Anda di halaman 1dari 3

Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran atau yang biasa dikenal

dengan sebutan DIPA adalah dokumen pelaksanaan anggaran yang disusun oleh Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna
Anggaran yang disahkan oleh Direktur Jenderal Anggaran
atau Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan atas nama Menteri Keuangan selaku Bendahara
Umum Negara (berdasarkan PMK RI No. 191/PMK.05/2011
tentang Mekanisme Pengelolaan Hibah Pasal 1 Ayat 4).
Dalam pencairan dana yang tercantum dalam DIPA yang
bersumber dari APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara) terbagi menjadi dua, yaitu: Dana DIPA yang bersumber dari APBN Rupiah Murni dan Dana DIPA yang bersumber dari APBN PHLN (Pinjaman/Hibah Luar Negeri).
Adapun untuk tata cara pencairan DIPA APBN tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Tata Cara Pencairan Dana DIPA APBN Rupiah Murni

a. Pembayaran Langsung kepada Pihak Ketiga (Rekanan


Penyedia Barang/Jasa)
Pembayaran langsung adalah pembayaran yang dilakukan oleh KPPN (Kantor Pelayanan Perbendaharaan
Negara) kepada yang berhak berdasarkan SPMLS
(Surat Perintah Membayar Langsung) yang
diterbitkan oleh KPA
(Kuasa Pengguna Anggaran) sesuai dengan
bukti pengeluaran yang
sah. Pembayaran secara langsung kepada
yang berhak pada
umumnya didahului dengan tahapan proses sebagai
berikut:

TATA CARA
PENCAIRAN
DIPA APBN

atas pelaksanaan kegiatan menyampaikan SPP


kepada Pejabat Penguji/Penerbit Surat Perintah
Membayar (SPM).
SPP dilengkapi dengan :
a) Kontrak/SPK (Surat Perjanjian Kontrak);
b) Kuitansi tagihan yang dan disetujui oleh PPK;
c) Berita Acara Penyelesaian Pekerjaan, yang
berisi identitas pekerjaan, nomor dan tanggal
kontrak, lokasi pekerjaan, nilai kontrak, nomor
dan tanggal DIPA, tahap penyelesaian pekerjaan, pernyataan kesaksian atas prestasi kerja
yang telah dikerjakan dan rekomendasi pembayaran hak/tagihan atas penyelesaian pekerjaan;
d) Berita Acara Pemeriksaan Hasil Pekerjaan;
e) Berita Acara Pembayaran;
f) Faktur Pajak yang dilampiri SSP;
g) Jaminan Bank (untuk uang muka);
h) Dokumen lain yang dipersyaratkan dalam kontrak yang sebagian/seluruhnya bersumber
dari PHLN;
i) Ringkasan kontrak yang dibuat sesuai dengan
ketentuan.
iii) Pembuatan Surat Perintah Membayar (SPM)
Langsung (LS)
Pejabat yang berwenang menerbitkan SPM melakukan kegiatan sebagai berikut :

i. Pembuatan perikatan dengan pihak ketiga/rekanan


PPK (Pejabat Pembuat Komitmen) melaksanakan
rencana kerja yang telah ditetapkan di dalam DIPA
dengan melakukan proses pengadaan barang/jasa
sampai dengan ditandatanganinya kontrak pengadaan barang/jasa dengan pihak ketiga.
Untuk mengetahui tingkat penyelesaian kontrak
pengadaan barang/jasa oleh pihak ketiga harus
dilakukan pemeriksaan Panitia Pemeriksa Barang
yang ditunjuk oleh PPK. Hasil pemeriksaan tersebut
dituangkan dalam Berita Acara Hasil Pemeriksaan
Barang/Pekerjaan yang dilengkapi dengan Pernyataan kesaksian atas prestasi kerja yang telah
diselesaikan.

a) Melakukan pengujian/pemeriksaan atas SPP


berikut lampirannya. Pengujian dilakukan untuk
mengetahui:
i) Keabsahan dokumen lampiran;
ii) Ketersediaan pagu anggaran yang tersedia
pada Mata Anggaran Pengeluaran (MAK) di
dalam DIPA;
iii) Kesesuaian hasil pekerjaan dengan rencana
kerja di dalam DIPA;
iv) Kebenaran hak tagih dari pihak ketiga (yang
menyangkut nama yang berhak menerima
pembayaran, nilai tagihan, ketepatan atas
jadwal waktu pembayaran untuk meyakinkan
bahwa tagihan belum kadaluarsa);
v) Pencapaian tujuan dan/atau sasaran
kegiatan sesuai dengan indikator kinerja
yang tercantum didalam DIPA atau spesifikasi teknis didialam kontrak.

ii. Pembuatan Surat Permintaan Pembayaran (SPP)


Atas dasar Berita Acara Hasil Pemeriksaan Penyelesaian Pekerjaan, pejabat yang bertanggung jawab

b) Pembuatan SPM (Surat Perintah Membayar)


Apabila SPP dan dokumen lampirannya dinyatakan memenuhi syarat oleh pejabat yang berwe-

nang menguji/menerbitkan SPM-LS menyampaikannya kepada Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) yang ditunjuk.
SPM LS dilampiri dengan:
i) Resume kontrak/SPK atau daftar nominatif
perjalanan dinas;
ii) Surat Pernyataan Tanggung Jawab Belanja
(SPTB)
iii) Faktur Pajak disertai SSP-nya yang telah
ditandatangani oleh pejabat penandatangan
SPM dan wajib pajak;
iv) Jaminan bank (untuk uang muka).
Lampiran SPP asli disimpan oleh KPA/
Pembuat SPM.
iv. Pembayaran oleh KPPN (Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara)
KPPN setelah menerima SPM-LS dari KPA melakukan
pengujian substansi dan pengujian formal atas SPMLS berserta lampirannya. Apabila SPM-LS tersebut
dinyatakan memenuhi syarat maka KPPN menerbitkan Surat Perintah Pencairan Dana Langsung (SP2D
-LS) kepada Bank Operasional terkait untuk memindahbukukan dari rekening KPPN ke Rekening
Rekanan/Rekening Bendahara. SPM-LS yang tidak
memenuhi syarat dikembalikan kepada Pembuat
SPM.
b. Pembayaran melalui Uang Persediaan (UP)
Uang Persediaan (UP) merupakan uang muka kerja
dengan jumlah tertentu yang bersifat daur ulang
(revolving) diberikan kepada Bendahara Pengeluaran
hanya untuk membiayai kegiatan operasional kantor
sehari-hari yang tidak dapat dilakukan melalui pembayaran langsung, adapun prosedur untuk memperoleh
UP adalah sebagai berikut:
i. KPA atas permintaan Bendahara Pengeluaran
menerbitkan Surat Perintah Membayar-Uang
Persediaan (SPM-UP) kepada KPPN dengan mendasarkan pada alokasi dana dalam DIPA.
ii. Atas dasar SPM-UP tersebut KPPN menerbitkan
Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D-UP) untuk
Bendahara Pengeluaran.
iii. Penggunaan UP menjadi tanggung jawab Bendahara
Pengeluaran. Untuk mengganti uang yang telah
dipergunakan Bendahara Pengeluaran dapat melakukan pengisian kembali UP dengan mengajukan SPM
Penggantian Uang Persediaan (SPM-GUP) ke KPPN
dengan dilampiri Surat Pernyataan Tanggung Jawab
Belanja (SPTB) dari KPA/PPK. SPTB merupakan

iv.

v.
vi.
vii.
viii.

daftar rekapitulasi pengeluaran yang tanda buktinya tidak perlu disampaikan ke KPPN tetapi disimpan oleh Bendahara Pengeluaran untuk sewaktuwaktu diperiksa oleh aparatur pengawasan fungsional.
SP2D-GUP (Surat Perintah Pencairan Dana Penggantian Uang Persediaan) membebani MAK yang
tersedia dan akan mengurangi pagu kredit MAK
didalam DIPA.
Penggunaan dan penggantian uang persediaan dapat dilakukan sepanjang masih terdapat sisa pagu
MAK bersangkutan.
Sisa Uang Persediaan yang terdapat pada akhir
tahun anggaran harus disetor ke Rekening Kas
Negara.
Uang Persediaan dapat diberikan untuk pengeluaran Belanja Barang dan Belanja Perjalanan
(sesuai dengan ketentuan yang berlaku).
Bentuk SPTB tertera pada Peraturan Direktur
Jenderal Perbendaharaan Nomor Per-11/Pb/2011
tentang Perubahan atas Peraturan Direktur
Jenderal Perbendaharaan Nomor Per-66/Pb/2005
tentang Mekanisme Pelaksanaan Pembayaran atas
Beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara,
dan untuk bentuk SPM dan SP2D tertera pada Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor
Per-57/Pb/2010 tentang Tata Cara Penerbitan
Surat Perintah Membayar dan Surat Perintah Pencairan Dana. Sedangkan untuk bentuk SPP Kementerian Keuangan tidak memberikan bentuk formalnya sehingga dengan demikian KPA dapat menciptakannya sendiri atau menggunakan format SPP
yang berlaku sebelum ini.

2. Tata Cara Pencairan Dana DIPA APBN PHLN (Pinjaman/


Hibah Luar Negeri)
Dalam tata cara pencairan dananya tidak lagi menggunakan tata cara Pembayaran Langsung/Direct Payment (PL/DP) dan Pembukaan Letter of Credit (PL/C)
melainkan menggunakan mekanisme pembayaran melalui Rekening Khusus (RK). Pembayaran dengan prosedur RK dapat dilakukan melalui 3 cara yaitu :
a. Pembayaran Langsung (LS) Dalam Mata Uang Rupiah
Atau Mata Uang Asing
Tata cara pencairan dana RK melalui pembayaran
langsung sama dengan tata cara pencairan dana pada
Rupiah Murni. Penarikan dana Rupiah murni SPM-nya
diajukan kepada KPPN setempat, sedangkan apabila
penarikan dana dilakukan dalam mata uang asing SPM
-nya diajukan ke KPPN VI Khusus di Jakarta.

b. Pembayaran Tunai dari Uang Persediaan yang Ada di


Kas Bendahara Pengeluaran
Tata caranya sama dengan tata cara pada pembayaran Rupiah Murni.
c. Pembayaran Melalui Pembukaan Letter of Credit
(PL/C)
Penarikan/pencairan dana RK melalui pembukaan
L/C dilakukan melalui KPPN VI (Khusus) di Jakarta.
Pada umumnya pembukaan L/C dilakukan karena
kontrak yang ditandatangani mengandung komponen
barang yang harus diimpor. Oleh karena itu berdasarkan kontrak pengadaan barang/jasa, KPA
mengajukan Surat Permintaan Penerbitan Surat
Kuasa Pembebanan (SPPSKP) sebesar nilai kontrak
yang memerlukan pembukaan L/C ditujukan kepada
Menteri Keuangan melalui KPPN VI Khusus di
Jakarta. Selanjutnya KPPN VI Khusus menerbitkan
Surat Kuasa Pembebanan dan mengirimkannya ke
Bank Indonesia dengan tembusan kepada Ditjen Bea
Cukai, Pejabat Eselon I terkait dan Kepala Satuan
Kerja atau pejabat yang ditunjuk. Berdasarkan SKP,
Kepala Satuan Kerja memberitahu rekanan penyedia
barang/jasa atau importer sebagai kuasa untuk
membuka L/C di Bank Indonesia. Permintaan pembukaan L/C dilampiri dengan daftar barang yang
diimpor (master list) yang dibuat oleh Kepala Satker
atau pejabat yang ditunjuk serta kontrak pengadaan
barang/jasa. Dengan permintaan PL/C tersebut
Bank Indonesia mengajukan permintaan ke Pemberi
PHLN untuk menerbitkan pernyataan kesediaan melakukan pembayaran (Letter of Commitment). Selanjutnya Bank Indonesia membuka L/C kepada Bank
Koresponden dengan tembusan kepada Dirjen Perbendaharaan. Berdasarkan PL/C, Letter of
Commitment dan dokumen realisasi L/C, maka Bank
Koresponden melakukan tagihan kepada Pemberi
PHLN. Pemberi PHLN melakukan pembayaran kepada
Bank Koresponden dan mengirimkan debet advice
kepada Bank Indonesia dengan tembusan Dirjen
Perbendaharaan. (Mochamad Solichin)

Referensi:
1.
2.

3.

4.

Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia


Nomor 191/PMK.05/2011 tentang Mekanisme
Pengelolaan Hibah.
Project Management Manual [Buku 5] Water

Resources and Irrigation Sector Management


Programme Second Phase (WISMP-2). Direktorat
Pengairan dan Irigasi, BAPPENAS.
Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan
Nomor Per-11/Pb/2011 tentang Perubahan atas
Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan
Nomor Per-66/Pb/2005 tentang Mekanisme
Pelaksanaan Pembayaran atas Beban Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara.
Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan
Nomor Per-57/Pb/2010 tentang Tata Cara Penerbitan Surat Perintah Membayar dan Surat Perintah
Pencairan Dana.

Anda mungkin juga menyukai