Buku Acuan PONED
Buku Acuan PONED
P E L A Y A N A N O B ST E T RI
N E O N A T A L E M E R GE N S I D A S A R
BUKU ACUAN
PELATIHAN
PELAYANAN OBSTETRI DAN NEONATAL EMERGENSI DASAR
PENYUSUN:
Dr DJOKO WASPODO SpOG(K)
Prof Dr GULARDI WIKNYOSASTRO SpOG(K)
Dr OMO ABDUL MADJID SpOG(K) Dr R SOERJO HADIJONO SpOG(K)
Master Trainer Jaringan Nasional Pelatihan Klinik Kesehatan Reproduksi (JNPK-KR)
Dr M SHOLEH KOSIM SpA(K)
Dr GATOT IRAWAN SAROSA SpA
UKK Perinatologi IDAI
Isi buku Pelatihan Pelayanan Obstetri Neonatal EMERGENSI Dasar ini telah disepakati bersama
untuk pengembangan dan pelaksanaan oleh:
Perkumpulan
Obstetri dan
Ginekologi
Indonesia
Jaringan Nasional
Pelatihan Klinik Kesehatan
Reproduksi
Departemen
Kesehatan
Republik Indonesia
Maternal &
Neonatal Health
JHPIEGO
Pelatihan Keterampilan Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar yang terdiri atas 11 sesi yang
diselenggarakan selama 6 hari ini dirancang untuk mempersiapkan petugas pelayanan kesehatan agar
mampu melakukan pengelolaan Obstetri dan Neonatal Emergensi Dasar di tingkat pelayanan
kesehatan primer. Proses pelatihan disusun berdasarkan pengalaman sebelumnya dari para peserta,
serta memanfaatkan motivasi yang tinggi untuk menyelesaikan kegiatan belajar dalam waktu yang
sesingkat mungkin. Fokus pelatihan adalah bagaimana mereka mengerjakan, bukan hanya sekedar
mengetahui, dan evaluasi kinerja dilakukan berdasarkan kompetensi yang dicapai. Pelatihan
Keterampilan Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar ini, terdiri dari komponen maternal yang
terdiri atas: Infeksi nifas, Perdarahan post partum, Preeklampsia dan Eklampsia, Persalinan dengan
bantuan, Persiapan umum sebelum tindakan kegawatdaruratan obstetri dan neonatal, Kewaspadaan
universal serta Persiapan tempat pelatihan PONED serta komponen neonatal yang terdiri dari: Asfiksia
pada bayi baru lahir, Bayi berat lahir rendah, Hipotermi, Hipoglikemia, Ikterus, Masalah pemberian
minum, Infeksi neonatal serta Rujukan dan transportasi bayi baru lahir..
ii
DAFTAR ISI
PELATIHAN PELAYANAN OBSTETRI NEONATAL EMERGENSI DASAR
BUKU ACUAN KOMPONEN MATERNAL
SATU
DUA
1-1
1-1
1-1
1-2
1-2
1-3
1-3
1-4
1-5
1-5
1-6
1-8
1-8
1-8
1-10
1-10
2-1
2-1
2-1
2-2
2-2
2-2
2-2
EKSTRAKSI VAKUM
Pengertian ..........................................................................
Tujuan Umum .....................................................................
Tujuan Khusus ....................................................................
Indikasi ...............................................................................
Kontraindikasi ....................................................................
Ringkasan............................................................................
TIGA
2-5
2-6
2-6
2-6
2-6
2-8
3-1
3-1
iii
3-1
3-1
3-1
3-2
3-3
3-9
3-11
3-13
INFEKSI NIFAS
Prinsip Dasar ......................................................................
Tujuan Umum .....................................................................
Tujuan Khusus ....................................................................
Masalah ..............................................................................
Penanganan Umum ...........................................................
Penilaian Klinik ...................................................................
Penanganan
Metritis ...............................................................................
Bendungan Payudara..........................................................
Infeksi Payudara .................................................................
Abses Pelvis ........................................................................
Peritonitis ...........................................................................
Infeksi Luka Perineal dan Luka Abdominal ........................
Tromboflebitis ....................................................................
Pelviotromboflebitis ............................................................
Tromboflebitis Femoralis ....................................................
4-1
4-1
4-1
4-1
4-1
4-2
4-3
4-3
4-4
4-4
4-4
4-4
4-5
4-5
4-6
KOMPONEN NEONATAL
LIMA
5-1
5-1
5-1
5-1
5-1
5-2
5-4
5-5
5-5
HIPOTERMI
Batasan ..............................................................................
Prinsip dasar........................................................................
Tujuan Umum . .
Tujuan Khusus ....................................................................
Diagnostik .
5-7
5-7
5-7
5-7
5-9
iv
Manajemen ........................................................................
Hipotermia berat .................................................................
Hipotermia sedang ..............................................................
5-10
5-10
5-11
HIPOGLIKEMIA
Batasan ..............................................................................
Prinsip dasar........................................................................
Tujuan Umum . .
Tujuan Khusus ....................................................................
Diagnostik .
Manajemen ........................................................................
5-12
5-12
5-12
5-12
5-12
5-13
IKTERUS/HIPERBILIRUBINEMIA
Batasan ..............................................................................
Prinsip dasar........................................................................
Tujuan Umum . .
Tujuan Khusus ....................................................................
Diagnostik .
Manajemen ........................................................................
5-14
5-14
5-14
5-14
5-14
5-17
TUJUH
5-19
5-19
5-19
5-19
5-19
5-20
5-21
6-1
6-1
6-1
6-1
6-1
6-2
6-4
6-4
6-6
GANGGUAN NAFAS
Batasan ..............................................................................
Prinsip dasar........................................................................
Tujuan Umum ..
7-1
7-1
7-1
SEMBILAN
9-1
9-1
9-1
9-1
9-1
9-2
9-3
9-4
9-4
SEBELAS
8-1
8-1
8-1
8-1
8-2
8-2
8-4
8-4
8-6
INFEKSI NEONATAL
Batasan ..............................................................................
Prinsip dasar........................................................................
Masalah .
Tujuan Umum . .
Tujuan Khusus ....................................................................
Diagnostik .
Manajemen Umum .............................................................
Manajemen Lanjut ..............................................................
Rujukan ..............................................................................
SEPULUH
7-1
7-2
7-2
7-3
7-4
7-4
7-4
10-1
10-1
10-1
10-2
10-2
10-2
11-1
11-1
11-1
vi
KEWASPADAAN UNIVERSAL
Definisi ................................................................................
Pelaksanaan Kewaspadaan Universal .................................
Beberapa Petunjuk dalam Pelaksanaan Kewaspadaan
Universal ............................................................................
Manajemen untuk Tenaga Kesehatan yang terpapar
Darah/Cairan Tubuh ..........................................................
Penanganan Alat-alat yang Terkontaminasi .......................
Pembuangan Sampah secara Aman ...................................
Pemeliharaan Lingkungan yang Aman ...............................
11-4
11-4
11-5
11-7
11-7
11-9
11-9
11-10
11-10
11-13
11-13
11-14
vii
BAB 1
PREEKLAMPSIA - EKLAMPSIA
PENGERTIAN
Setiap tahun sekitar 50.000 ibu meninggal di dunia karena eklampsia (Duley,1994). Insidens
eklampsia di negara berkembang berkisar dari 1:100 sampai 1:1700 (Crowther, 1985),
karena itu kejadian kejang ini harus dihindarkan.
Dalam suatu studi multisenter, multinasional untuk membandingkan berbagai cara
pengobatan, telah dibuktikan bahwa Magnesium sulfat merupakan obat yang paling efektif
untuk mengatasi kejang pada eklampsia dibandingkan dengan obat lain misalnya diazepam.
Untuk itu direkomendasikan menjadi obat terpilih dalam pengobatan eklampsia (The
Eclampsia Collaborative Trial Group, 1995, Neilson, 1995, Lucas, Levano and Cunningham,
1995).
Dalam Cochrane Eclampsia Review, Dudley dan Henderson-Smart (1995), Attallah (1997)
menyatakan bahwa Magnesium sulfat dapat digunakan dengan mudah di negara
berkembang, karena obat ini tidak mahal dan tidak memerlukan teknologi tinggi dalam
penerapannya. Magnesium sulfat hendaknya digunakan sebagai standar pembanding bagi
obat lain untuk mengatasi kejang pada eklampsia.
Dapat disimpulkan bahwa penelitian mutakhir sangat mendukung penggunaan Magnesium
sulfat untuk mengendalikan kejang eklampsia dan harus direkomendasikan sebagai obat
terpilih.
Eklampsia merupakan salah satu sebab utama kematian ibu di semua negara dan
mengakibatkan sekitar 50.000 kematian ibu di dunia setiap tahun.
Magnesium sulfat menjadi obat terpilih di semua negara untuk pengelolaan Preeklampsia/
Eklampsia.
TUJUAN UMUM
Setelah menyelesaikan bab ini, peserta akan mampu untuk melakukan penilaian klinik,
klasifikasi dan penatalaksanaan serta mencegah komplikasi hipertensi karena kehamilan.
TUJUAN KHUSUS
Untuk mencapai tujuan umum, peserta akan memiliki kemampuan untuk:
Mengenali gejala dan tanda hipertensi karena kehamilan dan menentukan diagnosis
yang paling mungkin dalam hubungan dengan hipertensi yang dipicu oleh kehamilan
(pregnancy induced hypertension) dan hipertensi kronik pada ibu hamil.
Melakukan penatalaksanaan Preeklampsia / Eklampsia dan Hipertensi kronik pada ibu
hamil
Melakukan pemberian obat anti kejang (Magnesium sulfat dan Diasepam) serta obat anti
hipertensi dalam penatalaksanaan Preeklampsia Berat dan Eklampsia
PRINSIP DASAR
MASALAH
Wanita hamil atau baru melahirkan mengeluh nyeri kepala hebat atau penglihatan kabur
Wanita hamil atau baru melahirkan menderita kejang atau kehilangan kesadaran/ koma
1-1
PENANGANAN UMUM
Segera rawat
Lakukan penilaian klinik terhadap keadaan umum, sambil mencari riwayat penyakit
sekarang dan terdahulu dari pasien atau keluarganya
Jika pasien tidak bernafas:
- Bebaskan jalan nafas
- Berikan O2 dengan sungkup
- Lakukan intubasi jika diperlukan
Jika pasien kehilangan kesadaran / koma:
- Bebaskan jalan nafas
- Baringkan pada satu sisi
- Ukur suhu
- Periksa apakah ada kaku kuduk
Jika pasien syok Lihat Penanganan Syok
Jika terdapat perdarahan Lihat Penanganan Perdarahan
1-2
Baringkan pada satu sisi, tempat tidur arah kepala ditinggikan sedikit untuk
mengurangi kemungkinan aspirasi sekret, muntahan atau darah
Bebaskan jalan nafas
Pasang spatel lidah untuk menghindari tergigitnya lidah
Fiksasi untuk menghindari pasien jatuh dari tempat tidur
Buku Acuan
PENILAIAN KLINIK
TEKANAN DARAH
MENINGKAT
(TD 140/90 mmHg)
NORMAL
Gejala/tanda lain
Gejala/tanda lain
Kejang
Riwayat kejang (+)
Demam (-)
Kaku kuduk (-)
Demam
Nyeri kepala
Kaku kuduk (+)
Disorientasi
Trismus
Spasme otot
muka
EPILEPSI
MALARIA
SEREBRAL
MENINGITIS
ENSEFALITIS
TETANUS
Hipertensi
kronik
Nyeri kepala
Gangguan
penglihatan
Muntah
Riwayat gejala
serupa
MIGRAINE
Superimposed
preeclampsia
Hipertensi
Kejang (+)
Kejang (-)
Preeklampsia
ringan
Preeklampsia
berat
Eklampsia
1-3
TEKANAN DARAH
TANDA LAIN
Proteinuria (-)
Kehamilan > 20 minggu
Preeklampsia ringan
Idem
Proteinuria 1+
Preeklampsia berat
Proteinuria 2+
Oliguria
Hiperrefleksia
Gangguan penglihatan
Nyeri epigastrium
Eklampsia
Hipertensi
Kejang
Hipertensi
Hipertensi kronik
HIPERTENSI KRONIK
Hipertensi kronik
Superimposed
preeklampsia
1-4
Lebih sering terjadi pada primigravida. Keadaan patologis telah terjadi sejak implantasi,
sehingga timbul iskemia plasenta yang kemudian diikuti dengan sindroma inflamasi.
Risiko meningkat pada:
- Masa plasenta besar (gemelli, penyakit trofoblast)
- Hidramnion
- Diabetes melitus
- Isoimunisasi rhesus
- Faktor herediter
- Autoimun: SLE
Hipertensi karena kehamilan:
- Hipertensi tanpa proteinuria atau edema
- Preeklampsia ringan
- Preeklampsia berat
- Eklampsia
Hipertensi dalam kehamilan dan preeklampsia ringan sering ditemukan tanpa gejala,
kecuali peningkatan tekanan darah. Prognosis menjadi lebih buruk dengan terdapatnya
proteinuria. Edema tidak lagi menjadi suatu tanda yang sahih untuk preeklampsia.
Preeklampsia berat didiagnosis pada kasus dengan salah satu gejala berikut:
- Tekanan darah diastolik > 110 mmHg
- Proteinuria 2+
- Oliguria < 400 ml per 24 jam
- Edema paru: nafas pendek, sianosis dan adanya ronkhi
- Nyeri daerah epigastrium atau kuadran atas kanan perut
- Gangguan penglihatan: skotoma atau penglihatan yang berkabut
- Nyeri kepala hebat yang tidak berkurang dengan pemberian analgetika biasa
- Hiperrefleksia
- Mata: spasme arteriolar, edema, ablasio retina
Buku Acuan
HIPERTENSI KRONIK
DIAGNOSIS BANDING
Hipertensi kronik
Jika tekanan darah sebelum kehamilan 20 minggu tidak diketahui, akan sulit untuk
membedakan antara preeklampsia dan hipertensi kronik, dalam hal demikian,
tangani sebagai hipertensi karena kehamilan.
Proteinuria
Sekret vagina atau cairan amnion dapat mengkontaminasi urin, sehingga terdapat
proteinuria
Kateterisasi tidak dianjurkan karena dapat mengakibatkan infeksi
Infeksi kandung kemih, anemia berat, payah jantung dan partus lama juga dapat
menyebabkan proteinuria
Darah dalam urin, kontaminasi darah vagina dapat menghasilkan proteinuria positif
palsu
Kejang dan koma
Eklampsia harus didiagnosa banding dengan epilepsi, malaria serebral, trauma
kepala, penyakit serebrovaskuler, intoksikasi (alkohol, obat, racun), kelainan
metabolisme (asidosis), meningitis, ensefalitis, ensefalopati, intoksikasi air, histeria
dan lain-lain
KOMPLIKASI
Iskemia uteroplasenter
- Pertumbuhan janin terhambat
- Kematian janin
- Persalinan prematur
- Solusio plasenta
Spasme arteriolar
- Perdarahan serebral
- Gagal jantung, ginjal dan hati
- Ablasio retina
- Thromboemboli
- Gangguan pembekuan darah
- Buta kortikal
1-5
PENCEGAHAN
1-6
Pembatasan kalori, cairan dan diet rendah garam tidak dapat mencegah hipertensi
karena kehamilan, bahkan dapat membahayakan janin
Manfaat aspirin, kalsium dan lain-lain dalam mencegah hipertensi karena kehamilan
belum sepenuhnya terbukti
Yang lebih perlu adalah deteksi dini dan penanganan cepat-tepat. Kasus harus
ditindak lanjuti secara berkala dan diberi penerangan yang jelas bilamana harus
kembali ke pelayanan kesehatan. Dalam rencana pendidikan, keluarga (suami, orang
tua, mertua dll.) harus dilibatkan sejak awal
Pemasukan cairan terlalu banyak mengakibatkan edema paru
Buku Acuan
PREEKLAMPSIA
RINGAN
EKLAMPSIA
PREEKLAMPSIA
BERAT
ISTIRAHAT
Kendalikan
tekanan darah
HIPERTENSI
KRONIK
Cari penyebab
SLE, Diabetes
MgSO4
Turunkan Tensi
MgSO4
Turunkan Tensi
RAWAT INAP
TERAPI + Kendalikan
tensi 140/90
Terkendali
Tak
terkendali
HELLP
Gawat Janin
PJT
<35
MINGGU
>35
MINGGU
TERMINASI
KEHAMILAN dalam
6 jam
TERKENDALI
TAK TERKENDALI
ATERM
TERMINASI
STEROID
ATERM
TERMINASI
TERMINASI
TERMINASI
1-7
PENGELOLAAN
HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN TANPA PROTEINURIA
Jika kehamilan < 35 minggu, lakukan pengelolaan rawat jalan:
Lakukan pemantauan tekanan darah, proteinuria dan kondisi janin setiap minggu
Jika tekanan darah meningkat, kelola sebagai preeklampsia
Jika kondisi janin memburuk atau terjadi pertumbuhan janin yang terhambat, rawat
dan pertimbangkan terminasi kehamilan
PREEKLAMPSIA RINGAN
Jika kehamilan < 35 minggu dan tidak terdapat tanda perbaikan, lakukan penilaian 2 kali
seminggu secara rawat jalan:
Lakukan pemantauan tekanan darah, proteinuria, refleks dan kondisi janin
Lebih banyak istirahat
Diet biasa
Tidak perlu pemberian obat
Jika tidak memungkinkan rawat jalan, rawat di rumah sakit:
- Diet biasa
- Lakukan pemantauan tekanan darah 2 kali sehari, proteinuria 1 kali sehari
- Tidak memerlukan pengobatan
- Tidak memerlukan diuretik, kecuali jika terdapat edema paru, dekompensasi
jantung atau gagal ginjal akut
- Jika tekanan diastolik turun sampai normal, pasien dapat dipulangkan:
9 Nasehatkan untuk istirahat dan perhatikan tanda preeklampsia berat
9 Periksa ulang 2 kali seminggu
9 Jika tekanan diastolik naik lagi rawat kembali
- Jika tidak terdapat tanda perbaikan tetap dirawat
- Jika terdapat tanda pertumbuhan janin terhambat, pertimbangkan terminasi
kehamilan
- Jika proteinuria meningkat, kelola sebagai preeklampsia berat
Jika kehamilan > 35 minggu, pertimbangkan terminasi kehamilan
Jika serviks matang, lakukan induksi dengan Oksitosin 5 IU dalam 500 ml Ringer
Laktat/Dekstrose 5% IV 10 tetes/menit atau dengan prostaglandin
Jika serviks belum matang, berikan prostaglandin, misoprostol atau kateter Foley,
atau lakukan terminasi dengan bedah Caesar
PREEKLAMPSIA BERAT DAN EKLAMPSIA
Penanganan preeklampsia berat dan eklampsia sama, kecuali bahwa persalinan harus
berlangsung dalam 6 jam setelah timbulnya kejang pada eklampsia.
Pengelolaan kejang:
1-8
Pengelolaan umum
Jika tekanan diastolik > 110 mmHg, berikan antihipertensi sampai tekanan diastolik
antara 90-100 mmHg
Pasang infus Ringer Laktat dengan jarum besar no.16 atau lebih
Ukur keseimbangan cairan, jangan sampai terjadi overload
Kateterisasi urin untuk pengukuran volume dan pemeriksaan proteinuria
Infus cairan dipertahankan 1.5 - 2 liter/24 jam
Jangan tinggalkan pasien sendirian. Kejang disertai aspirasi dapat mengakibatkan
kematian ibu dan janin
Observasi tanda vital, refleks dan denyut jantung janin setiap 1 jam
Auskultasi paru untuk mencari tanda edema paru. Adanya krepitasi merupakan tanda
adanya edema paru. Jika ada edema paru, hentikan pemberian cairan dan berikan
diuretik (mis. Furosemide 40 mg IV)
Nilai pembekuan darah dengan uji pembekuan. Jika pembekuan tidak terjadi setelah 7
menit, kemungkinan terdapat koagulopati
Anti konvulsan
Magnesium sulfat merupakan obat pilihan untuk mencegah dan mengatasi kejang pada
preeklampsia dan eklampsia. Alternatif lain adalah Diasepam, dengan risiko terjadinya
depresi neonatal.
MAGNESIUM SULFAT UNTUK PREEKLAMPSIA DAN EKLAMPSIA
Alternatif I Dosis awal
Dosis Pemeliharaan
Dosis pemeliharaan
Siapkan antidotum
1-9
Dosis pemeliharaan
Anti hipertensi
Obat pilihan adalah Nifedipin, yang diberikan 5-10 mg oral yang dapat diulang sampai 8
kali/24 jam
Jika respons tidak membaik setelah 10 menit, berikan tambahan 5 mg Nifedipin
sublingual.
Labetolol 10 mg oral. Jika respons tidak membaik setelah 10 menit, berikan lagi
Labetolol 20 mg oral.
Persalinan
Pada preeklampsia berat, persalinan harus terjadi dalam 24 jam, sedangkan pada
eklampsia dalam 6 jam sejak gejala eklampsia timbul
Jika terjadi gawat janin atau persalinan tidak dapat terjadi dalam 12 jam (pada
eklampsia), lakukan bedah Caesar
Jika bedah Caesar akan dilakukan, perhatikan bahwa:
- Tidak terdapat koagulopati. (koagulopati merupakan kontra indikasi anestesi spinal).
- Anestesia yang aman / terpilih adalah anestesia umum untuk eklampsia dan spinal
untuk PEB. Dilakukan anestesia lokal, bila risiko anestesi terlalu tinggi.
Jika serviks telah mengalami pematangan, lakukan induksi dengan Oksitosin 2-5 IU
dalam 500 ml Dekstrose 10 tetes/menit atau dengan cara pemberian prostaglandin /
misoprostol
Anti konvulsan diteruskan sampai 24 jam postpartum atau kejang yang terakhir
Teruskan terapi hipertensi jika tekanan diastolik masih > 90 mmHg
Lakukan pemantauan jumlah urin
Rujukan
HIPERTENSI KRONIK
1-10
Jika pasien sebelum hamil sudah mendapatkan pengobatan dengan obat anti hipertensi
dan terpantau dengan baik, lanjutkan pengobatan tersebut
Jika tekanan darah diastolik > 110 mmHg atau tekanan sistolik 160 mmHg, berikan
anti hipertensi
Jika terdapat proteinuria, pikirkan superimposed preeclampsia
Buku Acuan
Istirahat
Lakukan pemantauan pertumbuhan dan kondisi janin
Jika tidak terdapat komplikasi, tunggu persalinan sampai aterm
Jika terdapat preeklampsia, pertumbuhan janin terhambat atau gawat janin, lakukan:
- Jika serviks matang, lakukan induksi dengan Oksitosin 2-5 IU dalam 500 ml
Dekstrose melalui infus 10 tetes/menit atau dengan prostaglandin.
- Jika serviks belum matang, berikan prostaglandin, misoprostol atau kateter Foley
Observasi komplikasi seperti solusio plasenta atau superimposed preeklampsia.
RINGKASAN
Tekanan darah diastolik merupakan indikator dalam penanganan hipertensi dalam
kehamilan, oleh karena tekanan diastolik mengukur tahanan perifer dan tidak tergantung
pada keadaan emosional pasien.
Diagnosis hipertensi dibuat jika tekanan darah diastolik 90 mmHg pada 2
pengukuran berjarak 1 jam atau lebih
Hipertensi dalam kehamilan dapat dibagi dalam:
- Hipertensi karena kehamilan, jika hipertensi terjadi pertama kali sesudah kehamilan 20
minggu, selama persalinan dan/atau dalam 48 jam post partum
- Hipertensi kronik, jika hipertensi terjadi sebelum kehamilan 20 minggu
Pembatasan kalori, cairan dan diet rendah garam tidak dapat mencegah hipertensi karena
kehamilan, bahkan dapat membahayakan janin. Manfaat aspirin, kalsium dan lain-lain
dalam mencegah hipertensi karena kehamilan belum sepenuhnya terbukti.
Yang lebih perlu adalah deteksi dini dan penanganan cepat-tepat. Kasus harus ditindak
lanjuti secara berkala dan diberi penerangan yang jelas bilamana harus kembali ke
pelayanan kesehatan. Dalam rencana pendidikan, keluarga (suami, orang tua, mertua dll.)
harus dilibatkan sejak awal. Pemasukan cairan terlalu banyak mengakibatkan edema paru
Magnesium sulfat merupakan obat pilihan untuk mencegah dan mengatasi kejang pada
preeklampsia dan eklampsia. Alternatif lain adalah Diasepam, dengan risiko terjadinya
depresi neonatal.
1-11
BAB 2
2-1
membuat cengkeraman yang dihasilkan dari aplikasi tekanan negatif. Mangkok logam atau
silastik akan memegang kulit kepala sebagai akibat tekanan negatif, menjadi kaput artifisial.
Mangkok dihubungkan dengan tuas penarik (yang dipegang oleh penolong persalinan)
melalui seutas rantai. Ada 3 gaya yang bekerja pada prosedur ini, yaitu tekanan intrauterin
(oleh kontraksi), tekanan ekspresi eksternal (tenaga mengedan) dan gaya tarik (ekstraktor
vakum).
TUJUAN UMUM
Setelah menyelesaikan bab ini, peserta akan mampu untuk melakukan tindakan ekstraksi
vakum.
TUJUAN KHUSUS
Untuk mencapai tujuan umum, peserta akan mampu untuk:
Mengetahui indikasi dan kontraindikasi untuk ekstraksi vakum
Mengetahui syarat untuk ekstraksi vakum
Menentukan dan melakukan tindakan penatalaksanaan Ekstraksi vakum dengan benar
INDIKASI
Kala II lama dengan presentasi belakang kepala/ verteks (pemantauan Partograf). Biasanya
kepala tidak lahir karena adanya lilitan tali pusat, inertia uteri dan malposisi.
KONTRA INDIKASI
Kepala tidak turun setelah 3 kali penarikan atau tidak lahir setelah 25 menit
Tekanan vakum bocor alat tak berfungsi
Penyebab kepala tidak turun ialah: CPD, lilitan tali pusat yang erat.
Ekstraksi vakum dihentikan bila kepala tidak turun atau terjadi bradikardia berat (gawat
janin); lakukan seksio sesaria segera (bila perlu dengan anestesi lokal) dan sementara bayi
belum dilahirkan dilakukan resusitasi intra uterin dengan tokolisis.
2-2
Buku Acuan
2-3
DISTOSIA BAHU
Makrosomia pada kehamilan cukup bulan adalah suatu keadaan yang berhubungan dengan
peningkatan morbiditas maternal dan neonatal, termasuk peningkatan kemungkinan
persalinan dengan bedah Caesar dan distosia bahu. Makrosomia ditentukan dengan adanya
kehamilan dengan berat bayi > 4,000 gram (Delpara, 1991). Dalam persalinan per vaginam,
distosia bahu dicurigai pada taksiran besar, waktu persalinan yang memanjang dan
pertolongan persalinan dengan ekstraksi vakum.
Penelitian observasional pada saat ini menyarankan untuk tidak melakukan induksi
persalinan pada persalinan dengan kecurigaan makrosomia, berkaitan dengan risiko
morbiditas pada ibu dan neonatal (Friesen 1995; Weeks 1995)
Bukti ilmiah pada saat ini menunjukkan bahwa apabila diperlukan pertolongan pada
persalinan per vaginam, ekstraksi vakum menjadi pilihan yang pertama, terutama oleh
karena secara bermakna tindakan ini memiliki risiko perlukaan pada ibu yang terendah
(Chalmers dkk. 1989).
PENGERTIAN
Setelah kelahiran kepala akan terjadi putaran paksi luar yang menyebabkan kepala berada
pada sumbu normal dengan tulang belakang. Bahu pada umumnya akan berada pada
sumbu miring (oblique) dibawah ospubis. Dorongan pada saat ibu mengedan akan
menyebabkan bahu depan (anterior) berada dibawah pubis. Bila bahu gagal untuk
mengadakan putaran menyesuaikan dengan sumbu miring panggul, dan tetap berada pada
posisi anteroposterior, pada bayi yang besar akan terjadi benturan bahu depan dengan
simfisis.
Distosia bahu terutama disebabkan oleh deformitas panggul, kegagalan bahu untuk melipat
kedalam panggul (mis. pada makrosomia) disebabkan oleh fase aktif dan persalinan kala II
yang pendek pada multipara, sehingga penurunan kepala yang terlalu cepat akan
menyebabkan bahu tidak melipat pada saat melalui jalan lahir atau kepala telah melalui
pintu tengah panggul setelah mengalami pemanjangan kala II sebelum bahu berhasil melipat
masuk kedalam panggul.
Distosia bahu adalah suatu keadaan yang tidak dapat diduga sebelumnya
Distosia bahu adalah kegawat daruratan obstetrik. Kegagalan untuk melahirkan bahu secara
spontan menempatkan ibu dan bayi berisiko untuk terjadinya trauma. Insidens distosia bahu
secara keseluruhan berkisar antara 0.3-1%, sedangkan pada berat badan bayi diatas 4,000 g
insidens meningkat menjadi 5-7% dan pada berat badan bayi lebih dari 4,500 g insidensnya
menjadi antara 8-10%.
TUJUAN UMUM
Setelah menyelesaikan bab ini, peserta akan mampu untuk menentukan diagnosis dan
penatalaksanaan distosia bahu
TUJUAN KHUSUS
Untuk mencapai tujuan umum, peserta akan:
Mengenali faktor risiko dan tanda dari distosia bahu
Melakukan penatalaksanaan Distosia bahu
2-4
Buku Acuan
Faktor Risiko
Tanda
Tanda yang harus diwaspadai terhadap adanya kemungkinan distosia bahu:
Kala II persalinan yang memanjang
Kepala bayi melekat pada perineum (recoil of head on perineum -Turtle's sign)
Prognosis
1. Distosia bahu dapat menyebabkan terjadinya kompresi pada tali pusat dan
mengakibatkan
Penurunan pH arterial pH 0.04 setiap menit
Penurunan pH arterial 0.28 setelah tujuh menit
pH arterial dibawah 7.0 akan menyebabkan tindakan resusitasi menjadi sulit
2. Komplikasi karena distosia bahu
Kerusakan pleksus brachialis karena rudapaksa dalam persalinan (10%)
Keadaan ini pada umumnya akan mengalami perbaikan pada tahun pertama, tetapi
beberapa diantaranya menjadi kelainan menetap
Erb-Duchenne Palsy
Kerusakan terjadi pada nervus servikal setinggi tulang belakang servikal V dan VI
Paralisis Klumpke's
Paralisis yang terjadi pada nervus kolumna vertebralis setinggi tulang belakang
servikal VIII dan thorakal I
Patah tulang
- Fraktur Klavikula
- Fraktur Humerus
Asfiksia janin
Kematian bayi
MASALAH
Kepala bayi telah lahir tetapi bahu terhambat dan tidak dapat dilahirkan
PENGELOLAAN UMUM
Selalu waspada terhadap kemungkinan terjadinya distosia bahu pada setiap persalinan,
terutama sebagai antisipasi terhadap taksiran berat janin yang besar dan persalinan pada ibu
dengan Diabetes mellitus.
Harus selalu diupayakan untuk melakukan deteksi dini bayi makrosomia.
Dianjurkan agar proaktif melakukan seksio sesarea bila terdapat makrosomia.
2-5
INDIKASI
Distosia bahu
SYARAT
Kondisi vital ibu cukup memadai, sehingga dapat bekerja sama untuk menyelesaikan
persalinan
Masih memiliki kemampuan untuk mengedan
Jalan lahir dan pintu bawah panggul memadai untuk akomodasi tubuh bayi
Bayi masih hidup atau diharapkan dapat bertahan hidup
Bukan monstrum atau kelainan kongenital yang menghalangi keluarnya bayi
2-6
Buku Acuan
2-7
RINGKASAN
Distosia bahu terutama disebabkan oleh deformitas panggul, kegagalan bahu untuk melipat
kedalam panggul (mis. pada makrosomia) disebabkan oleh fase aktif dan persalinan kala II
yang pendek pada multipara, sehingga penurunan kepala yang terlalu cepat akan
menyebabkan bahu tidak melipat pada saat melalui jalan lahir atau kepala telah melalui
pintu tengah panggul setelah mengalami pemanjangan kala II sebelum bahu berhasil melipat
masuk kedalam panggul.
Selalu waspada terhadap kemungkinan terjadinya distosia bahu pada setiap persalinan,
terutama sebagai antisipasi terhadap taksiran berat janin yang besar dan persalinan pada ibu
dengan Diabetes mellitus. Harus selalu diupayakan untuk melakukan deteksi dini bayi
makrosomia. Dianjurkan agar proaktif melakukan seksio sesarea bila terdapat makrosomia.
Tidak ada perbedaan mortalitas maupun morbiditas ibu dan bayi antara kelompok forseps
dibandingkan dengan kelompok vakum.
Syarat khusus untuk tindakan ekstraksi vakum adalah c Pembukaan serviks lengkap, d
Presentasi kepala, e Cukup bulan (aterm), f Tidak ada kesempitan panggul, g Anak hidup,
h Penurunan kepala stasion 0 atau tidak lebih dari 2/5 diatas simfisis, i Kontraksi baik,
jKetuban sudah pecah, k Alat berfungsi baik.
2-8
Buku Acuan
BAB 3
MASALAH
Perdarahan post partum dini yaitu perdarahan setelah bayi lahir dalam 24 jam pertama
persalinan dan perdarahan post partum lanjut yaitu perdarahan setelah 24 jam persalinan.
Perdarahan post partum dapat disebabkan oleh atonia uteri, robekan jalan lahir, retensio
plasenta, sisa plasenta dan kelainan pembekuan darah.
PENGELOLAAN UMUM
3-1
OKSITOSIN
ERGOMETRIN
MISOPROSTOL
IV : 20 IU dalam 1 l
larutan garam fisio
logis dengan tetesan
cepat
IM : 10 IU
IM atau IV (lambat) :
0.2 mg
Dosis lanjutan
IV : 20 IU dalam 1 l
larutan garam fisiologis dengan 40 tetes
/ menit
Ulangi 0.2 mg IM
setelah 15 menit
Total 1 mg atau 5
dosis
Kontra Indikasi
Pemberian IV secara
cepat atau bolus
Preeklampsia, vitium
cordis, hipertensi
Dosis
dan
pemberian
cara
DIAGNOSIS
GEJALA DAN TANDA
DIAGNOSIS KERJA
3-2
Inversio uteri
Buku Acuan
Anemia
Sub-involusi uterus
Nyeri tekan perut bawah Demam
dan pada uterus
Perdarahan
Lokhia mukopurulen dan
berbau
DIAGNOSIS KERJA
Endometristis atau sisa
fragmen plasenta
(terinfeksi atau tidak)
Late postpartum
hemorrhage
Perdarahan postpartum
sekunder
PENGELOLAAN KHUSUS
ATONIA UTERI
Atonia uteri terjadi bila miometrium tidak berkontraksi. Uterus menjadi lunak dan pembuluh
darah pada daerah bekas perlekatan plasenta terbuka lebar. Atonia merupakan penyebab
tersering perdarahan postpartum; sekurang-kuranya 2/3 dari semua perdarahan postpartum
disebabkan oleh atonia uteri. Upaya penanganan perdarahan postpartum disebabkan atonia
uteri, harus dimulai dengan mengenal ibu yang memiliki kondisi yang berisiko terjadinya
atonia uteri. Kondisi ini mencakup:
1. Hal-hal yang menyebabkan uterus meregang lebih dari kondisi normal seperti pada:
Polihidramnion
Kehamilan kembar
Makrosomi
2. Persalinan lama
3. Persalinan terlalu cepat
4. Persalinan dengan induksi atau akselerasi oksitosin
5. Infeksi intrapartum
6. Paritas tinggi
Jika seorang wanita memiliki salah satu dari kondisi-kondisi yang berisiko ini, maka penting
bagi penolong persalinan untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya atoni uteri
postpartum. Meskipun demikian, 20% atoni uteri postpartum dapat terjadi pada ibu tanpa
faktor-faktor risiko ini. Adalah penting bagi semua penolong persalinan untuk
mempersiapkan diri dalam melakukan penatalaksanaan awal terhadap masalah yang
mungkin terjadi selama proses persalinan.
Langkah berikutnya dalam upaya mencegah atonia uteri ialah melakukan penanganan
kala tiga secara aktif, yaitu:
1. Menyuntikan Oksitosin
- Memeriksa fundus uteri untuk memastikan kehamilan tunggal.
- Menyuntikan Oksitosin 10 IU secara intramuskuler pada bagian luar paha kanan 1/3
atas setelah melakukan aspirasi terlebih dahulu untuk memastikan bahwa ujung
jarum tidak mengenai pembuluh darah.
2. Peregangan Tali Pusat Terkendali
3-3
Memindahkan klem pada tali pusat hingga berjarak 5-10 cm dari vulva atau
menggulung tali pusat
Meletakan tangan kiri di atas simpisis menahan bagian bawah uterus, sementara
tangan kanan memegang tali pusat menggunakan klem atau kain kasa dengan jarak
5-10 cm dari vulva
Saat uterus kontraksi, menegangkan tali pusat dengan tangan kanan sementara
tangan kiri menekan uterus dengan hati-hati ke arah dorso-kranial
3. Mengeluarkan plasenta
Jika dengan penegangan tali pusat terkendali tali pusat terlihat bertambah panjang
dan terasa adanya pelepasan plasenta, minta ibu untuk meneran sedikit sementara
tangan kanan menarik tali pusat ke arah bahwa kemudian ke atas sesuai dengan
kurve jalan lahir hingga plasenta tampak pada vulva.
Bila tali pusat bertambah panjang tetapi plasenta belum lahir, pindahkan kembali
klem hingga berjarak 5-10 dari vulva.
Bila plasenta belum lepas setelah mencoba langkah tersebut selama 15 menit
Suntikan ulang 10 IU Oksitosin i.m
Periksa kandung kemih, lakukan kateterisasi bila penuh
Tunggu 15 menit, bila belum lahir lakukan tindakan plasenta manual
4. Setelah plasenta tampak pada vulva, teruskan melahirkan plasenta dengan hati-hati. Bila
terasa ada tahanan, penegangan plasenta dan selaput secara perlahan dan sabar untuk
mencegah robeknya selaput ketuban.
5. Masase Uterus
Segera setelah plasenta lahir, melakukan masase pada fundus uteri dengan
menggosok fundus secara sirkuler menggunakan bagian palmar 4 jari tangan kiri
hingga kontraksi uterus baik (fundus teraba keras)
6. Memeriksa kemungkinan adanya perdarahan pasca persalinan
Kelengkapan plasenta dan ketuban
Kontraksi uterus
Perlukaan jalan lahir
3-4
Buku Acuan
ya
Uterus kontaksi ?
Evaluasi rutin
tidak
- Evaluasi/ bersihkan bekuan darah/ selaput ketuban
- Kompresi Bimanual Interna (KBI) maks. 5 menit
Uterus kontraksi ?
ya
tidak
-
Uterus kontraksi ?
ya
Pengawasan kala IV
tidak
- Rujuk siapkan laparotomi
- Lanjutkan pemberian infus + 20 IU Oksitosin minimal 500 cc/jam hingga mencapai tempat rujukan
- Selama perjalanan dapat dilakukan kompresi aorta abdominalis atau Kompresi bimanual eksternal
berhenti
Perdarahan
Pertahankan
uterus
tetap
Histerektomi
3-5
Langkah
Lakukan masase fundus uteri segera
setelah plasenta dilahirkan
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
3-6
Keterangan
Masase merangsang kontraksi uterus. Sambil
melakukan masase sekaligus dapat dilakukan penilaian kontraksi uterus
Selaput ketuban atau gumpalan darah
dalam kavum uteri akan dapat menghalangi
kontraksi uterus secara baik
Sebagian besar atonia uteri akan teratasi
dengan tindakan ini. Jika kompresi
bimanual tidak berhasil setelah 5 menit,
diperlukan tindakan lain
Bila penolong hanya seorang diri, keluarga
dapat meneruskan proses kompresi
bimanual secara eksternal selama anda
melakukan langkah-langkah selanjutnya.
Metil ergometrin yang diberikan secara
intramuskular akan mulai bekerja dalam 5-7
menit dan menyebabkan kontraksi uterus
Pemberian intravena bila sudah terpasang
infus sebelumnya
Anda telah memberikan Oksitosin pada
waktu penatalaksanaan aktif kala tiga dan
Metil ergometrin intramuskuler. Oksitosin
intravena akan bekerja segera untuk
menyebabkan uterus berkontraksi.
Ringer Laktat akan membantu memulihkan
volume cairan yang hilang selama atoni.
Jika uterus wanita belum berkontraksi
selama 6 langkah pertama, sangat mungkin
bahwa ia mengalami perdarahan
postpartum dan memerlukan penggantian
darah yang hilang secara cepat.
Jika atoni tidak teratasi setelah 7 langkah
pertama, mungkin ibu mengalami masalah
serius lainnya.
Tampon uterovagina dapat dilakukan
apabila penolong telah terlatih.
Rujuk segera ke rumah sakit
Atoni bukan merupakan hal yang sederhana
dan memerlukan perawatan gawat darurat
di fasilitas dimana dapat dilaksanakan bedah
dan pemberian tranfusi darah
Buku Acuan
No.
9.
Langkah
Teruskan cairan intravena hingga ibu
mencapai tempat rujukan
10.
Lakukan laparotomi :
Pertimbangkan antara tindakan
mempertahankan uterus dengan
ligasi arteri uterina/ hipogastrika atau
histerektomi.
Keterangan
Berikan infus 500 cc cairan pertama dalam
waktu 10 menit. Kemudian ibu memerlukan
cairan tambahan, setidak-tidaknya 500
cc/jam pada jam pertama, dan 500 cc/4 jam
pada jam-jam berikutnya. Jika anda tidak
mempunyai cukup persediaan cairan
intravena, berikan cairan 500 cc yang ketiga
tersebut secara perlahan, hingga cukup
untuk sampai di tempat rujukan. Berikan ibu
minum untuk tambahan rehidrasi.
Pertimbangan antara lain paritas, kondisi
ibu, jumlah perdarahan.
3-7
depan korpus uteri, kemudian rapatkan kedua tangan untuk menekan pembuluh darah di
dinding uterus dengan jalan menjepit uterus di antara kedua tangan tersebut (gambar 2.2).
Robekan Perineum
HematomaVulva
Robekan dinding vagina
Robekan serviks
Ruptura uteri
Robekan Perineum
Dibagi atas 4 tingkat
Tingkat I
: robekan hanya pada selaput lendir vagina dengan atau tanpa
mengenai kulit perineum
Tingkat II
: robekan mengenai selaput lendir vagina dan otot perinei transversalis,
tetapi tidak mengenai sfingter ani
Tingkat III
: robekan mengenai seluruh perineum dan otot sfingter ani
Tingkat IV : robekan sampai mukosa rektum
Kolporeksis adalah suatu keadaan di mana terjadi robekan di vagina bagian atas, sehingga
sebagian serviks uteri dan sebagian uterus terlepas dari vagina. Robekan ini memanjang atau
melingkar.
Robekan serviks dapat terjadi di satu tempat atau lebih. Pada kasus partus presipitatus,
persalinan sungsang, plasenta manual, terlebih lagi persalinan operatif pervaginam harus
dilakukan pemeriksaan dengan spekulum keadaan jalan lahir termasuk serviks.
3-8
Buku Acuan
Pengelolaan
a.
b.
Hematoma vulva
1. Penanganan hematoma tergantung pada lokasi dan besar hematoma. Pada
hematoma yang kecil, tidak perlu tindakan operatif, cukup dilakukan kompres.
2. Pada hematoma yang besar lebih-lebih disertai dengan anemia dan presyok, perlu
segera dilakukan pengosongan hematoma tersebut. Dilakukan sayatan di sepanjang
bagian hematoma yang paling terenggang. Seluruh bekuan dikeluarkan sampai
kantong hematoma kosong. Dicari sumber perdarahan, perdarahan dihentikan
dengan mengikat atau menjahit sumber perdarahan tersebut. Luka sayatan
kemudian dijahit. Dalam perdarahan difus dapat dipasang drain atau dimasukkan
kasa steril sampai padat dan meninggalkan ujung kasa tersebut diluar.
c.
3-9
d.
Robekan serviks
Robekan serviks paling sering terjadi pada jam 3 dan 9. Bibir depan dan bibir belakang
serviks dijepit dengan klem Fenster (Gambar 2.3). Kemudian serviks ditarik sedikit untuk
menentukan letak robekan dan ujung robekan. Selanjutnya robekan dijahit dengan
catgut kromik dimulai dari ujung robekan untuk menghentikan perdarahan.
RETENSIO PLASENTA
Retensio plasenta ialah plasenta yang belum lahir dalam setengah jam setelah janin lahir.
Plasenta yang belum lahir dan masih melekat di dinding rahim oleh karena kontraksi rahim
kurang kuat untuk melepaskan plasenta disebut plasenta adhesiva. Plasenta yang belum
lahir dan masih melekat di dinding rahim oleh karena villi korialisnya menembus desidua
sampai miometrium disebut plasenta akreta. Plasenta yang sudah lepas dari dinding rahim
tetapi belum lahir karena terhalang oleh lingkaran konstriksi di bagian bawah rahim disebut
plasenta inkarserata. Perdarahan hanya terjadi pada plasenta yang sebagian atau
seluruhnya telah lepas dari dinding rahim. Banyak atau sedikitnya perdarahan tergantung
luasnya bagian plasenta yang telah lepas dan dapat timbul perdarahan. Melalui periksa
dalam atau tarikan pada tali pusat dapat diketahui apakah plasenta sudah lepas atau belum
dan bila lebih dari 30 menit maka kita dapat melakukan plasenta manual.
Prosedur plasenta manual sebagai berikut:
3-10
Buku Acuan
Sekarang tangan kiri menahan fundus untuk mencegah kolporeksis. Tangan kanan
dengan posisi obstetrik menuju ke ostium uteri dan terus ke lokasi plasenta; tangan
dalam ini menyusuri tali pusat agar tidak terjadi salah jalan (false route).
Supaya tali pusat mudah diraba, dapat diregangkan oleh pembantu (asisten). Setelah
tangan dalam sampai ke plasenta, maka tangan tersebut dipindahkan ke pinggir
plasenta dan mencari bagian plasenta yang sudah lepas untuk menentukan bidang
pelepasan yang tepat. Kemudian dengan sisi tangan kanan sebelah kelingking (ulner),
plasenta dilepaskan pada bidang antara bagian plasenta yang sudah terlepas dan
dinding rahim dengan gerakan yang sejajar dengan dinding rahim. Setelah seluruh
plasenta terlepas, plasenta dipegang dan dengan perlahan-lahan ditarik keluar.
Kesulitan yang mungkin dijumpai pada waktu pelepasan plasenta secara manual
ialah adanya lingkaran konstriksi yang hanya dapat dilalui dengan dilatasi oleh
tangan dalam secara perlahan-lahan dan dalam nakrosis yang dalam. Lokasi plasenta
pada dinding depan rahim juga sedikit lebih sukar dilepaskan daripada lokasi di
dinding belakang. Ada kalanya plasenta tidak dapat dilepaskan secara manual seperti
halnya pada plasenta akreta, dalam hal ini tindakan dihentikan.
Setelah plasenta dilahirkan dan diperiksa bahwa plasenta lengkap, segera dilakukan
kompresi bimanual uterus dan disuntikkan Ergometrin 0.2 mg IM atau IV sampai
kontraksi uterus baik. Pada kasus retensio plasenta, risiko atonia uteri tinggi oleh karena itu
harus segera dilakukan tindakan pencegahan perdarahan postpartum.
Apabila kontraksi rahim tetap buruk, dilanjutkan dengan tindakan sesuai prosedur tindakan
pada atonia uteri.
Plasenta akreta ditangani dengan histerektomi oleh karena itu harus dirujuk ke rumah
sakit.
3-11
yang berulang atau berlangsung terus dan berasal dari rongga rahim. Perdarahan akibat sisa
plasenta jarang menimbulkan syok.
Penilaian klinis sulit untuk memastikan adanya sisa plasenta, kecuali apabila penolong
persalinan memeriksa kelengkapan plasenta setelah plasenta lahir. Apabila kelahiran plasenta
dilakukan oleh orang lain atau terdapat keraguan akan sisa plasenta, maka untuk
memastikan adanya sisa plasenta ditentukan dengan eksplorasi dengan tangan, kuret atau
alat bantu diagnostik yaitu ultrasonografi. Pada umumnya perdarahan dari rongga rahim
setelah plasenta lahir dan kontraksi rahim baik dianggap sebagai akibat sisa plasenta yang
tertinggal dalam rongga rahim.
Pengelolaan
1.
2.
3.
3-12
Pada umumnya pengeluaran sisa plasenta dilakukan dengan kuretase. Dalam kondisi
tertentu apabila memungkinkan, sisa plasenta dapat dikeluarkan secara manual.
Kuretase harus dilakukan di rumah sakit dengan hati-hati karena dinding rahim relatif
tipis dibandingkan dengan kuretase pada abortus.
Setelah selesai tindakan pengeluaran sisa plasenta, dilanjutkan dengan pemberian obat
uterotonika melalui suntikan atau per oral.
Antibiotika dalam dosis pencegahan sebaiknya diberikan.
Buku Acuan
BAB 4
INFEKSI NIFAS
PRINSIP DASAR
Infeksi pada dan melalui traktus genitalis setelah persalinan disebut infeksi nifas. Suhu
38C atau lebih yang terjadi antara hari ke 2 10 postpartum dan diukur per oral
sedikitnya 4 kali sehari disebut sebagai morbiding puerperalis. Kenaikan suhu tubuh yang
terjadi di dalam masa nifas, dianggap sebagai infeksi nifas jika tidak ditemukan sebabsebab ekstragenital.
Beberapa faktor predisposisi:
- kurang gizi atau malnutrisi,
- anemia,
- higiene,
- kelelahan,
- proses persalinan bermasalah:
partus lama/macet,
korioamnionitis,
persalinan traumatik,
TUJUAN UMUM
Setelah menyelesaikan bab ini, peserta akan mampu melakukan resusitasi cairan dan
antibiotik pada infeksi metritis
TUJUAN KHUSUS
Untuk mencapai tujuan umum, peserta akan memiliki kemampuan untuk:
Menjelaskan beberapa penyebab infeksi nifas
Menjelaskan rencana terapi sepsis karena infeksi metritis
Melakukan praktek pemberian infus dan antibiotik pada sepsis karena metritis
MASALAH
Infeksi nifas merupakan morbiditas dan mortalitas bagi ibu pasca bersalin.
Derajat komplikasi bervariasi sangat tajam, mulai dari mastitis hingga adanya koagulasi
intravaskular diseminata.
PENANGANAN UMUM
Antisipasi setiap faktor kondisi (faktor predisposisi) dan masalah dalam proses persalinan
yang dapat berlanjut menjadi penyulit / komplikasi dalam masa nifas.
Berikan pengobatan yang rasional dan efektif bagi ibu yang mengalami infeksi nifas.
Lanjutkan pengamatan dan pengobatan terhadap masalah atau infeksi uang dikenali
pada saat kehamilan ataupun persalinan.
Jangan pulangkan penderita apabila masa kritis belum terlampaui.
Beri catatan atau instruksi tertulis untuk asuhan mandiri di rumah dan gejala-gejala yang
harus diwaspadai dan harus mendapat pertolongan dengan segera.
4-1
Lakukan tindakan dan perawatan yang sesuai bagi bayi baru lahir, dari ibu yang
mengalami infeksi pada saat persalinan.
Berikan hidrasi oral / IV secukupnya.
PENILAIAN KLINIK
Tabel 1: Diagnosis febris pascapersalinan
Gejala dan tanda yang
selalu didapat
Nyeri perut bagian bawah
Lokhia purulen dan berbau
Uterus tegang dan
subinvolusi
Nyeri perut bagian bawah
Pembesaran perut bawah
Demam terus menerus
Nyeri perut bagian bawah
Bising usus tidak ada
Nyeri payudara dan tegang
4-2
Kemungkinan
diagnosis
Metritis
(Endometritis /
Endomiometritis)
Abses pelvik
Peritonitis
Bendungan pada
payudara
Mastitis
Abses payudara
Thrombosis vena
dalam (deep vein
thrombosis) (a)
Thromboflebitis:
- pelviotromboflebitis
- Femoralis
Buku Acuan
Kemungkinan
diagnosis
Pneumonia
Malaria
Tifoid (b)
Hepatitis (c)
PENGELOLAAN
(Sesuaikan dengan tabel diagnosis)
METRITIS
Metritis adalah infeksi uterus setelah persalinan yang merupakan salah satu penyebab
terbesar kematian ibu. Bila pengobatan terlambat atau kurang adekuat dapat menjadi abses
pelviks, peritonitis, syok septik, thrombosis vena yang dalam, emboli pulmonal, infeksi pelvik
yang menahun, dispareunia, penyumbatan tuba dan infertilitas.
Berikan transfusi bila dibutuhkan (Packed Red Cell).
Berikan antibiotika spektrum luas dalam dosis yang tinggi.
- Ampisilin 2 g IV, kemudian 1 g setiap 6 jam ditambah Gentamisin 5 mg/kg berat
badan IV dosis tunggal/hari dan Metronidazol 500 mg IV setiap 8 jam. Lanjutkan
antibiotika ini sampai ibu tidak panas selama 24 jam.
Pertimbangkan pemberian antitetanus profilaksis.
Bila dicurigai adanya sisa plasenta, lakukan pengeluaran (digital atau dengan kuret
tumpul besar).
Bila ada pus lakukan drainase (kalau perlu kolpotomi), ibu dalam posisi Fowler.
Bila tak ada perbaikan dengan pengobatan konservatif dan ada tanda peritonitis
generalisata lakukan laparotomi dan keluarkan pus. Bila pada evaluasi uterus nekrotik
dan septik lakukan histerektomi subtotal.
BENDUNGAN PAYUDARA
Bendungan payudara adalah peningkatan aliran vena dan limfe pada payudara dalam
rangka mempersiapkan diri untuk laktasi. Hal ini bukan disebabkan overdistensi dari saluran
sistem laktasi.
Bila ibu menyusui bayinya:
Susukan sesering mungkin.
Kedua payudara disusukan.
Kompres hangat payudara sebelum disusukan.
Bantu dengan memijat payudara untuk permulaan menyusui.
Sangga payudara.
Kompres dingin pada payudara di antara waktu menyusui.
Bila demam tinggi berikan Parasetamol 500 mg per oral setiap 4 jam.
Lakukan evaluasi setelah 3 hari untuk mengetahui hasilnya.
4-3
Bila pelviks abses ada tanda cairan fluktuasi pada daerah cul-de-sac, lakukan kolpotomi
atau dengan laparotomi. Ibu posisi Fowler.
Berikan antibiotika spektrum luas dalam dosis yang tinggi
- Ampisilin 2 g IV kemudian 1 g setiap 6 jam, ditambah Gentamisin 5 mg/kg berat
badan IV dosis tunggal/hari dan Metronidazol 500 mg IV setiap 8 jam. Lanjutkan
antibiotika ini sampai ibu tidak panas selama 24 jam.
PERITONITIS
4-4
Buku Acuan
Pelviotromboflebitis
Pelviotromboflebitis mengenai vena-vena dinding uterus dan ligamentum latum, yaitu
vena ovarika, vena uterina dan vena hipogastrika. Vena yang paling sering terkena ialah
vena ovarika dekstra karena infeksi pada tempat implantasi plasenta terletak di bagian
atas uterus; proses biasanya unilateral. Perluasan infeksi dari vena ovarika sinistra ialah
ke vena renalis, sedangkan perluasan inveksi dari vena ovarika dekstra ialah ke vena
kava inferior. Peritoneum, yang menutupi vena ovarika dekstra, mengalami inflamasi
dan akan menyebabkan perisalpingo-ooforitis dan periapendisitis. Perluasan infeksi dari
vena utruna ialah ke vena iliaka komunis.
Tromboflebitis femoralis
Trombofelbitis femoralis mengenai vena-vena pada tungkai, misalnya vena femoralis,
vena poplitea dan vena safvena.
PELVIOTROMBOFLEBITIS
Nyeri, yang terdapat pada perut bagian bawah dan/atau perut bagian samping, timbul
pada hari ke 2 3 masa nifas dengan atau tanpa panas.
4-5
Komplikasi
Komplikasi pada paru-paru: infark, abses, pneumonia,
Komplikasi pada ginjal sinistra, nyeri mendadak, yang diikuti dengan proteinuria dan
hematuria,
Komplikasi pada persendian, mara dan jaringan subkutan.
Penanganan
Rawat inap
Penderita tirah baring untuk pemantauan gejala penyakit dan mencegah terjadinya
emboli pulmonum.
Terapi medik
Pemberian antibiotika (lihat antibiotika kombinasi dan alternatif, seperti yang tercantum
dalam penatalaksanaan metritis) dan heparin jika terdapat tanda-tanda atau dugaan
adanya emboli pulmonum.
Terapi operatif
Pengikatan vena kava inferior dan vena ovarika jika emboli septik terus berlangsung
sampai mencapai paru-paru, meskipun sedang dilakukan heparinisasi.
4-6
Keadaan umum tetap baik, suhu badan subfebris selama 7 10 hari, kemudian suhu
mendadak naik kira-kira pada hari ke 10 20, yang disertai dengan menggigil dan nyeri
sekali.
Pada salah satu kaki yang terkena biasanya kaki kiri, akan memberikan tanda-tanda
sebagai berikut:
- Kaki sedikit dalam keadaan fleksi dan rotasi ke luar serta sukar bergerak, lebih panas
dibanding dengan kaki lainnya.
- Seluruh bagian dari salah satu vena pada kaki terasa tegang dan keras pada paha
bagian atas.
- Nyeri hebat pada lipat paha dan daerah paha.
Buku Acuan
Reflektorik akan terjadi spasmus arteria sehingga kaki menjadi bengkak, tegang,
putih, nyeri dan dingin, pulsasi menurun.
Edema kadang-kadang terjadi sebelum atau setelah nyeri dan pada umumnya
terdapat pada paha bagian atas, tetapi lebih sering dimulai dari jari-jari kaki dan
pergelangan kaki, kemudian meluas dari bawah ke atas.
Nyeri pada betis, yang akan terjadi spontan atau dengan memijit betis atau dengan
meregangkan tendo akhiles (tanda Homan).
Penanganan
Perawatan
Kaki ditinggikan untuk mengurangi edema, lakukan kompres pada kaki. Setelah
mobilisasi kaki hendaknya tetap dibalut elastik atau memakai kaos kaki panjang yang
elastik selama mungkin.
Mengingat kondisi ibu yang sangat jelek, sebaiknya jangan menyusui.
Terapi medik: pemberian antibiotika dan analgetika.
4-7
BAB 5
BBLR sampai saat ini masih merupakan masalah di Indonesia, karena merupakan
penyebab kesakitan dan kematian pada masa neonatal. Menurut SKRT 2001, 29%
kematian neonatal karena BBLR
Masalah yang sering timbul sebagai penyulit BBLR adalah Hipotermia, Hipoglikemia,
Hiperbilirubinemia, Infeksi atau sepsis dan gangguan minum
Penyebab BBLR
o Persalinan kurang bulan / prematur
Bayi lahir pada umur kehamilan antara 28 minggu sampai 36 minggu. Pada
umumnya bayi kurang bulan disebabkan tidak mampunya uterus menahan janin,
gangguan selama kehamilan, lepasnya plasenta lebih cepat dari waktunya atau
rangsangan yang memudahkan terjadinya kontraksi uterus sebelum cukup bulan.
Bayi lahir kurang bulan mempunyai organ dan alat tubuh yang belum berfungsi
normal untuk bertahan hidup diluar rahim. Semakin muda umur kehamilan, fungsi
organ tubuh semakin kurang sempurna dan prognosisnya semakin kurang baik.
Kelompok BBLR ini sering mendapatkan penyulit atau komplikasi akibat kurang
matangnya organ karena masa gestasi yang kurang ( prematur)
o Bayi lahir kecil untuk masa kehamilan
Bayi lahir kecil untuk masa kehamilannya karena ada hambatan pertumbuhan saat
dalam kandungan (Janin tumbuh lambat). Retardasi pertumbuhan intrauterin
berhubungan dengan keadaan yang mengganggu sirkulasi dan efisiensi plasenta
dengan pertumbuhan dan perkembangan janin atau dengan keadaan umum dan gizi
ibu. Keadaan ini mengakibatkan kurangnya oksigen dan nutrisi secara kronik dalam
waktu yang lama untuk pertumbuhan dan perkembangan janin. Kematangan fungsi
organ tergantung pada usia kehamilan walaupun berat lahirnya kecil.
5-1
TUJUAN UMUM
Setelah menyelesaikan bab ini, peserta akan mampu :
Menjelaskan tentang penyebab dan komplikasi BBLR
Melakukan manajeman BBLR dengan berbagai penyulitnya sesuai dengan fasilitas yang
tersedia
TUJUAN KHUSUS
Setelah menyelesaikan bab ini, peserta akan memiliki kemampuan untuk::
Menjelaskan beberapa penyebab dan faktor predisposisi BBLR.
Mengindentifikasi BBLR menurut masa gestasi
Melakukan manajemen umum BBLR.
Mengindentifikasi tanda, gejala dan diagnosis serta manajemen hipotermi
Mengindentifikasi tanda, gejala dan diagnosis serta manajemen hipoglikemi
Mengindentifikasi tanda, gejala dan diagnosis serta manajemen ikterus Kremer II ke atas
(hiperbilirubinemi)
Mengindentifikasi tanda, gejala dan diagnosis serta manajemen infeksi neonatal
Mengindentifikasi tanda, gejala dan diagnosis serta manajeman masalah pemberian
minum.
Langkah Promotif / Preventif
Mencegah persalinan prematur (Lihat Pedoman Praktis Pelayanan Kesehatan maternal
dan Neonatal Bab Persalinan Kurang Bulan )
Pemeriksaan selama kehamilan secara teratur yang berkualitas
Meningkatkan status nutrisi ibu
Melarang merokok pada ibu hamil
DIAGNOSTIK
Anamnesis
Umur ibu
Riwayat persalinan sebelumnya
Jumlah paritas, jarak kelahiran sebelumnya
Kenaikan berat badan ibu selama hamil
Aktivitas ibu yang berlebihan
Trauma pada ibu (termasuk post-coital trauma)
Penyakit yang diderita selama hamil
Obat-obatan yang diminum selama hamil
Pemeriksaan fisik
Berat lahir kurang 2500 gram
Untuk BBLR Kurang Bulan :
Tanda prematuritas :
o Tulang rawan telinga belum terbentuk
o Masih terdapat lanugo (rambut halus pada kulit)
o Refleks refleks masih lemah
o Alat kelamin luar: pada perempuan labium mayus belum menutup labium minus,
pada laki-laki belum terjadi penurunan testis dan kulit testis rata (rugae testis
belum terbentuk)
5-2
Buku Acuan
Komplikasi BBLR
Tabel di bawah ini dapat membantu memberi gambaran tentang komplikasi BBLR
Tabel 5.1 Penilaian klinik kemungkinan komplikasi pada BBLR
Anamnesis
Pemeriksaan
Menangis lemah
Kurang aktif
Malas minum
Kulit teraba dingin
Kulit mengeras
kemerahan
Frekuensi jantung
kurang 100 kali per
menit
Napas pelan dan
dalam
Kejang, tremor, letargi
atau tidak sadar
Pemeriksaan
penunjang
Kemungkinan
diagnosis
Hipotermi
Hipoglikemia
Kulit , konjungtiva
berwarna kuning
Pucat
Ikterus/
Hiperbilirubi
nemia
Masalah
pemberian
minum
Bila ditemukan
beberapa dari temuan
ganda:
Bayi malas minum
Demam tinggi atau
Laboratorium darah:
Jumlah lekosit
lekositosis atau
lekopenia),
trombositopenia
Infeksi atau
Curiga Sepsis
5-3
Anamnesis
Pemeriksaan
Pemeriksaan
penunjang
hipotermi
Bayi letargi/kurang
aktip
Gangguan napas
Kulit ikterus
Sklerema atau
skleredema
Kejang
Pemeriksaan
Radiologi dada (bila
tersedia)
Kemungkinan
diagnosis
Sindroma
Aspirasi
mekonium
MANAJEMEN UMUM
Setiap menemukan BBLR , lakukan manajemen umum sebagai berikut :
Stabilisasi suhu, jaga bayi tetap hangat
Jaga patensi jalan napas
Nilai segera kondisi bayi tentang tanda vital: pernapasan, denyut jantung, warna kulit
dan aktifitas
Bila bayi mengalami gangguan napas , dikelola gangguan napas
Bila bayi kejang, potong kejang dengan anti konvulsan
Bila bayi dehidrasi, pasang jalur intravena, berikan cairan rehidrasi IV.
Kelola sesuai dengan kondisi spesifik atau komplikasinya
Pemberian minum
Apabila bayi mendapat ASI, pastikan bayi menerima jumlah yang cukup dengan cara
apapun:
o Periksa apakah bayi puas setelah menyusu;
o Catat jumlah urine setiap bayi kencing untuk menilai kecukupan minum (paling
kurang 6 kali sehari);
o Periksa pada saat ibu meneteki, apabila satu payudara dihisap, ASI akan menetes
dari payudara yang lain
Timbang bayi setiap hari, hitung penambahan/pengurangan berat, sesuaikan pemberian
cairan dan susu, serta catat hasilnya:
Bayi dengan berat 1500 - 2500 g tidak boleh kehilangan berat lebih 10% dari berat
lahirnya pada 4-5 hari pertama;
Apabila kenaikan berat badan bayi tidak adekuat, tangani sebagai Masalah kenaikan
berat badan tidak adekuat.
Apabila bayi telah menyusu ibu, perhatikan cara pemberian ASI dan kemampuan bayi
mengisap paling kurang sehari sekali.
Apabila bayi sudah tidak mendapatkan cairan IV dan beratnya naik 20 g/hari selama 3
hari berturut-turut, timbang bayi 2 kali seminggu.
5-4
Buku Acuan
Biarkan bayi menyusu ke ibu semau bayi. Ingat bahwa bayi kecil lebih mudah
merasa letih dan malas minum, anjurkan bayi menyusu lebih sering (misal setiap 2
jam) bila perlu.
Pantau pemberian minum dan kenaikan berat badan untuk menilai efektivitas
menyusui. Apabila bayi kurang dapat mengisap, tambahkan ASI peras dengan
menggunakan salah satu alternatif cara pemberian minum.
Bayi sakit
Bila berat badan 1,750-2,000 gram atau lebih dengan gangguan napas, kejang dan
gangguan minum segera lakukan rujukan
Apabila bayi dapat minum per oral dan tidak memerlukan cairan IV, berikan minum
seperti pada bayi sehat.
Apabila bayi memerlukan cairan IV:
o Hanya berikan cairan IV selama 24 jam pertama;
o Mulai berikan minum per oral pada hari ke 2 atau segera setelah bayi stabil.
Anjurkan pemberian ASI apabila ibu ada dan bayi menunjukkan tanda-tanda
siap untuk menyusu;
o Apabila masalah sakitnya menghalangi proses menyusui (misal gangguan napas,
kejang), berikan ASI peras melalui pipa lambung:
o Berikan cairan IV dan ASI menurut umur, lihat tabel;
o Berikan minum 8 kali dalam 24 jam (misal 3 jam sekali). apabila bayi telah
mendapat minum 160 ml/kg berat badan per hari tetapi masih tampak lapar
berikan tambahan ASI setiap kali minum;
o Biarkan bayi menyusu apabila keadaan bayi sudah stabil dan bayi menunjukkan
keinginan untuk menyusu dan dapat menyusu tanpa terbatuk atau tersedak.
Tabel 5.2 Jumlah cairan yang dibutuhkan bayi (mL/kg)
Hari ke
Berat
> 1500 g
< 1500 g
5+
60
80
80
100
100
120
120
140
150
150
Tabel 8.3 Jumlah cairan IV dan ASI untuk bayi sakit berat 1750 - 2500 g
Pemberian
Kecepatan cairan IV (mL/jam atau tetes
mikro/menit)
Jumlah ASI setiap 3 jam (mL/kali)
1
5
2
4
U m u r (hari)
3
4
5
3
2
0
6
0
7
0
14
35
38
22
30
PEMANTAUAN
I. Kenaikan berat badan dan pemberian minum setelah umur 7 hari
Bayi akan kehilangan berat selama 7-10 hari pertama. Bayi dengan berat lahir > 1500 g
dapat kehilangan berat sampai 10%. Berat lahir biasanya tercapai kembali dalam 14 hari
kecuali apabila terjadi komplikasi.
5-5
Setelah berat lahir tercapai kembali, kenaikan berat badan selama tiga bulan seharusnya:
o 150200 g seminggu untuk bayi < 1,500 g (misalnya 2030 g/hari)
o 200250 g seminggu untuk bayi 1,500 2,500 g (misalnya 3035 g/hari).
Bila bayi sudah mendapat ASI secara penuh (pada semua kategori berat) dan telah
berusia lebih dari 7 hari:
o Tingkatkan jumlah ASI dengan 20 mL/kg/hari sampai tercapai jumlah 180
mL/kg/hari;
o Tingkatkan jumlah ASI sesuai dengan kenaikan berat badan bayi agar jumlah
pemberian ASI tetap 180 mL/kg/hari;
o Apabila kenaikan berat tidak adekuat, tingkatkan jumlah pemberian ASI sampai 200
mL/kg/hari;
o Apabila kenaikan berat tetap kurang dari batas yang telah disebutkan diatas dalam
waktu lebih seminggu padahal bayi sudah mendapat ASI 200 mL/kg BB per hari,
tangani sebagai Kemungkinan kenaikan berat badan tidak adekuat.
5-6
Buku Acuan
HIPOTERMI
BATASAN
Hipotermi adalah suhu tubuh kurang dari 36.5C pada pengukuran suhu melalui ketiak.
PRINSIP DASAR
Hipotermi sering terjadi pada neonatus terutama pada BBLR karena pusat pengaturan
suhu tubuh bayi yang belum sempurna, permukaan tubuh bayi relatif luas, kemampuan
produksi dan menyimpan panas terbatas.
Suhu tubuh rendah dapat disebabkan oleh karena terpapar dengan lingkungan yang
dingin (suhu lingkungan rendah, permukaan yang dingin atau basah) atau bayi dalam
keadaan basah atau tidak berpakaian.
Hipotermi merupakan suatu tanda bahaya karena dapat menyebabkan terjadinya
perubahan metabolisme tubuh yang akan berakhir dengan kegagalan fungsi jantung paru
dan kematian.
Radiasi:
Konduksi:
Konveksi:
Evaporasi:
Radiasi
Konveksi
Evaporasi
Konduksi
TUJUAN UMUM
Setelah menyelesaikan bab ini peserta akan mampu menjelaskan tentang hipotermi,
penyebab dan mampu melaksanakan penanganan atau manajemennya
TUJUAN KHUSUS
Setelah pelatihan ini, peserta mengetahui dan mampu:
Melakukan langkah-langkah promotif / preventif hipotermi
Menjelaskan klasifikasi hipotermi
Melaksanakan tata laksana hipotermi.
5-7
Langkah Promotif/Preventif
Jangan memandikan bayi sebelum berumur 12 jam
Rawat bayi kecil di ruang yang hangat (tidak kurang 25C dan bebas dari aliran angin).
Jangan meletakkan bayi dekat dengan benda yang dingin (misal dinding dingin atau
jendela) walaupun bayi dalam inkubator atau di bawah pemancar panas.
Jangan meletakkan bayi langsung di permukaan yang dingin (mis. alasi tempat tidur atau
meja periksa dengan kain atau selimut hangat sebelum bayi diletakkan).
Pada waktu dipindahkan ke tempat lain, jaga bayi tetap hangat dan gunakan pemancar
panas atau kontak kulit dengan perawat.
Bayi harus tetap berpakaian atau diselimuti setiap saat, agar tetap hangat walau dalam
keadaan dilakukan tindakan. Misal bila dipasang jalur infus intravena atau selama
resusitasi dengan cara:
o Memakai pakaian dan mengenakan topi.
o Bungkus bayi dengan pakaian yang kering dan lembut dan selimuti.
o Buka bagian tubuh yang diperlukan untuk pemantauan atau tindakan.
Berikan tambahan kehangatan pada waktu dilakukan tindakan (mis. menggunakan
pemancar panas).
Ganti popok setiap kali basah.
Bila ada sesuatu yang basah ditempelkan di kulit (mis. kain kasa yang basah), usahakan
agar bayi tetap hangat.
Jangan memandikan atau menyentuh bayi dengan tangan dingin.
Ukur suhu tubuh sesuai jadwal pada tabel (lihat lampiran)
Tabel 5.4 Pengukuran suhu tubuh
Keadaan bayi
Frekuensi Pengukuran
Bayi sakit
Bayi kecil
Tiap jam
Tiap 12 jam
Bayi keadaan
membaik
Sekali sehari
Tabel 5.5 Suhu inkubator yang direkomendasi menurut berat dan umur bayi
Suhu inkubator (oC) menurut umura
Berat bayi
< 1500 g
1500-2000 g
2100-2500 g
> 2500 g
35 oC
34 oC
33 oC
32 oC
1-10 hari
11 hari 3
minggu
1-10 hari
1-2 hari
3-5 minggu
> 5 minggu
11 hari4 minggu
3 hari-3 minggu
1-2 hari
> 4 minggu
> 3 minggu
> 2 hari
Bila jenis inkubatornya berdinding tunggal, naikkan suhu inkubator 1 oC setiap perbedaan suhu 7 oC
antara suhu ruang dan inkubator.
5-8
Buku Acuan
Suhu ruangan
28 30oC
26 28oC
Gunakan salah satu cara menghangatkan dan mempertahankan suhu tubuh bayi,
seperti, kontak kulit ke kulit, Kangaroo Mother Care, pemancar panas, inkubator atau
ruangan hangat yang tersedia di tempat fasilitas kesehatan setempat sesuai petunjuk.
(lihat table Cara menghangatkan bayi)
PETUNJUK PENGGUNAAN
Kangaroo Mother
Care (KMC)
Pemancar panas
Lampu
penghangat
Inkubator
Boks
penghangat
Ruangan hangat
DIAGNOSTIK
5-9
Anamnesis
Pemeriksaan fisik
Tabel 5.8 Klasifikasi Hipotermi
Anamnesis
Bayi terpapar suhu
lingkungan yang rendah
Waktu timbulnya kurang
dari 2 hari
Pemeriksaan
Suhu tubuh 32 C 36.4
C
Gangguan napas
Denyut jantung kurang
dari 100 kali/menit
Malas minum
Letargi
Suhu tubuh < 32 C
Tanda lain hipotermia
sedang
Kulit teraba keras
Napas pelan dan dalam
Suhu tubuh berfluktuasi
antara 36 C 39 C
meskipun berada di suhu
lingkungan yang stabil
Fluktuasi terjadi sesudah
periode suhu stabil
Klasifikasi
Hipotermia sedang
Hipotermia berat
MANAJEMEN
HIPOTERMIA BERAT
5-10
Segera hangatkan bayi di bawah pemancar panas yang telah dinyalakan sebelumnya,
bila mungkin. Gunakan inkubator atau ruangan hangat, bila perlu.
Ganti baju yang dingin dan basah bila perlu. Beri pakaian yang hangat, pakai topi dan
selimuti dengan selimut hangat.
Hindari paparan panas yang berlebihan dan posisi bayi sering diubah.
Bila bayi dengan gangguan napas (frekuensi napas lebih 60 atau kurang 30 kali/menit,
tarikan dinding dada, merintih saat ekspirasi), lihat bab tentang Gangguan napas.
Pasang jalur IV dan beri cairan IV sesuai dengan dosis rumatan, dan pipa infus tetap
terpasang di bawah pemancar panas, untuk menghangatkan cairan.
Periksa kadar glukose darah, bila kadar glukose darah kurang 45 mg/dL (2.6 mmol/L),
tangani hipoglikemia.
Nilai tanda bahaya setiap jam dan nilai juga kemampuan minum setiap 4 jam sampai
suhu tubuh kembali dalam batas normal.
Buku Acuan
Ambil sampel darah dan beri antibiotika sesuai dengan yang disebutkan dalam
penanganan Kemungkinan besar sepsis.
Anjurkan ibu menyusui segera setelah bayi siap :
- Bila bayi tidak dapat menyusu, beri ASI peras dengan menggunakan salah satu
alternatif cara pemberian minum;
- Bila bayi tidak dapat menyusu sama sekali, pasang pipa lambung dan beri ASI peras
begitu suhu bayi mencapai 35 C.
Periksa suhu tubuh bayi setiap jam. Bila suhu naik paling tidak 0.5 C/jam, berarti upaya
menghangatkan berhasil, kemudian lanjutkan dengan memeriksa suhu bayi setiap 2 jam.
Periksa juga suhu alat yang dipakai untuk menghangatkan dan suhu ruangan setiap jam.
Setelah suhu tubuh bayi normal:
o Lakukan perawatan lanjutan untuk bayi;
o Pantau bayi selama 12 jam kemudian, dan ukur suhunya setiap 3 jam.
Pantau bayi selama 24 jam setelah penghentian antibiotika. Bila suhu bayi tetap dalam
batas normal dan bayi minum dengan baik dan tidak ada masalah lain yang memerlukan
perawatan di Rumah Sakit, bayi dapat dipulangkan dan nasehati ibu bagaimana cara
menjaga agar bayi tetap hangat selama di rumah.
HIPOTERMIA SEDANG
Ganti pakaian yang dingin dan basah dengan pakaian yang hangat, memakai topi dan
selimuti dengan selimut hangat.
Bila ada ibu/pengganti ibu, anjurkan menghangatkan bayi dengan melakukan kontak
kulit dengan kulit (perawatan bayi lekat).
Bila ibu tidak ada:
o Hangatkan kembali bayi dengan menggunakan alat pemancar panas. Gunakan
inkubator dan ruangan hangat, bila perlu;
o Periksa suhu alat penghangat dan suhu ruangan, beri ASI peras dengan
menggunakan salah satu alternatif cara pemberian minum dan sesuaikan pengatur
suhu.
o Hindari paparan panas yang berlebihan dan posisi bayi lebih sering diubah.
Anjurkan Ibu untuk menyusui lebih sering. Bila bayi tidak dapat menyusu, berikan ASI
peras menggunakan salah satu alternatif cara pemberian minum.
Mintalah ibu untuk mengamati tanda bahaya (mis. gangguan napas, kejang) dan segera
mencari pertolongan bila terjadi hal tersebut.
Periksa kadar glukose darah, bila < 45 mg/dL (2.6 mmol/L), tangani hipoglikemia.
Nilai tanda bahaya, Periksa suhu tubuh bayi setiap jam, bila suhu naik minimal 0.5
C/jam, berarti usaha menghangatkan berhasil, lanjutkan memeriksa suhu setiap 2 jam.
Bila suhu tidak naik atau naik terlalu pelan, kurang 0.5 C/jam, cari tanda sepsis1.
Setelah suhu tubuh normal:
o Lakukan perawatan lanjutan.
o Pantau bayi selama 12 jam berikutnya, periksa suhu setiap 3 jam. Bila suhu tetap
dalam batas normal dan bayi dapat minum dengan baik serta tidak ada masalah lain
yang memerlukan perawatan, bayi dapat dipulangkan. Nasihati ibu cara
menghangatkan bayi di rumah.
5-11
HIPOGLIKEMIA
BATASAN
Hipoglikemi adalah keadaan hasil pengukuran kadar glukose darah kurang dari 45 mg/dL
(2.6 mmol/L)
PRINSIP DASAR
TUJUAN UMUM
Setelah menyelesaikan bab ini peserta akan mampu menjelaskan tentang hipoglikemi,
penyebab dan mampu melaksanakan penanganan atau manajemennya
TUJUAN KHUSUS
Setelah pelatihan ini, peserta mengetahui dan mampu :
Melakukan langkah-langkah promotif / preventif hipoglikemi
Menjelaskan tanda, gejala, diagnosis hipoglikemi
Melaksanakan penanganan hipoglikemi dengan jalan memasang jalur infus intra vena
dan atau memasang pipa nasogastrik
Langkah Promotif/Preventif
Penganan/ pengendalian kadar glukosa ibu Diabetes Mellitus (Lihat pengelolaan ibu DM
di Buku Panduan Praktis Pelayanan Maternal dan Neonatal).
Penanganan keadaan yang dapat mengakibatkan BBLR.
Penanganan keadaan yang dapat meningkatkan penggunaan glukosa bayi (mis. pada
asfiksia, hipotermi, hiperterm, gangguan pernapasan)
Pemenuhan kebutuhan nutrisi rumatan dengan minum ASI dini.
DIAGNOSIS
Anamnesis
5-12
Buku Acuan
Pemeriksaan klinis
Hipoglikemi sering asimtomatis, pada keadaan ini terapi sudah harus dilakukan agar
prognosis menjadi lebih baik.
Gejala yang sering terlihat adalah:
tremor ("jitteriness")
bayi lemah, apatis, letargik, keringat dingin
sianosis
kejang
apne atau nafas lambat, tidak teratur
tangis melengking atau lemah merintih.
hipotoni
masalah minum
nistagmus gerakan involunter pada mata
MANAJEMEN
Berikan glukose 10% 2 mL/kg secara IV bolus pelan dalam lima menit.
Jika jalur IV tidak dapat dipasang dengan cepat, berikan larutan glukose melalui pipa
lambung dengan dosis yang sama.
Infus Glukose 10% sesuai kebutuhan rumatan, kemudian lakukan rujukan
Anjurkan ibu menyusui. Bila bayi tidak dapat menyusu, berikan ASI peras dengan
menggunakan salah satu alternatif cara pemberian minum.
5-13
IKTERUS/ HIPERBILIRUBINEMIA
BATASAN
Ikterus adalah pewarnaan kuning di kulit, konjungtiva dan mukosa yang terjadi karena
meningkatnya kadar bilirubin dalam darah. Klinis ikterus tampak bila kadar bilirubin dalam
serum mencapai 5 mg/dL. (85 mol/L) Disebut hiperbilirubinemia apabila didapatkan
kadar bilirubin dalam serum > 13 mg/dL.
PRINSIP DASAR
Bayi sering mengalami ikterus pada mingu pertama kehidupan, terutama bayi kurang
bulan.
Dapat terjadi secara normal atau fisiologis dan patologis.
Kemungkinan ikterus sebagai gejala awal penyakit utama yang berat pada neonatus.
Peningkatan bilirubin dalam darah disebabkan oleh pembentukan yang berlebihan dan
atau pengeluaran yang kurang sempurna.
Ikterus perlu ditangani secara seksama, karena bilirubin akan masuk ke dalam sel syaraf
dan merusak sehingga otak terganggu dan mengakibatkan kecacatan sepanjang hidup
atau kematian (ensepalopati biliaris) .
TUJUAN UMUM
Setelah menyelesaikan bab ini peserta akan mampu menjelaskan tentang ikterus, penyebab
dan mampu melaksanakan penanganan atau manajemen nya
TUJUAN KHUSUS
Setelah pelatihan ini, peserta mengetahui dan mampu :
Melakukan langkah-langkah promotif / preventif ikterus
Menjelaskan tanda, gejala, diagnosis ikterus.
Melaksanakan penanganan ikterus.
Langkah Promotif/Preventif
Menghindari penggunaan obat pada ibu hamil yang dapat mengakibatkan ikterus (sulfa,
anti malaria, nitro furantoin, aspirin)
Penanganan keadaan yang dapat mengakibatkan BBLR.
Penanganan infeksi maternal, ketuban pecah dini (Lihat Bab Infeksi Maternal)
Penanganan asfiksia, trauma persalinan.
Pemenuhan kebutuhan nutrisi rumatan dengan minum ASI dini dan ekslusif
DIAGNOSTIK
Anamnesis
5-14
Buku Acuan
Pemeriksaan
Pemeriksaan klinis ikterus dapat dilakukan pada bayi baru lahir asal dengan
menggunakan pencahayaan yang memadai. Ikterus akan terlihat lebih berat bila dilihat
dengan sinar lampu dan bisa tidak terlihat dengan penerangan yang kurang. Tekan kulit
dengan ringan memakai jari tangan untuk memastikan warna kulit dan jaringan
subkutan:
- Hari 1 tekan pada ujung hidung atau dahi;
- Hari 2 tekan pada lengan atau tungkai;
- Hari 3 dan seterusnya, tekan pada tangan dan kaki.
Ikterus muncul pertama di daerah wajah, menjalar ke arah kaudal tubuh, dan
ekstremitas. Pemeriksaan penunjang kadar bilirubin serum total saat tanda klinis ikterus
pertama ditemukan sangat berguna untuk data dasar mengamati penjalaran ikterus ke
arah kaudal tubuh.
Tentukan tingkat keparahan ikterus secara kasar dengan melihat pewarnaan kuning pada
tubuh metode Kremer. Pemeriksaan kadar bilirubin
Tabel 5.9 Pembagian ikterus menurut metode Kremer
Derajat
Ikterus
Daerah Ikterus
Perkiraan
kadar
bilirubin
5.0 mg%
9.0 mg%
I
II
III
IV
V
11.4 mg%
12.4 mg%
16.0 mg%
Klasifikasi
Ikterus berat
Bila ikterus terlihat di bagian mana saja dari tubuh bayi pada hari 1, menunjukkan kondisi
bayi sangat serius. Lakukan terapi sinar sesegera mungkin, jangan menunda terapi sinar
dengan menunggu hasil pemeriksaan kadar bilirubin serum.
b
Bila ikterus terlihat pada lengan dan tungkai sampai ke tangan dan kaki pada hari 2,
menunjukkan kondisi bayi sangat serius. Lakukan terapi sinar sesegera mungkin, jangan
menunda terapi sinar dengan menunggu hasil pemeriksaan kadar bilirubin serum.
5-15
Pemeriksaan tanda klinis lain seperti gangguan minum, keadaan umum, apnea, suhu
yang labil, sangat membantu menegakkan diagnosis penyakit utama disamping keadaan
hiperbilirubinemianya.
Tindak lanjut pada neonatus yang menderita hiperbilirubinemia harus dilakukan setelah
bayi dipulangkan terutama pada 7 hari pertama pasca kelahiran.
Bila ikterus menetap sampai minggu ke 2 pasca kelahiran, dianjurkan untuk pemeriksaan
kadar billirubin serum total dan direk, serta kadar bilirubin dalam urin.
Pemeriksaan penunjang
Untuk Puskesmas fasilitas penunjang biasanya jarang tersedia, sehingga pemeriksaan atau
penajaman klinis sangat diutamakan
Bila tersedia fasilitas, maka dapat dilakukan pemeriksaan penunjang sebagai berikut
Pemeriksaan golongan darah ibu pada saat kehamilan dan bayi pada saat kelahiran.
Bila ibu memiliki golongan darah O dianjurkan untuk menyimpan darah tali pusat pada
setiap persalinan untuk pemeriksaan lanjutan yang dibutuhkan.
Kadar bilirubin serum total diperlukan bila ditemukan ikterus pada 24 jam pertama
kelahiran.
Tabel 5.11 Diagnosis banding ikterus
Anamnesis
Pemeriksaan
Sangat Ikterus
Sangat pucat
Sangat Ikterus
Tanda tersangka
infeksi/sepsis
(malas minum,
kurang aktif,
tangis lemah,
suhu tubuh
abnormal
Ikterus
5-16
Sangat ikterus
Pemeriksaan
penunjang atau
diagnosis lain yang
sudah diketahui
Hb < 13 g/dl, Ht <
39%
Bilirubin >8 mg/dl pada
hari ke 1 atau
Kadar Bilirubin >
13mg/dl pada hari ke 2
ikterus/ kadar bilirubin
cepat
Bila ada fasilitas:
Coombs tes positif
Defisiensi G6PD
Inkompatibilitas gol.
Darah ABO atau Rh
Lekositosis, leukopeni,
trombositopenia
Kemungkinan
diagnosis
Ikterus
hemolitilk
akibat
inkompatibilitas
darah
Ikterus diduga
karena infeksi
berat/ sepsis
(tangani dugaan
infeksi berat dan
foto terapi bila
diperlukan)
Ikterus akibat
obat
Ensefalopati
Buku Acuan
pada hari ke 2
Ensefalopati timbul
pada hari ke 3 - 7
Ikterus hebat yang
tidak atau
terlambat diobati
Ikterus menetap
setelah usia 2
minggu
Kejang
Postur abnormal,
letargi
Ikterus
berlangsung > 2
minggu pada bayi
cukup bulan dan
> 3 minggu pada
bayi kurang bulan
Faktor pendukung:
Urin gelap, feses pucat.
Peningkatan
bilirubin
direk
Ikterus
berkepanjangan
(Prolonged
ikterus)
Timbul hari ke 2
atau lebih.
Bayi berat lahir
rendah
Ikterus pada
bayi prematur
MANAJEMEN
Ikterus fisiologis tidak memerlukan penanganan khusus dan dapat rawat jalan dengan
nasehat untuk kembali jika ikterus berlangsung lebih dari 2 minggu.
Jika bayi dapat menghisap, anjurkan ibu untuk menyusui secara dini dan ASI eksklusif
lebih sering minimal setiap 2 jam.
Jika bayi tidak dapat menyusui, ASI dapat diberikan melalui pipa nasogastrik atau
dengan gelas dan sendok.
Letakkan bayi ditempat yang cukup mendapat sinar mata hari pagi selama 30 menit
selama 3-4 hari. Jaga agar bayi tetap hangat.
Kelola faktor risiko (asfiksia dan infeksi) karena dapat menimbulkan ensefalopati biliaris.
Setiap Ikterus yang timbul sebelum 24 jam pasca kelahiran adalah patologis dan
membutuhkan pemeriksaan laboratorium lanjut; minimal kadar bilirubin serum total,
pemeriksaan kearah adanya penyakit hemolisis.
Pada bayi dengan Ikterus Kremer III atau lebih perlu dirujuk ke fasilitas yang lebih
lengkap setelah keadaan bayi stabil
Tabel 5.12 Panduan terapi sinar berdasarkan kadar bilirubin serum (jika fasilitas tersedia)
Saat timbul
ikterus
Hari ke 1
Hari ke 2
15 (260)
13
(220)
Hari ke 3
18 (310)
16
(270)
Hari ke 4 dst
20 (340)
17 (290)
Faktor risiko : BBLR, penyakit hemolisis karena inkompatibilitas gologan darah, asfiksia
atau asidosis, hipoksia, trauma serebral, atau infeksi sistemik
5-17
5-18
Buku Acuan
Masalah minum sering terjadi pada bayi baru lahir, bayi berat lahir rendah, atau pada
bayi sakit berat.
Masalah pemberian minum perlu mendapat perhatian khusus selain untuk mengurangi
risiko terjadinya penyakit juga untuk memenuhi tumbuh kembang bayi.
TUJUAN UMUM
Setelah menyelesaikan bab ini peserta akan mampu menjelaskan masalah pemberian
minum, penyebab dan mampu melaksanakan penanganan atau manajemen masalah
pemberian minum
TUJUAN KHUSUS
Setelah pelatihan ini, peserta mengetahui dan mampu:
Menjelaskan beberapa masalah pemberian minum
Menjelaskan penyebab, tanda, masalah pemberian minum
Menjelaskan rencana penanganan masalah pemberian
Melakukan praktek cara pemberian minum ASI yang tepat pada BBLR, bayi kembar.
Mampu melakukan pemasangan pipa lambung dengan baik
Langkah Promotif / Preventif
Perawatan antenatal yang meliputi perawatan payu dara.
Mencegah kelahiran BBLR
Penanganan infeksi maternal
Perawatan pasca natal yang baik dan berkualitas
DIAGNOSTIK
Anamnesis
Pemeriksaan fisik
Pada Tabel di bawah ini dapat dilihat dan dipikirkan Diagnosis Banding Bayi dengan
Masalah Minum
5-19
Pemeriksaan
Bayi tampak sakit
Tanda infeksi :
Kesulitan bernapas, suhu tubuh tidak
stabil, iritabel, kejang, tidak sadar,
muntah,
Kemungkinan
diagnosis
Curiga Infeksi
(sepsis)
Bayi kecil
Cara pemberian
minum salah
Kecemasan pada
ibu
Celah langit-langit
Iritasi lambung
Kelainan Bedah
MANAJEMEN UMUM
5-20
Bila bayi bisa minum tanpa batuk, tersedak atau muntah sejak pertama kali minum
sesudah lahir, lanjutkan dengan kemungkinan diagnosis lain.
Bila bayi mengalami batuk, tersedak atau muntah sejak pertama kali diberi minum coba
pasang pipa lambung.
Buku Acuan
Bila tidak berhasil maka kemungkinan adanya kelainan bedah, pasang jalur infus
dengan cairan rumatan dan pemberian minum ditunda. Rujuk penderita setelah
keadaan stabil
Bila pipa lambung berhasil masuk, pastikan pipa masuk kelambung, lakukan aspirasi
cairan lambung dan biarkan mengalir sendiri. Kemudian lanjutkan dengan
kemungkinan diagnosis lain
MANAJEMEN KHUSUS
Pada ibu tidak dapat menyusui atau tidak berhasil menyusui, lakukan manajemen sebagai
berikut:
Kecemasan pada ibu
Bila berat bayi meningkat minimal 60 gram dalam 3 hari yakinkan ibu bahwa ASI
nya cukup.
Bila peningkatan berat bayi tidak mencapai minimal 60 gram dalam 3 hari, kelola
sebagai persangkaan berat tidak naik dengan adekuat.
Kenaikan berat bayi tidak adekuat jika ditemukan kenaikan berat bayi kurang 60 gram
selama 3 hari berturut-turut.
Periksa penyebab berat tidak naik sebelumnya
o Apakah telah diberi minum sesuai rencana, yakikan bayi telah mendapat minum dan
cairan secukupnya.
o Apakah suhu lingkungan bayi optimal.
o Cari tanda sepsis dan lakukan pengobatan.
o Pengobatan infeksi pada mulut jika ditemukan.
Bila tidak ditemukan penyebab pasti, lakukan tindakan meningkatkan jumlah ASI yang
diterima oleh bayi dengan cara :
o Menaikkan frekuensi minum, menambah lamya waktu menyusui
o Berganti payudara setiap mulai menyusui dan pastikan bayi dapat mengosongkan
satu payudara sebelum pindah kepayudara yang lain.
o Ibu cukup minum, gizi dan tidak kelelahan.
Bila kenaikan berat masih kurang dari 20 gram setiap hari
o Hendaknya sesudah menyusui, ibu memeras ASI nya dan berikan pada bayi dengan
cara alternatif sebagai tambahan setelah bayi menyusui.
o Bila tidak dapat memeras ASI, beri bayi 10 ml pengganti ASI (PASI) dengan
menggunakan gelas atau sendok.
o PASI tidak harus diberikan, kecuali jika yakin :
Tersedia selama, mudah diperoleh, dapat digunakan secara aman, serta dapat
dipersiapkan secara steril sesuai petunjuk.
5-21
Pemberian PASI dilanjutkan hingga kenaikan berat bayi minimal 20 gram per hari
selama 3 hari berturut-turut, kemudian turunkan PASI sampai 5 ml setiap kali minum
selama 2 hari.
o Bila kenaikan berat badan cukup (> 20 g/hari) selama 2 hari berikutnya, hentikan
PASI seluruhnya.
o Bila berat badan turun di bawah 20 g/hari, mulai tambahkan kembali PASI sebanyak
10 ml setiap kali minum, dan ulangi kembali proses di atas.
o Setelah PASI dihentikan, monitor kenaikan berat badan bayi selama 3 hari
berikutnya. Jika kenaikan berat badan berlangsung dengan kecepatan yang sama
atau lebih baik, bayi dipulangkan ke rumah.
5-22
Buku Acuan
Hendaknya ibu mengikuti prinsip umum menyusui, sebagai tambahan ibu harus :
o Mulai menyusui salah satu bayinya pada saat payudara sudah siap untuk dua bayi
o Yakin bahwa bayi yang lebih lemah mendapat cukup ASI
o Beri ASI peras dengan menggunakan salah satu cara alternatif pemberian minum,
sesudah selesai menyusu bila diperlukan
o Secara bergantian menggilir payudara setiap kali menyusui
5-23
BAB 6
Asfiksia merupakan penyebab kematian neonatal yang paling tinggi. Menurut SKRT
2001, 27% kematian neonatal diakibatkan oleh Asfiksia dan angka kematian sekitar
41.94% di RS pusat rujukan propinsi.
Asfiksia perinatal dapat terjadi selama antepartum, intrapartum maupun postpartum
Asfiksia selain dapat menyebabkan kematian dapat mengakibatkan kecacatan
TUJUAN UMUM
Setelah menyelesaikan bab ini peserta akan mampu menjelaskan tentang Asfiksia bayi baru
lahir, penyebab dan mampu melaksanakan manajemen asfiksia
TUJUAN KHUSUS
Setelah pelatihan ini, peserta mengetahui dan mampu :
Melakukan langkah langkah resusitasi dengan benar :
o Melakukan penilaian bayi baru lahir
o Melakukan Langkah awal resusitasi
o Melakukan Ventilasi Tekanan positip dengan menggunakan balon dan sungkup
o Melakukan kompresi dada
o Memberikan obat-obatan yang diperlukan
o Memasang pipa endotrakheal (bagi dokter )
o Mengetahui kapan harus menghentikan resusitasi
Melaksanakan tata laksana pasca resusitasi
Mengetahui dan mampu melakukan rujukan pada kasus asfiksia
LANGKAH PROMOTIF/PREVENTIF
Sebetulnya asfiksia pada BBL, dapat dicegah, maka sebaiknya dilakukan tindakan
pencegahan sebagai berikut:
Pemeriksaan selama kehamilan secara teratur yang berkualitas,
Meningkatkan status nutrisi ibu
Manajemen persalinan yang baik dan benar
Melaksanakan Pelayanan neonatal esensial terutama dengan melakukan resusitasi yang
baik dan benar yang sesuai standar.
Fisiologi pernapasan bayi baru lahir
Oksigen sangat penting untuk kehidupan sebelum dan sesudah persalinan. Selama di dalam
rahim, janin mendapatkan Oksigen dan nutrien dari ibu melalui mekanisme difusi melalui
plasenta yang berasal dari ibu diberikan kepada darah janin. Sebelum lahir, alveoli paru bayi
menguncup dan terisi oleh cairan. Paru janin tidak tidak berfungsi sebagai sumber oksigen
6-1
atau jalan untuk mengeluarkan CO2 (karbon dioksida) sehingga paru tidak perlu diperfusi
atau dialiri darah dalam jumlah besar.
Setelah lahir, bayi tidak berhubungan dengan plasenta lagi sehingga dan akan segera
bergantung kepada paru sebagai sumber utama oksigen. Oleh karena itu, maka beberapa
saat sesudah lahir paru harus segera terisi oksigen dan pembuluih darah paru harus
berelaksasi untuk memberikan perfusi pada alveoli dan menyerap oksigen untuk diedarkan
ke seluruh tubuh.
Reaksi bayi pada masa transisi normal
Biasanya BBL akan melakukan usaha untuk menghirup udara ke dalam paru. Hal ini
mengakibatkan cairan paru keluar dari alveoli ke jaringan interstitial di paru, sehingga
oksigen dapat dihantarkan ke arteri ulmonal dan menyebabkan arteriol berelaksasi Jika
keadaan ini terganggu maka arteriol pulmonal akan tetap konstriksi dan pembuluh darah
arteri sistemik tidak mendapat oksigen sehingga tidak dapat memberikan perfusi ke oragan
organ tubuh yang penting seperti otak, jantung, ginjal dan lain lain. Bila keadaan ini
berlangsung lama maka akan menyebabkan kerusakan jaringan otak dan organ lain yang
dapat menyebabkan kematian atau kecacatan
Patofisiologi
Asfiksia adalah keadaan BBL tidak bernafas secara spontan dan teratur. Sering sekali
seorang bayi yang mengalami gawat janin sebelum persalinan akan mengalami asfiksia
sesudah persalinan. Masalah ini mungkin berkaitan dengan kondisi ibu, masalah pada tali
pusat dan plasenta atau masalah pada bayi selama atau sesudah persalinan.
Perubahan yang terjadi pada saat asfiksia
Pernapasan adalah tanda vital pertama yang berhenti ketika BBL kekurangan oksigen. Pada
periode awal bayi akan mengalami napas cepat (rapid breathing) yang disebut dengan
gasping primer. Setelah periode awal ini akan diikuti dengan keadaan bayi tidak bernapas
(apnu) yang disebut apnu primer. Pada saat ini frekuensi jantung mulai menurun, namun
tekanan darah masih tetap bertahan.
6-2
Buku Acuan
Bila keadaan ini berlangsung lama dan tidak dilakukan pertolongan pada BBL, maka bayi
akan melakukan usaha napas megap-megap yang disebut gasping sekunder dan kemudian
masuk ke dalam periode apnu sekunder. Pada saat ini frekuensi jantung semakin menurun
dan tekanan darah semakin menurun dan bisa menyebabkan kematian bila bayi tidak segera
ditolong. Sehingga setiap menjumpai kasus dengan apnu, harus dianggap sebagai apnu
sekunder dan segera dilakukan resusitasi
Penyebab Asfiksia
Asfiksia pada BBL dapat disebabkan oleh karena faktor ibu, faktor bayi dan faktor tali pusat
atau plasenta
Faktor ibu :
Keadaan Ibu yang dapat mengakibatkan aliran darah ibu melalui plasenta berkurang,
sehingga aliran oksigen ke janin berkurang akibatnya akan mengakibatkan Gawat Janin dan
akan berlanjut sebagai Asfiksia BBL, antara lain :
Preeklampsia dan eklampsia
Perdarahan antepartum abnormal ( plasenta previa atau solusio plasenta)
Partus lama atau partus macet
Demam sebelum dan selama persalinan
Infeksi berat ( malaria, sifilid, TBC, HIV)
Kehamilan lebih bulan ( lebih 42 minggu kehamilan )
Faktor plasenta dan talipusat
Keadaan plasenta atau talipusat yang dapat mengakibatkan asfiksia BBL akibat penurunan
aliran darah dan oksigen melalui talipusat bayi
Infark plasenta
Hematom plasenta
Lilitan talipusat
Talipusat pendek
Simpul talipusat
Prolapsus talipusat
Faktor bayi
Keadaan bayi yang dapat mengalami asfiksia walaupun kadang kadang tanpa didahului
tanda gawat janin:
Bayi kurang bulan/prematur ( kurang 37 minggu kehamilan)
Air ketuban bercampur mekonium
Kelainan kongenital yang memberi dampak pada pernapasan bayi
Diagnosis
Anamnesis :
Gangguan atau kesulitan waktu lahir (lilitan tali pusat, sungsang, ekstraksi vakum,
ekstraksi forsep, dll).
Lahir tidak bernafas/menangis.
Air ketuban bercampur mekonium.
Pemeriksaan fisik :
Bayi tidak bernapas atau napas megap-megap.
Denyut jantung kurang dari 100X/menit
6-3
MANAJEMEN
1. Resusitasi ( Tahapan Resusitasi Lihat Bagan )
Begitu bayi lahir tidak menangis, maka dilakukan Langkah Awal yang terdiri dari
o Hangatkan bayi di bawah pemancar panas atau lampu
o Posisikan kepala bayi sedikit ekstensi
o
o
6-4
Buku Acuan
2. Terapi medikamentosa:
Epinefrin :
Indikasi:
Denyut jantung bayi <60 kali/menit setelah paling tidak 30 detik dilakukan ventilasi
adekuat dan kompresi dada belum ada respons.
Asistolik.
Dosis: 0.1-0.3 ml/kg BB dalam larutan 1:10.000 (0.01 mg-0.03 mg/kg BB)
Cara: IV atau endotrakeal. Dapat diulang setiap 3-5 menit bila perlu.
Cairan pengganti volume darah
Indikasi:
Bayi baru lahir yang dilakukan resusitasi mengalami hipovolemia dan tidak ada respon
dengan resusitasi.
Hipovolemia kemungkinan akibat adanya perdarahan atau syok. Klinis ditandai adanya
pucat, perfusi buruk, nadi kecil/lemah dan pada resusitasi tidak memberikan respon yang
adekuat.
Jenis cairan :
Larutan kristaloid yang isotonis (NaCl 0.9%, Ringer Laktat)
Transfusi darah gol.O negatif jika diduga kehilangan darah banyak dan bila fasilitas
tersedia
Dosis: Dosis awal 10 ml/kg BB IV pelan selama 5-10 menit. Dapat diulang sampai
menunjukkan respon klinis.
Bikarbonat :
Indikasi:
Asidosis metabolik secara klinis ( napas cepat dan dalam, sianosis)
Prasyarat: Bayi telah dilakukan ventilasi dengan efektip
Dosis: 1-2 mEq/kg BB atau 2 ml/KgBB (4.2%) atau 1 ml /kgbb (7.4%)
Cara: Diencerkan dengan aquabides atau dekstrose 5% sama banyak diberikan secara
intravena dengan kecepatan minimal 2 menit.
Efek samping: Pada keadaan hiperosmolaritas dan kandungan CO2 dari bikarbonat merusak
fungsi miokardium dan otak.
6-5
Ya
Perawatan rutin
Jaga hangat
Bersihkan jalan napas
Keringkan
30 detik
Tidak
Napas
30 detik
Apnea
Perawatan suportif
DJ > 100
& merah muda
Ventilasi
30 detik
DJ < 60
Perawatan
berkelanjutan
DJ > 60
Beri Epinefrin*
6-6
Buku Acuan
6-7
4. Cuci katup dan sungkup dengan air dan deterjen, periksa apakah ada kerusakan,
kemudian basuhlah
5. Pilih salah satu cara sterilisasi atau desinfeksi derajat tinggi :
Sterilisasi dengan autoclaf 120 C, selama 30 menit bila dibungkus, selama 20 menit,
bila tidak dibungkus
Desinfeksi tingkat tinggi (DTT) :
- Dengan direbus atau dikukus selama 20 menit dari titik didih air atau
- Direndam dalam larutan kimia (klorin 0.1% atau glutaraldehid 2% selama 20
menit kemudian dibilas dengan air yang sudah DTT)
6. Cuci tangan dengan sabun dan air, keringkan dengan kain yang bersih dan kering atau
keringkan dengan udara
7. Setelah didisinfeksi dengan larutan kimia, basuh seluruh alat dengan air bersih dan
biarkan kering dengan udara
8. Pasang kembali balon
9. Periksa untuk meyakinkan bahwa balon tetap berfungsi :
Tutup katup yang keluar dengan membuat lekatan dengan telapak tangan dan amati
balon akan mengembang lagi bila lekatan dilepas. Ulangi percobaan tersebut dengan
memakai sungkup yang sudah dipasang pada balon
C. MENCATAT TINDAKAN RESUSITASI
Catat hal hal di bawah ini dengan rinci
Kondisi bayi saat lahir
Tindakan yang diperlukan untuk memulai pernapasan ( Tahapan resusitasi yang telah
dilakukan )
Waktu antara lahir dengan memulai pernapasan
Pengamatan secara klinis selama dan sesudah tindakan resusitasi
Hasil tindakan resusitasi
Bila tindakan resusitasi gagal, apa kemungkinan penyebab kegagalan
Nama nama tenaga kesehatan yang menangani tindakan
D. Konseling pada keluarga :
o Bila resusitasi berhasil dan bayi dirawat secara rawat gabung , lakukan Konseling
Pemberian ASI dini dan eksklusif dan Asuhan Bayi Normal lain nya (Perawatan
Neonatal Esensial)
o Bila bayi memerlukan perawatan atau pemantauan khusus, konseling keluarga
tentang Pemberian ASI dini dan jelaskan tentang keadaan bayi
o Bila bayi sudah tidak memerlukan perawatan lagi di Puskesmas , nasehati ibu dan
keluarga untuk kunjungan ulang untuk pemantauan tumbuh kembang bayi
selanjutnya
o Bila resusitasi tidak berhasil atau bayi meninggal dunia, berikan dukungan emosional
kepada keluarga
Pemantauan tumbuh kembang
Bila bayi mampu bertahan hidup setelah dilakukan resusitasi, perlu pemantauan setelah
pulang dari perawatan sebagai berikut :
Lakukan kunjungan neonatal minimal sebelum bayi berumur 7 hari.
Apakah pernah timbul kejang selama di rumah.
Apakah pernah timbul gangguan napas: sesak napas, retraksi, apneu.
6-8
Buku Acuan
Apakah bayi minum ASI dengan baik ( dapat menghisap dan menetek dengan baik)
Apakah dijumpai tanda atau gejala gangguan pertumbuhan dan perkembangan pada
kunjungan berikutnya (Lihat Buku Panduan Deteksi Dini Gangguan Tumbuh Kembang)
Pemantauan teratur sangat diperlukan dan bila dapat dideteksi secara dini kelainan atau
komplikasi pasca resusitasi, maka harus segera di rujuk ke Rumah Sakit Rujukan
6-9
BAB 7
Gangguan Napas merupakan salah satu Kegawatan Perinatal yang dapat memberi
dampak buruk bagi BBL yaitu kematian atau bila dapat bertahan hidup dengan gejala
sisa atau sekuele
Bila terjadi apnea, ini merupakan salah satu Tanda Bahaya atau Danger Sign yang
harus segera ditangani di manapun BBL tersebut berada
Gangguan napas dapat diakibatkan oleh banyak faktor penyebab, namun penanganan
awal kegawatannya yang merupakan hal yang sangat penting
TUJUAN UMUM
Setelah mempelajari bab ini dan mengikuti pelatihan ini, diharapkan peserta mengetahui dan
mampu :
Menjelaskan tentang Gangguan napas dan faktor penyebab gangguan napas
Melaksanakan manajemen gangguan napas ringan dan sedang pada bayi BBL
TUJUAN KHUSUS
Setelah mengikuti pelatihan ini, maka diharapkan peserta :
Mengetahui dan mampu menjelaskan tentang Penyebab gangguan napas
Mampu melaksanakan manajemen Gangguan napas ringan dan sedang pada BBL,
dengan cara:
o Menjaga patensi jalan napas
o Memberikan terapi Oksigen
o Melakukan resusitasi bila diperlukan
Penyebab Gangguan napas:
Kelainan paru: Pnemonia
Kelainan jantung: Penyakit Jantung Bawaan , Disfungsi miokardium
Kelainan Susunan Syaraf Pusat akibat: Asfiksia, Perdarahan otak
Kelainan metabolik: Hipoglikemia, Asidosis metabolik
Kelainan Bedah: Pneumotoraks, Fistel Trakheoesofageal, Hernia diafragmatika
Kelainan lain: Sindrom Aspirasi Mekonium, Transient tachypnea of the Newborn
Penyakit Membra Hialin,
7-1
Bila menurut masa gestasi, penyebab gangguan napas adalah sebagai berikut :
Pada Bayi Kurang Bulan :
o Penyakit Membran Hialin
o Pneumonia
o Asfiksia
o Kelainan atau Malformasi Kongenital
Pada Bayi Cukup Bulan :
o Sindrom Aspirasi Mekonium
o Pneumonia
o Transient Tachypnea of the Newborn
o Asidosis
o Kelainan atau Malformasi Kongenital
DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan berdasarkan atas : anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang
Anamnesis :
Waktu timbulnya Gangguan Napas
Usia Kehamilan
Pengobatan steroid antenatal
Faktor predisposisi: KPD (Ketuban Pecah Dini), Demam pada ibu sebelum persalinan
Riwayat Asfiksia dan Persalinan dengan tindakan
Riwayat aspirasi
Pemeriksaan Fisik
Gambaran Klinis Gangguan napas
Gangguan napas merupakan sindrom klinis yang terdiri dari kumpulan gejala sebagai
berikut:
Frekuensi napas bayi lebih 60 kali/menit atau frekuensi napas bayi kurang 30
kali/menit dan mungkin menunjukkan satu atau lebih tanda tambahan gangguan
napas sebagai berikut :
o Bayi dengan sianosis sentral (biru pada lidah dan bibir).
o Tarikan dinding dada
o Merintih
o Bayi apnea (napas berhenti lebih 20 detik).
Secara klinis Gangguan napas dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu :
Gangguan napas berat
Gangguan napas sedang
Gangguan napas ringan
7-2
Buku Acuan
Tabel 7.1
Frekuensi
napas
> 60
kali/menit
ATAU > 90
kali/ menit
ATAU < 30
kali/ menit
60-90
kali/menit
ATAU > 90
kali/ menit
60-90
kali/menit
60-90
kali/menit
Klasifikasi
Gangguan
napas berat
Gangguan
napas sedang
Sianosis sentral
Tarikan dinding dada atau merintih saat
ekspirasi atau sianosis sentral.
Tarikan dinding dada atau merintih saat
ekspirasi atau sianosis sentral.
Sianosis sentral
Tarikan dinding dada atau merintih.
Gangguan
napas ringan
Kelainan
jantung
kongenital
Pemeriksaan penunjang
Untuk Puskesmas biasanya sangat jarang tersedia fasilitas pemeriksaan penunjang,
maka penajaman pengamatan atau pemeriksaan klinis sangat diutamakan
Pemeriksaan laboratorium darah rutin dan preparat darah apus untuk mendiagnosis
kemungkinan adanya infeksi atau sepsis neonatal
MANAJEMEN UMUM
Pasang jalur infus intravena , sesuai dengan kondisi bayi, yang paling sering dan bila bayi
tidak dalam keadaan dehidrasi berikan infuse Dekstrosa 5 %
o Pantau selalu tanda vital
o Jaga patensi jalan napas
o Berikan Oksigen ( 2-3 liter/menit dengan kateter nasal )
Jika bayi mengalami apnea:
o Lakukan tindakan resusitasi sesuai tahap yang diperlukan
o Lakukan penilaian lanjut
Bila terjadi kejang potong kejang
Segera periksa kadar glukosa darah ( bila fasilitas tersedia )
Pemberian nutrisi adekuat
Setelah manajemen umum, segera dilakukan manajemen lanjut sesuai dengan kemungkinan
penyebab dan jenis atau derajat Gangguan napas.
Sesuai dengan fasilitas yang ada, yang dapat dikelola di Puskesmas adalah Gangguan Napas
Ringan dan Gangguan Napas Sedang (sesuai kasus), sedangkan Gangguan Napas Berat,
dan Kelainan jantung kongenital harus segera di rujuk ke Rumah Sakit Rujukan
7-3
7-4
Lanjutkan pemberian O2 2-3 liter/menit dengan kateter nasal, bila masih sesak dapat
diberikan O2 4-5 liter/menit dengan sungkup
Bayi jangan diberikan minum.
Jika ada tanda berikut, berikan antibiotika (ampisilin dan gentamisin) untuk terapi
Kemungkinan besar sepsis:
o Suhu aksiler < 34 oC atau > 39 oC;
o Air ketuban bercampur mekonium;
o Riwayat infeksi intrauterin, demam curiga infeksi berat atau ketuban pecah dini (> 18
jam).
Bila suhu aksiler 34 36.5 oC atau 37.5 39 oC tangani untuk masalah suhu abnormal
dan nilai ulang setelah 2 jam:
o Bila suhu masih belum stabil atau gangguan napas belum ada perbaikan, berikan
antibiotika untuk terapi Kemungkinan besar sepsis
o Jika suhu normal, teruskan amati bayi. Apabila suhu kembali abnormal, ulangi
tahapan tersebut diatas.
Bila tidak ada tanda-tanda kearah sepsis, nilai kembali bayi setelah 2 jam.
Apabila bayi tidak menunjukkan perbaikan atau tanda-tanda perburukan setelah 2 jam,
terapi untuk Kemungkinan besar sepsis dan segera rujuk ke Rumah Sakit Rujukan
Bila bayi mulai menunjukkan tanda-tanda perbaikan (frekuensi napas menurun tidak
kurang dari 30 kali/menit, tarikan dinding dada berkurang atau suara merintih berkurang)
disertai perbaikan tanda klinis: Kurangi terapi O2 secara bertahap.
Pasang pipa lambung, berikan ASI peras setiap 2 jam. Jika tidak dapat menyusu, berikan
ASI peras dengan memakai salah satu cara alternatif pemberian minum.
Amati bayi selama 24 jam setelah pemberian antibiotik dihentikan. Bila bayi kembali
tampak kemerahan tanpa pemberian O2 selama 3 hari, minum baik dan tak ada alasan
bayi tetap tinggal di rumah sakit, bayi dapat dipulangkan.
Buku Acuan
BAB 8
Kejang adalah perubahan secara tiba-tiba fungsi neurologi baik fungsi motorik maupun
fungsi otonomik karena kelebihan pancaran listrik pada otak
PRINSIP DASAR
Kejang merupakan keadaan emergensi atau tanda bahaya yang sering terjadi pada
neonatus,karena kejang yang berkepanjangan dapat mengakibatkan hipoksia otak yang
cukup berbahaya bagi ke langsungan hidup bayi atau dapat mengakibatkan gejala sisa di
kemudian hari. Termasuk dalam kelompok gejala ini adalah spasme dan tidak sadar atau
gangguan kesadaran. Keadaan ini dapat diakibatkan oleh asfiksia neonatorum,
hipoglikemia atau merupakan tanda meningitis atau masalah susunan saraf.
Kejang merupakan satu tanda atau gejala yang dapat dijumpai pada satu atau lebih
masalah pada BBL
Apapun penyebabnya, kejang sebagai salah satu Tanda Bahaya atau Danger sign
pada neonatus harus segera dikelola dengan baik
Sebetulnya timbulnya kejang dapat diantisipasi dengan melakukan tindakan promotip
atau preventip
Secara klinis kejang pada bayi diklasifikasikan klonik,tonik, mioklonik, subtle
TUJUAN UMUM
Setelah menyelesaikan bab ini, peserta akan mampu menjelaskan tentang penyebab
kejang, dampak kejang pada bayi baru lahir serta manajemen kejang dengan baik
TUJUAN KHUSUS
Untuk mencapai tujuan umum, peserta akan memiliki kemampuan untuk:
Menjelaskan beberapa penyebab kejang pada neonatus
Menjelaskan rencana terapi kejang pada Neonatus
Melakukan praktek menjaga patensi jalan napas dan pemberian oksigen untuk mencegah
hipoksia otak yang berlanjut.
Melakukan cara memotong kejang dengan baik
Pasang jalur IV dan beri cairan IV dengan dosis rumat serta tunjangan nutrisi adekuat
MASALAH
Kejang pada bayi baru lahir apapun penyebabnya dapat menimbulkan cacat pada syaraf
dan atau kemunduran mental dikemudian hari.
Langkah promotip atau preventip:
Mencegah persalinan prematur
Melakukan pertolongan persalinan yang bersih dan aman
Mencegah asfiksia neonatorum
Melakukan resusitasi dengan benar
Melakukan tindakan pencegahan Infeksi .
8-1
DIAGNOSIS
Anamnesis :
Riwayat persalinan: bayi lahir prematur, lahir dengan tindakan, penolong persalinan,
asfiksia neonatorum.
Riwayat imunisasi tetanus ibu, penolong persalinan bukan tenaga kesehatan.
Riwayat perawatan tali pusat dengan obat tradisional.
Riwayat kejang, penurunan kesadaran, ada gerakan abnormal pada mata, mulut, lidah
dan ekstrimitas.
Riwayat spasme atau kekakuan pada ekstremitas, otot mulut dan perut.
Kejang dipicu oleh kebisingan atau prosedur atau tindakan pengobatan.
Riwayat bayi malas minum sesudah dapat mium normal.
Adanya faktor risiko infeksi.
Riwayat ibu mendapat obat mis. heroin, metadon, propoxypen, sekobarbital, alkohol.
Riwayat perubahan warna kulit (kuning)
Saat timbulnya dan lama terjadinya kejang.
Pemeriksaan fisik
Kejang:
Gerakan abnormal pada wajah, mata, mulut, lidah dan ekstrimitas
Ekstensi atau fleksi tonik ekstremitas, gerakan seperti mengayuh sepeda, mata berkedip,
berputar, juling.
Tangisan melingking dengan nada tinggi, sukar berhenti.
Perubahan status kesadaran, apnea, ikterus, ubun-ubun besar membonjol, suhu tubuh
tidak normal.
Spasme:
Bayi tetap sadar, menangis kesakitan
Trismus, kekakuan otot mulut, rahang kaku, mulut tidak dapat dibuka, bibir mencucu.
Opistotonus, kekakuan pada ekstremitas, perut, kontraksi otot tidak terkendali. Dipicu
oleh kebisingan, cahaya, atau prosedur diagnostik.
Infeksi tali pusat.
8-2
Buku Acuan
DIAGNOSIS BANDING
Untuk membuat diagnosis banding dan mengetahui Manajemen Spesifik dapat dilihat Tabel
dibawah ini
Tabel 8.1 Diagnosis banding kejang, spasme dan tidak sadar
Temuan
Anamnesis
Pemeriksaan
Ibu tidak
diimunisasi tetanus
toksoid
Malas minum
sesudah minum
normal sebelumnya
Timbul pada hari
ke 3 sampai 14
Lahir di rumah
dengan lingkungan
kurang higienis
Pengolesan bahan
tidak steril pada tali
pusat
Timbul pada hari
ke 2 atau lebih
Riwayat resusitasi
pada saat lahir atau
bayi tidak bernapas
minimal satu menit
sesudah lahir
Timbul pada hari
ke 1 sampai ke 4
Persalinan dengan
penyulit (misal
Pemeriksaan
penunjang /
diagnosis lain
yang sudah
diketahui
Kadar glukose
darah kurang dari
45 mg/dL (2.6
mmol/L)
Kemungkinan
diagnosis
Hipoglikemia
Tetanus
neonatorum
Sepsis
Curiga
meningitis
(tangani
meningitis dan
obati kejang)
Asfiksia
neonatorum
dan/atau
Trauma (obati
kejang, dan
tangani asfiksia
neonatorum)
8-3
Temuan
Anamnesis
partus lama atau
gawat janin)
Timbul pada hari
ke 1 sampai 7
Kondisi bayi
mendadak
memburuk
Mendadak pucat
Belum mendapat
injeksi vit.K1
Ikterus hebat timbul
pada hari ke 2
Ensefalopati timbul
pada hari ke 3 - 7
Ikterus hebat yang
tidak atau
terlambat diobati
Pemeriksaan
Pemeriksaan
penunjang /
diagnosis lain
yang sudah
diketahui
Kemungkinan
diagnosis
Perdarahan
intraventrikul
ar (Nilai dan
tangani
perdarahan dan
juga asfiksia
neonatorum)
Hasil tes Coombs
positif
Ensefalopati
bilirubin
(Kern-ikterus)
(obati kejang
dan tangani
Ensefalopati
bilirubin)
MANAJEMEN UMUM
Medikamentosa
1. Fenobarbital 20 mg/kg berat badan intra vena dalam waktu 5 menit, jika kejang tidak
berhenti dapat diulang dengan dosis 10 mg/kg berat badan sebanyak 2 kali dengan
selang waktu 30 menit. Jika tidak tersedia jalur intravena, dan atau tidak tersedia
sediaan obat intravena, maka dapat diberikan intramuskuler
2. Bila kejang berlanjut diberikan fenitoin 20 mg/kg berat badan intravena dalam larutan
garam fisiologis dengan kecepatan 1mg/kgberat badan / menit.
Pengobatan rumatan
1. Fenobarbital 3-5 mg/ kg BB /hari, dosis tunggal atau terbagi tiap 12 jam secara intravena
atau per oral, sampai bebas kejang 7 hari.
2. Fenitoin 4-8 mg/kg/ hari intravena atau per oral. dosis terbagi dua atau tiga.
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang ditujukan untuk mencari penyebab kejang
8-4
Buku Acuan
Laboratorium Darah Rutin dan pengecatan Gram , kadar Glukosa darah dengan
dekstrostik.
IV
IV
IV, IM
2. Gangguan metabolik
Diagnosis kejang yang disebabkan oleh karena gangguan metabolisme sangat sulit
ditegakkan karena terbatasnya fasilitas dan kemampuan pemeriksaan penunjang di
Puskesmas, karena tidak ada gejala klinis yang khas untuk beberapa kejang metabolik,
mis. hiponatremia, hipernatremia dan hipomagnesimia. Untuk itu manajemen umum
diperlukan untuk kejang metabolik ini, dan segera dirujuk
Bila tersedia fasilitas pemeriksaan kadar glukosa darah, lakukan manajemen hipoglikemia
(Lihat manajemen Hipoglikemia)
Dugaan diagnosis kejang disebabkan oleh hipokalsemia dapat ditegakkan dengan
pemeriksaan klinis berupa karpopedal spasme dan riwayat hipoksia atau asfiksia. Untuk
kasus ini diberi:
o Kalsium glukonas 10%, 1-2 ml/kg berat badan dengan aquadest sama banyak
secara intravena dalam 5 menit. Dapat diulang setelah 10 menit jika tidak ada
respon klinis.
3. Kern ikterus: ( lihat hiper bilirubinemia)
4. Hipoksia: optimalisasi ventilasi dan terapi oksigen
8-5
5. Spasme/ tetanus
Beri Diazepam 10mg/kg/hari dengan drip selama 24 jam atau bolus IV tiap 3 jam,
maksimum 40 mg/ kg/hari
Bila frekuensi napas kurang 30 kali per menit, hentikan pemberian obat meskipun
bayi masih mengalami spasme.
Bila tali pusat merah dan membengkak, mengeluarkan pus atau berbau busuk, obati
untuk infeksi tali pusat.
Beri bayi:
o Human Tetanus immunoglobin 500 U IM, bila tersedia, atau beri padanannya,
antitoksin tetanus 5,000 IU IM.toksoid tetanus IM pada tempat yg berbeda dg
tempat pemberian antitoksin
o Benzyl Penicillin G 100,000 IU/kg BB IV atau IM dua kali sehari selama tujuh hari
Anjurkan ibunya untuk mendapat toksoid tetanus 0.5 ml (untuk melindunginya dan
bayi yg dikandung berikutnya) dan kembali bulan depan untuk pemberian dosis ke
dua.
Pada kasus perdarah subdural, trauma SSP dan hidrosefalus diperlukan tindakan
bedah, dapat dirujuk.
Terapi Suportif
Menjaga patensi jalan napas dan pemberian oksigen untuk mencegah hipoksia otak yang
berlanjut.
Pasang jalur IV dan beri cairan IV dengan dosis rumat serta tunjangan nutrisi adekuat
Mengurangi rangsang suara, cahaya maupun tindakan invasif untuk menghindari
bangkitan kejang pada penderita tetanus, pasang pipa nasogastrik dan beri ASI peras
diantara spasme. Mulai dengan jumlah setengah kebutuhan perhari dan pelan-pelan
dinaikkan jumlah ASI yang diberikan sehingga tercapai jumlah yang diperlukan
Rujukan
Bila bayi sudah dilakukan manajemen umum dan sudah dilakukan manajemen spesifik
tetapi bayi masih, segera dirujuk
8-6
Buku Acuan
BAB 9
INFEKSI NEONATAL
BATASAN
Infeksi Neonatal merupakan sindroma klinis dari penyakit sistemik akibat infeksi selama satu
bulan pertama kehidupan. Bakteri, virus, jamur dan protozoa dapat menyebabkan sepsis
pada neonatus.
PRINSIP DASAR
Tanda awal sepsis pada bayi baru lahir tidak spesifik, sehingga skrining sepsis dan
pengelolaan terhadap faktor risiko perlu dilakukan.
Mekanisme daya tahan tubuh neonatus masih imatur sehingga memudahkan invasi
mikroorganisme, sehingga infeksi mudah menjadi berat dan dapat menimbulkan
kematian dalam waktu beberapa jam atau beberapa hari bila tidak mendapat
pengobatan yang tepat.
Infeksi pada bayi baru lahir dapat terjadi in utero (antenatal), pada waktu persalinan
(intranatal), atau setelah lahir dan selama periode neonatal (pasca natal).
Penyebaran transplasenta merupakan jalan tersering masuknya mikroorganisme ke
dalam tubuh janin. Infeksi yang didapat saat persalinan terjadi akibat aspirasi cairan
amnion yang terinfeksi atau dari cairan vagina, tinja, urin ibu. Semua infeksi yang terjadi
setelah lahir disebabkan oleh pengaruh lingkungan.
Faktor risiko terjadinya sepsis neonatorum:
o Ibu demam sebelum dan selama persalinan
o Ketuban Pecah Dini
o Persalinan dengan tindakan
o Timbul asfiksia pada saat lahir
o BBLR
Terapi awal pada neonatus yang mengalami infeksi harus segera dilakukan tanpa
menunggu hasil kultur
TUJUAN UMUM
Setelah menyelesaikan bab ini, peserta akan mampu :
Menjelaskan tentang faktor risiko, penyebab dan komplikasi infeksi neonatal
Melakukan manajeman infeksi neonatal sesuai dengan fasilitas yang tersedia
TUJUAN KHUSUS
Setelah pelatihan ini, peserta mengetahui dan mampu :
Mengindentifikasi tanda, gejala dan diagnosis serta manajemen infeksi neonatal
Mengindentifikasi tanda, gejala, diagnosis serta manajemen komplikasi infeksi neonatal
Mengetahui dan melaksanakan langkah promotif dan preventif untuk infeksi neonatal
9-1
Riwayat ibu mengalami infeksi intra uterin, demam dengan kecurigaan infeksi berat atau
ketuban pecah dini.
Riwayat persalinan tindakan, penolong persalinan, lingkungan persalinan yang kurang
higienis
Riwayat lahir asfiksia berat, bayi kurang bulan, berat lahir rendah.
Riwayat air ketuban keruh, purulen atau bercampur mekonium
Riwayat bayi malas minum, penyakitnya cepat memberat
Riwayat keadaan bayi lunglai, mengantuk atau aktivitas berkurang atau iritabel /rewel,
bayi malas minum, demam tinggi atau hipotermi, gangguan napas, kulit ikterus, sklerema
atau skleredema, kejang
Pemeriksaan fisik
Keadaan umum
Suhu tubuh tidak normal (hipotermi atau hipertermi), letargi atau lunglai, mengantuk
atau aktivitas berkurang
Malas minum sebelumnya minum dengan baik.
Iritabel atau rewel,
Kondisi memburuk secara cepat dan dramatis
Gastrointestinal: Muntah, diare, perut kembung, hepatomegali
Tanda mulai muncul sesudah hari ke empat.
Kulit:
Perfusi kulit kurang, sianosis, pucat, petekie, ruam, sklerem, ikterik
Kardiopulmuner: Takipnu, gangguan napas, takikardi, hipotensi
Neurologis:
Iritabilitas, penurunan kesadaran, kejang, ubun-ubun membonjol,
kaku kuduk sesuai dengan meningitis.
Tabel 13.1 Kelompok temuan yang berhubungan dengan infeksi neonatorum
Kategori A
1) Kesulitan bernapas (mis. apnea, napas
lebih dari 30 kali per menit, retraksi
dinding dada, grunting pada waktu
ekspirasi, sianosis sentral)
9-2
Kategori B
1)
2)
3)
4)
Tremor
Letargi atau lunglai
Mengantuk atau aktivitas berkurang
Iritabel atau rewel
Buku Acuan
Kategori A
2) Kejang
3) Tidak sadar
4) Suhu tubuh tidak normal, (tidak normal
sejak lahir & tidak memberi respons
terhadap terapi atau suhu tidak stabil
sesudah pengukuran suhu normal
selama tiga kali atau lebih, menyokong
ke arah sepsis)
5) Persalinan di lingkungan yang kurang
higienis (menyokong ke arah sepsis)
6) Kondisi memburuk secara cepat dan
dramatis (menyokong kearah sepsis)
Kategori B
5)
6)
7)
8)
9)
Pemeriksaan penunjang
Untuk Puskesmas fasilitas penunjang biasanya jarang tersedia, sehingga pemeriksaan atau
penajaman klinis sangat diutamakan
Bila tersedia fasilitas, maka dapat dilakukan pemeriksaan penunjang sebagai berikut
Pemeriksaan jumlah lekosit dan hitung jenis secara serial untuk menilai perubahan akibat
infeksi, adanya lekositosis atau lekopeni, trombositopenia
Ditemukan kuman pada pemeriksaan pengecatan Gram dari darah.
Gangguan metabolik
Hipoglikemi atau hiperglikemi, asidosis metabolik.
Peningkatan kadar bilirubin
MANAJEMEN UMUM
Dugaan sepsis
Jika tidak ditemukan riwayat infeksi intra uteri, ditemukan satu kategori A dan
satu atau dua kategori B maka kelola untuk tanda khususnya (mis. kejang).
Lakukan pemantauan.
Jika ditemukan tambahan tanda sepsis, maka dikelola sebagai kecurigaan besar
sepsis.
Kecurigaan besar sepsis
Pada bayi umur sampai dengan 3 hari
o Bila ada riwayat ibu dengan infeksi rahim, demam dengan kecurigaan infeksi berat
atau (ketuban pecah dini) atau bayi mempunyai 2 atau lebih Kategori A ,atau 3
atau lebih Kategori B
Pada bayi umur lebih dari tiga hari
o Bila bayi mempunyai dua atau lebih temuan Kategori A atau tiga atau lebih temuan
Kategori B.
A. Antibiotik
Antibiotik awal diberikan Ampisilin dan Gentamisin, bila organisme tidak dapat
ditemukan dan bayi tetap menunjukkan tanda infeksi sesudah 48 jam, ganti
Ampisilin dan beri Sefotaksim disamping tetap beri Gentamisin.
9-3
Jika ditemukan organisme penyebab infeksi, digunakan antibiotik sesuai uji kepekaan
kuman. Antibiotika diberikan sampai 7 hari setelah ada perbaikan (dosis lihat tabel).
Pada sepsis dengan meningitis, pemberian antibiotik sesuai pengobatan meningitis.
Ampisilin
Ampisilin untuk
meningitis
Sefotaksim
Sefotaksim untuk
meningitis
Gentamisin
Cara
Pemberian
Dosis dalam mg
IV, IM
IV
Hari 1-7
50 mg/kg setiap 12 jam
100mg/kg setiap 12 jam
Hari 8+
50mg/kg setiap 8jam
100 mg/kg setiap 8jam
IV, IM
IV
IV, IM
< 2 kg
4mg/kg sekali sehari
3,5mg/kg setiap 12 jam
2 kg
5mg/kg sekali sehari
3,5mg/kg setiap 12 jam
B. Respirasi
Menjaga patensi jalan napas dan pemberian oksigen untuk mencegah hipoksia. Pada
kasus tertentu membutuhkan ventilator mekanik.
C.Kardiovaskuler
Pasang jalur IV dan beri cairan IV dengan dosis rumat serta pemantauan tensi dan
perfusi jaringan untuk cegah syok.
MANAJEMEN SPESIFIK / MANAJEMEN LANJUT
Pengobatan terhadap tanda khusus lain atau penyakit penyerta serta komplikasi yang terjadi
(mis. kejang, hipoglikemi, gangguan napas, ikterus).
RUJUKAN
Persiapkan untuk merujuk bayi yang menderita infeksi neonatal dengan komplikasi, setelah
keadaan stabil.
Pengelolan bersama dengan sub bagian neurologi anak, pediatri sosial, bagian mata, bedah
syaraf dan rehabilitasi medik.
Pemantauan (Monitoring)
Tumbuh Kembang
Komplikasi yang sering terjadi pada penderita dengan sepsis dapat mengakibatkan
gangguan tumbuh kembang, mis. gejala sisa neurologis berupa retardasi mental,
gangguan penglihatan, kesukaran belajar, kelainan tingkah laku.
9-4
Buku Acuan
BAB 10
Keadaan paling ideal untuk merujuk adalah Rujukan Antepartum (rujukan pada saat
janin masih ada dalam kandungan ibu). Namun sayangnya tidak semua keadaan dapat
terdiagnosis secara dini, sehingga rujukan dini dapat dilakukan. Apalagi bila terjadi
kedaruratan pada ibu maupun janin dan kehamilan harus segera di terminasi serta
memerlukan rujukan ke fasilitas yang lebih lengkap, maka akan timbul masalah baik
pada ibu maupun bayi
Perubahan keadaan dan penyakit pada bayi baru lahir demikian cepatnya, untuk itu
dibutuhkan tata laksana segera dan adekuat pada fasilitas yang lebih lengkap dan
terdekat (system regionalisasi Rujukan Perinatal).
Apabila bayi dirujuk ke fasilitas yang lebih lengkap, yakinkan bahwa bayi akan
mendapatkan keuntungan atau nilai positip dibanding bila hanya tetap dirawat di tempat
asalnya.
Harus diperhatikan bahwa saat merujuk, bayi harus dalam keadaan stabil atau minimal
tanda bahaya sudah dikelola lebih dulu
Perlu melibatkan orang tua atau keluarga dalam mengambil keputusan untuk merujuk
dan jelaskan kenapa bayi harus dirujuk
TUJUAN UMUM
Setelah menyelesaikan bab ini, peserta dapat mengetahui dan mampu :
Menjelaskan pentingnya rujukan BBL yang mempunyai masalah berat
Mempersiapkan dan melaksanakan rujukan
TUJUAN KHUSUS
Setelah pelatihan ini, peserta mampu :
Menjelaskan kepada orangtua atau keluarga mengapa bayi harus dirujuk
Menjelaskan kasus yang harus segera dirujuk
Melaksanakan sistem rujukan dan transportasi untuk BBL dengan benar
Kasus atau keadaan yang memerlukan rujukan ke fasilitas yang lebih lengkap:
Gangguan napas sedang dan berat, apapun penyebabnya
Asfiksia yang tidak memberi respons pada tindakan resusitasi, sebaiknya dalam 10 menit
pertama
Kasus bedah neonatus
BBLR < 1,750 g
BBLR 1,750-2,000 g dengan kejang, gangguan napas, gangguan pemberian minum
Bayi hipotermi berat
Ikterus yang tidak memberikan respons dengan fototerapi
Kemungkinan penyakit jantung bawaan
Bayi ibu diabetes mellitus dengan hipoglikemia simtomatik
Kejang yang tidak teratasi
Tersangka infeksi (sepsis, meningitis) berat / dengan komplikasi
10-1
Penyakit hemolisis
Tersangka renjatan yang tidak memberi respons baik
Hipoglikemia yang tidak dapat teratasi
10-2
Buku Acuan
menjadi suatu
10-3
10-4
Kalau memungkinkan dapat pula dilakukan Perawatan Bayi Melekat (Kangaroo Mother
Care)
Buku Acuan
BAB 11
11-1
11-2
PENGAMATAN
Buku Acuan
PENGAMATAN
9. Perlengkapan jahit:
- Pemegang jarum (25 cm)
- Jarum jaringan no.6 (1 buah)
- Pinset anatomis (1 buah)
- Gunting benang (1 buah)
- Benang chromic no.0
- Kasa steril
10. Ekstraktor vakum
- Mangkok logam atau silastik (kecil, medium, besar)
- Selang karet (2 buah)
- Penarik mangkok (1 buah)
- Botol vakum dengan manometer (1 buah)
- Pompa vakum (1 buah)
Pilihan lain: Mangkok vakum dari plastik/karet
11. Instrumen lain:
Ambu bag (1 set)
Klem ovum (2 buah)
Cunam tampon (1 buah)
Alat suntik 5 ml dengan jarum suntik no.23 sekali pakai (2
buah)
Spekulum Sims atau L (2 buah)
Kateter karet (1 buah)
Mangkok/piring tempat plasenta
12. Lembar catatan medik termasuk lembar kontrol istimewa dan
persetujuan tindakan
II. PENOLONG (OPERATOR DAN ASISTEN)
1. Baju kamar tindakan, apron plastik, masker dan kacamata
pelindung (3 set)
2. Sarung tangan DTT/steril (4 pasang)
3. Alas kaki / sepatu boot karet (3 pasang)
11-3
PENGAMATAN
III. BAYI
1. Instrumen:
Penghisap lendir (manual/elektrik)
Sudip/penekan lidah (1 buah)
Kain/handuk kering dan bersih penyeka muka dan badan (2
buah)
Meja bersih, kering dan hangat untuk tindakan resusitasi (1
buah)
Inkubator, bila ada (1 buah)
Pemotong dan pengikat tali pusat (1 buah)
Alat suntik 10 ml dan jarum suntik no.23 (2 buah)
Kateter intravena no 24G dan jarum kupu-kupu (1 buah)
Selang nasogastrik (nasogastric feeding tube) neonatal untuk
kateterisasi umbilikal
Popok dan selimut
Ambu bag atau sungkup corong (Perinasia)
2. Medikamentosa:
Larutan injeksi Bicarbonas natrikus 7.5% atau 8.4%
Nalokson (Narkan) injeksi
Epinefrin 0.01%
Antibiotika
Akuabidestilata dan Dekstrose 10%
3. Oksigen dengan regulator
4. Lembar Catatan Medik
11-4
Buku Acuan
KEWASPADAAN UNIVERSAL
Dewasa ini Indonesia telah memasuki epidemi HIV/AIDS gelombang kelima yang ditandai
dengan munculnya kasus HIV/AIDS pada ibu rumah tangga/ para isteri, bahkan ibu dengan
janin yang sedang dikandungnya. Data sampai 2001 tercatat 2000 kasus HIV/AIDS yang
dilaporkan di Indonesia dan sepertiga diantaranya adalah wanita. Ternyata kasus infeksi HIV
bertambah lebih cepat diantara wanita dan dalam waktu yang tidak terlalu lama akan
menyusul jumlah infeksi pada laki-laki.
Kasus HIV(+) tidak menampilkan gejala dan tanda klinik yang spesifik, tetapi dapat
menularkan penyakit sebagaimana kasus Hepatitis B (+). Sementara itu dalam melakukan
pengelolaan kasus HIV/AIDS, petugas kesehatan dapat terinfeksi bila terjadi kontak dengan
cairan tubuh/darah pasien. Dalam memberikan pelayanan kesehatan terhadap ibu hamil,
bersalin dan nifas, ataupun diluar masa itu, petugas kesehatan selalu memiliki risiko terinfeksi
oleh mikroorganisme melalui darah/cairan tubuh. Maka setiap petugas pelaksana pelayanan
kesehatan perlu memegang prinsip-prinsip pencegahan infeksi, khususnya prinsip
Kewaspadaan Universal (KU).
Bagian ini membahas prinsip kewaspadaan universal mulai dari pengertian, pelaksanaan
hingga upaya yang perlu dilakukan bila petugas terpapar darah/cairan tubuh dalam
melaksanakan tugasnya.
DEFINISI
Kewaspadaan Universal adalah pedoman yang ditetapkan untuk mencegah penyebaran
berbagai penyakit yang ditularkan melalui darah/cairan tubuh di lingkungan rumah sakit atau
sarana kesehatan lainnya. Konsep yang dianut adalah bahwa semua darah/cairan tubuh
harus dikelola sebagai sumber yang dapat menularkan HIV, Hepatitis B dan berbagai
penyakit lain yang ditularkan melalui darah/cairan tubuh.
PELAKSANAAN KEWASPADAAN UNIVERSAL
Petugas kesehatan harus secara rutin memakai sarana yang dapat dipakai untuk
mencegah kontak kulit/selaput lendir dengan darah/cairan tubuh lainnya dari pasien yang
dilayaninya.
Setiap petugas kesehatan harus:
- Menggunakan sarung tangan bila:
Menyentuh darah/cairan tubuh, selaput lendir atau kulit yang tidak utuh
- Mengelola peralatan dan sarana kesehatan yang tercemar darah/cairan tubuh
- Mengerjakan fungsi vena atau prosedur lain yang menyangkut pembuluh darah
Sarung tangan harus selalu diganti setiap selesai kontak dengan seorang pasien
- Memakai masker/pelindung mata/pelindung wajah bila mengerjakan prosedur yang
memungkinkan terjadinya cipratan darah/cairan tubuh guna mencegah terpaparnya
selaput lendir pada mulut, hidung dan mata
- Memakai pakaian kerja khusus selama melakukan tindakan yang mungkin
menimbulkan cipratan darah/cairan tubuh
Tangan dan bagian tubuh lainnya harus segera dicuci dengan sabun dan air mengalir
sebersih mungkin bila terpapar darah/cairan tubuh. Cuci tangan juga harus dilakukan
setiap kali melepas sarung tangan.
11-5
Petugas kesehatan harus selalu waspada terhadap kemungkinan tertusuk jarum, pisau
dan benda/alat tajam lainnya selama membersihkan/mencuci peralatan, membuang
sampah atau membenahi peralatan setelah berlangsungnya prosedur/tindakan.
Untuk mencapai tujuan ini, maka jangan menutup kembali jarum suntik setelah dipakai,
jangan sengaja membengkokkan jarum suntik dengan tangan, jangan melepas jarum
suntik dari tabungnya atau melakukan apapun pada jarum suntik dengan menggunakan
tangan terbuka. Setelah semua benda tajam selesai dipergunakan, maka harus ditaruh
dalam wadah khusus yang tahan/anti tusukan. Kemudian wadah kumpulan benda tajam
harus terjamin aman untuk dibawa ke tempat pemrosesan alat atau dalam proses
pengeyahannya
Walaupun air liur belum terbukti menularkan HIV, tindakan resusitasi dari mulut ke
mulut harus dihindari. Jadi disetiap tempat dimana terdapat kemungkinan resusitasi,
perlu tersedia alat resusitasi
Petugas kesehatan yang mengalami luka atau lesi yang mengeluarkan cairan, misalnya
dermatitis basah, harus menghindari tugas yang bersifat kontak langsung dengan
peralatan bekas pakai pasien
Petugas kesehatan yang hamil tidak mempunyai risiko lebih besar untuk tertular HIV.
Namun demikian, bila terjadi infeksi HIV selama kehamilan, janin yang dikandungnya
berisiko untuk mengalami transmisi perinatal. Karena itu, petugas kesehatan yang sedang
hamil harus lebih memperhatikan segala prosedur yang dapat menghindari penularan
HIV.
Dengan menerapkan KU, setiap petugas kesehatan akan terlindung secara maksimal dari
kemungkinan terkena infeksi penyakit yang ditularkan melalui darah/cairan tubuh, baik dari
kasus yang terdiagnosis maupun yang tidak terdiagnosis.
BEBERAPA PETUNJUK DALAM PELAKSANAAN KEWASPADAAN UNIVERSAL
Disadari bahwa diagnosis dini adanya infeksi oleh mikroorganisme pada pasien penting
peranannya dalam keberhasilan penanganan kasus. Akan tetapi berdasarkan berbagai
pertimbangan saat ini, penapisan terhadap berbagai infeksi virus tidak mungkin dilakukan
secara rutin. Bahkan pada infeksi HIV terdapat window period dimana pada masa tersebut
darah/cairan tubuh sudah dapat menularkan infeksi, walaupun adanya HIV belum dapat
terdeteksi melalui pemeriksaan laboratorium. Karena itu prinsip KU dalam pencegahan
infeksi merupakan kunci utama keberhasilan memutuskan rantai transmisi penyakit yang
ditularkan melalui darah/cairan tubuh lainnya.
Dibawah ini disampaikan langkah yang perlu sebagai pencegahan infeksi, walaupun perlu
diingat bahwa langkah ini tidak mengabaikan pentingnya prosedur standar dalam
pemrosesan alat/instrumen secara tepat, pembuangan sampah/limbah secara aman dan
menjamin kebersihan ruangan serta lingkungan sekitarnya.
Kewaspadaan dalam tindakan medik
Semua prosedur pembedahan yang membuka jaringan organ, pembuluh darah dan
pertolongan persalinan atau tindakan abortus, termasuk tindakan medik invasif berisiko
tinggi menularkan HIV bagi tenaga kesehatan.
Untuk memutus rantai penularan, perlu pembatas berupa:
Kacamata pelindung untuk menghindari percikan cairan tubuh ke mata
Masker pelindung hidung/mulut untuk mencegah percikan pada mukosa hidung/mulut
11-6
Buku Acuan
Plastik penutup badan (apron) untuk mencegah kontak dengan darah/cairan tubuh
pasien
Sarung tangan yang sesuai untuk pelindung tangan yang aktif melakukan tindakan medik
invasif
Penutup kaki untuk melindungi kaki dari cairan yang infektif
11-7
Prosedur anestesi
Prosedur anestesi merupakan aktifitas yang dapat memaparkan infeksi virus pada tenaga
kesehatan.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah:
Perlu disediakan nampan/troli untuk alat yang telah selesai digunakan
Jarum harus dibuang segera setelah pemakaian ke wadah yang aman
Pakailah obat sedapat-dapatnya untuk dosis satu kali pemberian
Menutup spuit adalah prosedur berisiko tinggi
Sangat dianjurkan bahwa petugas anestesi melalui uji kelayakan terlebih dahulu untuk
meminimalkan risiko terluka oleh jarum suntik/alat tajam lain yang tercemar darah/cairan
tubuh
Lokasi kegiatan lain yang harus diperhatikan adalah mobil ambulan, laboratorium dan
kamar jenasah.
MANAJEMEN UNTUK TENAGA KESEHATAN YANG TERPAPAR DARAH /
CAIRAN TUBUH
Paparan secara parenteral melalui tusukan jarum, kena potong dan lain-lain
Keluarkan darah sebanyak mungkin, cuci tangan dengan sabun dan air mengalir
Paparan pada selaput lendir melalui percikan pada:
Mata - cucilah mata dalam keadaan terbuka menggunakan air atau cairan NaCl
Mulut keluarkan cairan mengandung infeksi dengan cara berludah kemudian kumur
dengan air beberapa kali
Kulit yang utuh, kulit yang sedang luka, lecet atau dermatitis cuci sebersih mungkin
dengan sabun dan air mengalir
Selanjutnya, mereka yang terpapar ini perlu mendapatkan pemantauan HIV yang sesuai dan
perhatian terhadap kondisi kesehatannya. Selama pemantauan tenaga kesehatan yang
terpapar memerlukan konseling mengenai risiko infeksi dan pencegahan transmisi
selanjutnya. Harus diingatkan untuk tidak menjadi donor darah atau jaringan, selalu
melakukan hubungan seksual yang aman dan mencegah terjadinya kehamilan. Dibeberapa
negara seperti Australia, diberikan Zidovudine (AZT) profilaksis 200 mg oral 5 kali sehari
selama 6 minggu.
PENANGANAN ALAT-ALAT YANG TERKONTAMINASI
Proses dasar pencegahan infeksi yang harus digunakan untuk mengurangi transmisi penyakit
dari peralatan, sarung tangan dan bahan-bahan lain yang terkontaminasi adalah:
11-8
Buku Acuan
DEKONTAMINASI
Rendam dalam larutan klorin 0,5 %
Selama 10 menit
Panci
Tertutup
100C
20
1700C
60
Rendam
20
DINGINKAN
SIAP PAKAI
* Peralatan steril yang terbungkus dapat disimpan selama satu minggu. Peralatan yang
tidak terbungkus dapat disimpan di dalam wadah steril atau DTT yang bertutup atau
langsung dipakai
Sumber:
Setelah prosedur selesai dikerjakan, dengan masih memakai sarung tangan dokter atau
asistennya membuang benda-benda yang terkontaminasi (kasa, kapas, pembalut dll.) kedalam
kantong/tas plastik yang tidak tembus air. Jangan membiarkan benda-benda/bahan yang
terkontaminasi tersebut menyentuh bagian luar dari kantong.
Setelah itu, peralatan yang telah digunakan termasuk jarum suntik dan sarung tangan yang
akan digunakan lagi, yang telah kontak dengan darah atau cairan tubuh lainnya, harus di
dekontaminasi dengan cara merendam selama 10 menit di dalam larutan desinfektan (cairan
klorin 0.5%, langkah ini akan membunuh virus hepatitis B dan AIDS).
Permukaan meja operasi atau permukaan meja periksa yang mungkin terkontaminasi dengan
cairan tubuh juga harus di dekontaminasi sebelum digunakan kembali.
11-9
Kemudian, peralatan dan sarung tangan yang akan digunakan kembali dicuci menggunakan
deterjen dan air dan dibilas dengan air bersih sebelum diproses lebih lanjut.
Akhirnya, peralatan dan benda-benda yang akan digunakan lagi, seperti sarung tangan yang
kontak dengan darah atau jaringan dalam tubuh di bawah kulit, harus disterilkan untuk
membunuh semua mikroorganisme (termasuk bakteri endospora). Jika sterilisasi tidak
memungkinkan atau alat sterilisasi tidak ada, desinfeksi tingkat tinggi dengan perebusan atau
perendaman dalam desinfektan tingkat tinggi adalah alternatif terbaik. Karena perebusan
biarpun dengan memperpanjang waktu (misalnya selama 90 menit) atau perendaman selama
20 menit dalam desinfektan tingkat tinggi tidak dapat membunuh bakteri endospora, petugas
kesehatan harus mengetahui keterbatasan desinfeksi tingkat tinggi (DTT) ini.
PEMBUANGAN SAMPAH SECARA AMAN
Tujuan pembuangan sampah klinik secara benar adalah:
mencegah penyebaran infeksi kepada petugas klinik yang menangani sampah dan kepada
masyarakat
melindungi orang-orang yang menangani sampah dari luka karena kecelakaan
Sampah yang tidak terkontaminasi tidak memberikan risiko infeksi kepada orang yang
menangani sampah tersebut. Contoh sampah yang tidak terkontaminasi termasuk kertas,
kardus, botol dan wadah-wadah plastik yang merupakan produk rumah-tangga biasa yang
digunakan di dalam klinik. Biar bagaimanapun, kebanyakan sampah suatu fasilitas kesehatan
adalah sampah terkontaminasi.
Sampah terkontaminasi dapat membawa mikroorganisme dalam jumlah besar yang
mempunyai potensi menularkan infeksi kepada orang yang kontak atau menangani sampah
tersebut dan juga kepada masyarakat jika sampah tersebut tidak ditangani dengan benar.
Sampah terkontaminasi termasuk darah, nanah, air seni, tinja dan cairan tubuh lainnya dan
juga termasuk bahan-bahan habis pakai yang terkena/kontak dengan darah, nanah dan
sebagainya. Sampah yang berasal dari ruang operasi harus dikategorikan sebagai sampah
terkontaminasi. Sebagai tambahan sampah terkontaminasi, juga termasuk barang-barang yang
mungkin dapat menyebabkan luka (mis. jarum suntik, scalpel) atau dapat menyebarkan
penyakit melalui darah (blood-borne disease) seperti Hepatitis B dan AIDS.
Penanganan yang benar terhadap sampah akan mengurangi penyebaran infeksi kepada
petugas klinik dan kepada masyarakat setempat. Jika memungkinkan, sampah yang tidak
terkontaminasi harus di transportasikan ke tempat pembuangan sampah dalam wadah tertutup.
Petugas yang menangani sampah harus menggunakan sarung tangan tebal. Sampah
terkontaminasi harus dibakar dalam insinerator atau dikubur. Incinerator memberikan suhu
yang tinggi dan membunuh mikroorganisme, karena itu merupakan pilihan utama untuk
menangani sampah terkontaminasi. Insinerator juga mengurangi volume sampah yang perlu
dikubur. Jika tidak terdapat insinerator, semua sampah terkontaminasi harus dikubur untuk
mencegah sampah tersebut berhamburan. (Sumber: JHPIEGO IP Manual, Chapter 9: 97,
1992)
PEMELIHARAAN LINGKUNGAN YANG AMAN
Pemeliharaan lingkungan yang aman, dalam hal ini bebas dari infeksi, merupakan proses
yang berlangsung terus-menerus dan memerlukan pelatihan dan supervisi yang ketat, yang
11-10
Buku Acuan
diulang secara berkala bagi staf klinik. Bila praktek pencegahan infeksi diterapkan sebaikbaiknya, sesuai apa yang dianjurkan, infeksi yang mugkin terjadi sebagai kelanjutan atau
akibat pelayanan Keluarga Berencana dan penyebaran penyakit seperti hepatitis B (HBV)
dan HIV/AIDS dapat dihindari. Namun demikian seluruh praktek pencegahan infeksi sesuai
anjuran yang telah dijelaskan di atas harus diterapkan secara tepat sebelum, selama dan
sesudah tiap prosedur dilakukan. Keteledoran pada setiap langkah dalam pelayanan rutin
dapat mengakibatkan hasil yang buruk bagi tingkat keamanan prosedur selanjutnya.
Persiapan Fasilitas
Progam Pelayanan Obstetri dan Neonatal Emergensi Dasar merupakan program pelayanan
khusus. Oleh sebab itu, jenis pelayanan yang berkaitan dengan program ini, mengharuskan
adanya aktifitas tambahan baru. Penyediaan fasilitas pelayanan harus dilihat dari berbagai
peran yang akan dijalankannya. Jenis dan peran fasilitas kesehatan untuk Pelayanan
Obstetri dan Neonatal Emergensi Dasar adalah:
11-11
Tabel 6.1: Jenis dan Peran Fasilitas Kesehatan dalam Pelayanan Obstetri dan Neonatal
Emergensi Dasar
Jenis Fasilitas
Rumah Sakit Propinsi
Rumah Sakit Kabupaten
Puskesmas/Rumah Bersalin
Pelayanan
Pelayanan 1-3
Pusat Rujukan Propinsi
Pelayanan 1-2/3
Pelayanan 1
Pelatihan
Pusat Pelatihan Klinik
Sekunder
Pusat Pelatihan Klinik Primer
Magang
Catatan :
Pelayanan 1: Penilaian Awal, Stabilisasi, Penilaian Klinik, Tindakan Pelayanan Obstetri dan
Neonatal Emergensi Dasar, Perawatan Pasca tindakan dan Pengamatan
Lanjutan
Pelayanan 2: Pelayanan 1 ditambah dengan penatalaksanaan komplikasi
Pelayanan 3: Pelayanan 1, 2 ditambah dengan penatalaksanaan komplikasi berat dan
upaya rehabilitatif/rekonstruktif
Penentuan fasilitas kesehatan tersebut tidak bersifat kaku karena harus memperhatikan peran
yang akan dijalankan dan kesiapan perangkat pendukung yang ada. Misalnya, ada
Puskesmas dengan Fasilitas Rawat Inap yang tergolong baik dalam menjalankan program
kesehatan dasar dan patut masuk dalam nominasi untuk program Pelayanan Obstetri dan
Neonatal Emergensi Dasar. Tetapi dari kajian data kasus yang dilayani, ternyata kejadian
Obstetri dan Neonatal Emergensi Dasar, sangat minim. Oleh sebab itu, pilihan fasilitas
kesehatan akan diarahkan pada Puskesmas yang memiliki sarana terbatas tetapi jumlah
kasus kesehatan maternal yang tinggi. Dasar pertimbangan tersebut adalah orientasi pada
klien dan kinerja Puskesmas. Kinerja dapat ditingkatkan melalui pelatihan dan setelah
kualifikasi diperoleh maka kemampuan itu akan diterapkan pada masyarakat yang
membutuhkan.
Koordinasi dengan unsur terkait
Dalam tahap implementasi program Pelayanan Obstetri dan Neonatal Emergensi Dasar,
selain fasilitas pelayanan kesehatan, terdapat berbagai unsur yang memegang peranan
penting. Unsur tersebut adalah pihak yang memegang otoritas pelayanan kesehatan, yang
mempunyai otoritas dalam kualifikasi dan pelaksana proses pemberian-pemantauan
kualifikasi.
Departemen Kesehatan
Koordinasi Tingkat Pusat
Sebagai institusi yang menyelenggarakan program dan kegiatan bidang kesehatan maka
implementasi program Pelayanan Obstetri dan Neonatal Emergensi Dasar di Fasilitas
Kesehatan (yang akan memberikan pelayanan terhadap masyarakat) harus di koordinasikan
dengan Departemen Kesehatan. Koordinasi ini dimulai dari tingkat pusat (Dirjen Yanmed
dan Dirjen Binkesmas). Dirjen Yanmed akan memfasilitasi kerjasama dengan Rumah Sakit
Umum dan Pendidikan serta Rumah Sakit Khusus. Sedangkan Dijen Binkesmas untuk
Puskesmas dan masyarakat.
Pimpinan Organisasi Profesi dan Pelaksana Program Pelayanan Obstetri dan Neonatal
Emergensi Dasar, akan memberikan penjelasan bagi pihak Departemen Kesehatan tentang
11-12
Buku Acuan
latar belakang, tujuan dan bagaimana program ini diimplementasikan. Melalui penjelasan
tersebut, pihak Depkes akan memberikan nota persetujuan implementasi dan melakukan
koordinasi internal. Organisasi Profesi (POGI) dan Koordinator Jaringan Pelatihan Klinik
(JNPK) kemudian menugaskan Organisasi Pelaksana Implementasi (OPI) untuk melanjutkan
koordinasi hingga ke level yang paling bawah
Koordinasi Tingkat Provinsi
Di tingkat Provinsi, OPI akan melakukan koordinasi dengan Kanwil Kesehatan, Direktur RS
Provinsi/Pendidikan, Kadinkes Provinsi Dati I dan Pusat Pelatihan Klinik Sekunder
(P2KS/Provincial Training Center). Sebelum melakukan koordinasi ini, OPI telah memilik
data dari POGI Cabang dan P2KS tentang Kabupaten dan Puskesmas yang akan diikutkan
dalam Program Pelayanan Obstetri dan Neonatal Emergensi Dasar. Kegiatan dalam
pertemuan koordinasi tersebut meliputi pertukaran informasi, hasil kajian data, pertimbangan
instansional, profesional dan aspek manfaat program terhadap masyarakat setempat. Setelah
tercapai kesepakatan tentang Kabupaten, RSUD dan Puskesmas terpilih maka masingmasing pihak akan melakukan koordinasi dan tindak-lanjut sesuai dengan peran yang
dibebankan.
Koordinasi Tingkat Kabupaten
Pihak OPI, POGI dan P2KS melanjutkan koordinasi ke tingkat Kabupaten. Selain untuk
menjelaskan kriteria pemilihan yang telah dijalankan, juga tentang konsekuensi dari hasil
penentuan fasilitas kesehatan. Dalam pertemuan koordinasi tingkat kabupaten, dilibatkan
pula pihak BKKBN Kabupaten. Dinas Kesehatan Kabupaten akan melakukan koordinasi
internal (Kasi KIA, Puskesmas, Polindes dan Bidan di Desa), RSUD Kabupaten akan
menyiapkan fasilitas, sarana, tenaga ahli (yang merangkap pelatih) dan Pusat Pelatihan
Klinik Primer (P2KP) bertindak selaku penyelenggara pelatihan klinik.
Rancangan Biaya Penyiapan Fasilitas dan Pelatihan Klinik
Implementasi Pelayanan Obstetri dan Neonatal Emergensi Dasar di suatu wilayah dengan
melibatkan semua jenjang yang ada, harus memperhitungkan biaya penyiapan fasilitas dan
pelatihan klinik. Komponen biaya yang harus disediakan adalah untuk kegiatan sebagai
berikut :
Lokakarya Implementasi Pelayanan Obstetri dan Neonatal Emergensi Dasar di Fasilitas
Pelayanan Kesehatan (sosialisasi latar belakang, tujuan dan kegiatan program
Pelayanan Obstetri dan Neonatal Emergensi Dasar dan menggalang kesepakatan serta
peran dari setiap unsur yang terlibat)
Penyiapan Pusat Pelayanan Pelayanan Obstetri dan Neonatal Emergensi Dasar di
Propinsi (Penyiapan Rumah Sakit Propinsi sebagai Pusat Rujukan dan Pelatihan Tingkat
Provinsi)
Standardisasi Keterampilan Klinik Pelayanan Obstetri dan Neonatal Emergensi Dasar
(P2KS menyiapkan pelatih klinik Pelayanan Obstetri dan Neonatal Emergensi Dasar
dalam aspek klinik)
Pelatihan Keterampilan Melatih Pelayanan Obstetri dan Neonatal Emergensi Dasar
(P2KS menyiapkan pelatih klinik dalam aspek keterampilan melatih)
Pelatihan Keterampilan Klinik Pelayanan Obstetri dan Neonatal Emergensi Dasar (P2KP
melatih petugas kesehatan untuk berkualifikasi sebagai pelaksana Pelayanan Obstetri
dan Neonatal Emergensi Dasar)
11-13
Pelatihan Menjaga Mutu Client Oriented Provider Efficient Service (C.O.P.E) (Pelatihan
bagi Puskesmas tentang upaya menjaga mutu pelayanan Pelayanan Obstetri dan
Neonatal Emergensi Dasar)
Pelatihan Supervisi Fasilitatif (Pelatihan tentang pendekatan kemitraan dan mutu dalam
Pelayanan Obstetri dan Neonatal Emergensi Dasar)
Penyiapan dan melengkapi sarana pelayanan Pelayanan Obstetri dan Neonatal
Emergensi Dasar di RSUD dan Puskesmas
Pasokan Medik (Medical Supplies)
11-14
Buku Acuan
Keluaran yang diharapkan adalah pelayanan bagi pasien dan komplikasinya dengan
prosedur sederhana namun efektif, aman dan berkualitas. Mereka yang dilayani, diharapkan
memperoleh pelayanan dalam waktu yang singkat, terapi dan prosedur klinik yang tepat,
efektif dan aman, morbiditas yang rendah, terhindar dari efek samping/komplikasi yang telah
diduga sebelumnya.
Para tenaga pelaksana (provider) dan staf klinik mendapat pelatihan tentang bagaimana
pelayanan Pelayanan Obstetri dan Neonatal Emergensi Dasar dijalankan dengan mengacu
pada standar yang telah ditetapkan. Apabila terjadi kesenjangan kualitas, baik dari tahapan
masukan, proses, output ataupun hasil yang diperoleh, mereka memiliki kemampuan untuk
melakukan kegiatan identifikasi, penentuan sumber masalah, membuat alternatif pemecahan
masalah, memilih langkah dengan skala prioritas tertinggi dan melaksanakan upaya untuk
mengatasi masalah mutu secara mandiri.
SUPERVISI FASILITATIF
Pada dasarnya, proses ini adalah kegiatan observasi dan evaluasi langsung oleh penyelia
terhadap fasilitas kesehatan, kinerja tim medis dan hasil yang diperoleh. Jangankan untuk
pusat pelayanan yang bermasalah, fasilitas kesehatan yang berprestasi sekalipun, juga
mendapat kunjungan supervisi. Dengan ketentuan seperti ini, tidak akan terjadi perbedaan
perlakuan diantara fasilitas kesehatan pelaksana Pelayanan Obstetri dan Neonatal Emergensi
Dasar. Kondisi ini, tidak menyebabkan rasa rendah diri pada fasilitas kesehatan yang kurang
berprestasi. Sebaliknya, juga tidak menimbulkan perasaan hebat pada mereka yang
berprestasi.
Perbedaan supervisi fasilitatif dengan supervisi evaluatif, terletak pada para pelaku dalam
proses lingkaran kegiatan observasi dan evaluasi (termasuk menjaga mutu). Dalam proses
supervisi evaluatif, penyelia memegang peranan utama dalam evaluasi dan menjaga mutu
pelayanan. Masukan dan rekomendasi penyelia menjadi beban pekerjaan yang harus
diselesaikan oleh pelaksana program dan staf klinik. Penilaian kinerja dan target output
sangat tergantung dari penyelesaian pekerjaan yang ditentukan oleh penyelia.
Pada supervisi fasilitatif, proses observasi dan evaluasi dilakukan oleh tim medik dan staf
klinik yang telah dilatih tentang menetapkan, menjalankan dan menilai mutu pelayanan.
Penyelia datang sebagai fasilitator dalam kegiatan yang diperankan secara penuh oleh
mereka yang ada di fasilitas kesehatan. Penyelia melakukan bimbingan terhadap setiap
tahapan evaluasi dan upaya pemecahan masalah sehingga tim medik dan staf klinik (tim
pemantau mutu setempat) dapat menentukan cara terbaik untuk mengatasi kesenjangan
mutu yang terjadi. Rekomendasi dan jadwal supervisi ulangan, ditetapkan oleh tim lokal
sehingga mereka tidak merasakan tugas tersebut sebagai beban yang harus diselesaikan. Tim
menjaga mutu setempat selalu berupaya agar apa yang telah mereka sepakati, dapat
dilaksanakan secara penuh dan sesuai target yang ditetapkan. Mereka dengan senang hati
akan mengundang penyelia melihat kembali hasil pekerjaan tersebut dan mengkalkulasi hasil
yang telah mereka capai.
Dengan kalimat yang sederhana, supervisi fasilitatif menyebabkan tim menjaga mutu
setempat, sangat mengharapkan kunjungan penyelia untuk melihat hasil karya mereka. Hal
ini berlawanan dengan supervisi evaluatif dimana tim menjaga mutu setempat, justru
berupaya sedapat mungkin untuk tidak dikunjungi oleh penyelia. Ataupun jika penyelia
11-15
datang, bagaimana caranya agar hasil pelayanan terlihat (bukan terbukti) berkualitas baik
dan waktu kunjungan dapat dipersingkat. Supervisi fasilitatif terbukti meningkatkan
kerjasama antar elemen yang terkait.
RINGKASAN
Dalam melakukan persiapan sebelum tindakan pada kegawatdaruratan obstetrik dan
neonatal, semua peralatan (instrumen dan medikamentosa) harus sudah selalu tersedia.
Bahkan uji fungsi dari masing-masing alat harus selalu dilakukan secara berkala sebelum
dilakukan tindakan untuk mencegah kegagalan tindakan pertolongan.
Kewaspadaan Universal adalah pedoman yang ditetapkan untuk mencegah penyebaran
berbagai penyakit yang ditularkan melalui darah/cairan tubuh di lingkungan rumah sakit atau
sarana kesehatan lainnya. Konsep yang dianut adalah bahwa semua darah/cairan tubuh
harus dikelola sebagai sumber yang dapat menularkan HIV, Hepatitis B dan berbagai
penyakit lain yang ditularkan melalui darah/cairan tubuh.
Manajemen Pelayanan Obstetri dan Neonatal Emergensi Dasar di fasilitas kesehatan, harus
dimulai dari koordinasi semua unsur terkait sehingga masing-masing pihak dapat memahami
peran masing-masing dan melakukan serangkaian proses fasilitasi internal maupun
kemitraan. Setelah koordinasi, dilakukan pemilihan dan penyiapan dari fasilitas pelayanan
kesehatan dengan kriteria yang telah ditetapkan (Rumah Sakit, Puskesmas atau Rumah
Bersalin). Setelah penyiapan fasilitas selesai, dilakukan pelatihan klinik untuk standardisasi
langkah klinik, menyiapkan pelatih klinik, melatih provider Pelayanan Obstetri dan Neonatal
Emergensi Dasar. Upaya menjaga mutu pelayanan diperoleh melalui pelatihan bagaimana
penyelia membantu tim menjaga mutu setempat melaksanakan supervisi fasilitatif. Yang juga
tak kalah pentingnya adalah bagaimana fasilitas kesehatan kemudian membuat rekam medik
dan evaluasi hasil pelayanan serta melakukan upaya-upaya pengembangan kualitas
pelayanan. Pengembangan tersebut tidak hanya pada Pelayanan Obstetri dan Neonatal
Emergensi Dasar semata tetapi program kesehatan lain yang kemudian secara bertahap
meliputi keseluruhan program kesehatan yang dijalankan.
Pada dasarnya, program Pelayanan Obstetri dan Neonatal Emergensi Dasar merupakan
bagian dari program kesehatan yang besar yang dapat berdampak besar pada morbiditas
dan mortalitas ibu dan bayi. Penatalaksanaan komplikasi infeksi, perdarahan, resusitasi bayi
dan pencegahan infeksi juga merupakan prosedur untuk mengatasi kondisi gawatdarurat
lainnya. Pelaksanaan program Pelayanan Obstetri dan Neonatal Emergensi Dasar membawa
multiplikasi dari aspek manejemen, penatalaksanaan klinik, konseling, kualitas dan upaya
menurunkan angka kematian ibu. Upaya baru yang penting untuk diamati adalah adanya
jaringan dan agen di masyarakat (Bidan di Desa) sebagai pemberi informasi, pengenalan dini
(seleksi bahan baku) dan merujuk secara tepat waktu (bukan rujukan gawatdarurat).
11-16
Buku Acuan
KEPUSTAKAAN
Adriaansz G. Pelatihan Keterampilan Klinik Obstetri dan Neonatal Esensial Dasar. Jakarta:
Depkes RI, WHO; 1997.
Departemen Kesehatan RI. Modul Penanganan Kegawatdaruratan Obstetri dan Neonatal, 6nd
ed. Jakarta: Depkes RI; 1999.
Mathai M, Sanghvi H, Guidotti RJ. Managing Complications in Pregnancy and Childbirth: A
Guide for Midwives and Doctors. WHO; 2000.
Saifuddin AB, Adriaansz G, Wiknjosastro GH, Waspodo D. Buku Acuan Nasional Pelayanan
Kesehatan Maternal dan Neonatal, 2nd ed. Jakarta: JNPK-KR POGI & Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo; 2001.
Saifuddin AB, Danakusuma M, Widjajakusumah MD, Bramantyo L, Wisnuwardhani SD. Modul
Safe Motherhood dalam Kurikulum Inti Pendidikan Dokter di Indonesia. Jakarta: Konsorsium
Ilmu Kesehatan, Depkes, WHO; 1997