Anda di halaman 1dari 17

PENATALAKSANAAN DENTAL IMPLAN UNTUK

KASUS RESORBSI TULANG MANDIBULA

SKRIPSI INI SIBUAT SEBAGAI KARYA TULIS ILMIAH


PROGRAM STUDI SARJANA KEDOKTERAN GIGI STRATA 1
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS TRISAKTI

Henry Keefe Budijanto


04008060

UNIVERSITAS TRISAKTI
HAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
JAKARTA
2011

PENATALAKSANAAN DENTAL IMPLAN UNTUK KASUS


PROVISORIS IMIDIAT PADA MANDIBULA

Disusun oleh :
Henry Keefe Budijanto

Skripsi ini telah diperiksa dan disetujui pada tanggal 26 Mei 2011dan dinyatakan
telah memenuhi syarat untuk diterima
Menyetujui,

Komisi Pembimbing

Pembimbing I

Drg.Hatono Pudjowibowo, MS DURMS

Modul 508
ILMU BEDAH MULUT

PENATALAKSANAAN DENTAL IMPLAN UNTUK KASUS


PROVISORIS IMIDIAT PADA MANDIBULA

Skripsi ini telah diuji dan disahkan oleh Tim Penguji, pada 26 Mei 2011

Menyetujui,

Komisi Pembimbing

Pembimbing I

Drg.Hatono Pudjowibowo, MS DURMF

Modul 508
ILMU BEDAH MULUT

PRAKATA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis ini adalah hasil pekerjaan saya sendiri dan
didalamnya tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar
kesarjanaan di suatu perguruan tinggi atau lembaga pendidikan lainnya. Pengetahuan
yang diperoleh dari hasil penerbitan maupun yang belum atau tidak diterbitkan,
sumbernya dijelaskan didalam tulisan dan daftar pustaka.

Jakarta, 26 Mei 2011

DAFTAR ISI
HALAMAN
Halaman judul........

Halaman persetujuan

ii

Halaman pengesahan..

iii

Abstrak.. iv
BAB I

PENDAHULUAN

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian implan
B. Resorbsi Tulang Alveolar
C. Penatalaksanaan implan pada resorbsi mandibula
D. Indikasi dan kontra indikasi implan resorbsi mandibula
E. Komplikasi implan resorbsi mandibula
F. Alat-alat yang digunakan dalam pemasangan implan

BAB III

PEMBAHASAN

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN


DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang Masalah


Sudah menjadi hal biasa bagi dokter gigi menghadapi kasus resorbsi tulang
rahang, yang disebabkan oleh banyak faktor. Dan hal ini biasanya kita lihat pada
orang yang sudah tua, biasanya terlihat tidak memiliki jumlah gigi yang penuh. Hal
ini salah satunya disebabkan adanya resorbsi tulang rahang. Bukan hanya pada orang
tua saja hal ini dapat terjadi, tetapi pada kaum muda juga dapat terjadi, walaupun
jarang.
Pada zaman sekarang sudah banyak dilakukan pengembangan ilmu dan
teknologi, begitu pula pengembangan ilmu kedokteran gigi. Pada zaman sekarang
kehilangan gigi yang merupakan masalah umum yang sering terjadi pada masyarakat
sudah dapat diatasi dengan berbagai cara, tetapi ditemukan cara baru untuk mengatasi
masalah tersebut yaitu dengan gigi implan. Dengan gigi implan kendala-kendala yang
sering terjadi pada pemakaian gigi tiruan dapat dihindarkan (Mauren Jones, 1970).
Gigi implan adalah suatu implan endosteal yang ditempatkan di dalam tulang rahang.
Implant tersebuit memiliki bentuk yang silinder, bisa yang memiliki ulir atau tanpa
ulir, terbuat dari konpatibel dengan komposisi titanium dengan atau tanpa selubung
hidroksi apatit (Peterson, 2003).
Terbukti dengan gigi implan titanium sudah berhasil dilakukan dan bertahan
sampai 30 tahun (Albrektsson T, dkk, 1986 dan Makkonen TA, dkk, 1997), dengan
gigi implan ini dapat meningkatkan estetik gigi dan kenyamanan. Menggunakan gigi
implan pasien tidak perlu sering-sering mengontrol gigi implannya karena adanya

proses penyatuan gigi implant dengan tulang alveolar (Schnitman, dkk, 1997 dan
Bornstein MM, dkk, 2003). Sehingga membuat gigi implan menjadi metode yang
disukai dan diminati oleh masyarakat. Keberhasilan klinis dari terapi gigi implan
bergantung pada penjangkaran komponen implant gigi dalam jaringan tulang
sehingga penting bagi seorang implantlogis untuk memahami baik makroarsotektur
maupun mikroarsitektur jaringan biologis pejamu (Davies, 2003)
Sebelum pemasangan implan kita harus mengetahui indikasi serta
kontraindikasi dari gigi implan. Berguna untuk mengetahui kapan kita dapat
memasang gigi implan, seringkali yang kita hadapi adalah resorbsi tulang rahang,
karena keberhasilan implan sangat dipengaruhi oleh kestabilan tulang rahang.

Rumusan Masalah
Bagaimana penatalaksanaan gigi implan pada kasus resorbsi tulang
mandibula.

Tujuan Studi Pustaka


Dengan mengetahui penatalaksanaan gigi implan pada kasus resorbsi tulang
mandibula kita mengerti langkah-langkah dalam pemasangan gigi implan pada tulang
mandibula yang sudah resorbsi. Selain itu kita juga dapat mengerti apa saja yang
perlu dipersiapkan dan komplikasi yang akan terjadi pada proses pemasangan gigi
implan.

Manfaat Studi Pustaka


Pemasangan gigi implan, apalagi untuk kasus resorbsi tulang mandibula
memerlukan teknik yang baik dan pengetahuan yang luas agar mendapat hasil yang
baik. Untuk itu kita perlu mengetahui penatalaksanaannya, indikasi, dan komplikasi
yang terjadi. Dengan mengetahui penatalaksanaannya kita jadi mengerti bagaimana
langkah-langkah dalam pemasangan, serta alat-alat apa saja yang dibutuhkan dalam
pemasangan. Tetapi agar penatalaksanaaannya berhasil kita harus mengetahui
indikasi dan komplikasi dari penatalaksanaan tersebut.
Dengan mengerti komplikasi yang terjadi, kita dapat mengatasi dan
menghindari masalah yang timbul saat pemasangan gigi implan untuk kasus resorbsi
tulang mandibula, sedangkan jika kita mengetahui indikasi kita bisa mengetahui pada
keadaan yang bagaimana gigi implan untuk kasus resorbsi tulang mandibula dapat
diterapkan dan tidak diterapkan.
Diharapkan

dengan

mengerti

penatalaksanaan,

indikasi,

komplikasi

pemasangan gigi implan pada kasus resorbsi tulang mandibula, kita dapat
memberikan hasil yang terbaik untuk pasien dan memenuhi kebutuhan pasien.

TINJAUAN PUSTAKA

Pengertian Implan
Gigi implan diklasifikasikan menjadi 2 yaitu endosseous implant dan
subperiosteal implan. Endosseous implanmerupakan implant yang ditanamkan dalam
tulang, dan implant yang tertanam dapat dipakai untuk pegangan gigi tiruan cekat
atau gigi tiruan lepasaan. Subperiosteal implant merupakan implant yang diletakan di
atas tulang, dan implant tersebut berguna sebagai alat pegangan gigi tiruan lepasan.
Pemilihan pemakaian endosseous implan atau subperiosteal implant itu
bergantung pada keadaan struktural tulang rahang.

Klasifikasi ini tidak saling

berlawanan,
Penggunaan endosseous implan dapat dilakukan bila ada tulang alveolar yang
cukup adekuat untuk pemasangan implan, agar setelah implant dipasang implant
tersebut dapat stabil. Perlu dipikirkan juga komplikasi yang harus dihindari dan
mungkin terjadi dalam pemasangan implan tersebut, yaitu termbusnya pemasangan
implant ke sinus maxilla dan canalis mandibula.
Penggunaan subperiostel implan dapat digunakan pada kasus tulang rahang
yang sudah resorbsi. Pada subperiosteal implant ini tidak ada resiko fatal dalam
pemasangan implant, karena tidak melibatkan penetrasi tulang rahang. Dan untuk
memasang subperiosteal implant ini perlu untuk membuka tulang sehingga
diperlukan retraksi dari jaringan lunak sekitar daerah tulang yang akan diimplan.
Yang perlu diperhatikan dari pemasangan ini adalah anatomi dan fisiologi dari
jaringan yang akan dipasang implan.

Endosseous Implan
Konsep dari endosseous implan adalah pemasangan logam secara langsung ke
dalam tulang rahang, yang digunakan sebagai pegangan, retensi dan jaringan
pendukung dari gigi tiruan cekat atau gigi tiruan lepasan. Hal ini melibatkan
pembentukan retensi untuk stabilisasi dan compatible dengan jaringan. Stabilisasi
terjadi ketika pertumbuhan tulang disekitar implan dan memungkinkan menyatu
dengan implant tersebut, yang dipisahkan oleh jaringan fibrous.
Terdapat 4 desain yang digunakan pada endosseous implant, yaitu spiral shaft
implant, ventplant implant, tripod implant, blade implant. Spiral shaft dan ventplant
implant memiliki kesamaan yaitu kedua desain ini mengandalkan pertumbuhan
jaringan kembali untuk mendapatkan kestabilan yang sempurna. Berbeda dengan
tripod implant, pada desain ini kestabilan dapat langsung tercapai dengan adanya 3
pin yang terkait bersamaan pada implan. Sedangkan blade implant paling berbeda
diantara yang lainnya, berbeda dalam konsep maupun desain, dalam desain ini tidak
ada pengeboran maupun sekrup ke dalam tulang melainkan dengan meruncing ke
dalam suatu tempat. Desain spiral shaft dan vent plant juga merupakan desain yang
digunakan pada kasus yang membutuhkan retensi yang minimal. Walaupun retensi
pada kedua desain ini stabil pada awal pemasangan implan, tetapi perlu
dipertimbangkan akan pergerakan lidah, mukosa pipi, dan bibir yang dapat
menghilangkan kestabilan implan, sebelum regenerasi tulang terbentuk, sehingga
kadang dibutuhkan jaringan penyangga yang natural untuk melindungi kestabilan
implan tersebut.
Tripod implant digunakan untuk satu gigi pada daerah sinus maxilla, pada
desain tripod implant juga dibutuhkan kestabilan sama dengan desain spiral shaft dan
vent pant. Pada desain ini juga penting untuk pemilihan contoh yang digunakan pada

kasus yang terdapat tulang alveolar yang kecil diantara anatomi landmark dan puncak
ridge alveolar.
Prosedur blade implant biasanya digunakan pada unilateral pemasangan gigi
tiruan cekat. Dari gambaran umum semua desain implant diatas berarti pemakaian
implan diasumsikan pada keadaan pasien, yang meliputi keadaan tulang rahang
pasien, jumlah gigi yang ada, kesehatan umum pasien, dan semua keadaan tersebut
harus dalam keadaan yang baik, baru kita boleh memasang implan.

Subperiosteal Implan
Subperiosteal implan merupakan kerangka metalik yang digunakan untuk
menunjang jaringan penyangga agar menjadi lebih stabil dan retentif, sehingga
kecekatan protesa terhadap jaringan menjadi lebih retentif. Ada hal penting yang
harus diperhatikan dalam pembuatan implant ini, yaitu kerangka metalik implant ini
harus terpasang rapat dengan tulang, harus benar-benar pas tidak boleh goyang atau
bergerak. Jadi dalam mendesain kerangka metalik ini harus hati-hati dan cermat agar
tidak terjadi pergeseran atau pergerakan dari kerangka metalik tersebut, karena hal ini
sangat mempengaruhi dari keberhasilan implan.
Subperiosteal implan ini diindikasikan untuk tulang yang mengalami resorbsi,
karena implan tidak menggunakan sistem tanam di dalam tulang, melainkan dengan
memasang di luar tulang, sehingga bila tulang mengalami resorbsi retensi dan
stabilisasi dari implan masih dapat terjaga dengan baik. Sebelum operasi pemasangan
implan kita perlu membuat tray untuk mencetak tulang rahang yang akan kita pasang
implan. Hasil pencetakan harus sesuai dengan anatomi landmark. Gigtan lilin kita
buat untuk mengetahui ketebalan dari jaringan lunak pada daerah penyangga dan
cetakan alginate pada rahang berlawanan kita buat untuk membantu tekniker dalam
mengetahui tinggi penyangga. Implan ini perlu distabilkan di atas tulang samapi

jaringan lunak sembuh dari trauma operasi, hal ini juga penting karena
mempengaruhi kestabilan dan kekuatan retensi dari implan.
Karena prosedur operasi ini perlu akses membuka mukosa, atau dengan kata
lain membuka tulang maka sebelum dilakukan operasi kita perlu melakukan
anamnesis secara teliti terhadap pasien dan tidak lupa untuk memberitahukan kepada
pasien prosedur pemasangan implan secara detail. Hal ini dimaksudkan agar pasien
mengerti dan kooperatif selama pelaksanaan pemasangan implan. Hal-hal yang perlu
ditanyakan dalam anamnesis dengan pasien antara lain adalah ada atau tidaknya
alergi, rematik pembuluh darah, diabetes, hipertensi, dan keadaan psikologi pasien.
Dalam postoperasi pemasangan subperioteal implan pasien akan mengalami rasa sakit
dan nyeri, tetapi hasil yang didapat oleh pasien juga sebanding dengan penderitaan
yang dialaminya, karena hasil dari subperiosteal ini terlihat sangat alami dan seperti
gigi asli.
Pemasangan subperiosteal implan diusahakan hanya dilakukan pada rahang
mandibula yang mengalami resorb saja, karena bila dipasang pada mandibula yang
masih utuh, tekanan gigit akan terus disalurkan pada tulang mandibula sehingga
menyebabkan resorb, hal ini menyebabkan kestabilan menurun karena pemasangan
implan yang awalnya tulang masih utuh sekarang sudah berkurang karena resorbsi
tulang yang terjadi. Tidak bisa dilakukan pada tulang maxilla karena tulang maxilla
bersifat lebih spongious dibandingkan dengan tulang mandibula. Maka dari itu teknik
subperiosteal diindikasikan untuk tulang mandibula yang resorb.

Resorbsi Tulang Alveolar


Tulang alveolar adalah bagian dari maxila dan mandibula yang membentuk
dan mendukung soket gigi (alveoli). Tulang alveolar terbentuk pada saat gigi erupsi
untuk menyediakan perlekatan tulang pada ligamen periodontal. Tulang alveolar

dapat dibagi menjadi daerah yang terpisah dari basis anatomi, tetapi fungsinya
merupakan satu kesatuan dengan semua bagian yang saling berhubungan diantara
jaringan pendukung gigi.
Struktur dan morfologi tulang alveolar berbeda pada masing-masing gigi.
Pada regio insisif mandibula, tulang alveolar sangat tipis dan keping kortikal
eksternal paralel terhadap tulang alveolar sejati dengan sangat sedikit trabekula
cancellous yang terdapat diantaranya. Sedangkan tulang alveolar pada regio molar
lebih lebar dengan lebih banyak trabekula cancellous diantara keping kortikal
eksternal dan tulang alveolar sejati. Kebanyakan bagian facial dan lingual soket
hanya dibentuk oleh tulang compakta, sedangkan tulang cancellous mengelilingi
lamina dura pada bagian apical, apikal-lingual, dan daerah interradikular.
Resorbsi tulang mandibula termasuk penyakit periodontal, dan pengertian
penyakit periodontal adalah suatu inflamasi kronis pada jaringan pendukung gigi
(periodontium). Periodontium terdiri dari gingiva, sementum, tulang alveolar, dan
ligamen periodontal. Penyakit periodontal disebabkan oleh akumulasi bakteri yang
menempel pada pemukaan gigi terutama pada daerah dibawah gusi. Bakteri
subgingival berkoloni membentuk poket periodontal dan menyebabkan inflamasi
lanjut pada jaringan gingiva, serta pada penyakit periodontal lanjut akan terjadi
kehilangan tulang alveolar yang progresif dan apabila tidak dilakukan perawatan akan
mengakibatkan kehilangan gigi. Inflamasi gingiva, infeksi bakteri, kerusakan tulang
alveolar, dan selanjutnya akan mengakibatkan kehilangan gigi merupakan gambaran
khas penyakit periodontal, tetapi mekanisme kehilangan tulang alveolar masih belum
diketahui secara pasti. Faktor lain yang dapat memperparah penyakit periodontal
adalah respon imun host yang juga dapat menyebabkan resorpsi tulang alveolar.
Resorpsi tulang alveolar berhubungan dengan penyakit periodontal yang
terjadi pada semua permukaan gigi dan dapat dilihat pada pemeriksaan radiografis.
Dalam keadaan normal, puncak tulang alveolar berada 1-2 mm ke arah apikal dari

cemento enamel junction. Apabila terdapat kehilangan tulang, puncak tulang alveolar
berada lebih dari 2 mm ke arah apikal dari cemento enamel junction.
Ketinggian dan kepadatan tulang alveolar diatur secara seimbang oleh faktor
lokal dan sistemik antara pembentukan tulang dan resorpsi tulang. Apabila terjadi
resorpsi maka pembentukan ketinggian tulang, kepadatan atau keduanya menjadi
berkurang. Derajat kehilangan tulang tergantung dari perubahan jaringan lunak pada
dinding poket yang menggambarkan keadaan inflamasi yang terjadi. Oleh karena itu,
derajat kehilangan tulang tidak selalu berhubungan dengan kedalaman poket
periodontal, keparahan ulserasi pada dinding poket, dan ada atau tidak adanya pus.
Penyakit periodontal tidak dapat didiagnosa hanya dengan pemeriksaan inspeksi saja,
tetapi juga membutuhkan tes diagnostik yang spesifik seperti pemeriksaan kedalaman
poket periodontal dan radiografi. Resorpsi tulang adalah proses morfologi kompleks
yang berhubungan dengan adanya erosi pada permukaan tulang dan sel raksasa
multinucleated(osteoklas). Osteoklas berasal dari jaringan hematopoietic dan
terbentuk dari penyatuan sel mononuclear. Ketika osteoklas aktif, terjadi pertambahan
yang banyak dari enzim hidrolitik yang akan disekresikan pada daerah border. Enzim
ini merusak bagian organik tulang. Aktivitas osteoklas dan morfologi border dapat
dimodifikasi dan diregulasi oleh hormon seperti parathormone dan calcitonin yang
mempunyai reseptor pada membran osteoklas. Kerusakan periodontal terjadi secara
episodik dan intermitten selama periode tidak aktif. Periode kerusakan menghasilkan
kehilangan kolagen dan tulang alveolar dengan pendalaman poket periodontal. Onset
destruksi tidak semuanya dapat dijelaskan walaupun telah dikemukakan beberapa
teori sebagai berikut :
1. Aktivitas destruksi berhubungan dengan ulserasi subgingiva dan reaksi inflamasi
akut yang menghasilkan kehilangan tulang alveolar yang cepat.
2. Aktivitas destruksi mirip dengan konversi lesi predominan limfosit T yang
mengalami infiltrasi ke dalam sel plasma predominan limfosit B.

3. Periode eksaserbasi berhubungan dengan peningkatan flora gram (-) anaerob yang
terdapat di dalam poket, dan periode remisi sama denganpembentukan flora gram
(+) dengan kecenderungan mengalami mineralisasi.
4. Invasi jaringan oleh satu atau beberapa spesies bakteri diikuti denganpertahanan
lokal dari host. Menurut Garant dan Cho (1979), faktor lokal yang rnenyebabkan
resorpsi tulang terdapat pada bagian proksimal permukaan tulang. Menurut Page
dan Schroeder (1982), bakteri plak dapat menyebabkan kehilangan tulang sekitar
1,5 - 2,5 mm, dan apabila diatas 2,5 mm tidak memberikan efek. Defek angular
interproksimal dapat timbul hanya pada ruangan yang lebarnya lebih dari 2,5 mm
karena ruangan yang sempit akan rusak total. Defek besar yang jauh melebihi 2,5
mm dari permukaan gigi(pada tipe periodontitis agresif) dapat disebabkan oleh
adanya bakteri di dalam jaringan.

Ketentuan Klinis Pemasangan Implan


Ada beberapa keadaan klinis yang perlu diperhatikan sebelum pemasangan
implan dilaksanakan antara lain adalah kualitas tulang mandibula, dimensi tulang
mandibula, kesatuan tulang mandibula, keadaan jaringan lunak.
Kualitas Tulang Mandibula
Ada banyak pengertian tentang kualitas tulang

Penatalaksanaan Implan Pada Resorbsi Mandibula

Alat-alat yang digunakan dalam pemasangan implan


Alat-alat yang diperlukan untuk penatalaksanaan subperiosteal implan antara lain
adalah :

a. Scalpel
b. Curettes tulang
c. Elevator subperiosteal
d. Suture thread
e. Suture needle
f. Hemostat
g. syringe
h. Obat anestetikum local dan general
i. Cairan saline
j. Epineprin
k. Blood clott
l. perban

Anda mungkin juga menyukai