:
a. Ronchi kering
Sebuah bunyi tambahan yang terdengar kontinyu terutama disaat
ekspirasi disertai adanya sekret pada bronkus. Ada yang high pitch
(menciut) misalnya pada asma dan low pitch akibat sekret yang
meningkat pada bronkus yang besar yang dapat pula terdengar pada saat
inspiarasi.
b. Ronchi basah
Bunyi tambahan yang terdengar tidak kontinyu pada saat inspirasi
seperti bunyi ranting kering yang terbakar, disebabkan oleh sekret di
dalam alveoli dan bronkiolus. Ronchi basah dapat halus, sedang dan
kasar. Ronchi halus dan sedang dapat disebabkan cairan di alveoli
contohnya pada kasus pneumonia dan oedema paru, sedangkan ronchi
kasar contohnya pada bronkiektasis. Perbedaan ronchi dan wheezing
adalah wheezing berasal dari bronki dan bronkiolus yang lebih kecil
salurannya, terdengar bersuara tinggi dan bersiul, biasanya terdengar
jelas pada pasien asma. Ronchi berasal dari bronki dan bronkiolus yang
lebih besar terdengar jelas pada orang yang ngorok.
5. Pleural friction rub
Suara yang timbul akibat terjadinya peradangan pada pleura sehingga
permukaan pleura menjadi kasar. Karakter suara kasar, berciut, disertai
keluhan nyeri pleura. Terdengar pada akhir inspirasi dan permulaan
ekspirasi. Tidak dapat dihilangkan dengan dibatukkan. Terdengar jelas
pada permukaan anteriorlateral bawah thoraks. Terdengar seperti bunyi
gesekan jari tangan dengan kuat dekat telinga. Bunyi ini dapat menghilang
pada waktu nafas ditahan. Sering didapatkan pada pneumonia, infark paru
dan tuberkulosis.
6. Gargling
Suara seperti berkumur, keadaan ini terjadi akibat obstruksi yang
disebabkan oleh cairan.
E. PATHWAYS
F. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERUBAHAN
FUNGSI SISTEM PERNAPASAN
1. Usia
Semakin bertambahnya umur manusia maka frekuensi bernapasnya
akan semakin melambat. Hal ini disebabkan oleh laju metabolism
dalam tubuh yang memang mulai berkurang sehingga oksigen yang
dibutuhkan tidak terlalu banyak. Lain halnya dengan mereka yang ada
di usia balita sampai remaja. Segmen usia ini memiliki kebutuhan
oksigen lebih banyak guna mendukung proses metabolisme yang
tinggi, dikarenakan usia tersebut berada dalam masa pertumbuhan
sehingga frekuensi bernapas lebih cepat.
2. Jenis Kelamin
Pada umumnya laki-laki memiliki frekuensi pernapasan yang lebih
tinggi dibandingkan dengan perempuan. Hal ini dikarenakan aktivitas
yang dilakukan oleh laki-laki lebih banyak dibandingkan perempuan.
Selain itu laki-laki juga memiliki kapasitas paru-paru yang lebih besar
dibandingkan wanita.
3. Suhu Tubuh
Pada saat suhu tubuh meningkat maka laju pernapasan akan
semakin cepat. Contohnya adalah ketika kita terserah demam, maka
napas akan lebih cepat dibandingkan biasanya.
4. Aktivitas Sehari-hari
Semakin banyak aktivitas yang dilakukan maka energi yang
dibutuhkan semakin banyak. Selain itu, tubuh melakukan
metabolisme lebih banyak, sehingga laju pernapasan meningkat untuk
memenuhi kebutuhan oksigen.
5. Kondisi Lingkungan
Ketinggian suatu tempat juga mempengaruhi frekuensi pernapasan.
Semakin tinggi suatu tempat maka akan terjadi penurunan tekanan,
sehingga menyebabkan kadar oksigen dalam udara semakin sedikit
seiring bertambahnya ketinggian.
H. KOMPLIKASI
Beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada pola nafas tidak efektif
antara lain (Bararah &Jauhar, 2013):
1. Hipoksemia
Keadaan dimana terjadi penurunan konsentrasi oksigen dalam darah arteri
(PaO2) atau saturasi O2 arteri (SaO2) dibawah normal (normal PaO2 85-
100 mmHg, SaO2 95%). Keadaan ini didebabkan oleh karena gangguan
ventilasi, perfusi, difusi, pirau (shunt) atau berada pada tepat yang kurang
oksigen. Pada keadaan hipoksemia, tubuh akan melakukan kompensasi
dengan cara meningkatkan pernafasan, meningkatkan stroke volume,
vasodilatasi pembuluh darah dan peningkatan nadi. Tanda dan gejala
hipoksemia adalah sesak nafas, frekuensi napas dapat mencapai 35 kali
permenit, nadi cepat dan dangkal serta sianosis.
2. Hipoksia
Merupakan keadaan kekurangan oksigen di jaringan atau tidak adekuatnya
pemenuhan kebutuhan oksigen seluler akibat defisiensi oksigen yang
diinspirasi atau meningkatnya penggunaan oksigen pada tingkat seluler.
Hipoksia dapat terjadi setelah 4 sampai 6 menit ventilasi berhenti spontan.
Penyebab lain hipoksia antara lain: Menurunnya hemoglobin,
Berkurangnya kensentrasi oksigen, Ketidakmampuan jaringan mengikat
oksigen, Menurunnya perfusi jaringan seperti pada syok, dan Kerusakan
atau gangguan ventilasi. Tanda-tanda hipoksia diantaranya kelelahan,
kecemasan, menurunnya kemampuan konsentrasi, nadi meningkat,
pernafasan cepat dan dalam, sianosis, sesak nafas serta jari rabuh (clubbing
finger).
3. Gagal napas
Keadaan dimana terjadi kegagalan tubuh memenuhi kebutuhan oksigen
karena penderita kehilangan kemampuan ventilasi secara adekuat sehingga
terjadi kegagalan pertukaran gas karbondioksida dan oksigen. Gagal napas
ditandai oleh adanya peningkatan karbondioksida dan penurunan oksigen
dalam darah secara signifikan. Gagal nafas disebabkan oleh gangguan
sistem syaraf pusat yang mengontrol pernafasan, kelemahan
neuromuskular, keracunan obat, gangguan metabolisme, kelemahan otot
pernafasan dan obstruksi jalan napas.
Perubahan pola nafas Pada keadaan normal frekuensi pernafasan pada
orang dewasa adalah 16- 20 x/mnt. Pernafasan normal disebut dengan
eupneu, perubahan pola napas dapar berupa antara lain:
a. Dipsneu yaitu kesulitan bernafas
b. Apneu yaitu tidak bernafas atau berhenti bernafas
c. Takipneu yaitu pernafasan yang lebih cepat daripada pernafasan normal
d. Bradipneu yaitu pernafasan lebih lambat daripada normal
e. Kussmaul yaitu pernafasan dengan panjang ekspirasi dan inspirasi
sama, sehingga pernafasan menjadi lambat dan dalam
f. Cheyne-stokes yaitu pernafasan cepat dan dalam kemudian berangsur
angsur dangkal dan diikuti periode apneu yang berulang secara teratur.
g. Biot yaitu pernafasan dalam dan dangkal disertai masa apneu dengan
periode yang tidak teratur.
I. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Foto toraks
Pada foto toraks bronkopneumonia terdapat bercak-bercak infiltrate
pada satu atau beberapa lobus (Ngastiyah, 2005)
2. Laboratorium
a. Hitung darah lengkap menunjukkan leukositosis, dapat mencapai
15.000- 40.000/mm3denganpergeseran ke kiri (Yasmara &
Nursiswati, 2016). Dapat ditemukan juga leukopenia yang
menandakan prognosis buruk dan dapat ditemukan anemia ringan
atau sedang (Riyadi & Sukarmin, 2009).
b. Kultur darah positif terhadap organisme penyebab.
c. Nilai analisis gas darah arteri menunjukkan hipoksemia (normal :
75-100 mmHg).
d. Kultur jamur atau basil tahan asam menunjukkan agens penyebab
e. Pemeriksaan kadar tanigen larut legionella pada urine.
f. Kultur sputum, pewarnaan gram, dan apusan mengungkap
organisme penyebab infeksi.
3. Prosedur diagnostic
a. Specimen aspirasi transtrakea atau bronkoskopi mengidentifikasi
agens penyebab.
b. Oksimetri nadi dapat menunjukkan penurunan saturasi oksigen.
(Yasmara & Nursiswati, 2016)
4. Pemeriksaan radiologis memberikan gambaran bervariasi
a. Bercak konsolidasi merata pada bronkopneumonia
b. Bercak konsolidasi satu lobus pada oneumonia lobaris
c. Gambaran bronkopneumonia difusi atau infiltrat pada pneumonia
stafilokok
5. Pemeriksaan cairan pleura
Pemeriksaan mikrobiologik, dapat dibiak dari spesimen
usap tenggorok, sekresi nasofaring, bilasan bronkus atau sputum,
darah aspirasi, fungsi pleura atau aspirasi paru (Riyadi, 2009).
L. FOKUS INTERVENSI
SDKI SLKI SIKI
Pola nafas tidak efektif Pola Napas Manajemen Jalan Napas
b.d hambatan upaya Ekspektasi Membaik Observasi
nafas (kelemahan otot Kriteria Hasil : 1. Monitor pola napas
pernafasan, nyeri saat Indikator IR ER (frekuensi,
bernafas) Dispnea kedalaman, usaha
Penggunaan
napas)
otot bantu
2. Monitor bunyi napas
napas
Frekuensi tambahan
napas 3. Monitor sputum
Terapeutik
1. Posisikan semi
fowler/fowler
2. Berikan minum hangat
3. Lakukan fisioterapi
dada jika perlu
4. Berikan oksigen
Edukasi
1. Anjurkan asupan
cairan 2000 ml/hari
2. Ajarkan teknik batuk
efekif
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
bronkodilator
Bersihan jalan nafas Bersihan Jalan Napas Latihan Batuk Efektif
tidak efektif b.d spasme Ekspektasi Meningkat Observasi
jalan nafas Kriteria Hasil : 4. Identifikasi
Indikato IR ER kemampuan batuk
r 5. Monitor adanya
Batuk retensi sputum
Efektif 6. Monitor tanda dan
Produksi
gejala infeksi saluran
Sputum
Mengi napas
Dispnea Terapeutik
1. Atur posisi semi-
fowler/fowler
2. Pasang perlak dan
bengkok
dipangkuan pasien
3. Buang sekret pada
tempat sputum
Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan
prosedur batuk
efektif
2. Anjurkan tarik
napas dalam
melalui hidung
selama 4 detik,
ditahan selama 2
detik, kemudian
keluarkandari
mulut dengan bibir
mecucu
(dibulatkan) selama
8 detik.
3. Anjurkan
mengulangi tarik
napas dalam
hingga 3 kali
4. Anjurkan batuk
dengan kuat
langsung setelah
tarik napas dalam
yang ke 3
Kolaborasi
1. Kolaborasi
pemberian
mukolitik atau
ekspektoran, jika
perlu
Gangguan pertukaran Pertukaran Gas Terapi Oksigen
gas b.d Ekspektasi Meningkat Observasi
ketidakseimbangan Kriteria Hasil : 1. Monitor kecepatan
ventilasi-perfusi Indikator IR ER aliran oksigen
Dispnea 2. Monitor posisi alat
Bunyi
terapi oksigen
napas
3. Monitor aliran
tambaha
oksigen secara
n
Po2 periodik
Sianosis 4. Monitor efektifitas
terapi oksigen
Terapeutik
1. Bersihkan sekret
pada mulut dan
hidung
2. Pertahankan
kepatenan jalan
napas
3. Siapkan dan atur
peralatan
pemberian oksigen
4. Berikan oksigen
tambahan
5. Tetap berikan
oksigen saat pasien
ditransportasi
Edukasi
1. Ajarkan pasien dan
keluarga cara
menggunakan
oksigen di rumah
Kolaborasi
1. Kolaborasi
penentuan dosis
oksigen
2. Kolaborasi
penggunaan
oksigen saat
aktivitas dan/atau
tidur
M. Daftar Pustaka
PPNI (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan
Indikator Diagnostik, Edisi III. Jakarta : DPP PPNI.
PPNI (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria
Hasil Keperawatan, Edisi II. Jakarta: DPP PPNI.
PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan
Tindakan Keperawatan, Edisi II. Jakarta: DPP PPNI.
https://www.google.com/url?
sa=t&source=web&rct=j&url=http://repository.unej.ac.id/bitstream/han
dle/123456789/89391/Dia%2520Ayu
%2520Lutvitasari152303101118_1.pdf%3Fsequence
%3D1&ved=2ahUKEwjngbqT0KTzAhXGILcAHQNPCboQFnoECAU
QAQ&usg=AOvVaw22DrUUmMGM9uP6ncQyeDP1
https://www.google.com/url?
sa=t&source=web&rct=j&url=http://repository.untar.ac.id/21508/2/1.pd
f&ved=2ahUKEwiVqrDl1qTzAhXFSH0KHYm3Cr8QFnoECDkQAQ
&usg=AOvVaw0Ku7Nd6iIpOuNKSAxEPa1G
https://www.alodokter.com/gangguan-yang-biasa-menimpa-sistem-respirasi
https://www.google.com/amp/s/www.kelaspintar.id/blog/tips-pintar/faktor-
yang-mempengaruhi-proses-respirasi-8020/amp/