Anda di halaman 1dari 4

Prosedur Penggilingan Padi

Penggilingan padi mempunyai peranan yang sangat vital dalam mengkonversi Gabah Kering
Giling (GKG) menjadi beras yang siap diolah untuk dikonsumsi maupun untuk disimpan sebagai
cadangan. Bila dikaitkan dengan susut pasca panen maka tahapan ini merupakan tahapan yang
kritis, karena mutu akhir beras ditentukan pada tahap ini. Namun demikian secara teknis tahapan
pasca panen penggilingan tidak bisa dipisahkan dengan pengeringan karena ke dua tahapan ini
merupakan dua kondisi yang kritis dan saling terkait. Mutu beras sebagai hasil akhir penggilingan
juga ditentukan kekeringan gabah yang siap digiling. Karena pengeringan gabah dengan
matahari dibanding dengan pengeringan gabah dengan menggunakan mesin pengering hasilnya
lebih baik yang dikeringkan dengan mesin pengering. Oleh karena itu dengan
mempertimbangkan kontinuitas usaha maka sebaiknya setiap RMU dilengkapi dengan mesin
pengering padi, sehingga pasokan bahan baku gabah lebih terjamin dan petani leluasa dalam
melakukan transaksi baik dalam bentuk Gabah Kering Panen (GKP), GKG atau beras yang
dihasilkan. Jumlah total penggilingan padi di Indonesia sekitar 108.612 unit (Noer Gaybita, 2002),
namun dari jumlah tersebut, ternyata hanya sekitar 5.133 /4,73 % (Noer Gaybita, 2002) yang
termasuk penggilingan modern yang mendekati standar penggilingan yang baik, sedangkan
sisanya merupakan penggilingan konvensional yang menggunakan teknologi lama dan tidak
standard (Sutrisno, 2009).
Dengan demikian, usaha penggilingan padi (RMU) di Indonesia harus dibenahi untuk
meningkatkan efisiensi dan menjamin kelangsungannya agar usaha pemenuhan kebutuhan akan
beras dapat dilakukan secara optimal. Salah satu upaya pembenahan usaha penggilingan padi
adalah dalam pemilihan mesin-mesin penggilingan padi, baik jenis dan kapasitasnya, harus
mengacu kepada besar kecilnya volume padi yang akan digiling dalam waktu tertentu, karena
akan mempengaruhi biaya operasional dan perawatannya.

Selain itu ada hal penting yang juga harus menjadi perhatian adalah tenaga kerja/operator juga
berpengaruh terhadap mutu beras yang dihasilkan. Tenaga kerja harus sudah dilatih,
berpengalaman tekun dan sabar. Tetapi pada kenyataannya di lapang bahwa SDM di RMU
umumnya berpendidikan rendah, banyak yang belum dilatih dan kurang berpengalaman.

Sistem Penggilingan Padi


Ada 2 (dua) sistem penggilingan padi, yaitu :
a.
Diskontinyu (terputus) yaitu penggilingan padi tipe double phase, dimana pemindahan
bahan dari unit proses yang satu ke unit yang lain diangkut atau dilakukan secara manual oleh
tenaga manusia.
b.
Kontinyu yaitu penggilingan padi tipe double phase, dimana pemindahan bahan dari
unit proses yang satu ke unit proses yang lain dilakukan atau menggunakan mesin elevator.

Prosedur Kerja Teknik Penggilingan Padi


Hal-hal yang perlu dilakukan dan diperhatikan saat akan melakukan penggilingan gabah, yaitu
sebagai beruikut :
1.

Persiapan

a.

Reparasi dan servis mesin.

Semua mesin penggerak harus di cek dan diservis agar siap pakai.
b.
Reparasi dan servis peralatan dari semua unit proses. Jika ada yang rusak atau
kebocoran segera di perbaiki.
c.
Pengecekan elevator dan pembersihan pabrik penggilingan padi dan penyiapan karung
untuk beras.
d.

Penyiapan gabah

* Untuk menghasilkan beras yang berkualitas, bahan baku gabah juga harus berkualitas;
* Gabah harus diketahui varietasnya, asal gabah, kapan dipanen, kadar air awal, dan langsung
dikeringkan sampai kadar 14%, baik melalui penjemuran atau menggunakan alat pengering.
Penundaan gabah kering panen lebih 2 - 3 hari akan menimbulkan kuning. Gabah yang sudah
kering sebaiknya dicegah tidak kehujanan karena dapat meningkatkan butir patah dan menir.
Usahakan gabah yang digiling adalah Gabah Kering Panen (GKP) yang baru dipanen agar
penampakan putih cerah dengan cita rasa yang belum berubah. Bila menggunakan gabah kering
yang telah disimpan lebih dari 4 bulan atau 1 musim, maka penampakan beras tidak optimal
(buram) dan terjadi perubahan cita rasa (tingkat kepulenan menurun).
* Gabah yang baru dipanen akan menghasilkan penampakan beras yang putih cerah dengan
cita rasa yang belum berubah.

2.

Proses Penggilingan/Proses Pemecahan Kulit

a.
Tumpukan gabah kering giling (GKG) disiapkan di dekat lubang pemasukan (corong
sekam) gabah;
b.

Jika semua sudah siap, mesin penggerak dan mesin pemecah kulit dihidupkan;

c.
Jika mesin sudah hidup dan berjalan normal, kemudian gabah dimasukkan ke dalam
hopper dan corong hopper dibuka-tutup untuk pengumpanan, mesin pecah kulit dan proses
penggilingan dimulai.
d.
Proses pemecah kulit dilakukan 2 (dua) kali dan diayak 1 (satu) kali dengan alat
ayakan beras pecah kulit (BPK).
e.
Ayakan BPK disesuaikan dengan varietas butir bulat (ukuran lubang ayakan 0,8 inchi)
dan varietas butir panjang (ukuran lubang ayakan 1 inchi).
f.
Segera di cek hasil proses pengupasan. Proses pemecah kulit berjalan baik bila butir
gabah pada beras pecah kulit hampir tidak ada. Jika masih banyak gabah yang keluar dari mesin
pecah kulit bersama dengan beras pecah kulit, maka jarak antara rubber roll dan kecepatan
putarannya harus diset kembali, sampai mendapatkan mutu BPK yang baik.
3.
Proses Penyosohan Beras

Penyosohan adalah proses pemisahan lapisan testa, aleuron dan perikarp dari butir BPK
sehingga diperoleh beras giling, menir dan bekatul. Diperkirakan bahwa berat bagian testa,
aleuron dan perikarp ini sekitar 10% dari BPK. Hasil penyosohan yang berupa beras giling
kualitasnya dinyatakan dengan derajat sosoh. Derajat sosoh adalah bagian dari ketiga lapisan
testa, aleuron dan perikarp yang terpisahkan dan dinyatakan dalam persen. Derajat sosoh 100%

adalah beras giling dimana lapisan testa, aleuron dan perikarp semuanya telah terpisahkan dari
BPK, sedangkan derajat sosoh 90% adalah beras giling dimana lapisan testa, aleuron dan
perikarp hanya terpisahkan sekitar 90% dan sekitar 10% masih menempel pada beras giling.
Untuk mendapatkan beras giling dengan derajat sosoh tertentu, maka perlu pengaturan pada
bandul beban pada mesin penyosoh. Makin tinggi derajat sosoh beras giling yang diperoleh
makin berat beban yang dipasang pada mesin penyosoh.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam proses penyosohan beras adalah :

a.
Sebaiknya Beras Pecah Kulit (BPK) disosoh 2 (dua) kali, pertama menggunakan mesin
penyosoh tipe kulit friksi yaitu gesekan antar butiran, sehingga dihasilkan beras yang
penampakannya bening. Dalam hal ini bisa menggunakan merk ICHI N 120 kapasitas 1200 kg
per jam, dan penyosohan kedua dengan menggunakan mesin penyosoh merk ICHI N 70 kg per
jam;
b.
Kecepatan putaran untuk menghasilkan beras bermutu adalah 1100 rpm, dengan
menyetel gas pada mesin penggerak dan menyetel katup pengepresan keluarnya beras;
c.
Proses penyosohan berjalan baik bila rendemen beras yang dihasilkan sama atau lebih
dari 65% dan derajat sosoh sama atau lebih dari 95%;
d.
Pengelompokan kelas mutu beras dilakukan dengan menambah ayakan beras.
Dianjurkan menggunakan alat penyosoh tipe friksi karena menghasilkan kehilangan hasil selama
penggilingan terendah (3,14% dibanding alat penyosoh tipe abrasive (3,54%).
Usaha meningkatkan mutu beras hasil giling tergantung dari produk akhir yang diinginkan
konsumen. Ada 3 jenis beras yang diinginkan oleh konsumen, yaitu beras bening, beras putih
dan beras mengkilap. Untuk memproduksinya diperlukan proses yang berbeda. Untuk
pembuatan beras dengan penampakan bening menggunakan alat penyosoh tipe friksi, untuk
beras putih menggunakan alat penyosoh tipe abrasive dan untuk beras putih menggunakan alat
penyosoh sistem pengkabutan.

4.

Pengemasan

Pengemas adalah alat yang digunakan sebagai wadah bahan khususnya beras agar beras tidak
tercecer-cecer. Pengemas berfungsi (a) sebagai wadah, (b) untuk melindungi beras dari
serangan ayam, burung dan tikus, (c) untuk mempermudah pengangkutan. Agar dapat berfungsi
seperti tersebut diatas, maka pengemas harus dibuat dari bahan yang kuat, fleksibel dan murah
yang sesuai dengan tujuannya. Sebaiknya pengemas harus diberi label antara lain nama
varietas beras yang dikemas, klas mutu beras, nama perusahan penggilingan padi (untuk
menghindari pemalsuan).
Jika untuk kebutuhan lokal pengemas cukup dengan karung plastik dan jika untuk dipasarkan
antar pulau atau provinsi sebaiknya digunakan pengemas rangkap yaitu kantong plastik
dirangkap dengan karung plastik.
Setelah pengemas siap, maka beras giling dimasukkan ke pengemas, kemudian di timbang
sesuai kapasitasnya misalnya 50 kg, 25 kg atau 10 kg. Beras hasil giling sebaiknya tidak
langsung dikemas, sampai sisa panas akibat penggilingan hilang. Untuk kemasan lebih dari 10

kg sebaiknya menggunakan karung plastik yang dijahit tutupnya. Sedangkan untuk yang ukuran
5 kg dapat dengan kantong plastik dengan tebal 0,8 mm. Fakta yang perlu diperhatikan dalam
memilih jenis kemasan adalah kekuatan kemasan, bahan kemasan (sebaiknya bersifat tidak
korosif dan tidak mencemari produk beras, kedap udara atau pori-pori penyerapan uap air dari
luar tidak mengganggu peningkatan kadar air beras dalam kemasan).

5.

Penyimpanan

Tempat penyimpanan beras yang harus diperhatikan adalah :


a.
Kondisi tempat penyimpanan harus aman dari pencurian dan tikus, bersih, bebas
kontaminasi hama (Caliandra sp. Dan Tribolium sp.) dan penyakit gudang, ada pengaturan
aerasi, tidak bocor dan tidak lembab;
b.
Sebelum beras disimpan sebaiknya dilakukan pemeriksaan, terhadap kebocoiran
kemasan;
c.
Karung keras diletakkan diatas bantalan kayu yang disusun berjejer dengan jarak 50
cm untuk pengaturan aerase, tidak langsung kontak dengan lantai untuk menghindari
kelembaban, memudahkan pengendalian hama (fumigasi), serta teknik penumpukan beras,

Anda mungkin juga menyukai