Ketu : Irmalita
a
PEDOMAN TATALAKSANA SINDROM
Sekr
KORONER AKUT
etari : Dafsah A Juzar
s
PERHIMPUNAN DOKTER SPESIALIS KARDIOVASKULAR
Ang
INDONESIA 2015
: Andrianto
gota
Budi Yuli Setianto
Daniel PL Tobing
Doni Firman
Isman Firdaus
Tim Penyusun:
oleh Perhimpunan
Dokter
Spesialis
Kardiovaskular
dan
pegangan
dalam
memberikan
pelayanan
dengan
perkembangan
ilmu
kardiovaskular,
buku
Pengurus Pusat
Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia
KATA PENGANTAR
yang
telah
ada
dengan
memasukkan
berbagai
Tim Penyusun
DAFTAR ISI
Kata Sambutan Ketua Pengurus Pusat PERKI i Kata Pengantar
ii Daftar Tabel dan Gambar iv Daftar Singkatan v
Bagian I Pedoman Tatalaksana Sindrom Koroner Akut
1
1. Pendahuluan 1
2. Klasifikasi Rekomendasi 1
3. Patofisiologi 2
4. Klasifikasi Sindrom Koroner Akut 3
5. Diagnosis 4
6. Tindakan Umum dan Langkah Awal 11 Bagian II
Angina Pektoris Tidak Stabil dan Infark Miokard Non
ST Elevasi 15
1. Diagnosis 15
2. Diagnosis Banding 20
3. Stratifikasi Risiko 21
4. Pertanda Peningkatan Risiko 28
5. Terapi 29
6. Populasi dan Situasi Khusus 39
7. Manajemen Jangka Panjang dan Pencegahan
Sekunder 41 Bagian III Infark Miokard dengan
Elevasi Segmen ST 43
1. Perawatan Gawat Darurat 43
2. Terapi Reperfusi 47
3. Subbagian Khusus 56
4. Logistik 57
5. Penilaian Risiko dan Pencitraan 57
6. Terapi Jangka Panjang 58
7. Komplikasi STEMI 59 Penutup 71 Referensi 72
iii
DAFTAR
SINGKATAN
ACE
Tab Klasifikasi rekomendasi
elI tatalaksana
ACE INHIBITOR
sindrom
APT
ANGINAakut
PEKTORIS
1. koroner
S
TIDAKinfark
STABIL
Tab Lokasi
CALCIUM
CHANNEL
el
CCBberdasarkan sadapan
BLOCKER
2. EKG
Tab CANADIAN
Tingkat
peluang SKA
CCS
CARDIOVASCULAR
el
segmen
ST non elevasi
SOCIETY
3.
DAFTAR TABEL DAN GAMBAR
CRU
Tab CAN RAPID RISK
Skor
TIMI untuk UAP
SAD
STRATIFICATION
OF
el
dan
NSTEMI
E
UNSTABLE
4.
PATIENTS
Gambar
1. Algoritma evaluasi dan tatalaksana SKA
Tab ANGINA
Stratifikasi
risiko
SUPPRESS
ADVERSE
Gambar
2. Waktu timbulnya berbagai jenis marka jantung
el
berdasarkan
skor3.TIMI
OUTCOMES
Gambar
Risiko perdarahan mayor berdasarkan skor
5.
Tab WITH EARLY perdarahan CRUSADE
IMPLEMENTATION
OF
Gambar 4. Komponen
delay dalam STEMI dan interval ideal
el Skor
GRACE
THE
ACC/AHA
untuk intervensi
6.
Tab GUIDELINES
Gambar
5. Langkah-langkah reperfusi
Mortalitas
30 hari
DAP
DUAL ANTIPLATELET
el
berdasarkan
kelas
Killip
T
THERAPY
7.
DTB
TO BALLOON
Tab DOOR
PEDOMAN
TATALAKSANA SINDROM KORONER AKUT
Skor
risiko
perdarahan
ESTIMATED
el
eGFCRUSADE
GLOMERULAR
8.
PEDOMAN TATALAKSANA SINDROM KORONER AKUT
R
FILTRATION
RATE
Tab Stratifikasi
risiko
ESR
END STAGE skor
RENAL
el berdasarkan
D
DISEASE
9. CRUSADE
GLOMERULAR
Tab
GFRKriteria stratifikasi risiko
FILTRATION
el sangat
tinggiRATE
untuk
GLOBALinvasif
REGISTRY
10.
strategi
GRA
OF ACUTE
Tab
CE Kriteria stratifikasi risiko
CORONOARY
EVENTS
el tinggi
untuk strategi
INTERVENSI
11.
IKP invasif
KORONER
PERKUTAN
Tab Jenis
dan dosis
INFARK MIOKARD
IMA
AKUT
LBB LEFT BUNDLE
B
BRANCH BLOCK
MODIFICATION OF
MDR
DIET IN RENAL
D
DISEASE
NON ST ELEVATION
NST
MYOCARDIAL
EMI
INFARCTION
NTG NITROGLISERIN
PENYAKIT GINJAL
PGK
PEDOMAN TATALAKSANA
SINDROM KORONER AKUT
PERKI 2015
BAGIAN I
PEDOMAN TATALAKSANA SINDROM KORONER AKUT
1. PENDAHULUAN
Sindrom
Koroner
kardiovaskular
Akut
yang
(SKA)
utama
merupakan
karena
suatu
masalah
menyebabkan
angka
2. KLASIFIKASI REKOMENDASI
Azas kemanfaatan yang didukung oleh tingkat bukti penelitian
menjadi
dasar
rekomendasi
dalam
penyusunan
pedoman
3. PATOFISIOLOGI
oleh
proses
agregasi
trombosit
dan
aktivasi
jalur
Selain
itu
terjadi
pelepasan
zat
vasoaktif
yang
Kelas Bukti
dan/atau kesepakatan
menyebabkan
vasokonstriksi sehingga memperberat gangguan
I bersama bahwa pengobatan
tersebut
bermanfaat
aliran
darah dan
koroner. Berkurangnya aliran darah koroner
efektif.
menyebabkan
iskemia
miokardium. Pasokan oksigen yang
Kelas Bukti
dan/atau pendapat
yang
II berbeda tentang manfaat
berhenti selama kurang-lebih 20 menit menyebabkan
pengobatan tersebut.
Kelas Bukti
dan pendapatmengalami
lebih
miokardium
nekrosis (infark miokard).
IIa mengarah kepada manfaat
atau kegunaan, sehingga
Infark
miokard
tidak
selalu
disebabkan
oleh
oklusi
total
selain
nekrosis,
adalah
gangguan
kontraktilitas
koronaria,
tanpa
spasme
maupun
trombus,
dapat
anamnesis,
pemeriksaan
fisik,
pemeriksaan
miokard
dengan
elevasi
segmen
ST
akut
(STEMI)
Inisiasi
tatalaksana
revaskularisasi
tidak
marka
adalah
pemeriksaan
jantung.
Troponin
biokimia
marka
Marka
I/T
atau
jantung
jantung
CK-MB.
terjadi
yang
lazim
Bila
hasil
peningkatan
kemudian.
Jika
ulangan
EKG
tetap
menunjukkan
5. DIAGNOSIS
Dengan
mengintegrasikan
informasi
yang
diperoleh
dari
dada
yang
tipikal
(angina
tipikal)
atau
atipikal
(angina
bahu,
atau
epigastrium.
Keluhan
ini
dapat
SKA
menjadi
lebih
kuat
jika
keluhan
tersebut
1
2
Pria
palpasi
menapis
indikasi
kontra
terapi
fibrinolisis
seperti
riwayat
perdarahan,
atau
riwayat
penyakit
serebrovaskular.
5.2. Pemeriksaan fisik. Pemeriksaan fisik dilakukan untuk
mengidentifikasi faktor pencetus iskemia, komplikasi iskemia,
penyakit
penyerta
dan
menyingkirkan
diagnosis
banding.
untuk
Ditemukannya
mengidentifikasi
tanda-tanda
komplikasi
regurgitasi
katup
iskemia.
mitral
akut,
perikarditis,
kekuatan
nadi
tidak
seimbang
dan
sesampainya
di
ruang
gawat
darurat.
Sebagai
tanpa memandang usia, adalah 0,15 mV. Bagi pria dan wanita,
nilai ambang elevasi segmen ST di sadapan V3R dan V4R adalah
0,05 mV, kecuali pria usia <30 tahun nilai ambang 0,1 mV
dianggap lebih tepat. Nilai ambang di sadapan V7-V9 adalah
0,5 mV. Depresi segmen ST yang resiprokal, sadapan yang
Sadapan
dengan Lokasi
berhadapan
dengan permukaan tubuh segmen ST elevasi, dapat
Deviasi Segmen Iskemia atau
ST dijumpai pada
Infarkpasien STEMI kecuali jika STEMI terjadi di midV1-V4
Anterior
anterior
V5-V6,
I, aVL (elevasi
Lateral di V3-V6). Pasien SKA dengan elevasi segmen
II, III,ST
aVF dikelompokkan
Inferior
bersama
dengan
LBBB
(komplet)
V7-V9
Posterior
V3R,baru/persangkaan
V4R
Ventrikel baru mengingat pasien tersebut adalah
kanan
juga
elevasi
segmen
ST
yang
tidak
persisten
koroner/nonkoroner).
Troponin
I/T
juga
dapat
penyakit
neurologik
akut,
emboli
paru,
hipertensi
pemeriksaan
hendaknya
diulang
6-12
jam
setelah
skeletal
of
care
testing
menunjukkan
hasil
negatif
maka
Angina tipikal.
Pemeriksaan
laboratorium.
Data
laboratorium,
di
pada
pasien
STEMI
yang
direncanakan
untuk
pemeliharaan
75
mg/hari
(pada
pasien
yang
penghambat
reseptor
ADP
yang
dianjurkan
Morfin sulfat 1-5 mg intravena, dapat diulang setiap 1030 menit, bagi pasien yang tidak responsif dengan terapi tiga
dosis NTG sublingual (kelas IIa-B).
BAGIAN II
ANGINA PEKTORIS TIDAK STABIL DAN INFARK MIOKARD
NON ST ELEVASI
1. DIAGNOSIS
Diagnosis angina pektoris tidak stabil (APTS/UAP) dan infark
miokard non ST elevasi (NSTEMI) ditegakkan atas dasar keluhan
angina tipikal yang dapat disertai dengan perubahan EKG
spesifik, dengan atau tanpa peningkatan marka jantung. Jika
marka jantung meningkat, diagnosis mengarah NSTEMI; jika
tidak meningkat, diagnosis mengarah UAP. Sebagian besar
pasien NSTEMI akan mengalami evolusi menjadi infark miokard
tanpa gelombang
Q. Dibandingkan dengan STEMI, prevalensi NSTEMI dan UAP
lebih tinggi, di mana pasien-pasien biasanya berusia lebih lanjut
dan memiliki lebih banyak komorbiditas. Selain itu, mortalitas
awal NSTEMI lebih rendah dibandingkan STEMI namun setelah 6
bulan, mortalitas keduanya berimbang dan secara jangka
panjang, mortalitas NSTEMI lebih tinggi.
Strategi awal dalam penatalaksanaan pasien dengan NSTEMI
dan
UAP
adalah
perawatan
dalam
Coronary
Care
Units,
PJK,
terutama
infark
miokard,
berpeluang
besar
untuk
menegakkan
diagnosis
banding
dan
dengan
keluhan
angina
(anamnesis),
dapat
1
2
Nondiagnostik
Normal
iskemia
tersembunyi
di
daerah
sirkumfleks
atau
UAP
atau
NSTEMI
(tingkat
peluang
tinggi).
sementara
angina
masih
berlangsung,
pemeriksaan diulang 10 20 menit kemudian (rekam juga V7V9). Pada keadaan di mana EKG ulang tetap menunjukkan
kelainan
yang
nondiagnostik
dan
marka
jantung
negatif
segmen
ST
dan/atau
inversi
gelombang
yang
tidak terdapat tanda gagal jantung. Hasil stress test yang positif
meyakinkan diagnosis atau menunjukkan persangkaan tinggi
UAP atau NSTEMI. Hasil stress test negatif menunjukkan
diagnosis SKA diragukan dan dilanjutkan dengan rawat jalan
(Gambar 1).
1.4. Marka jantung. Pemeriksaan troponin I/T adalah standard
baku emas dalam diagnosis NSTEMI, di mana peningkatan kadar
marka jantung tersebut akan terjadi dalam waktu 2 hingga 4
jam. Penggunaan troponin I/T untuk diagnosis NSTEMI harus
digabungkan dengan kriteria lain yaitu keluhan angina dan
perubahan EKG. Diagnosis NSTEMI ditegakkan jika marka
jantung meningkat sedikit melampaui nilai normal atas (upper
limit of normal, ULN). Dalam menentukan kapan marka jantung
hendak diulang seyogyanya mempertimbangkan ketidakpastian
dalam menentukan awitan angina. Tes yang negatif pada satu
kali pemeriksaan awal tidak dapat dipakai untuk menyingkirkan
diagnosis infark miokard akut.
Kadar troponin pada pasien infark miokard akut meningkat di
dalam darah perifer 3 4 jam setelah awitan infark dan menetap
sampai 2 minggu. Peningkatan ringan kadar troponin biasanya
menghilang dalam 2 hingga 3 hari, namun bila terjadi nekrosis
luas, peningkatan ini dapat menetap hingga 2 minggu (Gambar
2).
Mengingat troponin I/T tidak terdeteksi dalam darah orang
sehat, nilai ambang peningkatan marka jantung ini ditetapkan
sedikit di atas nilai normal yang ditetapkan oleh laboratorium
setempat.
Perlu diingat bahwa selain akibat STEMI dan
peningkatan kadar troponin juga dapat terjadi akibat:
1 Takiaritmia atau bradiaritmia berat
2
3
4
Miokarditis
Dissecting aneurysm
Emboli paru
PEDOMAN TATALAKSANA SINDROM KORONER AKUT
NSTEMI,
1
2
3
membantu
menyingkirkan
diagnosis
banding
PJK
rasa nyeri, EKG istirahat normal dan marka jantung yang negatif.
Multislice
Cardiac
CT
(MSCT)
dapat
digunakan
untuk
PJK
rendah
hingga
menengah
dan
jika
DIAGNOSIS BANDING
menyerupai
yang
terjadi
pada
pasien
NSTEMI.
perubahan
EKG,
peningkatan
marka
jantung,
dan
dan
gangguan
gerak
dinding
jantung.
Diagnosis
KEMUNGKI
KEMUNGKIN KEMUNGKI
NAN
AN SEDANG NAN KECIL
BESAR
Salah satu Salah satu
Salah satu
dari:
dari:
dari:
Anam Nyeri dada Nyeri di
Nyeri dada
nesis atau
dada atau di tidak khas
lengan kiri lengan kiri angina
yang
Pria, usia
berulang >70 tahun,
Mempunya diabetes
Tabel 3. Tingkat peluang SKA segmen ST non elevasi
i riwayat mellitus
(dikutip
dari Anderson JL, et al. J Am Coll Cardiol 2007;50:e1-157)
PJK,
termasuk
infark
miokard
Peme Regurgitasi Penyakit
Nyeri dada
riksaa mitral,
vaskular
timbul
3.
STRATIFIKASI
n fisik hipotensi, ekstra
setiap RISIKO
diaphoresiskardiak
dilakukan
, edema
palpasistratifikasi risiko telah dikembangkan dan
Beberapa cara
paru, atau
palpasi
ronkhidivalidasi untuk SKA. Beberapa stratifikasi risiko yang digunakan
EKG Depresi
Gelombang Gelomban
segmen
ST Q yang
gT
adalah
TIMI (Thrombolysis
In Myocardial Infarction) (Tabel 4), dan
1 mm
menetap
mendatar
atau GRACE
Depresi
atau
(Global Registry of Acute Coronary Events) (Tabel 6),
inversi
segmen ST inversi <1
gelombang
0,5-1
mm CRUSADE
mm di
sedangkan
(Can Rapid risk stratification of Unstable
T yang
atau inversi sadapan
baru (atau
gelombang
dengan
angina patients Suppress ADverse outcomes with Early
dianggap T >1 mm
gelombang
baru) di
R yang
implementation
of the ACC/AHA guidelines) digunakan untuk
beberapa
dominan
Parameter
yang ada, stenosis koroner 50%
Usia > 65Dari
tahun semua variabel
1
Lebih dari 3 faktor risiko* 1
merupakan
variabel yang sangat mungkin tidak terdeteksi.
Angiogram
koroner
sebelumnya
menunjukkan
1 risiko rendah (risiko kejadian kardiovaskular
Jumlah skor 0-2:
stenosis >50%
Penggunaan
aspirin dalam
<8,3%);
skor 1 3-4 : risiko menengah (risiko kejadian
7 hari terakhir
kardiovaskular
Setidaknya
2 episode nyeri <19,9%); dan skor 5-7 : risiko tinggi (risiko
saat istirahat dalam 24 jam 1
kejadian kardiovaskular hingga 41%). Stratifikasi TIMI telah
terakhir
Deviasi STdivalidasi
> 1 mm saat
untuk1 prediksi kematian 30 hari dan 1 tahun pada
tiba
Risiko
Skor*Faktor risiko: hipertensi, DM, merokok, riwayat dalam keluarga, dislipidemia
Risiko Kejadian
TIMI
Kedua
0-2
Rendah <8,3 %
Menenga
3-4
<19,9%
h
Tabel 5. Stratifikasi risiko berdasarkan skor TIMI
5-7
Tinggi 41%
Kelas
Mortalit
Temuan Klinis
Killip
as
I
Tidak terdapat gagal
6%
jantung (tidak
terdapatronkhi
maupun S3)
II
Terdapat gagal
jantung ditandai
dengan S3 dan
ronkhi basah pada
setengah lapangan
paru
17%
III Terdapat edema
paru
Tabel
7. Mortalitas 30 hari berdasarkan kelas Killip
ditandai oleh ronkhi
(dikutip
basah di
seluruhdari Killip T, Kimball JT (Oct 1967). Treatment of myocardial
infarction
care unit. A two year experience with 250 patients.
lapangan
paruin a coronary
38%
Am J Cardiol. 20 (4): 45764.)
IV Terdapat syok
kardiogenik ditandai
Perdarahan dikaitkan
NSTEMI,
sehingga
dengan prognosis
segala
upaya
perlu
untuk
skor
CRUSADE,
usia
tidak
diikutsertakan
sebagai
Skor
CRUSADE
yang
tinggi
dikaitkan
dengan
Prediktor
Skor
Hematokrit
awal, %
<31 31-33,9 34- 9 7 3 2
36,9 37-39.9 40 0
Klirens
kreatinin,
mL/menit
15 >15-30 >30- 39 35
60 >60-90 >90- 28 17 7
120 >120
0 8. Skor risiko perdarahan CRUSADE
Tabel
Laju denyut
jantung (kali
per menit)
PEDOMAN TATALAKSANA SINDROM KORONER AKUT
70 71-80 81-90 0 1 3 6
91-100 101-110 8 10 11
111-120 121
Jenis kelamin
Pria Wanita
Tanda gagal
jantung saat
datang
Tidak Ya
Riwayat
penyakit
vaskular
sebelumnya
Tidak Ya
Diabetes
08
07
06
Tidak Ya
06
Tekanan darah
sistolik, mmHg
90 91-100 101- 10 8 5 1
120 121-180 181- 3 5
200 200
Skor
Risiko
Tingkat
CRUSAD
perdaraha
risiko
E
n
Gambar
3.
Risiko
perdarahan mayor berdasarkan skor perdarahan
Sangat
1-20
3,1%
CRUSADE
rendah
21-30
Rendah 5,5%
31-40
Moderat 8,6%
41-50
Tinggi 11,9%
Berdasarkan
skor CRUSADE, pasien dapat ditentukan dalam
Sangat
>50
19,5%
berbagai
tingkat risiko perdarahan, yang dapat dilihat dalam
tinggi
tabel 9.
Tabel 9. Stratifikasi risiko berdasarkan skor CRUSADE
tinggi.
Penentuan
faktor
risiko
ini
berperan
dalam
hipotensi
dan
gagal
jantung
juga
merupakan
pertanda
5. TERAPI
Berdasarkan stratifikasi risiko, dapat ditentukan kebutuhan
untuk
dilakukan
revaskularisasi.
strategi
Strategi
invasif
invasif
dan
waktu
melibatkan
pelaksanaan
dilakukannya
menggunakan
strategi
konservatif.
Penatalaksanaan
dipulangkan,
dapat
dilakukan
stress
test
untuk
perencanaan
pengobatan
dan
sebelum
dilakukan
angiografi elektif.
Risk Score >3 menurut TIMI menunjukkan pasien memerlukan
revaskularisasi.
Timing
revaskularisasi
dapat
ditentukan
penyekat beta
terletak
Tabel 12. Jenis dan dosis penyekat beta untuk terapi IMA
kali
pemberian,
setelah
itu
harus
Tabel 13.
Jenis dan
nitrat
untuk
IMA
sistolik
<90dosis
mmHg
atau
>30terapi
mmHg
di bawah nilai awal,
Nitrat
gagalDosis
jantung, atau infark ventrikel kanan (Kelas III-C).
Isosorbid
Sublingual 2,515 mg
dinitrate
(onset 5 menit) Oral
3 15-80
Nitrat
tidak
boleh diberikan pada pasien yang telah
(ISDN)
mg/hari
dibagi
2-3 dosis Intravena
mengkonsumsi
inhibitor fosfodiesterase: sidenafil dalam 24 jam,
1,25-5
mg/jam
tadalafil
dalam
48 jam. Waktu yang tepat untuk terapi nitrat
Isosorbid 5
Oral 2x20 mg/hari
setelah
pemberian vardenafil belum dapat ditentukan (Kelas IIImononitrate Oral (slow release)
C). 120-240 mg/hari
Nitroglicerin Sublingual tablet 0,3(trinitrin, TNT, 0,6 mg1,5 mg
glyceryl
Intravena 5-200
trinitrate)5.1.3
mcg/menit
Calcium channel blockers (CCBs). Nifedipin dan
yang
golongan
seimbang.
dihidropiridin,
Oleh
karena
merupakan
itu
obat
CCB,
terutama
pilihan
untuk
dan
NSTEMI
umumnya
memperlihatkan
hasil
yang
Tabel 14. Jenis dan dosis penghambat kanal kalsium untuk terapi IMA
Penghambat
Dosisdengan indikasi kontra terhadap penyekat beta (Kelas
NSTEMI
kanal kalsium
I-B).180-240 mg/hari
Verapamil
dibagi 2-3 dosis
120-360
3
CCBmg/hari
nondihidropiridin (long-acting) dapat
Diltiazem
dibagi 3-4 dosis sebagai pengganti terapi penyekat beta (Kelas
dipertimbangkan
Nifedipine
IIb-B).
GITS (long
30-90 mg/hari
acting)
Penggunaan CCB dihidropiridin kerja cepat (immediaterelease) tidak direkomendasikan kecuali bila dikombinasi dengan
penyekat beta. (Kelas III-B).
5.2. Antiplatelet
1. Aspirin harus diberikan kepada semua pasien tanda indikasi
kontra
dengan
dosis
loading
150-300
mg
dan
dosis
atelet
Dosis
mg, memberikan aspirin bersama NSAID
11.loading
Tidak 150-300
disarankan
Aspirin dosis
pemeliharaan
75-100
(penghambat COX2 selektif dan NSAID non-selektif ) (Kelas IIImg
C).loading 180 mg, dosis
Ticagr Dosis
elor pemeliharaan 2x90 mg/hari
glikoprotein
IIb/IIIa
dan
antikoagulan
dibuat
remodeling
dan
menurunkan
angka
kematian
telah
terbukti
menderita
PJK,
beberapa
penelitian
Capto
2-3 x 6,25-50 mg
pril
3
Penghambat reseptor angiotensin diindikasikan bagi
2,5-10
mg/hari
pasien
infark
mikoard yang intoleran terhadap inhibitor ACE dan
Ramip
dalam
1
atau 2 ejeksi ventrikel kiri 40%, dengan atau tanpa
mempunyai fraksi
ril
dosis
gejala2,5-20
klinismg/hari
gagal jantung (Kelas I-B).
Lisinop
ril
dalam 1 dosis
5.7. Statin
Tanpa
melihat
nilai
mempertimbangkan
awal
kolesterol
modifikasi
hydroxymethylglutary-coenzyme
LDL
diet,
reductase
dan
tanpa
inhibitor
(statin)
harus
lebih
20-30%
pasien
NSTEMI
diketahui
menderita
kontras
(Kelas
I-C).
Pada
pasien
diabetes,
atipikal,
sehingga
perlu
diinvestigasi
untuk
NSTEMI
untuk
pasien
usia
lanjut
dibuat
dengan
mencegah
Pertimbangan
kejadian
strategi
efek
invasif
awal
samping
dengan
(Kelas
I-C).
kemungkinan
sebagai
eGFR
mengikutsertakan
etnis
dengan
dan
rumus
jenis
MDRD
karena
kelamin
dalam
moderat
(klirens
kreatinin
30-60
mL/menit)
namun
rekuren.
Anemia
yang
menetap
atau
memburuk
kejadian
perdarahan
sehingga
pengukuran
hemoglobin
7.
MANAJEMEN
JANGKA
PANJANG
DAN
PENCEGAHAN
SEKUNDER
Pencegahan sekunder penting dilakukan karena kejadian iskemik
cenderung terjadi dengan laju yang tinggi setelah fase akut.
Beberapa pengobatan jangka panjang yang direkomendasikan
adalah:
pasien.
EKG
yang
diagnostik
untuk
STEMI
dapat
segera
STEMI
dan
perlu
dibuat
interpretasi
sesegera
EKG
12
mungkin
sadapan,
melalui
selambat-
dibuat
berdasarkan
jaringan
layanan
regional
yang
penanganan
pasien
STEMI
harus
mencatat
dan
2.
akut
dan
digunakan
sesegera
mungkin
begitu
kulaitas
perawatan
tetap
terjaga.
Beberapa
gejala-gejala
umum
infark
miokard
akut
dan
Delay
antara
kontak
medis
pertama
dengan
diagnosis
Penilaian
kualitas
penanganan
STEMI
pelayanan
adalah
yang
waktu
cukup
yang
penting
dibutuhkan
dalam
untuk
total,
sehingga
perlu
dikurangi
menjadi
sesedikit
2. TERAPI REPERFUSI
Terapi reperfusi segera, baik dengan IKP atau farmakologis,
diindikasikan untuk semua pasien dengan gejala yang timbul
dalam 12 jam dengan elevasi segmen ST yang menetap atau
Left Bundle Branch Block (LBBB) yang (terduga) baru.
Terapi
reperfusi
(sebisa
mungkin
berupa
IKP
primer)
dual
(dual
antiplatelet
therapy-DAPT)
dan
Kela
Level
s
I
A
Terapi reperfusi
diindikasikan untuk
semua pasien dengan
durasi gejala <12 jam
dengan elevasi segmen
ST persisten atau LBBB
baru/tersangka baru
Terapi reperfusi
I
C
(sebaiknya IKP primer)
III-B).
diindikasikan
bila
terdapat bukti iskemia
yang sedang
4 terjadi,Tidak disarankan menggunakan fibrinolisis pada pasien
bahkan jika gejala
yang direncanakan untuk IKP primer (Kelas III-A).
mungkin telah timbul
>12 jam yang lalu atau
PEDOMAN TATALAKSANA SINDROM KORONER AKUT
bila nyeri dan perubahan
EKG terlihat terhambat
Terapi reperfusi dengan IIb B
IKP primer 2.2
dapatTerapi fibrinolitik
dipertimbangkan untuk
pasien-pasien
stabil
Fibrinolisis
merupakan strategi reperfusi yang penting, terutama
yang datang dalam 12pada
tempattempat yang tidak dapat melakukan IKP pada
24 jam sejak
awitan
gejala
pasien STEMI dalam waktu yang disarankan. Terapi fibrinolitik
Tidak disarankan
III
A
IIa-B).
(Kelas
I-B).
Clopidogrel
diindikasikan
diberikan
emergensi
dengan
tujuan
untuk
melakukan
dilakukannya
fibrinolisis
inisial
(Kelas
I-A).
Jika
Tabel 19.
Angiografi darurat
I
dengan tujuan
Kela
Rekomendasi
revaskularisasi
s
diindikasikan
untuk
Terapi
fibrinolitik
I
pasien gagal
sebaiknya
diberikan
jantung/syok
dalam 12 jam sejak
Angiografi
dengan
I
awitan
gejala
pada
tujuan tanpa
untuk indikasi
melakukan
pasien
revaskularisasi
(pada
kontra
apabila IKP
primer
arteri
yang
mengalami
tidak dapat dilakukan
infark)
oleh
timdiindikasikan
yang
setelah fibrinolisis
yang
berpengalaman
dalam
2.2.1. Langkah-langkah
pasien STEMI
pemberian
fibrinolisis
pada
2.
3.
6.
7.
4
5
Syok kardiogenik
Tabel 20. Indikasi kontra terapi fibrinolitik
Kelas Killip 3
Indikasi Kontra
Indikasi Kontra
Pasien
datang
lebih dari 3 jam setelah awitan gejala
belum diketahui, bulan terakhir
dengan awitan
Diagnosis STEMI masih ragu-ragu
kapanpun
Stroke iskemik 6 Pemakaian
bulan terakhir
antikoagulan oral
Kerusakan PEDOMAN
sistem Kehamilan
atau SINDROM KORONER AKUT
TATALAKSANA
saraf sentral dan dalam 1 minggu
neoplasma
postpartum
Trauma
2.3. Koterapi antikogulan
operasi/trauma Tempat tusukan
kepala yang
yang tidak dapat
1
Pasien yang mendapat terapi reperfusi fibrinolisis,
berat dalam 3
dikompresi
sebaiknya diberikan terapi antikoagulan selama minimum 48
minggu terakhir
II-C) dan lebih baik selama rawat inap, hingga
Perdarahanjam (Kelas
Resusitasi
saluran cerna
traumatik
maksimum
8 hari (dianjurkan regimen non UFH bila lama terapi
dalam 1 bulan
lebih dari 48 jam karena risiko heparin-induced
terakhir
thrombocytopenia dengan terapi UFH berkepanjangan (Kelas IIPenyakit
Hipertensi
perdarahanA)
refrakter (tekanan
darah sistolik
2
Pasien
STEMI yang tidak mendapat terapi reperfusi,
>180
mmHg)
Diseksi aorta
hatiterapi antikoagulan (regimen non-UFH) selama
dapat Penyakit
diberikan
rawat lanjut
inap,Infeksi
hingga maksimum 8 hari pemberian (Kelas IIa-B)
endokarditis
kebutuhan
untuk
mendukung
prosedur,
dengan
digunakan
sebagai
antikoagulan
tunggal
3. SUBBAGIAN KHUSUS
Pria dan wanita harus mendapatkan penanganan yang sama
(Kelas
I-C).
Namun
demikian,
wanita
cenderung
datang
serta
prevalensi
komorbiditas
yang
tinggi
pada
kelompok ini.
Pemberian dosis yang tepat perlu diperhatikan pada pemberian
antitrombotik untuk pasien lanjut usia dan gagal ginjal (Kelas IB). Disfungsi ginjal dapat ditemukan pada 30-40% pasien SKA
dan berhubungan dengan prognosis yang lebih buruk serta
peningkatan risiko perdarahan. Keputusan pemberian reperfusi
pada pasien STEMI seyogyanya dibuat sebelum tersedianya
penilaian
PEDOMAN TATALAKSANA SINDROM KORONER AKUT
mengalami
overdosis
antitrombotik
yang
akan
4. LOGISTIK
Semua rumah sakit yang berpartisipasi dalam perawatan
pasien-pasien STEMI harus memiliki Intensive Cardiac Care Unit
(ICCU) yang mampu menangani berbagai aspek perawatan,
termasuk penanganan iskemia, gagal jantung berat, aritmia dan
komorbid lain yang biasa terjadi (Kelas I-C). Pasienpasien yang
di ICCU, kemudian
dipindahkan ke tingkat pengawasan yang lebih rendah (stepdown monitoring) selama 24-48 jam berikutnya (Kelas I-C).
dokter
umum
lebih
besar,
namun
ada
baiknya
komplikasi
akut
berupa
kegagalan
pompa
dengan
berperan
dalam
menentukan
diagnosis,
staging,
infark
akut,
dan
nilai
yang
didapatkan
perlu
ventrikel
kiri
merupakan
satu-satunya
prediktor
jantung
setelah
infark
dapat
dibagi
menurut
transtorakal
atau
Doppler.
Ekokardiografi
implantasi
resynchronization
defibrilator
therapy
(CRT),
kardioverter,
atau
defibrilator
cardiac
terapi
resinkronisasi jantung.
7.1.1.1. Hipotensi
Hipotensi ditandai oleh tekanan darah sistolik yang menetap di
bawah 90 mmHg. Keadaan ini dapat terjadi akibat gagal jantung,
namun dapat juga disebabkan oleh hipovolemia, gangguan
irama atau komplikasi mekanis. Bila berlanjut, hipotensi dapat
menyebabkan gangguan ginjal, acute tubular necrosis dan
kardiogenik
terjadi
dalam
6-10%
kasus
STEMI
dan
kardiogenik
tidak
mementingkan
pengukuran
invasif
pulmonar
namun
fraksi
ejeksi
ventrikel
kiri
dan
dan
gangguan
konduksi
sering
ditemukan
dalam
atau ARB
gagal
jantung.
Fibrilasi
atrium
dapat
terjadi
selama
diperlukan
untuk
mengurangi
kebutuhan
oksigen
Pasien
dengan
AF
dan
faktor
risiko
untuk
kombinasi
tiga
terapi
antitrombotik
yang
berkepanjangan.
Takikardia supraventrikular jenis lain amat jarang terjadi, selflimited dan biasanya membaik dengan manuver vagal. Adenosin
intravena
dapat
kemungkinan
dipertimbangkan
atrial
flutter
telah
untuk
keadaan
disingkirkan
dan
ini
bila
status
berguna.
Bila
aritmia
tidak
dapat
ditolerir
dengan
baik,
dianggap
tidak
dapat
dijadikan
prediktor
untuk
sehingga
pengobatan
untuk
keadaan
ini
tidak
seperti
gangguan
elektrolit
atau
iskemi
hemodinamik,
berikan
atropin
dahulu,
baru
anterior biasanya terletak di bawah HIS (di bawah nodus AV) dan
menghasilkan QRS lebar dengan low escape rhythm, serta laju
mortalitas yang tinggi (hingga 80%) akibat nekrosis miokardial
luas. Terjadinya bundle branch block baru atau blok sebagian
biasanya menunjukkan infark anterior luas, dan kemudian dapat
terjadi blok AV komplit atau kegagalan pompa.
Asistol dapat terjadi setelah blok AV, blok bifasik atau trifasik
atau countershock elektrik. Bila elektroda pacing terpasang,
perlu dicoba dilakukan pacing. Apabila tidak, lakukan kompresi
dada dan napas buatan, serta lakukan pacing
PEDOMAN TATALAKSANA SINDROM KORONER AKUT
transtorakal.
Elektroda pacing transvena perlu dimasukkan bila terdapat blok
AV lanjut dengan low escape rhythm seperti yang telah
dijelaskan di atas, dan dipertimbangkan apabila terjadi blok
bifasik atau trifasik. Rute subklavia sebaiknya dihindari setelah
fibrinolisis atau bila terdapat antikoagulasi, dan dipilih rute
alternatif. Pacing permanen diindikasikan pada pasien dengan
blok AV derajat tiga persisten, atau derajat dua persisten terkait
bundle branch block, dan pada Mobitz II transien atau blok
jantung total terkait bundle branch block awitan baru.
7.2. Komplikasi kardiak
Usia lanjut, gejala Killip II-IV, penyakit 3 pembuluh, infark dinding
anterior, iskemia berkepanjangan atau berkurangnya aliran TIMI
merupakan faktor risiko terjadi komplikasi kardiak. Beberapa
komplikasi mekanis dapat terjadi secara akut dalam beberapa
hari
setelah
STEMI,
meskipun
insidensinya
belakangan
dicurigai
dengan
pemeriksaan
klinis
dan
perlu
segera
dan
elektromekanis.
kolaps
kardiovaskular
Hemoperikardium
dan
dengan
disosiasi
tamponade
jantung
yang
terjadi
sebagai
akibat
dari
ruptur
ini
dapat
mengandung
risiko
terjadinya
pelebaran
ruptur,
dan
memperburuk
vasodilator
hipotensi.
perlu
Irama
dihindari
sinus
karena
dan
dapat
sinkronisitas
re-elevasi
segmen
ST
dan
biasanya
ringan
dan
Perikardiosentesis
jarang
diperlukan,
namun
perlu
pembentukan
aneurisma
ventrikel
kiri.
Proses
dan,
seringkali,
regurgitasi
mitral.
Ekokardiografi
yang
antagonis
remodeling
memerlukan
aldosteron
dalam
telah
infark
antikoagulasi.
terbukti
ACE-I/ARB
memperlambat
transmural
dan
dan
proses
meningkatkan
PENUTUP
Demikian pedoman ini dibuat dengan harapan dapat dijadikan
penuntun dalam praktek klinik sehari-hari. Hal-hal yang masih
memerlukan perbaikan atau pemutakhiran berdasarkan hasil
penelitian yang terbaru akan terus dilakukan. Konsultasi
diantara teman sejawat akan lebih mempermudah penerapan
pedoman ini. Setiap layanan primer diharapkan memiliki daftar
layanan tersier atau fasilitas pelayanan yang dapat melakukan
reperfusi, agar rujukan dapat dilakukan dengan cepat dan tepat.
REFERENSI
1. ACC/AHA 2007 guidelines for the management of patients with unstable
angina/non
ST-elevation myocardial infarction. A report of the American College of
Cardiology/
American
Heart
Association
Task
Force
on
Practive
at
http://content.onlinejacc.org/cgi/content/
full/50/7/e1.