Ia pun memutuskan untuk mengintai dan menangkap pencuri itu. Namun hingga malam tiba,
pencuri itu tak kunjung menampakkan diri. Ia tak putus asa dan melanjutkan pengintaiannya
hingga subuh. Ternyata benar, makhluk yang menghabiskan air nira miliknya akhirnya muncul
juga. Mananamakrdi sangat geram. Dengan cepat ia keluar dari persembunyiannya dan
menangkap makhluk itu.
"Siapa kau? Kenapa kau mencuri air niraku?" teriaknya.
Makhluk itu meronta-ronta, berusaha melepaskan diri. "Lepaskan aku. Aku adalah si Bintang
Pagi. Aku biasa dipanggil Sampan. Lepaskan aku," jerit makhluk itu.
"Enak saja. Kalau kautak mau kutangkap, kau harus membantuku. Sembuhkan kudisku dan
berikan aku istri yang cantik," pinta Mananamakrdi.
"Pergilah ke pantai. Di sana ada pohon bitanggur. Jika kau melihat seorang gadis sedang mandi,
lemparlah ia dengan sebiji bitanggur. Gadis itu pasti akan menjadi istrimu," kata Sampan.
Sejak itu setiap sore, Mananamakrdi memanjat pohon bitanggur dan memandang ke pantai.
Suatu sore, ia melihat seorang gadis yang cantik sedang mandi seorang diri.
tersebut, melemparkannya ke tengah pantai. Namun aneh, setiap kali dilempar, biji itu selalu
mental ke tubuhnya. Karena kesal, akhirnya gadis itu mengabaikannya.
Kemudian, tersiar kabar kalau Insoraki sedang mengandung. Kampung Meokbundi pun gempar.
Meski didesak untuk mengatakan siapa ayah bayinya, Insoraki tak juga mengaku. Ia memang tak
tahu. Beberapa bulan berikutnya ia melahirkan seorang anak yang dinamai Konori. Saat upacara
peresmian nama, Mananamakrdi hadir. Tiba-tiba, Konori menunjuk ke arah Mananamakrdi dan
memanggilnya, "Ayah... Ayah...." Sekarang terungkaplah siapa ayah bayi itu. Mananamakrdi dan
Insoraki pun dinikahkan.
Meski telah menikahi Insoraki, penduduk kampung Meokbundi tetap jijik pada Mananamakrdi.
Mereka meninggalkan tempat itu, jadi tinggallah mereka bertiga saja. Mananamakrdi merasa
kasihan dengan istri dan anaknya yang sering dihina karena kondisi tubuhnya. Suatu saat
Mananamakrdi pergi mengumpulkan kayu bakar. Ia menyulutnya dan membakar dirinya sendiri.
"Suamiku, apa yang kau lakukan?" teriak Insoraki sambil menangis. Namun keajaiban terjadi.
Dari balik api yang menjilat-jilat, muncullah seorang pria tampan berbadan mulus. Ia adalah
Mananamakrdi!
Insoraki senang sekali melihat perubahan wujud suaminya. Mananamakrdi menamai dirinya
Masren Koreri yang berarti "pria yang suci". Setelah itu, ia mengajak anak dan istrinya berlayar
meninggalkan kampung Meokbundi menuju Mandori, dekat Manokwari.
Di satu pagi yang berkabut, Konori dan ibunya pergi ke pantai. Ketika Matahari semakin tinggi,
kabut itu pun lenyap. Nampak oleh Konori dan ibunya pemandangan yang sangat indah. Tanah
berbukit-bukit nan hijau dengan latar langit yang biru.
Konori berteriakdengan lantang, "Irian... Irian...." Irian berarti panas.
Mananamakrdi yang mendengar teriakan itu bingung lalu bertanya, "Apa maksudmu anakku? Ini
adalah tanah nenek moyangmu."
Insoraki menjawab, "Maksud Konori adalah panas Matahari pagi telah membuka mata kita pada
tanah yang indah." Mananamakrdi tersenyum dan mengusap-usap rambut anaknya.
Sejak itu, wilayah tersebut dinamai Irian. Pemandangan di Irian memang indah. Pantai berpasir
dan bukit-bukit nan hijau membentang sejauh mata memandang. Hal ini merupakan kelebihan
dan ri kepualauan Irian yang harus kita jaga.
Pesan moral dari Contoh Cerita Legenda : Asal Mula Nama Irian untukmu adalah Janganlah
melupakan asal-usulmu. Meskipun suatu saat engkau sukses di negeri orang, ingatlah, Indonesia
adalah tanah kelahiranmu. Selain dari itu jangan karena kekurangan orang lain kita menyakiti
orang tersebut, bayangkan jika kondisi itu terjadi pada diri kita.
baca artikel me
Meraksamana datang dan menghibur bidadari yang tertinggal itu. Diajaknya bidadari itu untuk
pulang ke rumahnya. Tak berapa lama kemudian Meraksamana meminang si bidadari. Keduanya
lantas menikah setelah si bidadari menyatakan persetujuannya.
Pada suatu hari Meraksamana mengajak Siraiman untuk memancing ikan di sungai. Sebelum
berangkat memancing, Meraksamana berpesan kepada istrinya agar berhati-hati di rumah.
Sepeninggal Meraksamana dan Siraiman, Koranobini yang telah bersembunyi lantas menculik
istri Meraksamana. Koranobini adalah seorang raja yang senang mengganggu perempuan. Ia
tidak peduli meski perempuan yang diganggunya itu telah bersuami. Setelah menculik istri
Meraksamana, Koranobini lantas membawanya ke istana kerajaannya yang terletak di seberang
laut.
Ketika Meraksamana dan Siraiman pulang pada sore harinya, mereka tidak menemukan istri
Meraksamana di rumah. Setelah berusaha mencari di sekitar rumah dan tidak menemukannya,
Meraksamana mengajak Siraiman untuk mencari istrinya. Di tengah perjalanan mereka bertemu
dengan Mandinuma. Mandinuma adalah seorang rakyat Koranobini yang tengah menjalani
hukuman gantung tangan dan tubuh karena terlalu banyak makan hingga merugikan orang-orang
lainnya.
Mandinuma menjelaskan, istri Meraksamana itu diculik dan dibawa Koranobini ke istananya di
seberang laut. Kata Mandinuma, "Jika kalian melepaskan aku dari hukuman yang sedang
kujalani ini, aku akan membantu kalian mencarinya."
Meraksamana dan Siraiman melepaskan Mandinuma dari ikatan tangan dan tubuhnya. Ketiganya
menuju pinggir laut. Mandinuma lantas menghirup air laut hingga kering. Ia kemudian berjalan
menuju istana kerajaan Koranobini. Setibanya di istana kerajaan, Mandinuma mendapati
Koranobini tengah tertidur pulas. Ia lantas mencari istri Meraksamana. Didapatinya istri
Meraksamana itu tengah menangis di dalam kamar empat ia disekap. Mandinuma membebaskan
istri Meraksamana. Keduanya bergegas meninggalkan istana dan melewati laut hingga tiba di
seberang laut. Setibanya di seberang laut, Mandinuma memuntahkan kembali air laut yang
dihirupnya. Terputuslah jalan menuju istana Koranobini.
Meraksamana berbahagia dapat kembali bertemu dengan istrinya dalam keadaan selamat.
Meraksamana berterima kasih pada Mandinuma yang tetah membantunya.
Meraksamana dan istrinya kembali bersatu datam keluarga. Sayang, keluarga itu senantiasa
diganggu orang-orang lain. Mereka setatu mengejek istri Meraksamana dengan menyebutnya
sebagai perempuan yang tidak jelas asal-usulnya.
Istri Meraksamana sangat sedih mendapati ejekan dan sebutan yang sangat menyakitkan hatinya
itu. Ia menjadi tidak betah lagi tinggal di bumi. Ia sangat ingin kembati ke Kahyangan. la kerap
menangis. Wajahnya sering murung seperti telah menghilangkan keceriaannya. Kepada
suaminya, ia menceritakan masalah yang dihadapinya itu dan juga keinginannya untuk kembati
ke Kahyangan.
diserang oleh kampung lain sehingga menyebabkan seluruh keluarganya meninggal dunia. Kini, si
Yatim hidup sendiri di sebuah rumah yang sudah hampir roboh. Hidupnya sungguh memprihatinkan.
Setiap hari ia selalu menyendiri karena tidak disenangi oleh warga tanpa alasan yang jelas. Walaupun
penduduk di kampung itu hidup makmur, namun tak seorang pun dari mereka yang mau membantu si
Yatim.
Nasib si Yatim semakin parah ketika suatu hari ia dituduh mencuri makanan dan barang-barang milik
penduduk
kampung
menghukumnya.
tanpa
Karena
disertai
merasa
dengan
tidak
bukti.
bersalah,
Saat
si
ia
Yatim
mengelak,
pun
warga
melarikan
diri
justru
hendak
meninggalkan
Setelah itu, si Yatim turun dari atas pohon untuk mencari akar-akar pohon yang akan dianyam
menjadi sebuah topeng yang menyerupai roh penunggu pohon beringin itu. Membuat topeng seperti
itu
tidaklah
mudah
bagi
si
Yatim.
Ia
membutuhkan
waktu
sekitar
lima
hari
baru
bisa
menyelesaikannya. Setelah selesai, topeng itu ia pakai dan kemudian bercermin di air. Betapa
senangnya hati si Yatim karena topeng hasil buatannya benar-benar menyerupai wajah roh penunggu
pohon beringin itu.
Aku yakin, para penduduk pasti akan ketakutan melihatku, gumamnya.
Ketika hari mulai gelap, si Yatim pergi ke perkampungan dengan mengenakan topeng dan menyelinap
masuk ke salah satu rumah penduduk. Penghuni rumah itu pun langsung lari terbirit-birit karena
ketakutan.
Tolong...! Tolong...! Ada setaaaan...! teriak penduduk yang ketakutan itu.
Mendengar teriakan tersebut, penduduk kampung lainnya segera berhamburan keluar rumah dan
mengerumuni warga yang berteriak itu.
Hai, apa yang terjadi denganmu? tanya kepala kampung.
Ada setan di dalam rumahku. Sungguh, aku melihatnya dengan mata kepalaku sendiri. Wajahnya
sangat menyeramkan jelas warga itu.
Mendengar keterangan tersebut, kepala kampung segera memerintahkan seluruh warganya agar
mengumpulkan sagu untuk dipersembahkan kepada makhluk itu dengan harapan makhluk itu
meninggalkan kampung mereka. Para warga pun segera pulang ke rumah mereka masing-masing
untuk mengambil sagu. Namun, setelah mereka kembali menemui kepala kampung, tak seorang pun
yang membawa sagu. Ternyata, persediaan sagu di desa tersebut telah habis.
Kalau begitu, besok pagi-pagi sekali kalian pergi ke hutan untuk memangkur sagu, ujar kepala
kampung.
Pada keesokan harinya, semua orang di kampung itu beramai-ramai berangkat ke hutan. Sementara
itu, si Yatim pun segera menyusun siasat. Ia akan menakut-nakuti orang-orang yang memangkur
sagu di dekat pohon beringin tempat ia bersembunyi. Ketika hari mulai gelap, si Yatim menutupi jalan
setapak di dekat pohon beringin itu dengan dahan-dahan pohon. Jalan itu nantinya akan dilewati oleh
para pemangkur sagu saat hendak pulang ke perkampungan. Selesai menutupi jalan, si Yatim segera
memakai topengnya lalu bersembunyi di balik semak belukar yang ada di bawah pohon beringin.
Tak lama kemudian, tampak serombongan wanita yang membawa sagu hendak melintasi jalan
setapak itu. Melihat jalan terhalang oleh dahan-dahan pohon beringin, rombongan wanita itu terpaksa
berhenti dan meletakkan sagu mereka di tanah. Pada saat mereka sibuk membersihkan dahan-dahan
yang menghalangi jalan, si Yatim membuat suara menakutkan lalu muncul dari semak belukar dengan
memakai topeng. Tak ayal, rombongan wanita pembawa sagu itu langsung berteriak ketakutan.
Ada setaaan...! Ada setaaan...! teriak rombongan wanita itu saat melihat topeng yang amat
menyeramkan.
Rombongan wanita itu pun lari terbirit-birit dan meninggalkan sagu-sagu mereka. Melihat rombongan
wanita itu telah pergi, si Yatim segera membuka topengnya lalu mengambil sagu-sagu tersebut untuk
dibawa ke tempat persembunyiannya. Ia kemudian membakar sagu itu dan memakannya sampai
kenyang.
Sejak itu, si Yatim selalu menakut-nakuti setiap warga yang melintasi jalan itu dan mengambil sagusagu mereka. Hal itu ia lakukan untuk membuat orang-orang kampung yang dulu menganiaya dirinya
semakin
jera.
Sementara
itu,
penduduk
kampung
menjadi
resah
dengan
kejadian-kejadian
Agats, AMA Sekarang ini banyak orang salah menyebutnya Pesta Setan mungkin karena
topeng-topeng yang digunakan kelihatan menakutkan dari topeng-topeng Ndat Jumu dan
Manimar dalam upacara Pesta Roh.Padahal sebenarnya tujuan Pesta Roh bukan untuk
menghadirkan setan atau roh jahat tetapi justru roh para saudara. Roh yang dekat dengan
keluarga yang masih hidup inilah yang mau diperingati. Pesta Roh merupakan pesta yang cukup
umum di setiap kolompok Suku Asmat. Misalnya Orang Keenok/Unir Sirau (Komor, Jipawer,
Sawa, Erma, Mbu-Agani dll) menyebutnya Pokman, orang Joerat (Yamasj-Yeni, Yufri-Yaun, AsAtat, Ao-Kapi dll) menyebutnya Jipay, sedangkan kelompok Safan (Basim, Ocenep, Pirien,
Bayun, Pirimpaun dll) menyebutnya Yipai Pambi.
Menurut orang Asmat dari kelompok Joerat, Pesta Roh bermula dari kisah dua orang yatim piatu
yang hidup di hulu sungai Sirets bersama orang kampung lain. Ringkasan ceritanya sebagai
berikut: Kedua yatim piatu tersebut hidup susah. Rumah mereka juga sudah mau roboh. Dusun
mereka juga sudah dirampas oleh orang lain. Semua orang kampung hidup makmur tapi mereka
tidak pernah memberikam makanan kepada kedua adik-kakak yatim piatu tersebut. Suatu hari
kedua anak itu membuat rencana. Mereka lalu menganyam dua topeng. Yang satu dari belahanbelahan rotan sedang topeng yang satu lagi dibuat dari kulit kayu Fum (Genemo hutan). Topeng
dari rotan mereka sebut Manimar sedangkan yang dari kulit Genemo hutan disebut Ndat Jumu.
Mereka pergi ke hutan. Lalu remaja yatim piatu itu mulai memakai topeng-topeng tersebut,
kelihatan seram sekali. Lalu mereka mulai mengatur strategi.
Ketika orang kampung pulang memangkur sagu, kedua yatim piatu tersebut sudah menunggu.
mereka mematahkan dahan-dahan pohon beringin untuk menutup jalan. Kedua yatim piatu itu
mengintip, tampak bapak, ibu dan anak membawa banyak sagu. Si bapak, istrinya dan anak
mereka meletakan sagu di atas tanah dan mulai mengeluarkan dahan-dahan beringin yang
menghalangi jalan. Saat itu kedua yatim piatu membuat suara menakutkan dan keluar dari tempat
persembunyian. Ketika keluarga itu melihat kedua topeng, mereka berteriak, Setaaaaann
sambil lari terbirit-birit meninggalkan sagu mereka menuju perahu dan mendayung pulang ke
kampung. Kedua adik-kakak itu segera melepaskan topeng dan mengambil sagu yang
ditinggalkan keluarga itu. mereka kemudian membakar sagu tersebut dan makan sampai
kenyang. beberapa hari berikutnya, kedua adik-kakak itu kembali beraksi dan selalu berhasil.
Orang kampung mulai merasa tidak aman dan mulai bertanya-tanya tentang kedua topeng itu.
Sebenarnya makluk apa yang menakuti kita ini? Tanya seorang kepada yang lain. Orang
kampung lalu membuat jebakan untuk menangkap kedua adik-kakak yatim piatu itu. Seperti
biasa, sebuah keluarga pergi memangkur sagu dan pulang menemukan lagi ada halangan di
jalanan yang mereka lewati. Sementara itu beberapa orang kampung telah siap di pinggir jalan
itu. Kedua yatim piatu kembali beraksi. Mereka memakai topeng Ndat Jumu dan Manimar.
Setelah keluarga itu lari meninggalkan tumang sagu mereka, kedua yatim piatu mengambilnya
dan mulai lari. Saat itu pria-pria dari kampung mengintip, ternyata kedua yatim itu mulai
melepaskan topeng itu. saat itulah orang kampung mengenal orang topeng itu sebagai kedua
anak yatim piatu di kampung. Orang kampung segera keluar mau mengepung mereka tapi adikkakak itu berhasil melarikan diri. Hei, jangan panah mereka, pasti mereka akan kembali ke
kampung! Benarlah yang diduga orang kampung. Menjelang malam, kedua remaja yatim piatu
itu kembali ke kampung. Keesokan harinya, tua-tua adat memanggil semua orang berkumpul di
Jew, kedua anak itu juga dihadirkan. Lalu Tanya tua-tua adat kepada kedua remaja itu, Mengapa
kamu menakuti orang dan merampas sagu orang? lalu remaja yatim piatu itu berkata, Kami
berdua lapar, tidak ada orang yang Bantu kami, dusun kami sudah dirampas sehingga kami
anyam topeng dan menakuti orang iuntuk bisa mengambil sagu dan makan. Lalu siapa yang
mengajar kalian membuat topeng? Tanya tua adat. Kata remaja yatim piatu, Ato-Ipit yang
mengajarkannya kepada kami. Lalu mereka mulai menceritakan kepada tua-tua adat bagaimana
caranya mereka menganyam topeng Ndat Jumu dan Manimar. Mendengar alas an kedua remaja
yatim piatu itu, semua orang kampung menyadari bahwa mereka tidak pernah menolong kedua
anak itu lalu mereka memaafkan kesalahan kedua remaja itu. Mulai saat itu semua orang
kampung memperhatikan dan menjamin kehidupan kedua remaja itu. Kedua remaja itu pun
bertumbuh menjadi dewasa, kawin dan hidup bersama dengan damai. Sebagai peringatan akan
kisah Kedua anak yatim piatu itu, secara turun-temurun Suku Asmat membuat Pesta Roh.
***John Ohowirin