Anda di halaman 1dari 38

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

Kajian pustaka merupakan sebuah tahapan yang harus ditempuh peneliti


untuk merumuskan asumsi dengan mengkaji hubungan teoritis pada variabel
penelitian. Unsur-unsur yang dikaji oleh peneliti pada bagian ini diantaranya:
estetika musik tonal, estetika musik zaman romantik, Nocturne secara umum,
Nocturne karya Chopin, dan riwayat hidup Chopin. Hal ini berfungsi agar peneliti
dapat memperoleh suatu pemahaman serta gambaran yang lebih mendalam
tentang karya tersebut.
A.

Estetika Musik Tonal


Untuk menganalisis sebuah karya musik, tentunya dibutuhkan ilmu-ilmu

yang berkaitan dengan segala aspek yang terkandung didalam karya tersebut,
sehingga dapat menunjang dan membantu peneliti dalam menganalisis karya
tersebut. Salah satu ilmu yang paling mendasari analisis ini, yaitu ilmu/teori
harmoni dalam musik tonal. Didalamnya terdapat ilmu mengenai harmoni vertikal
dan horizontal yang mencakupi tingkat, fungsi, kadens, hingga ornamen. Selain
itu, pada bagian ini terdapat penjelasan tentang bentuk/form komposisi. Semuanya
akan dibahas agar pembaca dapat memahami isi dari pembahasan pada bab
selanjutnya.
Dengan sifatnya yang periodik, musik berkembang seiring dengan
perkembangan zaman itu sendiri. Musik tonal mulai dikenal pada zaman

Muhammad Iqbal, 2012


Analisis Komposisi Nocturne Op.9 No.2 Karya Frederic Chopin
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

10

Renaissans (1450-1600), setelah zaman Gregorian (590) yang mengenal musik


modal.
Pada pada zaman Gregorian, orang belum mengenal sistem tonal. Musik
Gregorian juga dikenal sebagai musik gerejani. Pada saat itu mereka hanya
mengenal dan menggunakan sistem modal. Musik pada zaman tersebut tidak
memiliki pola ritmik tertentu karena sangat dipengaruhi oleh suku kata didalam
syair sehingga alur ritmik nya tidak beraturan, sehingga tidak memiliki batasan
ruas birama atau sukat (Banoe,170:2003).
Musik modal memiliki 7 modus nada (Ionian, Dorian, Phrygian,
Mixolydian, Lydian, Aeolian, Locrian), berbeda dengan musik tonal yang
mengenal 2 tangga nada, yaitu mayor dan minor. Apabila kita analogikan dengan
tuts piano yang dikenal pada zaman sekarang ini, nada-nada modal hanya
memakai tuts putih, atau tidak menggunakan tuts hitam. Jadi, apabila tangga nada
C/Ionian (nama modus pada musik modal) berinterval 1-1-

1
2

- 1-1-1- 2, maka

untuk mencari modus Dorian, kita hanya tinggal memusatkan nada tersebut di D,
1

tanpa harus menyesuaikan interval (1- 2 - 1-1-1- 2 - 1). Dan apabila tangga nada C
tersebut di Doriankan, nada C tersebut merupakan nada ke-2 dari tonalitas B
major, maka akan muncul C-D-E-F-G-A-B-C yang dinamakan dengan tangga
nada C Dorian. Begitupun dengan tangga nada modal yang seterusnya, semuanya
hanya tinggal merubah pusat nada tanpa harus menyesuaikan interval dalam
tangga nada tersebut.
Untuk lebih jelas mengenai susunan musik modal, dapat dilihat pada tabel
dibawah ini:

11

Tabel 2.1: Susunan Skala Modal Dalam Tangga Nada Natural


No.

Skala

1.

C Ionian :

2.

D Dorian :

3.

E Phrygian :

4.

F Lydian :

5.

G Mixolydian :

6.

A Aeolian :

7.

B Locrian :

Susunan Tangga Nada

Sumber: http://imslp.org/wiki/Nocturnes,_Op.9/Musical_mode

Susunan tangga nada modal mulai dikembangkan menjadi tonal yang


menggunakan sistem mayor/minor pada zaman Renaissans (1450-1600). Sistem
tersebut masih digunakan sampai dengan zaman sekarang ini, yaitu zaman
Modern. Berbeda dengan sistem modal, didalam sebuah sistem tonal, setiap

12

tangga nada sangat berkaitan dengan interval. Artinya, untuk menghasilkan


sebuah tangga nada mayor atau minornya, sudah ditentukan intervalnya masingmasing, yaitu tangga nada mayor yang berinterval 1-1yang berinterval 1-

1
2

- 1-1-

1
2

- 12 -

1
2

1
2

- 1-1-1- 2, dan minor

(minor harmonik). Tagga nada tonal juga

sangat berkaitan dengan tingkat dan fungsi, seperti halnya diungkapkan oleh
Mack (1993:18): .tangga nada tonal tidak merupakan jajaran nada saja (seperti
tangga nada modal), akan tetapi jajaran nada dasar dengan sejumlah trinada yang
bisa dibuat diatas setiap nada dasarnya.
1. Harmoni Vertikal
Dilihat dari istilahnya, kata vertikal berarti ke atas/ke bawah. Dalam dunia
musik, hal itu berarti susunan nada dari bawah ke atas ataupun sebaliknya yang
keluar secara bersamaan. Artinya, harmoni vertikal adalah dua nada atau lebih
yang keluar secara serentak, sehingga menjadi sebuah susunan akor tertentu
(Prier:1997).
Apabila sebuah karya musik disusun secara vertikal dan menjadi sebuah
susunan akor, maka akan muncul tingkat dan fungsi akor. Hal itulah yang menjadi
bahan dasar sebuah analisa mengenai karya-karya yang akan dianalisis. Tingkat
dan fungsi akor tidak selalu berkaitan, tergantung dari tonalitas. Tonalitas mayor
dan minor tentu mempunyai fungsi yang berbeda-beda meskipun dengan tingkat
yang sama.

13

a.

Susunan Tingkat dan Fungsi pada Tonalitas Mayor


Penyusunan tingkatan diambil berdasarkan tangga nada yang ditentukan

oleh interval nada. Interval adalah jarak diantara 2 nada. Setiap tangga nada yang
1

bertonalitas mayor memiliki interval 1-1- 2 -1-1-1- 2, apabila dimulai dengan nada
C terbentuklah susunan tangga nada C-D-E-F-G-A-B-C. Setiap interval memiliki
istilah masing-masing dalam penamaanya, penamaan tersebut dapat dilihat pada
gambar berikut.

Gambar 2.1: Istilah-istilah interval nada


(Sumber: Dokumentasi pribadi)
Adapula interval yang jangkauannya melebihi 1 oktaf yaitu interval ganda
(compound interval) yang diantaranya adalah: none (9th.), decim (10th.), undecim
(11th.), dodecim (12th.), dan tredecim (13th.). Selain itu terdapat istilah interval
menurut nilainya yang diantaranya adalah: interval perfect/murni, major/besar,
minor/kecil,

diminished/sempit,

augmented/lebih,

doubly

augmented/luas

(Banoe,2003:197).
Setelah susunan tangga nada terbentuk, timbulah susunan trinada dari
masing-masing nada. Disanalah kita bisa menentukan akor mayor dan minor nya.

14

Susunan tingkat dan fungsi pada tonalitas mayor dapat dilihat dari contoh gambar
berikut ini:

Gambar 2.2: Tingkat dan fungsi pada tonalitas C mayor


(Sumber: Dokumentasi pribadi)

Penjelasan gambar:
1) Susunan Tingkat
Untuk menentukan tingkatan pada setiap nada, selain dilihat dari urutan tangga
nada, kita harus membedakan karakter akornya apa itu mayor ataupun minor.
Apabila akornya mayor, maka ditulis dengan angka romawi besar (I, VI, V).
Dan sebaliknya apabila akornya minor ditulis dengan angka romawi kecil (ii,
iii, vi, vii0).
2) Susunan Fungsi
Setelah tangga nada, susunan akor, dan tingkatan terbentuk, baru kita bisa
menentukan susunan fungsi pada setiap akornya. Susunan fungsi pada tonalitas
mayor adalah (Prier:1997):
a) Tingkat I yaitu akor C mayor berfungsi sebagai Tonika (T), berperan
sebagai akor pusat, dan bersifat stabil.
b) Tingkat ii yaitu akor D minor berfungsi sebagai Subdominan Pararel (Sp),
berperan sebagai wakil dari Subdominan (S).

15

c) Tingkat iii yaitu akor E minor berfungsi sebagai Dominan Pararel (Dp),
berperan sebagai wakil dari Dominan (D).
d) Tingkat IV yaitu akor F mayor berfungsi sebagai Subdominan (S), berperan
sebagai variasi terhadap Tonika (T), bersifat tidak tenang (ingin melaju ke
D, atau kembali ke T).
e) Tingkat V yaitu akor G mayor berfungsi sebagai Dominan (D), berperan
sebagai titik balik dari Tonika (T), bersifat tidak tenang (ingin kembali ke
T).
f) Tingkat vi yaitu akor A minor berfungsi dari Tonika Pararel (Tp), berperan
sebagai wakil dari Tonika (T).
g) Tingkat vii0 yaitu akor B diminis/G7 tanpa nada dasar berfungsi sebagai
Dominan Septim tanpa nada dasar (
b.

).

Susunan Tingkat dan Fungsi pada Tonalitas Minor


Setiap akor mempunyai fungsi yang berbeda-beda sesuai dengan karakter

akornya, begitu pula dalam tonalitas minor. Tonalitas mayor dan minor memiliki
susunan fungsi yang berbeda. Hal itu terjadi karena interval, tangga nada, susunan
1

akor, dan tingkatanya berbeda. Interval pada tonalitas minor adalah 1- 2 - 1-1- 2 1

12 - 2. Apabila dimulai dengan nada A, maka akan muncul susunan tangga nada
yang beranggotakan A-B-C-D-E-F-G#-A. Setelah susunan tangga nada tersebut
terbentuk, munculah akor yang disusun berdasarkan trinada yaitu Am, Bdim, C,
Dm, E, F, G#dim, Am (Prier:1997). Adapun susunan fungsi pada tonalitas minor
dapat kita lihat pada gambar berikut ini:

16

Gambar 2.3: Tingkat dan fungsi pada tonalitas minor (harmonik)


(Sumber: Dokumentasi pribadi)
Penjelasan gambar:
1) Susunan Tingkat
Pada tingkat i, ii, iv, dan vii ditulis dengan angka romawi kecil karena
karakter akornya minor. Sedangkan tingkat III, V, VI ditulis dengan angka
romawi besar karena karakter akornya mayor.
2) Susunan Fungsi
Susunan fungsi pada tonalitas minor adalah:
a) Tingkat i yaitu akor Am berfungsi sebagai tonika(t). Karakter akornya
minor.
b) Tingkat ii yaitu akor Bdim berfungsi sebagai subdominan paralel(sp).
Karakter akornya diminis.
c) Tingkat III yaitu akor C berfungsi sebagai tonika Paralel(tP).
d) Tingkat iv yaitu akor Dm berfungsi sebagai subdominan(s). Karakter
akornya minor.
e) Tingkat V yaitu akor E berfungsi sebagai Dominan(D). Karakter akor
dominan mayor, karena bersifat memimpin.
f) Tingkat VI yaitu akor F berfungsi sebagai tonika Gegenklang. Karakter
akornya mayor.

17

g) Tingkat vii yaitu akor G#dim berfungsi sebagai Dominan tanpa nada dasar(
). Karakter akornya mayor.
c.

Fungsi Akor Inversi dan Fungsi-fungsi Akor yang lain


Selain itu, ada beberapa istilah dalam fungsi akor diantaranya fungsi akor

yang diinversikan ( ,

), Dobel Dominan ( ), Dominan sementara (D) dan

lain-lain. Fungsi akor yang diinversikan adalah sebuah akor pembalikan untuk
mengganti dasar akor (bas). Sebagai contoh, akor C mayor yang beranggotakan
C-E-G memiliki fungsi T. Akor tersebut bukan merupakan akor pembalikan
karena nada C berperan sebagai dasar akor, maka akor tersebut disebut akor dasar.
Apabila kita balikan dasar akor tersebut menjadi E (E-G-C), maka akor tersebut
merupakan akor pembalikan pertama yang memiliki fungsi karena nada ke-3 dari
tangga nada C (nada E) merupakan dasar akor (bas). Akor tersebut masih terasa
sebagai Tonika namun kurang sejati, karena dengan melihat 2 nada awal (E-G),
itu merupakan struktur dari Dominan Pararel (Dp). Selain itu adapula akor
pembalikan kedua, yaitu pembalikan nada ke-5 sebagai dasar akor (G-C-E). Akor
tersebut memiliki fungsi . Perasaan Tonika disini sudah kurang sekali, bahkan
lebih terasa sebagai Dominan. Nada G disini menimbulkan tekanan, seolah-olah
akor disini adalah akor G suspensi.
Istilah lain didalam sebuah fungsi adalah Dobel Dominan ( ). Dobel
dominan merupakan sebuah Dominan yang di dua kali lipatkan. Misalkan, dalam
tonalitas C mayor fungsi Dominannya adalah akor G mayor. Akor G mayor
tersebut di Tonika kan kembali, sehingga muncul akor D mayor yang
merupakan Dominan dari akor G mayor. Akor D mayor tersebutlah yang

18

berfungsi sebagai dobel Dominan ( ). Begitupun seterusnya, apabila di Tonika


kan kembali, akan muncul akor A mayor yang merupakan Dominan dari akor D
mayor, maka akor tersebut berfungsi sebagai tripel Dominan (

).

Fungsi Dominan sementara merupakan jembatan dari sebuah akor yang


ingin berubah. Istilah sementara diambil karena fungsi akor tersebut bukan
merupakan Dominan yang nyata. Misalkan, (dalam tonalitas C mayor) akor C
mayor ingin melangkah ke akor Dm. Perpindahan tersebut bisa dijembatani oleh
akor A mayor. Maka akor tersebut berfungsi sebagai Dominan sementara karena
akor A mayor merupakan Dominan dari D. Sebuah fungsi bisa dikatakan sebagai
Dominan sementara apabila akor tersebut bukan merupakan sebuah anggota dari
susunan akor tersebut. Selain itu, akor Dominan sementara biasanya merupakan
sebuah Dominan dari akor yang akan dituju (Prier:1997).
d. Kadens (Cadence)
Menurut Prier dalam bukunya yang berjudul Ilmu Harmoni, untuk
membuat sebuah karya musik menjadi lebih hidup, maka diperlukan variasi atau
perubahan akor. Kalau kita analogikan, seperti orang yang terus menerus berada
didalam rumah tentu mempunyai keinginan untuk keluar rumah dengan berbagai
keperluan ataupun sekedar mencari suasana baru. Setelah tujuan tersebut tercapai,
orang itu mempunyai keinginan untuk kembali pulang. Begitu pula dengan
susunan akor.
Apabila sebuah karya dimulai dengan Tonika, maka perasaan untuk
mencari susasana baru tersebut timbul dengan berpindahnya fungsi (misalkan,
T-S/T-D). Demikian juga sebaliknya, apabila variasi tersebut sudah mencapai

19

tujuan, maka keinginan untuk kembali pulang (ke-T) akan muncul sebagai akhir
frase, kalimat, ataupun akhir dari sebuah karya musik. Itulah yang dimaksud
dengan kadens. Apabila didefinisikan, secara istilah kadens berarti pengakhiran,
maksudnya adalah cara yang ditempuh untuk mengakhiri frase, atau komposisi
musik dengan berbagai kemungkinan kombinasi ragam akor, sehingga terasa efek
berakhirnya sebuah lagu ataupun frase lagu.
Istilah kadens juga tidak hanya diterapkan dalam sebuah pergerakan akor,
tetapi bisa juga dengan hanya memainkan motif melodi tanpa diiringi sebuah
iringan, munculnya sebuah kadens tetap terasa, karena kemanapun pergerakan
setiap motif melodi pasti akan kembali ke pusat. Sebagai contoh, dapat dilihat
pada gambar dibawah ini (lagu Bangun Pemuda Pemudi):

Gambar 2.4: Perasaan kadens didalam motif melodi


(Sumber: Dokumentasi pribadi)

Dari gambar diatas, dapat dilihat pada bar-3 bahwa kesan lagu tersebut
belum selesai, maka dibutuhkan sebuah nada pusat (G/B/D) untuk
menyelesaikan kalimat tersebut. Hal itulah yang dinamakan kadens didalam
sebuah motif melodi. Menurut Banoe (2003), terdapat tujuh kemungkinan untuk
mengakhiri sebuah pergerakan fungsi diantaranya:

20

1) Kadens Setengah (Half Cadence)


Kadens setengah adalah perubahan dari T ke D. Dalam perubahan ini, tercipta
suatu ketegangan, kesannya bahwa kalimat musik disini belum selesai,
seperti pada koma dalam bahasa.
2) Kadens Otentik (Authentic Cadence)
Kata otentik berasal dari bahasa Yunani yang berarti perhentian yang sejati.
Kadens ini adalah perubahan dari D ke T. Disini tercipta suasana lega
kembali, seperti titik di akhir kalimat dalam bahasa.
3) Kadens Subdominan
Kadens Subdominan adalah perubahan dari T ke S. Dalam perubahan ini
tercipta ketegangan, kesannya bahwa kalimat musik disini belum selesai.
Langkah dari T ke S itu berhubungan dengan sifat progresif dari akor
Subdominan yang mampu menggeser atau mengganti akor T sebagai pusat
tonal secara sementara.
4) Kadens Plagal (Plagal Cadence)
Kadens plagal adalah perubahan dari S ke T. Disini tercipta suasana lega
kembali, meskipun langkah ini kurang meyakinkan apabila dibandingkan
dengan kadens otentik, karena nada Do sudah dimuat dalam akor S sehingga
tidak merupakan suatu nada baru. Nama plagal berasal dari bahasa Yunani
yang berarti miring.
5) Kadens Lengkap (Perfect Cadence)
Kadens ini merupakan rangkaian dari kadens plagal dan kadens otentik.
Kadens ini ditandai dengan perubahan dari T-S-T-D-T atau T-S-D-T.

21

6) Kadens Prigis (Prhygian Cadence)


Ciri khas pada kadens ini yaitu turunnya pergerakan fungsi sebanyak 12 interval.
Kadens ini ditandai dengan perubahan S-DP atau S56-DP (karakter Dominan
Pararel tersebut bersifat mayor). Kadens prigis terasa sangat lembut sehingga
ada yang menyebutnya sebagai kadens feminin (feminine cadence)
7) Kadens Interupsi (Interupted Cadence)
Kadens ini memiliki urutan akor-V ke VI, dikenal pula sebagai kadens
terputus.
2.

Harmoni Horizontal
Dilihat dari istilahnya, kata horizontal berarti ke samping. Dalam dunia

musik, hal itu berarti susunan nada dari kiri ke kanan yang keluar secara
berurutan. Artinya, harmoni horizontal adalah dua nada atau lebih yang keluar
secara berurutan, sehingga menjadi sebuah alur melodi. Istilah-istilah yang
terdapat didalam harmoni horizontal diantaranya ornamen dan not lintas (passing
note).
a.

Nada hias/Ornamen (Ornament)


Ornamen merupakan sebuah nada atau beberapa nada yang berfungsi untuk

memperindah suatu melodi, baik yang dilaksanakan secara improvisasi oleh


pemain maupun yang ditulis penuh pada notasi musik. Istilah-istilah ornamen
melodi diantaranya appoggiatura, acciaccatura, grupetto, trill, dan arpeggio.
1) Appoggiatura
Appoggiatura merupakan ornamen musik yang banyak dipergunakan dalam
karya abad ke-18, berupa satu nada atau lebih yang mendahului nada beraksen

22

sehingga jatuhnya aksen (tekanan) berpindah ke nada pendahulu tersebut


(Banoe, 2003:28). Contoh ornamen appoggiatura dapat dilihat pada gambar
dibawah ini:

Gambar 2.5: Ornamen appoggiatura


(Sumber: http://en.wikipedia.org/wiki/File:Music-appogiatura.png)

Gambar 2.6: Contoh ornamen appoggiatura


(Sumber: http://en.wikipedia.org/wiki/File:Music-appgoatura.png)

2) Acciaccatura
Ornamen ini dilambangkan dengan not kecil bercoret miring dimuka notasi
nada pokok dan dibunyikan hampir bersamaan dengan bunyi nada pokok
tersebut (Banoe, 2003:17). Contoh ornamen acciaccatura dapat dilihat pada
gambar dibawah ini:

Gambar 2.7: Ornamen acciacatura


(Sumber: http://en.wikipedia.org/wiki/File:Music-acciacatura.png)

23

Gambar 2.8: Cara memainkan ornamen acciacatura


(Sumber: http://en.wikipedia.org/wiki/File:Music-acciacatura.png)
3) Grupetto
Ornamen ini dilambangkan berupa hurup S yang diletakan melintang pada
sebuah not tertentu. Apabila satu not di grupetto-kan, maka not tersebut
dipecah menjadi 4 nada yang melangkah mengelilingi nada tersebut. Ornamen
ini juga bisa diletakan diantara 2 not (Banoe, 2003:174). Untuk lebih jelas
mengenai ornamen ini dapat dilihat pada gambar dibawah ini:

Gambar 2.9: Ornamen grupetto


(Sumber: http://en.wikipedia.org/wiki/File:Music-grupetto.png)

Gambar 2.10: Cara memainkan ornamen grupetto


(Sumber: http://en.wikipedia.org/wiki/File:Music-grupetto.png)

Gambar 2.11: Grupetto yang diletakan diantara 2 not


(Sumber: http://en.wikipedia.org/wiki/File:Music-grupetto.png)

24

4) Trill
Ornamen ini merupakan nada yang dimainkan secara bergantian dengan nada
terdekat diatasnya dengan cepat. Ornamen ini juga dikenal dengan istilah
Shake yang berarti kocok. Lambang dari ornamen ini adalah huruf tr. yang
disimpan diatas not yang termaksud (Banoe, 2003:420). Tanda titik yang
terdapat didalam lambing trill merupakan tanda durasi ornament tersebut
dimainkan. Semakin banyak titik tersebut, semakin panjang pula trill itu
dimainkan. Contoh ornamen trill dapat dilihat pada gambar dibawah ini:

Gambar 2.12: Ornamen trill


(Sumber: http://en.wikipedia.org/wiki/File:Music-trill.png)
5) Arpeggio
Istilah arpeggio berarti langkah berurutan. Namun istilah ini diambil dari kata
arpa atau petikan harpa. Dari istilah tersebut sudah terlihat bahwa ornamen ini
merupakan susunan nada pada suatu akor yang dimainkan secara terurai, mirip
dengan permainan harpa (Banoe, 2003:31). Contoh ornamen arpeggio dapat
dilihat pada gambar dibawah ini:

Gambar 2.13: Ornamen arpeggio


(Sumber: http://en.wikipedia.org/wiki/File:Music-arpeggio.png)

25

Gambar 2.14: Cara memainkan ornamen arpeggio


(Sumber: http://en.wikipedia.org/wiki/File:Music-arpeggio.png)
Untuk arpeggio yang mengarah ke atas, lambang dari ornamen ini berupa garis
berliku yang melintang secara vertikal disamping kiri not. Sedangkan untuk
arpeggio yang mengarah ke bawah, lambang tersebut diperjelas dengan adanya
anak panah yang mengarah ke bawah.
6) Mordent
Ornamen ini ditandai dengan garis berliku tajam secara horizontal di atas not
tertentu. Terbagi menjadi dua yaitu upper mordent dan lower mordent. Upper
mordent dikenal dengan mordent saja, sedangkan lower mordent dikenal juga
sebagai inverted mordent (morden kebalikan). Cara memainkan ornamen ini
terdiri dari dua pergerakan secara cepat, yang pertama adalah not yang
bergerak ke atas nya, lalu kembali lagi ke not asal (upper mordent), sedangkan
untuk lower mordent, not pertama bergerak ke bawah nya lalu kembali lagi ke
not asal.

26

Gambar 2.15: Cara memainkan ornamen mordent


(Sumber: http://en.wikipedia.org/wiki/File:Music-mordent.png)

b.

Not Lintas (Passing Note)


Nada lintas adalah nada diantara 2 akor namun tidak termasuk didalam dua

akor tersebut (Banoe, 2003:326). Misalnya, didalam suatu bar terdapat akor C
mayor 1 ketuk yang berpindah ke akor A minor. Diantara kedua akor tersebut
terdapat nada B didalam melodi ataupun iringan, maka nada tersebut merupakan
not lintas karena bukan merupakan sebuah anggota dari kedua akor tersebut.
Untuk lebih jelasnya dapat diihat pada gambar dibawah ini:

Gambar 2.16: Not lintas/Passing Note didalam notasi


(Sumber: Dokumentasi Pribadi)

3.
a.

Bentuk Musik/Form
Tujuan Ilmu Bentuk dan Analisis
Menurut Prier dalam bukunya yang berjudul Ilmu Bentuk Musik, sebuah

karya musik dapat dipandang sebagai sejumlah nada yang tersusun dalam ruang-

27

ruang birama. Namun pandangan ini sama seperti seorang penganalisis di


laboratorium kimia yang memandang sebuah berlian hanya sebagai gabungan dari
sejumlah molekul dan atom saja, dan sama sekali tidak menanggapi keindahan
dari berlian itu sendiri. Maka dalam dunia musik, untuk bisa merasakan keindahan
dari musik itu sendiri dibutuhkan ilmu yang berkaitan langsung dengan struktur
dan tekstur, yaitu ilmu bentik dan analisis.
Apabila seorang pianis hanya menghadap nada-nada yang dibaca dan
dibunyikan satu per satu, maka jiwa musik tidak akan nampak. Hal yang sama
berlaku juga untuk paduan suara yang sedang melatih sebuah lagu baru.
Menguasai materi tentu merupakan dasar dari setiap musik. Namun hal itu
tidaklah cukup, perlu pula penjiwaan.
Untuk bisa menjiwai sebuah karya, diperlukan sebuah pola, misalnya
keras lembutnya musik yang merupakan sebuah tuntutan umum untuk
menghindari kebosanan. Tetapi, tentu letak dimana keras lembutnya sebuah musik
bukan hanya soal selera saja. Maka, apabila seseorang mengetahui struktur musik,
dengan segera orang tersebut akan memiliki sarana yang canggih untuk
menentukan pola penjiwaan dalam memperlihatkan struktur tersebut.
b. Istilah-istilah Dasar
Dalam bukunya yang berjudul Ilmu Bentuk Musik, Prier mengungkapkan
beberapa istilah dasar didalam sebuah bentuk lagu diantaranya:
1) Bentuk musik (Form)
Bentuk musik merupakan susunan semua unsur musik dalam sebuah komposisi
(melodi, irama, harmoni dan dinamika). Dibutuhkan sebuah penyusunan untuk

28

mempersatukan nada-nada musik serta bagian-bagian (segmen) komposisi,


sehingga menjadi sebuah karya musik yang utuh. Bentuk musik sangat banyak
dan bermacam-macam istilahnya, seperti halnya diungkapkan oleh Banoe
bahwa jenis-jenis bentuk musik antara lain:
a) Binary form adalah bentuk musik yang terdiri dari dua bagian yaitu
bagian A dan B. Menurut Prier, bentuk ini merupakan bentuk yang
paling banyak dipakai dalam musik sehari-hari (lagu anak, lagu
daerah, lagu pop). Suatu karya musik dengan bentuk biner dapat
tersusun bebas namun didalamnya tetap terdiri dari bagian A dan
bagian B seperti, A-B-A, A-A-B-A,A-B-B-A, ataupun A-B-A-B.

Gambar 2.17: Bentuk lagu 2 bagian


(Sumber: Dokumentasi Pribadi)
Seorang analisator dapat menentukan setiap bagian dilihat dari
beberapa aspek diantaranya: aspek vertikal (bagian A sangat identik
dengan Tonika pada awal kalimat dan akhir kalimat, sedangkan bagian
B sangat identik dengan Dominan), horizontal (motif melodi), dan

29

simetrisasi karya (Contoh: karya dengan 4 kalimat yang masingmasing berdurasi 4 bar terbagi menjadi 2 bagian yaitu A dan B yang
masing-masing sebanyak 2 kalimat, kalimat a dan b)
b) Ternary form adalah bentuk musik yang terdiri dari tiga bagian (A-BC). Contoh lagu yang memiliki bentuk tiga bagian diantaranya adalah
Bangun Pemuda Pemudi ciptaan A. Simanjuntak.

Gambar 2.18: Struktur lagu dengan 3 bagian


(Sumber: Prier, 2004:13)
c) Rondo form adalah bentuk komposisi yang salah satu bagiannya selalu
tampil kembali diantara bagian-bagian yang baru. Pola bentuknya
adalah A-B-A-C-A-D-A. Pada masa Mozart, bentuk ini memperoleh
pembakuan, khususnya karena sering diangkat sebagai bagian terakhir
dari sonata ataupun concerto, tetapi diluar itu sering pula terdapat
sebutan bentuk rondo yang berbeda polanya, misalnya A-B-A-C-A-BA ataupun A-B-A-C-B-A (Syafiq, 2003:258). Di antara bagian-bagian
A terdapat sisipan-sisipan, maka terdapat 2 tipe rondo berdasarkan
jumlah sisipan tersebut yaitu Rondo Prancis/Rondo rantai dan Rondo
Klasik/Rondo busur. Rondo Prancis memiliki suatu rantai yang terdiri

30

dari Refren dan sisipan yang silih berganti. Secara teoritis jumlah mata
rantai tak terhingga, namun dalam kenyataannya terdapat batasan
untuk menghindari timbulnya rasa bosan (Prier, 2004:64). Sedangkan
Rondo Klasik membatasi jumlah pada 2 sisipan saja. Gambar dibawah
ini menampilkan contoh Rondo Klasik dengan sisipan B yang tampil 2
kali dengan kunci yang berlainan, sedangkan C dipakai hanya satu kali
yang biasanya sebagai kontras dengan bagian-bagian yang lainnya.

Gambar 2.19: Bentuk Rondo Klasik/Rondo Busur


(Sumber: Prier, 2004:66)

d) Variation form (tema dan variasi) adalah bentuk musik yang terdiri
dari pengulangan sebuah lagu induk yang biasanya berbentuk tema.
Pengulangan

tersebut

dirubah

atau

divariasikan

tetapi

tetap

mempertahankan unsur tertentu dan menambah/menggantikan unsur


yang lain. Jenis dan kemungkinan untuk bervariasi yaitu variasi
melodi, irama, harmoni, polifon, karakter. Gambar dibawah ini adalah
kompoisi Ah vous dirai-je, maman karya W.A.Mozart yang
merupakan sebuah karya berbentuk variasi.

31

32

Gambar 2.20: 12 Variasi dalam komposisi Ah vous dirai-je, maman karya


W.A.Mozart
(Sumber: Prier, 2004:66)

e) Strophic form adalah bentuk musik yang didalamnya berupa satu


bagian yang diulang-ulang.

Gambar 2.21: : Struktur brntuk strophic form


(Sumber: Prier, 2004:66)

f) Free form adalah bentuk bebas, yakni bentuk musik yang tidak terikat
dengan bagian-bagian tertentu. Bentuk ini jarang sekali ditemukan

33

didalam musik Klasik ataupun Romantik, karena bentuknya yang tidak


beraturan sehingga jauh dari simetri.
g) Sonata form adalah bentuk dengan konstruksi 3 bagian, yaitu eksposisi
(exposition),

pengembangan

(development),

dan

rekapitulasi

(recapitulation). Namun Beethoven pernah membuat sonata dalam 4


bagian. Dalam urutan tersebut sudah termasuk satu bagiannya yang
berupa minuet ataupun scherzo. Sebelum itu juga pernah dibuat sonata
dalam 2 bagian oleh Allesandro Scarlati, atau bahkan satu bagian saja
yang dibuat oleh Domenico Scarlati (Syafiq,2003:278).

Gambar 2.22: Skema Sonata Klasik


(Sumber: Dokumentasi Pribadi)

2) Kalimat/Periode (Satz)
Sebagaimana juga dalam karya sastra bahasa, musik juga memiliki suku kata,
kata, frase, kalimat, anak kalimat dan sebagainya yang menjadi sebuah
kesatuan. Biasanya, sebuah kalimat musik/periode terdiri dari dua anak
kalimat/frase yaitu kalimat a/pertanyaan/kalimat depan, dan kalimat

34

b/jawaban/kalimat belakang (Banoe, 2003). Kalimat depan (biasanya birama


1-4 atau 1-8) biasanya ia berhenti dengan nada yang mengambang (Dominan),
maka dapat dikatakan kalimat tersebut berhenti dengan koma. Sedangkan
kalimat jawaban (biasanya birama 5-8 atau 9-16) yang merupakan kalimat
lanjutan dari kalimat pertanyaan berhenti di titik (kembali ke Tonika).

Gambar 2.23: Lagu dengan satu kalimat (Bagimu Negeri)


(Sumber: Dokumentasi pribadi)

3) Motif Lagu/Frase (Phrase)


Sebuah komposisi terdiri dari susunan bentuk/form. Didalam sebuah karya
terdapat beberapa kalimat lagu, dan frase/motif adalah sebuah anak dari
kalimat lagu tersebut. Dalam penulisan notasi musik, frase lazim ditandai
dengan lengkung pengikat. Adapun contoh frase dapat dilihat pada gambar
dibawah ini:

Gambar 2.24: Frase pertama didalam komposisi Nocturne Op.9 No.2 karya
Chopin
(Sumber: http://imslp.org/wiki/Nocturnes,_Op.9)

35

Secara normal, sebuah motif lagu memenuhi 2 ruang bar. Maka didalam
sebuah kalimat (misalnya dalam 4 bar), umumnya terdiri dari 2 motif yang
masing-masing sebanyak 2 bar, sesuai dengan hukum simetri (lihat poin
selanjutnya). Untuk lebih jelas mengenai sebuah motif dapat dilihat pada
gambar dibawah ini:

Gambar 2.25: Contoh motif secara umum dalam 4 bar


(Sumber: Prier, 2004:3)
4) Simetri
Sebuah musik dapat terasa enak, apabila tersusun dalam keseimbangan atau
bagian-bagian yang sama panjangnya. Hal ini berlaku untuk kalimat
pertanyaan-jawaban ataupun mengenai motif lagu. Keseimbangan/keteraturan
bagian-bagian tersebut dinamakan simetri. Sebagai contoh, apabila didalam
satu kalimat sebanyak 8 bar dibagi menjadi 2 bagian yang sama panjangnya,
yaitu 4 bar pertama yang merupakan kalimat depan dan 4 bar berikut sebagai
kalimat belakang. Dan didalam sebuah kalimat depan/belakang kembali terbagi
menjadi 2 bagian yang sama panjangnya, yaitu 2 bar pertama yang merupakan
motif pertama dan 2 bar berikut sebagai motif kedua.

36

5) Titik
Istilah titik dalam sebuah bagian merupakan perhentian diakhir kalimat pada
nada yang biasanya ditahan pada hitungan berat dan disertai dengan akor
Tonika, sehingga timbulah kesan selesai.
6) Koma
Koma merupakan sebuah perhentian ditengah kalimat pada akhir pertanyaan.
Biasanya ditahan dengan akor Dominan, sehingga terkesan belum selesai dan
harus dilanjutkan.
B.

Estetika Musik Zaman Romantik


Zaman Romantik dalam dunia musik dimulai pada abad 19 tahun 1820,

seusai masa Klasik. Namun istilah romantik sebetulnya bukan lahir didalam dunia
musik, namun istilah tersebut muncul dari dunia sastra mulai abad 18 seperti
halnya diungkapkan oleh Prier (1993:125) bahwa:
Kata romantik atau romantis sebenarnya berasal dari sastra mulai
abad 18. Pada abad ke 19 kata tersebut dipakai secara umum tanpa diberi
arti dan batasan yang jelas, apakah yang dimaksudkan itu sebuah gaya,
suatu teknik, bentuk-bentuk tertentu ataukah hanya suatu sikap saja
terutama dalam kesenian. Zaman Romantik dalam sejarah musik barat
berlangsung dari sekitar awal 1800-an sampai dengan dekade pertama
abad ke-20. Zaman ini berlangsung sesudah zaman klasik dan sebelum
zaman modern.
Para tokoh musik terus menelusuri sebetulnya hal apa yang menjadi
identitas resmi musik Zaman Romantik, meskipun tentu hampir semua kalangan
tokoh musik setuju bahwa kata romantis sangat identik dengan perasaan, namun
mengenai identitas atau karakter dari musik romantik itu sendiri, sifatnya masih
simpang siur. Hal itu kembali diungkapkan oleh Prier (1993:125) bahwa:

37

Sangat jelas bahwa romantis berhubungan dengan perasaan.


Namun anehnya, komposisi piano pada abad 18 telah diberi judul penuh
perasaan, beremosi dsb. Begitulah misalnya Sonaten und freie Fantasien
karangan C.Ph.E.Bach (1783-1787). Bahkan karya musik akhir
WA.Mozart seperti Symphony no.40 in G-minor memuat ungkapan
perasaan yang kemudian ditafsirkan sebagai musik khas romantik oleh
tokoh romantik E.T.A.Hoffmann. Hal ini tentu menjadi bukti bahwa
suasana romantik sudah mulai hadir pada akhir abad 18.
Terjadi perubahan paradigma mengenai fungsi karya pada zaman Romantik,
yang sebelumnya karya musik berfungsi sebagai bentuk pujian terhadap Tuhan
ataupun sebuah pesanan dari kalangan raja dan bangsawan, namun musik pada
zaman

Romantik

bersifat

perorangan

atau

individualistis,

yang

lebih

mengutamakan ekspresi dan inspirasi yang merupakan sifat-sifat dasar yang


terdapat pada zaman Romantik. Tokoh-tokoh yang menonjol pada masa Romantik
diantaranya: Schubert, Brahms, Franz Liszt, Frederic Chopin, dan Schumann.
Dari segi musikal, musik Romantik memiliki ciri khas tersendiri.
Komposer-komposer pada zaman tersebut tidak hanya terpaku dengan sistem
yang sudah ada. Mereka cenderung membuat karya yang bersifat eksperimen, tp
tentu bukan berarti asal-asalan. Secara harmoni, musik Romantik menggunakan
chord progression yang bersifat kromatis yang menyebabkan efek ambiguitas
tonal, yaitu suatu lagu yang tidak terlalu jelas pusat tonalnya. Koromatisasikromatisasi tersebut menjadi lauk pauk didalam musik Romantik, berbeda
dengan zaman sebelumnya yang hanya menggunakan kromatis sebagai bumbu.
Para komposer musik Romantik menggunakan gejala psikologis dari
pengalaman-pengalaman yang mereka alami dalam kehidupan, seperti halnya
Frederic Chopin yang pada saat itu yang sedang mengalami revolusi industri di
Prancis. Revolusi industri merubah kehidupan sosial pada saat itu. Perubahan

38

tersebut tampak pada adanya tuntutan akan kesetaraan sosial pada masyarakat,
yaitu tidak adanya perbedaan antara bangsawan dan rakyat biasa, serta terbukanya
kesempatan untuk memperoleh pendidikan untuk semua kelas sosial (Gunara,
2004). Semua hal tersebut sangat mempengaruhi karakter karya masing-masing.
Untuk membuat sebuah karya besar, dibutuhkan unsur-unsur yang
mendukung dalam pembuatan karya tersebut. Unsur-unsur yang sangat
mempengaruhi karakter karya Romantik adalah sebuah perasaan itu sendiri,
seperti sedih, takut, bahagia, kecewa, cinta, kasih sayang dan lain-lain. Perasaan
tersebut timbul dari pengalaman komposer yang mengalami kejadian yang
berdampak seperti peperangan, jatuh cinta, bahkan kecintaan terhadap alam.
C.

Nocturne Secara Umum


Nocturne merupakan komposisi musik yang bersifat tenang dan halus.

Istilah Nocturne sebetulnya dicetuskan oleh komponis Irlandia, John Field


(1782-1873), yang kemudian sering digunakan oleh Chopin. Di Italia, istilah ini
muncul pada abad ke-18 yang berarti pertunjukan malam yang biasa ditulis untuk
musik kamar, serta diterapkan untuk musik jenis serenade (Syafiq, 2003).
Tono mengungkapkan bahwa secara umum, karakter Nocturne terlihat dari
alur melodinya yang sering melompat jauh sebagai gambaran sebuah siulan
burung di suatu tempat yang sepi pada malam hari. Sedangkan Prier
mengungkapkan bahwa ciri-ciri khusus pada karya Nocturne adalah tonalitasnya
yang silih berganti. Tonalitas minor yang menjadi tanda untuk ungkapan tragis,
dan tonalitas mayor yang dipandang sebagai lambang kemenangan.

39

Komposer-komposer yang sudah membuat karya Nocturne adalah: John


Field, Kaikhosru Shapurji Sorabji, Frdric Chopin, Gabriel Faur, Lowell
Liebermann, Francis Poulenc, Erik Satie, Robert Schumann, Claude Debussy,
Franz Liszt, dan Ignace Leybach. Hampir semua dari komposer tersebut telah
membuat komposisi Nocturne sebagai piano solo, namun Claude Debussy telah
membuat Nocturne sebagai sebuah karya orkestra dan Choir di antara karya piano
solo yang sudah dibuatnya.
D.

Nocturne Karya Chopin


Peneliti tentu tidak bisa mengartikan bahwa zaman Romantik merupakan

zamannya musik solo instrumental, namun hampir semua karya zaman Romantik
merupakan sebuah karya solo, terutama piano solo. Seperti halnya karya-karya
Frederic Chopin yang kebanyakan merupakan sebuah karya piano solo seperti
Waltz, Polonaise, Etude, Mazurka, Nocturne dan lain-lain.
Sifat individualistis yang dimiliki Chopin membuat karakter karyanya lebih
berekspresi, seperti halnya karya Nocturne. Perasaan ekspresi tersebut dicurahkan
sedemikian rupa sehingga membuat karakter Nocturne dapat menggambarkan
suasana malam yang merupakan identitas dari karya tersebut. Nocturne
merupakan komposisi musik yang bersifat tenang dan halus, baik dalam karakter,
lirik, maupun ekspresi. Melodinya bergerak cantabile (seperti menyanyi) pada
iringan yang akordis (Gunara, 2004).
Frederic Chopin telah membuat 21 karya Nocturne pada awal tahun 1830
sampai dengan 1846, namun ada beberapa karya yang justru baru dipublikasikan

40

pada tahun 1870. Berikut ini adalah tabel daftar urutan Nocturne yang sudah
dibuat oleh Frederic Chopin:
Tabel 2.2: Daftar Nocturne Karya Chopin
DipublikTahun
asikan
Sampel Karya
Pembuatan
pada
Tahun

No.

Karya
Nocturne

B minor
Op. 9
No. 1

1830-1832

1833

E major
Op. 9
No. 2

1830-1832

1833

B major
Op. 9
No. 3

1830-1832

1833

F major
Op. 15
No. 1

1830-1832

1833

F major
Op. 15
No. 2

1830-1832

1833

G minor
Op. 15
No. 2

1833

1833

41

C minor
Op. 27
No. 1

1835

1835

D major
Op. 27
No. 2

1835

1837

B major
Op. 32
No. 1

1837

1837

10

A major
Op. 32
No. 2

1837

1837

11

G minor
Op. 37
No. 1

1838

1840

12

G major
Op. 37
No. 2

1839

1840

13

C minor
Op. 48
No. 1

1841

1841

14

F minor
Op. 48
No. 2

1841

1841

42

15

F minor
Op. 55
No. 1

1842-1844

1844

16

E major
Op. 55
No. 2

1842-1844

1844

17

B major
Op. 62
No. 1

1846

1846

18

E major
Op. 62
No. 2

1846

1846

19

E minor
Op. 72

1827-29

1855

20

C minor
Op. P 1
No. 16

1830

1870

21

C minor
Op. P 2
No. 8

1837

1870

Sumber: http://imslp.org/wiki/Nocturnes,_Op.9/Nocturnes_(Chopin)

Tekstur pada Nocturne yang telah dibuat oleh Chopin pada umumnya
adalah sebuah melodi cantabile yang diiringi gaya broken chord pada tangan kiri

43

atau bagian bas. Namun tidak semua Nocturne memakai gaya tersebut, seperti
halnya Nocturne Op. 9 No. 2 yang justru memakai pola iringan seperti gaya
Minuet. Banyak sekali hiasan atau ornamen yang terdapat pada karya Nocturne.
Ornamen yang paling sering ditemui pada karya Nocturne adalah Trill. Hal itu
berfungsi untuk membuat suasana khayal dan memberi kesan kebebasan.
E.

Riwayat Hidup Frederic Francois Chopin


Frederic

Francois

Chopin

lahir

di

Zelazowa

Wola,

dekat kota

Warsawa, Polandia tanggal 1 Maret 1810. Ayahnya, Nicolas Chopin adalah


orang Marainville, Prancis. Sedangkan ibunya, Tekla-Justyna Kryzanowka adalah
orang Polandia. Ayahnya adalah seorang Guru Bahasa Perancis di Warschauer
Lyzeum, dia juga mahir dalam memainkan alat musik yaitu biola dan flute,
sedangkan ibunya seorang pianis hebat.
Chopin mempunyai tiga saudara kandung. Ludwika Marianna Chopin
(1807-1855) adalah kakak kandung Chopin yang pertama, Justyna Izabela Chopin
(1811-1881) adalah anak ke-3 dari keluarga Chopin, Dan anak bungsunya
bernama Emilia Chopin (1812-1827). Untuk menghindari wajib tentara, pada
tahun 1787 Nicolas Chopin meninggalkan Prancis dan menetap di Polandia.
Chopin lahir tak lama setelah kedua orang tuanya pindah ke Polandia.
Chopin melakukuan konser pertamanya saat menginjak umur 9 tahun. Pada
tahun 1829, Chopin melakukan konser di Austria dan Bohemia, dan memulai
kesuksesannya di kedua negara tersebut sebagai pianis dan komponis piano
(Gunara, 2004:16). Karena sifatnya yang introvert, Chopin jarang mengadakan
konser terbuka lagi bagi publik, tetapi hanya bermain bagi teman-temannya.

44

Bahkan pada umur 18 tahun di Paris, ia hanya 19 kali tampil di muka umum
(Prier, 1993:168). Ia mencari nafkah dari mengajar piano dan menjual karyakaryanya.

Gambar 2.26: Frederic Francois Chopin (1810-1849)


(Sumber: http://vintage-gramophone.blogspot.com/2011/12/frederic-chopinwaltzes)

Chopin mendapat pendidikan musik pertamanya oleh pianis Bohemia,


Adalbert ywny pada tahun 1816 sampai 1822. Zywny adalah seorang pianis
professional. Keterampilan piano Chopin langsung melesat, karena sebelumnya,
Chopin adalah anak yang sangat berbakat, pintar dan tekun, baik itu didalam
bidang pelajaran regular di sekolah atau pun keterampilannya dalam memainkan
piano. Setelah beberapa tahun mendapatkan ilmu dari Zywny, keterampilan
Chopin segera melampaui gurunya. Banyak sekali kalangan yang berpendapat
bahwa Chopin adalah penerus Mozart karena kecerdasannya dalam memainkan
piano dan membuat komposisi piano pada saat itu.
Chopin memiliki bakat alamiah dalam bermain piano, hal itu terlihat dari
improvisasi-imporivasinya untuk piano. Komposisi pertama yang dia buat adalah
Polonaisen g-Minor dan Bes-Mayor yang dipublikasikan pada tahun 1817. Pada

45

saat itu juga, karir Chopin sebagai pianis melesat. Salah satu karya Mars Chopin
dipertunjukan oleh orkes militer Grand Duke Konstantin.
Setelah menyelesaikan pendidikannya di sekolah menengah, Chopin
melanjutkan pendidikan musiknya dengan Josef Elsner, pimpinan Warsaw
Conservatory. Disana, ia menerima pendidikan mengenai teori harmoni dan
melodi. Di konservatori tersebut, ia diberi kebebasan dalam berkarya dan
mengekspresikan

karyanya.

Ilmu-ilmu

yang

didapatkannya

membuat

keterampilan Chopin dalam membuat komposisi semakin tinggi. Pada saat itu
juga Chopin membuat karya Rondo in C minor Op.1 yang dipublikasikan pada
tahun1825.
Chopin pernah tinggal di Wina, Austria, untuk lebih mempublikasikan
karya-karya yang sudah dibuatnya. Setelah menjalani debutnya yang sukses di
teater Krntnerthor pada tanggal 11 Agustus 1829. Di Wina, Chopin menyusun
Scherzo Kecil dalam B dan G Minor Ballade, serta karya lain yang menunjukkan
gaya yang dikembangkan pribadi Chopin.
Karena kesulitan politik, maka sejak 1831 Chopin menetap di Paris. Disana,
Chopin memulai kontak dengan komposer-komposer seniornya seperti Franz
Liszt, Berlioz, Paganini. Ia juga bertemu dengan seorang novelis wanita bernama
George Sand yang selalu memberikan semangat pada Chopin untuk senantiasa
membuat karya-karya terbaiknya. Hingga akhirnya Chopin menjadikan George
Sand sebagai teman hidupnya.
Selama sekitar 9 tahun menjalin hubungan dengan Sand, Chopin telah
banyak membuat karya-karya tebaiknya, beberapa diantaranya seperti "Funeral

46

March" dan 24 prelude. Selain komposisi piano solo, Chopin juga telah membuat
karya piano trio, piano orkestra (concerto), dan duet piano selo.
Karya-karya tersebut terus-menerus dipergelarkan ke negara-negara besar di
Eropa. Chopin sempat tinggal di London, Inggris pada tahun 1848 dimana pada
saat itu, ia sudah menderita penyakit tuberculosis(TBC). Dan akhirnya, ia
meninggal pada tanggal 17 Oktober 1849. Ia meninggalkan sekitar 200 karya
musik piano yang sangat indah (Gunara, 2004).

Anda mungkin juga menyukai