Anda di halaman 1dari 19

PROPOSAL

KERJA PRAKTEK

JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN


FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2011

BAB I
PENDAHULUAN
I. LATAR BELAKANG
Ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang begitu pesat disaat ini,
dengan pertumbuhan yang sangat cepat hingga dalam hitungan waktu yang
amat singkat. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut
tentunya diikuti pula oleh dunia industri yang mana sangat membutuhkan
keberadaan bahan baku industri pertambangan. Lalu kemudian hal ini
mengakibatkan persaingan untuk tahun-tahun ke depan semakin ketat.
Sumber Daya Manusia (SDM) yang memiliki keahlian dibidang
Pertambangan dengan spesifikasi pertambangan yang profesional di Negara
Republik Indonesia relatif kurang dan prospek serta peluang mengembangkan
pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA) sekarang dan kedepan sangat
potensial.
Disiplin

Ilmu

Pertambangan

senantiasa

ditumbuhkan

dan

dikembangkan sesuai dengan kemajuan perubahan zaman dan peradaban


manusia. Pertambangan yang merupakan salah satu ilmu yang memegang
peranan penting dalam meningkatkan taraf hidup bangsa khususnya
pemanfaatan sumber daya alam sehingga menjadi pilar dasar dalam
menghadapi persaingan yang kompetitif dan mengglobal dalam berbagai
bidang.

Sehubungan dengan hal tersebut maka dunia pendidikan dituntut untuk


menciptakan tenaga-tenaga ahli pertambangan sebagi sumber daya manusia
yang berpotensial dan berkualitas yang nantinya dapat dipercaya akan
kemampuannya dalam mengolah berbagai potensi sumber daya alam, oleh
karena itu kemampuan mengaplikasikan konsep keilmuan adalah salah satu
konsekuensi yang sangat mutlak diantaranya berupa kemampuan lapangan.
Olehnya itu selaku Mahasiswa Jurusan Teknik Pertambangan Fakultas
Teknologi Industri Universitas Muslim Indonesia bermaksud melakukan
kegiatan Magang sebagai salah satu cara dalam proses pembelajaran untuk
mendapatkan pengetahuan tentang ilmu pertambangan,dan kaitan antara
materi

yang

didapatkan

dikampus

dengan

pengaplikasiannya

pada

perusahaan.Kegiatan ini juga bertujuan untuk mendapatkan suatu pengalaman


kerja lapangan pada perusahaan,yang menjadi bekal kepada mahasiswa ketika
kelak terjun langsung dalam dunia industri pertambangan.

II. MAKSUD DAN TUJUAN


Kegiatan Magang pada PT. Cipta Kridatama. Ini dimaksudkan untuk
mencari dan menambah pengalaman serta wawasan sebagai pelengkap materi
pendidikan yang tidak diperoleh di bangku perkuliahan. Sedangkan tujuan dari
Magang yang akan di lakukan adalah:
1.

Untuk mendapatkan pengalaman kerja dan penerapan antar


ilmu yang diajarkan dengan kenyataan di dunia kerja.

2.

Memberikan latihan dan kesiapan pada mahasiswa untuk


menemukan suatu "Problem Statement" dan solusinya di lapangan.

3.

Sebagai suatu bentuk

kerjasama efektif antar mahasiswa

pertambangan dengan perusahaan pertambangan.


4.

Menjalin hubungan antara Jurusan Pertambangan Universitas


Muslim Indonesia (UMI-Makassar) sebagai perguruan tinggi yang
menghasilkan

ahli pertambangan dengan Instansi dan Perusahaan

Tambang sebagai arena kerja kelak.


5.

Merancang pola pikir pada mahasiswa tentang kondisi dunia


pertambangan yang semestinya dan masalah-masalah yang terjadi di
lapangan.

III. WAKTU PELAKSANAAN


Waktu pelaksanaan Kegiatan Magang direncanakan pada awal bulan
Juli 2011 sampai selesai dengan lama Kegiatan Magang 1 Bulan dan dapat
ditentukan oleh kebijakan perusahaan. Peserta Kegiatan Magang terdiri dari
2 (dua) orang mahasiswa dengan biodata peserta terlampir.

IV. PESERTA KEGIATAN KERJA PRAKTEK


Peserta yang mengikuti kegiatan ini adalah Mahasiswa Jurusan Teknik
Pertambangan Fakultas Teknologi Industri Universitas Muslim Indonesia
Makassar berjumlah 2 (dua) orang yakni :
Nama

: Muhammad Wahyuddin

NIM
Jurusan

: 093 290 004


: Teknik pertambangan

Nama

: Ridwan

NIM

: 093 290 027

Jurusan

: Teknik pertambangan

V. LOKASI KERJA PRAKTEK


Berdasarkan program kegiatan, maka lokasi Magang pada PT. Cipta
Kridatama, Kabupaten Kutei Kertanegara, Provinsi Kalimantan Timur.

BAB II
LANDASAN TEORI
II.1. Endapan Nikel Laterit
A. Definisi Endapan Nikel Laterit
Laterit berasal dari bahasa latin yaitu later, yang artinya bata
(membentuk bongkahbongkah yang tersusun seperti bata yang berwarna merah
bata) (Guilbert dan Park, 1986). Hal ini dikarenakan tanah laterit tersusun oleh
fragmenfragmen batuan yang mengambang

diantara matriks, seperti bata

diantara semen.
Endapan nikel laterit merupakan endapan hasil proses pelapukan lateritik
batuan induk ultramafik (peridotit, dunit dan serpentinit) yang mengandung Ni
dengan kadar tinggi, agen pelapukan tersebut berupa air hujan, suhu, kelembaban,
topografi, dan lain-lain. Umumnya pembentukan endapan nikel laterit terjadi pada
daerah tropis atau sub-tropis (Anonim, 1985).

B. Genesa Endapan Nikel Laterit


Proses pelapukan dimulai pada batuan ultramafik (peridotit, dunit,
serpentinit), dimana batuan ini banyak mengandung mineral olivin, piroksen,
magnesium silikat dan besi silikat, yang pada umumnya mengandung 0,30 %
nikel. Batuan tersebut sangat mudah dipengaruhi oleh pelapukan lateritik (Boldt ,
1967).
Proses laterisasi adalah proses pencucian pada mineral yang mudah larut
dan silika dari profil laterit pada lingkungan yang bersifat asam, hangat dan
lembab serta membentuk konsentrasi endapan hasil pengkayaan proses laterisasi
pada unsur Fe, Cr, Al, Ni dan Co (Rose et al., 1979 dalam Nushantara 2002).
Menurut Hasanudin,dkk, 1992, air permukaan yang mengandung CO 2 dari
atmosfir dan terkayakan kembali oleh material material organis di permukaan
meresap ke bawah permukaan tanah sampai pada zona pelindian, dimana fluktuasi

air tanah berlangsung. Akibat fluktuasi ini air tanah yang kaya CO2 akan kontak
dengan zona saprolit yang masih mengandung batuan asal dan melarutkan mineral
mineral yang tidak stabil seperti olivin / serpentin dan piroksen. Mg, Si dan Ni
akan larut dan terbawa sesuai dengan aliran air tanah dan akan memberikan
mineral mineral baru pada proses pengendapan kembali .Endapan besi yang
bersenyawa dengan oksida akan terakumulasi dekat dengan permukaan tanah,
sedangkan magnesium, nikel dan silika akan tetap tertinggal di dalam larutan dan
bergerak turun selama suplai air yang masuk ke dalam tanah terus berlangsung.
Rangkaian proses ini merupakan proses pelapukan dan pelindihan/leaching.
Pada proses pelapukan lebih lanjut magnesium (Mg), Silika (Si), dan Nikel
(Ni) akan tertinggal di dalam larutan selama air masih bersifat asam . Tetapi jika
dinetralisasi karena adanya reaksi dengan batuan dan tanah, maka zat zat
tersebut akan cenderung mengendap sebagai mineral hidrosilikat (Ni-magnesium
hidrosilicate) yang disebut mineral garnierit [(Ni,Mg)6Si4O10(OH)8] atau mineral
pembawa Ni (Boldt, 1967).
Adanya suplai air dan saluran untuk turunnya air, dalam hal berupa kekar,
maka Ni yang terbawa oleh air turun ke bawah, lambat laun akan terkumpul di
zona air sudah tidak dapat turun lagi dan tidak dapat menembus batuan
dasar(bedrock). Ikatan dari Ni yang berasosiasi dengan Mg, SiO dan H akan
membentuk mineral garnierit dengan rumus kimia (Ni, Mg) Si4O5(OH)4. Apabila
proses ini berlangsung terus menerus, maka yang akan terjadi adalah proses
pengkayaan supergen/supergen enrichment. Zona pengkayaan supergen ini
terbentuk di zona Saprolit. Dalam satu penampang vertikal profil laterit dapat juga
terbentuk zona pengkayaan yang lebih dari satu, hal tersebut dapat terjadi karena
muka air tanah yang selalu berubah-ubah, terutama tergantung dari perubahan
musim.
Di bawah zona pengkayaan supergen terdapat zona mineralisasi primer
yang tidak terpengaruh oleh proses oksidasi maupun pelindihan, yang sering
disebut sebagai zona batuan dasar (bed rock). Biasanya berupa batuan ultramafik
seperti Peridotit atau Dunit.

C. Profil Endapan Nikel Laterit


Profil laterit dapat dibagi menjadi beberapa zona .Profil nikel laterit
tersebut didiskripsikan dan diterangkan oleh daya larut mineral dan kondisi aliran
air tanah.
1. Lapisan Tanah Penutup (Overburden)
Lapisan ini terletak di bagian atas permukaan ,lunak dan berwarna coklat
kemerahan hingga gelap dengan kadar air antara 25% sampai 35%, kadar
nikel

maksimal 1,3% dan di permukaan atas dijumpai lapisan iron

capping. Lapisan ini mempunyai ketebalan berkisar antara 1 12 meter.,


merupakan kumpulan massa goethite dan limonite. Iron capping
mempunyai kadar besi yang tinggi tapi kadar nikel yang rendah.
Terkadang terdapat mineral-mineral hematite, chromiferous.
2. Lapisan Limonit berkadar menengah (Medium Grade Limonit)
Lapisan ini terletak di bawah lapisan tanah penutup Fine grained, merahcoklat atau kuning, agak lunak, berkadar air antara 30% - 40%, kadar
nikel 1,5%, Fe 44%, MgO 3%, SiO2%, lapisan kaya besi dari limonit soil
menyelimuti seluruh area dengan ketebalan rata-rata 3 meter.. Lapisan ini
tipis pada lereng yang terjal, dan setempat hilang karena erosi. Sebagian
dari nikel pada zona ini hadir di dalam mineral manganese oxide,
lithiophorite. Terkadang terdapat mineral talc, tremolite, chromiferous,
Quartz,

gibsite,

maghemite.

Limonite

di

daerah

west

block

(unserpentinized) umumnya mempunyai nikel lebih tingi di bandingkan


dengan limonite di daerah East block (Serpentinized). Limonit dibedakan
menjadi 2, yaitu : Red limonit yang biasa disebut hematit dan Yellow
limonit yang disebut goethit . Biasanya pada goetit nikel berasosiasi
dengan Fe dan mengganti unsur Fe sehingga pada zona limonit terjadi
pengayaan unsur Ni.
3. Lapisan Bijih (Saprolit)
Lapisan ini merupakan hasil pelapukan batuan peridotit, berwarna kuning
kecoklatan agak kemerahan, terletak di bagian bawah dari lapisan limonite

berkadar menengah, dengan ketebalan rata-rata 7 meter. Campuran dari


sisa-sisa batuan, butiran halus limonite,saprolitic rims, vein dari endapan
garnierit, nickeliferous quartz, mangan dan pada beberapa kasus terdapat
silica boxwork, bentukan dari suatu zona transisi dari limonite ke bedrock.
Terkadang terdapat mineral kuarsa yang mengisi rekahan, mineral-mineral
primer yang terlapukan, clorite. Garnierit dilapangan biasanya
diidentifikasikan sebagai colloidal talc dengan lebih atau kurang
nickeliferous serpentin. Struktur dan tekstur batuan asal masih terlihat.
Lapisan ini terdapat bersama batuan yang keras atau rapuh dan sebagian
saprolite. Kadar Ni 1,85%, Fe 16%, MgO 25%, SiO2 35%. Lapisan ini
merupakan lapisan yang bernilai ekonomis untuk ditambang sebagai bijih.
4. Lapisan Batuan Dasar (Bed Rock)
Bagian terbawah dari profil laterit Lapisan ini merupakan batuan peridotit
sesar yang tidak atau belum mengalami pelapukan . Blok peridotit (batuan
dasar) dan secara umum sudah tidak mengandung mineral ekonomis lagi
(kadar logam sudah mendekati atau sama dengan batuan dasar). Berwarna
kuning pucat sampai abu-abu kehijauan. Zona ini terfrakturisasi kuat,
kadang membuka, terisi oleh mineral garnierit dan silika. Frakturisasi ini
diperkirakan menjadi penyebab adanya root zone yaitu zona high grade
Ni, akan tetapi posisinya tersembunyi.
Ketebalan dari masing-masing lapisan tidak merata, tergantung dari
morfologi dan relief, umumnya endapan laterit terakumulasi banyak pada bagian
bawah bukit dengan relief yang landai. Sedang relief yang terjal endapan semakin
menipis, di samping adanya kecenderungan akumulasi mineral yang berkadar
tinggi dijumpai pada zona-zona retakan, zona sesar dan rekahan pada batuan.
( Osborne & Waraspati, 1986 ).

Gambar 2.1 Penampang umum Nikel Laterit Sorowako ( Osborne &


Waraspati,1986)

II.2. Hubungan Morfologi dan Topografi Pada Proses Lateritisasi


Salah satu faktor yang berperan dalam proses laterisasi adalah morfologi
dan topografi, Bentuk morfologi suatu daerah sangat dipengaruhi oleh bentuk
morfologi bawah permukaan khususnya morfologi batuan dasarnya. Umumnya
bijih (ore) terdapat pada zona saprolit dan sebagian kecil pada zona limonit, hal
ini tergantung dari kadar yang terkandung pada zona tersebut. Dimana dalam
laterit ini nantinya dapat ditentukan seberapa tebal bijih (ore)yang terdapat dalam
laterit tersebut.
Waheed Ahmad dalam Nickel Laterites A Short Course, 2002,
mengemukakan bahwa peranan topografi sangat besar pada proses lateritisasi,
melalui beberapa faktor antara lain :

Penyerapan air hujan (pada slope curam umumnya air hujan akan mengalir
ke daerah yang lebih rendah /run off dan penetrasi ke batuan akan sedikit.
Hal ini menyebabkan pelapukan fisik lebih besar dibanding pelapukan
kimia)

Dearah tinggian memiliki drainase yang lebih baik daripada daerah


rendahan dan daerah datar.

Slope yang kurang dari 20 memungkinkan untuk menahan laterit dan


erosi.

Pada proses pengayaan nikel, air yang membawa nikel terlarut akan sangat
berperan dan pergerakan ini dikontrol oleh topografi. Secara kualitatif pada
lereng dengan derajat tinggi (curam) maka proses pengayaan akan sangat kecil
atau tidak ada sama sekali karena air pembawa Ni akan mengalir. Bila proses

pengayaan kecil maka pembentukan bijih (ore) juga akan kecil (tipis), sedangkan
pada daerah dengan lereng sedang / landai proses pengayaan umumnya berjalan
dengan baik karena run off kecil sehingga ada waktu untuk proses pengayaan,
dan umumnya ore yang terbentuk akan tebal. Akibat lereng yang sangat curam
maka erosi yang terjadi sangat kuat hingga mengakibatkan zona limonit dan
saprolit tererosi. Hal ini dapat terjadi selama proses lateritisasi atau setelah
terbentuknya zona diatas batuan dasar (bedrock).
Berikut ini adalah beberapa contoh bentuk lahan yang mempengaruhi
tinggi rendahnya proses lateritisasi :

Gambar 3.2. Klasifikasi sederhana antara bentuk lahan dan proses lateritisasi
(Waheed,2002)

III.3. Pemboran Eksplorasi

Salah satu keputusan penting di dalam kegiatan eksplorasi adalah


menentukan kapan kegiatan pemboran dimulai dan diakhiri. Pelaksanaan
pemboran sangat penting jika kegiatan yang dilakukan adalah menentukan zona
mineralisasi dari permukaan. Kegiatan ini dilakukan untuk memperoleh gambaran
mineralisasi dari permukaan sebaik mungkin, namun demikian kegiatan pemboran
dapat dihentikan jika telah dapat mengetahui gambaran geologi permukaan dan
mineralisasi bawah permukaan secara menyeluruh.
Dalam melakukan perencanaan pemboran, hal-hal yang perlu diperhatikan dan
direncanakan dengan baik adalah :
kondisi geologi dan topografi,
tipe pemboran yang akan digunakan,
spasi pemboran,
waktu pemboran, dan
pelaksana (kontraktor) pemboran.
Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan alat pemboran :
tujuan (open hole coring),
topografi dan geografi (keadaan medan, sumber air),
litologi dan struktur geologi (kedalaman pemboran, pemilihan mata bor),
biaya dan waktu yang tersedia, serta
peralatan dan keterampilan.
Hasil yang diharapkan dari pemboran eksplorasi, antara lain :
identifikasi struktur geologi,
sifat fisik batuan samping dan badan bijih,
mineralogi batuan samping dan badan bijih,
geometri endapan,
sampling, dll.
Pemboran inti (coring)

Core recovery (CR) atau perolehan inti sangat penting, biasanya dinyatakan dalam
persen volume. Jika CR kurang dari 8590% maka inti bor tersebut masih
diragukan nilainya, hal ini berarti terjadi loss selama pemboran dan inti bor
tersebut tidak menunjukkan conto yang sebenarnya.
Logging (pengamatan) inti bor biasanya dilakukan di samping lokasi bor untuk
menentukan apakah pemboran dilanjutkan atau dihentikan. Beberapa organisasi
memiliki prosedur standar dalam logging inti bor dan terminologi standar untuk
mendeskripsikan sifat geologi. Logging awal pada lokasi bor biasanya dilengkapi
dengan hasil analisis inti bor. Dari logging awal ini biasanya diperoleh data
tentang gambaran umum struktur (rekahan dan orientasi) juga litologi (warna,
tekstur, mineralogi, alterasi dan nama batuan) serta core recovery. Deskripsi harus
dilakukan secara sistematis menyangkut kualitas dan kuantitasnya.
Inti bor biasanya disimpan dalam boks kayu, plastik atau logam yang dapat
memudahkan orang memindahkannya. Inti bor dikumpulkan untuk berbagai
tujuan, bukan untuk sekedar deskripsi geologi saja biasanya digunakan juga untuk
analisis metalurgi dan assay. Untuk kedua tujuan tersebut inti bor biasanya dibagi
dalam dua bagian dengan gergaji intan, setengah untuk assay dan investigasi lain,
setengahnya lagi disimpan dalam core box untuk tujuan lain.
Potongan batuan dari sludge dapat dikumpulkan selama pemboran; keduanya
menggambarkan batuan yang dipotong oleh mata bor intan. Pemboran dengan
menggunakan sirkulasi udara pada lubang dangkal biasanya menghasilkan cutting
atau sludge yang sangat cepat ke permukaan. Namun demikian dengan pemboran
inti sirkulasi air untuk lubang yang dalam sering terjadi cutting lambat naik ke
permukaan, hal ini dapat dilihat bahwa untuk kedalaman 1000 m cutting dapat
diambil dalam waktu 2030 menit ke permukaan sehingga biasanya sludge yang
dianalisis dahulu selama pemboran.
Kinerja suatu mesin bor dipengaruhi oleh faktor-faktor sifat batuan yang di
bor, rock drillability, geomeetri pemboran, umur dan kondisi mesin bor, dan
ketrampilan operator.
1.

Sifat Batuan

Sifat batuan yang berpengaruh pada penetrasi dan sebagai konsekuensi


pada pemiliha metode pemboran, yaitu :
a) Kekerasan Batuan
Kekerasan adalah tahanan dari suatu bidang permukaan halus terhadap
abrasi. Kekerasan dipakai untuk mengukur sifat-sifat teknis dari material
batuan dan dapat juga dipakai untuk menyatakan berapa besarnya tegangan
yang diperlukan untuk menyebabkan kerusakan pada batuan. Kekerasan
batuan merupakan fungsi dari kekerasan, komposisi butiran mineral,
porositas, dan derajat kejenuhan serta merupakan hal yang utama yang harus
diketahui untuk menentukan tingkat kemudahan pemboran. Tingkat
kekerasan dapat dilihat pada tabel dibawa ini.

Tabel 3.2 Skala Kekerasan Mohs dan Kuat Tekanan Batuan (Freidrich, 1812)
Skala Mohs

Kuat Tekan Batuan


(MPa)

+7

+ 200

Keras

67

120 200

Kekerasan Sedang

4.5 - 6

60 120

Cukup Lunak

3 - 4.5

30 60

Lunak

2-3

10-30

Sangat Lunak

1-2

-10

Klasifikasi
Sangat Keras

b) Kekuatan Batuan (strength)


Kekuatan mekanik suatu batuan adalah suatu sifat dari kekerasan
terhadap gaya luar, baik itu kekuatan staik maupun dinamik. Pada
prinsipnya, kekuatan batuan tergantung padakomposisi mineralnya.
c)

Abrasivitas
Abrasivitas adalah sifat batuan untuk menggores permukaan mineral
lain, ini merupakan suatu parameter yang mempengaruhi keausan (umur)

mata bor dan batang bor. Faktor yang mempengaruhi abrasivitas batuan
adalah:
1.

Kekerasan batuan

2.

Bentuk butir

3.

Ukuran butir

4.

Porositas batuan

5.

Ketidaksamaan penyusun batuan

d)

Elastisitas

Sifat elastisitas batuan dinyatakan dengan Modulus Young (E), dan


nisbah Poisson (). Modulus elastisitas merupakan faktor kesebandingan
antara tegangan normal dengan regangan relatifnya, sedangkan nisbah
Poisson merupakan kesebandingan antara regangan lateral dengan regangan
aksial. Modulus elastisitas sangat tergantung pada komposisi mineralnya,
porositas, jenis perpindahan, dan besarnya beban yang diterapkan.
Plastisitas
Plastisitas batuan merupakan perilaku batuan yang menyebabkan
deformasi tetap setelah tegangan dikembalikan ke kondisi awal, dimana
batuan tersebut belum hancur. Sifat plastis tergantung pada komposisi
mineral penyusun batuan. Di bawa ini tabel sifat fisik dan mekanik dari
batuan sedimen.
Tabel 3.3 Sifat Fisik Dan Mekanik dari Batuan Sedimen ( Terry Mart, 2001)

Batuan
Sedimen
Dolomit
Limestone
Sandstone
Shale

Modulus
Elastisitas 104 x (MPa)
1,96 - 8,24
0,98 - 7,85
0,49 - 8,43
0,8 - 3,0

Nisbah
Poisson
0,08 - 0,2
0,1 - 0,2
0,066 - 0,125
0,11 - 0,54

Porositas
0,27 - 4,10
0,27 - 4,10
1,62 - 26,40
20,0 - 50,0

a) Tekstur Batuan
Tekstur suatu batuan menunjukkan hubungan antara mineralmineral penyusun batuan, sehingga dapat di klasifikasikan berdasarkan
dari sifat-sifat porositas ikatan antara butir, bobot isi, dan ukuran butir.
Tekstur juga mampengaruhi kecepatan pemboran.
b) Struktur Geologi
Penyesuaian kelurusan lubang ledak, aktivitas pemboran, dan
kemantapan lubang ledak dipengaruhi oleh struktur geologi seperti
patahan, rekahan, kekar, bidang perlapisan.
c) Karakteristik Pecahan
Karakteristik pecahan dapat digambarkan seperti perilaku batuan
ketika dipukul. Tiap-tiap tipe batuan mempunyai karakteristik pecah yang
berbeda dan ini berhubungan dengan tekstur, komposisi mineral, dan
tekstur.
2. Rock Drillability
Drilabilitas batuan adalah mudah tidaknya mata bor melakukan penetrasi
ke dalam batuan. Drilabilitas batuan merupakan fungsi dari sifat batuan seperti
komposisi mineral, tekstur, ukuran butir dan tingkat pelapukan.
3. Geometri Pemboran
Geometri pemboran ini mencakup diameter, kedalaman, dan kemiringan
lubang tembak. Semakin besar diameter lubang berarti penampang lubang yang
harus ditembus semakin besar sehingga faktor gesekan juga semakin besar. Hal ini
akan sangat mempengaruhi kinerja mesin bor dalam arti kecepatan pemboran
semakin lambat. Semakin dalam lubang bor maka akan terjadi gesekan antara
drilling string dengan dinding lubang yang semakin besar. Di samping itu
kehilangan energi akibat semakin panjangnya drilling string juga akan semakin
besar. Hal ini akan dapat menurunkan kinerja mesin bor. Pada kegiatan pemboran
ada 2 macam arah lubang ledak yaitu arah tegak lurus dan arah miring, arah
lubang

ledak

ini

Anggayana,1999).

berpengaruh

terhadap

aktivitas

pemboran

(Komang

BAB III
PENUTUP
Demikianlah Proposal Magang ini disusun sebagai bahan pertimbangan
bagi Departemen Pengembangan Sumber Daya Manusia PT. Cipta Kridatama.
Semoga tuntutan dunia industri terhadap tenaga-tenaga profesional dalam bidang
Industri Pertambangan diharapkan dapat dipenuhi melalui proses-proses seperti
ini.
Juga merupakan semangat baru dalam rangka membangun kemandirian
menuju tatanan masyarakat industri Pertambangan baru yang madani dan ramah
lingkungan. Atas perhatian dan bantuan Bapak, kami ucapkan banyak terimah
kasih.

Mahasiswa Pemohon,

LAMPIRAN BIODATA

Anda mungkin juga menyukai