1. Nur Khayati
2. Nur Binti
3. Nur Santi Dewi
4. Robiatul Addawiyah
5. Septya A
6. Uut Dwi Sri U
7. Yuliati
8. Ani Rahmawati
MOJOKERTO
2013
KATA PENGANTAR
Pertama-tama, kami panjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
atas berkat dan karunia-Nya yang telah diberikan kepada kami sehingga kami dapat
menyelesaikan tugas makalah Asuhan Keperawatan Dengan Sindroma TUR dan Irigasi Post
TUR-P.
Tugas makalah Asuhan Keperawatan Dengan Sindroma TUR dan Irigasi Post TUR-P
ini kami susun berdasarkan panduan panduan..
Penyelesaian tugas mata kuliah keperawatan gawat darurat ini tidak lepas dari
berbagai pihak yang telah memberikan perhtian,waktu dan kesempatan kepada kami untuk
melakukan penyelasaian tugas mata kuliah keperawatan gawat darurat.
Kami menyadari bahwa banyak kekurangan yang terdapat di dalam penyusunan tugas
mata kuliah keperawatan jiwa ini. Oleh karena itu, kami sangat terbuka dengan saran dan
kritik yang diberikan demi kelancaran kami dalam penyelesaian tugas-tugas selanjutnya.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
Halaman Judul......................................................................................... i
Kata Pengantar........................................................................................ ii
BAB 1. Pendahuluan
BAB 2. Pembahasan
2.3 Etiologi................................................................................. 2
2.5 Patogenesis............................................................................ 3
2.6 Patofisiologis......................................................................... 6
2.7 Penatalaksaan........................................................................ 7
BAB 3. Penutup
3.1 Kesimpulan............................................................................ 14
3.2 Saran...................................................................................... 14
Daftar Pustaka
iii
BAB 1
PENDAHULUAN
Pembedahan prostat transuretral ( TURP ) masih merupakan salah satu terapi standart
dari Hipertropi Prostat Benigna ( BPH ) yang menimbulkan obstruksi uretra. Operasi ini
sudah dikerjakan mulai beberapa puluh tahun yang lalu di luar negeri dan berkembang terus
dengan makin majunya peralatan yang di pakai. Tapi di Indonesia khususnya di Mataram
TURP ini relatif baru.
Dalam TURP dilakukan reseksi jaringan prostst dengan menggunakan kauter yang
dilakukan secara visual. Dalam TURP dilakukan irigasi untuk mengeluarkan sisa-sisa
jaringan dan untuk menjaga visualisasi yang bisa terhalang karena perdarahan. Karena
seringnya tindakan ini dilakukan maka komplikasi tindakan serta pencegahan komplikasi
makin banyak diketahui.
Salah satu komplikasi yang penting dari TURP adalah intoksikasi air dan hiponatremi
dilusional yang disebut Sindroma TUR yang bisa berakhir dengan kematian. TUR Syndrom
adalah suatu komplikasi yang paling sering dan paling menakutkan dalam pembedahan
urologi endoskopik. Di tangan para ahli yang berpengalamanpun, sindrom TUR dapat terjadi
pada 2% kasus dengan mortalitas yang masih tinggi.Sampai sekarang sindrom TUR
merupakan suatu kompliksi yang sangat menakutkan baik untuk para urolog yang melakukan
operasi maupun para anastesiolog yang seharusnya melakukan diagnosa sindrom ini dan
melakukan intervensi untuk mencegah kematian.
b. Tujuan Khusus
1. Mahasiswa mengetahui pengertian TUR Syndroma
2. Mahasiswa mengetahui anatomi fisiolagi perkemihan
3. Mahasiswa mengetahui penyebab TUR Syndroma
4. Mahasiswa mengetahui patofisiologi TUR Syndroma
5. Mahasiswa mengetahui manifestasi klinis TUR Syndroma
6. Mahasiswa mengetahui penatalaksanaan TUR Syndroma
7. Mahasiswa mengetahui asuhan keperawatan TUR Syndroma
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Syndroma TUR adalah keadaan klinik yang ditandai dengan kumpulan gejala
akibat gangguan neurologik, kardiovaskuler, dan elektrolit yang disebabkan oleh
diserapnya cairan irigasi melalui vena-vena prostat atau cabangnya pada kapsul
prostat yang terjadi selama operasi. Hiponatremia, hipovolemia, dan kadang
hiperamonemia mungkin terjadi. ( Eaton,2003)
2.3 Etiolagi
Disebabkan oleh absorbsi masif dari cairan irigasi. Absorbsi masif tergantung
oleh proses TURP yang lama, absorbsi meningkat jika reseksi dilakukan lebih dari 90
menit. Tekanan intravaskuler meningkat, karena tinggi bagian irigasi lebih dari 60 cm
di atas lokasi pembedahan. Banyak sinus prostat yang terbuka. Semakin besar prostat
yang direseksi, semakin banyak sinus prostat yang terbuka jenis cairan irigan yang
digunakan.
Sindroma TUR dapat terjadi kapan pun dalam fase perioperatif dan dapat
terjadi beberapa menit setelah pembedahan berlangsung sampai beberapa jam
setelah selesai pembedahan. Penderita dengan anastesi regional menunjukkan
keluhan-keluhan sebagai berikut:
1. Pusing 5. Napas pendek
2. Sakit kepala 6. Gelisah
3. Mual 7. Bingung
4. Rasa tertekan di dada dan tenggorokan 8. Nyeri perut
Tekanan sistolik dan diastolik meningkat, nadi menurun. Bila penderita tidak
segera diterapi maka penderita menjadi sianotik, hipotensif dan dapat terjadi
cardiac arrest. Beberapa pasien dapat menunjukkan gejala neurologis. Mula-
mula mengalami letargi dan kemudian tidak sadar, pupil mengalami dilatasi.
Dapat terjadi kejang tonik klonik dan dapat berakhir dengan koma. Bila pasien
mengalami anastesi umum, maka diagnosa dri sindrom TURP menjadi sulit
dan seringterlambat. Salah satu tand adalah kenaikan dan penurunan tekanan
darah yang tidak dapat diterangkan sebabnya. Perubahan ECG dapat berupa
irama nodul,perubahan segmen ST, munculnya gelombang U, dan komplek
QRS yang melebar. Pada pasien yang mengalami sindrom TURP, pupilnya
kembali kesadaran karena anastesi dan khasiat muscle relaxant dapat
terlambat.
2.5 Patogenesis
Sejumlah besar cairan dapt diserap selama operasi terutama bila sinus vena
terbuka secara dini atau bila operasi berlangsung lama. Rata-rata diperkirakan terjadi
penyerapan 20 cc cairan permenit atau kira-kira 1000-1200 cc pada 1 jm pertama
operasi, sepertiga bagian diantaranya diserap langsung ke dalam sistem vena. Dan hal
ini akan menimbulkan hiponatremia dilusional.
2. Keracunan Air
Beberapa pasien dengan sindroma TUR menunjukkan gejala dari keracunan
air karena meningkatnya kadar air dalam otak. Penderita menjadi somnolen,
inkoheren dan gelisah. Dapat terjadi kejang-kejang dan koma, dan posisi
desereberate. Dapat terjadi klonus dan refleks babinsky yang positif. Terjadi papil
udema dan midriasis. Gejala keracunan air terjadi bila kadar Na 15-20 meq/liter di
bawah kadar normal.
3. Hiponatremia
Na sangat penting untuk fungsi sel jantung dan otak. Beberapa mekanisme
terjadinya hiponatremia pada pasien TUR adalah:
a. Pengenceran Na karena penyerapan cairan irigasi yang besar
b. Kehilangan Na dari daerah reseksi prostat ke dalam cairan irigasi
c. Kehilangan Na ke dalam kantong-kantong cairan irigasi di daerah periprostat
dan rongga peritoneal
4. Koagulopati
Pada sindrom TUR dapat terjadi Disseminated Intravaskuler Coagulation
(DIC) yang terjadi akibat lepasnya partikel prostat yang mengandung
tromboplastin dalam jumlah besar ke dalam perdarahan darah dan menyebabkan
fibrinolisis sekunder. DIC ini dapat diketahui dari turunnya kadar trobosit dan
meningkatnya Fibrin Degradation Product (FDP) serta kadar fibrinigen yang
rendah.
6. Hipotermi
Hipotermi sering terjadi pada pasien yang mengalami TURP. Irigasi kandung
kencing merupakan penyebab penting kehilangannya panas tubuh dan hal ini
ditambah dengan suhu kamar operasi yang rendah. Hipotermi sering terjadi pada
penderita lanjut usia karena gangguan saraf otonomik.
2.6 Patofisiolagis
6
2.7 Penatalaksanaan
a. Jika dideteksi saat ini intra operatif tindakan segera dihentikan dan pemberian
cairan IV dihentikan
b. Air yang diabsorbsi harus dikeluarkan : Furosemid 40 mg iv
c. Bantu pernafasan dengan oksigen (nasal kanul atau masker, atau intubasi dan
ventilasi jika diperlukan)
d. Simptomatik hiponatremia yang menyebabkan kelemahan sampai koma harus
diatasi dengan cairan hipotonik (NaCl 3% = 0,513 mmol/ml) sampai gejala
hilang
e. Periksa BGA, serumsodium dan Hb
f. Kelemahan dapat diatasi dengan dosis kecil midzolam (2-4 mg), diazepam (3-
5 mg) atau thiopental (50-100 mg)
g. Intubasi endotrakealdisarankan untuk mencegah aspirasi sampai status mental
kembali normal.
h. Jika odema paru dan hipotensi berlanjut invasif hemodinamik monitoring
direkomendasikan sebagai petunjuk untuk penatalaksanaan farmakologis dan
manajemen cairan.
(TURP)
1. PENGKAJIAN
a. Identitas
b. Keluhan utama: sesak napas
c. Riwayat kesehatan: pasien BPH dengan post operasi TURP
d. Pemeriksaan fisik
B1 (Breath) :distress napas, odem paru, hipoksia, sianosis
B2 (Blood) :Hipertensi, aritmia
B3 (Brain) :Penurunan kesadaran, TIK meningkat, konfusi sampai
koma
B4 (Bladder) :Gagal ginjal akut
B5 (Bowel) :Mual,muntah
B6 (Bone) :gatal-gatal pada kulit
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik,pembedahan
b. Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan primer yang tidak
adekuat,prosedur invasif
c. Kurangnya pengetahuan tentang penyakit,perawatan dan pengobatannya
berhubungan dengan kurang familier terhadap informasi, kognitif
d. Potential Komplikasi (PK):Perdarahan
Intervensi:
1. Kaji nyeri secara komprehensif termasuk
lokasi,karakteristik,durasi,frekuensi,kualitas dan faktor presipitasi
2. Observasi reaksi nonverbal dari ketidak nyamanan
3. Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri klien
sebelumnya
4. Berikan lingkungan yang tenang
5. Kurangi faktor presipitasi nyeri
6. Anjurkan teknik non farmakologis (relaksasi,distraksi) untuk mengatasi nyeri
7. Kolaborasi dengan tim medis lain dalam pemberian analgesik
Dx 2: Resiko infeksi b.d pertahanan tubuh primer yang tidak adekuat, prosedur
invasif,luka perdarahan
Tujuan :Setelah dilakukan askep 2x24 jam infeksi terkontrol dan terdeteksi
KH :Bebas dari tanda dan gejala infeksi, angka lekosit normal (4-11,000)
Intervensi
KH : Klien mampu menjelaskan kembali apa yang dijelaskan, klien kooperatif saat
dilakukan tindakan
Intervensi
10
Tujuan : Setelah dilakukan askep 1x24 jam perawat akan menangani atau mengurangi
gr %
11
IMPLEMENTASI
Implementasi adalah bermuara pada aktivitas, aksi, tindakan, atau adanya mekanisme
suatu sistem. Implementasi bukan sekedar aktivitas, tetapi suatu kegiatan yang terencana dan
untuk mencapai tujuan kegiatan.
12
EVALUASI
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Sindroma TUR adalah kumpulan tandadan gejala yang terjadi pada penderita
yang menjalani operasi TURP yang disebabkan karena penyerapan cairan irigasi
dalam jumlah besar. Sindroma TUR dapat terjadi pada 2-10% operasi TURP dan
masih dapat terjadi walaupun di tangan urolog yang sudah berpengalaman
sekalipun. Sindroma TUR paling banyak terjadi pada pemakaian cairan irigasi
yang hipotonik terutama bila yang dipakai adalah air steril. Karena penyerapan air
dalam jumlah besar mudah menimbulkan hiponatremia dan hemolisis. Frekuensi
sindroma TUR meningkat pada operasi yang lamanya lebih dari 90 menit, tetapi
tidak menutup kemungkinan bahwa sindroma TUR dapat terjadi pada opersi yang
berlangsung dibawah 30 menit, pada prostat yang besarnya lebih dari 45 gram,
dan bila cairan irigasi yang dipakai 30 liter atau lebih. Dalam penanganan
sindroma TUR, yang paling penting adalah diagnosa dini yang memerlukan kerja
sama yang baik antara ahli bedah dan ahli anestesi. Diagnosa dini dari sindroma
TUR dan penanganan yang tepat banyak menurunkan angka kematian sindroma
TUR ini.
3.2 Saran
Didalam memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan kegawat
daruratan sistem perkemihan di harapkan perawat memahami konsep dasar dn
konsep dasar asuhan keperawatan.
Dalam pemberian tindakan keperawatan pada klien dengan kegawat daruratan
sistem perkemihan hendakny perawat dapat melakukan tindakan dengan cepat dan
tepat dengan mengutamakan tindakan yang paling prioritis, tanpa pengabaikan
masalah yang lain
14
DAFTAR PUSTAKA
Hahn RG, The Transurethral Resection Syndrom. Acta Anaesthesion Scand. 1991 ; 35 (7);
557-567. Leslie SW. Transurethral Resection of the Prostate. Taken from
www.emedicine.com/MED/topic3071.htm Accessed on 9 Sept 2008. Last Update Oct
33,2006
Marrero AS, Prodigalidad AM, Ambrosio AZ. Prediction and Early Diagnosis of
Transurethral Prostatectomy Syndrome. Members
http://members.tripod.com/nktiuro/paper2.htm. Accessed on 9 Sept 2008