KAJIAN PUSTAKA
yang berkaitan dengan segala aspek yang terkandung didalam karya tersebut,
sehingga dapat menunjang dan membantu peneliti dalam menganalisis karya
tersebut. Salah satu ilmu yang paling mendasari analisis ini, yaitu ilmu/teori
harmoni dalam musik tonal. Didalamnya terdapat ilmu mengenai harmoni vertikal
dan horizontal yang mencakupi tingkat, fungsi, kadens, hingga ornamen. Selain
itu, pada bagian ini terdapat penjelasan tentang bentuk/form komposisi. Semuanya
akan dibahas agar pembaca dapat memahami isi dari pembahasan pada bab
selanjutnya.
Dengan sifatnya yang periodik, musik berkembang seiring dengan
perkembangan zaman itu sendiri. Musik tonal mulai dikenal pada zaman
10
1
2
- 1-1-1- 2, maka
untuk mencari modus Dorian, kita hanya tinggal memusatkan nada tersebut di D,
1
tanpa harus menyesuaikan interval (1- 2 - 1-1-1- 2 - 1). Dan apabila tangga nada C
tersebut di Doriankan, nada C tersebut merupakan nada ke-2 dari tonalitas B
major, maka akan muncul C-D-E-F-G-A-B-C yang dinamakan dengan tangga
nada C Dorian. Begitupun dengan tangga nada modal yang seterusnya, semuanya
hanya tinggal merubah pusat nada tanpa harus menyesuaikan interval dalam
tangga nada tersebut.
Untuk lebih jelas mengenai susunan musik modal, dapat dilihat pada tabel
dibawah ini:
11
Skala
1.
C Ionian :
2.
D Dorian :
3.
E Phrygian :
4.
F Lydian :
5.
G Mixolydian :
6.
A Aeolian :
7.
B Locrian :
Sumber: http://imslp.org/wiki/Nocturnes,_Op.9/Musical_mode
12
1
2
- 1-1-
1
2
- 12 -
1
2
1
2
sangat berkaitan dengan tingkat dan fungsi, seperti halnya diungkapkan oleh
Mack (1993:18): .tangga nada tonal tidak merupakan jajaran nada saja (seperti
tangga nada modal), akan tetapi jajaran nada dasar dengan sejumlah trinada yang
bisa dibuat diatas setiap nada dasarnya.
1. Harmoni Vertikal
Dilihat dari istilahnya, kata vertikal berarti ke atas/ke bawah. Dalam dunia
musik, hal itu berarti susunan nada dari bawah ke atas ataupun sebaliknya yang
keluar secara bersamaan. Artinya, harmoni vertikal adalah dua nada atau lebih
yang keluar secara serentak, sehingga menjadi sebuah susunan akor tertentu
(Prier:1997).
Apabila sebuah karya musik disusun secara vertikal dan menjadi sebuah
susunan akor, maka akan muncul tingkat dan fungsi akor. Hal itulah yang menjadi
bahan dasar sebuah analisa mengenai karya-karya yang akan dianalisis. Tingkat
dan fungsi akor tidak selalu berkaitan, tergantung dari tonalitas. Tonalitas mayor
dan minor tentu mempunyai fungsi yang berbeda-beda meskipun dengan tingkat
yang sama.
13
a.
oleh interval nada. Interval adalah jarak diantara 2 nada. Setiap tangga nada yang
1
bertonalitas mayor memiliki interval 1-1- 2 -1-1-1- 2, apabila dimulai dengan nada
C terbentuklah susunan tangga nada C-D-E-F-G-A-B-C. Setiap interval memiliki
istilah masing-masing dalam penamaanya, penamaan tersebut dapat dilihat pada
gambar berikut.
diminished/sempit,
augmented/lebih,
doubly
augmented/luas
(Banoe,2003:197).
Setelah susunan tangga nada terbentuk, timbulah susunan trinada dari
masing-masing nada. Disanalah kita bisa menentukan akor mayor dan minor nya.
14
Susunan tingkat dan fungsi pada tonalitas mayor dapat dilihat dari contoh gambar
berikut ini:
Penjelasan gambar:
1) Susunan Tingkat
Untuk menentukan tingkatan pada setiap nada, selain dilihat dari urutan tangga
nada, kita harus membedakan karakter akornya apa itu mayor ataupun minor.
Apabila akornya mayor, maka ditulis dengan angka romawi besar (I, VI, V).
Dan sebaliknya apabila akornya minor ditulis dengan angka romawi kecil (ii,
iii, vi, vii0).
2) Susunan Fungsi
Setelah tangga nada, susunan akor, dan tingkatan terbentuk, baru kita bisa
menentukan susunan fungsi pada setiap akornya. Susunan fungsi pada tonalitas
mayor adalah (Prier:1997):
a) Tingkat I yaitu akor C mayor berfungsi sebagai Tonika (T), berperan
sebagai akor pusat, dan bersifat stabil.
b) Tingkat ii yaitu akor D minor berfungsi sebagai Subdominan Pararel (Sp),
berperan sebagai wakil dari Subdominan (S).
15
c) Tingkat iii yaitu akor E minor berfungsi sebagai Dominan Pararel (Dp),
berperan sebagai wakil dari Dominan (D).
d) Tingkat IV yaitu akor F mayor berfungsi sebagai Subdominan (S), berperan
sebagai variasi terhadap Tonika (T), bersifat tidak tenang (ingin melaju ke
D, atau kembali ke T).
e) Tingkat V yaitu akor G mayor berfungsi sebagai Dominan (D), berperan
sebagai titik balik dari Tonika (T), bersifat tidak tenang (ingin kembali ke
T).
f) Tingkat vi yaitu akor A minor berfungsi dari Tonika Pararel (Tp), berperan
sebagai wakil dari Tonika (T).
g) Tingkat vii0 yaitu akor B diminis/G7 tanpa nada dasar berfungsi sebagai
Dominan Septim tanpa nada dasar (
b.
).
akornya, begitu pula dalam tonalitas minor. Tonalitas mayor dan minor memiliki
susunan fungsi yang berbeda. Hal itu terjadi karena interval, tangga nada, susunan
1
akor, dan tingkatanya berbeda. Interval pada tonalitas minor adalah 1- 2 - 1-1- 2 1
12 - 2. Apabila dimulai dengan nada A, maka akan muncul susunan tangga nada
yang beranggotakan A-B-C-D-E-F-G#-A. Setelah susunan tangga nada tersebut
terbentuk, munculah akor yang disusun berdasarkan trinada yaitu Am, Bdim, C,
Dm, E, F, G#dim, Am (Prier:1997). Adapun susunan fungsi pada tonalitas minor
dapat kita lihat pada gambar berikut ini:
16
17
g) Tingkat vii yaitu akor G#dim berfungsi sebagai Dominan tanpa nada dasar(
). Karakter akornya mayor.
c.
yang diinversikan ( ,
lain-lain. Fungsi akor yang diinversikan adalah sebuah akor pembalikan untuk
mengganti dasar akor (bas). Sebagai contoh, akor C mayor yang beranggotakan
C-E-G memiliki fungsi T. Akor tersebut bukan merupakan akor pembalikan
karena nada C berperan sebagai dasar akor, maka akor tersebut disebut akor dasar.
Apabila kita balikan dasar akor tersebut menjadi E (E-G-C), maka akor tersebut
merupakan akor pembalikan pertama yang memiliki fungsi karena nada ke-3 dari
tangga nada C (nada E) merupakan dasar akor (bas). Akor tersebut masih terasa
sebagai Tonika namun kurang sejati, karena dengan melihat 2 nada awal (E-G),
itu merupakan struktur dari Dominan Pararel (Dp). Selain itu adapula akor
pembalikan kedua, yaitu pembalikan nada ke-5 sebagai dasar akor (G-C-E). Akor
tersebut memiliki fungsi . Perasaan Tonika disini sudah kurang sekali, bahkan
lebih terasa sebagai Dominan. Nada G disini menimbulkan tekanan, seolah-olah
akor disini adalah akor G suspensi.
Istilah lain didalam sebuah fungsi adalah Dobel Dominan ( ). Dobel
dominan merupakan sebuah Dominan yang di dua kali lipatkan. Misalkan, dalam
tonalitas C mayor fungsi Dominannya adalah akor G mayor. Akor G mayor
tersebut di Tonika kan kembali, sehingga muncul akor D mayor yang
merupakan Dominan dari akor G mayor. Akor D mayor tersebutlah yang
18
).
19
tujuan, maka keinginan untuk kembali pulang (ke-T) akan muncul sebagai akhir
frase, kalimat, ataupun akhir dari sebuah karya musik. Itulah yang dimaksud
dengan kadens. Apabila didefinisikan, secara istilah kadens berarti pengakhiran,
maksudnya adalah cara yang ditempuh untuk mengakhiri frase, atau komposisi
musik dengan berbagai kemungkinan kombinasi ragam akor, sehingga terasa efek
berakhirnya sebuah lagu ataupun frase lagu.
Istilah kadens juga tidak hanya diterapkan dalam sebuah pergerakan akor,
tetapi bisa juga dengan hanya memainkan motif melodi tanpa diiringi sebuah
iringan, munculnya sebuah kadens tetap terasa, karena kemanapun pergerakan
setiap motif melodi pasti akan kembali ke pusat. Sebagai contoh, dapat dilihat
pada gambar dibawah ini (lagu Bangun Pemuda Pemudi):
Dari gambar diatas, dapat dilihat pada bar-3 bahwa kesan lagu tersebut
belum selesai, maka dibutuhkan sebuah nada pusat (G/B/D) untuk
menyelesaikan kalimat tersebut. Hal itulah yang dinamakan kadens didalam
sebuah motif melodi. Menurut Banoe (2003), terdapat tujuh kemungkinan untuk
mengakhiri sebuah pergerakan fungsi diantaranya:
20
21
Harmoni Horizontal
Dilihat dari istilahnya, kata horizontal berarti ke samping. Dalam dunia
musik, hal itu berarti susunan nada dari kiri ke kanan yang keluar secara
berurutan. Artinya, harmoni horizontal adalah dua nada atau lebih yang keluar
secara berurutan, sehingga menjadi sebuah alur melodi. Istilah-istilah yang
terdapat didalam harmoni horizontal diantaranya ornamen dan not lintas (passing
note).
a.
22
2) Acciaccatura
Ornamen ini dilambangkan dengan not kecil bercoret miring dimuka notasi
nada pokok dan dibunyikan hampir bersamaan dengan bunyi nada pokok
tersebut (Banoe, 2003:17). Contoh ornamen acciaccatura dapat dilihat pada
gambar dibawah ini:
23
24
4) Trill
Ornamen ini merupakan nada yang dimainkan secara bergantian dengan nada
terdekat diatasnya dengan cepat. Ornamen ini juga dikenal dengan istilah
Shake yang berarti kocok. Lambang dari ornamen ini adalah huruf tr. yang
disimpan diatas not yang termaksud (Banoe, 2003:420). Tanda titik yang
terdapat didalam lambing trill merupakan tanda durasi ornament tersebut
dimainkan. Semakin banyak titik tersebut, semakin panjang pula trill itu
dimainkan. Contoh ornamen trill dapat dilihat pada gambar dibawah ini:
25
26
b.
akor tersebut (Banoe, 2003:326). Misalnya, didalam suatu bar terdapat akor C
mayor 1 ketuk yang berpindah ke akor A minor. Diantara kedua akor tersebut
terdapat nada B didalam melodi ataupun iringan, maka nada tersebut merupakan
not lintas karena bukan merupakan sebuah anggota dari kedua akor tersebut.
Untuk lebih jelasnya dapat diihat pada gambar dibawah ini:
3.
a.
Bentuk Musik/Form
Tujuan Ilmu Bentuk dan Analisis
Menurut Prier dalam bukunya yang berjudul Ilmu Bentuk Musik, sebuah
karya musik dapat dipandang sebagai sejumlah nada yang tersusun dalam ruang-
27
28
29
simetrisasi karya (Contoh: karya dengan 4 kalimat yang masingmasing berdurasi 4 bar terbagi menjadi 2 bagian yaitu A dan B yang
masing-masing sebanyak 2 kalimat, kalimat a dan b)
b) Ternary form adalah bentuk musik yang terdiri dari tiga bagian (A-BC). Contoh lagu yang memiliki bentuk tiga bagian diantaranya adalah
Bangun Pemuda Pemudi ciptaan A. Simanjuntak.
30
dari Refren dan sisipan yang silih berganti. Secara teoritis jumlah mata
rantai tak terhingga, namun dalam kenyataannya terdapat batasan
untuk menghindari timbulnya rasa bosan (Prier, 2004:64). Sedangkan
Rondo Klasik membatasi jumlah pada 2 sisipan saja. Gambar dibawah
ini menampilkan contoh Rondo Klasik dengan sisipan B yang tampil 2
kali dengan kunci yang berlainan, sedangkan C dipakai hanya satu kali
yang biasanya sebagai kontras dengan bagian-bagian yang lainnya.
d) Variation form (tema dan variasi) adalah bentuk musik yang terdiri
dari pengulangan sebuah lagu induk yang biasanya berbentuk tema.
Pengulangan
tersebut
dirubah
atau
divariasikan
tetapi
tetap
31
32
f) Free form adalah bentuk bebas, yakni bentuk musik yang tidak terikat
dengan bagian-bagian tertentu. Bentuk ini jarang sekali ditemukan
33
pengembangan
(development),
dan
rekapitulasi
2) Kalimat/Periode (Satz)
Sebagaimana juga dalam karya sastra bahasa, musik juga memiliki suku kata,
kata, frase, kalimat, anak kalimat dan sebagainya yang menjadi sebuah
kesatuan. Biasanya, sebuah kalimat musik/periode terdiri dari dua anak
kalimat/frase yaitu kalimat a/pertanyaan/kalimat depan, dan kalimat
34
Gambar 2.24: Frase pertama didalam komposisi Nocturne Op.9 No.2 karya
Chopin
(Sumber: http://imslp.org/wiki/Nocturnes,_Op.9)
35
Secara normal, sebuah motif lagu memenuhi 2 ruang bar. Maka didalam
sebuah kalimat (misalnya dalam 4 bar), umumnya terdiri dari 2 motif yang
masing-masing sebanyak 2 bar, sesuai dengan hukum simetri (lihat poin
selanjutnya). Untuk lebih jelas mengenai sebuah motif dapat dilihat pada
gambar dibawah ini:
36
5) Titik
Istilah titik dalam sebuah bagian merupakan perhentian diakhir kalimat pada
nada yang biasanya ditahan pada hitungan berat dan disertai dengan akor
Tonika, sehingga timbulah kesan selesai.
6) Koma
Koma merupakan sebuah perhentian ditengah kalimat pada akhir pertanyaan.
Biasanya ditahan dengan akor Dominan, sehingga terkesan belum selesai dan
harus dilanjutkan.
B.
seusai masa Klasik. Namun istilah romantik sebetulnya bukan lahir didalam dunia
musik, namun istilah tersebut muncul dari dunia sastra mulai abad 18 seperti
halnya diungkapkan oleh Prier (1993:125) bahwa:
Kata romantik atau romantis sebenarnya berasal dari sastra mulai
abad 18. Pada abad ke 19 kata tersebut dipakai secara umum tanpa diberi
arti dan batasan yang jelas, apakah yang dimaksudkan itu sebuah gaya,
suatu teknik, bentuk-bentuk tertentu ataukah hanya suatu sikap saja
terutama dalam kesenian. Zaman Romantik dalam sejarah musik barat
berlangsung dari sekitar awal 1800-an sampai dengan dekade pertama
abad ke-20. Zaman ini berlangsung sesudah zaman klasik dan sebelum
zaman modern.
Para tokoh musik terus menelusuri sebetulnya hal apa yang menjadi
identitas resmi musik Zaman Romantik, meskipun tentu hampir semua kalangan
tokoh musik setuju bahwa kata romantis sangat identik dengan perasaan, namun
mengenai identitas atau karakter dari musik romantik itu sendiri, sifatnya masih
simpang siur. Hal itu kembali diungkapkan oleh Prier (1993:125) bahwa:
37
Romantik
bersifat
perorangan
atau
individualistis,
yang
lebih
38
tersebut tampak pada adanya tuntutan akan kesetaraan sosial pada masyarakat,
yaitu tidak adanya perbedaan antara bangsawan dan rakyat biasa, serta terbukanya
kesempatan untuk memperoleh pendidikan untuk semua kelas sosial (Gunara,
2004). Semua hal tersebut sangat mempengaruhi karakter karya masing-masing.
Untuk membuat sebuah karya besar, dibutuhkan unsur-unsur yang
mendukung dalam pembuatan karya tersebut. Unsur-unsur yang sangat
mempengaruhi karakter karya Romantik adalah sebuah perasaan itu sendiri,
seperti sedih, takut, bahagia, kecewa, cinta, kasih sayang dan lain-lain. Perasaan
tersebut timbul dari pengalaman komposer yang mengalami kejadian yang
berdampak seperti peperangan, jatuh cinta, bahkan kecintaan terhadap alam.
C.
39
zamannya musik solo instrumental, namun hampir semua karya zaman Romantik
merupakan sebuah karya solo, terutama piano solo. Seperti halnya karya-karya
Frederic Chopin yang kebanyakan merupakan sebuah karya piano solo seperti
Waltz, Polonaise, Etude, Mazurka, Nocturne dan lain-lain.
Sifat individualistis yang dimiliki Chopin membuat karakter karyanya lebih
berekspresi, seperti halnya karya Nocturne. Perasaan ekspresi tersebut dicurahkan
sedemikian rupa sehingga membuat karakter Nocturne dapat menggambarkan
suasana malam yang merupakan identitas dari karya tersebut. Nocturne
merupakan komposisi musik yang bersifat tenang dan halus, baik dalam karakter,
lirik, maupun ekspresi. Melodinya bergerak cantabile (seperti menyanyi) pada
iringan yang akordis (Gunara, 2004).
Frederic Chopin telah membuat 21 karya Nocturne pada awal tahun 1830
sampai dengan 1846, namun ada beberapa karya yang justru baru dipublikasikan
40
pada tahun 1870. Berikut ini adalah tabel daftar urutan Nocturne yang sudah
dibuat oleh Frederic Chopin:
Tabel 2.2: Daftar Nocturne Karya Chopin
DipublikTahun
asikan
Sampel Karya
Pembuatan
pada
Tahun
No.
Karya
Nocturne
B minor
Op. 9
No. 1
1830-1832
1833
E major
Op. 9
No. 2
1830-1832
1833
B major
Op. 9
No. 3
1830-1832
1833
F major
Op. 15
No. 1
1830-1832
1833
F major
Op. 15
No. 2
1830-1832
1833
G minor
Op. 15
No. 2
1833
1833
41
C minor
Op. 27
No. 1
1835
1835
D major
Op. 27
No. 2
1835
1837
B major
Op. 32
No. 1
1837
1837
10
A major
Op. 32
No. 2
1837
1837
11
G minor
Op. 37
No. 1
1838
1840
12
G major
Op. 37
No. 2
1839
1840
13
C minor
Op. 48
No. 1
1841
1841
14
F minor
Op. 48
No. 2
1841
1841
42
15
F minor
Op. 55
No. 1
1842-1844
1844
16
E major
Op. 55
No. 2
1842-1844
1844
17
B major
Op. 62
No. 1
1846
1846
18
E major
Op. 62
No. 2
1846
1846
19
E minor
Op. 72
1827-29
1855
20
C minor
Op. P 1
No. 16
1830
1870
21
C minor
Op. P 2
No. 8
1837
1870
Sumber: http://imslp.org/wiki/Nocturnes,_Op.9/Nocturnes_(Chopin)
Tekstur pada Nocturne yang telah dibuat oleh Chopin pada umumnya
adalah sebuah melodi cantabile yang diiringi gaya broken chord pada tangan kiri
43
atau bagian bas. Namun tidak semua Nocturne memakai gaya tersebut, seperti
halnya Nocturne Op. 9 No. 2 yang justru memakai pola iringan seperti gaya
Minuet. Banyak sekali hiasan atau ornamen yang terdapat pada karya Nocturne.
Ornamen yang paling sering ditemui pada karya Nocturne adalah Trill. Hal itu
berfungsi untuk membuat suasana khayal dan memberi kesan kebebasan.
E.
Francois
Chopin
lahir
di
Zelazowa
Wola,
dekat kota
44
Bahkan pada umur 18 tahun di Paris, ia hanya 19 kali tampil di muka umum
(Prier, 1993:168). Ia mencari nafkah dari mengajar piano dan menjual karyakaryanya.
45
saat itu juga, karir Chopin sebagai pianis melesat. Salah satu karya Mars Chopin
dipertunjukan oleh orkes militer Grand Duke Konstantin.
Setelah menyelesaikan pendidikannya di sekolah menengah, Chopin
melanjutkan pendidikan musiknya dengan Josef Elsner, pimpinan Warsaw
Conservatory. Disana, ia menerima pendidikan mengenai teori harmoni dan
melodi. Di konservatori tersebut, ia diberi kebebasan dalam berkarya dan
mengekspresikan
karyanya.
Ilmu-ilmu
yang
didapatkannya
membuat
keterampilan Chopin dalam membuat komposisi semakin tinggi. Pada saat itu
juga Chopin membuat karya Rondo in C minor Op.1 yang dipublikasikan pada
tahun1825.
Chopin pernah tinggal di Wina, Austria, untuk lebih mempublikasikan
karya-karya yang sudah dibuatnya. Setelah menjalani debutnya yang sukses di
teater Krntnerthor pada tanggal 11 Agustus 1829. Di Wina, Chopin menyusun
Scherzo Kecil dalam B dan G Minor Ballade, serta karya lain yang menunjukkan
gaya yang dikembangkan pribadi Chopin.
Karena kesulitan politik, maka sejak 1831 Chopin menetap di Paris. Disana,
Chopin memulai kontak dengan komposer-komposer seniornya seperti Franz
Liszt, Berlioz, Paganini. Ia juga bertemu dengan seorang novelis wanita bernama
George Sand yang selalu memberikan semangat pada Chopin untuk senantiasa
membuat karya-karya terbaiknya. Hingga akhirnya Chopin menjadikan George
Sand sebagai teman hidupnya.
Selama sekitar 9 tahun menjalin hubungan dengan Sand, Chopin telah
banyak membuat karya-karya tebaiknya, beberapa diantaranya seperti "Funeral
46
March" dan 24 prelude. Selain komposisi piano solo, Chopin juga telah membuat
karya piano trio, piano orkestra (concerto), dan duet piano selo.
Karya-karya tersebut terus-menerus dipergelarkan ke negara-negara besar di
Eropa. Chopin sempat tinggal di London, Inggris pada tahun 1848 dimana pada
saat itu, ia sudah menderita penyakit tuberculosis(TBC). Dan akhirnya, ia
meninggal pada tanggal 17 Oktober 1849. Ia meninggalkan sekitar 200 karya
musik piano yang sangat indah (Gunara, 2004).