Nama
: Piranti Handayani
NPM
: 14020088
Grup
: 2K4
Dosen
: Dede K,S.Teks.,M.Si
R.R Wiwiek E.M.,S.ST.,MT
Politeknik STTT
Bandung
PEWARNA
Warna adalah spektrum tertentu yang terdapat di dalam suatu cahaya sempurna (berwarna
putih). Identitas suatu warna ditentukan panjang gelombang cahaya tersebut. Sebagai contoh warna
biru memiliki panjang gelombang 460 nanometer. Panjang gelombang warna yang masih bisa
ditangkap mata manusia atau daerah tampak spektrum dari radiasi elektromagnetik berkisar antara
380-780 nanometer. Radiasi yang tersebar secara merata akan tampak sebagai cahaya putih dan
yang akan terurai dalam warna warna spektrum bias dengan adanya penyaringan oleh prisma atau
kisi kisi pelontaran (difraction grating) yang dipersepsikan sebagai sinar cosmik/foton (lembayung,
indigo, biru, hijau, kuning, jingga, merah). Pada tahun 1876 Witt menyatakan bahwa molekul zat
warna merupakan gabungan dari zat organik yang tidak jenuh, kromofor sebagai pembawa warna
dan auksokrom sebagai pengikat antara warna dengan serat. Secara lebih luas zat warna tersusun
dari hidrokarbon tak jenuh, Chromogen, Auxocrome dan zat aditif (migration, levelling, wetting agent,
dsb).
1.
Chromogen
2.
Auxochrome
Bahan pewarna secara sederhana dapat didefinisikan sebagai suatu benda berwarnayang
memiliki afinitas kimia terhadap benda yang diwarnainya. Bahan pewarna pada umumnya memiliki
bentuk cair dan larut di air. Pada berbagai situasi, proses pewarnaan menggunakan mordant untuk
meningkatkan kemampuan menempel bahan pewarna. Bahan pewarna dan pigmen terlihat berwarna
karena mereka menyerap panjang gelombang tertentu dari cahaya. Berlawanan dengan bahan
pewarna, pigmen pada umumnya tidak dapat larut, dan tidak memiliki afinitas terhadap substrat.
1.
Pewarna organik
Pewarna organik pertama yang dibuat oleh manusia adalah mauveine. Pewarnasintetik ini ditemukan
oleh William Henry Perkin pada tahun 1856. Sejak itu, berbagai jenis pewarna sintetik berhasil
disintesis. Pewarna sintetik secara cepat menggantikan peran dari pewarna alami sebagai bahan
pewarna. Hal ini disebabkan karena biaya produksinya yang lebih murah, jenis warna yang lebih
banyak, dan kemampuan pewarnaan yang lebih baik. [1] Pewarna sintetik diklasifikasikan berdasarkan
cara penggunaan di proses pewarnaan. Secara umum, pewarna sintetik digolongkan
sebagaipewarna asam, pewarna basa, pewarna direct, pewarna mordant, pewarna vat, pewarna
reaktif, pewarna disperse, pewarna azo, dan pewarna sulfur. Zat organik tak jenuh umumnya berasal
dari senyawa aromatik dan derivatifnya (benzene, toluene, xilena, naftalena, antrasena, dsb.), Fenol
dan derivatifnya (fenol, orto/meta/para kresol, dsb.), senyawa mengandung nitrogen (piridina,
kinolina, korbazolum, dsb).
2.
Pewarna makanan
Jenis lain penggunaan bahan pewarna adalah sebagai bahan pewarna makanan. Pewarna makanan
digolongkan sebagai aditif makanan sehingga diproduksi dengan standar tinggi-tidak seperti pewarna
untuk industri. Pewarna makanan dapat berupa pewarna jenis direct, mordant dan vat, dan
penggunaannya secara ketat dikontrolhukum. Pewarna makanan dapat juga berasal dari alam.
3.
Selain penggolongan yang disebutkan di atas, terdapat pula penggolongan bahan pewarna sebagai
berikut:
Pewarna karbin, metode pewarnaan yang baru dikembangkan untuk mewarnai berbagai jenis
substrat.
4.
Tidak seperti zat warna lainnya yang digunakan pada pencelupan bahan tekstil, maka zat warna
pigmen yang tidak mempunyai auksokrom ini digunakan juga untuk mewarnai tekstil. Pada umumnya
dilakukan dengan cara pencapan, akan tetapi seringkali juga digunakan untuk mencelup bahan
dengan kualitas kasar sampai sedang.
Untuk pencelupan, karena tidak memiliki auksokrom maka tidak dapat digunakan untuk
mencelup benang dengan cara exhaust. Untuk mencelup kain digunakan cara padding dan pada
umumnya hanya mewarnai pada permukaan saja. Sifat ketahanan lunturnya sangat ditentukan oleh
kekuatan pelapisan zat warna oleh binder yang digunakan. Binder ini dapat membentuk lapisan film
dengan bantuan asam yang diperoleh dari katalis dan adanya panas pada waktu curing.